Anda di halaman 1dari 92

KUMPULAN RESUME JURNAL

MATA KULIAH KIMIA DASAR

Dosen Pengampu :

A.Bobby Chandra, M.Si

Disusun Oleh :

Mahasiswa dan Mahasiswi Program Studi Ilmu Kelautan Kelas A

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

JURUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

2019
RESUME JURNAL ILMIAH

AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN ANTIOKSIDAN ALGA HIJAU


(Halimeda gracilis) DARI KABUPATEN KEPULAUAN SERIBU

Disusun oleh :

Ika Masruroh (190341100001)

Rizka Ayu Wulandari (190341100040)

Rizki Dwi Yulianti (190341100079)

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

JURUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

2019
RESUME JURNAL ILMIAH

AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN ANTIOKSIDAN ALGA HIJAU


(Halimeda gracilis) DARI KABUPATEN KEPULAUAN SERIBU

Ika Masruroh1*, Rizka Ayu Wulandari1,2,Rizki Dwi Yulianti1

Mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan, Jurusan Kelautan dan Perikanan,


Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura

I. PENDAHULUAN
Rumput laut merupakan salah satu produsen primer di ekosistem
perairan laut bersama dengan fitoplankton, lamun, dan mangrove. Rumput
laut secara luas digunakan sebagai makanan, bahan penting bagi industri
kosmetik, farmaseutika serta penghasil hidrokoloid (alginate,agar dan
karagenan) yang digunakan sebagai pengental dan gelling agents. Rumput
laut juga digunakan untuk pengobatan berbagai penyakit karena adanya
senyawa bioaktif, di antaranya rumput laut hijau sebagai antibakteri,
rumput laut merah sebagai antikanker dan rumput laut coklat sebagai
antiinflamasi dan antidiabetes. Rumput laut yang berpotensi akan senyawa
bioaktif adalah rumput laut dari suku Halimedaceae dengan antimikroba
dari Halimeda macroloba dan Halimeda opuntia (Basir et al. 2017).
Rumput laut dari genus Halimeda juga memiliki potensi sebagai
antioksidan, sehingga penelitian terhadap rumput laut genus ini terus
dikembangkan supaya mendapatkan pengganti alternatif dari antioksidan
sintetis. Antioksidan sintetis ini apabila digunakan oleh industri makanan
melebihi batas aman berpotensi menimbulkan efek karsinogen. Rumput
laut pun telah banyak dibudidayakan karena ketersediaan di alam tidak
lagi mencukupi berbagai kebutuhan manusia. Potensi luas area budidaya
rumput laut saat ini tercatat 1,1 juta ha atau 9 % dari seluruh luas kawasan
potensial budidaya laut. Indonesia sendiri menjadi pemasok utama rumput
laut dunia dengan pangsa pasar sebesar 26,50% dari permintaan dunia
(Basir et al. 2017).
Produksi rumput laut genus Halimeda sendiri masih belum
diketahui potensinya, akan tetapi Halimeda banyak dijumpai di perairan
tropis. Contohnya di wilayah perairan pesisir pulau Ambalau, Kabupaten
Buru Selatan, genus Halimeda menduduki peringkat kedua produktivitas
biomassa terbanyak setelah Caleurpa berdasarkan parameter keragaman,
kepadatan, frekuensi kehadiran, dan nilai dominasi dari rumput laut cokeat
dan merah. Genus Halimeda terutama spesies Halimeda gracilis dipilih
dalam penelitian ini karena pemanfaatan rumput laut jenis ini belum
banyak dilaporkan (Basir et al. 2017).
II. TUJUAN
Adapun tujuan dari analisis pada jurnal ilmiah ini adalah sebagai
berikut.
1. Mahasiswa dapat mengetahui ditandai dengan apa, sehingga seorang
peneliti bisa menyatakan bahwa rumput laut bisa tujukkan untuk
aktivitas antibakteri dan antioksidan.
2. Mahasiswa dapat mengetahui manfaat dalam kehidupan sehari- hari
manusia.
III. METODOLOGI PENELITIAN

Pengambilan sampel dan preparasi rumput laut diambil dari perairan


Pulau Karya pada kedalaman sekitar 1 meter. Sampel yang telah
dibersihkan dengan air laut disimpan dalam nitrogen cair sebelum dibawa
menuju laboratorium. Penyimpanan dalam nitrogen cair agar sampel tidak
rusak karena aktivitas biologis selama transportasi, sehingga disimpan
dalam nitrogen cair dengan suhu berkisar -200oC. Sampel dikeringkan
dengan freeze dryer sebelum dilakukan ekstraksi. Sampel untuk
identifikasi dipisahkan dan diawetkan dalam alkohol 70%. Identifikasi
dilakukan di Laboratorium Botani Laut, Pusat Penelitian
Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ancol,
Jakarta Utara. Berikut adalah beberapa tahapan yang dilakukan dalam
penelitian yakni :

1. Ekstraksi
Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut
metanol mengacu pada Singkoh (2011). Metanol ditambahkan
dengan perbandingan 1:10 (b/v) ke dalam labu Erlenmeyer berisi
rumput laut kering sampai semua bagian terendam sempurna.
Maserasi dilakukan selama 24 jam kemudian filtrat disaring
menggunakan kertas saring Whatman no. 42. Proses maserasi
dilakukan secara berulang hingga tiga kali atau sampai filtrat terlihat
bening. Hasil maserasi selanjutnya diuapkan menggunakan rotary
evaporator hingga seluruh metanol menguap dan diperoleh ekstrak
kasar rumput laut. Ekstrak kasar yang diperoleh dilakukan analisis
fitokimia, uji antibakteri terhadap E. coli dan S. aureus serta uji
antioksidan.
2. Fraksinasi
Fraksinasi mengacu pada metode Pramana dan Saleh (2013) yang
dilakukan dengan metode partisi cair-cair menggunakan pelarut etil
asetat dan air dengan perbandingan 1:1 (v/v) menggunakan corong
pisah. Fraksi yang diperoleh diuapkan sehingga seluruh pelarut
menguap. Fraksi air dan fraksi etil asetat yang diperoleh kembali
diuji aktivitasnya terhadap bakteri uji S. aureus dan E. coli.
3. Uji Fitokimia
Uji fitokimia dilakukan untuk melihat komponen bioaktif pada
ekstrak kasar meliputi alkaloid, fenol, saponin, tanin, steroid,
flavonoid dan asam amino merujuk pada Harborne (1987).
Sebanyak 0,05 g sampel direaksikan dengan masing-masing reagen
untuk mengetahui kandungan bioaktif secara kualitatif.
4. Uji Aktivitas Antibakteri

Uji aktivitas antibakteri ekstrak kasar dilakukan dengan metode


difusi sumur agar (agar well diffusion) mengacu pada Ergene et al.
(2006). Bakteri uji yang digunakan yaitu S. aureus ATCC6538 dan
Escherichia coli ATCC8739. Kedua bakteri ini dipilih untuk
mewakili kelompok bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif.
Bakteri ditumbuhkan dalam media agar miring nutrient agar (NA) dan
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Bakteri yang telah
tumbuh disuspensikan pada media cair nutrient broth (NB) steril
dan diinkubasi kembali selama 24 jam pada suhu 37oC.
Pertumbuhan bakteri dalam media NB diukur kepadatannya
menggunakan spektrofotometer untuk mengetahui nilai optical
density (OD). Bakteri siap untuk diujikan apabila mencapai OD pada
rentang 0,5-0,8. OD bakteri E. coli dan S. aureus pada penelitian ini
masing-masing adalah 0,8 dan 0,7. Bakteri uji sebanyak 20 μL
dimasukkan ke dalam 20 mL media Muller Hinton Agar
(MHA), kemudian dituang pada cawan petri steril secara aseptis.
Media MHA berisi bakteri uji yang telah padat kemudian dibuat
lubang sebanyak 8 sumur. Dua sumur diisi dengan 20 μL larutan
yang mengandung 2 mg ekstrak, dua sumur diisi dengan 20 μL
larutan yang mengandung 1 mg ekstrak dan dua sumur diisi dengan
20 μL larutan yang mengandung 0,5 mg ekstrak. Kontrol negatif
yang digunakan adalah metanol, sedangkan kontrol positif adalah
kloramfenikol sebanyak 300 μg. Cawan berisi bakteri dan ekstrak
tersebut disimpan dalam lemari pendingin selama 2 jam agar
ekstrak yang diujikan berdifusi. Cawan diinkubasi pada suhu 37oC
dan diamati pertumbuhan bakteri setiap 3 jam selama 24 jam.
5. Uji Aktivitas Antioksidan
Uji aktivitas antioksidan yang dilakukan menggunakan radikal 1,1-
diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) mengacu pada Sharma dan Bhat
(2009). Ekstrak kasar rumput laut dilarutkan dalam metanol
dengan dibuat konsentrasi 50, 100, 200 dan 400 ppm. Tabung
reaksi diisi sebanyak 4,5 mL ekstrak dengan konsentrasi yang telah
dibuat sebelumnya dan ditambahkan DPPH sebanyak 0,5 mL
kemudian dihomogenisasi dengan vorteks. Sampel diinkubasi pada
suhu 37oC selama 30 menit dan diukur absorbansinya pada
panjang gelombang 517 nm dengan spektrofotometer. Absorbansi
dari larutan blanko juga diukur untuk melakukan perhitungan persen
inhibisi. Blanko dibuat dengan mereaksikan 4,5 mL pelarut
metanol dengan 0,5 mL larutan DPPH. Aktivitas antioksidan
dinyatakan dengan persen inhibisi, yang dihitung dengan
formulasi sebagai berikut:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Identifikasi Rumput Laut H. gracilis
Hasil identifikasi menunjukkan bahwa rumput laut yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan spesies H. gracilis.
Spesies tersebut termasuk genus Halimeda yang merupakan salah
satu rumput laut hijau. Penelitian ini menyatakan bahwa H.
gracilis panjangnya dapat mencapai 24 cm, berwarna hijau dalam
kondisi segar dan keabu-abuan dalam kondisi kering. Tubuh
dilengkapi hold fast bertingkat dan segmen subsilindris. Setiap
segmen dapat mencapai panjang 11 mm dan lebar 18 mm.
Morfologi H. gracilis dari perairan Kepulauan Seribu, H. gracilis
segar berwarna hijau muda hingga hijau tua, sedangkan pada
kondisi kering hasil freeze dry berwarna keabu-abuan.
Pengeringan dengan freeze dry memiliki keunggulan di antaranya
tidak menimbulkan perubahan warna secara signifikan. Penyebab
perubahan warna H. gracilis yang tampak pucat setelah proses
pengeringan belum diketahui secara pasti.

Gambar 1. Morfologi H. gracilis (A) segar (B) hasil pengeringan dengan freeze
dryer (Sumber: Basir et al.2017)
2. Komponen Aktif Ekstrak Kasar H. gracilis
Uji fitokimia yang dilakukan meliputi alkaloid, steroid, saponin,
flavonoid, fenol dan tanin. Senyawa aktif ini diduga berperan
memberikan aktivitas antibakteri dan antioksidan pada H. gracilis.
Hasil uji fitokimia dapat dilihat pada table berikut.

Tabel 1.1 Hasil Uji Fitokimia H. gracilis

Hasil
Pengujian Standar (Warna)
Pengamatan
Alkaloid
a. Dragendorff - Endapan merah atau jingga
b. Meyer - Endapan putih kekuningan
c. Wagner - Endapan cokelat
Perubahan dari merah jadi
Steroid +
biru atau hijau
Saponin - Terbentuk busa
Flavonoid - Merah/kuning/hijau
Fenol hidrokunoin + Hijau atau hijau biru
Biru tua atau hijau
Tanin -
kehitaman
Keterangan: (+) Terdeteksi, (-) Tidak Terdeteksi
Hasil uji fitokimia menunjukkan ekstrak kasar H. gracilis positif
mengandung fenol dan steroid. Komponen aktif yang diduga
berperan sebagai antibakteri pada H. gracilis adalah steroid. Pada
penelitian ini berhasil mengisolasi senyawa yang memiliki potensi
antibakteri dari H. macroloba yaitu clionasterol yang merupakan
senyawa golongan triterpenoid. Kandungan fenol pada H. gracilis
diduga berperan sebagai antioksidan, namun pada beberapa
penelitian steroid juga dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan.
Penelitian ini juga berhasil mengisolasi senyawa steroid golongan
sterol dari tanaman kukang yang memiliki potensi sebagai sumber
antioksidan. Para peneliti melaporkan bahwa komponen bioaktif
fenol pada alga merah dan alga cokelat memiliki peran sebagai
antibiotik di antaranya brominated fenol dan sesquiterpen fenol.
Beberapa peneliti melaporkan ekstrak metanol kulit batang
tumbuhan nyiri batu (Xylocarpus moluccensis) mengandung
senyawa fenolik golongan flavonoid dan saponin memiliki
aktivitas antioksidan sangat kuat karena memiliki nilai IC50<50
ppm. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa senyawa bioaktif yang
berperan sebagai antioksidan dari rumput laut merupakan senyawa
dari golongan fenol dan flavonoid seperti yang banyak ditemukan
pada tumbuhan tingkat tinggi

3. Aktivitas Antibakteri Ekstrak H. gracilis


Pengujian aktivitas antibakteri menggunakan bakteri uji S. aureus
dan E. coli dengan nilai OD masing-masing sebesar 0,7 dan 0,8.
Ekstrak diujikan sebanyak 20 μL yang mengandung 0,5 mg, 1 mg
dan 2 mg ekstrak dalam pelarut. Hasil uji aktivitas antibakteri
ekstrak kasar alga hijau H. gracilis menunjukkan adanya zona
hambat pada kedua bakteri uji. Zona bening yang terbentuk pada
uji aktivitas antibakteri ekstrak kasar H. gracilis terhadap kedua
bakteri uji (Gambar 2). Ekstrak kasar alga hijau H. gracilisdalam
penelitian ini mampu menghambat pertumbuhan S. aureus yang
merupakan bakteri Gram positif lebih baik dibandingkan terhadap
E. coli yang merupakan bakteri Gram negatif. Zona hambat paling
tinggi ditunjukkan pada konsentrasi ekstrak 2 mg, dengan
diameter zona hambat sebesar 10 mm pada S. aureus dan 6 mm
pada E. coli. Peneliti melaporkan hasil yang lebih baik, ekstrak H.
gracilisdengan pelarut gabungan metanol:kloroform (1:1)
menggunakan metode difusi sumur agar dapat menghambat
pertumbuhan bakteri E. coli dengan diameter zona hambat 11 mm.
Gambar 2. Zona bening pada uji aktivitas antibakteri kasar H.gracilis;
konsentrasi ekstrak setiap sumur (0,5 mg, 1 mg, 2 mg); bakteri uji (A) S.aerus
(B) E.coli (Sumber: Basir et al.2017)

Gambar 3. Aktivitas Antibakteri H. gracilis pada Bakteri (A) E.coli (B)


S.aereus (Sumber: Basir et al.2017)
Zona hambat pada bakteri uji gram negatif lainnya lebih tinggi, di
antaranya : Klebsilla pneumoneae (18 mm), Salmonella typhi (15
mm) dan Vibrio cholerae (14 mm).Aktivitas antibakteri juga
terlihat pada ekstrak fraksi etil asetat (Gambar 3). Zona hambat
tertinggi pada konsentasi 2 mg, masing-masing sebesar 6 mm dan
7,5 mm pada S. aureus dan E. coli. Zona hambat tidak terlihat
pada fraksi air, untuk kedua bakteri uji. Hasil ini sesuai dengan
penelitian lain pada genus Halimeda. Beberapa peneliti
menunjukkan aktivitas antibakteri pada bakteri uji E. coli dan S.
aureus hanya terlihat pada fraksi etanol dari hasil fraksinasi
menggunakan kolom kromatografi. Penelitian ini melakukan
kajian antibakteri dari jenis alga hijau menunjukkan bahwa ekstrak
H. macroloba dengan pelarut etanol:n-heksana, aktif terhadap
bakteri E. coli ditunjukkan terbentuknya diameter zona hambat 19
mm.Fraksi etil asetat dan fraksi air yang diperoleh dari fraksinasi
cair-cair menggunakan corong pisah juga dilakukan uji antibakteri.
Fraksinasi dilakukan untuk lebih mengetahui kepolaran senyawa
yang berperan sebagai antibakteri dari ekstrak rumput laut H.
gracilis.

4. Aktivitas Antioksidan Ekstrak H. gracilis


Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan terhadap ekstrak kasar
alga hijau H. gracilis menggunakan radikal DPPH. Nilai
absorbansi digunakan untuk menghitung persentase penghambatan
yang menunjukkan kemampuan senyawa aktif di dalam ekstrak
menangkap radikal bebas DPPH.
Gambar 4. Aktivitas Antioksidan Ekstrak H.gracilis (Sumber: Basir et al.2017)

Aktivitas antioksidan ekstrak kasar H. gracilis dengan pelarut


metanol dan fraksi etil asetat dapat dilihat pada Gambar 4.
Penelitian menyatakan bahwa suatu senyawa masuk dalam
kategori sangat kuat apabila nilai IC50 <50 ppm, kuat 50-100
ppm, sedang 101-150 ppm, dan lemah >150 ppm. Ekstrak H.
gracilis pada metanol dan fraksi etil asetat masing-masing
memiliki nilai IC50 290,49 ppm dan 375,50 ppm, sehingga
berdasarkan kategori tersebut aktivitas antioksidan ekstrak alga
hijau H. gracilis sangat lemah. Aktivitas antioksidan Ekstrak H.
gracilispada metanol lebih tinggi sebelum dilakukan fraksinasi
diduga karena senyawa yang berperan sebagai antioksidan lebih
bersifat polar. Aktivitas antioksidan yang turun pada ekstrak H.
gracilis fraksi etil asetat dibandingkan ekstrak kasar diduga karena
setelah dilakukan fraksinasi ada senyawa yang terpisah dari fraksi
etil asetat yang memiliki efek sinergis sebagai antioksidan.
Peneliti melakukan penelitian aktivitas antioksidan alga hijau
Caulerpa serrulata. Hasil penelitiannya menunjukkan ekstrak
rumput laut C. serrulata mempunyai aktivitas antioksidan dengan
IC50 sebesar 136,89 ppm. Aktivitas antioksidan H. gracilis lebih
rendah ditunjukkan dengan nilai IC50 yang lebih besar.
V. SIMPULAN
Adapun simpulan berdasarkan resume yang telah dilakukan pada jurnal
penelitian tersebut sebagai berikut.
1. Aktivitas antibakteri dan antioksidan tersebut dapat dilihat dari
tahapan Fraksi aktif antibakteri yang diperoleh pada fraksinasi
cenderung bersifat nonpolar. Fraksinasi caircair menurunkan
aktivitas antioksidan ekstrak H. gracilis. Ekstrak metanol H. gracilis
pada uji fitokimia terdeteksi mengandung steroid dan fenol.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui mekanisme
senyawa aktif pada H. gracilis dan H. macroloba dalam menghambat
pertumbuhan bakteri Gram positif maupun Gram negatif.
2. Rumput laut dimanfaatkan untuk pengobatan berbagai penyakit.
Penelitian telah banyak dilakukan untuk mengkaji senyawa bioaktif
berbagai jenis rumput laut di antaranya rumput laut hijau sebagai
antibakteri.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Basir,A.,Kustiariyah,T dan Desniar. 2017. Aktivitas Antibakteri dan
Antioksidan Alga Hijau (Halimeda gracilis) dari Kabupaten
Kepulauan Seribu. JPHPI. 20(2): 211-218.
RESUME JURNAL ILMIAH
BIOAKTIVITAS ANTIBAKTERI LAMUN
Thalassia hemprichii dan Enhalus acoroides

