Anda di halaman 1dari 58

  52

BAB 2
SUMATERA UTARA DAN PEMUDA PANCASILA:
PERSPEKTIF HISTORIS, DINAMIKA SOSIAL, EKONOMI, DAN POLITIK

Bab ini akan menjelaskan latar belakang berdirinya Pemuda Pancasila di


Sumatera Utara terkait dengan situasi politik nasional setelah Indonesia merdeka
hingga Orde Lama yang menyebabkan banyak kelompok organisasi yang berada di
Jakarta dan daerah membutuhkan dukungan massa yang besar. Ketidakstabilan politik
pada masa Demokrasi Parlementer juga menimbulkan pengelompokan di tingkat akar
rumput. Tidak terkecuali di Sumatera Utara, kekuatan-kekuatan politik nasional
berusaha untuk “menggarap” seluruh satuan sosial masyarakat. Salah satu organisasi
yang dibentuk untuk memobilisasi anak-anak jalanan yang berusia muda dan para
preman di Sumatera Utara itu adalah Pemuda Pancasila. Dalam perkembangannya
Pemuda Pancasila menjadi salah satu organisasi yang banyak membantu militer untuk
mendukung pemerintah Orde Baru di daerah-daerah termasuk di Sumatera Utara.
Setelah jatuhnya pemerintahan Orde Baru, Pemuda Pancasila harus beradaptasi
dengan sistem politik yang telah berubah. Tidak ada kekuatan mayoritas sejak
reformasi digulirkan dan tokoh-tokoh lokal mendapat peran tersendiri di daerahnya
masing-masing sejalan dengan kebijakan otonomi daerah. Pada saat itulah, Pemuda
Pancasila yang dikenal selalu mengandalkan kekuatan kekerasan memberikan
pengaruhnya kepada otoritas politik lokal seperti partai politik, lembaga legislatif, dan
eksekutif.

2.1. Sejarah Lahirnya Pemuda Pancasila

Sumatera Utara dulunya dikenal dengan nama Sumatera Timur yang menjadi
salah satu wilayah perkebunan di Indonesia. Sumatera Timur adalah daerah dataran
rendah yang sangat luas. Menurut Karl J. Pelzer luas seluruh daerah Sumatera Timur
mencapai 31.715 km2. Di daerah ini terdapat hutan-hutan Payau (Mangrove) yang
ditumbuhi oleh pohon bakau dan nipah. Banyak sekali ditemukan sungai-sungai yang
bermuara ke Selat Malaka. Di sepanjang sungai-sungai itu, tertutama di muara sungai,
tumbuh dengan lebat pohon nipah dan bakau. Sungai yang berhulu di Dataran Tinggi
Karo dan Simalungun itu membawa sisa-sisa debu halus, pasir, tanah gembur dan

52 Universitas Indonesia  
 
  53

endapan lumpur.1 Akibatnya daerah Pantai Timur bertambah luas masuk ke Selat
Malaka. Tanah-tanah di sepanjang Pantai Timur Sumatera ini menjadi lahan subur
untuk pertanian, terutama untuk mendukung industri perkebunan. Dampak
perkembangan ekonomi perkebunan juga telah mengubah komposisi demografis.
Mengalirnya ratusan ribu buruh dan kaum pendatang lainnya ke ”Het Dollar Land”
Sumatera Timur, akhirnya menyebabkan penduduk asli turun menjadi minoritas. Suku
Jawa menjadi komunitas tunggal yang terbesar, sedangkan orang China menempati
urutan ketiga.
Penduduk kota itu telah melahirkan suatu budaya baru yang terlepas dari
lingkungan budaya asalnya dan wewenang Kerajaan Melayu. Mereka adalah rakyat
gubernemen, bukan rakyat kerajaan.2 Komunikasi di antara mereka semakin lancar
dengan diakuinya Bahasa Melayu sebagai Bahasa Nasional pada tahun 1928.
Pengakuan ini penting artinya dalam menumbuhkan budaya baru yang bersifat
nasional di kota Medan. Hamka dalam ”Merantau ke Deli” mendeskripsikan, bahwa
Anak Deli adalah tunas yang paling mekar dalam pembangunan bangsa Indonesia.
Anak Deli adalah keturunan campuran dari berbagai etnis yang bebas dari kungkungan
budaya tradisional.3 Kaum pendatang sebagian besar tinggal di kota-kota besar.
Mereka bekerja sebagai kerani, guru sekolah, pedagang kaki lima, dan sebagainya.
Penduduk asli Sumatera Timur adalah kelompok etnis Melayu, Batak Karo dan
Batak Simalungun.4 Etnis Melayu Pesisir Sumatera Timur mendiami daerah Pantai
Timur Sumatera. Bahwa yang dimaksud dengan etnis Melayu adalah golongan bangsa
yang menyatukan dirinya dalam pembauran ikatan perkawinan antar etnis serta mema-
kai adat resam Melayu serta mayoritas beragama Islam. Keahlian khas raja-raja
Melayu adalah kemampuannya menjalin hubungan yang saling menguntungkan
dengan penduduk dari suku-suku lainnya tanpa mengorbankan identitas mereka.
Keahlian inilah yang memungkinkan Kerajaan Melayu berkuasa di Bandar-Bandar

