A. Latar belakang
Penambahan bahan tambahan makanan ke dalam produk makanan diperlukan untuk
meningkatkan mutu sehingga produk makanan tersebut dapat bersaing dipasaran (Dewi,
2011). Penambahan bahan tambahan makanan ke dalam produk makanan, baik jenis
maupun takarannya harus sesuai dengan peraturan dari Menteri Kesehatan RI (Fajarwati
dkk., 2012) karena bahan tambahan tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan bagi
yang mengkonsumsinya (Taib dkk., 2014). Salah satu contoh bahan tambahan pada produk
makanan adalah pengawet. Pengawet berfungsi untuk membuat produk makanan lebih
bermutu dan tahan lama (Dewi, 2011), karena penambahan pengawet dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme dengan cara menghambat enzim, sistem genetika sel, dan
merusak dinding sel (Wardanita dkk., 2013), sehingga makanan tidak cepat rusak (Cahyadi,
2008). Senyawa benzoat merupakan salah satu pengawet yang sering digunakan dalam
produk makanan (Mardiana, 2016). Untuk memenuhi permintaan industri pangan, senyawa
benzoat dapat disintesis melalui reaksi kimia karena lebih praktis, murah dan mudah
diperoleh. Natrium benzoat merupakan salah satu senyawa benzoat sintetis yang sering
digunakan sebagai pengawet. Natrium benzoat lebih umum dipakai sebagai pengawet
karena lebih mudah larut jika ditambahkan pada bahan pangan (Dewi, 2011), aktif sebagai
pengawet/anti mikroba di pH 2,5-4,0 (Nurisyah, 2018) sehingga lebih berdayaguna dalam
bahan makanan yang sifatnya asam (Nurman dkk., 2018), serta telah banyak digunakan
sebagai pengawet di sediaan farmasi, kosmetik (Dewi, 2017).
B. Rumusan masalah
- Apa itu pengawet
- Apa saja macam dari pengawet
- Apa itu Natrium Benzoat
- Bagaimana efek dari penggunaan Natrium Benzoat
- Berapa batas ambang penggunaan Natrium Benzoat
- Bagaimana cara pembuatan Natrium Benzoat
C. Tujuan
- Mengetahui pengertian pengawet
- Mengetahui pengertian Natrium Benzoat
- Mengetahui efek dari penggunaan Natrium Benzoat
- Mengetahui batas ambang penggunaan Natrium Benzoat
- Mengetahui cara pembuatan Natrium Benzoat
Landasan teori
Pengawet
Pengawet merupakan bahan tambahan makanan dan minuman yang dapat mencegah atau
menghambat penguraian terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Bahan
tambahan makanan dan minuman ini ditambahkan ke dalam makanan yang mudah rusak, atau
makanan dan minuman yang disukai sebagai medium tumbuhnya bakteri atau jamur (Saparinto &
Diana, 2006). Pemakaian bahan pengawet dengan dosis yang tidak diatur dan diawasi, kemungkinan
besar akan menimbulkan kerugian bagi yang mengkonsumsi, baik yang bersifat langsung misalnya
keracunan ataupun yang bersifat tidak langsung misalnya apabila bahan pengawet yang digunakan
bersifat karsinogenik (Cahyadi, 2006).
Macam pengawet
Zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam dan garamnya :
Zat pengawet yang masih sering dipakai adalah sulfit, hidrogen peroksida, nitrat, dan nitrit. Sulfit
digunakan dalam bentuk gas SO2 garam Na atau K sulfit, bisulfit, dan metabisulfit. Bentuk efeknya
sebagai pengawet adalah asam sulfit yang tidak terdisosiasi dan terutama terbentuk pH di bawah zat
pengawet.
Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang anorganik karena bahan ini lebih mudah
dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat
kimia yang sering digunakan sebagai pengawet ialah asam sorbet, asam propionat, asam benzoat,
asam asetat dan epoksida.