Disusun oleh :

Masrifah (190341100004)

Reza Hidaya Ningrum (190341100043)

Falenia Hayyu E. P. (190341100082)

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

JURUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

2019
RESUME JURNAL ILMIAH
BIOAKTIVITAS ANTIBAKTERI LAMUN
Thalassia hemprichii dan Enhalus acoroides
Masrifah*, Reza Hiday*, dan Falenia Hayyu E P*

Mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan, Jurusan Kelautan dan Perikanan,


Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura

I. Pendahuluan
Lamun merupakan salah satu tumbuhan laut yang memiliki
kesamaan identik dengan tumbuhan darat berupa struktur pembuluh dan
fungsinya. Lamun memiliki buah, bunga, dan akar yang terendam di air
laut. Lamun dapat hidup di area yang bersubstrat lumpur, batu, dan pasir.
Tumbuhan laut hidup di daerah pasang surut air pada kedalaman masih
terdapat cahaya matahari yang mencapai dasar laut (Purnama 2018).
Lamun memiliki kandungan metabolit yang sangat melimpah yang
telah dubuktikan oleh beberapa penelitian. Kandungan metabolit lamun
berupa metabolit sekunder dan senyawa bioaktif merupakan potensi
mereka untuk dimanfaatkan di bidang farmasi. Hasil penelitian pada pada
ekstrak methanol lamun Syringodium isoetifolium menunjukkan bahwa
lamun tersebut mengandung senyawa metabolisme seperti saponin, fenol
dan alkaloid. Analisa lain menunjukkan senyawa yang terkandung dalam
lamun dapat berpotensi sebagai sumber makanan kesehatan dengan
melakukan analisis aproksimat dan analisis asam lemak (Purnama 2018).
Kandungan metabolit lamun telah banyak diketahui secara biologis
merupakan biomedis yang dapat dimanfaatkan sebagai obat potensial.
Akar dari tumbuhan lamun Enhalus acoroidess sudah dimanfaatkan untuk
membuat obat penangkal sengatan dari berbagai spesies ikan pari dan
kalajengking. Lamun Halophila sp.di daerah Asia dapat digunakan sebagai
obat malaria dan dapat mengobati penyakit kulit dengan efektif berupa
kusta. Lamun dimanfaatkan sebagai antibiotik, antihelmintik, anti tumor,
anti diare, penyembuhan luka, pengobatan batu empedu, dan gondok
(Purnama 2018).
II. TUJUAN
Adapun tujuan dari analisis jurnal ilmiah ini adalah sebagai
berikut.
1. Mahasiswa dapat mengetahui manfaat lamun dalam kehidupan sehari-
hari.
2. Mahasiswa dapat mengetahui bioaktivitas metabolit sekunder dari
spesies lamun Thalassia hemprichii dan Enhalus acoroidessebagai
antibakteri.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-September 2017.
Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pantai Karang Tirta, Padang,
Sumatera Barat. Penelitian ini dilanjutkan di Laboratorium Biologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pasir Pengaraian dan
Laboratorium Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Riau. Berikut adalah beberapa tahapan yang dilakukan
dalam penelitian ini.
1. Inventarisasi pada tumbuhan lamun.
Inventarisasi lamun dilakukan dengan mencuplik tanaman
lamun sebagai koleksi yang menggunakan snorkeling dan pisau
pemotong. Lamun yang telah dicuplik selanjutnya di simpan dalam
plastik sampel yang berisi alkohol 70%. Titik koordinat lokasi
ditemukannya lamun diambil menggunakan GPS. Lamun yang
ditemukan diidentifikasi di Laboratorium pendidikan biologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pasir
Pengaraian menggunakan buku identifikasi Seagrass of The Word,
karangan.
2. Preparasi atau Pengisolasian sampel
Lamun yang telah dikoleksi dibersihkan menggunakan air
kemudian direndam ke dalam larutan HCl 5% dalam wadah yang
tertutup sampil di aduk selama 1 jam. Lamun yang telah direndam
dicuci kembali menggunakan air dan kompenen epefit yang
ditemukan dikeruk menggunakan scapel, kemudian lamun dipotong
kecil-kecil menggunakan gunting dan potongan tersebut
dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 37ºC - 40ºC hingga
didapatkan berat konstan. Sampel yang telah dikeringkan
dihaluskan hingga menjadi serbuk dengan cara digerus
menggunakan blender. Serbuk yang didapatkan digunakan sebagai
sampel penelitian. Serbuk sampel kemudian disimpan dalam
kulkas. Tahapan selanjutnya: Serbuk lamun direndam dalam
pelarut organik ( heksana, etil asetat dan etanol ), kemudian
dipekatkan menggunakan rotary evaporator. Konsentrat dilarutkan
dalam pelarut dengan konsentrasi 5 mg/mL. Tahapan ini
bermanfaat untuk menghasilkan ekstrak kental dari tumbuhan
lamun yang telah diinventaris.
3. Pengujian bakteri pada lamun
Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan
bakteri E. coli, S. aureus, B. Subtilis. Kultur bakteri yang telah
diremajakan di dalam media Muller Hinton Broth diencerkan
dengan air salin 9 %. Sehingga diperoleh optical density (OD)
dengan pengukuran spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 600 nM sebesar 0,1 atau setara 106 CFU. Uji aktivitas
dilakukan dengan metode resazurin. Sebanyak 80 μL sampel dan
kontrol positif (Amoxan) dengan konsentrasi 10.000 μg/mL dan
diencerkan secara bertingkat dari konsentrasi final 1000 μg/mL
sampai dengan 15,625 μg/mL dengan media Muller Hinton Broth
di dalam mikroplat 96-well. Selanjutnya ditambahkan 10 μL
resazurin dengan konsentrasi 6 mg/mL dan diikuti dengan
penambahan 10 μL bakteri 106 CFU kemudian diinkubasi pada
temperatur 370C selama 24 Jam. Warna biru menandakan tidak ada
pertumbuhan bakteri sedangkan warna merah muda menandakan
adanya pertumbuhan bakteri. MIC (Minimum Inhibitory
Concentration) ditentukan dengan cara melihat sumur bewarna biru
pada konsentrasi terkecil. Pekerjaan dilakukan secara aseptis.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Lamun yang digunakan dalam penelitian ini adalah lamun yang
berasal dari pantai Karang Tirta, Padang, Sumatera Barat. Lamun yang
digunakan merupakan lamun Thalassia hemprichii dan Enhalus acoroides.
Hasil dari ekstraksi kedua lamun tersebut dengan menggunakan pelarut
etanol, etil asetat dan heksana diperoleh ekstrak berupa gum berwarna
coklat.
Resazurin merupakan warna biru yang menunjukkan belum terjadi
reduksi pada sel. Resorufin merupakan perubahan warna menjadi pink
pada sampel karena terjadi reduksi pada sel. Hasil bioaktivitas lamun
Thalassia hemprichii dan Enhalus acoroides menggunakan metode
resazurin dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut.
Tabel 1. Minimum Inhibitory Concentration (MIC) Thalassia
hempriciidan Enhalusacoroides.
Minimum Inhibitory Concentration
(µg/mL)
Sampel
Escherichia Stapillococcus Bacillus
coli aureus subtilis
Ekstrak Etanol Thalassia 500 125 500
hemprichii
Ekstrak Etanol Enhalus 250 62,5 250
acoroides
Ekstrak Etil asetat 125 250 125
Thalassia hemprichii
Ekstrak Etil asetat 31,25 31,25 62,5
Enhalus acoroides
Ekstrak N-heksana 62,5 62,5 125
Thalassia hemprichii
Ekstrak N-heksana 31,25 15,625 250
Enhalus acoroides
Amoxan(+) 15,625 15,625 31,25
(1) (2)

(3)
Gambar 1. Hasil Uji Antibakterial Thalassia hemprichii danEnhalus
acoroidesterhadap Escherichia coli (1), Stapillococcus aureus(2), Bacillus
subtilis (3)

Data pada tabel dan gambar menunjukkan bahwa berdasarkan


reaksi redok warna biru berarti tidak ada pertumbuhan bakteri sedangkan
warna merah muda berarti ada pertumbuhan bakteri. MIC (Minimum
Inhibitory Concentration) ditentukan dengan cara melihat sumur bewarna
biru pada konsentrasi terkecil.
Data pada tabel dan gambar 2 menggunakan ekstrak Enhalus
acoroides dengan pelarut Etil Asetat direaksikan terhadap bakteri
Escherichia coli memiliki MIC sebesar 31,25 µg/mL dan nilai MIC
Amoxan sebesar 15,625 µg/mL. Uji terhadap bakteri Stapillococcus
aureus menggunakan ekstrak Enhalus acoroides dengan pelarut N-
Heksana memiliki nilai MIC yang sama dengan nilai MIC dari Amoxan
sebesar 15,625 µg/mL. Uji ekstrak Enhalus acoroidesdengan pelarut Etil
Asetat terhadap bakteri Bacillus subtilis memiliki nilai MIC yang cukup
baik dari yang lain sebesar 62,5 µg/mL dan MIC Amoxan sebesar 31,25
µg/mL.
Hasil tersebut menunjukkan kontrol positif Amoxan memiliki MIC
yang terbaik dibandingkan keenam sampel yang diujikan. Nilai MIC yang
semakin kecil, maka aktivitas antibakterinya semakin tinggi . Nilai MIC
menunjukkan konsentrasi ekstrak terkecil yang masih menghambat
mikroba uji. Warna biru menandakan tidak ada pertumbuhan bakteri
sedangkan warna merah muda menandakan adanya pertumbuhan bakteri.
Ekstrak sampel lamun Thalassia hempriciidan Enhalusacoroides
berdasarkan hasil penelitian memungkinkan mempunyai aktivitas anti
mikroba pada bakteri uji bersifat bakteriosid (membunuh bakteri). Dinding
sel bakteri gram negatif mempunyai susunan kimiawi yang lebih rumit
atau kompleks jika dibandingkan dengan dinding sel bakteri gram positif.
Hal ini menimbulkan rintangan yang besar bagi bahan antimikroba untuk
dapat menembusnya. Walaupun mengandung lebih sedikit peptidoglikan,
tetapi di luar lapisan tersebut masih ada tiga polimer yaitu lipoprotein,
selaput luar dan lipopolisakarida. Selaput luar berfungsi mencegah
kebocoran dari protein periplasma dan melindungi sel dari garam empedu
dan enzim-enzim hidrolisa lingkungan sel. Pori protein di selaput luar
menyebabkan selaput tersebut permeabel bagi zat terlarut dengan berat
molekul rendah, tapi bagi zat yang mempunyai berat molekul besar seperti
antibiotik relatif lambat untuk menembusnya.
V. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari resume yang dilakukan pada jurnal
penelitian tersebut adalah sebagai berikut.
1. Tumbuhan lamun bermanfaat sebagai obat penyakit seperti
antibiotik, antihelmintik, batuk, antipirentik, anti tumor, anti diare,
penyembuhan luka, serta pengobatan empedu dan gondok.
2. Bioaktivitas antibakteri ekstrak pada spesies lamun Thalassia
hemprichii terbaik adalah dengan pelarut N-heksan 62,5 μg / mL,
dengan bakteri Escherichia colidan Stapillococcus aureus.
Sedangkan bioaktivitas antibakteri ekstrak pada spesies lamun
Enhalus acoroides terbaik adalah dengan pelarut N-heksana 15,625
μg / mL dengan bakteri Stapillococcus aureus.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Purnama,A.A dan Eti,M.B.2018.Bioaktivitas Antibakteri Lamun
(Thalassia hemprichii dan Enhalus acoroides).Jurnal Biologi
Universitas Andalas.6(1):45-50
BIOACTIVE COMPOUNDS DARI EKSTRAK RUMPUT LAUT Eucheuma
cottonii dan Turbinaria conoides

Hidayatul Latifah, M. Yusuf Kurniawan, Fina Rohmatika

Mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan, Jurusan Kelautan dan


Perikanan, Universitas Trunojoyo Madura

1. Pendahuluan

Rumput laut merupakan tumbuhan laut yang tidak dapat


dibedakan antara akar, batang dan daun, sehingga seluruh tubuhnya
disebut thallus. Rumput laut dibedakan menjadi tiga kelas berdasarkan
kandungan pigmen yang terdapat dalam thallus yaitu; kelas
Chlorophyceae, Rhodophyceae dan Phaeophyceae. Rumput laut yang
memiliki nilai ekonomis serta peluang yang besar untuk dikembangkan
sebagai bahan kosmetik salah satunya yaitu Eucheuma cottonii.
Pemanfaatan E. cottonii bukan hanya terbatas sebagai bahan pangan saja,
melainkan sudah banyak olahan dari rumput laut ini yaitu karagenan.
Ekstrak karagenan merupakan bahan baku dalam bidang industri,
kedokteran, farmasi dan kosmetik. Rumput laut E. cottonii dipanen saat
umur 45 - 60 hari setelah waktu tanam. Jika E. cottonii dipanen lebih cepat
maka kandungan karagenan serta kekuatan gel yang dihasilkan rendah
(Yanuarti et al 2017)
Rumput laut Turbinaria sp. merupakan rumput laut dengan jumlah
spesies yang sangat sedikit yaitu hanya terdapat 17 spesies. Spesies rumput
laut seperti T. conoides, T. ornata dan T. decurent, merupakan jenis
rumput laut coklat yang banyak ditemukan di perairan Indonesia. Rumput
laut T. conoides merupakan salah satu jenis rumput laut coklat yang
keberadaannya belum termanfaatkan secara optimal. Rumput laut T.
conoides memiliki manfaat dibidang kesehatan, mikrobiologi, enzimologi
dan ekotoksikologi. Rumput laut T. conoides menghasilkan alginat yang
banyak digunakan dalam industri untuk memperkuat tekstur dan stabilitas
produk. Rumput laut T. conoides memiliki beberapa aplikasi ekonomi
dalam berbagai jenis industri, salah satunya untuk industri kosmetik
(Yanuarti et al 2017).
Rumput laut secara umum memiliki kemampuan sebagai
antioksidan, imunostimulan dan aktivitas antibakteri. Rumput laut T.
conoides mengandung zat bioaktif polifenol, florotanin dan senyawa tanin.
Senyawa bioaktif seperti fenol hidrokuinon, flavonoid dan triterpenoid
yang ditemukan pada rumput laut sangat prospektif untuk digunakan pada
sediaan kosmetik. Rumput laut T. conoides menunjukkan aktivitas
antioksidan paling tinggi dari jenis rumput laut lainnya. Rumput laut E.
cottonii bisa diformulasikan dalam krim anti–aging dan facial creams,
skin lotion, pasta gigi, tonik rambut, dan penstabil pada sabun, serta krim
tabir surya (Yanuarti et al 2017).

2. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
kandungan senyawa aktif dan nilai SPF pada ekstrak rumput laut
Turbinaria conoides dan Eucheuma cottonii yang dapat digunakan sebagai
bahan aktif pada sediaan krim tabir surya.
3. Metodologi
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah rumput laut
T. conoides dan rumput laut E. cottonii. Bahan lain yang digunakan yaitu
metanol p.a (Merck), etanol p.a (Merck), n–heksan p.a (Merck). Alat yang
digunakan dalam penelitian antara lain blender (Philips HR 2115 blender
tango plastik), vorteks (Stuart SA8 vortex mixer, 230V, 50 –60Hz, 20–
2500 rpm), rotary evaporator (Heidolph instrument laborota 4000),
spektrofotometer UV–Vis (U–2800 hitachi), orbital shaker (Wise shaker),
timbangan analitik (Merek sartorius), tabung reaksi, batang pengaduk,
lempeng tetes, pipet tetes, pinggan porselen, dan gelas beker.
Proses pertama yang dilakukan adalah proses penagmbilan sampel.
Rumput laut T. conoides diambil secara langsung dari Perairan Pasauran
Desa Umbul Tanjung Kecamatan Cinangka Kabupaten Serang–Banten.
Rumput laut merah E. cottonii merupakan hasil budidaya di Perairan
Lontar, kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang–Banten. Rumput laut
dicuci menggunakan air laut untuk menghilangkan kotorandan pasir,
kemudian dikeringkan di tempat yang terlindung dari sinar matahari secara
langsung.
Proses kedua adalah proses analisis proksimat. Analisis proksimat
bertujuan untuk mengetahui komponen awal yang terdapat pada rumput
laut T. conoides dan E. cottonii segar. Kadar karbohidrat diperoleh melalui
perhitungan by difference. Proses ketiga adalah proses analisis fitokimia.
Analisis fitokimia merupakan analisis kualitatif yang dilakukan untuk
mengetahui komponen bioaktif yang terkandung dalam rumput laut.
Proses yang keempat adalah proses ekstraksi rumput laut. Ekstraksi
rumput laut dilakukan menggunakan metode maserasi bertingkat. Metode
ini digunakan karena cocok untuk bahan yang tidak tahan terhadap
pemanasan. Maserasi pertama dilakukan dengan pelarut non-polar (n-
heksan), semi polar (etil asetat) dan polar (metanol). Rumput laut
dihaluskan dan dimaserasi dengan perbandingan (1:5b/v), kemudian
dikocok menggunakan orbital shaker (150 rpm) selama 3x24 jam,
selanjutnya disaring dengan kertas Whatman 42 sehingga didapatkan
filtrat dan residu. Filtrat dari ketiga pelarut tersebut dievaporasi
menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 400C Ekstrak yang
diperoleh dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Berat ekstrak = (berat cawan + ekstrak) – (berat cawan
kosong)
Rendemen dari ekstrak dihitung berdasarkan persamaan :
Rendemen = (berat ekstrak/berat sampel) x 100%
Proses yang terakhit adalah penentuan analisis SPF yang ada dalam
rumput laut. Penentuan efektifitas tabir surya dilakukan dengan
menentukan nilai SPF menggunakan alat spektrofotometer UV–Vis.
Berikut adalah table efektifitas nilai SPF :
4. Hasil dan Pembahasan
Hasil pengujian kandar proksimat pada rumput laut T. conoides
dan E. cottonii segar dapat dilihat pada table di bawah ini :

Analisis fitokimia merupakan uji kualitatif yang dilakukan pada


simplisia rumput laut untuk mengetahui golongan senyawa aktif seperti,
alkaloid, fenol hidrokuinon, flavonoid, triterpenoid, steroid, tanin dan
saponin. Hasil pengujian menunjukkan rumput laut T. conoides
mengandung golongan senyawa fenol hidrokuinon, flavonoid,
triterpenoid, steroid, dan saponin. Rumput laut E. cottonii hanya
ditemukan senyawa alkaloid. Hasil analisis fitokimia pada rumput laut T.
conoides dan E. cottonii dapat dilihat pada table di bawah ini :

Rumput laut T. conoides dan E. cottonii yang telah di ekstrak


dengan tiga pelarut yaitu, n–heksan, etil asetat dan metanol menghasilkan
rendemen yang dapat dilihat pada table di bawah ini :
Nilai SPF sudah menjadi standar di seluruh dunia untuk mengukur
efektivitas krim tabir surya. Nilai tersebut menunjukkan berapa lama
seseorang dapat bertahan di bawah sinar matahari. Hasil pengukuran SPF
pada ekstrak rumput laut T. conoides dan E. cottonii dapat dilihat pada
table di bawah ini :

Rumput laut secara umum mengandung kadar abu hingga 36%.


