Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH FARMASETIKA

“DOSIS”

Dosen Pengampu
Avianti Eka Dewi A.P.,M.Sc.,Apt
Disusun oleh :
Mutiah Sholekah (20144046A)
Riana Desi Wulandari (20144052A)
Indri Kurniawati (20144053A)
Krisda Septyani Putri (20144060A)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang
dipergunakan oleh semua mahluk untuk bagian dalam dan luar tubuh guna
mencegah, meringankan, dan menyembuhkan penyakit. (Syamsuni, 2006).
salah satu hal yang menentukan apakah suatu obat bisa berefek atau tidak
adalah dosis dari obat tersebut. Dosis atau takaran obat adalah banyaknya
suatu obat yang dapat dipergunakan atau diberikan kepada seorang
penderita, baik untuk obat dalam maupun obat luar.
Suatu obat akan memberikan efek yang signifikan dengan dosis
tertentu yaitu dosis yang berada pada jendela terapi. Umumnya obat yang
dosisnya terlalu rendah maka tidak akan memberika efek, begitu juga jika
dosisnya terlalu tinggi dapat menimbulkan ketoksikan. Oleh karena itu
dalam suatu resep harus diperhitungkan dengan pasti dosis suatu obat yang
akan diberikan kepada pasien sehingga dapat terhindar dari dari hal-hal
yang tidak diinginkan seperti over dosis.
Dosis obat dapat diklasifikasikan menjadi dosis maksimum, dosis
minimum, dosis lazim, dosis terapi, dosis toksik dan dosis letal. Pada
makalah ini akan dijelaskan perbedaan dari masing-masing dosis diatas
melihat sangat pentingnya hubungan dosis dengan efek yang ditimbulkan
dari pemakain obat.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dosis obat?
2. Apa saja macam-macam dosis obat?
3. Bagaimana cara perhitungan dosis obat didalam resep ?

C. TUJUAN MAKALAH
Adapun tujuan makalah ini adalah :
1. Sebagai prasyarat dalam mengikuti Praktikum Farmasetika
2. Agar mahasiswa dapat memahami tentang dosis dan macam-macam
dosis
3. Agar mahasiswa dapat melakukan perhitungan dosis
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN DOSIS
Dosis atau takaran obat adalah banyaknya suatu obat yang dapat
dipergunakan atau diberikan kepada seorang penderita, baik untuk obat
dalam maupun obat luar. (Syamsuni,2005). Kecuali dinyatakaa lain, yang
dimaksud dosis adalah dosis maksimum dewasa untuk pemakaian melalui
mulut, injeksi subkutan dan rektal. Selain itu dikenal juga istilah dosis
lazim. Dalam FI ed. III tercantum dosis lazim untuk dewasa dan bayi atau
anak yang merupakan takaran petunjuk yang tidak mengikat. Dosis obat
yang harus diberikan kepada pasien untuk menghasilkan efek yang
diharapkan tergantung banyak faktor antara lain umur, bobot badan, luas
permukaan tubuh, jenis kelamin, kondisi penyakit dan kodisi daya tangkis
penderita.
Dosis yang dimuat dalam Farmakope Indonesia dan farmakope-
farmakope dinegara Negara lain hanya dimaksudkan sebagai pedoman
saja. Begitu juga dosis maksimum, yang bila dilampaui dapat
mengakibatnkan efek toksis, bukan merupakan batas mutlak yang ditaati.
Dosis maksimum dari banyak obat dimuat disemua farmakope, tetapi
kebiasaan ini sudah mulai ditinggalkan karena kurang adanya kepastian
mengenai ketepatanya. Hal ini berhubungan dengan variasi biologi dan
fackor-faktor tersebut. Variasi biologi yang dimaksud ialah adanya
perbedaan respon diantara individu dalam suatu populasi yang diberi obat
dalam dosis yang sama. Sebagai ganti dosis maksimum, kini digunakan
dosis lazim, yaitu dosis rata-rata yang biasanya memberikan efek yang
diharapkan. Beberapa istilah yang biasanya berhubungan dengan dosis
adalah :
1. Dosis lazim yaitu dosis yang biasa digunakan dalam keadaan normal
2. Dosis Maksimum yaitu batas atas yang boleh digunakan dalam
pengobatan
3. Regimen dosis adalah jadwal pemberian dosis suatu obat
4. Loading dose adalah dosis muatan sebagai dosis awal sehingga
tercapai kadar dalam darah yang cukup untuk menghasilkan efek
terapeutik
5. Maintenance dose adalah dosis pemeliharaan untuk mempertahankan
kadar obat dalam darah agar tetap menghasilkan efek terapeutik.