Natrium Benzoat
Natrium benzoat (C7H5O2Na) merupakan garam natrium dari asam benzoat yang sering digunakan
untuk menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri dengan pKa = 8,0. Senyawa benzoat sebagai
pengawet makanan diketahui dapat mengendalikan pertumbuhan bakteri, khamir maupun kapang.
Namun efektivitas pengendaliannya cenderung lebih tinggi pada khamir dan kapang dibandingkan
bakteri. Khamir dan kapang dapat dihambat sebanyak 0,05% - 0,1 % dari jumlah asam yang tidak
terdisosiasi, sedangkan bakteri hanya dihambat dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan khamir
dan kapang (Mahindru, 2000). Di dalam bahan pangan, natrium benzoat akan terurai menjadi
bentuk aktifnya yaitu asam benzoat (Deman, 1997).
Natrium benzoat memiliki bentuk berupa granula atau serbuk berwarna putih, tidak berbau dan
stabil di udara, mudah larut di dalam air dan agak sukar larut dalam etanol. Kelarutannya dalam air
lebih tinggi 200 kali (550-630 g/L pada 200C) dibandingkan asam benzoat (2,9 g/L pada 200C).
Kelarutan natrium benzoat dalam air yang tinggi menjadikan natrium benzoat lebih sering digunakan
dibandingkan asam benzoat (Wijaya, 2013). Sebagai bahan pengawet, asam benzoat dan natrium
benzoat akan efektif apabila digunakan pada kisaran pH 2,5 – 4 dan menjadi kurang efektif apabila
digunakan pada pH diatas 4,5 (Rahman, 2007).
Ambang penggunaan bahan pengawet yang diizinkan adalah batasan dimana konsumen tidak
menjadi keracunan dengan tambahan pengawet tersebut. Penambahan pengawet memiliki risiko
bagi kesehatan tubuh, jika terakumulasi terus menerus dalam waktu yang lama sehingga
menimbulkan gangguan diberbagai organ (Afrianti, 2008), namun pada survei yang dilakukan
Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ) tentang penggunaan pengawet natrium benzoat pada saus tomat,
saus sambal, dan kecap manis yang banyak ditemui di pasar lokal, hasilnya menunjukkan ada 14
produk yang melebihi batas maksimum penggunaan natrium benzoat, serta ada sejumlah produk
yang tidak mencantumkan kandungan natrium benzoat, padahal berdasarkan analisa laboratorium
kandungannya positif (Yuliarti, 2007).
Natrium benzoat aman dikonsumsi dalam kadar yang rendah kecuali jika dikombinasikan dengan
asam sitrat, asam askorbat, dan vitamin C, karena kombinasi tersebut akan menghasilkan senyawa
benzena yang bersifat karsinogenik (Saparinto & Diana, 2006). Natrium benzoat dapat menyebabkan
peningkatan produksi spesies oksigen reaktif seperti superoksida dan hidrogen peroksida oleh sistem
transpor elektron mitokondria dan menghambat aktivitas enzim antioksidan pada eritrosit sehingga
menyebabkan terjadinya stress oksidatif (Praja, 2015). Peningkatan radikal bebas tersebut akan
menyebabkan berbagai kerusakan pada sel. Senyawa radikal bebas dapat menyerang komponen
seluler yang berada di sekelilingnya berupa senyawa lipid, protein, dan DNA (Donne et al, 2006;
Winarsi, 2007). Dari ketiga molekul target tersebut, yang paling rentan terhadap serangan radikal
bebas adalah lipid, khususnya asam lemak tak jenuh, sehingga akan menyebabkan terjadinya
peroksidasi lipid. Salah satu akibat penting peroksidasi lipid adalah pembentukan senyawa-senyawa
aldehida terutama malondialdehyde (MDA). Malondialdehid (MDA) dapat digunakan sebagai
biomarker biologis peroksidasi lipid serta dapat menggambarkan derajat stres oksidatif (Patil et al,
2008).