Tinggi rendahnya kadar abu pada rumput laut dipengaruhi oleh cara
penyerapan hara mineral. Proses penyerapan hara mineral pada rumput
laut melalui seluruh permukaan thallus, sehingga penyerapannya lebih
efektif. Banyaknya hara mineral yang diserap akan mempengaruhi kadar
abu pada jaringan rumput laut. Rumput laut juga mengandung kadar
protein serta kadar lemak di dalamnya. (Handayani et al., 2004).
Senyawa aktif rumput laut T. conoides dan E. cottonii
Hasil penelitian menunjukkan T. conoides positif mengandung
fenol hidrokuinon. Senyawa fenol cenderung mudah larut dalam air karena
umumnya seyawa ini berikatan dengan gula sebagai glikosida dan
biasanya terdapat dalam vakuola sel (Harborne, 1987). Yanuarti et al.,
(2017) melaporkan T. Conoides yang diekstrak dengan etil asetat memiliki
total fenol lebih tinggi (211,00 mg GAE/g) dibandingkan ekstrak metanol
(195,44 mg GAE/g).
Kandungan flavonoid pada T. conoides menunjukkan hasil positif
dengan terbentuknya lapisan amil coklat kuat. Rumput laut direaksikan
dengan serbuk Mg yang berperan dalam mereduksi agar ikatan gula pecah
sehingga mudah ditarik oleh amil alkohol. Yanuarti et al. (2017)
melaporkan T. conoides yang diekstrak dengan etil asetat memiliki total
flavonoid lebih tinggi (157,16 mg QE/g) dibandingkan ekstrak metanol
(17,36 mg QE/g). Senyawa flavonoid memiliki bagian yang bersifat polar
maupun non polar. Secara umum flavonoid memiliki efek anti–hipertensi
dan dapat mencegah pendarahan pada kulit (Septiana dan Asnani, 2012).
Kandungan triterpenoid pada T. conoides menunjukkan hasil yang
positif dengan terbentuknya warna kemerahan. Prinsip ini berdasarkan
kemampuan senyawa triterpenoid membentuk warna jika direaksikan
dengan H2SO4 pekat. Seenivasan et al. (2012) menyatakan kandungan
senyawa fitokimia dari rumput laut secara luas digunakan dalam berbagai
industri seperti makanan, tekstil, dan farmasi. Rumput laut menghasilkan
berbagai macam senyawa metabolit sekunder yang memiliki fungsi
sebagai antijamur, antibakteri, antivirus dan antioksidan (Newman et al.,
2003).
Ekstrak rumput laut (T. conoides dan E. cottonii)
Hasil tersebut menunjukkan bahwa komponen yang terkandung
dalam T. conoides dan E. cottonii lebih banyak terlarut dalam pelarut polar
dibandingkan dengan pelarut semi dan non–polar. Tingginya rendemen
yang terdapat pada pelarut metanol menunjukkan pelarut tersebut mampu
mengekstrak lebih banyak komponen bioaktif yang memiliki sifat
kepolaran yang lebih tinggi. Pelarut metanol dapat merusak dinding sel
pada suatu bahan sehingga senyawa yang bersifat polar atau non-polar
dapat terlarut dalam metanol. Khopkar (2008) menyatakan tingginya
rendemen yang diperoleh dari suatu tumbuhan yang di ekstrak dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti jenis pelarut yang digunakan untuk
mengekstrak komponen dari tumbuhan tersebut, kondisi dan waktu
penyimpanan, lama waktu ekstraksi dan 56 perbandingan jumlah sampel
terhadap jumlah pelarut yang digunakan.
Nilai SPF (Sun Protection Factor) ekstrak rumput laut
Hasil penelitian menunjukan nilai SPF tertinggi pada rumput laut
T. conoides terdapat pada ekstrak metanol (SPF 16,7), sedangkan untuk
rumput laut E. cottonii terdapat pada ekstrak etil asetat (SPF 8,8).
Berdasarkan data tersebut dapat dinyatakan setiap pelarut memiliki
karakteristik nilai SPF yang berbeda. Ektrak metanol T. conoides memiliki
kategori kemampuan proteksi ultra, sedangkan ekstrak etil asetat E.
cottonii memiliki kategori kemampuan proteksi maksimal.
Kandungan SPF banyak ditemukan pada sampel yang bersifat semi
polar dan polar, pada umumnya terdapat pada sumber nabati seperti
rumput laut. Malsawmtluangi et al., (2013), menyatakan ekstrak dari suatu
bahan memiliki potensi dalam mengatasi proses karsinogenesis dan
memiliki kemampuan dalam melindungi kulit dari sinar ultraviolet. Efek
merugikan yang ditimbulkan oleh radiasi ultraviolet pada kulit adalah
terjadinya kerusakan epidermis, pigmentasi, pengkerutan, penuaan dini
dan dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan kanker.
Kandungan fenol hidrokuinon, flavonoid dan triterpenoid yang
ditemukan pada rumput laut T. conoides diduga bekerja sebagai bahan
aktif pada krim tabir surya. Menurut Damogalad et. al. (2013) flavonoid
sebagai antioksidan yang kuat dan dapat mengikat ion logam yang mampu
mencegah efek berbahaya dari paparan sinar ultaviolet. Saewan dan
Jimtaisong (2013) menyatakan senyawa flavonoid yang ditemukan pada
rumput laut dapt melindungi tanaman dari paparan radiasi sinar ultraviolet.
5. Simpulan
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa ekstrak dari rumput laut
T. conoides dan E. cottonii memiliki potensi yang baik jika digunakan
sebagai bahan aktif pada sediaan krim tabir surya karena memiliki nilai
SPF yang tinggi, selain itu rumput laut tersebut memiliki senyawa bioaktif
seperti fenol hidrokuinon, flavonoid, dan triterpenoid yang potensial untuk
digunakan pada sediaan krim tabir surya.
DAFTAR PUSTAKA

Damogalad, V., Edy, HJ., Supriati, HS., 2013. Formulasi krim tabir surya ekstrak
kulit nanas (Ananas comosus L. Merr) dan uji in vitro nilai sun protecting
factor (SPF). Pharmacon. Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT. 2(2): 12-16.
Handayani, T., Sutarno, Setyawan, A.D., 2004. Analisis komposisi nutrisi rumput
laut Sargassum crassifolium J.Agardh. Jurnal Biofarmasi. 2(2):45–52.
Harborne,J.,1996. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Cetakan kedua. Penerjemah: Padmawinata, K. dan I. Soediro.
Bandung: Penerbit ITB.
Khopkar, S.M,. 2008.Konsep Dasar kimia Analitik. Jakarta.UI Press.
Malsawmtluangi, C., Nath, D.K., Jamatia, I., Lianhimgthangi, Zarzoliana, E.,
Pachuau, L., 2016. Determination of sun protection factor (SPF) number of
some aqueous herbal extracts. Journal of Applied Pharmaceutical Science.
3(9):150–151.
Newman, D.J., Cragg, G.M., Snader, K.M.,2003. Natural products as source of
new drugs over the period 1981–2002. Journal of Natural Products.
66(7):1022–1037.
Saewan, N., Jimtaisong, A., 2013. Photoprotection of natural flavonoids. J. of
Applied Pharmaceutical Science. 3(09): 129-141.
Seenivasan, R., Rekha, M., Indu, H., Geetha, S., 2012. Antibacterial activity and
phytochemical analysis of selected seaweeds from Mandapam Coast, India.
Journal of Applied Pharmaceutical Science.2(10):159–169.
Septiana, A.T., Asnani, A., 2012. Kajian sifat fisikokimia ekstrak rumput laut
coklat Sargassum duplicatum menggunakan berbagai pelarut dan metode
ekstraksi. AGROINTEK. 6(1):22–28.
Yanuarti, R. , Nurjanah, Effionora, A., dan Ginanjar,P.2017. Kandungan Senyawa
Penangkal Sinar Ultra Violet dari Ekstrak Rumput Laut Eucheuma cottonii
dan Turbinaria conoide. Biosfera.34(2) : 51-58
BIOACTIVE COMPOUNDS DARI EKSTRAK TERIPANG
Holothuria edulis DARI TELUK MANADO
M. Agung Setiyawan, Alvin Aulafi Anugrah, Salsabilla Putri Permata Sari

Mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan, Jurusan Kelautan dan


Perikanan, Universitas Trunojoyo Madura

1. Pendahuluan
Perairan laut Indonesia memiliki keanekaragaman biota laut sangat
tinggi yang dapat dimanfaatkan untuk kehidupan. Teripang merupakan
salah satu biota yang dapat dijadikan sebagai sumber senyawa bioaktif dari
laut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya aktivitas antibakteri
dari ekstrak dan fraksi teripang Holothuria edulis yang diperoleh dari teluk
Manado terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
Sampel diekstraksi secara maserasi dan fraksinasi menggunakan pelarut
etanol, metanol, n-heksan, dan kloroform. Aktivitas antibakteri dilakukan
menggunakan metode difusi agar (disc diffusion Kirby and Bauer). Hasil
penelitian menunjukan teripang Holothuria edulis yang diperoleh dari
Teluk Manado, memiliki aktivitas zona hambat terhadap bakteri
Staphylococcus aureus dan bakteri Escherichia coli (Mannopo etal. 2017).

Indinesia merupakan negara kepulauan dengan dua pertiga


wilayahnya adalah lautan. Selain diberikan gelar sebagai Negara bahari,
posisinya yang strategis yaitu wilayah tropis menjadikan Indonesia juga
dikenal sebagai Negara yang kaya akan keanekaragaman hayati.
Hamparan laut yang sangat luas merupakan potensi sekaligus tantangan
bagi bangsa Indonesia untuk dapat mengembangkan sumber daya
perairannya (Mannopo etal. 2017).

Salah satu keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia adalah


teripang. Teripang meruopakan hewan invertebrata bertubuh lunak,
berdagimg, dan berbentuk silindris menyerupai mentimun sehingga sering
disebut dengan mentimun laut. Teripang memiliki potensi ekonomi yang
cukup tinggi sebagai bahan makanan dengan kandungan gizi, vitamin, dan
protein yang cukup tinggi (Mannopo etal. 2017).

2. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian pada hewan teripang Holothuria


edulis adalah untuk mengetahui adanya aktivitas antibakteri dari ekstrak
dan fraksi teripang Holothuria edulis yang diperoleh dari teluk Manado
terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

3. Metode

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016 sampai


dengan Maret 2017 di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia Program
Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sam Ratulangi, dan Laboratorium Mikrobiologi Program Studi
Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sam Ratulangi.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu masker, sarung


tangan, gunting, snorkel, fins, kantong plastik, kamera, wadah kaca, pisau,
erlenmeyer, corong, rotary evaporator, timbangan analitik, corong pisah,
gelas ukur, gelas kimia, cawan petri, autoklaf, pinset, pembakar spritus,
magnetic stirrer, pipet tetes, mikro tub, batang pengaduk, laminar air flow,
rak tabung reaksi, tabung reaksi, lemari pendingin, incubator, cakram
(paper disc), eksikator, mikropipet, jangka sorong, vial, dan pot salep.

Bahan-bahan yang digunakan yaitu teripang Holothuria edulis.


bakteri uji Staphylococcus aureus dan Escherichia coli, etanol, akuades,
methanol, n-heksan, kloroform, nutrient broth, nutrient agar, siprofloksasin
paper disc, label, spidol permanen, tissue, aluminium foil, kertas saring,
kapas, kertas pH.

Pengambilan sampel diambil dari perairan pantai malalayang


menggunakan alat bantu berupa masker, snorkel, dan fins. Sampel di foto
lalu dimasukkan dalam kantong plastik, kemudian sampel dibawa ke
Laboratorium. Sampel kemudian dirajang atau dipotong kecil-kecil untuk
dimasukkan ke dalam botol dan diekstraksi dengan metode maserasi
menggunakan etanol 96%. Sebagian sampel disimpan dalam vial untuk
diawetkan dan diberi label serta nomor sampel dan selanjutnya
dideterminasi.

Pembuatan ekstrak teripang Holothuria edulis ssebanyak 182,7 g


dibuat dengan cara maserasi. Sampel dipotong kecil dan dimasukkan
kedalam botol, kemudian direndam dengan etanol 96% hingga terendam
semuanya dan dibiarkan selama 24 jam. Sampel tersebut kemudian
disaring menggunakan kertas saring dan dihasilkan fitrat 1 dan debris 1.
Ulangi perlakuan tersebut pada masing-masing hasil sampai dihasilkan
fitrat 3 dan debris 3. Filtrat 1,2, dan 3 dicampur menjadi satu kemudian
disaring dan dievaporasi menggunakan rotary evaporator hingga kering.
Langkah selanjutnya adalah ditimbang menggunakan timbangan analitik,
dan diperoleh ekstrak etanol sebanyak 4,7484 g, selanjutnya ekstrak kasar
teripang digunakan dalam fraksinasi dan pengujian antibakteri.

Fraksinasi dibuat sebanyak 3,00 g dimasukkan kedalam


erlenmeyer, kemudian dilarutkan dengan methanol 80% sebanyak 100ml.
Setelah larut dimasukkan kedalam corong pisah dan di tambahkan pelarut
n-heksan sebanyak 100ml setelah itu dihomogenkan. Larutan dibiarkan
sampai membentuk lapisan methanol dan lapisan n-heksan. Masing-
masing lapisan ditampung dalam wadah yang berbeda. Lapisan n-heksan
kemudian dievaporasi menggunakan rotary evaporator hingga kering lalu
ditimbang. Selanjutnya lapisan methanol ditambahkan akuades sebanyak
100ml dan dipartisi dengan pelarut kloroformdengan perbandingan 1:1 v/v
lalu dihomogenkan, tunggu hingga terbentuk dua lapisan yaitu lapisan
methanol dan lapisan kloroform. Masing-masing lapisan ditampung dalam
wadah yang berbeda. Lapisan kloroform dievaporasi menggunakan rotary
evaporator hingga kering lalu ditimbang dan hasil inilah yang dinamakan
fraksi kloroform. Ketiga fraksi yang diperoleh akan digunakan dalam
pengujian antibakteri.
Strelisasi alat yang di gunakan dalam penelitian aktivitas
antibakteri ini distrelisasikan terlebih dahulu. Gelas distrelisasikan dengan
autoklaf pada suhu 121 ℃ selama 15 menit. Pinset diatas diatas api
langsung dan media distrelisasikan diauoklaf pada suhu yang sama.
Nutrient broth 0,26 dan aquadest sebanyak 20 ml diaduk sampai rata dan
dihomogenkan dengan magnetic stirrer lalu diautoklaf pada suhu 121℃
selama 15 menit. Kemudian masukan kedalam tabung reaksi dan tutup
dengan alumunium foil. Nutrigen agar 2,8 g dan aquades sebanyak 10 ml
diaduk sampai rata,kemudian disterilkan diautoklaf pada suhu 121 ℃
selama 15 menit,kemudian didinginkan sampai suhu 40℃ dan dimasukan
ke cawan petri. Kontrol negatife pada penelitian ini menggunakan
metanol,dengan mengambil metanol sebanyak 200 L kemudian di totolkan
pada paper disc. Larutann uji menggunakan ekstrak kasar karang lunak
sebanyak 1 mg. kemudian di larutkan dalam 200 ml sehingga
menghasilkan konsentrasi 250 g atau 50 L. bakteri yang digunakan
staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Pada pengujian aktivitas
antibakteri cakram berukuran 6 mm dengan daya serap 50 L tiap cakram
dan di totolkan menggunakn mikropipet. Pengamatan dilakukan setelah 24
jam masa inkubasi. Daerah pada sekitaran cakram menunjukan kepekaan
bakteri terhadap antibiotik atau bahan bakteri yang digunakan dinyatakan
dengan diameter zona hambat.

4. Hasil dan Pembahasan


Teripang Holothuria edulis yang telah diambil dari pantai
malalayang di potong kecil-kecil. Hal ini bertujuan untuk
memperluas permukaan yang akan berinteraksi dengan pelarut,
sehingga akan lebih banyak senyawa yang dapat ditarik oleh
pelarut. Setelah itu lakukan proses ekstraksi yang bertujuan untuk
memisahkan atau menyari senyawa aktif yang ada di dalam
sampel, sehingga adanya suatu proses pemisahan dua atau lebih
komponen yang terkandung dalam sampel, oleh suatu pelarut
(Suryanto, 2012).
Sampel di ekstraksi dengan menggunakan metode maserasi.
Tujuan pemilihan metode maserasi karena cara pengerjaan dan
peralatan yang digunakan sederhana serta mudah dilakukan.
Walaupun kekurangan dari metode ini adalah pengerjaannya lama
dan penyariannya kurang sempurna (DepKes RI, 2000). Untuk
mendapatkan penyarian yang maksimal, agar senyawa kimia di
dalam sampel dapat terekstrak secara menyeluruh maka di lakukan
remaserasi atau pengulangan dengan penggantian pelarut sebanyak
tiga kali.
Dalam pengujian ini digunakan kontrol positif dan negatif.
Kontrol positif yang digunakan yaitu antibiotik siprofloksasin.
Pemilihan antibiotik siprofloksasin karena antibiotik ini memiliki
spektrum luas, yang biasa digunakan dalam terapi infeksi yang
disebabkan oleh bakteri gram-positif maupun negatif, diantaranya
Escherichia coli, dan Staphylococcus aureus, bersifat membunuh
bakteri (bakterisid) (Sarro, 2001). Penggunaan kontrol positif
berfungsi sebagai control dari zat uji, dengan membandingkan
diameter daerah hambat yang terbentuk (Dwijendra, 2014). Kontrol
negatif digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pelarut
terhadap pertumbuhan bakteri uji, sehingga dapat diketahui bahwa
aktivitas yang ditunjukan oleh ekstrak/fraksi ialah zat yang
terkandung dalam sampel bukan berasal dari pelarut yang
digunakan. Kontrol negatif yang digunakan yaitu metanol. Menurut
penelitian sebelumnya oleh Kantor (2015) bahwa metanol pada uji
disekeliling cakram yang berkururan 6 mm akan diperoleh :

Gambar A Gambar B

1 2 3 4 1 2 3 4

5 6 5 6

Gambar Hasil
1. uji aktivitas zona daya hambat dari ekstrak etanol,
- heksan,
fraksi
fraksi
n
metanol, dan fraksi kloroform Teripang
Holothuria edulis
terhadap bakteri (a).
Staphylococcus aureus
dan (b). Escherichia coli
Keterangan :
Tabel 2. Hasil rata-rata pengujian ekstrak etanol dan fraksi teripang
Holothuria edulis terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli. Diameter (mm) Zona Hambat terhadap bakteri uji
Sampel
Escherichia coli Staphylococcus
aureus
Ekstrak 2,25 3,17
Fraksi Kloroform 2,65 2,10
Fraksi n-heksan 2,75 3,77
Fraksi Metanol 2,57 3,60
Kontrol Positif 18,00 18,00
1. Fraksi Kloroform 4. Fraksi Metanol
2. Fraksi n-heksan 5. Kontrol Positif
3. Ekstrak Etanol 6. Kontrol Negatif

Antibakteri tidak menunjukan adanya aktivitas sehingga dapat dipastikan


bahwa metanol tidak berpengaruh terhadap aktivitas antibakteri yang terbentuk.
Pada penelitian ini ekstrak etanol, fraksi n-heksan, dan fraksi metanol merupakan
ekstrak/fraksi yang efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri S.aureus
(gram positif) dibandingkan bakteri E.coli (gram negatif). Pada umumnya
kelompok bakteri gram positif lebih peka terhadap senyawa yang memiliki
aktivitas antimikrobia dibandingkan dengan kelompok bakteri gram negatif.
Perbedaan sensitifitas bakteri gram positif dan bakteri gram negatif dapat
disebabkan oleh perbedaan struktur dinding sel yang dimiliki oleh masingmasing
bakteri (Lathifah, 2008) yang mengakibatkan perbedaan penetrasi ekstrak/fraksi
uji ke dalam bakteri tersebut.