B. KLASIFIKASI DOSIS
Ketentuan Umum FI ed. III tentang dosis adalah :
a) Dosis Maksimum (DM)
Dosis ini berlaku untuk pemakaian satu kali dan satu hari.penyerahan obat
yang dosisnya melebihi dosis maksimum dapat dilakukan dengan cara
membubuhkan tanda seru dan paraf dokter penulis resep; memberi garis
bawah nama obat tersebut; dan menuliskan banyak obat dengan huruf
secara lengkap.
b) Dosis lazim
Dosis ini merupakan petunjuk yang tidak mengikat, etapi digunakan
sebagai pedoman umum. Misalnya obat CTM (4mg/tablet disebutkan
dosis lazimnya 6-16mg/hari dan dosis maksimumnya 40 mg /hari, bila
seseorang minum 3x sehari 2 tablet, berarti dosis maksimumnya belum
dilampaui. Akan tetapi, ini dianggap tidak lazim karena hanya dengan 3x
sehari 1 tablet sudah mencapai efek terapi yang optimal.
Selain dosis lazim, juga dikenal macam-macam istilah dosis yang lain,
yaitu :
1. Dosis terapi
Adalah takaran obat yang diberikan dalam keadaan biasa dan dapat
menyembuhkan penderita. Untuk mendapatkan ukuran dosis terapi
yang dapat memberikan efek terapi yang efektif, perlu dilakukan
pengukuran persentase efek terapi yang diharapkan pada penderita atau
pada hewan percobaan. Misalnya untuk mengukur dosis terapi obat
tidur A, obat tersebut diberikan kepada sejumlah hewan percobaan
dengan berbagai ukuran dosis, kemudian dihitung jumlah hewan yang
tertidur setngah jam setelah obat diberikan. Dosis yang dapat
menyebabkan efek tidur pada 50% hewan percobaan disebut ED50.
Dosis yang menyebakan efek tidur pada 10% hewan percobaan disebut
ED10 dan mungkin saja ada ED1, ED20, ED99, ED100.
2. Dosis minimum
Adalah takaran obat takaran obat terkecil yang diberikan yang masih
dapat menyembuhkan dan tidak menimbulkan resistensi pada
penderita. Untuk mendapatkan ukuran dosis minimum yang masih
dapat memberikan efek terapi, perlu dilakukan pengukuran persentase
efek terapi, perlu dilakukan pengukuran persentase efek terapi seperti
untuk mendapatkan ukuran dosis terapi tersebut diatas. Selanjutnya,
dicatat ukuran dosis yang terkecil yang masih dapat memberikan efek
teapi yang diharapkan, namun tidak menimbulkan resistensi pada
penderita.
3. Dosis maksimum
Adalah takaran obat terbesar yang diberikan yang masih dapat
menyembuhkan dan tidak menimbulkan keracunan pada penderita.
Daftar dosis maksimum menurut FI ed. III digunakan untuk orang
dewasa yang berumur 20-60 tahun dengan bobot badan 58-60 kg.
Ada beberapa ketentuan untuk dosis maksimum, yaitu :
a. Untuk orang lanjut usia yang keadaan fisiknya sudah mulai
menurun, dosis yang diberikan harus lebih kecil dari pada dosis
maksimum seperti aturan dibawah ini :
 60-70 tahun 4/5 dosis dewasa
 70-80 tahun ¾ dosis dewasa
 80-90 tahun 2/3 dosis dewasa
 90 tahun ketas ½ dosis dewasa
b. Untuk wanita hamil yang peka terhadap obat-obatan, sebaiknya
obat diberikan dalam jumlah yang lebih kecil. Bahkan,
beberapa obat yang dapat mengakibatkan abortus dan kelainan
janin dilarang penggunaanya. Wanita menyusui juga tidak
boleh menggunakan obat-obat tersebut karena obat dapat
diserap oleh bayinya melalui air susu ibu (ASI).
c. Pemberian obat untuk anak-anak dibawah 20 tahun
membutuhkan perhitungan khusus karena respon tubuh anak
atau bayi terhadap obat tidak dapat disamakan dengan orang
dewasa.
d. Ada tiga macam bahan obat luar yang memiliki dosis
maksimum yaitu naftol, guaiakol, dan kreosot untuk kulit ;
sublimat untuk mata; serta iodoform untuk obat kkompres.
4. Dosis toksik
Adalah takaran obat dalam keadaan biasa yang dapat menyebabkan
keracunan pada penderita. Untuk mendapatkan ukuran dosis toksik
yang dapat menimbulkan keracunan, perlu dilakukan pengukura
persentase efek keracunan pada penderita atau hewan percobaan.
Dalam hal ini, yang diukur adalah gejala keracunan pada penderita
atau hewan percobaan setelah diberi obat selama waktu tertentu. Dosis
yang dapat menyebabkan keracunan pada 50% hewan percobaan
disebut TD50. Dosis yang menyebabkan keracunan pada 10% hewan
pecobaan disebut TD10 dan mungkin saja ada TD1, TD20, TD99,
TD100.
5. Dosis letalis
Adalah takaran obat dalam keadaan biasa yang dapat menyebabkan
kematian pada penderita. Dosis letalis terdiri atas :
 LD 50 : takaran yang menyebabkan kematian pada 50% hewan
percobaan.
 LD 100% : takaran yang menyebabkan kematian pada 100%
hewan percobaan.

