Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
FAKULTAS PERTANIAN
2019
RESUME JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
FAKULTAS PERTANIAN
2019
RESUME JURNAL ILMIAH
I. PENDAHULUAN
Rumput laut merupakan salah satu produsen primer di ekosistem
perairan laut bersama dengan fitoplankton, lamun, dan mangrove. Rumput
laut secara luas digunakan sebagai makanan, bahan penting bagi industri
kosmetik, farmaseutika serta penghasil hidrokoloid (alginate,agar dan
karagenan) yang digunakan sebagai pengental dan gelling agents. Rumput
laut juga digunakan untuk pengobatan berbagai penyakit karena adanya
senyawa bioaktif, di antaranya rumput laut hijau sebagai antibakteri,
rumput laut merah sebagai antikanker dan rumput laut coklat sebagai
antiinflamasi dan antidiabetes. Rumput laut yang berpotensi akan senyawa
bioaktif adalah rumput laut dari suku Halimedaceae dengan antimikroba
dari Halimeda macroloba dan Halimeda opuntia (Basir et al. 2017).
Rumput laut dari genus Halimeda juga memiliki potensi sebagai
antioksidan, sehingga penelitian terhadap rumput laut genus ini terus
dikembangkan supaya mendapatkan pengganti alternatif dari antioksidan
sintetis. Antioksidan sintetis ini apabila digunakan oleh industri makanan
melebihi batas aman berpotensi menimbulkan efek karsinogen. Rumput
laut pun telah banyak dibudidayakan karena ketersediaan di alam tidak
lagi mencukupi berbagai kebutuhan manusia. Potensi luas area budidaya
rumput laut saat ini tercatat 1,1 juta ha atau 9 % dari seluruh luas kawasan
potensial budidaya laut. Indonesia sendiri menjadi pemasok utama rumput
laut dunia dengan pangsa pasar sebesar 26,50% dari permintaan dunia
(Basir et al. 2017).
Produksi rumput laut genus Halimeda sendiri masih belum
diketahui potensinya, akan tetapi Halimeda banyak dijumpai di perairan
tropis. Contohnya di wilayah perairan pesisir pulau Ambalau, Kabupaten
Buru Selatan, genus Halimeda menduduki peringkat kedua produktivitas
biomassa terbanyak setelah Caleurpa berdasarkan parameter keragaman,
kepadatan, frekuensi kehadiran, dan nilai dominasi dari rumput laut cokeat
dan merah. Genus Halimeda terutama spesies Halimeda gracilis dipilih
dalam penelitian ini karena pemanfaatan rumput laut jenis ini belum
banyak dilaporkan (Basir et al. 2017).
II. TUJUAN
Adapun tujuan dari analisis pada jurnal ilmiah ini adalah sebagai
berikut.
1. Mahasiswa dapat mengetahui ditandai dengan apa, sehingga seorang
peneliti bisa menyatakan bahwa rumput laut bisa tujukkan untuk
aktivitas antibakteri dan antioksidan.
2. Mahasiswa dapat mengetahui manfaat dalam kehidupan sehari- hari
manusia.
III. METODOLOGI PENELITIAN
1. Ekstraksi
Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut
metanol mengacu pada Singkoh (2011). Metanol ditambahkan
dengan perbandingan 1:10 (b/v) ke dalam labu Erlenmeyer berisi
rumput laut kering sampai semua bagian terendam sempurna.
Maserasi dilakukan selama 24 jam kemudian filtrat disaring
menggunakan kertas saring Whatman no. 42. Proses maserasi
dilakukan secara berulang hingga tiga kali atau sampai filtrat terlihat
bening. Hasil maserasi selanjutnya diuapkan menggunakan rotary
evaporator hingga seluruh metanol menguap dan diperoleh ekstrak
kasar rumput laut. Ekstrak kasar yang diperoleh dilakukan analisis
fitokimia, uji antibakteri terhadap E. coli dan S. aureus serta uji
antioksidan.
2. Fraksinasi
Fraksinasi mengacu pada metode Pramana dan Saleh (2013) yang
dilakukan dengan metode partisi cair-cair menggunakan pelarut etil
asetat dan air dengan perbandingan 1:1 (v/v) menggunakan corong
pisah. Fraksi yang diperoleh diuapkan sehingga seluruh pelarut
menguap. Fraksi air dan fraksi etil asetat yang diperoleh kembali
diuji aktivitasnya terhadap bakteri uji S. aureus dan E. coli.
3. Uji Fitokimia
Uji fitokimia dilakukan untuk melihat komponen bioaktif pada
ekstrak kasar meliputi alkaloid, fenol, saponin, tanin, steroid,
flavonoid dan asam amino merujuk pada Harborne (1987).
Sebanyak 0,05 g sampel direaksikan dengan masing-masing reagen
untuk mengetahui kandungan bioaktif secara kualitatif.
4. Uji Aktivitas Antibakteri
Gambar 1. Morfologi H. gracilis (A) segar (B) hasil pengeringan dengan freeze
dryer (Sumber: Basir et al.2017)
2. Komponen Aktif Ekstrak Kasar H. gracilis
Uji fitokimia yang dilakukan meliputi alkaloid, steroid, saponin,
flavonoid, fenol dan tanin. Senyawa aktif ini diduga berperan
memberikan aktivitas antibakteri dan antioksidan pada H. gracilis.
Hasil uji fitokimia dapat dilihat pada table berikut.
Hasil
Pengujian Standar (Warna)
Pengamatan
Alkaloid
a. Dragendorff - Endapan merah atau jingga
b. Meyer - Endapan putih kekuningan
c. Wagner - Endapan cokelat
Perubahan dari merah jadi
Steroid +
biru atau hijau
Saponin - Terbentuk busa
Flavonoid - Merah/kuning/hijau
Fenol hidrokunoin + Hijau atau hijau biru
Biru tua atau hijau
Tanin -
kehitaman
Keterangan: (+) Terdeteksi, (-) Tidak Terdeteksi
Hasil uji fitokimia menunjukkan ekstrak kasar H. gracilis positif
mengandung fenol dan steroid. Komponen aktif yang diduga
berperan sebagai antibakteri pada H. gracilis adalah steroid. Pada
penelitian ini berhasil mengisolasi senyawa yang memiliki potensi
antibakteri dari H. macroloba yaitu clionasterol yang merupakan
senyawa golongan triterpenoid. Kandungan fenol pada H. gracilis
diduga berperan sebagai antioksidan, namun pada beberapa
penelitian steroid juga dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan.
Penelitian ini juga berhasil mengisolasi senyawa steroid golongan
sterol dari tanaman kukang yang memiliki potensi sebagai sumber
antioksidan. Para peneliti melaporkan bahwa komponen bioaktif
fenol pada alga merah dan alga cokelat memiliki peran sebagai
antibiotik di antaranya brominated fenol dan sesquiterpen fenol.
Beberapa peneliti melaporkan ekstrak metanol kulit batang
tumbuhan nyiri batu (Xylocarpus moluccensis) mengandung
senyawa fenolik golongan flavonoid dan saponin memiliki
aktivitas antioksidan sangat kuat karena memiliki nilai IC50<50
ppm. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa senyawa bioaktif yang
berperan sebagai antioksidan dari rumput laut merupakan senyawa
dari golongan fenol dan flavonoid seperti yang banyak ditemukan
pada tumbuhan tingkat tinggi
Disusun oleh :
Masrifah (190341100004)
FAKULTAS PERTANIAN
2019
RESUME JURNAL ILMIAH
BIOAKTIVITAS ANTIBAKTERI LAMUN
Thalassia hemprichii dan Enhalus acoroides
Masrifah*, Reza Hiday*, dan Falenia Hayyu E P*
I. Pendahuluan
Lamun merupakan salah satu tumbuhan laut yang memiliki
kesamaan identik dengan tumbuhan darat berupa struktur pembuluh dan
fungsinya. Lamun memiliki buah, bunga, dan akar yang terendam di air
laut. Lamun dapat hidup di area yang bersubstrat lumpur, batu, dan pasir.
Tumbuhan laut hidup di daerah pasang surut air pada kedalaman masih
terdapat cahaya matahari yang mencapai dasar laut (Purnama 2018).