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh natrium benzoat terhadap sel limfosit terjadi
kerusakan kromosom sehingga memicu pembentukan mikronukleus pada sel limfosit (Pongsavee,
2014). Pengaruh natrium benzoat terhadap sel eritrosit manusia secara in vitro, dinyatakan bahwa
terdapat peningkatan kadar MDA sebagai bukti dari proses degeneratif eritrosit yang disebabkan
oleh radikal hidroksil (Yetuk et al, 2014). Berdasarkan penelitian Badan Pangan Dunia (FAO),
konsumsi benzoat yang berlebihan pada tikus akan menyebabkan kematian dengan gejala hiperaktif,
kencing terus-menerus serta penurunan berat badan (WHO, 2000). Asupan tinggi natrium benzoate
juga berhubungan dengan munculnya gejala ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) pada
mahasiswa (Bonnie, 2014.), serta dapat menyebabkan urtikaria/angio-oedema (Nettis et al, 2004).
Efek samping lain yang bisa timbul adalah edema akibat dari retensi cairan di dalam tubuh dan
meningkatnya tekanan darah sebagai akibat bertambahnya volume plasma akibat pengikatan air
oleh natrium. Selain itu, menurut Penelitian Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ) terdapat hubungan
konsumsi makanan dan minuman yang mengandung natrium benzoat dengan pasien penyakit
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) yang berobat di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung (Hilda,
2015). .
Penentuan sintesis asam benzoat dari benzyl alkohol berdasarkan reaksi oksidasi dimana Na2CO3
dilarutkan dalam aquadest dan di tambahkan benzyl alkohol dan KMNO4 sebagai oksidator
kemudian di refluks. Apabila filtrat berwarna merah jambu, di tambahkan NaHSO3 10 % dan di
tambahkan HCl pekat hingga asam. Setelah itu di saring dan dikeringkan lalu di timbang berapa
persen rendamennya.
Uraian Bahan
D. PEMBAHASAN
Adapun cara kerja pada percobaan ini yakni mula-mula disiapkan alat dan bahan, kemudian
ditimbang 2 g Na2CO3. Na2CO3 disini sebagai pemberi suasana basa agar reaksi dapat
berlangsung dengan baik, kemudian Na2CO3 tadi ditambahkan dengan 25 ml H2O. H2O berfungsi
untuk melarutkan Na2CO3. Kemudian dimasukkan ke dalam labu alas datar. Diukur 5 ml benzyl
alkohol menggunakan gelas ukur dan ditimbang 5 g KMnO 4 menggunakan neraca analitik
kemudian keduanya dimasukkan ke labu alas datar tadi. Benzyl alkohol disini sebagai alkohol
primer yang akan mengalami reaksi oksidasi, serta KMnO 4 sebagai oksidator yang akan
mengoksidasi benzyl alkohol menjadi benzaldehida. Kemudian ke dalam labu tersebut
dimasukkan batu didih untuk mencegah terjadinya letupan, meratakan pemanasan, dan untuk
mencegah labu agar tidak pecah. Setelah itu dirangkai alat refluks, setelah selesai merangkai alat
refluks, dialirkan air dari dinamo melalui selang bagian bawah kondensor, tujuannya agar
kondensor dapat terisi penuh oleh air, dan meratakan proses pendinginan. Kemudian dinyalakan
pembakar spritus, kemudian campuran senyawa tadi di refluks selama 40 menit. Tujuannya,
dengan pemanasan maka akan mempercepat terjadinya reaksi serta senyawa yang dipanaskan
tidak berkurang. Kemudian disaring untuk memisahkan senyawa benzaldehida dengan garam-
garam mangan (Mn2+). Karena filtratnya jernih, sehingga tidak perlu ditambahkan NaHSO 3 10 %,
sebab fungsi dari NaHSO3 10 % adalah sebagai penetrasi MnO4- yang berwarna ungu tua. Lalu
ditambahkan 1-2 tetes HCl P untuk memberi suasana asam dan sebagai pendonor proton (H +)
untuk pembentukan asam benzoat dari benzaldehida. Kemudian didinginkan dengan es batu
untuk membentuk kristal asam benzoat, kemudian dikeringkan di dalam oven. Lalu disaring
untuk memisahkan kristal asam benzoat dengan larutan lainnya. Kemudian residu + kertas saring
dikeringkan. Kemudian kristal direkristalisasi, tujuannya untuk memperoleh kristal asam benzoat
yang memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Cara untuk merekristalisasi kristal, yakni kristal
dilarutkan dengan ½ ml air panas hingga larut, kemudian didinginkan kembali dengan es,
kemudian disaring dan dikeringkan. Setelah itu ditimbang bobot kristal untuk selanjutnya
dihitung persen (%) rendamennya.
