Anda di halaman 1dari 18

TUGAS ANALISIS MAKANAN

Disusun oleh :

1. Eva Murniyati 14040016 6. Idwal Qori Priambudi 16040031


2. Alfi Mufidah 16040004 7. Reza Aditya Sunaryo 16040034
3. Lisa Melinda 16040005 8. Suciati 16040037
4. Heriza Utami 16040014 9. Delvi Siswita 16040043
5. Putri Ramadani16040026

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH TANGERANG
BANTEN
2019
ANALISIS KANDUNGAN BAHAN PENGAWET PADA BERBAGAI BUMBU GILING
DI PASAR KOTA MALANG SEBAGAI SUMBER BELAJAR BIOLOGI

Berikut yang melatar belakangi jurnal penelitian ini adalah persyaratan


pengawet untuk makanan sebaiknya dengan dosis di bawah ambang batas yang telah
ditentukan. Jenis BTP ada 2 yaitu GRAS (Generally Recornized as Safe), zat ini aman
dan tidak berefek toksik misalnya gula (glukosa). Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI
(Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya
(daily intake) demi menjaga/ melindungi kesehatan konsumen. Penelitian ini
bertujuan mengetahui perbedaan kadar pengawet dan menentukan kadar tertinggi
pengawet pada berbagai bumbu giling, menentukan kadar pengawet sesuai Surat
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 033/Menkes/IX/2012 mengenai Bahan
Tambahan Pangan.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif kuantitatif yaitu penelitian yang
bermaksud untuk menggambarkan atau mendeskripsikan mengenai situasi atau
kondisi serta menganalisis dan menyajikan data secara sistematik sehingga dapat lebih
mudah untuk dipahami dan disimpulkan, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan
sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Dengan demikian penelitian bertujuan
mendeskripsikan dan mengolah hasil data kuantitatif kadar kandungan bahan
pengawet sintesis pada bumbu giling. Untuk mengetahui adanya kandungan zat
pengawet dalam bumbu giling, peneliti menggunakan metode Titrasi.

Cara Titrasi (Uji Kualitatif)


Metode titrasi adalah salah satu metode kimia untuk menentukan konsentrasi suatu
larutan dengan cara mereaksikan sejumlah volume larutan tersebut terhadap sejumlah
volume larutan lain yang konsentrasinya sudah diketahui.

Teknik Analisis Data (Anava One Way)


Analisis of variance atau ANOVA merupakan salah satu teknik analisis multivariate
yang berfungsi untuk membedakan rerata lebih dari dua kelompok data dengan cara
membandingkan variansinya. Analisis varian termasuk dalam kategori statistik
parametric. Sebagai alat statistika parametric, maka untuk dapat menggunakan rumus
ANOVA harus terlebih dahulu perlu dilakukan uji asumsi meliputi normalitas,
heterokedastisitas dan random sampling.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Anava
One Way meliputi :

Untuk uji pengawet data yang diperoleh akan diolah dan dihitung
menggunakan rumus. Kemudian dilanjutkan uji normalitas (untuk mengetahui apakah
data yang diperoleh berdistribusi normal) dan uji homogenitas (untuk mengetahui
apakahh warians datanya homogen), kemudian diteruskan dengan uji Anava 1-jalan
(One Way Anava) untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pengaruh dari perlakuan
yang diberikan. Untuk menentukan manakah perlakuan yang paling baik atau efektif
maka dilajutkan uji Duncans 5%.

Pertanyaan :
1. Apa yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan ( BTP) ?
Jawab : Bahan yang ditambahkan kedalam makanan untuk mempengaruhi sifat
ataupun bentuk makanan.
2. Sebutkan 2 jenis bahan tambahan pangan yang telah ditetapkan dosis nya di
bawah ambang batas ?
Jawab :
- GRAS (Generally Recornized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik
misalnya gula (glukosa).
- ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan
hariannya (daily intake) demi menjaga/ melindungi kesehatan konsumen.
3. Ada berapa jenis pengawet ?
Jawab : Zat pengawet organik dan zat pengawet anorganik
4. Sebutkan zat pengawet organik yang sering digunakan ?
Jawab : Zat pengawet organik yang sering digunakan yaitu asam sorbat, asam
propionat, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida (Cahyadi, 2006). Dan
pengawet yang dilarang satu-satunya adalah formalin.
5. Apa yang dimaksud dengan populasi ?
Jawab : Populasi adalah keseluruhan objek yang diteliti yang memiliki kulitas dan
karakter tertentu yang ditentukan oleh peneliti (Sugiyono, 2010).
6. Apa yang dimaksud simple random sampling ?
Jawab : simple random sampling yaitu teknik pengambilan secara acak sehingga
setiap satuan sampling yang ada dalam populasi mempunyai peluang yang sama
tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi untuk dipilih kedalam
sampel.
7. Apa yang dimaksud dengan variabel bebas ?
Jawab : Variabel bebas (independent variable) adalah variabel yang
mempengaruhi variabel lain atau menghasilkan akibat pada variabel lain, yang
pada umumnya berapa dalam urutan tata waktu yang terjadi lebih dulu (Martono,
2010).
8. Apa yang dimaksud dengan variabel terkendali ?
Jawab : Variabel kendali adalah unsur atau gejala yang sengaja dikendalikan
supaya tidak mempengaruhi variabel bebas maupun variabel lainnya.
9. Apa yang dimaksud dengan variabel terikat ?
Jawab : Variabel terikat (dependent variable) adalah variabel yang diakibatkan
atau dipengaruhi oleh variabel bebas (Martono, 2010).
10. Faktor apa yang dapat mempengaruhi kerusakan pangan?
Jawab : suhu lingkungan, kadar air, oksigen, ph, relative humidity (RH) dan water
activity (Aw) (Winarno, 1984).
ANALISIS SENYAWA BENZOAT PADA KECAP MANIS PRODUKSI LOKAL KOTA
MANADO