Dinding sel bakteri S. aureus (gram positif) memiliki struktur dinding sel
dengan banyak lapisan peptidoglikan dan relatif sedikit lipid sedangkan bakteri E.
coli (gram negatif) mempunyai struktur lebih kompleks, yakni terdapat membran
luar yang melindungi peptidoglikan, fosfolipid (lapisan dalam) dan
lipopolisakarida (lapisan luar) (Pratiwi, 2008).
Diameter zona hambat yang ditunjukkan pada fraksi metanol lebih kecil bila
dibandingkan dengan fraksi nheksan. Walaupun pada fraksi metanol jika dilihat
dari perbandingan persen rendemen mengandung senyawa metabolit sekunder
yang lebih banyak daripada fraksi nheksan. Menurut Dwijendra (2014) Hal ini
mungkin disebabkan karena adanya kerja yang tidak sinergis antara senyawa
metabolit sekunder dalam peranannya sebagai antibakteri. Berdasarkan hasil yang
diperoleh fraksi n-heksan yang merupakan pelarut non polar memiliki diameter
zona daya hambat terbesar dibandingkan ekstrak dan fraksi lainnya dalam
menghambat pertumbuhan pada masing-masing bakteri. Menurut Roihanah, dkk
(2012) pelarut nheksan adalah pelarut yang paling efektif dalam menghambat
pertumbuhan bakteri, hal ini disebabkan karena senyawa bioaktif yang terkandung
pada teripang mudah larut dalam pelarut non polar yang dapat berfungsi sebagai
bahan antibakteri.

Ekstrak kasar etanol, fraksi kloroform, fraksi metanol dan fraksi nheksan
dari teripang Holothuria edulis berdasarkan kriteria Davis dan Stout (1971)
menunjukan senyawa yang terkandung didalamnya memiliki aktivitas antibakteri
yang kurang efektif atau berdaya hambat lemah, namun ekstrak dan fraksi-fraksi
ini bersifat spektrum luas, artinya kandungan senyawa tersebut memiliki aktivitas
antibakteri terhadap bakteri gram postitif dan gram negatif.

5. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan


bahwa ekstrak kasar, fraksi metanol, fraksi kloroform dan fraksi
n-heksan dari Teripang Holothuria edulis memiliki aktivitas antibakteri yang
lemah terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli.

DAFTAR PUSTAKA
Davis, W. W., and T. R. Stoud. 1971. Disc plate method of microbiological assay.
Journal of microbiology 22: 659-665.

Dwijendra, I. M. 2014. Aktivitas Antibakteri dan Karakterisasi


Senyawa Fraksi Spons
Lamellodysidea herbacea yang Diperoleh dari Teluk Manado [skripsi].
Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Sam
Ratulangi, Manado.

Kantor, M. N. N. 2015. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Karang


Lunak Xenia sp. yang Diperoleh dari Teluk Manado
[skripsi].Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Manado.

Lathifah, Q. 2008. Uji Efektivitas Ekstrak Kasar Senyawa Antibakteri pada

Buah Belimbing Wuluh

(Averrhoa bilimbi L.) dengan Variasi Pelarut. [Skripsi] Fakultas Sains


dan Teknologi Universitas Islam Negeri Malang.

Pratiwi, S.T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Erlangga : Jakarta, pp. 136-147, 176.

Sarro, A.D., G.D. Sarro. 2001. Adverse Reactions to Fluoroquinolones.

An Overview on Mechanism Aspect. Current Medicinal

Chemistry. 8 :371-384.

Suryanto, E. 2012. Fitokimia Antioksidan. Putra Media Nusantara, Surabaya.


Sutedjo. 2008. Mengenal Obatobatan secara Mudah &
Aplikasinya dalam Perawatan. Amara Books : Yogyakarta.
RESUME JURNAL ILMIAH

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAGING KERANG BAKAU


(Geloina Coaxans) DARI KAWASAN MANGROVE TARAKAN
TERHADAP Vibrio parahaemolyticus

Disusun oleh:

Meirna Tri Rahayu (190341100013)

Syaria Luhung Prasetya(190341100055)

Lailatul Badriyah(190341100094)

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

2019
RESUME JURNAL ILMIAH

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAGING KERANG BAKAU


(Geloina Coaxans) DARI KAWASAN MANGROVE TARAKAN
TERHADAP Vibrio parahaemolyticus

Meirna Tri Rahayu, Syaria Luhung Prasetya, dan Lailatul Badriyah

Mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan, Jurusan Kelautan dan Perikanan,


Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura

I. PENDAHULUAN

Ekosistem mangrove merupakan sistem yang terdiri atas organisme


(tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungan dan
sesamanya dalam suatu habitat mangrove. Kota Tarakan merupakan pulau
kecil dengan luas 657,33 km2 terletak di bagian utara kalimantan dengan
luas ekosistem mangrove sebesar 1.224,8 ha. Kawasan hutan konservasi
mangrove kota Tarakan menyediakan sumberdaya alam baik sebagai
sumber pangan, mineral, tambang, energi, bahan obat-obatan dan rekreasi.
Peran hutan mangrove adalah sebagai habitat bagi biota perairan (welliyadi
et al 2018).

Kerang adalah hewan air bertubuh lunak termasuk molusca yang tidak
bersegmen. Tubuhnya terbungkus oleh mantel yang terbuat dari jaringan
khusus yang dilengkapi kelenjar yang menghasilkan cangkang. Kerang
bakau (Geloina Coaxans) merupakan kerang yang hidup dalam habitat yang
dipengaruhi oleh substrat berlumpur dan pasang surut air laut. Dalam jurnal
yang kami review dengan judul Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kerang
Bakau (Geloina coaxans) dari Kawasan Mangrove Tarakan Terhadap Vibrio
parahaemolyticus. Kerang bakau tersebut berada di kota Tarakan, dimana
penduduknya kurang informasi dan ilmu pengetahuan tentang pemanfaatan
kerang bakau sebagai sumberdaya pesisir (welliyadi et al 2018).

G. coaxans biasa dikenal sebagai kerang bakau atau kerang mangrove.


Kerang bakau merupakan salah satu jenis gastropoda dengan spesies
corbucilidae, kelas bivalvia, sub kelas heterodonta. G. coaxans dapat
ditemukan di area hutan mangrove, karena mangrove merupakan sumber
nutrien bagi organisme tertentu. Kerang bakau tersebut diduga memiliki
komponen bioaktif yang dapat digunakan sebagai antibakteri. Bivalvia
merupakan salah satu kelas dari filum molusca. Jenis bivalvia diantaranya
remis, tiram, kerang, kerang kapah, dan kerang bakau. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa kelas bivalvia memiliki potensi pharmaceutical
antibakteri (welliyadi et al 2018).

II. TUJUAN

Adapun tujuan dari analisis pada jurnal ilmiah ini adalah sebagai
berikut.

1. Mahasiswa dapat mengeksplorasi potensi kerang bakau (G. coaxans)


sebagai sumber bahan alami antibakteri terhadap Vibrio
parahaemolyticus

III. METODOLOGI PENELITIAN

1. Preparasi dan Ekstraksi G. Coaxans


Penelitian dilakukan dengan tahap preparasi dan ekstraksi. Tahap
preparasi dan ekstraksi G. Coaxans adalah memisahkan cangkang dan
daging. Daging dikeringkan dibawah sinar matahari selam 2 hari.
Daging kering dipotong kecil-kecil, lalu di blender. Daging diekstraksi
dengan pelarut etanol 96 % dan di maserasi selama 48 jam. Larutan
sampel disaring, lalu filtrat yang terkumpul di evaporasi dengan suhu
40-60o c. Ekstrak daging kasar ditimbang untuk mendapatkan nilai
rendemen.

2. Uji Antibakteri

Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan


metode difusi sumur. Bakteri V. paramolyticus dibenamkan ke media
alkaline pepton water, kemudian di inkubasi selama 24 jam. Pengujian
antibakteri ditentukan dengan mengukur zona bening disekitar
sumuran. Hasil tesebut lalu dikurangi dengan diameter sumuran.
Kontrol positif menggunakan antibiotik 0.0015 mg/ml , sedangkan
kontrol negatif menggunakan pelarut etanol.

3. Analisis Komponen Aktif


Ekstrak kerang bakau dianalisis fitokimia untuk mengetahui
golongan senyawa aktif. Uji komponen aktif meliputi uji alkaloid, uji
steroid, tanin, saponin, dan fenol hidrokuinon. Pengujian pada alkaloid
yaitu sampel sebanyak 0.01 g dilarutkan dalam beberapa tetes asam
sulfat 2N. Pengujian dinyatakan positif apabila dengan peaeaksi
Dragendorff tebentuk endapan merah atau jingga. Endapan putih
kekuningan dengan preaksi meyer dan endapan coklat dengan
pereaksi Wagner.
Pengujian pada Steroid/Triterpenoid yaitu sampel sebanyak 0.01 g
dilarutkan dalam 2ml kloroform, lalu ditambahkan 10 tetes anhidra
asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat. Pengujian dinyatakan positif
apabila terbentuk larutan merah, kemudian berubah menjadi biru dan
hijau. Pengujian pada Saponin dideteksi dengan uji busa air panas.
Busa yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1
tetes HCL 2N menunjukkan adanya saponin.

Pengujian pada Flavonoid yaitu sampel sebanyak 0.01 g ditambah


0.1 mg serbuk magnesium, 0.4 mL amil alkohol (campuran asam
klorida 37% dan etanol 95%) dan alkohol 4Ml dikoocok. Ditunjukkan
dengan terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan
amil alkohol. Pengujian pada Fenol Hidrokuinon yaitu sampel
sebanyak 0.01 g diekstrak dengan 20 ml etanol 70%. Larutan yang
dihasilkan diambil 1ml ditambah 2tetes FeCl3 5%. Adanya senyawa
fenol ditunjukkan dengan warna hijau.
Sampel kering sebanyak 0.5 g didihkan dalam 10 ml akuades dan
disaring. Larutan ditambah 2 tetes FeCl3 0.1%. Warna biru kehitaman
menunjukkan adanya tanin.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Rendemen Estrak G. Coaxans


Kerang bakau di preparasi dengan memisahkan daging dengan
cangkang. Daging dikeringkan dan dihaluskan , lalu diekstraksi
dengan pelarut etanol. Ekstraksi kerang menghasilkan ekstrak kasar
berbentuk pasta dengan bentuk pasta berwarna kuning kecoklatan.
Rendemen merupakan perbandingan antara bobot awal dengan
bobot ekstrak yang dihasilkan dan dinyatakan dalam persen. Etanol
merupakan pelarut universal yang dapat menarik semua jenis
komponen baik senyawa polar, non polar,dan semipolar.
2. Komponen Aktif Estrak G. Coaxans
Komponen senyawa aktif pada G. coaxans didapatkan dengan
pengujian senyawa aktif secara kualitatif. Uji fitokimia meliputi
alkaloid, flavonoid, steroid, tannin, saponim dan fenol hidroquinon.
Tabel 2 menunjukkan ekstrak G. coaxans terdeteksi mengandung
senyawa dari golongan alkaloid, flavonoid, tanin, steroid dan
saponin. Senyawa flavonoid, steroid, saponin dan tanin diketahui
memiliki potensi sebagai antibakteri. Saponin, steroid dan
flavonoid memiliki sifat antibakteri dengan mekanisme kerjanya
merusak membran sel bakteri
Tanin mempunyai aktivitas antibakteri karena dapat menghambat
pertumbuhan dan aktivitas protease dan mengikat dinding sel
bakteri.

Tabel 2 Senyawa aktif ekstrak G. coaxans


Komponen aktif Hasil Indikator
Alkaloid
- Wagner + Red brick
- Meyer + Yellow deposits
- Dragendorff + Red brick deposits
Fenol hidrokuinon - -
Tanin + Blue-blackish
Flavonoid + Yellowish green
Saponin + Foamed white
Triterpenoid/steroid + Green
Information: + : detected; - : not detected

3. Aktivitas Antibakteri Ekstrak G. Coaxans


Aktivitas pada antibakteri G. coaxans dapat dilakukan dengan
esktrak pasta G. Coaxans dilarutkan dengan pelarut etanol. Aktivitas
antibakteri G. Coaxans dinilai cukup tinggi dibandingkan dengan
penelitian pada kerang jenis lain. Kemampuan ekstrak dalam
menghambat pertumbuhan bakteri dapat diukur berdasarkan pada
diameter <5 mm dikategorikan lemah, diameter 5-10 mm
dikategorikan sedang, diameter 10-20 mm dikategorikan kuat, dan
diameter >20 dikategorikan sangat kuat. Hasil uji aktivitas
antibakteri dapat dilihat pada tabel 3. Ekstrak G. coaxans memiliki
zona penghambatan terhadap V. parahaemolyticus sebesar 25,05 mm
pada konsentrasi 10%.

Tabel 3 Diameter zona hambat ekstrak G. coaxans


Sample Test organism Solvent Inhibition
zone (mm)
G. coaxans 10% V. parahaemolyticus Ethanol 96% 25.05 ±
6.58
G. coaxans 5% V. parahaemolyticus Ethanol 96%
16.30 ± 0.00
G. coaxans 1% V. parahaemolyticus Ethanol 96% 7.55 ±
0.78
Positive control V. parahaemolyticus Ethanol 96%
26.80 ± 4.24
Negative control V. parahaemolyticus Ethanol 96% 0.70 ±
0.00
A. granosa S. aureus Ethanol 96% 16
M. casta E.coli Ethanol 96% 8
T. maxima S. aureus Ethanol 96% 10
Information : Positive control chloramphenicol 0,0015 mg/mL Negative
control ethanol.

V. SIMPULAN
Adapun simpulan berdasarkan resume yang telah dilakukan pada
jurnal penelitian tersebut adalah sebagai berikut.
Ekstrak kerang bakau G. Coaxans dengan pelarut etanol memliki potensi
sebagai antibakteri terhadap bakteri V. parahaemolyticus, sehingga dapat
dinyatakan memiliki potensi pharmaceutical atau obat.

VI. DAFTAR PUSTAKA


Welliyadi E., Awaludin, Imra, dan Diana M. 2018. Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Daging Kerang Bakau (G. Coaxans) dari Kawasan Mangrove
Tarakan terhadap Vibrio parahaemolyticus. JPHPI. 21(1) : 36-40.
BIOAKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI ODS SPONS
Agelas sp. DARI PERAIRAN PULAU BUNAKEN
Siti Nihayatun Ni’amah¹, Vindy Dwi Murdianto¹, dan Yemima
Mia Darmawan Sihmirah¹

¹Mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan, Jurusan Kelautan dan Perikanan,


Universitas Trunojoyo Madura

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan wilayah kepulauan yang memiliki beragam potensi
sumber daya alam yang melimpah. Perairan lautnya dapat bermanfaat sebagai
cadangan air dunia, tempat hidup dan mencari makan berbagai biota laut, serta
dapat digunakan pula sebagai bahan pembuatan kosmetik dan obat-obatan.
Perairan Indonesia yang digunakan sebagai penelitian ini ialah Perairan Bunaken
karena memiliki potensi organisme berupa spons yang belum banyak orang
ketahui manfaatnya.

Spons memiliki peranan penting terhadap komunitas bentik laut dan sering
di jumpai pada perairan tropis maupun sub tropis. Spons memiliki senyawa
bioaktif yang sangat melimpah, diantaranya terpenoid, alkaloid, steroid, halida
siklik, peptida, asetogenin, senyawa nitrogen, dan lain-lain. Senyawa-sanyawa ini
memiliki berbagai aktivitas, diantaranya antibakteri, antitumor, antivirus,
antimalaria, antiinflamasi, dan antifouling.

Spons selama kurang lebih 50 tahun terakhir sudah dijadikan sebagai sampel
untuk dilakukan penelitian beberapa ilmuwan yang berhasil menemukan berbagai
senyawa bioaktif yang dikandungnya. Spons sendiri memiliki senyawa yang
sangat berpotensi sebagai sumber antibakteri, dimana antibakteri ini digunakan
dalam upaya memecahkan permasalahah terhadap adanya resistensi bakteri pada
beberapa jenis antibiotik. Antibakteri merupakan suatu senyawa yang dapat
membunuh bakteri dengan cara merusak metabolisme mikroba.

TUJUAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendapatkan ekstrak kasar spons Agelas Sp. dari Perairan Bunaken melalui
proses maserasi.
2. Mengetahui perolehan dari memisahkan ekstrak kasar spons Agelas Sp.
dengan menggunakan teknik (reversed phase) kromatografi kolom.
3. Menganalisis bioaktivitas antibakteri dari fraksi ODS spons terhadap
pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian

Rangkaian penelitian ini, meliputi pengambilan sampel, pekerjaan di


laboratorium, dan penyusunan laporan dimulai sejak bulan November 2016
hingga bulan Mei 2017. Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Pangalisang
Pulau Bunaken, Pengamatan dan analisis dilakukan di Laboratorium Biologi
Molekuler dan Farmasetika Laut, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Sam Ratulangi, Manado.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan, yaitu autoklaf, rotary vacum evaporator,


freezedryer, alat kromatografi kolom, centrifuge tube, micropipete, dan peralatan
gelas. Bahan-bahan yang digunakan pepton, ekstrak daging(meat extract), natrium
klorida(NaCl), agar, aquades, spons Agelas Sp.(sampel), filter paper, kertas
cakram, ODS C-18, etanol, dan methanol. Peralatan gelas harus dicuci bersih
terleboh dahulu, dikeringkan, dan disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu
121˚C selama kurang lebih 15 menit.