Lamun memiliki kandungan metabolit yang sangat melimpah yang
telah dubuktikan oleh beberapa penelitian. Kandungan metabolit lamun
berupa metabolit sekunder dan senyawa bioaktif merupakan potensi
mereka untuk dimanfaatkan di bidang farmasi. Hasil penelitian pada pada
ekstrak methanol lamun Syringodium isoetifolium menunjukkan bahwa
lamun tersebut mengandung senyawa metabolisme seperti saponin, fenol
dan alkaloid. Analisa lain menunjukkan senyawa yang terkandung dalam
lamun dapat berpotensi sebagai sumber makanan kesehatan dengan
melakukan analisis aproksimat dan analisis asam lemak (Purnama 2018).
Kandungan metabolit lamun telah banyak diketahui secara biologis
merupakan biomedis yang dapat dimanfaatkan sebagai obat potensial.
Akar dari tumbuhan lamun Enhalus acoroidess sudah dimanfaatkan untuk
membuat obat penangkal sengatan dari berbagai spesies ikan pari dan
kalajengking. Lamun Halophila sp.di daerah Asia dapat digunakan sebagai
obat malaria dan dapat mengobati penyakit kulit dengan efektif berupa
kusta. Lamun dimanfaatkan sebagai antibiotik, antihelmintik, anti tumor,
anti diare, penyembuhan luka, pengobatan batu empedu, dan gondok
(Purnama 2018).
II. TUJUAN
Adapun tujuan dari analisis jurnal ilmiah ini adalah sebagai
berikut.
1. Mahasiswa dapat mengetahui manfaat lamun dalam kehidupan sehari-
hari.
2. Mahasiswa dapat mengetahui bioaktivitas metabolit sekunder dari
spesies lamun Thalassia hemprichii dan Enhalus acoroidessebagai
antibakteri.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-September 2017.
Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pantai Karang Tirta, Padang,
Sumatera Barat. Penelitian ini dilanjutkan di Laboratorium Biologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pasir Pengaraian dan
Laboratorium Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Riau. Berikut adalah beberapa tahapan yang dilakukan
dalam penelitian ini.
1. Inventarisasi pada tumbuhan lamun.
Inventarisasi lamun dilakukan dengan mencuplik tanaman
lamun sebagai koleksi yang menggunakan snorkeling dan pisau
pemotong. Lamun yang telah dicuplik selanjutnya di simpan dalam
plastik sampel yang berisi alkohol 70%. Titik koordinat lokasi
ditemukannya lamun diambil menggunakan GPS. Lamun yang
ditemukan diidentifikasi di Laboratorium pendidikan biologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pasir
Pengaraian menggunakan buku identifikasi Seagrass of The Word,
karangan.
2. Preparasi atau Pengisolasian sampel
Lamun yang telah dikoleksi dibersihkan menggunakan air
kemudian direndam ke dalam larutan HCl 5% dalam wadah yang
tertutup sampil di aduk selama 1 jam. Lamun yang telah direndam
dicuci kembali menggunakan air dan kompenen epefit yang
ditemukan dikeruk menggunakan scapel, kemudian lamun dipotong
kecil-kecil menggunakan gunting dan potongan tersebut
dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 37ºC - 40ºC hingga
didapatkan berat konstan. Sampel yang telah dikeringkan
dihaluskan hingga menjadi serbuk dengan cara digerus
menggunakan blender. Serbuk yang didapatkan digunakan sebagai
sampel penelitian. Serbuk sampel kemudian disimpan dalam
kulkas. Tahapan selanjutnya: Serbuk lamun direndam dalam
pelarut organik ( heksana, etil asetat dan etanol ), kemudian
dipekatkan menggunakan rotary evaporator. Konsentrat dilarutkan
dalam pelarut dengan konsentrasi 5 mg/mL. Tahapan ini
bermanfaat untuk menghasilkan ekstrak kental dari tumbuhan
lamun yang telah diinventaris.
3. Pengujian bakteri pada lamun
Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan
bakteri E. coli, S. aureus, B. Subtilis. Kultur bakteri yang telah
diremajakan di dalam media Muller Hinton Broth diencerkan
dengan air salin 9 %. Sehingga diperoleh optical density (OD)
dengan pengukuran spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 600 nM sebesar 0,1 atau setara 106 CFU. Uji aktivitas
dilakukan dengan metode resazurin. Sebanyak 80 μL sampel dan
kontrol positif (Amoxan) dengan konsentrasi 10.000 μg/mL dan
diencerkan secara bertingkat dari konsentrasi final 1000 μg/mL
sampai dengan 15,625 μg/mL dengan media Muller Hinton Broth
di dalam mikroplat 96-well. Selanjutnya ditambahkan 10 μL
resazurin dengan konsentrasi 6 mg/mL dan diikuti dengan
penambahan 10 μL bakteri 106 CFU kemudian diinkubasi pada
temperatur 370C selama 24 Jam. Warna biru menandakan tidak ada
pertumbuhan bakteri sedangkan warna merah muda menandakan
adanya pertumbuhan bakteri. MIC (Minimum Inhibitory
Concentration) ditentukan dengan cara melihat sumur bewarna biru
pada konsentrasi terkecil. Pekerjaan dilakukan secara aseptis.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Lamun yang digunakan dalam penelitian ini adalah lamun yang
berasal dari pantai Karang Tirta, Padang, Sumatera Barat. Lamun yang
digunakan merupakan lamun Thalassia hemprichii dan Enhalus acoroides.
Hasil dari ekstraksi kedua lamun tersebut dengan menggunakan pelarut
etanol, etil asetat dan heksana diperoleh ekstrak berupa gum berwarna
coklat.
Resazurin merupakan warna biru yang menunjukkan belum terjadi
reduksi pada sel. Resorufin merupakan perubahan warna menjadi pink
pada sampel karena terjadi reduksi pada sel. Hasil bioaktivitas lamun
Thalassia hemprichii dan Enhalus acoroides menggunakan metode
resazurin dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut.
Tabel 1. Minimum Inhibitory Concentration (MIC) Thalassia
hempriciidan Enhalusacoroides.
Minimum Inhibitory Concentration
(µg/mL)
Sampel
Escherichia Stapillococcus Bacillus
coli aureus subtilis
Ekstrak Etanol Thalassia 500 125 500
hemprichii
Ekstrak Etanol Enhalus 250 62,5 250
acoroides
Ekstrak Etil asetat 125 250 125
Thalassia hemprichii
Ekstrak Etil asetat 31,25 31,25 62,5
Enhalus acoroides
Ekstrak N-heksana 62,5 62,5 125
Thalassia hemprichii
Ekstrak N-heksana 31,25 15,625 250
Enhalus acoroides
Amoxan(+) 15,625 15,625 31,25
(1) (2)
(3)
Gambar 1. Hasil Uji Antibakterial Thalassia hemprichii danEnhalus
acoroidesterhadap Escherichia coli (1), Stapillococcus aureus(2), Bacillus
subtilis (3)
1. Pendahuluan
2. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
kandungan senyawa aktif dan nilai SPF pada ekstrak rumput laut
Turbinaria conoides dan Eucheuma cottonii yang dapat digunakan sebagai
bahan aktif pada sediaan krim tabir surya.
3. Metodologi
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah rumput laut
T. conoides dan rumput laut E. cottonii. Bahan lain yang digunakan yaitu
metanol p.a (Merck), etanol p.a (Merck), n–heksan p.a (Merck). Alat yang
digunakan dalam penelitian antara lain blender (Philips HR 2115 blender
tango plastik), vorteks (Stuart SA8 vortex mixer, 230V, 50 –60Hz, 20–
2500 rpm), rotary evaporator (Heidolph instrument laborota 4000),
spektrofotometer UV–Vis (U–2800 hitachi), orbital shaker (Wise shaker),
timbangan analitik (Merek sartorius), tabung reaksi, batang pengaduk,
lempeng tetes, pipet tetes, pinggan porselen, dan gelas beker.
Proses pertama yang dilakukan adalah proses penagmbilan sampel.
Rumput laut T. conoides diambil secara langsung dari Perairan Pasauran
Desa Umbul Tanjung Kecamatan Cinangka Kabupaten Serang–Banten.