C. PERHITUNGAN DOSIS
Pemilihan dan penetapan dosis memang tidak mudah karena harus
memperhatikan beberapa faktor, yaitu
1. Faktor penderita : meliputi umur, bobot badan, jenis kelamin, luas
permukaan tubuh, toleransi, habituasi, adiksi, dan sensitivitas, serta
kondisi penderitanya
2. Faktor obat : meliputi sifat kimia dan fisika obat, sifat
farmakokinetik (ADME), dan jenis obat
3. Faktor penyakit : meliputi sifat dan jenis penyakit serta khasus
penyakit.

Berikut adalah beberapa rumus perhitungan dosis berdasarkan umur, bobot


badan, dan luas permukaan tubuh (body surface area)

1. Perhitungan dosis berdasarkan umur


Perhitungan berdasarkan umur paling banyak dignakan namun
kelemahannya adalah kurang akurat karena tidak mempertimbangkan
beragamnya bobot dan ukuran anak-anak dalam satu kelompok usia.
Biasanya bbat bebas untuk Pediatrik, dosis dikelompokkan atas usia 2-
6 tahun, 6-12 tahun dan diatas 12 tahun. Jika kurang dari 2 tahun,
dinyatakan dengan pertimbangan dokter. Berikut adalah rumus yang
digunakan untuk menghitung dosis berdasarkan umur :
a. Rumus young (untuk anak dibawah 8 tahun)
𝑛 (𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛)
DOSIS= 𝑛 (𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛)+12 𝑥 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎
b. Rumus fried
𝑛 (𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛)
DOSIS= 𝑥 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎
150
c. Rumus Dilling (untuk anak diatas 8 tahun)
𝑛 (𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛)
DOSIS= 𝑥 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎
20
d. Rumus Cowling
𝑛 (𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛)
DOSIS= 𝑥 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎
24
(n adalah umur dalam satan tahun yang digenapkan ke atas).
Misalnya, umur penderita 1 tahun 1 bulan, makan n dihitung 2
tahun.
e. Rumus Gaubius
Rumus ini berupa pecahan yang dikalikan dengan dosis
dewasa. Aturannya sebagai berikut:
0-1 tahun = 1⁄12 𝑥 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎
1-2 tahun = 1⁄8 𝑥 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎
2-3 tahun = 1⁄6 𝑥 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎
3-4 tahun = 1⁄4 𝑥 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎
4-7 tahun = 1⁄3 𝑥 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎
7-14 tahun = 1⁄2 𝑥 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎
14-20 tahun = 2⁄3 𝑥 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎
21-60 tahun = 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎
f. Rumus Bastedo
𝑛 (𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛)
DOSIS= 𝑥 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎
30
2. Perhitungan dosis berdasarkan bobot badan
Dosis lazim obat umumnya dianggap sesuai untuk individu berbobot
70 kg (154 pon). Rasio antara jumlah obat yang diberikan dan ukuran
tubuh mempengaruhi konsentrasi obat di tempat kerjanya. Oleh karena
itu, dosis obat perlu disesuaikan dari dosis lazim untuk pasien kurus
atau gemuk yang tidak normal. Berikut adalah rumus yang dapat
digunakan untuk menghitung dosis berdasarkan bobot badan :
a) Rumus Clark (Amerika)
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑘(𝑝𝑜𝑛)
DOSIS= 𝑥 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎
150
b) Rumus Thermich-Fier (Jerman)
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑘(𝑘𝑔)
DOSIS= 𝑥 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎
70
c) Rumus Black (Belanda)
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑘(𝑘𝑔)
DOSIS= 𝑥 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎
62
d) Rumus Junker & Glaubius (paduan umur dan bobot badan)
DOSIS= % 𝑥 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎
3. Perhitungan dosis berdasarkan luas permukaan tubuh
Disebut juga dengan metode BSA (body surface area). Paling akurat
karena mempertimbangkan tinggi dan bobot pasien. Biasanya
digunakan untuk pasien kanker yang menerima kemoterapi, pasien
pediatrik pada semua usia kanak-kanak, kecuali bayi prematur dan
bayi normal yang fungsi hati dan ginjalnya belum sempurna sehingga
memerlukan penilaian tambahan dalam pengaturan dosis. Berikut
rumus yang digunakan untuk menghitung dosis berdasarkan luas
permukaan tubuh :
Rumus menghitung BSA :