Prosedur Penelitian

a. Ekstraksi Spons
Spons dipotong-potong kecil, lalu dimasukkan ke dalam botol plastik
yang berisi etanol/EtOH sebanyak 250 gram per botol, kemudian setiap botol
yang berisi sampel diberi tanda menggunakan kertas label.
b. Fraksinasi Ekstrak Spons dengan Kromatografi Kolom
Ekstrak spons sebanyak 5 gram diambil dan diencerkan dengan
menambahkan sedikit metanol konsentrasi 100%. Sampel kemudian
difraksinasi menggunakan teknik reversed phase kromatografi kolom yang
berisi ODS(Octadecyl-silica)dengan kombinasi pelarut metanol dan
aquades(CH₃OH:dH₂O), lalu dibuat stepwise elusi bertahap dari 0% CH₃OH
dalam 150 ml dH₂O menjadi 100% CH₃OH dan 0% dH₂O. Pembuatan fraksi-
fraksi menggunakan 12 gelas erlenmeyer dengan 6 gelas erlenmeyer dijadikan
wadah fraksi 1 sampai 6, sedangkan 6 gelas erlenmeyer lainnya digunakan
untuk menampung hasil fraksinasi.
c. Pembuatan Kolom (Packing Column)
Prosesnya dimulai dari pemasangan gelas kolom pada besi penahan dan
disesuaikan letaknya (tidak boleh miring). Masukkan kapas secukupnya dan
diletakkan pada bagian paling bawah kolom. Tambahkan ODS sebanyak 25
gram didalamnya.
d. Pembuatan Media Cair B1
Media cair digunakan untuk kultur bakteri E. coli dan S. aureus .
Pembuatannya menggunakan pepton 0,25 gram, ekstrak daging (meat extract)
0,15 gram, dan NaCl 0,15 gram. Masukkan semua bahan ke dalam gelas
erlenmeyer dan larutkan dalam aquades/dH₂O 50 ml, kemudian homogenkan
dengan magnetic stirrer. Tutup dan bungkus gelas erlenmeyer tersebut
menggunakan kertas aluminium foil untuk diautoklaf pada suhu 121˚C selama
kurang lebih 15 menit.
e. Pembuatan Media Padat B1
Pembuatannya menggunakan pepton 1 gram, ekstrak daging (meat
extract) 0,6 gram, NaCl 0,6 gram, agar 3 gram. Masukkan semua bahan ke
dalam gelas erlenmeyer dan dilarutkan dengan aquades/dH₂O 200 ml. Media
padat dibuat sebanyak dua kali pengulangan untuk dua bakteri yang berbeda.
f. Kultur Bakteri
Media cair B1 ditambahkan dengan masing-masing bakteri, yaitu bakteri
E. coli dan S. aureus. Bakteri diambil dengan jarum ose dan dimasukkan ke
dalam masing-masing gelas erlenmeyer, kemudian dibungkus dengan kertas
aluminium foil dan didiamkan selama 24 jam.
g. Pembuatan Kontrol Positif dan Negatif
Kontrol positif menggunakan obat kapsul Kloramfenikol 250 gram yang
dilarutkan dalam 250 ml aaquades. Kontrol negatif menggunakan metanol
100%.
h. Pengujian Bioaktivitas Antibakteri Fraksi ODS Spons
Pengujian dilakukan menggunakan konsentrasi dari tiap fraksi, yaitu
20mg/ml dan diambil 50 µl menggunakan mikropipet untuk diteteskan pada
setiap kertas cakram. Metode yang digunakan ialah difusi agar (disc diffusion
Kirby and Bauer Method).
i. Pengamatan dan Pengukuran
Pengamatan dilakukan setelah 1x24 jam masa inkubasi berakhir.. Zona
hambat dapat ditentukan sebagai zona pengukuran diameter. Jika daerah
sekitaran cakram menunjukkan kepekaan bakteri terhadap antibiotic, maka
bahan antibakteri itulah yang digunakan sebagai bahan uji.

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Pengambilan Sampel di Lapangan


Spons yang diperoleh memiliki ciri-ciri, yaitu bercabang besar, memiliki
tekstur lunak, dan berwarna orange. Spons dipotong kecil berbentuk
dadu/kubus dan dimasukkan ke dalam botol plastikberisi pelarut etanol 250
gram/botol yang telah diberi tanda masing-masing botol,yaitu PSB1, PSB2,
dan PSB3.
Tabel 1. Berat Botol dan Berat Basah Sampel
No. Kode Berat Berat Basah
Sampel/Botol Botol+Sampel(gr) Sampel(gr)
1. PSB1 508 gr. 258 gr.
2. PSB2 529 gr. 279 gr.
3. PSB3 550 gr. 300 gr.
Total Berat Keseluruhan 1587 gr. 837 gr.

b. Ekstraksi Spons Agelas Sp.


Ekstrak sampel setelah dimaserasi, kemudian difiltrasi dengan
menggunakan filter paper dan vakum. Berat ekstrak kasar spons hasil
evaporasi diperoleh sebanyak 6,9656 gram.
c. Fraksinasi Spons dengan Kromatografi Kolom
Proses fraksinasi dalam penelitian ini menggunakan alat pemompa angina
dan selang dengan tujuan untuk memberikan tekanan terhadap pelarut/sampel
yang masuk ke dalam kolom sehingga proses fraksinasi bisa sedikit lebih
cepat. Hasil fraksinasi penelitian ini diperoleh 6 fraksi dengan kromatografi
kolom dan dengan warna yang berbeda. 3 fraksi memiliki warna yang hampir
sama , yaitu orange pekat pada fraksi 1, 2, dan 3. Fraksi 4 memiliki warna
kuning, fraksi 5 memiliki warna kecoklatan, dan fraksi 6 memiliki warna
kuning terang. Perbedaan warna setiap fraksi kemungkinan karena keragaman
kandungan metabolit sekunder spons, seperti peptida, terpenoid, steroid,
asetogenin, alkaloid, halide siklik, dan senyawa nitrogen lainnya.
d. Evaporasi dan Pengeringan Fraksi-Fraksi ODS Spons
Proses evaporasi membutuhkan waktu yang cukup lama, khususnya pada
fraksi 1 dan 2 karena konsentrasi pelarutnya mengandung paling banyak
dH₂O. Senyawa yang mengandung gugus fungsional lebih polar, maka akan
teradsorbsi lebih kuat pada fase padatan.

Tabel 2. Berat Kering dari Fraksi 1 hingga Fraksi 6


No. Fraksi-fraksi Sampel Berat Kering Fraksi-fraksi ODS Spons
Agelas Sp.
1. Fraksi 1 3,0925 gram
2. Fraksi 2 0,2312 gram
3. Fraksi 3 0,1548 gram
4. Fraksi 4 0,0231 gram
5. Fraksi 5 0,0067 gram
6. Fraksi 6 0,0200 gram
e. Pengujian Bioaktivitas Antibakteri Fraksi ODS Spons

Hasil penelitian ini diperoleh melalui pengamatan selama 1x24 jam masa
inkubasi dengan 3 kali pengulangan pada masing-masing fraksi terhadap
kedua bakteri uji. Hasil pengujian bioaktivitas antibakteri sampel,
menunjukkan diameter zona hambat fraksi ODS ekstrak kasar spons masing-
masing fraksi terhadap kedua bakteri uji, kemudian diameter yang dihasilkan
tersebut diukur dengan menggunakan mistar dalam satuan millimeter (mm).
Berat kering fraksi tidak mempengaruhi kuat atau tidaknya aktivitas fraksi
sampel, melainkan karena sifat dari senyawa yang terkandung pada setiap
fraksi.

Tabel 3. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat dari Fraksi ODS Spons
Agelas Sp. Terhadap Bakteri E. coli.
E. coli
Zona hambat (mm)
Berat Kering
Fraksi-
Fraksi- Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rerata
Fraksi
Fraksi
Konsentrasi sampel dalam kertas cakram
(20 mg/ml)
3,0925 gram 18 mm 18 mm 18 mm 18,0
Fraksi 1
0,2312 gram 18 mm 18 mm 19 mm 18,3
Fraksi 2
0,1548 gram 8 mm 8 mm 8 mm 8,0
Fraksi 3
0,0231 gram 8 mm 8 mm 8 mm 8,0
Fraksi 4
0,0067 gram 8 mm 8 mm 8 mm 8,0
Fraksi 5
0,0200 gram 0 0 0 0,0
Fraksi 6

Kloramfe - 28 mm 28 mm 28 mm 28,0
nikol (+)

Metanol - 0 0 0 0,0
(-)

Konsentrasi kontrol positif = 250 mg/ml


Diameter kertas cakram = 6 mm
Daya serap kertas cakram = 100µl
Banyaknya Fraksi dalam kertas cakram = 50µl

Tabel 4. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat dari Fraksi ODS Spons
Agelas Sp. Terhadap Bakteri S. aureus
S. aureus
Zona hambat (mm)
Berat Kering
Fraksi- Fraksi- Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rerata
Fraksi Fraksi
Konsentrasi sampel dalam kertas cakram
(20 mg/ml)
3,0925 gram 17 mm 17 mm 17 mm 17,0
Fraksi 1
0,2312 gram 16 mm 18 mm 16 mm 16,7
Fraksi 2
0,1548 gram 8 mm 8 mm 8 mm 8,0
Fraksi 3
0,0231 gram 8 mm 8 mm 8 mm 8,0
Fraksi 4
0,0067 gram 8 mm 8 mm 8 mm 8,0
Fraksi 5
0,0200 gram 0 0 0 0,0
Fraksi 6

Kloramfe - 27 mm 27 mm 27 mm 27,0
nikol (+)

Metanol - 0 0 0 0,0
(-)

Konsentrasi kontrol positif = 250 mg/ml


Diameter kertas cakram = 6 mm
Daya serap kertas cakram = 100µl
Banyaknya Fraksi dalam kertas cakram = 50µl

Pengujian terhadap ke-enam fraksi spons menunjukkan 2 fraksi, yaitu


fraksi 1 dan fraksi 2 yang memiliki bioaktivitas antibakteri yang paling besar.
Melalui data diatas (Tabel 3 dan Tabel 4) menghasilkan senyawa antibakteri
yang larut dalam air, seperti fraksi 1 dan fraksi 2 yang merupakan larutan
dengan konsentrasi air tinggi, yaitu 100% dH₂O (fraksi 1) dan 80% (fraksi 2)
dengan diameter hambat 17 mm dan 18 mm. Fraksi lainnya menghasilkan
diameter dibawah 17 dikarenakan memiliki konsentrasi CH₃OH lebih tinggi
daripada dH₂O.

Pengujian tersebut menunjukkan bahwa diameter zona hambat yang


diperoleh tidak jauh berbeda. Pengukuran diameter zona hambat diperlihatkan
oleh fraksi 1-5 , sedangkan fraksi 6 tidak karena tidak terdapat zona hambat.
Setelah itu, data disajikan dalam bentuk diagram batang.
30

25

Zona hambat (mm)


Fraksi 1
20
Fraksi 2
Fraksi 3
15
Fraksi 4

10 Fraksi 5
Fraksi 6
5 Kloramfenikol (+)
Metanol (-)
0
1 2 3 4 5 6

E. coli

Gambar 5. Diagram Rerata Diamaeter Zona Hambat Fraksi ODS Spons


Agelas Sp.pada Pertumbuhan Bakteri E.coli.

30

25
Zona hambat (mm)

Fraksi 1
20
Fraksi 2
Fraksi 3
15
Fraksi 4

10 Fraksi 5
Fraksi 6
5 Kloramfenikol (+)
Metanol (-)
0
1 2 3 4 5 6

S. aureus

Gambar 6. Diagram Rerata Diamaeter Zona Hambat Fraksi ODS Spons


Agelas Sp.pada Pertumbuhan Bakteri S. aureus.
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Ekstrak kasar spons Agelas Sp. diperoleh sebanyak 6,9659 gram melalui
proses mesurasi dengan pelarut etanol dan evaporasi.
2. Menghasilkan sebanyak 6 fraksi dengan konsentrasi perbandingan metanol
dan aquades dengan berat kering, yaitu 3,0925 gram (fraksi 1), 0,2312 gram
(fraksi 2), 0,1548 gram (fraksi 3), 0,0231 gram (fraksi 4), 0,0067 gram (fraksi
5), dan 0,0200 gram (fraksi 6).
3. Fraksi ODS 1-5 ekstrak spons memiliki aktivitas antibakteri terhadap
pertumbuhan bakteri E. coli dengan diameter zona hambat 18,0 mm (fraksi 1),
18,3 mm (fraksi 2), 8,0 (fraksi 3), 8,0 mm (fraksi 4), dan 8,0 (fraksi 5).
Sedangkan pada bakteri S. aureus 17,0 mm (fraksi 1), 16,7 mm (fraksi 2), 8,0
mm (fraksi 3), 8,0 mm (fraksi 4), dan 8,0 mm (fraksi 5).

DAFTAR PUSTAKA
Luissandy, Sumilat, D.A., Lintang, R.A.J. 2017. Bioaktivitas Antibakteri Fraksi
ODS Spons Agelas Sp. dari Perairan Pulau Bunaken. Jurnal Pesisir dan Laut
Tropis. 2(1) : 22-30
JAMUR ENDOSIOMBION SI BINTANG LAUT (Asteriasforbesi )SEBAGAI

ALTERNATIF ANTIBAKTERI BARU PADA BAKTERI PENYEBAB INFEKSI

SALURAN PENCERNAAN

Tifani Noviasari, Eliza Dwi Kartikasari, Ismaya Kenza Kalista Chalista dan Puput
Ayu Lestari

Mahasiswa Program StudiIlmuKelautan, JurusanKelautandanPerikanan,


UniversitasTrunojoyo Madura

1. Pendahuluan
Penyakit infeksi terutama di Negara tropis seperti Indonesia masih
merupakan permasahan yang menuntut perhatian besar, bahkan pada tahun
2006, dilaporkan merupakan penyakit kematian terbesara. Masalah ini
dapat diatasi dengan penggunaan antimikroba atau anti infeksi masih
merupakan pilihan utama. Pengobatan penyakit infeksi karena mikroba,
antibiotic mempunyai peranan penting, dimana antibiotic diharapkan
mampu mengeliminasi mikroba penyebab infeksi. Kebanyakan obat
antibiotic menyebabkan resisten terhadap mikroba. Cara menghindari
masalah ini, para ilmuan lebih tertarik untuk mengembangkan antibiotic
baru dari organism uniseluler, jamur, alga, dan tumbuhan tingkat tinggi
(Ruslietal. 2016).
Pencarian antibiotik yang saat ini banyak dikembangkan adalah
dengan memanfaatkan mikroba endosimbion. Mikroba endosimbion
merupakan mikroorganisme yang tumbuh dalam jaringan hewan tanpa
menunjukkan penyakit pada inangnya. Endosimbion mempunyai peranan
penting dalam mensuplai nutrisi yang bersifat genomic seperti halnya
mitokondria atau kloroplas (Ruslietal. 2016).
Senyawa yang terdapat pada bintang laut Protoreaster lincki dan
Pentaceraster regulus memiliki aktivitas antibakteri yang fungsional.
Aktivitas ini ditandai adanya zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak
bintang laut Protoreaster lincki dan Pentaceraster regulus terhadap
bakteri Staphylococcus aureus. Bintang laut ini juga memiliki zona
hambat terhadap khamir Candida albicans dan C. tropicalis.

2. Tujuan
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk pengujian aktivitas
antimikroba pada mikroba endosimbion pada bintang laut sebagai
pembasmi bakteri pathogen khusunya infeksi saluran pencernaan.
3. MetodePenelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2014 sampai bulan
Februari 2015. Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi
Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia. Sampel yang digunakan
adalah bintang laut (Aesteriasforbesi) dan bakteri uji koleksi Laboratorium
Mikrobiologi Farmasi FF-UMI. Sampel yang digunakan adalah jamur
endosimbion pada bintang laut (Aesteriasforbesi) yang berasal dari
Kabupaten Takalar.
Alat yang digunakan adalah autoklaf (Smic model YX-280 B),
botoleluen, cawan petri (Iwaki Pyrex), corongpisah, drigalsky, inkubator
(Memmert), Laminar Air Flow (LAF), lampuspiritus, mikroskop, oven
(Fisher), penotol, rotavapor, shaker, osebulat, pipet volume, spoit (1 mL, 5
mL, 10 mL), swab, vial, spektrofotometri UV-Vis (Genesis) dan
timbangan analitik. Bahan yang digunakan yaitu air suling, agar, bintang
laut (Asteriasforbesi ), kloramphenikol, isolatbakteri Eschericia coli
ATCC 25922, Salmonella thypi NCTC 786, Shigelladysentriae,
Staphylococcus aerusATCC 25923, dan Vibrio cholerea.
Penyiapan mikroba uji yaitu dengan bakteri hasil peremajaan
masing-masing disuspensi kandengan larutan NaCl fisiologis 0,9% steril,
kemudian diukur serapan suspensibiakan dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 580 nm dengan transmisi 25%T dan sebagai blanko
digunakan NaCl fisiologis 0,9% steril.
Isolasi bakteri endosimbion pada bintang laut (Aesteriasforbesi)
dilakukan dengan cara sampel bintang laut dibersihkan dari kotoran yang
melekat lalu dipotong – potong kecil kemudian dimasukkan ke dalam
cawan petri yang berisisi 9 mL medium Potato Dekstrosa Agar (PDA).
Sampel tersebut diinkubasi pada incubator pada suhu 37oC selama 3 x 24
jam dan diamati koloni yang memberikan aktivitas membasmi
pertumbuhan koloni mikroba lainnya.
Pemurnian isolate jamur endosimbion pada bintang laut
(Asteriasforbesi) yaitu setiap isolat yang berbeda dimurnikan dengan
metode kuadran untuk memperoleh isolat yang tunggal. Biakan murni
tersebut lalu dipindahkan pada agar miring sebagai stok. Fermentasi
biakan murni diambil biakan murni yang telah diinkubasi selama 1 x 24
jam dan dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi medium produksi,
kemudian dikocok menggunakan shaker dengan kecepatan 200 rpm
selama 14 x 24 jam.
Uji aktivitas dengan metode difusi agar yaitu pengujian ini
menggunakan disk blank yang direndam dalam hasil fermentasi biakan
murni isolate jamur endosimbion bintang laut (Asteriasforbesi) selama 60
menit, kemudian dimasukkan kedalam medium yang berisi mikroba uji
Eschericiacoli, Salmonella thypi, Shigelladysentriae, Staphylococcus
aerus, dan Vibrocholerea. Sampel ini kemudian diinkubasi pada suhu37o
selama 1 x 24 jam.
4. HasilPenelitian
Tabel 1. Hasil pengujian aktivitas anti bakteri terhadap bakteri Shigelladisentri

Dia meter Zon a Hambat (mm)


No Konsentrasiekstrak
r1 r2 r3 Jumlah Rata-rata

1. IJBL FF-UMI 01 14,0 14,0 14,0 42,0 14,0

2. IJBL FF-UMI 02

3. IJBL FF-UMI 03

4. IJBL FF-UMI 04 14,0 15,0 15,0 44,0 14,6

5. IJBL FF-UMI 05 11,0 11,0 11,0 33,0 11,0

Tabel 2. Hasil pengujian aktivitas anti bakteri terhadap bakteri Vibrio cholerea

Dia meter Zon a Hambat (mm)


No Konsentrasiekstrak
r1 r2 r3 Jumlah Rata-rata
1. IJBL FF-UMI 01 14,0 14,0 13,0 41,0 13,6
2. IJBL FF-UMI 02
3. IJBL FF-UMI 03
4. IJBL FF-UMI 04 16,0 18,0 17,0 51,0 17,0
5. IJBL FF-UMI 05 10,0 10,0 9,0 29,0 9,6

Tabel 3. Hasil pengujian aktivitas anti bakteri terhadap bakteri


Staphylococcusaerus

Dia meter Zon a Hambat (mm)


No Konsentrasiekstrak
r1 r2 r3 Jumlah Rata-rata
1. IJBL FF-UMI 01 15,0 16,0 14,0 45,0 15,0
2. IJBL FF-UMI 02
3. IJBL FF-UMI 03
4. IJBL FF-UMI 04 14,0 13,0 14,0 41,0 13,6
5. IJBL FF-UMI 05 10,0 10,0 9,0 29,0 9,6