Rumput laut merah E. cottonii merupakan hasil budidaya di Perairan
Lontar, kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang–Banten. Rumput laut
dicuci menggunakan air laut untuk menghilangkan kotorandan pasir,
kemudian dikeringkan di tempat yang terlindung dari sinar matahari secara
langsung.
Proses kedua adalah proses analisis proksimat. Analisis proksimat
bertujuan untuk mengetahui komponen awal yang terdapat pada rumput
laut T. conoides dan E. cottonii segar. Kadar karbohidrat diperoleh melalui
perhitungan by difference. Proses ketiga adalah proses analisis fitokimia.
Analisis fitokimia merupakan analisis kualitatif yang dilakukan untuk
mengetahui komponen bioaktif yang terkandung dalam rumput laut.
Proses yang keempat adalah proses ekstraksi rumput laut. Ekstraksi
rumput laut dilakukan menggunakan metode maserasi bertingkat. Metode
ini digunakan karena cocok untuk bahan yang tidak tahan terhadap
pemanasan. Maserasi pertama dilakukan dengan pelarut non-polar (n-
heksan), semi polar (etil asetat) dan polar (metanol). Rumput laut
dihaluskan dan dimaserasi dengan perbandingan (1:5b/v), kemudian
dikocok menggunakan orbital shaker (150 rpm) selama 3x24 jam,
selanjutnya disaring dengan kertas Whatman 42 sehingga didapatkan
filtrat dan residu. Filtrat dari ketiga pelarut tersebut dievaporasi
menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 400C Ekstrak yang
diperoleh dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Berat ekstrak = (berat cawan + ekstrak) – (berat cawan
kosong)
Rendemen dari ekstrak dihitung berdasarkan persamaan :
Rendemen = (berat ekstrak/berat sampel) x 100%
Proses yang terakhit adalah penentuan analisis SPF yang ada dalam
rumput laut. Penentuan efektifitas tabir surya dilakukan dengan
menentukan nilai SPF menggunakan alat spektrofotometer UV–Vis.
Berikut adalah table efektifitas nilai SPF :
4. Hasil dan Pembahasan
Hasil pengujian kandar proksimat pada rumput laut T. conoides
dan E. cottonii segar dapat dilihat pada table di bawah ini :
Damogalad, V., Edy, HJ., Supriati, HS., 2013. Formulasi krim tabir surya ekstrak
kulit nanas (Ananas comosus L. Merr) dan uji in vitro nilai sun protecting
factor (SPF). Pharmacon. Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT. 2(2): 12-16.
Handayani, T., Sutarno, Setyawan, A.D., 2004. Analisis komposisi nutrisi rumput
laut Sargassum crassifolium J.Agardh. Jurnal Biofarmasi. 2(2):45–52.
Harborne,J.,1996. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Cetakan kedua. Penerjemah: Padmawinata, K. dan I. Soediro.
Bandung: Penerbit ITB.
Khopkar, S.M,. 2008.Konsep Dasar kimia Analitik. Jakarta.UI Press.
Malsawmtluangi, C., Nath, D.K., Jamatia, I., Lianhimgthangi, Zarzoliana, E.,
Pachuau, L., 2016. Determination of sun protection factor (SPF) number of
some aqueous herbal extracts. Journal of Applied Pharmaceutical Science.
3(9):150–151.
Newman, D.J., Cragg, G.M., Snader, K.M.,2003. Natural products as source of
new drugs over the period 1981–2002. Journal of Natural Products.
66(7):1022–1037.
Saewan, N., Jimtaisong, A., 2013. Photoprotection of natural flavonoids. J. of
Applied Pharmaceutical Science. 3(09): 129-141.
Seenivasan, R., Rekha, M., Indu, H., Geetha, S., 2012. Antibacterial activity and
phytochemical analysis of selected seaweeds from Mandapam Coast, India.
Journal of Applied Pharmaceutical Science.2(10):159–169.
Septiana, A.T., Asnani, A., 2012. Kajian sifat fisikokimia ekstrak rumput laut
coklat Sargassum duplicatum menggunakan berbagai pelarut dan metode
ekstraksi. AGROINTEK. 6(1):22–28.
Yanuarti, R. , Nurjanah, Effionora, A., dan Ginanjar,P.2017. Kandungan Senyawa
Penangkal Sinar Ultra Violet dari Ekstrak Rumput Laut Eucheuma cottonii
dan Turbinaria conoide. Biosfera.34(2) : 51-58
BIOACTIVE COMPOUNDS DARI EKSTRAK TERIPANG
Holothuria edulis DARI TELUK MANADO
M. Agung Setiyawan, Alvin Aulafi Anugrah, Salsabilla Putri Permata Sari
1. Pendahuluan
Perairan laut Indonesia memiliki keanekaragaman biota laut sangat
tinggi yang dapat dimanfaatkan untuk kehidupan. Teripang merupakan
salah satu biota yang dapat dijadikan sebagai sumber senyawa bioaktif dari
laut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya aktivitas antibakteri
dari ekstrak dan fraksi teripang Holothuria edulis yang diperoleh dari teluk
Manado terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
Sampel diekstraksi secara maserasi dan fraksinasi menggunakan pelarut
etanol, metanol, n-heksan, dan kloroform. Aktivitas antibakteri dilakukan
menggunakan metode difusi agar (disc diffusion Kirby and Bauer). Hasil
penelitian menunjukan teripang Holothuria edulis yang diperoleh dari
Teluk Manado, memiliki aktivitas zona hambat terhadap bakteri
Staphylococcus aureus dan bakteri Escherichia coli (Mannopo etal. 2017).
2. Tujuan
3. Metode
Gambar A Gambar B
1 2 3 4 1 2 3 4
5 6 5 6
Gambar Hasil
1. uji aktivitas zona daya hambat dari ekstrak etanol,
- heksan,
fraksi
fraksi
n
metanol, dan fraksi kloroform Teripang
Holothuria edulis
terhadap bakteri (a).
Staphylococcus aureus
dan (b). Escherichia coli
Keterangan :
Tabel 2. Hasil rata-rata pengujian ekstrak etanol dan fraksi teripang
Holothuria edulis terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli. Diameter (mm) Zona Hambat terhadap bakteri uji
Sampel
Escherichia coli Staphylococcus
aureus
Ekstrak 2,25 3,17
Fraksi Kloroform 2,65 2,10
Fraksi n-heksan 2,75 3,77
Fraksi Metanol 2,57 3,60
Kontrol Positif 18,00 18,00
1. Fraksi Kloroform 4. Fraksi Metanol
2. Fraksi n-heksan 5. Kontrol Positif
3. Ekstrak Etanol 6. Kontrol Negatif
Dinding sel bakteri S. aureus (gram positif) memiliki struktur dinding sel
dengan banyak lapisan peptidoglikan dan relatif sedikit lipid sedangkan bakteri E.
coli (gram negatif) mempunyai struktur lebih kompleks, yakni terdapat membran
luar yang melindungi peptidoglikan, fosfolipid (lapisan dalam) dan
lipopolisakarida (lapisan luar) (Pratiwi, 2008).
Diameter zona hambat yang ditunjukkan pada fraksi metanol lebih kecil bila
dibandingkan dengan fraksi nheksan. Walaupun pada fraksi metanol jika dilihat
dari perbandingan persen rendemen mengandung senyawa metabolit sekunder
yang lebih banyak daripada fraksi nheksan. Menurut Dwijendra (2014) Hal ini
mungkin disebabkan karena adanya kerja yang tidak sinergis antara senyawa
metabolit sekunder dalam peranannya sebagai antibakteri. Berdasarkan hasil yang
diperoleh fraksi n-heksan yang merupakan pelarut non polar memiliki diameter
zona daya hambat terbesar dibandingkan ekstrak dan fraksi lainnya dalam
menghambat pertumbuhan pada masing-masing bakteri. Menurut Roihanah, dkk
(2012) pelarut nheksan adalah pelarut yang paling efektif dalam menghambat
pertumbuhan bakteri, hal ini disebabkan karena senyawa bioaktif yang terkandung
pada teripang mudah larut dalam pelarut non polar yang dapat berfungsi sebagai
bahan antibakteri.