Berikut yang melatarbelakangi penelitian ini adalah Kecap manis adalah salah satu bahan
tambahan pangan yang biasa ditambahkan kedalam makanan.tujuan prnrlitian ini untuk
menetukan kadar senyawa benzoate yang terdapat dalam kecap manis produksi local kota
manado.

Metode Penelitian

Penelitian ini adalah indentifikasi senyawa benzoate dilakukan dengan mengunakan Fecl3
dan menentukan kadar senyawa benzoate dilakukan dengan spektrofotometri UV-vis pada
panjang gelombang 280 nm.

Analisis kualitatif

Analisis kualitatif yang dilakukan terhadap sampel bertujuan untuk menunjukan adanya asam
benzoat dalam sampel kecap manis, asam benzoat merupakan senyawa yang kurang larut
dalam air karena merupakan asam lemah.

Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode spektrofotometer


UV-Vis. Penentuan panjang gelombang maksimum yang digunakan absorbansi larutan
standar maupun larutan sampel ditentukan dengan mengukur nilai absorbansi maksimum.

Kesimpulan

Pada penelitian ini diperoleh hasil analisa kualitatif yang menunjukkan bahwa semua sampel
produk kecap manis menggunakan pengawet benzoat dengan kadar yang tidak melebihi
ambang batas yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 722/MENKES/PER/IX/88 yaitu 600 mg.
Pertanyaan

1. Apa yang dimaksud dengan asam benzoat ?

Jawab : zat pengawet atau sering disebut sebagai senyawa antimikroba yang sering
dipergunakan dalam produk kecap.

2. Tujuan penggunaan bahan pengawet dalam pembuatan kecap ?

Jawab : untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri.

3. Batas maksimum penggunaan asam benzoat pada bahan tambahan pangan adalah ?

Jawab : 600 mg/kg.

4. Tujuan Pembatasan penggunaan asam benzoat ?

Jawab: Agar tidak terjadi keracunan


5. Berapa rentang Deteksi absorbansi larutan standar pada panjang gelombang dengan
menggunakan instrumen spektrofotometer UV-Vis ?
Jawab: 265-280 nm
6. Penambahan FeCl3 ke dalam larutan asam benzoat yang telah dinetralisasi dengan
amoniak akan menghasilkan endapan asam benzoat berwarna ?
Jawab: Coklat kemerahan (Dean, 1987).
7. Analisis kualitatif yang dilakukan terhadap sampel bertujuan untuk ?
Jawab: Menunjukan adanya asam benzoat dalam sampel kecap manis.
8. Buatlah Reaksi asam benzoat ditambah dengan NaOH 10% ?
Jawab: C6H5COOH + NaOH C6H5COO- Na + + H2O
9. Asam Benzoat merupakan asam lemah ditambah dengan NaOH 10% sebanyak 10 tetes
larutan bersifat basa maka akan mengalami perubahan kertas lakmus berwarna ?
Jawab: Merah menjadi biru
10. Pada sampel kecap manis sebanyak 20 gram ditambahkan larutan garam NaCl jenuh
yang bertujuan untuk ?
Jawab: Memecahkan emulsi kecap manis, karena pemecahan emulsi dapat dilakukan
dengan penambahkan elektrolit.
JURNAL 1
Kandungan bahan tambahan pangan berbahaya pada makanan jajanan anak
sekolah dasar di Kabupaten
Bantul