                                                                                                                       
1
Karl J. Pelzer. 1985. Toen Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan. Jakarta: Sinar
Harapan. hal. 34.
2
Orang China, Keling, dan orang asing lainnya yang tinggal di wilayah kerajaan menjadi rakyat
gubernemen. Mededeelingen van den Burgerlijken. Geneeskundigen Dienst in Nederlandsch- Indie
(MBGD), 1912-1925 hal. 34, 96, dan 162; Mahadi. 1978. Sedikit Sejarah Perkembangan Hak-hak Suku
Melayu Atas Tanah di Sumatera Timur (Tahun 1800-1975), Bandung: Alumni. hal. 76.
3
Hamka. 1966. Merantau ke Deli. cet. ke-3. Kuala Lumpur: Pustaka Antara. hal. 56.
4
Anthony Reid menyebut Sumatera Timur sebagai kampung halamannya penduduk Melayu, Batak
Karo dan Batak Simalungun yang bekerja sebagai petani. Anthony Reid. 1987. Perjuangan Rakyat:
Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatera. Jakarta: Sinar Harapan. hal. 87.

Universitas Indonesia  
 
  54

Pantai Timur Sumatera, menggantikan pengaruh Aceh yang pernah memperkenalkan


gagasan kerajaan di kalangan suku-suku Batak Karo dan Simalungun.5
Tumbuh kembangnya pelbagai perkumpulan atau organisasi, baik yang bersifat
kedaerahan, keagamaan, kepemudaan, kemahasiswaan, kepartaian dan lain-lain tidak
dapat dilepaskan dari situasi politik pada masanya. Masa awal kemerdekaan, terutama
antara 1950-an hingga tahun 1960, sering disebut masa Demokrasi Liberal.
Bermacam-macam organisasi atau perkumpulan tumbuh di mana-mana. Gejala ini
tentu tidak dapat dilepaskan dari dorongan pemerintah, sebagaimana termuat dalam
“MAKLUMAT PEMERINTAH” yang ditandatangani pada 3 November 1945 oleh
Wakil Presiden Mohammad Hatta.6 Implikasi dari Maklumat tersebut di Sumatera
Utara, khususnya Kota Medan, adalah berdiri berbagai cabang organisasi untuk
merekrut anggota sebanyak-banyaknya. Tujuannya tidak lain adalah untuk
memenangkan pemilihan umum nasional yang sejak 5 Oktober 1945 sudah dijanjikan
akan dilaksanakan pemerintah pada Januari tahun 1946.7
Keadaan Kota Medan semakin rumit dan tidak menentu setelah timbulnya
gerakan sebagaimana diistilahkan dengan kata “revolusi sosial’ di Sumatera Timur
(April 1946). Sebagian besar anggota keluarga sultan-sultan Melayu ditangkap,
dibunuh dan hartanya dirampok. Revolusi sosial ini diumumkan oleh Wakil
Gubernur Sumatera, DR. Amir, yang mendapat tekanan dari kelompok kiri
(komunis). Kelompok kiri berusaha meyakinkan massa rakyat bahwa Kesultanan
Melayu berkhianat pada Revolusi Indonesia, karena beberapa hari setelah sekutu
mendarat pihak Kesultanan mengundang seorang pejabat tinggi Belanda untuk
menghadiri upacara penobatan Sultan Osman Sani dan pemakaman almarhum
ayahnya yang digantikannya.8 Revolusi sosial yang belakangan diketahui diatur
dan disusupi oleh unsur-unsur PKI (Partai Komunis Indonesia) ini, walaupun
singkat sempat mengakibatkan berlakunya “keadaan darurat” di seluruh Sumatera
Timur.9

                                                                                                                       
5
Ibid. hal.24.
6
Anonimous, Kepartaian di Indonesia. 1951. Jakarta: Kementerian Penerangan Republik Indonesia.
Pepora 8.
7
Daniel Dhakidae. 1981. “Partai Politik dan Sistem Kepartaian di Indonesia” dalam Jurnal PRISMA,
Desember 1981. hal. 18.
8
Usman Pelly dan Darmono. 1981. Pandangan tentang Makna Hidup Transisionalitas Masyarakat:
Studi Kasus Sumatera Utara. Jakarta: IDSN Depdikbud.hal. 202-203.
9
Sjahnan. 1982. Dari Medan Area ke Pedalaman dan Kembali ke Kota Medan. Medan: Dinas Sejarah
Kodam-II/BB hal. 30