Ekstrak kasar etanol, fraksi kloroform, fraksi metanol dan fraksi nheksan
dari teripang Holothuria edulis berdasarkan kriteria Davis dan Stout (1971)
menunjukan senyawa yang terkandung didalamnya memiliki aktivitas antibakteri
yang kurang efektif atau berdaya hambat lemah, namun ekstrak dan fraksi-fraksi
ini bersifat spektrum luas, artinya kandungan senyawa tersebut memiliki aktivitas
antibakteri terhadap bakteri gram postitif dan gram negatif.
5. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Davis, W. W., and T. R. Stoud. 1971. Disc plate method of microbiological assay.
Journal of microbiology 22: 659-665.
Pratiwi, S.T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Erlangga : Jakarta, pp. 136-147, 176.
Chemistry. 8 :371-384.
Disusun oleh:
Lailatul Badriyah(190341100094)
FAKULTAS PERTANIAN
2019
RESUME JURNAL ILMIAH
I. PENDAHULUAN
Kerang adalah hewan air bertubuh lunak termasuk molusca yang tidak
bersegmen. Tubuhnya terbungkus oleh mantel yang terbuat dari jaringan
khusus yang dilengkapi kelenjar yang menghasilkan cangkang. Kerang
bakau (Geloina Coaxans) merupakan kerang yang hidup dalam habitat yang
dipengaruhi oleh substrat berlumpur dan pasang surut air laut. Dalam jurnal
yang kami review dengan judul Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kerang
Bakau (Geloina coaxans) dari Kawasan Mangrove Tarakan Terhadap Vibrio
parahaemolyticus. Kerang bakau tersebut berada di kota Tarakan, dimana
penduduknya kurang informasi dan ilmu pengetahuan tentang pemanfaatan
kerang bakau sebagai sumberdaya pesisir (welliyadi et al 2018).
II. TUJUAN
Adapun tujuan dari analisis pada jurnal ilmiah ini adalah sebagai
berikut.
2. Uji Antibakteri
V. SIMPULAN
Adapun simpulan berdasarkan resume yang telah dilakukan pada
jurnal penelitian tersebut adalah sebagai berikut.
Ekstrak kerang bakau G. Coaxans dengan pelarut etanol memliki potensi
sebagai antibakteri terhadap bakteri V. parahaemolyticus, sehingga dapat
dinyatakan memiliki potensi pharmaceutical atau obat.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan wilayah kepulauan yang memiliki beragam potensi
sumber daya alam yang melimpah. Perairan lautnya dapat bermanfaat sebagai
cadangan air dunia, tempat hidup dan mencari makan berbagai biota laut, serta
dapat digunakan pula sebagai bahan pembuatan kosmetik dan obat-obatan.
Perairan Indonesia yang digunakan sebagai penelitian ini ialah Perairan Bunaken
karena memiliki potensi organisme berupa spons yang belum banyak orang
ketahui manfaatnya.
Spons memiliki peranan penting terhadap komunitas bentik laut dan sering
di jumpai pada perairan tropis maupun sub tropis. Spons memiliki senyawa
bioaktif yang sangat melimpah, diantaranya terpenoid, alkaloid, steroid, halida
siklik, peptida, asetogenin, senyawa nitrogen, dan lain-lain. Senyawa-sanyawa ini
memiliki berbagai aktivitas, diantaranya antibakteri, antitumor, antivirus,
antimalaria, antiinflamasi, dan antifouling.
Spons selama kurang lebih 50 tahun terakhir sudah dijadikan sebagai sampel
untuk dilakukan penelitian beberapa ilmuwan yang berhasil menemukan berbagai
senyawa bioaktif yang dikandungnya. Spons sendiri memiliki senyawa yang
sangat berpotensi sebagai sumber antibakteri, dimana antibakteri ini digunakan
dalam upaya memecahkan permasalahah terhadap adanya resistensi bakteri pada
beberapa jenis antibiotik. Antibakteri merupakan suatu senyawa yang dapat
membunuh bakteri dengan cara merusak metabolisme mikroba.
TUJUAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendapatkan ekstrak kasar spons Agelas Sp. dari Perairan Bunaken melalui
proses maserasi.
2. Mengetahui perolehan dari memisahkan ekstrak kasar spons Agelas Sp.
dengan menggunakan teknik (reversed phase) kromatografi kolom.
3. Menganalisis bioaktivitas antibakteri dari fraksi ODS spons terhadap
pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Prosedur Penelitian
a. Ekstraksi Spons
Spons dipotong-potong kecil, lalu dimasukkan ke dalam botol plastik
yang berisi etanol/EtOH sebanyak 250 gram per botol, kemudian setiap botol
yang berisi sampel diberi tanda menggunakan kertas label.
b. Fraksinasi Ekstrak Spons dengan Kromatografi Kolom
Ekstrak spons sebanyak 5 gram diambil dan diencerkan dengan
menambahkan sedikit metanol konsentrasi 100%. Sampel kemudian
difraksinasi menggunakan teknik reversed phase kromatografi kolom yang
berisi ODS(Octadecyl-silica)dengan kombinasi pelarut metanol dan
aquades(CH₃OH:dH₂O), lalu dibuat stepwise elusi bertahap dari 0% CH₃OH
dalam 150 ml dH₂O menjadi 100% CH₃OH dan 0% dH₂O. Pembuatan fraksi-
fraksi menggunakan 12 gelas erlenmeyer dengan 6 gelas erlenmeyer dijadikan
wadah fraksi 1 sampai 6, sedangkan 6 gelas erlenmeyer lainnya digunakan
untuk menampung hasil fraksinasi.
c. Pembuatan Kolom (Packing Column)
Prosesnya dimulai dari pemasangan gelas kolom pada besi penahan dan
disesuaikan letaknya (tidak boleh miring). Masukkan kapas secukupnya dan
diletakkan pada bagian paling bawah kolom. Tambahkan ODS sebanyak 25
gram didalamnya.
d. Pembuatan Media Cair B1
Media cair digunakan untuk kultur bakteri E. coli dan S. aureus .
Pembuatannya menggunakan pepton 0,25 gram, ekstrak daging (meat extract)
0,15 gram, dan NaCl 0,15 gram. Masukkan semua bahan ke dalam gelas
erlenmeyer dan larutkan dalam aquades/dH₂O 50 ml, kemudian homogenkan
dengan magnetic stirrer. Tutup dan bungkus gelas erlenmeyer tersebut
menggunakan kertas aluminium foil untuk diautoklaf pada suhu 121˚C selama
kurang lebih 15 menit.
e. Pembuatan Media Padat B1
Pembuatannya menggunakan pepton 1 gram, ekstrak daging (meat
extract) 0,6 gram, NaCl 0,6 gram, agar 3 gram. Masukkan semua bahan ke
dalam gelas erlenmeyer dan dilarutkan dengan aquades/dH₂O 200 ml. Media
padat dibuat sebanyak dua kali pengulangan untuk dua bakteri yang berbeda.
f. Kultur Bakteri
Media cair B1 ditambahkan dengan masing-masing bakteri, yaitu bakteri
E. coli dan S. aureus. Bakteri diambil dengan jarum ose dan dimasukkan ke
dalam masing-masing gelas erlenmeyer, kemudian dibungkus dengan kertas
aluminium foil dan didiamkan selama 24 jam.
g. Pembuatan Kontrol Positif dan Negatif
Kontrol positif menggunakan obat kapsul Kloramfenikol 250 gram yang
dilarutkan dalam 250 ml aaquades. Kontrol negatif menggunakan metanol
100%.
h. Pengujian Bioaktivitas Antibakteri Fraksi ODS Spons
Pengujian dilakukan menggunakan konsentrasi dari tiap fraksi, yaitu
20mg/ml dan diambil 50 µl menggunakan mikropipet untuk diteteskan pada
setiap kertas cakram. Metode yang digunakan ialah difusi agar (disc diffusion
Kirby and Bauer Method).
i. Pengamatan dan Pengukuran
Pengamatan dilakukan setelah 1x24 jam masa inkubasi berakhir.. Zona
hambat dapat ditentukan sebagai zona pengukuran diameter. Jika daerah
sekitaran cakram menunjukkan kepekaan bakteri terhadap antibiotic, maka
bahan antibakteri itulah yang digunakan sebagai bahan uji.