ABSTRAK

Data Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menunjukkan bahwa sepanjang
tahun 2012, insiden keracunan akibat mengkonsumsi makanan menduduki posisi paling
tinggi, yaitu 66,7%, dibandingkan dengan keracunan akibat penyebab lain, misalnya obat,
kosmetika, dan lain-lain. Salah satu penyebab keracunan makanan adalah adanya cemaran
kimia dalam makanan tersebut, seperti boraks, formalin dan rhodamin-B. Dalam data
tersebut, diketahui 2,93% sampel makanan jajanan pada anak sekolah mengandung boraks,
1,34% mengandung formalin, dan 1,02% mengandung rhodamin-B. Akumulasi bahan-bahan
tersebut di dalam tubuh dapat berdampak negatif bagi kesehatan. Tujuan dari Penelitian ini
adalah untuk Mengetahui persentase makanan jajanan anak sekolah dasar (SD) yang
tercemar bahan tambahan pangan berbahaya (boraks, formalin, rhodamin-B) di Kabupaten
Bantul. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Jenis penelitian ini adalah
observasional dengan rancangan survei. Penelitian dilaksanakan dengan melibatkan 68 SD
di Kabupaten Bantul sebagai sampel. Seluruh makanan jajanan yang dijajakan baik di luar
maupun di kantin sekolah dan diduga mengandung bahan kimia berbahaya diuji kandungan
cemaran kimianya yaitu kandungan boraks, formalin dan rhodamin-B. Pengujian kualitatif
kandungan boraks menggunakan kurkumin, formalin menggunakan KMnO4, dan rhodamin-
B menggunakan test kit Rhodamin-B. Hasil yang didapat pada penelitian ini adalah 107
sampel makanan dari 68 SD yang diuji. Jenis makanan jajanan yang diduga mengandung
bahan kimia berbahaya yang paling banyak dijajakan di SD adalah jenis bakso (bakso,
bakso tusuk, bakso goreng) yaitu sejumlah 22,4% dari seluruh sampel jajanan. Di antara 98
sampel yang diuji kandungan boraks dan formalinnya, 15 sampel (15,3%) positif
mengandung boraks dan 25 sampel (25,5%) positif mengandung formalin. Di antara 15
sampel yang diuji kandungan rhodamin-B-nya, 7 sampel (46,7%) positif mengandung
rhodamin-B. Terdapat 34 SD (50%) yang tidak terdapat jajanan yang tercemar bahan kimia
berbahaya.
PENDAHULUAN
Keamanan pangan merupakan suatu hal yang harus diperhatikan karena dapat
berdampak pada kesehatan, baik bagi anak-anak maupun orang dewasa. Menurut data dari
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sepanjang tahun 2012, insiden keracunan
akibat mengonsumsi makanan menduduki posisi paling tinggi, yaitu 66,7%, dibandingkan
dengan keracunan akibat penyebab lain, misalnya obat, kosmetika, dan lain-lain. Salah satu
penyebab keracunan makanan adalah adanya cemaran kimia dalam makanan tersebut. Kasus
cemaran kimia yang masih sering ditemui adalah adanya kandungan bahan-bahan berbahaya
seperti formalin, boraks, dan pewarna tekstil dalam makanan. Bahan-bahan tersebut tidak
seharusnya terdapat dalam makanan karena dapat membahayakan kesehatan, namun dengan
alasan untuk menekan biaya produksi dan memperpanjang masa simpan, banyak produsen
yang masih menggunakan bahan-bahan tersebut. Jenis makanan yang seringkali mengandung
bahan berbahaya tersebut salah satunya adalah golongan makanan jajanan terutama yang
dijajakan di sekolah.
Pada tahun 2011, BPOM juga melakukan sampling dan pengujian laboratorium
terhadap
pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang diambil dari 866 sekolah dasar/madrasah
ibtidaiyah yang tersebar di 30 kota di Indonesia. Sampel pangan jajanan yang diambil
sebanyak 4.808 sampel, dan 1.705 (35,46%) sampel di antaranya tidak memenuhi persyaratan
(TMS) keamanan dan atau mutu pangan. Dari hasil pengujian terhadap parameter uji bahan
tambahan pangan yang dilarang, yaitu boraks dan formalin yang dilakukan terhadap 3.206
sampel produk PJAS yang terdiri dari mie basah, bakso, kudapan dan makanan ringan,
diketahui bahwa 94 (2,93%) sampel mengandung boraks dan 43 (1,34%) sampel
mengandung formalin. Hasil pengujian terhadap parameter uji pewarna bukan untuk pangan