Tabel 4. Hasil pengujian aktivitas anti bakteri terhadap bakteri Salmonella thypi

Dia meter Zon a Hambat (mm)


No Konsentrasiekstrak
r1 r2 r3 Jumlah Rata-rata
1. IJBL FF-UMI 01 14,0 13,0 13,0 40,0 13,3
2. IJBL FF-UMI 02 11,0 10,0 11,0 32,0 10,6
3. IJBL FF-UMI 03 22,0 21,0 21,0 64,0 21,3
4. IJBL FF-UMI 04 15,0 14,0 14,0 43,0 14,3
5. IJBL FF-UMI 05 13,0 13,0 14,0 40,0 13,3

Tabel 5. Hasil pengujian aktivitas anti bakteri terhadap bakteri Eschericia coli

Hasilisolatbintanglaut Diameter Zon a Hambat (mm)


No
(Asteriasforbesi) r1 r2 r3 Jumlah Rata-rata
1. IJBL FF-UMI 01 14,0 14,0 13,0 41,0 13,6
2. IJBL FF-UMI 02
3. IJBL FF-UMI 03
4. IJBL FF-UMI 04 16,0 16,0 15,0 47,0 15,6
5. IJBL FF-UMI 05 10,0 9,0 9,0 28,0 9,3

5. Pembahasan
Bintang laut (Asterias forbesi) merupakan salah satu hewan yang
berpotensi sebagai obat. Telah dilakukan penelitian sebelumnya yaitu
Kumar et al., (2011) menyatakan senyawa yang terdapat pada bintang laut
Protoreaster lincki dan Pentaceraster regulus memiliki aktivitas antibakteri
dan antifungal. Secara empiris hewan ini dipercaya mampu
menyembuhkan penyakit asma dan artritis rematoid.
Pencarian sumber senyawa bioaktif terus menerus dilakukan
dengan makin banyaknya penyakit-penyakit baru yang bermunculan,
mulai dari penyakit infeksi, kanker dan beberapa penyakit berbahaya
lainnya. Salah satu pencarian antibiotik yang saat ini banyak
dikembangkan adalah dengan memanfaatkan mikroba endosimbion.
Adapun dasar pemilihan bakteri uji yang digunakan karena didasarkan
pada sifat-sifat patogeniknya.10,11 Eschericia coli dan Salmonella thypi
merupakan bakteri anaerob fakultatif, Gram negatif yang bersifat
patogenik penyebab utama diare kronik, demam tifoid dan infeksi saluran
kemih.
Shigella dysenteriae merupakan penyebab penyakit disentri.
Staphylococcus aureus merupakan bakteri kokus Gram positif yang
bersifat patogenik penyebab infeksi kulit dan makanan. Vibrio cholerea
merupakan bakteri bentuk koma, aerob dan menghasilkan endotoksin,
penyebab kolera. Dari hasil isolasi bintang laut (Asterias forbesi) diperoleh
sebanyak lima isolat, proses selanjutnya dimurnikan dengan cara digores
pada media NA (Nutrien Agar) hingga didapat koloni murni yang terpisah.
Isolat yang diperoleh dari proses fermentasi dipilih dilanjutkan ke tahap
produksi, dengan tujuan untuk memperbanyak fermentat yang diperoleh
untuk dilanjutkan ke pengujian selanjutnya.
Dalam proses produksi senyawa antibiotika dilakukan fermentasi
dengan menggunakan medium MYB (Maltosa Yeast Broth). Kemudian
dilakukan proses fermentasi digunakan shaker dengan kecepatan 200 rpm
selama 14x 24 jam. Hasil pengujian efektivitas antibakteri dengan metode
difusi agar, memberikan efektivitas terhadap semua isolat bakteri uji
berdasarkan zona hambatan yaitu zona bening disekitar disk. Untuk semua
isolat aktif dihambat oleh isolat jamur endosimbion dengan diameter zona
hambatan pada setiap mikroba uji yaitu Shigella dysentriae pada isolat
IJBL FF-UMI 01 yaitu sebesar 14,0 mm, isolat IJBL FF-UMI 04 yaitu
sebesar 14,6 mm, isolat IJBL FF-UMI 05 yaitu sebesar 11,6 mm. Pada
mikroba uji Vibrio cholerea pada isolat IJBL FF-UMI 01 yaitu sebesar
13,6 mm, isolat IJBL FF-UMI 04 yaitu sebesar 17,0 mm, isolat IJBL FF-
UMI 05 yaitu sebesar 9,6 mm. Pada mikroba uji Staphylococcus aerus
pada isolat IJBL FF-UMI 01 yaitu sebesar 15,0 mm, isolat IJBL FF-UMI
04 yaitu sebesar 13,0 mm, isolat endosimbion IJBL FF-UMI 05 yaitu
sebesar 9,6 mm..
Pada mikroba uji Salmonella thypi pada isolat IJBL FFUMI 01
yaitu sebesar 13,3 mm, IJBL FF-UMI 02 yaitu sebesar 10,6 mm, isolat
IJBL FF-UMI 03 yaitu sebesar 21,3 mm, isolat IJBL FF-UMI 04 yaitu
sebesar 14,3 mm, dan isolat IJBL FFUMI 05 yaitu sebesar 13,3 mm..
danEschericia coli pada isolat IJBL FFUMI 01 yaitu sebesar 13,6 mm,
IJBL FF-UMI 04 yaitu sebesar 15,6 mm, isolat IJBL FF-UMI 05 yaitu
sebesar 9,3 mm. Bakteri uji Shigella dysentriae paling aktif dihambat pada
isolat IJBL FF-UMI 04 dengan diameter zona hambatan 14,6 mm,
kemudian pada isolat IJBL FF-UMI 01 dengan diameter zona hambatan
14,0 mm dan pada isolat IJBL FF-UMI 05 dengan diameter zona
hambatan 11,0 mm. Bakteri uji uji Vibrio cholerea paling aktif dihambat
pada isolat IJBL FF-UMI 04 dengan diameter zona hambatan 17,0 mm,
kemudian pada isolat IJBL FF-UMI 01 dengan diameter zona hambatan
13,6 mm dan pada isolat IJBL FF-UMI 05 dengan diameter zona
hambatan 9,6 mm.
Bakteri uji Staphylococcus aerus paling aktif dihambat pada isolat
jamur endosimbion IJBL FF-UMI 01 dengan diameter zona hambatan 15,0
mm, kemudian pada isolat IJBL FFUMI 04 dengan diameter zona
hambatan 13,6 mm dan pada isolat IJBL FF-UMI 05 dengan diameter
zona hambatan 9,6 mm. Bakteri uji Salmonella thypi paling aktif dihambat
pada isolat IJBL FF-UMI 03 dengan diameter zona hambatan 21,3 mm,
kemudian pada isolat IJBL FF-UMI 04 dengan diameter zona hambatan
14,3 mm, kemudian pada isolat IJBL FF-UMI 01 dan 5 dengan diameter
zona hambatan 13,3 mm, dan pada isolat jamur endosimbion 2 dengan
diameter zona hambatan 10,3 mm. Bakteri uji Eschericia coli paling aktif
dihambat pada isolat IJBL FF-UMI 04 dengan diameter zona hambatan
15,6 mm, kemudian pada isolat jamur endosimbion IJBL FF-UMI 01
dengan diameter zona hambatan 13,6 mm dan pada isolat IJBL FF-UMI
05 dengan diameter zona hambatan 9,3 mm.
Dari data yang didapatkan menunjukkan bahwa bakteri uji
Eschericia coli, Salmonella thypi, Shigella dysentriae, Staphylococcus
aerus, Salmonella thypi, dan Vibrio cholerea aktif dihambat oleh isolat
jamur endosimbion bintang laut

6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian yang telah
dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa Isolat jamur endosimbion pada
bintang laut (Asteriasforbesi) dengan kode isolate IJBL FF-UMI 01, IJBL
FFUMI 04 dan IJBL FF-UMI 05 efektif memberikan aktivitas anti
bakteri. Bakteri patogen yang dihambat oleh isolate jamur endosimbion
pada bintang laut (Asteriasforbesi) adalah Eschericia coli, Salmonella
thypi, Shigelladysentriae, Staphylococcus aerus, Salmonella thypi,
danVibrio cholerea.
DAFTAR PUSTAKA

Rusli., Muh, D.F., N.S dan Nur,A. 2016. Jamur Endosiombion si Bintang
Laut. Jamur Endosiombion Si Bintang Laut ( Asterias Forbesi ) Sebagai Alternatif
Anti Bakteri Penyebab Infeksi Saluran Pecernaan. As-Syifaa. 08(02):01-09
Uji Fitokimia dan Aktifitas Anti Bakteri Ekstrak Media
Supernatan Bakteri Simbion Vibrio Sp. Gastropoda Olivia
vidua Terhadap Bakteri Multi Drug Resistant

Aprilia Putri¹, Adriyan Pahlawan¹, dan Maura Syafa Hafidah¹

¹Mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan, Jurusan Kelautan dan Perikanan,


Universitas Trunojoyo Madura

PENDAHULUAN

Pengembangan obat baru yang berasal dari biota laut, saat ini menjadi
perhatian para peneliti dikarenakan tingginya keanekaragaman hayati laut serta
keunikan struktur metabolit sekunder yang dihasilkannya Murniasih (2005).
Senyawa bioaktif yang berasal dari laut dapat menjadi alternatif dalam
pengembangan obat antibakteri yang baru. Senyawa bahan hayati laut sebagian
besar terakumulasi pada kelompok invertebrata laut seperti sponge, tunikata,
bryozoan, karang lunak dan moluska (Proksch et al 2002). Gastropoda adalah
salah satu jenis moluska yang diketahui berpotensi sebagai penghasil senyawa
antibakteri dari bakteri patogen MDR (Multi Drug Resistance).

Banyak jenis bakteri patogen terhadap manusia dilaporkan telah menjadi


resisten terhadap satu atau lebih jenis antibiotik atau biasa yang dikenal sebagai
bakteri (Multi Drug Resistance). Terdorong oleh permasalahan tersebut maka
dilakukanlah penelitian pencarian sumber alternatif baru penghasil senyawa
antibiotik sebagain penangkal dari masalah tersebut. Salah satunya yang potensial
adalah bakteri Vibrio sp yang bersimbiosis dengan gastropoda (siput laut).

Materi utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat bakteri
Vibrio sp TOV 12.16 yang di isolasi dari gastropoda (Oliva vidua) dari Perairan
Ternat3 (Maluku Utara). Sedangkan bakteri uji MDR adalah Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran UNDIP. Karakterisasi bakteri simbion Vibrio sp TOV 12.16
dilakukan dengan menggunakan uji biokimia,sedangkan untuk mengidentifikasi
senyawa bioaktif pada isolat bakteri Vibrio sp TOV dilakukan dengan memakai
skrining fitokimia dan GC/MS, yang dimana semuanya bertujuan untuk dijadikan
sebagai bahan uji analisis terhadap bakteri MDR (Multi Drug Resistance).

TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk

1. Mengetahui karakteristik isolat bakteri TOV 12.16 bakteri simbion


gastropoda Olivia vidua melalui uji biokimia
2. Mengetahui golongan senyawa yang terdapat dalam supernatan ekstrak
isolat TOV 12.16 bakteri simbion gastropoda Olivia vidua melalui uji
fitokimia
3. Mengetahui senyawa yang terdapat dalam supernatan ekstra isolat TOV
12.16 bakteri simbion gastropoda Olivia vidua menggunakan GC/MS

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen


laboratoris. Yaitu metode yang menggunakan suatu penyelidikan berencana dalam
lingkup laboratorium yang bertujuan untuk memperoleh atau memperluas fakta
yang sudah ada sebelumnya (Arikunto, 2002). Penelitian yang dilakukan meliputi
persiapan isolat dan media uji, uji pendahuluan, peremajaan dan pembanyakan
bakteri, karakterisasi bakteri, ekstraksi media super natan bakteri isolat, uji
antibakteri ekstrak super natan bakteri isolat, uji fitokimia dan GC/MS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian sebelumnya oleh Pringgenies (2009), telah dilakukan uji aktifitas
anti bakteri Multi Drug Resistant (MDR) dari bakteri simbion gastropoda Oliva
vidua terhadap bakteri MDR. Hasilnya diketahui bahwa 17 isolat bakteri memiliki
kemampuan menghambat beberapa jenis bakteri MDR yakni Klebsiella,
Pseudomonas, Escherichia coli, Coagulate Negatif Staphylococcus,
Enterobacteria Strain 5, Enterobacteria Strain 10 (Pringgenies, 2009).
Berdasarkan besar kecilnya zona hambat yang dihasilkan (uji kualitatif) dan
jumlah jenis bakteri uji yang dapat dihambat (uji kuantitatif), isolat TOV 12.16
mempunyai kemampuan daya hambat yang paling kuat terhadap pertumbuhan
beberapa bakteri. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan bahwa isolat bakteri
tersebut mempunyai senyawa metabolit sekunder yang berpotensi sebagai
antibakteri MDR. Menurut hasil sequencing dengan PCR diketahui bahwa isolat
bakteri TOV 12.16 memiliki homologi sebesar 96 % dengan Vibrio sp.
(Pringgenies, 2009). Namun penelitian tersebut belum mengetahui tentang
senyawa apa yang berpotensi sebagai antibakteri. Oleh karena itu perlu dilakukan
uji fitokimia dan GC/MS untuk mengetahui kelompok senyawa yang terkandung.

Adapun hasil dari penelitian lanjutan diatas yang diteliti dari jurnal yang kami
review berdasarkan dari metodologi pada penelitian jurnal tersebut yaitu,

1. Karakterisasi Bakteri

Uji Biokimia dilakukan untuk mengetahui karakteristik isolat bakteri, uji ini
dilakukan dengan 19 (sembilan belas) perlakuan. Bakteri hasil isolasi dari
gastropoda Oliva vidua dapat tumbuh dalam media TCBS setelah 48 jam. Hasil
uji biokimia dan uji morfologi ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik bakteri simbion gastropa Oliva vidua

No Nama Uji Hasil Keterangan


1. Pewarnaan Gram + Gram negatif
2. Bentuk Bakteri + Batang
3. Media TCBS + -
4. Motilitas + -
5. Aerobik + -
6. Anaerobik +(f) Fakultatif anaerobik
7. Oksidase + -
8. Katalase + -
9. Hugh leifson (O/F) N/R -
10. Penggunaan Gula K/K Gula terfermentasi
11. ONPG + -
12. Vp + -
13. 50OC + -
14. 10% NaCl + -

Keterangan:

+ : reaksi positif
N/R : tidak ada reaksi
K/K : glukosa dan laktosa (kuning)
atau sukrosa
terfermentasi(kuning)

Berdasarkan hasil pengamatan uji karakterisasi bakteri. Karakteristik spesies isolat


TOV 12.16 bakteri simbion gastropoda Oliva vidua merupakan bakteri Vibrio
ordalii, mengacu dari tiap perlakuan yang ada dari tiap uji pengamatan
karakteristik bakteri itu sendiri.

2. Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan menunjukkan bahwa isolat bakteri Vibrio sp. aktif serta memiliki
potensi sebagai antibakteri. Hasil ini dibuktikan dengan adanya zona hambat yang
terbentuk dari uji antagonis antara bakteri simbion (Vibrio sp.) dengan bakteri uji
(S. aureus dan E. coli). Hasil uji pendahuluan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Uji Antagonis Vibrio sp. dengan Bakteri Uji

Bakteri Uji Rata- rata Diameter Zona hambat (cm)


S. aureus 1,04 + 0,07
E. coli 1,07 + 0,03
Keterangan: Diameter zona hambat diatas sudah dikurangi dengan diameter paper disk

3. Ekstraksi Media Super Natan Bakteri Isolat

Sampel bakteri Vibrio sp. diekstraksi untuk mendapatkan ekstrak kasar dari
bakteri tersebut. Sampel diekstraksi dengan 3 macam pelarut yaitu: n-heksan (non
polar), etil asetat (semi polar) dan metanol (polar). Hasil ekstraksi dari masing-
masing pelarut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Ekstraksi Media Supernatan Bakteri Isolat

Pelarut Volume awal (ml) Hasil Ekstraksi Persentase (%)


(ml)
n-heksan 500 8.1 1,62
etil asetat 500 11,9 2,38
Metanol 500 13,6 2,72

Hasil ekstrak terbanyak diperoleh dari pelarut metanol (polar) yaitu sebesar
2,72%, sedangkan ekstrak pelarut etil asetat (semi polar) sebesar 2,38% dan
ekstrak pelarut n-heksan (non polar) sebesar 1,62%.

4. Uji Antibakteri Ekstrak Super Natan Bakteri Isolat

Hasil uji antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak n-heksan tidak mampu


menghambat pertumbuhan bakteri uji. Sedangkan ekstrak etil asetat dan ekstrak
metanol menghambat pertumbuhan bakteri (S. aureus dan E.coli). Hasil uji
bioaktivitas ekstrak kasar bakteri Vibrio sp. dari pelarut etil asetat (semi polar)
dengan bakteri E.coli, memperlihatkan zona hambat sebesar 0,51 cm dan dengan
bakteri S.aureus diameter zona hambatnya sebesar 0,43cm.
Adapun ekstrak kasar pelarut metanol (polar) dengan bakteri E.coli,
memperlihatkan diameter zona hambat sebesar 0,23 cm dan dengan bakteri
S.aureus diameter zona hambatnya sebesar 0,22 cm. Uji bioaktivitas ekstrak kasar
dengan bakteri uji dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil uji sensitivitas ekstrak kasar isolat bakteri Vibrio sp. terhadap bakteri uji

Ekstrak Kasar Pelarut Bakteri Uji Rata2 Diameter Zona


Hambat (cm)
metanol S. aureus 0,24 + 0,02
E. coli 0,23 + 0,02
etil asetat S. aureus 0,43 + 0.01
E. coli 0,52 + 0,01
n-heksan S. aureus -
E. coli -
Keterangan : Diameter paper dish = 0,7 cm

Berdasarkan hasil uji diketahui bahwa zona hambat tertinggi dari sampel dengan
bakteri uji (S. Aureus dan E. Coli) terjadi pada ekstrak kasar pelarut etil asetat
(semi polar). Berdasarkan besarnya zona hambat yang ditunjukkan, maka isolat
yang terpilih untuk diteliti lebih lanjut adalah ekstrak kasar dari pelarut etil asetat
(semi polar).

5. Uji Fitokimia

Ekstrak kasar selanjutnya akan diuji fitokimia untuk mengetahui golongan


senyawa yang terkandung didalam ekstrak kasar etil asetat isolat bakteri Vibrio sp.
hasilnya disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil skrining fitokimia ekstrak etil asetat

Jenis Uji Hasil Keterangan


Flavonoid + timbul warna kuning
Triterpenoid + Berubah merah
Hasil dari uji menunjukkan bahwa ekstrak kasar etil asetat bakteri Vibrio sp.
mengandung dua golongan senyawa, yaitu flavonoidanoid dan triterpenoid.
Ekstrak kasar Vibrio sp. yang telah diuapkan ditambahkan dengan pereaksi
Liberman-burchard dihomogenkan secara perlahan. Warna akan berangsur-angsur
berubah kemerahan dengan dibandingkan dengan larutan blangko. Warna merah
yang ditunjukkan pada gambar mengindikasikan ekstrak kasar tersebut positif (+)
mengandung senyawa triterpenoid. Ekstrak Kasar Vibrio sp. yang telah diuapkan
dan ditambahkan aquades, digojog selama 30 detik dan diitambahkan Mg
(magnesium). Setelah itu ditetesi HCL dan ditambahkan amilalkohol. Perubahan
warna menjadi kuning yang mengindikasikan ekstrak kasar tersebut positif (+)
mengandung senyawa flavonoid.