Hasil penelitian ini diperoleh melalui pengamatan selama 1x24 jam masa
inkubasi dengan 3 kali pengulangan pada masing-masing fraksi terhadap
kedua bakteri uji. Hasil pengujian bioaktivitas antibakteri sampel,
menunjukkan diameter zona hambat fraksi ODS ekstrak kasar spons masing-
masing fraksi terhadap kedua bakteri uji, kemudian diameter yang dihasilkan
tersebut diukur dengan menggunakan mistar dalam satuan millimeter (mm).
Berat kering fraksi tidak mempengaruhi kuat atau tidaknya aktivitas fraksi
sampel, melainkan karena sifat dari senyawa yang terkandung pada setiap
fraksi.
Tabel 3. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat dari Fraksi ODS Spons
Agelas Sp. Terhadap Bakteri E. coli.
E. coli
Zona hambat (mm)
Berat Kering
Fraksi-
Fraksi- Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rerata
Fraksi
Fraksi
Konsentrasi sampel dalam kertas cakram
(20 mg/ml)
3,0925 gram 18 mm 18 mm 18 mm 18,0
Fraksi 1
0,2312 gram 18 mm 18 mm 19 mm 18,3
Fraksi 2
0,1548 gram 8 mm 8 mm 8 mm 8,0
Fraksi 3
0,0231 gram 8 mm 8 mm 8 mm 8,0
Fraksi 4
0,0067 gram 8 mm 8 mm 8 mm 8,0
Fraksi 5
0,0200 gram 0 0 0 0,0
Fraksi 6
Kloramfe - 28 mm 28 mm 28 mm 28,0
nikol (+)
Metanol - 0 0 0 0,0
(-)
Tabel 4. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat dari Fraksi ODS Spons
Agelas Sp. Terhadap Bakteri S. aureus
S. aureus
Zona hambat (mm)
Berat Kering
Fraksi- Fraksi- Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rerata
Fraksi Fraksi
Konsentrasi sampel dalam kertas cakram
(20 mg/ml)
3,0925 gram 17 mm 17 mm 17 mm 17,0
Fraksi 1
0,2312 gram 16 mm 18 mm 16 mm 16,7
Fraksi 2
0,1548 gram 8 mm 8 mm 8 mm 8,0
Fraksi 3
0,0231 gram 8 mm 8 mm 8 mm 8,0
Fraksi 4
0,0067 gram 8 mm 8 mm 8 mm 8,0
Fraksi 5
0,0200 gram 0 0 0 0,0
Fraksi 6
Kloramfe - 27 mm 27 mm 27 mm 27,0
nikol (+)
Metanol - 0 0 0 0,0
(-)
25
10 Fraksi 5
Fraksi 6
5 Kloramfenikol (+)
Metanol (-)
0
1 2 3 4 5 6
E. coli
30
25
Zona hambat (mm)
Fraksi 1
20
Fraksi 2
Fraksi 3
15
Fraksi 4
10 Fraksi 5
Fraksi 6
5 Kloramfenikol (+)
Metanol (-)
0
1 2 3 4 5 6
S. aureus
1. Ekstrak kasar spons Agelas Sp. diperoleh sebanyak 6,9659 gram melalui
proses mesurasi dengan pelarut etanol dan evaporasi.
2. Menghasilkan sebanyak 6 fraksi dengan konsentrasi perbandingan metanol
dan aquades dengan berat kering, yaitu 3,0925 gram (fraksi 1), 0,2312 gram
(fraksi 2), 0,1548 gram (fraksi 3), 0,0231 gram (fraksi 4), 0,0067 gram (fraksi
5), dan 0,0200 gram (fraksi 6).
3. Fraksi ODS 1-5 ekstrak spons memiliki aktivitas antibakteri terhadap
pertumbuhan bakteri E. coli dengan diameter zona hambat 18,0 mm (fraksi 1),
18,3 mm (fraksi 2), 8,0 (fraksi 3), 8,0 mm (fraksi 4), dan 8,0 (fraksi 5).
Sedangkan pada bakteri S. aureus 17,0 mm (fraksi 1), 16,7 mm (fraksi 2), 8,0
mm (fraksi 3), 8,0 mm (fraksi 4), dan 8,0 mm (fraksi 5).
DAFTAR PUSTAKA
Luissandy, Sumilat, D.A., Lintang, R.A.J. 2017. Bioaktivitas Antibakteri Fraksi
ODS Spons Agelas Sp. dari Perairan Pulau Bunaken. Jurnal Pesisir dan Laut
Tropis. 2(1) : 22-30
JAMUR ENDOSIOMBION SI BINTANG LAUT (Asteriasforbesi )SEBAGAI
SALURAN PENCERNAAN
Tifani Noviasari, Eliza Dwi Kartikasari, Ismaya Kenza Kalista Chalista dan Puput
Ayu Lestari
1. Pendahuluan
Penyakit infeksi terutama di Negara tropis seperti Indonesia masih
merupakan permasahan yang menuntut perhatian besar, bahkan pada tahun
2006, dilaporkan merupakan penyakit kematian terbesara. Masalah ini
dapat diatasi dengan penggunaan antimikroba atau anti infeksi masih
merupakan pilihan utama. Pengobatan penyakit infeksi karena mikroba,
antibiotic mempunyai peranan penting, dimana antibiotic diharapkan
mampu mengeliminasi mikroba penyebab infeksi. Kebanyakan obat
antibiotic menyebabkan resisten terhadap mikroba. Cara menghindari
masalah ini, para ilmuan lebih tertarik untuk mengembangkan antibiotic
baru dari organism uniseluler, jamur, alga, dan tumbuhan tingkat tinggi
(Ruslietal. 2016).
Pencarian antibiotik yang saat ini banyak dikembangkan adalah
dengan memanfaatkan mikroba endosimbion. Mikroba endosimbion
merupakan mikroorganisme yang tumbuh dalam jaringan hewan tanpa
menunjukkan penyakit pada inangnya. Endosimbion mempunyai peranan
penting dalam mensuplai nutrisi yang bersifat genomic seperti halnya
mitokondria atau kloroplas (Ruslietal. 2016).
Senyawa yang terdapat pada bintang laut Protoreaster lincki dan
Pentaceraster regulus memiliki aktivitas antibakteri yang fungsional.
Aktivitas ini ditandai adanya zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak
bintang laut Protoreaster lincki dan Pentaceraster regulus terhadap
bakteri Staphylococcus aureus. Bintang laut ini juga memiliki zona
hambat terhadap khamir Candida albicans dan C. tropicalis.
2. Tujuan
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk pengujian aktivitas
antimikroba pada mikroba endosimbion pada bintang laut sebagai
pembasmi bakteri pathogen khusunya infeksi saluran pencernaan.
3. MetodePenelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2014 sampai bulan
Februari 2015. Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi
Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia. Sampel yang digunakan
adalah bintang laut (Aesteriasforbesi) dan bakteri uji koleksi Laboratorium
Mikrobiologi Farmasi FF-UMI. Sampel yang digunakan adalah jamur
endosimbion pada bintang laut (Aesteriasforbesi) yang berasal dari
Kabupaten Takalar.
Alat yang digunakan adalah autoklaf (Smic model YX-280 B),
botoleluen, cawan petri (Iwaki Pyrex), corongpisah, drigalsky, inkubator
(Memmert), Laminar Air Flow (LAF), lampuspiritus, mikroskop, oven
(Fisher), penotol, rotavapor, shaker, osebulat, pipet volume, spoit (1 mL, 5
mL, 10 mL), swab, vial, spektrofotometri UV-Vis (Genesis) dan
timbangan analitik. Bahan yang digunakan yaitu air suling, agar, bintang
laut (Asteriasforbesi ), kloramphenikol, isolatbakteri Eschericia coli
ATCC 25922, Salmonella thypi NCTC 786, Shigelladysentriae,
Staphylococcus aerusATCC 25923, dan Vibrio cholerea.
Penyiapan mikroba uji yaitu dengan bakteri hasil peremajaan
masing-masing disuspensi kandengan larutan NaCl fisiologis 0,9% steril,
kemudian diukur serapan suspensibiakan dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 580 nm dengan transmisi 25%T dan sebagai blanko
digunakan NaCl fisiologis 0,9% steril.
