Anda di halaman 1dari 6

Nama : Albertus Van Reza

NIM : 160510003
Mata Kuliah : KHK : Tugas Gereja Menguduskan (Buku IV)
Dosen : Dr. Asrot Purba
Semester : VII (Tujuh)

Kan. 849 – Baptis, pintu sakramen-sakramen, yang perlu untuk keselamatan, entah
diterima secara nyata atau sekurang-kurangnya dalam kerinduan, dengannya manusia dibebaskan
dari dosa, dilahirkan kembali sebagai anak-anak Allah serta digabungkan dengan Gereja setelah
dijadikan serupa dengan Kristus oleh meterai yang tak terhapuskan, hanya dapat diterimakan
secara sah dengan pembasuhan air sungguh bersama rumus kata-kata yang seharusnya.

Penjelasan Lebih Lanjut atas Kan. 849

Pemaparan Kan. 849 disajikan dengan menjelaskan setiap kata atau frase penting dari kanon
tersebut. Setiap kata atau frase diberi nomor penjelasan lebih lanjut (superscript). Adapun
penjelasan lebih lanjut atas Kan. 849 tersaji di bawah ini.

(Sakramen) Baptis

Sakramen Baptis, frase dari dua kata yakni Sakramen dan Baptis. Sakramen, kata bentukkan
dari Sacaramentum (Latin). Sacramentum adalah terjemahan dari kata Mysteryon (Yunani).
Perjanjian Lama (PL) menerjemahkan Misteryion sebagai Allah yang mewahyukan dri kepada
manusia dalam sejarah keselamatan. Sementara Perjanjian Baru (PB) menerjemakan Misteryion
sebagai keselamatan Allah yang terlaksana dalam Yesus Kristus. Sekitar abab XII, arti sakramen
mengalami penyempitan sebagai tanda dan sarana keselamatan. Tanda dan sarana merujuk pada
simbol-simbol (benda atau kata-kata) kehadiran Kristus yang menyelamatkan dalam Gereja.1

Baptis berasal dari kata Baptizein (Yunani) yang berarti memandikan dengan
menenggelamkan.2 Kata “Sakramen” dan “Baptis” digabung “Sakramen Baptis”, secara sederhana

1 Emanuel Martasudjita, Liturgi: Pengantar Untuk Studi Dan Praksis Liturgi, (Yogyakarta: Kanisius, 2011), hlm. 199-
200.

2 Kopendium Katekismus Gereja Katolik (judul asli: Cathechismo della Chiesa Cattolica), Edisi Resmi Bahasa
Indonesia, diterjemahkan oleh Harry Susanto (Yogyakarta: Kanisius, 2009), no. 252; Bdk. Sebastian S. Karambai,
Ministers And Ministries In The Local Church: A Comprehensive Guide To Ecclesiastical Norms, (Bengaluru-Mumbai:
Brilliant Printers, 2015), hlm. 245.
1
dapat diartikan sebagai permandian dengan menenggelamkan ke dalam Kematian Kristus dan
Bangkit bersama-Nya sebagai “ciptaan baru” yang dilakukan secara simbol-simbol manusiawi.3

Pintu Sakramen-Sakramen

Entah bagaimana bentuknya, pintu digunakan untuk memasuki ruangan. Gereja ibarat
“Ruangan”, meskipun lebih lumrah dan tepat disebut Tubuh Mistik Kristus. Artinya, Gereja sebagai
“Ruangan” bukan berdasar pada volume tetapi “yang memuat” (melingkupi). Gereja memuat di
dalamnya sakramen-sakramen. Pintu untuk memasuki Gereja tersebut adalah sakramen baptis.
Dengan demikian, untuk menerima sakramen-sakramen yang ada dalam Gereja harus terlebih
dahulu melalui “ Pintu” Sakramen Baptis.4