Universitas Indonesia  
 
  55

Era revolusi kemerdekaan hingga tahun 1950, cukup kuat memberi alasan
betapa keadaan saat itu dikatakan amat tidak aman. Masyarakat Sumatera Utara
umumnya, khususnya di Medan, merasakan situasi yang demikian mencekam itu.
Sehingga begitu memasuki era 1950-an, sekalipun di sana-sini masih terjadi
berbagai pergolakan, namun secara historis masyarakat mengenalnya sebagai masa
aman. Pada era inilah implementasi Maklumat Pemerintah 3 November 1945
mendapat momentum baru. Organisasi masa, perkumpulan-perkumpulan, serta
organisasi partai tumbuh dan berkembang menjalankan misi dan program-program
politiknya. Pertarungan antar partai untuk merebut pusat-pusat kekuasaan dan
penentuan kebijakan negara berlangsung secara terbuka. Pergolakan-pergolakan
yang terjadi di seluruh Indonesia itu bukan lagi dalam rangka menghadapi musuh
dari luar. Akan tetapi pergolakan itu lebih disebabkan oleh perbedaan-perbedaan
pendapat dan kepentingan antar partai politik yang berpengaruh dan bermassa
besar di dalam negeri.
Di antara partai-partai politik yang terbilang jumlahnya di masa itu,
pertikaian ideologi dan kompetisi untuk menghimpun kekuatan dengan
mengumpulkan anggota sebanyak-banyaknya dari masyarakat merupakan isu
sentral. Tiap-tiap organisasi/partai berlomba-lomba untuk tampil di panggung
politik, menentukan format dan arah kebijakan Republik Indonesia yang baru
merdeka. Ada yang muncul sebagai partai dengan ideologi agama, ideologi
kebangsaan, dan ada pula dengan ideologi luar. Sebagian berbasis umat dan
sebagian lagi berbasis okupasi dan kelas sosial. Seluruhnya tampil dengan
mengklaim satu kerangka politik umum mempertahankan dan mengisi
kemerdekaan.
Perbedaan-perbedaan di antara partai politik dan organisasi itu selalu
bermuara pada pertikaian yang berlarut-larut dan sulitnya mencapai kesepakatan.
Setiap partai tidak peduli dengan masalah yang timbul akibat ketidaksepakatan
mereka. Mereka hanya peduli pada upaya memperkuat basis-basis sosial partainya
di kalangan masyarakat. Bermacam-macam instrumen digunakan untuk merekrut
anggota partai sebanyak-banyaknya. Salah satu di antara instrumen yang paling
populer adalah setiap partai politik mendirikan organisasi masyarakat agar dapat
menjangkau massa yang lebih luas. Praktik perluasan massa pendukung di semua
lapisan masyarakat, menyebabkan terjadinya pertikaian di antara kelompok

Universitas Indonesia  
 
  56

masyarakat. Pertikaian tidak lagi hanya terbatas di dalam parlemen, tetapi meluas
di dalam kehidupan masyarakat.
Mahasiswa, pelajar, pekerja/karyawan (buruh), petani, nelayan, seniman,
pers dan lain-lain adalah kelompok masyarakat yang selalu menjadi sasaran partai
politik untuk memperluas massa pendukungnya. Sasarannya tidak terbatas pada
masyarakat yang tinggal di perkotaan tetapi juga pada masyarakat yang tinggal di
pedesaan. Sehingga tidak ada satu kelompok sosial pun dalam masyarakat yang
tidak disentuh oleh partai politik, kecuali kelompok sosial yang pada masa itu
dipandang sangat tidak mempunyai “greget” untuk merekrut massa, yakni anak
jalanan. Di Medan kelompok anak jalanan terdiri dari para preman dan anak-anak
cross-boys yang berpusat di seputar kota. Kelompok ini nampaknya tidak tergarap
oleh kekuatan-kekuatan partai politik yang mendekati seluruh satuan sosial di
masyarakat. Para anak jalanan atau preman yang berlainan kampung ini sering
terlibat perkelahian antar sesamanya.
Anak-anak jalanan yang menghuni perkampungan-perkampungan di seputar
pusat kota, bermain ke daerah pusat, untuk menguasai wilayah di sekitar bioskop
dan pusat-pusat pertokoan. Situasi itu mendorong pihak keamanan untuk
mengantisipasi berbagai kemungkinan perkelahian yang dapat menimbulkan
kerusakan-kerusakan di pusat kota. Kecuali karena alasan itu, adanya petugas
penjaga malam disebabkan oleh pengumuman darurat perang di Sumatera Utara
akibat keputusan yang dilakukan Kolonel Simbolon, Panglima Daerah Militer I,
pada 22 Desember 1956 memutuskan hubungan Sumatera Utara dan Kabinet Ali
Sastroamidjoyo.
Pada malam hari daerah kota terpaksa diawasi oleh petugas jaga malam dari
anggota militer. Pasukan jaga malam ini dipimpin Kolonel Sukardi dari Kodam I
Bukit Barisan. Sebagai pelaksana, pihak militer merekrut anak-anak jalanan untuk
ditugaskan sebagai penjaga malam (hermandat). Hal ini dimungkinkan karena pada
masa itu telah terdapat suatu perkumpulan yang bernama Perkumpulan Pemuda
Kotamadya Medan (P2KM). Perkumpulan ini melibatkan banyak anggota
kelompok anak jalanan yang tersebar di perkampungan sekeliling kota. Kelompok
ini dibentuk di Jalan Amaliun, di rumah salah seorang anggota, dan diketuai oleh
Effendi Nasution dengan sekretaris bernama Anwar. Karena pada masa itu isu
mengenai pembebasan Irian Barat juga telah mengemuka, di mana setiap kabinet