(rhodamin B) yang dilakukan terhadap 3.925 sampel produk PJAS yang terdiri dari es
(mambo, loli), minuman berwarna merah, sirup, jeli/agar-agar, kudapan dan makanan ringan
diketahui bahwa 40 (1,02%) sampel mengandung rhodamin B (3).
Konsumsi formalin secara kronis dapat mengakibatkan iritasi pada membran mukosa
dan bersifat karsinogenik (4), sementara konsumsi boraks secara terus menerus dapat
mengganggu gerak pencernaan usus, kelainan pada susunan saraf, depresi, dan kekacauan
mental (5). Untuk rhodamin B, penggunaannya dapat menimbulkan kerusakan hati, bahkan
kanker hati (6).
METODOLOGI
Penelitian observasional ini dilaksanakandengan rancangan survei. Penelitian
dilaksanakanpada bulan Mei-Oktober 2015 di Kabupaten Bantul Yogyakarta yang terdiri dari
17 kecamatan. Populasiadalah seluruh SD di Kabupaten Bantul yangberjumlah 380 SD (data
tahun ajaran 2013/2014) dan jumlah sampel minimal yang diperoleh dari hasil perhitungan
adalah 68 SD. Perhitungan besar sampel menggunakan rumus untuk penelitian survei dengan
tingkat kepercayaan 90% (7). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple
random sampling. Sampel makanan jajanan diambil dari 68 sekolah yang terpilih, baik
makanan yang dijajakan di luar sekolah maupun di kantin sekolah, dengan bantuan 20 orang
enumerator yang merupakan mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Gizi Universitas Alma Ata
yang sebelumnya sudah mengikuti apersepsi. Makanan jajanan yang diambil adalah jenis
makanan yang diduga mengandung bahan kimia berbahaya seperti boraks, formalin dan
rhodamin-B, baik yang dijajakan di luar sekolah ataupun di kantin sekolah. Apabila terdapat
SD terpilih yang tidak terdapat makanan yang dijajakan di luar sekolah ataupun di kantin
sekolah, maka tidak diikutsertakan dalam penelitian dan diganti dengan SD yang lain.
1. Uji kualitatif keberadaan boraks, formalin, dan rhodamin-B
1. Boraks
Pengujian kandungan boraks secara kualitatif dilakukan menggunakan uji
kurkumin. Tiap sampel dianalisis dua kali. Sampel dinyatakan positif
mengandung boraks jika pada 2 kali pengujian tersebut menunjukkan hasil yang
positif. Apabila hanya salah satu yang menunjukkan hasil positif, maka belum
dikategorikan menjadi positif mengandung boraks. Pengujian dilakukan terhadap
98 sampel makanan yang diduga mengandung boraks. Jenis jajanan yang
memberikan hasil positif mengandung boraks berdasarkan hasil uji kurkumin.
2. Formalin
Pengujian kandungan formalin secara kualitatif dilakukan menggunakan
KMnO4. Seperti halnya dalam pengujian boraks, analisis setiap sampel untuk
mengetahui ada atau tidaknya kandungan formalin ini juga dilakukan sebanyak 2
kali. Sampel dinyatakan positif mengandung formalin jika pada 2 kali pengujian
tersebut menunjukkan hasil yang positif. Apabila hanya salah satu yang
menunjukkan hasil positif, maka belum dikategorikan menjadi positif
mengandung formalin. Pengujian dilakukan terhadap 98 sampel makanan yang
diduga mengandung formalin. Jenis jajanan yang memberikan hasil positif
mengandung formalin berdasarkan hasil uji menggunakan KMnO4.
3. Rhodamin-B
Pengujian kandungan rhodamin-B secara kualitatif dilakukan menggunakan
test kit rhodamin-B. Seperti halnya dalam pengujian boraks dan formalin,
pengujian setiap sampel untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan
rhodamin-B ini juga dilakukan sebanyak 2 kali. Sampel dinyatakan positif
mengandung rhodamin-B jika pada 2 kali pengujian tersebut menunjukkan hasil
yang positif. Apabila hanya salah satu yang menunjukkan hasil positif, maka
belum dikategorikan menjadi positif mengandung rhodamin-B. Pengujian
dilakukan terhadap 15 sampel makanan yang diduga mengandung rhodamin-B.
Jenis jajanan yang memberikan hasil positif mengandung rhodamin-B berdasarkan
hasil uji menggunakan test kit rhodamin-B.

