Anda di halaman 1dari 5

Makanan alami dan makanan olahan yang tidak begitu tahan lama

cenderung lebih mudah menjadi tidak enak atau busuk. Sebagian besar
industri makanan olahan menggunakan pengawet untuk memungkinkan
distribusi ke wilayah atau tempat yang jauh, pengawet ini sangat bermanfaat
karena dapat memperpanjang masa kadaluarsa dan menjaga kualitas produk
mereka. Pengawet menghambat oksidasi, yang merupakan langkah pertama
dari pembusukan, baik dengan mekanisme aerob atau anaerob. Sehingga
dengan ditambahkannya pengawet makanan menjadi lebih tahan lama dan
tidak mudah busuk (jurnal inter1).
Salah satu Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang diperbolehkan
penggunaannya dalam bidang pangan yaitu pengawet. Bahan yang
ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk
pangan disebut Bahan Tambahan Pangan (BTP). Bahan tambahan pangan
tersebut memiliki batasan asupan harian yang dapat diterima atau
Acceptable Daily Intake (ADI) yang artinya jumlah maksimum bahan
tambahan pangan dalam miligram per kilogram berat badan yang
dapat dikonsumsi setiap hari selama hidup tanpa menimbulkan efek
membahayakan bagi kesehatan (Permenkes, 2012).
Konsep ADI didasrkan pada kenyataan bahwa semua bahan kimia
yang digunakan sebagai bahan pengawet adalah racun, tetapi toksisitasnya
sangat ditentukan oleh jumlah yang diperlukan untuk menghasilkan
pengaruh atau gangguan kesehatan atau sakit. ADI dinyatakan dalam mg/kg
berat badan yang didefenisikan sebagai jumlah bahan yang masuk tubuh
setiap harinya, bahkan selama hidupnya tanpa risiko yang berarti bagi
konsumen atau pemakainya.
Dalam industry pembuatan pengan, bahan pengawet adalah satu
bahan yang lazim digunakan. Bahan pengawet merupakan senyawa yang
dapat mengahambat dan menghentikan proses fermentasi, pengasaman, atau
bentuk kerusakan lainnya atau bahan yang dapat memberikan
perlindungan bahan pangan dari pembusukan atau kerusakan (Cahyadi,
2012). Bahan tambahan pangan untuk mencegah atau menghambat
fermentasi, pengasaman, penguraidan perusakan lainnya terhadap pangan
yang disebabkan oleh microorganism disebut juga pengawet (Permenkes,
2012).
Penggunaan bahan makanan tambahan atau zat aditif pada
makanan semakin meningkat, terutama setelah adanya penemuan penemua
termasuk keberhasilan dalam mensintesis bahan kimia baru yang lebih
praktis, lebih murah, dan lebih mudah diperoleh. Penambahan bahan
tambahan ke dalam makanan merupakan hal yang dipandang perlu untuk
meningkatkan mutu suatu produk sehingga mampu bersaing di pasaran.
Pada dasarnya, bahan pengawet merupakan senyawa kimia yang
merupakan bahan yang asing yang juga masuk bersama bahan pangan yang
sering kita konsumsi sehari-hari. Saat pemakaian dan dosisnya tidak
diawasi dan tidak diatur maka akan mendatangkan kerugian bagi
pemakainya, misalnya saat bahan pengawet yang digunakan mengandung
bahan yang karsinogenik. Apalagi dalam industry makanan saat ini,
pengawet dapat digunakan secara luas dan mudah.
Dalam hal pangan, penggunaan pengawet harus dilakukan secara
tepat. Baik tepat pada jenisnya maupun tepat pada dosisnya. Perbedaan
bahan pangan juga berpengaruh pada jenis pengawet yang digunakan. Bisa
jadi suatu jenis bahan pengawet efektif untuk mengawetkan makanan
tertentu, namun belum tentu efektif dalam mengawetkan bahan makanan
yang lain. Hal ini karena setiap bahan makanan memiliki sifat yang berbeda
satu sama lain. Sehingga mikroba yang akan dihambat juga akan berbeda
(Cahyadi, 2012).