Universitas Indonesia  
 
  57

pada masa itu mencantumkan masalah Irian Barat sebagai salah satu programnya,
maka P2KM juga dinamakan PDIB (Pasukan Djibaku Irian Barat). Pada saat inilah,
politik yang menjadi pembicaraan keseharian masyarakat, mulai masuk dalam
kehidupan para anak jalanan alias preman Kota Medan.
Begitu kuatnya keingingan warga untuk berpolitik, dalam arti merebut
pengaruh dan kekuasaan dalam negara, menyebabkan perhatian pada ekonomi
nyaris terabaikan. Strategi-strategi untuk mengembangkan sumber daya ekonomi
negara kurang mendapat perhatian dalam arus pemikiran umum elit politik pada
masa itu. Aktivitas-aktivitas ekonomi kurang terprogram secara berarti dalam
kebijakan pemerintah. Ia dibiarkan berkembang begitu saja seperti sediakala,
meniru dan mengikuti keadaan yang ada di masa-masa sebelumnya. Tetapi dalam
keadaan itu sentralisasi ekonomi oleh negara justru terus berlangsung sehingga
ketimpangan ekonomi antara pusat dan daerah menjadi begitu terasa. Akibatnya
kekuatan ekonomi di masing-masing daerah semakin melemah untuk
mensejahterakan penduduk yang hidup di daerah tersebut. Orang-orang
menganggur (preman) makin bertambah jumlahnya, baik karena kehilangan
pekerjaan maupun karena ketinggalan dalam pendidikan akibat kemiskinan atau
tiadanya kesempatan. Pemberontakan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik
Indonesia) tahun 1959 di Sumatera Barat, adalah salah satu pemberontakan yang
menuntut desentralisasi kebijakan ekonomi. Begitu pula pemberontakan
PERMESTA Sulawesi Selatan yang disebabkan oleh penolakan kebijakan
sentralisasi ekonomi oleh pemerintah pusat.10
Penurunan dominasi partai politik dalam kegiatan politik nasional, juga
tampak ketika Presiden Soekarno mengangkat Ir. Djuanda menjadi Perdana
Menteri. Susunan kabinet dibentuk tidak lagi berdasarkan kekuatan-kekuatan partai
melainkan diangkat berdasarkan hubungan pribadi masing-masing. Hubungan
                                                                                                                       
10
Koentjaraningrat. 1993. Masalah Kesukubangsaan dan Integrasi Nasional. Jakarta: Universitas
Indonesia. hal. 24. Pemberontakan tersebut terjadi karena adanya pertikaian politik yang bukan saja
telah menghalangi konsensus di parlemen, tetapi juga menyebabkan terabaikannya aspek ekonomi/
kesejahteraan rakyat banyak. Oleh karena itu, atas prakarsa dan dukungan Angkatan Darat, Presiden
menunjukkan kekuasaannya lewat Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan sekaligus mengakhiri era Demokrasi
Liberal. Lihat juga Adnan Buyung Nasution. 1998. The Transition to Democracy Lessons from the
Tragedy of Konstituante. Center for Political and Regional Studies, Indonesian Institute of Science:
Ford Foundation; Ahmad Syafi'i Ma'arif. 1988. Islam dan Politik di Indonesia: Pada Masa Demokrasi
Terpimpin (1959-1965). Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. hal. 32; Alfian 1977. (ed). Segi-
Segi Sosial Budaya Masyarakat Aceh: Hasil-Hasil Penelitian dengan Metode Grounded Research.
1977. hal. 10; Deliar Noer. 2000. Partai Islam di Pentas Nasional: Kisah dan Analisis Perkembangan
Politik Indonesia 1945-1965. Bandung: Penerbit PT. Mizan. hal. 31.