HASIL
Penelitian ini berhasil mengidentifi kasi 107 sampel makanan jajanan untuk dilihat
kandungan boraks, formalin atau rhodamin-B di dalamnya. Sampel makanan diperoleh
dengan cara mendatangi langsung SD yang terpilih kemudian membeli beberapa makanan
jajanan yang ada di tempat tersebut, baik di dalam maupun di luar sekolah, yang diduga
mengandung bahan kimia berbahaya. Makanan jajanan yang berdasarkan pustaka ataupun
survei sebelumnya tidak berpotensi mengandung bahan kimia berbahaya yang akan diteliti
(boraks, formalin, dan rhodamin-B) tidak diambil.

PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, jenis-jenis makanan jajanan diambil sebagian besar didominasi
oleh
jajanan jenis bakso, siomay, dan kerupuk/keripik (Tabel 1). Penelitian yang dilakukan di
Solo juga
menunjukkan hasil serupa yaitu bahwa makanan jajanan anak SD didominasi oleh jenis bakso
dengan berbagai macam variasi pengolahan atau penyajiannya (8).
Hasil uji kualitatif yang telah dilakukan tersebut, apabila dibandingkan dengan hasil
survei yang dilakukan oleh BPOM secara nasional, persentase hasil uji yang positif dalam
penelitian ini memberikan hasil yang lebih tinggi. Survei BPOM tahun 2012 menunjukkan
bahwa terdapat 2,93% sampel mengandung boraks, 1,34% sampel mengandung formalin, dan
1,02% sampel mengandung rhodamin B (3). Beberapa penelitian sebelumnya juga
memberikan hasil yang bervariasi. Penelitian yang dilakukan di Kota Semarang,
menunjukkan bahwa terdapat 9% sampel makanan jajanan anak sekolah yang dinyatakan
positif mengandung boraks (9). Selanjutnya, hasil penelitian lain menunjukkan bahwa 45%
sampel jajanan yang diambilnya positif mengandung formalin (8). Sementara penelitian yang
dilakukan di Sumatera Utara menunjukkan bahwa 3 dari 28 sampel yang diuji (9,7%)
dinyatakan positif mengandung rhodamin-B (10). Penelitian di Jakarta Pusat juga
memberikan hasil hampir sama, yaitu 2 dari 20 sampel yang diuji (10%) dinyatakan positif
mengandung rhodamin-B (11).
Adanya variasi hasil tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan karakteristik wilayah
penelitiannya, karakteristik sampel makanan jajanan yang diambil, dan tentunya perbedaan
cara pengujian yang digunakan untuk mendeteksi adanya kandungan bahan-bahan kimia
berbahaya. Namun demikian, hasil-hasil penelitian tersebut secara konsisten menunjukkan
bahwa jajanan anak sekolah yang beredar selama ini belum bebas dari cemaran bahan kimia
berbahaya. Hal ini tentunya perlu mendapatkan perhatian dan penanganan lebih lanjut yang
serius dari pihak-pihak yang berwenang, karena dampak yang dapat ditimbulkan akibat
mengkonsumsi bahan-bahan kimia berbahaya tersebut sangat merugikan. Konsumsi boraks
secara terus menerus dapat mengganggu gerak pencernaan usus, kelainan pada susunan saraf,
depresi dan kekacauan mental (5). Konsumsi formalin secara kronis dapat mengakibatkan
iritasi pada membran mukosa dan bersifat karsinogenik (4). Penggunaan rhodamin-B secara
terus menerus dapat menimbulkan kerusakan hati, dan bahkan kanker hati (6). Berdasarkan
hasil analisis mengenai jenis makanan yang paling sering mengandung bahan kimia
berbahaya, didapatkan hasil bahwa jenis makanan bakso (bakso, bakso tusuk, bakso goreng,
keripik bakso) merupakan jenis yang paling sering dijajakkan dan ditemukan mengandung
boraks atau formalin.
Sebuah penelitian kualitatif yang dilakukan pada beberapa sekolah dasar di
Kecamatan Tasikmadu, Karanganyar juga menunjukkan hasil yang serupa (8). Sampel
jajanan yang diperoleh terdiri dari 9 jenis, antara lain nugget, bakso, mie, bakso isi tahu,
bakso isi telur, pangsit goreng, sosis daging, bakso ikan, dan bakso bakar. Berdasarkan uraian
tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar makanan jajanan yang dijajakkan adalah dari
jenis bakso. Sementara untuk rhodamin-B, jenis makanan yang ditemukan paling sering
mengandung bahan tersebut adalah jenis makanan berupa jeli dan es. Jeli juga merupakan
salah satu jenis makanan jajanan yang terindikasi sering mengandung pewarna sintetis yang
berbahaya (6).
Berdasarkan analisis terhadap bahan kimia berbahaya yang memiliki persentase
kemunculan terbesar adalah pada jenis rhodamin B. Dari 15 sampel jajanan yang diuji,
terdapat 7 sampel (46,7%) sampel yang positif mengandung rhodamin-B. Apabila
dibandingkan dengan frekuensi kemunculan boraks dan formalin, yaitu masing-masing
15,3% dan 25,5%, maka frekuensi kemunculan rhodamin-B tersebut menjadi yang paling
tinggi. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan frekuensi kemunculan yang lebih
rendah untuk rhodamin-B, yaitu 9,7% (10) dan 10% (11). Hal ini tentunya perlu menjadi
perhatian karena efek negatif dari konsumsi rhodamin-B yang berlebihan adalah gejala
pembesaran hati dan ginjal, gangguan fungsi hati, kerusakan hati, gangguan fisiologis tubuh,
atau bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker hati (6). Jenis makanan jajanan yang
terdeteksi positif mengandung rhodamin-B dalam penelitian ini adalah saos, jeli, dan jenis es
atau minuman. Sejalan dengan penelitian sebelumnya jenis makanan jajanan yang terdekteksi
positif mengandung rhodamin-B adalah jenis es atau minuman dan saos (10).
KESIMPULAN
Pada penelitian ini masih banyak terdapatnnya jajanan atau makanan anak sekolahan
yang menggunakan bahan tambahan berbahaya. Penggunaan bahan berbahaya tersebut
mengindikasikan kurangnya pengetahuan, kepedulian, atau kesadaran para pembuat, penjual,
dan pembeli akan pentingnya keamanan pangan. Usia sekolah merupakan masa pertumbuhan
dan perkembangan anak menuju masa remaja, sehingga asupan zat gizi yang cukup dengan
memperhatikan keamanan pangan yang dikonsumsi sangat penting untuk diperhatikan,
termasuk makanan jajanannya. Perlu pengawasan lebih lanjut dari pihak yang berwenang
kepada para produsen makanan jajanan, terutama jenis bakso, sosis dan jeli yang paling
sering ditemukan mengandung bahan kimia berbahaya.