Perlu untuk Keselamatan

“Perlu” di sini mengandung 2 pertanyaan kritis. Pertama, apakah “perlu” ini bagi Allah?
Kedua, apakah “perlu” ini bagi manusia? Terhadap pertanyaan pertama, sukar untuk dipikirkan
(sebab Allah tak dapat dipikirkan). Terhadap pertanyaan kedua, mengalami kesulitan demikian:
keselamatan tidak universal sebab yang tak “perlu” (tidak dibaptis) tidak diselamatkan. Jalan tengah
jawaban ini bahwa entah “perlu” atau tidak bagi-Nya, Allah mencintai manusia dengan
menyelamatkan semua. Namun, keselamatan ini tidak dapat secara “ajaib.” Allah masuk dalam
sejarah (historis) manusia. Sakramen baptis ini semacam tanda dan sarana (simbol-simbol) Allah
menyelamatkan manusia (SC 59). Sementara, dari pihak manusia sakramen baptis ini keharusan.
Keselamatan yang ditawarkan Allah perlu ditanggapi dengan iman yang konkret (melalui sakramen
baptis).5

Namun bukan berarti dengan dibaptis, maka umat pasti selamat (Extra Ecclesiam Nulla Est
Sallus). Justru sakramen baptis memuat kadar aplikasi hidup Kristiani (harus ada buah-buah
sakramen). Senada juga dengan ini, bukan berarti di luar baptisan tidak ada yang diselamatkan
(menentang keselamatan universal). Ada beberapa kriteria yang di luar sakramen baptisan dapat
diselamatkan yakni “baptisan kerinduan” (akan dijelaskan kemudian).6

3 Emanuel Martasudjita, Liturgi: Pengantar…, hlm. 201-204.

4 Katekismus Gereja Katolik (judul asli: Catechismus Catholicae Ecclesiae), Edisi Resmi Bahasa Indonesia,
diterjemahkan oleh P. Herman Embuiru (Ende: Nusa Indah, 2014), no. 1267-1270; Bdk. Sebastian S. Karambai,
Ministers And…, hlm. 245; Bdk. Emanuel Martasudjita, Liturgi: Pengantar…, hlm. 206.

5 KGK no. 1257; Bdk. C. Groenen, Sakramentologi: Ciri Sakramental Karya Penyelamatan Allah, Sejarah, Wujud,
Struktur, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), hlm. 193-194.

6 Sebastian S. Karambai, Ministers And…, hlm. 272-274.


2
Diterima secara nyata

Baptisan diterima secara nyata maksudnya sakramen baptis diterima secara normal-formal
dan benar diterima sesuai ritus yang sah. Normal berarti sesuai tahapan seperti belajar saat
katekumenat. Formal berarti diterima dalam upacara pembaptisan yang resmi dengan materi dan
forma kanonik yang sah. Ritus yang sah dapat dilakukan dengan membenamkan dalam air yang
mengalir seperti sungai (tak lazim lagi di Katolik Roma) atau menuangkan air ke kepala calon
baptis sambil diucapkan forma kanonik yang sah. Bukti secara nyata dibaptis adalah terdaftar di
buku Baptis Paroki tempat baptisan dan mendapat sertifikat.7

Sekurang-kurangnya dalam Kerinduan

Maksud yang disasar dari kata-kata “dalam kerinduan” adalah orang-orang yang
diselamatkan tetapi belum menerima sakramen baptis secara nyata. Mengenai hal ini, terdapat tiga
model yakni “baptis darah”, katekumen dan orang yang mencari kebenaran, sesuai kehendak Allah.
Pertama, “pembaptisan darah” adalah orang-orang yang mati karena imannya kepada Kristus tanpa
sempat menerima sakramen baptisan, para martir misalnya. Kedua, para katekumen yang mati
sebelum menerima sakramen baptis diselamatkan pula, sebab memiliki kerinduan yang jelas
menerima pembaptisan. Ketiga, orang-orang yang dengan setia dan gigih mencari kebenaran dan
sesuai kehendak Allah diselamatkan pula. Orang-orang demikian diandaikan memang
menginginkan pembaptisan.8

Dibebaskan dari dosa (Asal)

Untuk kasus baptis dewasa, dengan mudah dipahami bahwa pembaptisan menghapus dosa
(pribadi dan sosial; ringan dan berat) yang dilakukan dengan sadar, tahu dan mau (kebebasannya).
Sedikit sukar untuk pembaptisan bayi karena bayi belum sadar, tahu dan mau (kebebasan) untuk
berbuat dosa. Jika demikian, dosa apakah yang dihapus saat pembaptisan bayi?