Isolasi bakteri endosimbion pada bintang laut (Aesteriasforbesi)
dilakukan dengan cara sampel bintang laut dibersihkan dari kotoran yang
melekat lalu dipotong – potong kecil kemudian dimasukkan ke dalam
cawan petri yang berisisi 9 mL medium Potato Dekstrosa Agar (PDA).
Sampel tersebut diinkubasi pada incubator pada suhu 37oC selama 3 x 24
jam dan diamati koloni yang memberikan aktivitas membasmi
pertumbuhan koloni mikroba lainnya.
Pemurnian isolate jamur endosimbion pada bintang laut
(Asteriasforbesi) yaitu setiap isolat yang berbeda dimurnikan dengan
metode kuadran untuk memperoleh isolat yang tunggal. Biakan murni
tersebut lalu dipindahkan pada agar miring sebagai stok. Fermentasi
biakan murni diambil biakan murni yang telah diinkubasi selama 1 x 24
jam dan dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi medium produksi,
kemudian dikocok menggunakan shaker dengan kecepatan 200 rpm
selama 14 x 24 jam.
Uji aktivitas dengan metode difusi agar yaitu pengujian ini
menggunakan disk blank yang direndam dalam hasil fermentasi biakan
murni isolate jamur endosimbion bintang laut (Asteriasforbesi) selama 60
menit, kemudian dimasukkan kedalam medium yang berisi mikroba uji
Eschericiacoli, Salmonella thypi, Shigelladysentriae, Staphylococcus
aerus, dan Vibrocholerea. Sampel ini kemudian diinkubasi pada suhu37o
selama 1 x 24 jam.
4. HasilPenelitian
Tabel 1. Hasil pengujian aktivitas anti bakteri terhadap bakteri Shigelladisentri
2. IJBL FF-UMI 02
3. IJBL FF-UMI 03
Tabel 2. Hasil pengujian aktivitas anti bakteri terhadap bakteri Vibrio cholerea
Tabel 4. Hasil pengujian aktivitas anti bakteri terhadap bakteri Salmonella thypi
Tabel 5. Hasil pengujian aktivitas anti bakteri terhadap bakteri Eschericia coli
5. Pembahasan
Bintang laut (Asterias forbesi) merupakan salah satu hewan yang
berpotensi sebagai obat. Telah dilakukan penelitian sebelumnya yaitu
Kumar et al., (2011) menyatakan senyawa yang terdapat pada bintang laut
Protoreaster lincki dan Pentaceraster regulus memiliki aktivitas antibakteri
dan antifungal. Secara empiris hewan ini dipercaya mampu
menyembuhkan penyakit asma dan artritis rematoid.
Pencarian sumber senyawa bioaktif terus menerus dilakukan
dengan makin banyaknya penyakit-penyakit baru yang bermunculan,
mulai dari penyakit infeksi, kanker dan beberapa penyakit berbahaya
lainnya. Salah satu pencarian antibiotik yang saat ini banyak
dikembangkan adalah dengan memanfaatkan mikroba endosimbion.
Adapun dasar pemilihan bakteri uji yang digunakan karena didasarkan
pada sifat-sifat patogeniknya.10,11 Eschericia coli dan Salmonella thypi
merupakan bakteri anaerob fakultatif, Gram negatif yang bersifat
patogenik penyebab utama diare kronik, demam tifoid dan infeksi saluran
kemih.
Shigella dysenteriae merupakan penyebab penyakit disentri.
Staphylococcus aureus merupakan bakteri kokus Gram positif yang
bersifat patogenik penyebab infeksi kulit dan makanan. Vibrio cholerea
merupakan bakteri bentuk koma, aerob dan menghasilkan endotoksin,
penyebab kolera. Dari hasil isolasi bintang laut (Asterias forbesi) diperoleh
sebanyak lima isolat, proses selanjutnya dimurnikan dengan cara digores
pada media NA (Nutrien Agar) hingga didapat koloni murni yang terpisah.
Isolat yang diperoleh dari proses fermentasi dipilih dilanjutkan ke tahap
produksi, dengan tujuan untuk memperbanyak fermentat yang diperoleh
untuk dilanjutkan ke pengujian selanjutnya.
Dalam proses produksi senyawa antibiotika dilakukan fermentasi
dengan menggunakan medium MYB (Maltosa Yeast Broth). Kemudian
dilakukan proses fermentasi digunakan shaker dengan kecepatan 200 rpm
selama 14x 24 jam. Hasil pengujian efektivitas antibakteri dengan metode
difusi agar, memberikan efektivitas terhadap semua isolat bakteri uji
berdasarkan zona hambatan yaitu zona bening disekitar disk. Untuk semua
isolat aktif dihambat oleh isolat jamur endosimbion dengan diameter zona
hambatan pada setiap mikroba uji yaitu Shigella dysentriae pada isolat
IJBL FF-UMI 01 yaitu sebesar 14,0 mm, isolat IJBL FF-UMI 04 yaitu
sebesar 14,6 mm, isolat IJBL FF-UMI 05 yaitu sebesar 11,6 mm. Pada
mikroba uji Vibrio cholerea pada isolat IJBL FF-UMI 01 yaitu sebesar
13,6 mm, isolat IJBL FF-UMI 04 yaitu sebesar 17,0 mm, isolat IJBL FF-
UMI 05 yaitu sebesar 9,6 mm. Pada mikroba uji Staphylococcus aerus
pada isolat IJBL FF-UMI 01 yaitu sebesar 15,0 mm, isolat IJBL FF-UMI
04 yaitu sebesar 13,0 mm, isolat endosimbion IJBL FF-UMI 05 yaitu
sebesar 9,6 mm..
Pada mikroba uji Salmonella thypi pada isolat IJBL FFUMI 01
yaitu sebesar 13,3 mm, IJBL FF-UMI 02 yaitu sebesar 10,6 mm, isolat
IJBL FF-UMI 03 yaitu sebesar 21,3 mm, isolat IJBL FF-UMI 04 yaitu
sebesar 14,3 mm, dan isolat IJBL FFUMI 05 yaitu sebesar 13,3 mm..
danEschericia coli pada isolat IJBL FFUMI 01 yaitu sebesar 13,6 mm,
IJBL FF-UMI 04 yaitu sebesar 15,6 mm, isolat IJBL FF-UMI 05 yaitu
sebesar 9,3 mm. Bakteri uji Shigella dysentriae paling aktif dihambat pada
isolat IJBL FF-UMI 04 dengan diameter zona hambatan 14,6 mm,
kemudian pada isolat IJBL FF-UMI 01 dengan diameter zona hambatan
14,0 mm dan pada isolat IJBL FF-UMI 05 dengan diameter zona
hambatan 11,0 mm. Bakteri uji uji Vibrio cholerea paling aktif dihambat
pada isolat IJBL FF-UMI 04 dengan diameter zona hambatan 17,0 mm,
kemudian pada isolat IJBL FF-UMI 01 dengan diameter zona hambatan
13,6 mm dan pada isolat IJBL FF-UMI 05 dengan diameter zona
hambatan 9,6 mm.
Bakteri uji Staphylococcus aerus paling aktif dihambat pada isolat
jamur endosimbion IJBL FF-UMI 01 dengan diameter zona hambatan 15,0
mm, kemudian pada isolat IJBL FFUMI 04 dengan diameter zona
hambatan 13,6 mm dan pada isolat IJBL FF-UMI 05 dengan diameter
zona hambatan 9,6 mm. Bakteri uji Salmonella thypi paling aktif dihambat
pada isolat IJBL FF-UMI 03 dengan diameter zona hambatan 21,3 mm,
kemudian pada isolat IJBL FF-UMI 04 dengan diameter zona hambatan
14,3 mm, kemudian pada isolat IJBL FF-UMI 01 dan 5 dengan diameter
zona hambatan 13,3 mm, dan pada isolat jamur endosimbion 2 dengan
diameter zona hambatan 10,3 mm. Bakteri uji Eschericia coli paling aktif
dihambat pada isolat IJBL FF-UMI 04 dengan diameter zona hambatan
15,6 mm, kemudian pada isolat jamur endosimbion IJBL FF-UMI 01
dengan diameter zona hambatan 13,6 mm dan pada isolat IJBL FF-UMI
05 dengan diameter zona hambatan 9,3 mm.