A. Jenis-jenis pengawet
1. Zat Pengawet Organik
Zat pengawet organik lebih banyak dipakai dari pada zat pengawet
anorganik karena pengawet organik lebih mudah dibuat dan dapat
terdegradasi sehingga mudah diekskresikan. Berbagai zat pengawet yang
masih sering digunakan yaitu asam propinoat, asam sorbet, asam asetat,
epoksida dan asam benzoat (Cahyadi, 2012).
a. Asam Propinoat
Asam propionat (CH3CHCOOH) dengan struktur yang terdiri tiga
atom 2 karbon tidak dapat dimetabolime mikroba. Propionat yang
digunakan adalah garam Na– dan Ca–nya, dan bentuk efektifnya adalah
bentuk molekul tak terdisosiasi. Propionat efektif terhadap kapang dan
beberapa khamir pada pH di atas 5.
Salah satu cara yang dapat mengurangi pertumbuhan kapang
tersebut adalah dengan menggunakan bahan pengawet seperti asam
propionat. Asam propionat saat ini banyak digunakan sebagai bahan
pengawet, asam propionat dapat menghambat respirasi biji dan aktivitas
mikroorganisme pada beberapa tipe yang berkadar air tinggi. Asam
propionat digunakan untuk pengawet keju olahan, jem, jeli dan
marmalade, produk bakeri.
b. Asam Sorbat
Asam Sorbat Asam sorbat tergolong asam lemak monokarboksilat
yang berantai lurus dan mempunyai ikatan jenuh (a-diena). Bentuk yang
digunakan umumnya garam Na- dan K-sorbat. Sorbat terutama digunakan
untuk mencegah pertumbuhan kapang dan bakteri. Sorbat aktif pada pH di
atas 6,5 dan keatifannya menurun dengan meningkatnya pH. Asam sorbat
banyak digunakan untuk pengawet susu, krimer minuman (bukan susu),
keju olahan, margarin, buah segar, buah beku, buah kering, jem, jeli,
kembang gula atau permen, nougat, ikan, gula dan sirup, minuman ringan,
saos, acar, ikan.
c. Asam Asetat
Asam asetat disini merupakan pengawet yang aktif yang dapat
menghambat pertumbuhan kapang, dan juga bakteri patogen yang
berasosiasi dengan pangan seperti produk rerotian (bakery) dan pikel.
Asam asetat yang dikombinasikan dengan sodium benzoat pada pH
3,6 atau kurang, dilaporkan dapat mencegah pertumbuhan mikroba pada
ketimun yang diawetkan dalam larutan garam. Dengan demikian, asam
asetat dan asam fumarat mampu membentuk bagian tidak terdisosiasi lebih
banyak daripada natrium benzoat pada pikel ubijalar kuning sehingga aktifi
tas antimikrobanya lebih baik.
d. Epoksida
Epoksida seperti etilen oksida dan propilen oksida bersifat
membunuh semua mikroba termasuk spora dan virus. Mekanisme epoksida
tidak diketahui, tetapi diduga gugus hidroksil etil mengadakan reaksi
alkilasi terhadap senyawa antara yang esensial bagi pertumbuhan mikroba
sehingga merusak sistem metabolisme mikroba tersebut.
e. Asam Benzoat
Salah satu bahan pengawet yang sering digunakan dalam makanan
adalah asam benzoat (COOH). Benzoat merupakan unsur alami yang
terdapat dalam beberapa tumbuhan,sering digunakan sebagai anti bakteri
atauanti jamur untuk mengawetkan makanan..
Pengawet ini sangat cocok digunakan untuk bahan makanan.Bahan
ini bekerja sangat efektif pada pH 2,5-4,0 untuk mencegah pertumbuhan
bakteri. Karena kadar garamnya lebih besar, maka biasadigunakan dalam
bentuk garam Na-benzoat.
Asam benzoat adalah zat pengawet yang sering dipergunakan
dalam produk kecap. Asam benzoat disebut juga senyawa antimikroba
karena tujuan penggunaan zat pengawet ini dalam produk kecap adalah
untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri terutama untuk makanan
yang telah dibuka dari kemasannya.