Universitas Indonesia  
 
  58

kedekatan dengan presiden jauh lebih menentukan karena peranan parlemen sudah
lumpuh sama sekali. Tetapi konflik antar partai bukannya mereda, beberapa partai
seperti PKI yang dekat dengan presiden, makin berkibar dan menggilas partai-
partai lain disekitarnya. Termasuk Partai Masyumi yang turut dibubarkan tahun
1960 karena alasan keterlibatan tokohnya dalam pemberontakan.
Lain halnya dengan IPKI yang kecil –karena kalah dalam Pemilu 1955– di
masa ini justru dapat membangun kekuatan. Kekalahan IPKI yang didukung
kalangan Angkatan Darat pada Pemilu 1955 itu, seakan memberi pelajaran banyak
pada elit partainya. Konsolidasi IPKI dalam kongresnya di Lembang (Jawa Barat),
pada tanggal 28 Oktober 1959, memunculkan gagasan untuk merekrut pemuda
sebagai salah satu pilar pendukungnya. Kongres itu juga mengeluarkan mandat
kepada fungsionaris partai di seluruh Indonesia untuk membentuk organisasi masa
pendukung partai (onderbouw), yang dinamakan “karyawan” IPKI. Partai yang
diresmikan menjadi partai politik pada tahun 1961 inilah yang kemudian menjadi
bukti bahwa, hanya angkatan bersenjata sajalah yang bisa lebih leluasa bergerak
menandingi kekuatan PNI dan PKI yang dekat dengan Bung Karno pada era
Demokrasi Terpimpin.
Menurut Spego Goni, dalam kapasitasnya sebagai fungsionaris IPKI, ia
telah merintis pembentukan Pemuda Pancasila sejak dini.11 Nama “Pemuda
Pancasila” itu sudah pernah dicantumkannya dalam buku tamu di sebuah acara
resmi, yakni pada Peringatan Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1959 di Gedung
LAN Jl. Veteran Jakarta. Kehadiran Spego Goni dalam acara tersebut sebetulnya
mewakili IPKI Jakarta Raya. Oleh sebab itu, menurut Spego Goni, dialah orang
yang pertama mencetuskan nama Pemuda Pancasila dan dia pula orang yang
membawa delegasi Pemuda Pancasila (Mei 1961) pertama menjadi onderbouw
IPKI ke hadapan Ny. Ratu Aminah Hidayat (Ketua Umum DPP IPKI) ketika itu.12

                                                                                                                       
11
Spego Goni. 1964. Sekali Lajar Terkembang, Surut Kita Berpantang. Djakarta: Pemuda Pantjasila.
hal. 63.
12
Ny. Ratu Aminah saat itu adalah istri dari Kolonel Hidayat Martaatmadja (Kepala Staf
Komandemen). Ia aktif di bidang politik dan salah seorang pengagum ajaran-ajaran dan pemikiran
Soekarno. Kedudukan Ratu Aminah sebagai Ketua IPKI, yang sangat dekat dengan para perwira ketika
itu, membuat Pemuda Pancasila menjadi organisasi pemuda yang baru lahir namun diperhitungkan
dalam konstelasi politik nasional. Lihat H. Rosihan Anwar. Mengenang Jendral Hidayat Martaatmadja.
dalam http://www.kompas.com/kompas-cetak/0512/02/opini/2256766.htm. Diakses tanggal 10 Mei
2012.

Universitas Indonesia  
 
  59

Sampai tanggal 28 Oktober 1960 embrio organisasi Pemuda Pancasila versi


Spego Goni belum diizinkan mengikuti Kongres Pemuda di Bandung.
Penyebabnya adalah Pemuda Pancasila belum terdaftar sebagai organisasi pemuda.
Tetapi pada tanggal 27 April 1961, kira-kira enam bulan kemudian, Pemuda
Pancasila diterima sebagai anggota “Front Pemuda”. Namun Spego Goni tidak
menjelaskan alasan yang menyebabkan Pemuda Pancasila pada saat itu dapat
diterima, jika pada tahun 1960 masih ditolak mengikuti Kongres Pemuda.
Diterimanya Pemuda Pancasila ke dalam Front Pemuda terkait dengan
keberadaan Ny. Ratu Aminah Hidayat (Ketua Umum IPKI).13 Sehingga tidak
mengherankan kalau organisasi pemuda yang bernaung di bawah bendera partainya
itu diterima menjadi anggota Front Pemuda. Namun yang perlu disimak adalah
bahwa di dalam Front Nasional itu sendiri terdapat unsur PKI yang diketahui
sangat anti kepada Pancasila. Tentu saja unsur PKI tersebut dengan sangat berat
hati menerima keanggotaan Pemuda Pancasila. Tetapi dengan konsep NASAKOM
yang digulirkan Presiden Soekarno serta didukung sepenuh hati oleh PKI maka
secara formal unsur komunis di Front Nasional tak berdaya menolaknya.
Sampai saat ini sejarah tentang penggunaan nama Pemuda Pancasila versi
lain selain dari yang sudah dibuat Spego Goni, secara tertulis belum dapat
ditemukan. Oleh sebab itu pendapat-pendapat yang bernada menggugat
kebenarannya, seperti banyak beredar di kalangan anggota Pemuda Pancasila
dewasa ini, sulit diyakini kekuatannya. Memang kemungkinan adanya kekeliruan
tentang hal itu sebetulnya masih sangat terbuka. Intensitas komunikasi antar daerah
pada masa itu dapat dibayangkan masih sangat terbatas. Sehingga informasi
tentang perkembangan dari pelaksanaan mandat kongres IPKI Lembang (1959)
guna mendirikan organisasi pemuda IPKI di daerah-daerah di luar Jawa umumnya
atau Jakarta khususnya, tidak dapat diketahui seluruhnya. Inilah alasan yang umum
dikemukakan untuk menggugat lukisan sejarah yang diajukan Spego Goni. Apalagi
jika dalam kongres Lembang sendiri sebetulnya sudah ada dibicarakan nama dari
wadah pemuda IPKI yang akan didirikan adalah Pemuda Pancasila, maka klaim
Spego Goni patut diragukan. Ada kemungkinan di daerah lain telah didirikan
Pemuda Pancasila menyusul mandat yang dikeluarkan kongres. Akan tetapi,
                                                                                                                       