a) Dari kumpulan kuliah farmakologi UI 1968


𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑘
DOSIS= 𝑥 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎
1,75

b) Rumus Catzel
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑡𝑢𝑏𝑢ℎ 𝑎𝑛𝑎𝑘
DOSIS= 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎 𝑡𝑢𝑏𝑢ℎ 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎 𝑥100 𝑥 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑑𝑒𝑤𝑎𝑠𝑎
4. Perhitungan dosis dengan pemakaian berdasarkan jam
a. Menurut FI ed. III
Satu hari dihitung 24 jam sehingga untuk pemakaian sehari
dihitung
24
DOSIS = 𝑥 𝑛 = 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑛𝑔 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑒𝑟𝑖𝑎𝑛
𝑛
Misalnya,
24
s.o.t.h (tiap 3 jam ): 𝑥 = 8 𝑥 𝑠𝑒ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑠𝑒𝑚𝑎𝑙𝑎𝑚
3
b. Menurut Van Duin
pemakaian sehari dihitung untuk 16 jam, kecuali antibiotic
dihitung sehari semalam 24 jam. Untuk contoh yang sama,
pemakaian sehari sebagai berikut.
16
+ 1𝑥 = 5,3 + 1 = 6,3 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑙𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 7𝑥 𝑠𝑒ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑠𝑒𝑚𝑎𝑙𝑎𝑚
3

Dosis maksimum gabungan harus dihitung apabila dalam satu


resep terdapat dua obat atau lebih yang kerjanya searah dan tidak boleh
melampaui jumlah dosis obat-obat tersebut, baik untuk sekali pakai
maupun untuk pemakaian sehari. Misalnya atropin sulfat dengan ekstrak
beladona; pulvis opium dengan pulvis doveri; kafein dengan aminofilin
dan arsen trioksida dengan natrium arsenat. Untuk dosis maksimum
larutan yang mengandung sirup dalam jumlah besar (lebih dari 16,67%
atau 1/6 bagian ) bobot jenis (BJ) larutan dihitung 1,3 sehingga berat
larutan tidak sama dengan volume larutan.

D. CONTOH PERHITUNGAN DOSIS MAKSIMAL (DM)


R/ Atropin sulfat mg 1/2
Belladon ekstract mg 15
Saccharum lactis q.s
Saccharin qs
m.f.pulv.d.t.d. no X
S.t.d.d pulv
Pro : Tn. A

Dosis maksimal untuk Atropin adalah pemakaian sekali 1 mg, sehari 3 mg dan
dosis maksimal belladon ekstract adalah pemakain sekali 20 mg, sehari 80 mg

% dosis terapi terhadap dosis maksimum adalah :


0,5 mg
(a). Atropin sulfat : sekali = x 100 % = 50 %
1 mg
3×0,5 mg
sehari = x 100 % = 50 %
3 mg

15 mg
(b) ekstrak beladon : sekali = x 100 % = 75 %
20 mg

3×15 mg
sekali = x 100 % = 86,25 %
80 mg

dosis gabungan = sekali = 50% + 75% = 125%

sehari = 50% + 86,25% = 106,25%

Dosis gabungan melebihi 100% sehingga resep tidak dapat dibuat, dapat diatasi
dengan melakukan penurunan dosis.
BAB III

PENUTUP

Dalam pemberian obat harus diperhitungkan dosis obat sesuai dengan kondisi
pasien seperti usia, bobot, sedang hamil atau menyusui. Perhitungan dosis dapat
dilakukan berdasarkan usianya, bobot badan dan luas permukaan tubuh dengan
menggunakan rumus yang telah ditetapkan untuk menentukan dosis yang tepat
sehingga terhindar dari hal yang tidak di inginkan dan tujuan dari pengobatan
tercapai yaitu sembuh dari sakit.
DAFTAR PUSTAKA

Syamsuni. 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta:Buku


Kedokteran ECG

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi III.


Jakarta : Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan

Anda mungkin juga menyukai