Cara kerja pada percobaan ini menggunakan refluks. Prinsip dari refluks yakni bahan-bahan
dipanaskan dalam labu, dengan pemanasan itulah sehingga pelarut volatile (mudah menguap)
akan menguap pada suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan kondensor sehingga pelarut
yang tadinya dalam bentuk uap akan mengembun pada kondnsor dan turun lagi ke dalam
wadah reaksi (labu) sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi berlangsung.
Metode refluks hampir sama dengan metode destilasi dari segi alat-alat yang digunakan.
Namun destilasi bertujuan untuk memisahkan senyawa yang memiliki perbedaan titik didih.
Sehingga senyawa yang memiliki titik didih rendah akan menguap terlebih dahulu, uap
tersebut akan masuk ke kondensor lurus (untuk mengalami proses pendinginan). Uap tersebut
akan berubah menjadi air yang kemudian turun ke wadah penampungan. Sedangkan refluks
untuk memisahkan senyawa dari komponen kimia, yang dilarutkan dengan cara sampel
dimasukkan ke dalam labu bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap
cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari
yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, sampel yang berada pada labu alas bulat
akan disari kembali, demikian seterusnya berlangsung sampai penyarian sempurna.
Dalam dunia farmasi asam benzoat berfungsi sebagai pengawet makanan, pengawet pada
larutan dan sediaan yang akan disimpan dalam jangka waktu lama, serta berfungsi sebagai
antifungi. Sebagai antifungi asam benzoat dikombinasikan dengan asam salisilat, dimana
asam benzoat memberikan efek fungistatik sedangkan asam salisilat memberikan efek
keratolik. Karena asam benzoat hanya bersifat fungistatik maka penyembuhannya baru
tercapai setelah lapisan tanduk yang menderita infeksi terkelupas seluruhnya. Efek fungistatik
yang dihasilkan dari asam benzoat ada kaitannya dengan antiseptik dan disinfektan.
Antiseptik adalah senyawa kimia yang digunakan untuk menghambat atau mematikan
mikroorganisme pada jaringan hidup yang mempunyai efek membatasi dan mencegah infeksi
agar tidak menjadi lebih parah. Disinfektan adalah senyawa kimia yang digunakan untuk
membunuh mikroorganisme patogen pada benda-benda, misalnya pada lantai ruangan, meja
operasi, dan sebagainya. Jadi asam benzoat termasuk senyawa antiseptik yang membatasi dan
mencegah infeksi dari fungi (jamur) agar tidak menjadi lebih parah.
Adapun mekanisme kerja dari asam benzoat sebagai antifungi yakni asam benzoat sebagai
bahan pengawet berdasarkan permeabilitas dari membran sel mikroba terhadap molekul asam
yang tidak terdisosiasi, sehingga di dalam sel banyak terdapat ion hidrogen. Hal ini
menyebabkan pH sel menjadi rendah sehingga dapat merusak organ sel mikroba.
Menurut literatur, asam benzoat yang diperoleh untuk 3 ml atau 3,132 gram benzyl alkohol
adalah 3,539 gram, sedangkan dalam percobaan diperoleh berat asam benzoat sebesar
0,0505 gram. Hasil ini sangat berbeda jauh dengan literatur. Perbedaan hasil ini desebabkan
karena adanya beberapa factor kesalahan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan diperoleh asam benzoat dari reaksi oksidasi benzyl
alkohol serta persen (%) rendamennya sebanyak 1,4 %.