13
Ketika itu Ratu Aminah Hidayat sangat disegani oleh para tentara. Kedudukannya sebagai pendiri
Persatuan Kaum Ibu Tentara (PKIT) yang kemudian dikenal sebagai Persit, menjadikannya sosok
wanita yang diperhitungkan di kalangan para tentara yang menolak keberadaan PKI.

Universitas Indonesia  
 
  60

disinilah kekurangannya, dokumen kongres IPKI Lembang sendiri pada saat ini
tidak tersimpan di tangan para aktivitas Pemuda Pancasila yang ingin menggugat.
Pemuda Pancasila lahir tak lama setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
ditetapkan. Kesepakatan tentang hal itu di antara anggota Pemuda Pancasila dapat
diyakini bahwa Pemuda Pancasila lahir di tengah-tengah situasi politik nasional
yang tidak demokratis. Kelompok yang tidak setuju terhadap Nasakom dan
komunis, dapat diduga akan mengalami kesulitan untuk berkembang. Tantangan
yang dihadapi oleh “bayi” Pemuda Pancasila tentu tidak kecil. Partai Komunis
Indonesia yang diketahui sangat “mesra” berhubungan dengan Bung Karno
menjadi penghalang bagi gerakan yang dilakukan Pemuda Pancasila. Sejarah
membuktikan tidak sedikit aparat pemerintahan, sipil maupun militer, pada masa
itu bersimpati kepada Partai Komunis Indonesia. Mereka bahkan terlibat langsung
dalam usaha PKI untuk menggantikan Pancasila dengan Komunisme sebagai Dasar
Negara Republik Indonesia.
Setelah Dekrit Presiden, pemerintah mengeluarkan kebijakan
menyederhanakan partai-partai politik yang ada melalui Penpres 7 Tahun 1959 dan
Penpres 13 Tahun 1959. Partai-partai diwajibkan menerima Manifesto Politik
Republik Indonesia (Manipol) dan USDEK (Undang-Undang Dasar 1945,
Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian
Indonesia) disamping ideologi masing-masing partai. Semua partai politik
diwajibkan melaporkan kembali partainya kepada pemerintah. Setiap partai harus
mendaftar kembali sesuai persyaratan yang ditentukan oleh pemerintah. Syarat-
syaratnya antara lain harus mempunyai cabang yang tersebar paling sedikit
seperempat jumlah daerah Tingkat I dan jumlah cabang di daerah Tingkat I
bersangkutan minimal sebanyak seperempat daerah Tingkat II, jumlah anggota
seluruhnya minimal 150.000 orang, lengkap dengan catatan nama, umur dan
pekerjaan anggota dari setiap cabang disertai pengesahan polisi.14
Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) sebagai organisasi yang
dibentuk oleh TNI sangat menyambut keputusan itu. Tekad pengurusnya untuk
mengabadikan Pancasila sebagai dasar negara dan cita-cita kemerdekaan,
sebagaimana keputusan kongresnya yang ke-II di Lembang (Jawa Barat) 17-21
Maret 1959, mendapat sambutan dari Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan
                                                                                                                       