Selain pada kecap asam benzoate juga digunakan pada produk
pangan lain yaitu pada minuman buah-buahan segar, squash buah-buahan,
sirup, minuman bersoda/soft drink, bir, cita rasa buah-buahan imitasi, acar
timun botol, margarin, selai dan saus. Sedangkan Kalium benzoat dan
sodium benzoat biasa digunakan pada margarin, selai nanas, apriket yang
dikeringkan, jelli, sirup, saus tomat, anggur, dan minuman beralkohol
lainnya.
2. Zat Pengawet Anorganik
Zat pengawet anorganik yang sering dipakai dan sangat umum di
masyarakat yaitu sulfit, hidrogen peroksida, nitrat dan nitrit.
a. Sulfit
Sulfit yang digunakan sebagai bahan pengawet ini berupa gas SO 2,
garam Na atau K sulfit dan metabisulfit. Sulfit memiliki molekul yang
lebih mudah menembus dinding sel mikroba dan juga mudah bereaksi
dengan asetaldehid sehingga terbentuk senyawa yang tidak dapat
difermentasi oleh enzim yang ada pada mikroba, mereduksi ikatan
disulfide enzim dan bereaksi dengan hidroksisulfonat. Hal tersebutlah yang
menyebabkan terhambatnya mekanisme pernapasan pada mikroba
(Cahyadi, 2012)
b. Hidrogen peroksida
Hidrogen peroksida (H2O2) adalah cairan bening, agak lebih kental
daripada air, yang merupakan oksidator kuat. Sifat terakhir ini
dimanfaatkan manusia sebagai bahan pemutih (bleach), disinfektan,
oksidator, dan sebagai bahan bakar roket. Penggunaan hidrogen peroksida
dalam kosmetika dan makanan tidak dibenarkan karena zat ini mudah
bereaksi (oksidan kuat) dan korosif. bahan kimia H2O2 untuk
membersihkan kotoran yang menempel pada ikan yang akan diolah.
c. Nitrat
Nitrat dan nitrit merupakan salah satu zat pengawet yang
digunakan dalam proses pengawetan daging untuk memperoleh warna
yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba.
Jenis pengawet nitrat yang biasa digunakan Sodium nitrat (NaNO3,
E251) karena sifat antimikroba terhadap pertumbuhan C. botulinum
banyak digunakan dalam pengolahan daging merah. Sejumlah kecil nitrat
yang ditambahkan ke daging olahan sebagai pengawet direduksi menjadi
nitrit, selain nitrit apa pun yang juga dapat ditambahkan. Nitrit kemudian
bereaksi dengan amina sekunder untuk menghasilkan poten karsinogen N-
nitrosamin
d. Nitrit
Nitrit (NO) Ini biasa digunakan pada ikan dan daging sebagai agen
antimikroba serta antioksidan. Nitrit tersedia dalam warna putih hingga
kuning pucat yang berbentuk padat. Sebagai bentuk garam, nitrit dapat
ditemukan sebagai NaNO. Nitrit larut dalam air dan juga dalam larutan
amonia tetapi tidak larut sepenuhnya dalam alkohol dan pelarut lainnya.
Seperti garam, nitrit secara luas digunakan sebagai agen antimikroba
dalam industri makanan (nitrit 1).
Nitrit merupakan salah satu zat pengawet yang biasanya digunakan
dalam proses pengawetan daging untuk memperoleh warna yang baik dan
mencegah pertumbuhan mikroba. Penggunaan nitrit juga dilakukan untuk
meminimalisir ketengikan dan dapat memperpanjang masa simpan produk.
Nitrit sebagai pengawet diijinkan penggunaannya, akan tetapi perlu
diperhatikan penggunaannya dalam makanan agar tidak melampaui batas,
sehingga tidak berdampak negatif terhadap kesehatan manusia (jurnal).
Selain sebagai pengawet, nitrit digunakan sebgai pembentuk warna,
pembentuk aroma juga cita rasa. Karena itulah penggunaan nitrit ini
semakin meluas terutama dalam hal pengolahan daging seperti sosis,
kornet, ham dan hamburger. Dalam penggunaan yang berlebihan, nitrit
bersifat toksik. Karena nitrit dapat berikatan dengan amino atau amida dan
membentuk turunan nitrosamine sehingga membahayakan tubuh dan
menimbulkan kanker pada hewan (Cahyadi, 2012).

Anda mungkin juga menyukai