SOAL
1. Apa pengertian dari rhodamine b?
Jawab: Rhodamin b merupakan zat pewarna sintetis berbentuk serbuk, Kristal, tidak
berbau, berwarna merah keunguan dengan larutan berwarna merah terang
berpendar (berfluorosensi).
2. Pengujian kualitatif keberadaan rhodamine b pada jajanan anak-anak dilakukan dengan
menggunakan test kit rhodamine b. Bagaimana cara uji test kit rhodamine b?
Jawab: Rendam objek makanan yang dicurigai mengandung rhodamine b, kemudian
peras makanan yang sudah direndam dan tuang air hasil perasan ke dalam wadah.
Lalu teteskan pereaksi rhodamine b ke dalam wadah dan tunggu hingga beberapa
menit sampai ada perubahan warna merah keunguan. Maka objek makanan
tersebut positif mengandung rhodamine b
3. Apa dampak mengkonsumsi makanan yang mengandung pewarna rhodamine b?
Jawab: Memicu terjadinya kanker dan gangguan hati
4. Apa tanda jika makanan tersebut mengandung pewarna rhodamine b?
Jawab: Makanan tersebut menjadi lebih cerah ada sedikit rasa pahit dan muncul rasa
gatal setelah mengkonsumsi makanan tersebut
5. Apa keuntungan teknik analisa menggunakan kit rhodamine b?
Jawab: Metode ini banyak digunakan karena penggunaannya lebih mudah, cepat, harga
lebih terjangkau, dan limbah yang dihasilkan lebih sedikit. Hasil tes positif dapat dilihat
dengan terjadinya perubahan warna yang dapat diamati secara visual
6. Jenis panganan apa yang sering ditemukan dalam penyalahgunaan zat pewarna?
Jawab: Kerupuk, terasi, dan makanan jenis jajanan lainnya yang berwarna merah
7. Kenapa zat pewarna rhodamine b dilarang pemakainnya?
Jawab: Karena mengandung zat berbahaya yang dapat menimbulkan banyak penyakit
8. Apa Kerugian teknik analisa menggunakan kit rhodamin b?
Jawab:
9. Selain menggunakan kit rhodamine teknik analisa pewarna dapat dilakukan dengan cara?
Jawab: KLT, spektro uv-vis
JURNAL 2
IDENTIFIKASI PEWARNA SINTESIS PADA PRODUK OLAHAN BUNGA
ROSELLA (Hibiscus sabdariffa) DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS
TIPIS