6. Hasil GC/MS

Analisa GC/MS, mengunakan kolom RTx-5MS. Kolom ini termasuk semipolar,


kolom ini lebih baik untuk memisahkan komponen biomas. Hasil GC/MS dapat
dilihat pada tabel di bawah.

Tabel 6. Hasil GC/MS

Puncak Nama Area Konsentrasi Rt (menit)


(%)
1. Tidak diketahui 734643 19,05 3,856
2. Asam isobutirat 2851299 73,95 9,722
3. Asam 2- metilbutano 269941 7,00 12,431
ad

Hasil GC/MS (Gambar 1.) memperlihatkan 3 puncak, dengan puncak pertama


tidak diketahui strukturnya. Puncak ke-2 dengan Rt= 9,722 menit adalah asam
isobutirat (73,95%). Puncak ke-3 Rt = 12.431 menit adalah asam 2-metilbutanoad
(7%).

Gambar 1. Kromatogram Ekstrak


KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Isolat TOV 12.16 mempunyai karakteristik bakteri yang mengarah ke Vibrio


ordalii.

2. Hasil uji fitokimia ekstrak kasar etil asetat bakteri Vibrio ordalii mengandung
flavonoid dan triterpenoid yang dimana kedua senyawa tersebut sangat
bermanfaat apabila dimanfaatkan sebagai salah satu bahan antioksidan penangkal
dari bakteri MDR (Multi Drug Resistance)

3. Hasil analisis GC/MS diketahui bahwa isolat ekstrak kasar etil asetat bakteri
Vibrio ordalii mengandung asam isobutirat dan asam 2-metilbutanoad

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S.M. 2002. Prosedur Praktikum Suatu Pendekatan Praktek, Edisi


Revisi. Rineka Cipta, Jakarta, 378 hlm.

Cimino, G. dan M. Gavagnin. 2006. Mollusc From Chemo-ecological Study to


Biotechnology Application. Springer Berlin Heidelberg. Jerman. 187 pp.

Kelecom, A. 2001. Secondary Metabolites From Marine Microorganism. Ann.


Braz. Acad. Sci. 74 :151-170.

Murniasih, T. 2005. Substansi Kimia Untuk Pertahanan Diri dari Hewan Laut
Tak Bertulang Belakang. J. Oseana, 30: 19- 27.

Pringgenies, D. 2009. Bioprospeksi Bakteri Simbion Dari Gastropoda Conus


Miles Terhadap Strain Bakteri MDR (Multi Drug Resistance). Indonesia Journal
of Marine Science.14:42-49.

Proksch, P., R.A. Edrada and R. Ebel. 2002. Drugs from the Seas – Current Status
and Microbiological Implications. Appl. Microbiol. Biotechnol. 59 : 124-125.
Suwandi, U. 1993. Skrining Mikroorganisme Penghasil Antibiotik. J. Cermin
Dunia Kedokteran, 89: 46 – 48
MAKALAH KIMIA DASAR

AKTIFITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ALGA MERAH DARI PANTAI


LUK, SUMBAWA TERHADAP SALMONELLA THYPI DAN
STAPHYLOCCOCUS AUREUS

Disusun oleh :

1. Nadiya Nur Mahmudah (190341100031)


2. Bagus Ajie Pangestu (190341100073)
3. Muhammad Hamudi (190341100112)

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

BANGKALAN

2019
I. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara maritim dengan perbandingan luas wilayah


lautan dan daratan berbanding 3:1, karena hampir 70% luas wilayahnya berupa
lautan yang memiliki sumber daya alam laut yang melimpah dan beragam baik
hayati maupun nonhayati. Salah satu sumber daya alam yang cukup potesial dari
perairan laut Indonesia adalah alga. Penyebaran alga terdapat hampir si seluruh
perairan Indonesia termasuk di kawasan Laut Luk, Sumbawa.

Alga digunakan sebagai bahan makanan, minuman, kosmetik, dan obat-


obatan. Alga juga memiliki kemampuan untuk memproduksi metabolit sekunder
yang bersifat sebagai senyawa bioaktif untuk melindungi dirinya dari kondisi
lingkungan hidup yang ekstrim seperti salinitas tinggi dan pertahanan diri dari
ancaman berbagai penyakit dan predator. Jumlah dan variasi senyawa bioaktif
alga sangat banyak dan beragam. Senyawa bioaktif dari alga telah ditemukan
penggunaannya sebagai antibakteri, antioksidan, antijamur, dan antiinflamasi.

Alga terdiri atas tiga kelas, yaitu Rhodophyceae (alga merah), Phaeophyceae
(alga coklat), dan Chlorophyceae (alga hijau). Jenis alga yang paling banyak
jumlahnya ditemukan di Indonesia yaitu alga merah terdiri dari 452 jenis. Alga
merah merupakan salah satu kelas dari alga yang memiliki pigmen dominan
berwarna merah yang disebabkan oleh pigmen fikobilin berupa allofikosianin,
fikoeritrin, dan fikosianin yang menutupi karakter warna dari klorofil.
Dibandingkan dengan alga hijau dan coklat, alga merah merupakan jenis alga
yang paling banyak mengandung senyawa metabolit primer dan sekunder.
Senyawa bioaktif yang diisolasi dari alga merah termasuk alkaloid, poliketida,
peptide siklik, polisakarida, phlorotannin, diterpenoid, sterol, quinine, terpenoid,
asetogenik, dan senyawa aromatik.

Alga merah yang kaya akan senyawa metabolit ini menjadi potensi yang dapat
dimanfaatkan sebagai salah satu upaya untuk mengungkapkan sifat biologis dan
medis dari flora laut serta mengoptimalkan pemanfaatan bahan alam laut
Indonesia khususnya di daerah Sumbawa, yang memungkinkan kelompok
tersebut menjadi kandidat baru dalam dunia farmasi khusunya dalam penanganan
terhadap bakteri patogen yang saat ini telah banyak menunjukkan sifat resisten
terhadap antibiotik. Maka pada penelitian (Yulianti dkk., 2018) dilakukam
pengujian aktivitas antibakteri terhadap S.thypi dan S.aureus. dengan
pertimbangan bahwa S.thypi merupakan bakteri gram negatif, sedangkan S.aureus
merupakan bakteri gram positif. Kedua bakteri tersebut merupakan jenis bakteri
patogen yang tersebar luas di tubuh manusia dan biasa menyebabkan infeksi.

Pengujian aktivitas antibakteri dari ekstrak kasar alga merah dengan pelarut
aquades ini dilakukan dengan beberapa preparasi sampel yang dapat digunakan
sebagai alternatif yang lebih mudah dalam mempermudah proses penggerusan.
Sifat substasi thalus alga yang beranekaragam, ada yang lunak karena tingginya
gelatin dan keras karena mengandung zat kapur, yang menyebabkan bebrapa jenis
tidak mudah dihancurkan. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk
mengetahui jenis alga merah yang ada di Pantai Luk Sumbawa dan metode
preparasi terbaik yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan proses ekstraksi
alga merah dilihat dari zona hambat yang dihasilkan.
II. METODOLOGI
2.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2017 – Januari
2018. Pengambilan sampel alga dari Pantai Luk, Sumbawa. Ekstraksi dan
uji aktivitas antibakteri dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas
Teknobiologi, Universitas Teknologi Sumbawa.

2.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mortal dan alu,
hot plate, mikropipet, biosafety cabinet, inkubator, gelas beaker, gelas
ukur, labu erlenmeyer, batang pengaduk, tabung reaksi, cawan petri, ose,
rak tabung reaksi, tube falcon, batang segitiga, timbangan, lemari
pendingin, spatula, bunsen, dan pinset.
Bahan yang digunakan adalah sampel alga merah, biakan murni
bakteri S.thypi dan S.aureus, media NB (Nutrient Broth), agar, aquades,
kertas cakram, aluminium foil, kapas, alkohol 70%, tissue, sarung tangan
lateks, dan masker.

2.3 Tahapan Penelitian


2.3.1 Pengambilan Sampel
Sampel diambil di perairan Laut Luk, Sumbawa dan pengambilan
sampel dilakukan saat air laut mencapai surut. Sampel yang digunakan
adalah alga merah yang tanpa memperhatikan umur tumbuhan. Sampel
yang telah diambil dibersihkan dari substratnya dan dicuci hingga
bersih.
2.3.2 Identifikasi Alga Merah
Identifikasi dari setiap genus dan spesies yang didapatkan
didasarkan pada pengamatan morfologi dan pedoman praktis
identifikasi alga laut.
2.3.3 Ekstraksi Sampel
Sampel yang telah dibersihkan selanjutnya masing-masing jenis
alga diberlakukan dengan tiga metode berbeda yaitu dibekukan dengan
suhu -10℃ selama 24 jam, dipanaskan selama 1 jam pada suhu 70-
80℃ dan dikeringkan dengan cara dijemur tanpa penyinaran matahari
secara langsung selama 4 hari untuk menghindari berubah atau
rusaknya komponen senyawa bioaktif yeng terdapat pada sampel. Alga
merah kemudian dihaluskan menggunakan mortal alu guna memecah
dinding sel sampel dan memperluas permukaan sampel sehingga
mempermudah kontak antara pelarut dan sampel. Kemudia dimaserasi
dengan menggunakan pelarut air atau aqudes steril dengan
perbandingan 1:1 selama 2x24 jam pada 27℃. Hasil maserasi
dipisahkan antara filtrat dan residunya dengan penyaringan, sehingga
diperoleh ekstrak kasar.
2.3.4 Peremajaan Bakter Uji
Bakteri Salmonella thypi dan Staphylococcus aureus yang berasal
dari biakan murni, masing-masing diambil sebanyak satu ose
kemudian ditumbuhkan dengan cara digores pada medium Nutrient
Agar miring. Kultur bakteri agar miring diinkubasi pada suhu 37℃
selama 24 jam.
2.3.5 Pembuatan Suspensi Bakteri Uji
Bakteri uji yang telah diremajakan selama 24 jam, masing-masing
diambil satu ose kemudian disuspensikan ke dalam media Nutrient
Broth setelah itu dihomogenkan. Kultur cair diinkubasi pada suhu
37℃selama 24 jam. Kekeruhan pada media diamati yang menandakan
adanya perbanyakan sel bakteri.
2.3.6 Penyiapan Bahan Ekstrak Alga Merah dalam berbagai Konsesntrasi
Ekstrak kasar dari ketiga metode berbeda dimasukkan dalam botol
pengenceran masing- masing 200 µL, 400 µL, 600 µL, 800 µL dan
1000 µL. Selanjutnya ditambahkan dengan akuades steril hingga
masing-masing larutan berjumlah 1 mL. Hasil pengenceran tersebut
diperoleh ekstrak dengan berbagai konsentrasi berbeda, masing-masing
20%, 40%, 60%, 80% dan 100%. Selanjutnya kelima konsentrasi
ekstrak dalam botol tersebut dihomogenkan.
2.3.7 Uji Aktifitas Antibakteri
Uji aktivitas antibakteri dilakukan secara in vitro menggunakan uji
sensitivitas antibakteri dengan metode difusi agar dengan
menggunakan kertas cakram Kertas cakram direndam dalam larutan
ekstrak kasar dan larutan kontrol (aquades steril) masing- masing
sebanyak 9 lembar selama 30 menit. Media pertumbuhan bakteri uji
yang digunakan media NA. Sebanyak 100 µL bakteri uji yang telah
dikultur selama 24 jam diratakan menggunakan spreader/batang
segitiga pada media pertumbuhan bakteri. Selanjutnya kertas cakram
yang telah direndam pada masing- masing ekstrak dan kontrol negatif
ditempelkan pada permukaan media NA yang telah diolesi suspensi
bakteri. Letak kertas cakram pada permukaan media diatur sedemikian
rupa dan tidak terlalu berdekatan agar zona hambat yang terbentuk
nantinya tidak saling bertabrakan satu sama lainnya. Masing-masing
perlakuan dengan tiga ulangan. Cawan petri kemudian diinkubasi pada
suhu 37 °C selama 24 jam. Setelah masa inkubasi 24 jam,
pertumbuhan bakteri dan zona bening yang timbul di sekitar kertas
saring diukur diameternya. Diameter zona hambat ditentukan dengan
cara mengurangi diameter keseluruhan (cakram + zona hambatan)
dengan diameter cakram (6 mm) dan diameter zona hambat pelarut
(jika pelarut memberikan zona hambatan).
III. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan ciri-ciri sampel alga yang diketahui


kelompok alga merah yang ada di Pantai Luk berjumlah 3 jenis. Klasifikasi 3 jenis
alga merah yang ditemukan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Rhodophyta di Pantai Luk, Sumbawa.

No Kelas Ordo Famili Genus Spesies

1 Florideophyceae Glacilariales Gracilariaceae Gracilaria Gracilaria salicornia

2 Florideophyceae Nemaliales Galaxauraceae Galaxaura Galaxaura sp.

3 Florideophyceae Halymeniales Halymeniaceae Halymenia Halymenia sp.

Hasil pengamatan uji antibakteri setelah masa inkubasi 24 jam (Tabel 2)


menunjukkan bahwa preparasi sampel terbaik yang digunakan untuk
menghasilkan zona hambat dari ekstrak kasar alga merah Gracillaria salicornia
terhadap Salmonella thypi dengan metode pengeringan dibandingkan dengan hasil
dari preparasi pemanasan dan pendinginan. Konsentrasi pengenceran ekstrak
berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap pertumbuhan bakteri S. thypi dan S. aureus.
Konsentrasi terbaik yaitu 100% menggunakan metode pengeringan sebesar 11,67
mm yang sangat berbeda nyata terhadap kontrol, pada metode pemanasan
konsentrasi terbaik yaitu 80% sebesar 8,33 mm yang juga sangat berbeda nyata
terhadap kontrol, sedangkan pendinginan, aktivitas antibakteri terlihat hanya pada
konsentrasi 20% yaitu sebesar 3,33 mm yang berbeda nyata terhadap kontrol.
Berbeda halnya pengujian pada Staphylococcus aureus menunjukkan preparasi
sampel terbaik adalah pendinginan dengan konsentrasi 60% sebesar 2,33 mm
dibandingkan dengan metode preparasi lainnya. Hasil zona hambat dari ekstrak
kasar G. salicornia menunjukkan kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri
yang lebih besar terhadap S. thypi dibandingkan dengan S. aureus pada metode
pengeringan dan pemanasan. Tiap ekstrak kasar dengan masing-masing metode
preparasi memiliki kemampuan berbeda dalam menghambat pertumbuhan bakteri,
hal ini diduga karena pada proses preparasi juga menentukan dapat tidaknya
senyawa aktif terekstraksi secara maksimal.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Aktivitas Antibakteri Gracillaria salicornia

Perlakuan Diameter Zona Hambat (mm)

S. thypi S. aureus

Kontrol (0) 0,00a 0,00a

Pengeringan 20% 1,00ab 1,33bcde

Pengeringan 40% 8,67cd 1,00abcd

Pengeringan 60% 3,67ab 0,00a

Pengeringan 80% 10,33d 1,33bcde

Pengeringan 100% 11,67d 1,67cde

Pemanasan 20% 0,00a 0,67abc

Pemanasan 40% 5,00bc 1,00abcd

Pemanasan 60% 0,00a 1,33bcde

Pemanasan 80% 8,33cd 0,33ab

Pemanasan 100% 0,00a 0,33ab

Pendinginan 20% 3,33ab 2,00de

Pendinginan 40% 0,00a 2,00de

Pendinginan 60% 0,00a 2,33e

Pendinginan 80% 0,00a 2,00de

Pendinginan 100% 0,00a 1,67cde

Keterangan: uji analisis jarak berganda ducan dengan taraf kepercayaan 95%.
Rata-rata dari 3 ulangan.
Hasil uji ANOVA dari ekstrak Galaxaura sp berpengaruh nyata (p<0,05)
terhadap pertumbuhan bakteri S. thypi dan S. aureus. Preparasi sampel dari
ekstrak kasar alga merah Galaxaura sp dalam menghambat pertumbuhan bakteri
Salmonella thypi dari hasil pengamatan setelah inkubasi 24 jam yaitu pada metode
pendinginan pada konsentrasi 100% sebesar 2,33 mm. Sedangkan pengujian
ekstrak kasar terhadap S. aureus metode yang menunjukkan zona hambat terbesar
yaitu pengeringan dengan konsentrasi 80% sebesar 4,33 mm yang berbeda sangat
nyata terhadap kontrol. Hasil zona hambat dari ekstrak kasar Galaxaura sp.
menunjukkan kemampuan menghambat bakteri yang lebih besar terhadap S.
aureus dibandingkan S. thypi baik pada metode pengeringan, pemanasan maupun
pendinginan. Adanya zona hambat karena Galaxaura sp. mengandung metabolit
sekunder yang berpotensi sebagai senyawa antibakteri yaitu senyawa flavonoid,
saponin, glikosida, dan steroid/triterpenoid.

Hasil uji ANOVA dari ekstrak Halymenia sp. berpengaruh nyata (p<0,05)
terhadap pertumbuhan S. thypi dan S. aureus. Hasil pegamatan zona hambat dari
ekstrak kasar alga merah Halymenia sp terhadap S. thypi setelah inkubasi selama
24 jam menunjukkan metode preparasi pemanasan dengan konsentrasi 40% yang
menunjukkan kemampuan penghambatan paling tinggi dengan diameter 15,00
mm. Sama halnya pada S. aureus metode preparasi dengan hasil zona hambat
terbesar yaitu pemanasan dengan konsentrasi 80% sebesar 3,67 mm. Kemampuan
senyawa aktif Halymenia sp dalam menghambat S. aureus tidak berbeda jauh
pada S. thypi tetapi lebih luas menghambat pada metode pengeringan.
IV. KESIMPULAN

Ada tiga spesies alga merah yang didapatkan di Pantai Luk, Sumbawa,
yaitu Gracilaria salicornia, Galaxaura sp., Halymenia sp. Ketiga alga merah
tersebut memiliki kemampuan antibakteri. Masing-masing memiliki metode
preparasi ekstraksi terbaik untuk mengoptimalkan ekstrak senyawa aktif
antibakteri pada alga merah. Zona hambat terbesar dari ekstrak Gracilaria
salicornia terhadap S. thypi pada metode pengeringan dengan konsentrasi
100% dan terhadap S. aureus pada metode pendinginan konsentrasi 60%.
Ekstrak Galaxaura sp terhadap S. thypi pada metode pendinginan dengan
konsentrasi 100%, terhadap S. aureus pada metode pengeringan konsentrasi
80%. Ekstrak Halymenia sp terhadap S. thypi pada metode pemanasan dengan
konsentrasi 40%, terhadap S. aureus pada metode pemanasan konsentrasi 80%

DAFTAR PUSTAKA

Yulianti., Asmawati., Yunianti., dan Baso M.2018.Aktivitas Antibakteri Ekstrak


Alga Merah dari Pantai Luk, Sumbawa terhadap Salmonella thypi dan
Staphylococcus aureus.Jurnal Biota.III(1):1-11.
RESUME JURNAL ILMIAH

Karakterisasi Senyawa Bioaktif Kapang Laut Trichoderma


asperellum MT02 dengan Aktivitas Anti-Extended Spectrum
β-Lactamase (ESBL) E. coli

disusun oleh

Abdi Dwi Karisma (190341100076)

Brema Barus (1903411000)

Muhammad Edi Susanto (1903411000)

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2019
RESUME JURNAL ILMIAH

Karakterisasi Senyawa Bioaktif Kapang Laut Trichoderma


asperellum MT02 dengan Aktivitas Anti-Extended Spectrum
β-Lactamase (ESBL) E. coli
Abdi Dwi Karisma, Brema Barus, dan MuhammadEdi Susanto

Mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan, Jurusan Kelautan dan


Perikanan. Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura

1. Pendahuluan

Sumber daya laut diketahui sebagai penyedia bahan aktif yang dapat
dimanfaatkan di bidang pangan fungsional, kosmeseutikal maupun farmasi.
Berbagai penelitian telah membuktikan spons asal laut Indonesia
menghasilkan metabolit yang mampu menghambat pertumbuhan sel mikroba
patogen, menghambat kinerja enzim tertentu yang tidak diinginkan hingga
kandidat obat kanker yang potensial. Rendahnya rendemen senyawa yang
diperoleh serta tingginya kemungkinan kerusakan lingkungan yang dapat
terjadi menyebabkan pergantian pemanfaatan sumber senyawa bioaktif dari
spons menjadi mikroorganisme asosiasi spons, salah satunya adalah kapang
(sibero et.al 2019).