Hal ini pulalah yang dipertanyakan Agustinus atas ungkapan Paulus “Karena ketidaktaatan
satu orang maka semua orang berdosa; karena satu orang maka semua orang diselamatkan” (Roma
5:12-21). Semua orang diselamatkan, termasuk bayi. Lalu “apakah yang ada pada bayi yang
membuatnya juga diselamatkan?”, tanya Agustinus. Inilah dosa asal. Dosa asal tidak berkaitan

7 KKGK no. 256; Bdk. Jhon M. Huels, The Pastoral Companion: A Canon Law Handbook, (Illinois-Chicago:
Fransiscan Herald Press, 1986), hlm. 53-54.

8 KGK no. 1260.


3
dengan dosa pertama yang dibuat Adam dan Hawa (dosa awal-pribadi). Dosa awal berbeda dari
dosa Asal. 9

Pemahaman dosa asal harus melihat konteksnya dari Kejadian bab 3. Semula Adam dan
Hawa hidup kudus dan bahagia bersama Allah di dalam Taman Firdaus. Tetapi, karena
ketidaktaatan Adam dan Hawa (makan buah terlarang), mereka (manusia) diusir ke luar dari Taman
Firdaus. Keadaan luar Firdaus tidak kudus dan bahagia. Saat di luar Taman Firdaus inilah,
perkembangbiakkan manusia (kelahiran bayi) terjadi. Kelahiran manusia tidak dalam Taman
Firdaus. Artinya, kelahiran manusia tidak kudus (berdosa) dan dalam keterpisahan (tidak bersama)
Allah lagi. Itulah dosa asal yakni kelahiran manusia dalam keadaan berdosa dan tidak bersama
Allah lagi.10

Dengan baptisan, dosa asal ini dihapus. Manusia masuk kembali dalam “Taman Firdaus”,
hidup kudus dan bersama dengan Allah. Tetapi pembaptisan tidak menghilangkan kecenderungan
manusia berbuat dosa (Concupicentia); keluar dari “Taman Firdaus” dengan dosa pribadi maupun
dosa kolektif (sosial). Kesimpulannya bahwa dengan pembaptisan, semua dosa dihapus (pribadi dan
sosial; ringan dan berat, termasuk dosa asal), namun tidak menghilangkan Concupicentia.11

Dilahirkan Kembali sebagai Anak-anak Allah

Dosa asal membuat seseorang dilahirkan dalam keadaan berdosa (tidak bersama Allah) dan
bukan anak Allah. Dengan Pembaptisan, dosa (asal) dihapuskan. Manusia dipersatukan kembali
dengan Allah dalam “Taman Firdaus.” Dengan demikian, seseorang yang dibaptis dilahirkan
kembali sebagai putera-puteri Allah (dalam persatuan dengan Allah).12

Digabungkan dengan Gereja

Gereja adalah himpunan orang-orang yang percaya (iman) akan Yesus Kristus yang
dipersatukan oleh Roh Kudus. Tanda lahiriah orang yang percaya akan Kristus adalah menerima
sakramen Pembaptisan. Dengan Pembaptisan, orang membuka “Pintu” dan masuk ke dalam
Gereja.13

Serupa dengan Kristus oleh Meterai yang Tak Terhapuskan


9 KGK no. 390, 416-417.

10 KGK no. 416-417.

11 KGK no. 1263-1264.

12 KGK no. 1265-1266; Bdk. Sebastian S. Karambai, Ministers And…, hlm. 261; Bdk. Emanuel Martasudjita, Liturgi:
Pengantar…, hlm. 206.
4
Dengan Pembaptisan, orang digabungkan dengan Kristus, satu dengan Kristus. 14 Untuk itu,
orang yang dibaptis hidup serupa (satu) dengan hidup Kristus: berpikir, berkata dan bertindak sesuai
Kehendak Allah. Kesatuan dengan Kristus ini diberi meterai iman oleh Roh Kudus untuk “ Hari
Penyelamatan.” Meterai ini abadi sampai kematiaannya menghadap Allah. Meskipun orang
berdosa, misalnya pindah agama, metetai ini tetap berlaku sampai “Hari Penyelamatan” bahwa
orang tersebut tetap milik Kristus.15