ABSTRAK
Bahan tambahan pangan sering digunakan atau ditambahkan secara sengaja ke dalam
produk olahan makanan atau minuman adalah pewarna. Pewarna terbagi atas dua jenis yaitu
pewarna alami dan pewarna sintetis. Sirup yang beredar di masyarakat umumnya banyak
mengandung pewarna sintetis, hal ini dilakukan produsen untuk menekan biaya produksi dan
membuat tampilan bahan menjadi menarik. Pemakaian pewarna sintetis selain memiliki
dampak positif bagi produsen serta konsumen, dapat pula menimbulkan dampak negatif
terutama bagi konsumen. Apabila dibandingkan dengan pewarna alami, pewarna sintetis
lebih memiliki dampak negatif bagi kesehatan. Saat ini kelompok tani asal Kelurahan
Kalampangan mengolah bunga Rosella sebagai sirup. Terbukti dari hasil observasi di
lapangan sirup Rosella produksi kelompok tani tersebut cukup dimiminati oleh masyarakat
setempat. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pewarna sintetik pada
produk olahan bunga Rosella yang diproduksi oleh kelompok tani asal Kelurahan
Kalampangan, Palangka Raya. Sampel sirup bunga Rosella dianalisa secara kualitatif dengan
metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Pada metode Kromatografi Lapis Tipis perlakuan
sampel dilakukan dengan penarikan zat pewarna menggunakan benang wol bebas lemak. Ada
4 (empat) pewarna sintetis yang dialkukan identifikasi pada sampel yaitu Ponceau,
Carmoisin, Briliant Blue dan Rhodamin B. Hasil yang di dapatkan adalah pada Eluen I (Etil
Metil Keton : Aseton : Air) Rf baku Ponceau 4R 0,7667, Rf baku Carmoisin 0,8266, baku Rf
Brilliant Blue 0,7466, dan Rf baku Rhodamin B 0,8667 sedangkan pada sampel tidak terdapat
noda. Eluen II (2 g NaCl dalam Etanol 50%) didapatkan Rf baku Ponceau 4R 0,9400, Rf
baku Carmoisin 0,9400, baku Rf Brilliant Blue 0,6467, dan Rf baku Rhodamin B 0,8867
sedangkan pada sampel tidak terdapat noda. Dari hasi tersebut dapat diketahui bahwa sirup
Rosella produksi kelompok tani asal Kelurahan Kalampangan, Palangka Raya tidak
mengandung pewarna sintetis.
PENDAHULUAN
Salah satu jenis bahan tambahan pangan yaitu pewarna secara umum sering
digunakan dalam makanan ataupun minuman olahan terbagi atas pewarna sintetis (buatan)
dan pewarna natural (alami). Pewarna sintetis pada umumnya terbuat dari bahan-bahan
kimia. Misalnya Ponceau 4R, Carmoisin, Briliant Blue, Tartrazin, atau Allura Red
merupakan pewarna sintetis yang masih diperbolehkan penggunaannya. Kadang-kadang
pengusaha nakal juga menggunakan pewarna bukan makanan (non-food grade) untuk
memberikan warna pada makanan. Salah satu contoh pewarna bukan makanan adalah
Rhodamin B yang sebenarnya diperuntukan untuk pewarnaan tekstil (Nugraheni, 2013).
Salah satu produk minuman yang sering ditambahkan dengan zat warna adalah sirup.
Minuman ini sangat digemari karena warna yang menarik serta cara penyajiannya yang
mudah dan sederhana. Sirup yang beredar dimasyarakat umumnya tidak berasal dari pewarna
alami yang didapatkan dari tumbuhan, hewan atau mineral, kebanyakan warna yang
terkandung didalam sirup merupakan pewarna sintetis untuk makanan. Sehingga dalam sirup
Rosella diduga juga mengandung pewarna sintetis.
Rosella sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku makanan dan
minuman karena nilai nutrisi yang terkandung dalamnya, seperti vitamin A, C, D, B1 dan B2.
Pada umumnya setelah pemanenan Rosella diproses menjadi beberapa olahan seperti sirup.
Proses pembuatan yang panjang serta suhu yang ekstrim dapat membuat warna alami dari
Rosella akan rusak sehingga produk olahan tersebut perlu ditambahkan pewarna sintetis. Zat
pewarna sintetis juga lebih murah dan dapat mengefisiensikan pengolahan produk, sehingga
dapat menekan biaya produksi.
METODOLOGI
Metode kromatografi yang dilakukan adalah pemeriksaan larutan uji dan larutan
pembanding yang ditotolkan pada lempeng dengan menggunakan teknik Kromatografi Lapis
Tipis (KLT). Menurut Farmakope Indonesia Edisi III (1979) Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
umumnya lebih berguna untuk uji identifikasi karena cara ini khas dan mudah dilakukan
untuk zat dengan jumlah sedikit. Kromatografi merupakan metode yang umum dilakukan
sebagai pemeriksaan awal suatu senyawa atau zat serta memberikan resolusi yang kurang
baik dan kadang-kadang bercak atau noda tidak terbentuk dengan baik. Metode kromatografi
tidak sebaik metode spektrofotometri yang memiliki tingkat keakuratan yang tinggi.
Sampel dimasukkan ke dalam beaker glass 100mL sebanyak 50 mL. Asam asetat
10% ditambahkan ke dalam beaker glass sebanyak 5 mL. Benang wol dimasukkan dan
direndam ke dalam sampel tersebut kemudian dipanaskan dan didiamkan sampai mendidih
(10 menit). Benang wol diambil dan dicuci dengan aquades. Amoniak 10% ditambahkan ke
dalam benang wol yang sudah dibilas tersebut sebanyak 25 mL. Benang wol dipanaskan
sampai warna tertarik pada benang wol (luntur). Benang wol dibuang, larutan diuapkan
sampai kering. Kemudian residu ditambahkan beberapa tetes metanol, untuk ditotolkan pada
plat kromatografi yang siap pakai. Plat kromatografi ditotolkan sampel serta zat warna
pembanding yang cocok. Jarak rambat elusi 12 cm dari tepi bawah plat. Plat Kromatografi
dielusi dengan eluen I (Etil Metil Keton : Aseton : Air = 70 : 30 : 30) dan eluen II (2 g NaCl
dalam 100 ml etanol 50%) kemudian plat kromatografi dikeringkan pada udara dan suhu
kamar. Bercak yang timbul diamati secara visual dan dibawah cahaya lampu Ultraviolet
(UV). Bercak mula-mula diamati dengan cahaya Ultraviolet gelombang pendek (254 nm) dan
kemudian gelombang panjang (366 nm) jarak tiap bercak diukur dan dicatat (SNI, 1992).
HASIL