Dari data yang didapatkan menunjukkan bahwa bakteri uji
Eschericia coli, Salmonella thypi, Shigella dysentriae, Staphylococcus
aerus, Salmonella thypi, dan Vibrio cholerea aktif dihambat oleh isolat
jamur endosimbion bintang laut
6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian yang telah
dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa Isolat jamur endosimbion pada
bintang laut (Asteriasforbesi) dengan kode isolate IJBL FF-UMI 01, IJBL
FFUMI 04 dan IJBL FF-UMI 05 efektif memberikan aktivitas anti
bakteri. Bakteri patogen yang dihambat oleh isolate jamur endosimbion
pada bintang laut (Asteriasforbesi) adalah Eschericia coli, Salmonella
thypi, Shigelladysentriae, Staphylococcus aerus, Salmonella thypi,
danVibrio cholerea.
DAFTAR PUSTAKA
Rusli., Muh, D.F., N.S dan Nur,A. 2016. Jamur Endosiombion si Bintang
Laut. Jamur Endosiombion Si Bintang Laut ( Asterias Forbesi ) Sebagai Alternatif
Anti Bakteri Penyebab Infeksi Saluran Pecernaan. As-Syifaa. 08(02):01-09
Uji Fitokimia dan Aktifitas Anti Bakteri Ekstrak Media
Supernatan Bakteri Simbion Vibrio Sp. Gastropoda Olivia
vidua Terhadap Bakteri Multi Drug Resistant
PENDAHULUAN
Pengembangan obat baru yang berasal dari biota laut, saat ini menjadi
perhatian para peneliti dikarenakan tingginya keanekaragaman hayati laut serta
keunikan struktur metabolit sekunder yang dihasilkannya Murniasih (2005).
Senyawa bioaktif yang berasal dari laut dapat menjadi alternatif dalam
pengembangan obat antibakteri yang baru. Senyawa bahan hayati laut sebagian
besar terakumulasi pada kelompok invertebrata laut seperti sponge, tunikata,
bryozoan, karang lunak dan moluska (Proksch et al 2002). Gastropoda adalah
salah satu jenis moluska yang diketahui berpotensi sebagai penghasil senyawa
antibakteri dari bakteri patogen MDR (Multi Drug Resistance).
Materi utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat bakteri
Vibrio sp TOV 12.16 yang di isolasi dari gastropoda (Oliva vidua) dari Perairan
Ternat3 (Maluku Utara). Sedangkan bakteri uji MDR adalah Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran UNDIP. Karakterisasi bakteri simbion Vibrio sp TOV 12.16
dilakukan dengan menggunakan uji biokimia,sedangkan untuk mengidentifikasi
senyawa bioaktif pada isolat bakteri Vibrio sp TOV dilakukan dengan memakai
skrining fitokimia dan GC/MS, yang dimana semuanya bertujuan untuk dijadikan
sebagai bahan uji analisis terhadap bakteri MDR (Multi Drug Resistance).
TUJUAN
METODE
Pada penelitian sebelumnya oleh Pringgenies (2009), telah dilakukan uji aktifitas
anti bakteri Multi Drug Resistant (MDR) dari bakteri simbion gastropoda Oliva
vidua terhadap bakteri MDR. Hasilnya diketahui bahwa 17 isolat bakteri memiliki
kemampuan menghambat beberapa jenis bakteri MDR yakni Klebsiella,
Pseudomonas, Escherichia coli, Coagulate Negatif Staphylococcus,
Enterobacteria Strain 5, Enterobacteria Strain 10 (Pringgenies, 2009).
Berdasarkan besar kecilnya zona hambat yang dihasilkan (uji kualitatif) dan
jumlah jenis bakteri uji yang dapat dihambat (uji kuantitatif), isolat TOV 12.16
mempunyai kemampuan daya hambat yang paling kuat terhadap pertumbuhan
beberapa bakteri. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan bahwa isolat bakteri
tersebut mempunyai senyawa metabolit sekunder yang berpotensi sebagai
antibakteri MDR. Menurut hasil sequencing dengan PCR diketahui bahwa isolat
bakteri TOV 12.16 memiliki homologi sebesar 96 % dengan Vibrio sp.
(Pringgenies, 2009). Namun penelitian tersebut belum mengetahui tentang
senyawa apa yang berpotensi sebagai antibakteri. Oleh karena itu perlu dilakukan
uji fitokimia dan GC/MS untuk mengetahui kelompok senyawa yang terkandung.
Adapun hasil dari penelitian lanjutan diatas yang diteliti dari jurnal yang kami
review berdasarkan dari metodologi pada penelitian jurnal tersebut yaitu,
1. Karakterisasi Bakteri
Uji Biokimia dilakukan untuk mengetahui karakteristik isolat bakteri, uji ini
dilakukan dengan 19 (sembilan belas) perlakuan. Bakteri hasil isolasi dari
gastropoda Oliva vidua dapat tumbuh dalam media TCBS setelah 48 jam. Hasil
uji biokimia dan uji morfologi ditampilkan pada Tabel 1.
Keterangan:
+ : reaksi positif
N/R : tidak ada reaksi
K/K : glukosa dan laktosa (kuning)
atau sukrosa
terfermentasi(kuning)
2. Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan menunjukkan bahwa isolat bakteri Vibrio sp. aktif serta memiliki
potensi sebagai antibakteri. Hasil ini dibuktikan dengan adanya zona hambat yang
terbentuk dari uji antagonis antara bakteri simbion (Vibrio sp.) dengan bakteri uji
(S. aureus dan E. coli). Hasil uji pendahuluan dapat dilihat pada Tabel 2.
Sampel bakteri Vibrio sp. diekstraksi untuk mendapatkan ekstrak kasar dari
bakteri tersebut. Sampel diekstraksi dengan 3 macam pelarut yaitu: n-heksan (non
polar), etil asetat (semi polar) dan metanol (polar). Hasil ekstraksi dari masing-
masing pelarut dapat dilihat pada Tabel 3.
Hasil ekstrak terbanyak diperoleh dari pelarut metanol (polar) yaitu sebesar
2,72%, sedangkan ekstrak pelarut etil asetat (semi polar) sebesar 2,38% dan
ekstrak pelarut n-heksan (non polar) sebesar 1,62%.
Tabel 4. Hasil uji sensitivitas ekstrak kasar isolat bakteri Vibrio sp. terhadap bakteri uji
Berdasarkan hasil uji diketahui bahwa zona hambat tertinggi dari sampel dengan
bakteri uji (S. Aureus dan E. Coli) terjadi pada ekstrak kasar pelarut etil asetat
(semi polar). Berdasarkan besarnya zona hambat yang ditunjukkan, maka isolat
yang terpilih untuk diteliti lebih lanjut adalah ekstrak kasar dari pelarut etil asetat
(semi polar).
5. Uji Fitokimia
6. Hasil GC/MS
2. Hasil uji fitokimia ekstrak kasar etil asetat bakteri Vibrio ordalii mengandung
flavonoid dan triterpenoid yang dimana kedua senyawa tersebut sangat
bermanfaat apabila dimanfaatkan sebagai salah satu bahan antioksidan penangkal
dari bakteri MDR (Multi Drug Resistance)
3. Hasil analisis GC/MS diketahui bahwa isolat ekstrak kasar etil asetat bakteri
Vibrio ordalii mengandung asam isobutirat dan asam 2-metilbutanoad
DAFTAR PUSTAKA
Murniasih, T. 2005. Substansi Kimia Untuk Pertahanan Diri dari Hewan Laut
Tak Bertulang Belakang. J. Oseana, 30: 19- 27.
Proksch, P., R.A. Edrada and R. Ebel. 2002. Drugs from the Seas – Current Status
and Microbiological Implications. Appl. Microbiol. Biotechnol. 59 : 124-125.