14
Spego Goni. 1964. Op. Cit.

Universitas Indonesia  
 
  61

Perang. Menghadapi kebijakan pemerintah yang baru ini, internal IPKI mengalami
perpecahan. Pihak pertama menyatakan IPKI tidak perlu dipertahankan dan karena
itu sebaiknya dibubarkan lalu bergabung dengan Angkatan 45 dan Legiun Veteran.
Sebab secara ideologis Republik Indonesia telah kembali kepada Pancasila dan
UUD 1945. Akan tetapi pihak kedua merasa IPKI masih perlu dipertahankan untuk
mengawal pelaksanaan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Atas
dasar inilah IPKI mendaftar sebagai partai politik dan dinyatakan lulus oleh
Keppres No. 128/1961.
Perpecahan ini menyebabkan pusat kegiatan (sekretariat) IPKI terbelah dua.
Sebagian berkegiatan di Jalan Menteng Raya No. 60 dan sebagian lagi berkegiatan
di Jalan Kebon Sirih No. 39. Di Menteng Raya berkantor kelompok Achmad
Sukarmadijaya yang menginginkan IPKI menjadi partai politik sedangkan di
Kebon Sirih berkantor Sugirman dan kelompoknya, yang tidak ingin IPKI jadi
partai politik. Generasi muda IPKI yang berinduk di Menteng Raya melahirkan
organisasi massa Pemuda Pancasila sedangkan dari Kebon Sirih lahir organisasi
pemuda bernama Pemuda Patriotik. Dualisme generasi muda IPKI ini sempat
menyebar ke seluruh wilayah IPKI di daerah-daerah. Tidak terkecuali di kalangan
generasi muda IPKI Sumatera Utara. Namun beberapa pertanyaan masih belum
terjawab secara tuntas mengenai hubungan pembentukan organisasi Pemuda
Pancasila di Medan dengan Pemuda Pancasila bentukan Spego Goni di Jakarta.
Almarhum Kerani Bukit barangkali tidak sempat menuturkan hal itu kepada para
penerusnya.15 Tidak ada dokumen ataupun catatan-catatan yang dapat menjadi
rujukan untuk mengetahui keterkaitan tersebut. Akibatnya, masalah itu hilang
bersamaan dengan kepulangan almarhum Kerani Bukit sebagai pelopor dan orang
yang mencari pemuda-pemuda untuk dimasukkan menjadi pengurus Pemuda
Pancasila di Sumatera Utara.
Setahun sebelumnya, persisnya pada tanggal 28 Oktober 1960, Ketua DPD
IPKI Sumatera Utara, Kerani Bukit, melantik Effendi Nasution sebagai Ketua dan
Yansen Hasibuan sebagai Sekretaris pengurus organisasi Pemuda Pancasila di
Medan. Effendi Nasution, selaku orang yang dilantik ketika itu, tidak mengetahui

                                                                                                                       
15
Kerani Bukit adalah seorang purnawirawan Angkatan Bersenjata dan Ketua IPKI Sumatera Utara
yang pertama tahun 1959. Pada masa kemerdekaan, ia dikenal sebagai pejuang kemerdekaan. Di
kalangan Pemuda Pancasila Sumatera Utara, Kerani Bukit, dianggap sebagai pemimpin induk Pemuda
Pancasila yang memiliki kemampuan berpidato yang baik dan sangat membenci PKI.

Universitas Indonesia  
 
  62

pada saat yang sama di tempat lain juga, ada organisasi Pemuda Pancasila di luar
Kota Medan. Effendi Nasution hanya tahu bahwa nama organisasi Pemuda
Pancasila saat itu disebutkan oleh Kerani Bukit. Nama Pemuda Pancasila diketahui
Effendi Nasution beberapa hari sebelum pelantikan, pada saat dia bertemu dengan
Kerani Bukit di kantor IPKI Jalan Sutomo Medan, di depan Medan Bioskop.
Pertemuan itu, menurut Effendi, dilakukan setelah Rosiman (teman Johan Bukit,
putra Ketua IPKI) mengajaknya bergabung dengan IPKI yang akan mendirikan
organisasi Pemuda Pancasila di Medan.
Pilihan kepada Effendi Nasution sebagai Ketua Pemuda Pancasila Kota
Medan diduga sebagai hasil diskusi dan pengamatan yang mendalam di kalangan
pucuk pimpinan IPKI Sumatera Utara ketika itu. Tepatnya pilihan itu terletak pada
dua hal. Pertama, Effendi Nasution adalah simbol dari pemuda jalanan, anak
bioskop, yang selama ini belum sempat tergarap oleh organisasi-organisasi
kekuatan politik. Pada saat itu jumlah anak jalanan di Kota Medan cenderung
meningkat bersamaan dengan kebijakan program rasionalisasi dan sentralisasi
ekonomi sejak Kabinet Wilopo. Kedua, pada saat yang bersamaan Effendi
Nasution dan Rosiman telah menjadi anggota perkumpulan P2KM (Persatuan
Pemuda Kotamadya Medan), yang bertugas sebagai penjaga malam (hermandat) di
pusat kota.
Organisasi P2KM telah menjadi arena sosial bagi para preman dan cross-
boys untuk bekerjasama, membangun saling pengertian, baik dalam pergaulan
maupun dalam aktivitas dan dinamika kehidupan kota Medan. Secara taktis tidak
salah Efendi Nasution dipilih sebagai pimpinan organisasi yang sudah mulai
berkibar sebagai penjaga malam menyusul pengumuman Presiden tentang darurat
perang 1957. Kolonel Sukardi dari Kodam I Bukit Barisan, Ketua Umum Jaga
Malam ketika itu, dan yang diduga kuat mempunyai hubungan baik dengan Kerani
Bukit selaku purnawirawan angkatan bersenjata, berkemungkinan besar ikut
mempengaruhi pilihan IPKI dalam membentuk organisasi Pemuda Pancasila di
Medan.
Kehadiran Pemuda Pancasila di Kota Medan juga merekrut para anak
jalanan dan preman itu sebagai anggota organisasi. Hampir seluruh anggota P2KM
menjadi anggota Pemuda Pancasila. Ketika Effendi Nasution beserta pengikut-
pengikutnya dari P2KM beralih kepada Pemuda Pancasila, suasana bersatu di