PEMBAHASAN
Sirup bunga Rosella dilakukan preparasi dan ekstraksi menggunakan benang wol
bebas lemak yaitu dengan memasukan sebanyak 50 mL sampel sirup serta baku pembanding
berupa zat pewarna sintetis yang diizinkan dan yang dilarang yaitu Ponceau 4R, Carmoisin,
Brilliant Blue dan Rhodamin B ke dalam masing-masing beaker glass 100 mL yang
kemudian diasamkan dengan menambahkan 5 mL Asam Asetat 10%. Memasukan dan
merendam benang wol bebas lemak ke dalam masing-masing beaker glass tadi, kemudian
dipanaskan dan didiamkan sampai mendidih. Dalam suasana asam dan pemanasan yang
dilakukan, pewarna sintetis akan tertarik atau menempel pada benang wol bebas lemak.
Pemanasan akan membantu mempercepat reaksi penarikan warna dengan benang wol bebas
lemak, kemudian dicuci dengan aquades.
Masing-masing benang wol yang mengikat pewarna sintetis Ponceau 4R, Carmoisin,
Brilliant Blue, dan Rhodamin B ditambahkan amoniak 10% sebanyak 25 mL dan
memanaskannya hingga warna pada benang menjadi luntur. Zat pewarna sintetis yang
diizinkan pada makanan yaitu Ponceau 4R, Carmoisin dan Brilliant Blue setelah penambahan
suatu basa lemah (Amoniak 10%) dan pemanasan, warna pada benang wol menjadi luntur.
Sedangkan zat pewarna sintetis untuk bahan tekstil yaitu Rhodamin B setelah penambahan
Amoniak 10% dan dilakukan pemanasan, warna pada benang wol tidak seluruhnya luntur.
Penambahan 25 mL Amoniak 10% ke dalam benang wol bebas lemak dimaksudkan untuk
melepaskan atau melunturkan pewarna yang ada pada benang wol tersebut sehingga larut
dalam pelarut Amoniak. Dalam suasana basa lemah pewarna akan terlepas dari benang wol
bebas lemak. Pelepasan warna pada benang wol bebas lemak dibantu dengan proses
pemanasan yang menyebabkan warna akan lebih mudah terlepas dari benang wol, hal ini
ditandai dengan jenuhnya pelarut Amoniak dari tidak berwarna menjadi berwarna.
Pada Eluen I berupa Etil Metil Keton : Aseton : Air didapatkan nilai Rf masing-
masing pewarna yaitu nilai Rf pada baku Ponceau 4R sebesar 0,7667, nilai Rf baku
Carmoisin sebesar 0,8266, nilai Rf baku Rhodamin B sebesar 0,8667, dan nilai Rf baku
Brilliant Blue sebesar 0,7466. Sedangkan pada sampel sirup bunga Rosella tidak terdapat
noda. Pada Eluen II berupa 2g NaCl dalam 100 mL Etanol 50% didapatkan nilai Rf masing-
masing pewarna yaitu nilai Rf pada baku Ponceau 4R sebesar 0,9400, nilai Rf baku
Carmoisin sebesar 0,9400, nilai Rf baku Rhodamin B sebesar 0,6467, dan nilai Rf baku
Brilliant Blue sebesar 0,8867, sedangkan pada sampel sirup bunga Rosella tidak terdapat
noda. Berdasarkan tabel diatas, sampel tidak mengandung pewarna sintetis Ponceau 4R,
Carmoisin, Rhodamin B, dan Brilliant Blue, sedangkan pada sampel sirup bunga Rosella
tidak terdapat noda sehingga Rf tidak ada. Hal ini dikarenakan pada proses preparasi warna
pada sampel tidak tertarik oleh benang wol bebas lemak.
PEMBAHASAN
Pada hasil dari penelitian identifikasi pewarna sintesis pada sirup produk olahan
bunga Rosella dengan metode Kromatografi Lapis Tipis menunjukkan bahwa sirup bunga
Rosella asal Kelurahan Kalampangan, kota Palangka Raya tidak menggunakan pewarna
sintesis baik yang diizinkan maupun yang dilarang
SOAL
1. Prinsip kerja KLT?
Jawab: Memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antar sampel
2. Keuntungan penggunaan metode analisis dengan KLT?
Jawab: Hanya membutuhkan sedikit perlarut, waktu analisis yang singkat, biaya yang
dibutuhkan ringan, reparasi sampel mudah
3. Contoh pewarna sintestis yang masih diperbolehkan penggunaannya adalah?
Jawab: Ponceau 4R, Carmoisin, Briliant Blue, Tartrazin, atau Allura Red
4. Pewarna pada bahan tambahan pangan terbagi atas?
Jawab: Pewarna Sintetis dan pewarna alami
5. Plat kromatografi ditotolkan sampel menggunakan eluen 1 dengan perbandingan?
Jawab: etil metil keton : aseton : air
70 : 30 : 30
6. Plat kromatografi ditotolkan sampel menggunakan eluen 2 dengan perbandingan?
Jawab: 2 gr NaCl dalam 100 ml etanol 50%
7. Kenapa hasil dari pengujian tersebut menunjukan hasil negative?
Jawab: Karena pada proses preparasi warna pada sampel tidak tertarik oleh benang wol
bebas lemak
8. Pada eluen 1 nilai Rf yang diperoleh pada larutan baku rhodamine b sebesar?
Jawab: 0,8667
9. Pada eluen 2 nilai Rf yang diperoleh pada larutan baku rhodamine b sebesar?
Jawab: 0,6467

Anda mungkin juga menyukai