Suwandi, U. 1993. Skrining Mikroorganisme Penghasil Antibiotik. J. Cermin
Dunia Kedokteran, 89: 46 – 48
MAKALAH KIMIA DASAR
Disusun oleh :
FAKULTAS PERTANIAN
BANGKALAN
2019
I. PENDAHULUAN
Alga terdiri atas tiga kelas, yaitu Rhodophyceae (alga merah), Phaeophyceae
(alga coklat), dan Chlorophyceae (alga hijau). Jenis alga yang paling banyak
jumlahnya ditemukan di Indonesia yaitu alga merah terdiri dari 452 jenis. Alga
merah merupakan salah satu kelas dari alga yang memiliki pigmen dominan
berwarna merah yang disebabkan oleh pigmen fikobilin berupa allofikosianin,
fikoeritrin, dan fikosianin yang menutupi karakter warna dari klorofil.
Dibandingkan dengan alga hijau dan coklat, alga merah merupakan jenis alga
yang paling banyak mengandung senyawa metabolit primer dan sekunder.
Senyawa bioaktif yang diisolasi dari alga merah termasuk alkaloid, poliketida,
peptide siklik, polisakarida, phlorotannin, diterpenoid, sterol, quinine, terpenoid,
asetogenik, dan senyawa aromatik.
Alga merah yang kaya akan senyawa metabolit ini menjadi potensi yang dapat
dimanfaatkan sebagai salah satu upaya untuk mengungkapkan sifat biologis dan
medis dari flora laut serta mengoptimalkan pemanfaatan bahan alam laut
Indonesia khususnya di daerah Sumbawa, yang memungkinkan kelompok
tersebut menjadi kandidat baru dalam dunia farmasi khusunya dalam penanganan
terhadap bakteri patogen yang saat ini telah banyak menunjukkan sifat resisten
terhadap antibiotik. Maka pada penelitian (Yulianti dkk., 2018) dilakukam
pengujian aktivitas antibakteri terhadap S.thypi dan S.aureus. dengan
pertimbangan bahwa S.thypi merupakan bakteri gram negatif, sedangkan S.aureus
merupakan bakteri gram positif. Kedua bakteri tersebut merupakan jenis bakteri
patogen yang tersebar luas di tubuh manusia dan biasa menyebabkan infeksi.
Pengujian aktivitas antibakteri dari ekstrak kasar alga merah dengan pelarut
aquades ini dilakukan dengan beberapa preparasi sampel yang dapat digunakan
sebagai alternatif yang lebih mudah dalam mempermudah proses penggerusan.
Sifat substasi thalus alga yang beranekaragam, ada yang lunak karena tingginya
gelatin dan keras karena mengandung zat kapur, yang menyebabkan bebrapa jenis
tidak mudah dihancurkan. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk
mengetahui jenis alga merah yang ada di Pantai Luk Sumbawa dan metode
preparasi terbaik yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan proses ekstraksi
alga merah dilihat dari zona hambat yang dihasilkan.
II. METODOLOGI
2.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2017 – Januari
2018. Pengambilan sampel alga dari Pantai Luk, Sumbawa. Ekstraksi dan
uji aktivitas antibakteri dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas
Teknobiologi, Universitas Teknologi Sumbawa.
S. thypi S. aureus
Keterangan: uji analisis jarak berganda ducan dengan taraf kepercayaan 95%.
Rata-rata dari 3 ulangan.
Hasil uji ANOVA dari ekstrak Galaxaura sp berpengaruh nyata (p<0,05)
terhadap pertumbuhan bakteri S. thypi dan S. aureus. Preparasi sampel dari
ekstrak kasar alga merah Galaxaura sp dalam menghambat pertumbuhan bakteri
Salmonella thypi dari hasil pengamatan setelah inkubasi 24 jam yaitu pada metode
pendinginan pada konsentrasi 100% sebesar 2,33 mm. Sedangkan pengujian
ekstrak kasar terhadap S. aureus metode yang menunjukkan zona hambat terbesar
yaitu pengeringan dengan konsentrasi 80% sebesar 4,33 mm yang berbeda sangat
nyata terhadap kontrol. Hasil zona hambat dari ekstrak kasar Galaxaura sp.
menunjukkan kemampuan menghambat bakteri yang lebih besar terhadap S.
aureus dibandingkan S. thypi baik pada metode pengeringan, pemanasan maupun
pendinginan. Adanya zona hambat karena Galaxaura sp. mengandung metabolit
sekunder yang berpotensi sebagai senyawa antibakteri yaitu senyawa flavonoid,
saponin, glikosida, dan steroid/triterpenoid.
Hasil uji ANOVA dari ekstrak Halymenia sp. berpengaruh nyata (p<0,05)
terhadap pertumbuhan S. thypi dan S. aureus. Hasil pegamatan zona hambat dari
ekstrak kasar alga merah Halymenia sp terhadap S. thypi setelah inkubasi selama
24 jam menunjukkan metode preparasi pemanasan dengan konsentrasi 40% yang
menunjukkan kemampuan penghambatan paling tinggi dengan diameter 15,00
mm. Sama halnya pada S. aureus metode preparasi dengan hasil zona hambat
terbesar yaitu pemanasan dengan konsentrasi 80% sebesar 3,67 mm. Kemampuan
senyawa aktif Halymenia sp dalam menghambat S. aureus tidak berbeda jauh
pada S. thypi tetapi lebih luas menghambat pada metode pengeringan.
IV. KESIMPULAN
Ada tiga spesies alga merah yang didapatkan di Pantai Luk, Sumbawa,
yaitu Gracilaria salicornia, Galaxaura sp., Halymenia sp. Ketiga alga merah
tersebut memiliki kemampuan antibakteri. Masing-masing memiliki metode
preparasi ekstraksi terbaik untuk mengoptimalkan ekstrak senyawa aktif
antibakteri pada alga merah. Zona hambat terbesar dari ekstrak Gracilaria
salicornia terhadap S. thypi pada metode pengeringan dengan konsentrasi
100% dan terhadap S. aureus pada metode pendinginan konsentrasi 60%.
Ekstrak Galaxaura sp terhadap S. thypi pada metode pendinginan dengan
konsentrasi 100%, terhadap S. aureus pada metode pengeringan konsentrasi
80%. Ekstrak Halymenia sp terhadap S. thypi pada metode pemanasan dengan
konsentrasi 40%, terhadap S. aureus pada metode pemanasan konsentrasi 80%
DAFTAR PUSTAKA
disusun oleh
1. Pendahuluan
Sumber daya laut diketahui sebagai penyedia bahan aktif yang dapat
dimanfaatkan di bidang pangan fungsional, kosmeseutikal maupun farmasi.
Berbagai penelitian telah membuktikan spons asal laut Indonesia
menghasilkan metabolit yang mampu menghambat pertumbuhan sel mikroba
patogen, menghambat kinerja enzim tertentu yang tidak diinginkan hingga
kandidat obat kanker yang potensial. Rendahnya rendemen senyawa yang
diperoleh serta tingginya kemungkinan kerusakan lingkungan yang dapat
terjadi menyebabkan pergantian pemanfaatan sumber senyawa bioaktif dari
spons menjadi mikroorganisme asosiasi spons, salah satunya adalah kapang
(sibero et.al 2019).
II. TUJUAN
Kultivasi kapang
Sebanyak 4 potong dengan ukuran 1×1cm2 kapang T. asperellum
MT02 yang berusia 5 hari dari media MEA dipindahkan ke dalam media
Malt Extract Broth (MEB) bervolume 100 mL dalam Erlenmeyer dengan
tiga ulangan. Kapang dikultivasi dengan keadaan statis (stand culture)
selama 15 hari pada suhu ruang (27oC) (Sibero et al., 2019).
Endapan berwarna - +
- Metode Mayer putih kekuningan
Endapan berwarna - +
- Metode Wagner cokelat
V. KESIMPULAN
Ekstrak kasar dari media kaldu kapang Trichoderma asperellum MT02
menunjukkan aktivitas antibakteri melawan ESBL E. coli yang lebih baik
dibandingkan ektrak dari miseliumnya. Berdasarkan hasil analisis fitokimia
diketahui bahwa ekstrak kasar miselium mengandung senyawa dari grub
fenol hidrokuinon dan flavonoid, sedangkan ekstrak kasar dari media kaldu
mengandung alkaloid, fenol hidrokuinon, flavonoid dan saponin.