Kapang merupakan anggota dari kingdom fungi yang berukuran


mikroskopik, multi seluler dan memproduksi filamen. Penelitian mengenai
aktivitas biologis dari kapang laut asal spons diketahui memiliki aktivitas
antibakteri yang sangat baik untuk dikembangkan sebagai antibiotik.
mengisolasi senyawa penicillilactone A asal kapang Penicillium sp. LS54
yang merupakan kapang asosiasi spons Haliclona sp. Senyawa ini telah
dianggap sebagai kandidat antibakteri yang sangat baik melawan patogen
udang Vibrio harveyi dengan nilai MIC 8 μg/mL. Aplikasi senyawa
antibakteri asal kapang melawan bakteri patogen manusia telah dilakukan
(sibero et.al 2019).

Pencarian senyawa antibiotik baru menjadi sebuah topik penting bagi


perkembangan ilmu kesehatan dikarenakan sulitnya penyembuhan infeksi
bakteri yang sudah resisten terhadap beberapa gelongon antibiotik. Center for
Disease Control and Prevention (CDC) mengungkapkan bahwa bakteri dari
famili Enterobacteriaceae seperti Escherichia coli telah resisten terhadap
antibiotik komersial turunan β-laktam seperti penicillins, cephalosporins, dan
monobactam aztreonam yang dikenal dengan istilah extended spectrum β-
lactamase (ESBL) di mana hal ini akan mempersulit penyembuhan pasien
yang terinfeksi oleh bakteri ini. Penelitian ini meneruskan kajian sebelumnya
yang telah melaporkan potensi kapang laut fakultatif Trichoderma asperellum
MT02 asal spons Cinachyrella sp. yang menunjukkan potensi antibakteri
melawan bakteri ESBL E. coli yang diisolasi dari pasien rumah sakit Dr.
Kariadi Semarang (sibero et.al 2019).

II. TUJUAN

Adapun tujuan dari analisi jurnal ilmiah ini yaitu.

1. Mahasiswa dapat mengetahui manfaat kapang laut sebagai bahan alami


anti bakteri dalam mencegah bakteri ESBL E. coli.

III. METODOLOGI PENELITIAN

Kapang T. asperellum MT02 merupakan isolat koleksi dari Divisi


Kapang Laut, Kapang ini diisolasi dari spons Cinachyrella sp. asal perairan
Pulau Panjang, Jepara.Kapang diremajakan dari stok kultur menggunakan
media Malt Extract Agar (MEA) dari HiMedia pada suhu ruangan (27oC)
selama 7 hari. Morfologi koloni kapang hasil peremajaan selanjutnya
dibandingkan dengan foto morfologi stok, koloni yang memperlihatkan
kemiripan yang sesuai sehingga isolat ini dilanjutkan untuk digunakan pada
penelitian ini. ( sibero et.al 2019)

Kultivasi kapang
Sebanyak 4 potong dengan ukuran 1×1cm2 kapang T. asperellum
MT02 yang berusia 5 hari dari media MEA dipindahkan ke dalam media
Malt Extract Broth (MEB) bervolume 100 mL dalam Erlenmeyer dengan
tiga ulangan. Kapang dikultivasi dengan keadaan statis (stand culture)
selama 15 hari pada suhu ruang (27oC) (Sibero et al., 2019).

Ekstraksi senyawa bioaktif


Senyawa bioaktif diekstrak menggunakan metode ekstraksi tunggal,
di mana setiap sumber diekstraksi hanya menggunakan satu jenis pelarut.
Kapang yang telah dikultivasi selama 15 hari selanjutnya dipisahkan antara
media kaldu (broth) dan miseliumnya menggunakan kertas saring. Miselium
kapang yang diperoleh selanjutnya dikeringkan menggunakan desikator
yang berisi gel silika selama 3 × 24 jam kemudian ditambahkan pelaurt
methanol sebesar 100 mL dan diagitasi menggunakan shaker (120 r.p.m.; 24
jam). Selanjutnya miselia dan pelarut dipisahkan menggunakan kertas
saring. Pelarut dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 30-35
oC. Ekstraksi senyawa bioaktif dari media kaldu dilakukan dengan
penambahan pelarut etil asetat dengan rasio 3:1 (pelarut:media kaldu)
kemudian diagitasi menggunakan shaker (120 r.p.m.; 24 jam). Media kaldu
dan pelarut dipisahkan menggunakan corong pisah (separatory funnel),
selanjutnya fase pelarut dipekatkan menggunakan rotary evaporator (Eyela)
pada suhu 30-33 oC. Ekstrak kasar yang diperoleh selanjutnya dikeringkan
menggunakan gas nitrogen dan ditimbang untuk mendapatkan bobotnya.
Ekstrak selanjutnya disimpan menggunakan pelapis aluminium foil pada
suhu -20 oC untuk menjaga kestabilan senyawa bioaktif dalam ekstrak kasar
(Sibero et al. 2019)

Uji aktivitas antibakteri


Bakteri ESBL E. coli merupakan isolat klinis diisolasi dari pasien
rumah sakit Dr. Kariadi Semarang. Bakteri diremajakan pada media
MacConkey (HiMedia) selama 24 jam sebelum digunakan dalam uji
antibakteri. Tahap ini mengacu pada standar pengujian yang diberikan oleh
CLSI (2016). Bakteri uji diencerkan menggunakan garam fisiologis hingga
mencapai kekeruhan 0,5 McFarland selanjutnya diinokulasikan
menggunakan cotton swab steril pada seluruh permukaan media Mueller
Hinton Agar (MHA) (Merck). Sediaan ekstrak dibuat dengan cara
melarutkan ekstrak kasar menggunakan dimethyl sulfoxide (DMSO) (Merck)
menjadi konsentrasi 500 μg/mL, 350 μg/mL, 250 μg/mL, 100 μg/mL dan 50
μg/mL. Sebanyak 15 μL dari setiap konsentrasi sediaan ekstrak diinjeksikan
ke dalam kertas cakram berukuran 8 μm (Advantec) kemudian dikering
anginkan lalu diletakkan ke atas media MHA yang telah diinokulasikan
bakteri uji, kertas cakram yang berisi antibiotik Amoxicillin 10 μg/cakram
(Oxoid) digunakan sebagai kontrol positif sedangkan DMSO tanpa ekstrak
sebagai kontrol negatif. Tahapan ini dilakukan dengan empat pengulangan.
Inkubasi dilakukan pada suhu 37oC selama 24 jam. Zona hambat yang
terbentuk merupakan indikator keberadaan senyawa bioaktif sebagai
antibakteri. Diameter zona hambat yang terbentuk selanjutnya diukur
dengan jangka sorong untuk mengetahui efektivitas konsentrasi (Sibero et
al. 20181,2).
Flavonoid
Sebanyak 0.1 mg bubuk Magnesium (Mg), 350 μL amil alkohol
(dibuat dengan cara menambahkan HCl 37% dan etanol 95% dengan
perbandingan 1:1), dan 350 μL alkholol kedalam sumur uji yang berisi 300
μL larutan sampel. Hasil positif diperlihatkan dengan munculnya warna
merah, kuning maupun jingga pada lapisan amil alkohol.
Fenol hidrokuinon
Larutan ekstrak ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 5%, perubahan
warna menjadi hijau menandakan keberadaan senyawa fenol pada ekstrak
kapang.
Saponin
Sebanyak 1 mg ektrak kasar ditambahkan ke dalam 5 mL akuades
selanjutnya dipanaskan dan diaditasi secara vertikal. Munculnya busa yang
stabil selama 30 menit menunjukkan hasil positif pada uji ini.
Steroid/Terpenoid
Sebanyak 1 mg ekstrak kasar dilarutkan dalam 1 mL kloroform,
kemudian ditambhkan 5 tetes asetat anhidrat dan 3 tetes H2SO4 pekat.
Munculnya warna merah dan berubah menjadi biru dan hijau menunjukkan
hasil positif pada uji ini.

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kapang laut merupakan kapang yang diduga berasal dari lingkungan


darat maupun perairan tawar yang terbawa ke lingkungan laut, namun
kapang ini tidak dapat tumbuh dan berkembang pada lingkungan laut yang
bersalinitas. Salah satu kapang laut yang berhasil diisolasi dari penelitian
sebelumnya adalah T. asperellum MT02. Kapang T. asperellum MT02
selanjutnya dikultivasi pada media kaldu (broth) dengan tujuan produksi
senyawa antibakteri. Senyawa antibakteri dari isolat T. asperellum MT02
diekstrak dari miselium menggunakan metanol dan media kaldu
menggunakan etil asetat. Jumlah rendemen ekstrak dari kedua sumber
(Tabel 1). Berdasarkan hasil pengukuran jumlah ekstrak kasar diketahui
bahwa miselium yang diekstrak menggunakan metanol menghasilkan
rendemen yang lebih banyak (7,5309±3,1305 b/b %) dibandingkan dengan
ekstrak kasar yang dihasilkan oleh media kaldu.
Tujuan mengekstraksi miselium dan media kaldu (broth) secara
terpisah adalah untuk mengevaluasi aktivitas antibakteri serta
mengkarakterisasi golongan senyawa bioaktif yang terkandung pada
metabolit yang diproduksi sencara intraselular dan ekstraselular. Metabolit
intraselular adalah metabolit yang dihasilkan dan disimpan di dalam sel
sehingga ekstraksi yang dilakukan bertujuan untuk menarik metabolit agar
berpindah dari dalam sel menuju pelarut organik yang digunakan;
sedangkan metabolit ekstraselular adalah metabolit yang dihasilkan oleh sel
kemudian disekresikan ke lingkungan (luar sel) sehingga ekstraksi yang
dilakukan bertujuan untuk memindahkan metabolit dari media kultur ke
pelarut organik. Penelitian ini menggunakan pelarut etil asetat untuk
mengekstrak senyawa metabolit ekstraselular, hal ini didasari kepolaran etil
asetat (4,4) lebih rendah dibandingkan media kaldu yang terbuat dari air
(9,0) dan nilai kelarutan yang rendah di dalam air (8,7%) sehingga selama
proses ekstraksi akan terbentuk dua fase organik yang terpisah dan
memudahkan peneliti untuk melakukan melakukan pemekatan metabolit
yang diekstrak Evaluasi kemampuan T. asperellum MT02 dalam
menginhibisi pertumbuhan bakteri ESBL E. coli (Gambar 2).
Berdasarkan hasil pengukuran diameter zona hambat yang terbentuk
maka diketahui bahwa ekstrak kasar yang berasal dari miselium memiliki
kemampuan antibakteri yang lebih rendah dibandingkan kontrol positif
Amoxicillin 10 μg/cakram (11,83 ± 0,2 mm). Gambar 2 menunjukkan
bahwa ekstrak pada konsentrasi 250 hingga 500 μg/mL memiliki diameter
zona hambat yang tidak saling berbeda nyata. Hal ini berarti konsentrasi
ekstrak kasar sebesar 250 μg/mL (3,73 ± 0,2 mm) dan 350 μg/mL (3,73 ±
0,2 mm) mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji sama baiknya
dengan konsentrasi ekstrak kasar sebesar 500 μg/mL (3,73 ± 1,2 mm). Hal
ini berbeda dengan aktivitas antibakteri ekstrak kasar asal media kaldu yang
ditunjukkan oleh Gambar 2. Hasil uji

Gambar 1. Kloni kapang T. asperellum MT02 umur 7 hari pada media


MEA

Tabel 1. Jumlah rendemen Bobot rendemen ekstrak kapang


ekstrak kasar kapang T. (%)
asperellum MT02 Sumber
Miselium 7,5309 ± 3,1305 (b/b)
Media 0,0191 ± 0,0078 (b/v)

statistik memperlihatkan konsentrasi ekstrak kasar berpengaruh nyata


terhadap kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan bakteri ESBL E.
coli (P < 0,05).
Ekstrak dengan konsentrasi sebesar 350 μg/mL (11,85 ± 1,9 mm) memiliki
zona hambat yang tidak berbeda nyata dengan kontrol positif, lebih lagi
pada konsentrasi 500 μg/mL (13,90±0,6 cm) diketahui bahwa ekstrak
kapang dari media kaldu mampu menghambat bakteri ESBL E. coli lebih
baik jika dibandingkan dengan kontrol positif Amoxicillin 10 μg/cakram
(11,95 ± 0,1 cm). Penelitian ini juga menunjukkan bahwa senyawa
antibakteri dari kapang T. asperellum MT02 lebih banyak dihasilkan
sebagai metabolit ekstraselular yang disekresikan pada media kultur MEB.
Hal ini didukung oleh Ismaiel dan Ali (2017) yang menyatakan bahwa
senyawa antibakteri 6- pentyl-α-pyrone dihasilkan oleh kapang Trichoderma
sebagai metabolit ekstraselular yang dapat diekstrak menggunakan pelarut
etil asetat. Senyawa antimikroba lain yang dihasilakn oleh genus
Trichoderma dan diekstrak dengan etil asetat adalah 6-methylthiochroman-
4-one, 6-chlorothiochrom an-4-one, dan trichodermides A−E (Jiao et al.
2018; Pinedo-Rivilla et al. 2018;). Hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa
kapang T. asperellum MT02 berpotensi dijadikan sumber antibiotik baru
untuk menyembuhkan infeksi bakteri patogen ESBL E. coli.
Gambar 2. Aktivitas antibakteri ekstrak kasar kapang T. asperellum MT02
(Keterangan: = Miselia; = Media)
Tabel 2. Hasil analisis Parameter Hasil
fitokimia ekstrak kasar kapang
T. asperellum MT02
Golongan senyawa
Miselia Kaldu
Alkaloid
Endapan berwarna - +
- Metode Dragendorff oranye hingga merah

Endapan berwarna - +
- Metode Mayer putih kekuningan

Endapan berwarna - +
- Metode Wagner cokelat

Fenol hidrokuinon Perubahan warna + +


menjadi hijau
Flavonoid Perubahan warna + +
menjadi jingga hingga
merah
Saponin Terbentuknya busa - +
stabil selama 30 menit
Steroid/terpenoid Perubahan warna dari - -
merah menjadi biru
dan kehijauan

Hasil karakterisasi golongan senyawa aktif menggunakan metode fitokimia


pada Tabel 2 menunjukkan bahwa hanya terdapat dua golongan senyawa
bioaktif pada miselium kapang T. asperellum MT02 menggunakan pelarut
metanol yakni fenol hidrokuinon dan flavonoid. Sedangkan ekstrak kasar
dari media kaldu yang diekstrak menggunakan etil asetat mengandung
alkaloid, fenol hidrokuinon, flavonoid dan saponin. Beberapa golongan
senyawa yang dilaporkan dapat diekstrak oleh pelarut metanol adalah gula,
asam amino, senyawa glycoside, senyawa fenolik, flavonoid, antosianin,
terpenoid, saponin, tanin, xantoxilin, totarol, quacinoid, lacton, flavone,
phenone, dan polifenol. Grub senyawa bioaktif yang sebelumnya dilaporkan
dapat diekstrak oleh etil asetat adalah alkaloid, aglicon, dan senyawa
glikosida, sterol, terpenoid, dan flavonoid. Penelitian ini juga memberikan
informasi tambahan bahwa pelarut etil asetat juga mampu menarik senyawa
fenol dan saponin dari dalam media kultur kapang.
Senyawa turunan dari golongan alkaloid, fenol dan flavonoid telah banyak
dilaporkan sebagai antibakteri yang sangat potensial. Selain senyawa dari
golongan alkaloid, fenol dan flavonoid, senyawa dari turunan non-
ribosomal peptide (NRP) dan poliketida (PK) juga banyak dilaporkan
sebagai agen antibakteri yang sangat kuat. Kemampuan kapang ini untuk
menghasilkan NRP dan PK dapat dilakukan melalui pendeteksian gen non-
ribosomal peptide synthase (NRPS) serta gen polyketide synthase yang
menyandikan enzim penghasil senyawa NRP dan PK. Hasil penelitian
sebelumnya telah mengkonfirmasi bahwa T. asperellum MT02 memiliki gen
penyandi NRPS serta mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen
udang yakni Vibrio harveyii dan V. alginolyticus (Sibero et al. 20182),
sehingga diduga bahwa kapang ini mampu menghasilkan senyawa antibiotik
dari turunan NRP khususnya peptaibols. Hal ini diduga sangat berpengaruh
atas kemampuan antibakteri ekstrak kapang ini melawan ESBL E. coli.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa senyawa dari golongan alkaloid,
fenol, flavonoid, peptaibols dan saponin memiliki potensi lain seperti
antifungal, antivirus, antioksidan hingga antikanker sehingga kapang T.
asperellum MT02 juga diduga menjadi sumber obat masa depan
penanganan penyakit menular hingga terapi kanker.

V. KESIMPULAN
Ekstrak kasar dari media kaldu kapang Trichoderma asperellum MT02
menunjukkan aktivitas antibakteri melawan ESBL E. coli yang lebih baik
dibandingkan ektrak dari miseliumnya. Berdasarkan hasil analisis fitokimia
diketahui bahwa ekstrak kasar miselium mengandung senyawa dari grub
fenol hidrokuinon dan flavonoid, sedangkan ekstrak kasar dari media kaldu
mengandung alkaloid, fenol hidrokuinon, flavonoid dan saponin.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Sibero M. T., Aninditia S., Ocky K. R.,Agus S., Agus T. dan


Subagiyo.2019. Karakterisasi Senyawa Bioaktif Kapang Laut
Trichoderma asperellum MT02 dengan Aktivitas Anti-Extended
Spectrum β-Lactamase (ESBL) E. coli.Jurnal Kelautan Tropis. 22 (1) :9 –
18 I.

Anda mungkin juga menyukai