Diterima secara Sah dengan Pembasuhan Air dan Rumusan Kata-Kata yang Seharusnya

Air dan rumusan kata-kata yang seharusnya adalah (1) Materia dan (2) Forma Kanonik
dasar sahnya Sakramen Pembaptisan. Pertama, Air yang digunakan adalah air yang murni (bersih;
bukan campuran). Air ini juga harus sudah diberkati.16 Air, dalam keseharian, memuat dua sisi yaitu
negatif dan positif. Negatif bahwa air dapat menghancurkan (banjir; tsunami). Positif bahwa air
sumber kehidupan, menyuburkan dan membersihkan yang kotor. Air sebagai simbol sahnya
pembaptisan mengandung dua sisi tersebut. Secara negatif, air “menghancurkan” kuasa dosa yang
mengotori kekudusan manusia. Secara positif, air memurnikan dan membersihkan dosa sehingga
manusia dapat hidup dalam iman.17

Rumusan kanonik demi sahnya Sakramen Pembaptisan memuat aspek Trinitas. Rumusan
tersebut berbunyi demikian, “Aku membaptis engkau dalam nama Bapa dan Putera dan Roh
Kudus.” Kedua unsur ini (Air dan Rumusan Kanonik) harus dipenuhi agar sahnya Pembaptisan
tersebut.18 Akan penjelasan ini, terdapat pertanyaan pendalaman demikian, “Jika seseorang dibaptis
secara Kristen (Protestan) mau masuk Katolik, apakah ia harus dibaptis kembali?” Untuk menjawab
ini, seseorag harus tetap berpatokan pada dasar sahnya Sakramen Baptis. Perlu ketelitian memilah
baptisan Kristen (Protestan) mana yang memenuhi syarat sahnya baptisan Katolik. Jika belum
memenuhi (tidak sama) sahnya baptisan Katolik maka harus dibaptis ulang. Namun bila sama

13 KGK no. 1267-1270; Bdk. Sebastian S. Karambai, Ministers And…, hlm. 261; Bdk. Emanuel Martasudjita, Liturgi:
Pengantar…, hlm. 206.

14 Sebastian S. Karambai, Ministers And…, hlm. 261; Bdk. Jhon M. Huels, The Pastoral…, hlm. 33.

15 KGK no. 1272-1274.

16 Sebastian S. Karambai, Ministers And…, hlm. 246-247; Bdk. Jhon M. Huels, The Pastoral…, hlm. 34.

17 Emanuel Martasudjita, Liturgi: Pengantar…, hlm. 144-145.

18 Sebastian S. Karambai, Ministers And…, hlm. 249; Bdk. Jhon M. Huels, The Pastoral…, hlm. 34.
5
seperti baptisan Katolik tidak perlu dibaptis ulang, cukup dengan pengumuman dan penerimaan
resmi secara publik (Gereja).19

Daftar Pustaka

C. Groenen. Sakramentologi: Ciri Sakramental Karya Penyelamatan Allah, Sejarah, Wujud, Struktur.
Yogyakarta: Kanisius, 1990.

Emanuel Martasudjita. Liturgi: Pengantar Untuk Studi Dan Praksis Liturgi. Yogyakarta: Kanisius, 2011.

Jhon M. Huels. The Pastoral Companion: A Canon Law Handbook. Illinois-Chicago: Fransiscan Herald
Press, 1986.

Katekismus Gereja Katolik (judul asli: Catechismus Catholicae Ecclesiae), Edisi Resmi Bahasa
Indonesia, diterjemahkan oleh P. Herman Embuiru. Ende: Nusa Indah, 2014.

Konsili Vatikan II. “Konstitusi Tentang Liturgi Suci” (SC), dalam Dokumen Konsili Vatikan II,
diterjemahkan oleh R Hardawiryana. Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan KWI-Obor, 1993.

Kopendium Katekismus Gereja Katolik (judul asli: Cathechismo della Chiesa Cattolica), Edisi Resmi
Bahasa Indonesia, diterjemahkan oleh Harry Susanto. Yogyakarta: Kanisius, 2009.

Sebastian S. Karambai, Ministers And Ministries In The Local Church: A Comprehensive Guide To
Ecclesiastical Norms. Bengaluru-Mumbai: Brilliant Printers, 2015.

19 KGK no. 256; Bdk. Sebastian S. Karambai, Ministers And…, hlm. 264-266; Bdk. Jhon M. Huels, The
Pastoral…, hlm. 49-51.

Anda mungkin juga menyukai