Universitas Indonesia  
 
  63

kalangan pemuda preman sudah terbentuk. Perkelahian preman antar kampung,


untuk sebagian sudah dapat dihindari. Para preman yang pada mulanya hanya
terikat menurut kesamaan teritori sudah dapat berkawan dan bergaul secara lintas
teritori kampung. Oleh sebab itu, kehadiran Pemuda Pancasila sudah lebih mudah
diterima di kalangan preman serta malahan diharapkan akan memberi sentuhan
organisasi yang lebih sistematis melalui kegiatan-kegiatan yang telah direncakan.
Dalam perkembangannya, jumlah anggota Pemuda Pancasila di Kota Medan telah
mencapai ribuan hingga tahun 1962.
Pada masa-masa awal pembentukan Pemuda Pancasila, sistem organisasinya
belum sebaik sekarang. Upaya penataan organisasi diutamakan pada usaha
pembentukan organisasi di seluruh wilayah Kota Medan. Pelaksanaan
pembentukan organisasi tidak terbatas hanya oleh pengurus Pemuda Pancasila yang
sudah ada sebelumnya. Pengurus IPKI masih sangat berperan dalam pembentukan
itu. Jika di suatu pemukiman ada kemungkinan Pemuda Pancasila dibentuk, maka
disanalah organisasi itu dibentuk. Oleh sebab itu tidak mengherankan bila pada
saat yang sama, terjadi dua peristiwa pelantikan pengurus di dua pemukiman yang
berbeda. Tentang hubungan organisatoris atau hirarkis antara Pemuda Pancasila di
tempat yang satu dan di tempat yang lain pada dasarnya tidak begitu jelas.
Hubungan antara mereka hanya karena sama-sama berinduk kepada organisasi
IPKI. Kegiatan nyata yang dikelola oleh organisasi Pemuda Pancasila sangat boleh
jadi tidak ada. Kegiatan yang dilakukan hanya untuk menyatukan Partai IPKI.

“dulu mana kita tahu dek…. Organisasi kata orang, ya organisasi. Lantik
katanya ya lantik lah, kan sekarang baru kita tahu itu apa. Setelah pelantikan
lalu ada latihan atau penataran dan sebagainya. Sebelumnya mana ada tatar-
tatar karena semua preman, crossboy, pencuri, perampok dan pembunuh ada
semua di situ. Apa itu DPW, DPC mana kita tahu itu, iya kan? Yang penting
bikin saja dulu, dirikan di mana-mana. Jadi lain dek…tidak seperti
sekarang, sekarang ini orang sudah banyak yang tahu bahwa DPW melantik
DPC. DPC melantik anak cabang. Dulu mana ada itu… Preman semuanya
di situ.”16

                                                                                                                       
16
Meski kebanyakan anak muda “jalanan” yang direkrut tidak memiliki pekerjaan tetap, namun
sebagian pimpinan Pemuda Pancasila berasal dari orang-orang yang memiliki semangat pionir dan

Universitas Indonesia  
 
  64

Pada tanggal 14 April 1961 IPKI dinyatakan lulus seleksi dan diakui
keberadaannya sebagai sebuah partai politik yang berhak mengikuti pemilu.
Pengakuan tersebut dinyatakan dalam KEPRES No. 128 Tahun 1961. Bagi IPKI
peningkatan statusnya menjadi sebuah partai disambut dengan kegembiraan.
Kegembiraan itu sangat beralasan karena hal itu mencerminkan prestasi IPKI yang
sangat besar di masa itu. Sebab peningkatan status menjadi partai memudahkan
konsolidasi organisasi IPKI yang telah memiliki beberapa cabang di wilayah
nusantara. Ketika itu tantangan dari partai-partai lain menjadi salah satu persoalan
bagi internal IPKI terkait dukungan dari para pemuda, seperti PNI dengan Pemuda
Marhaennya dan PKI dengan Pemuda Rakyatnya.
Pemuda Pancasila dinyatakan secara resmi sebagai organisasi yang berada
di bawah binaan (onderbouw)17 IPKI, ketika Kongres III IPKI yang berlangsung
tanggal 7–11 Juli 1961 di Surabaya. Sejak itu mulai dilakukan penataan struktur
organisasi sebagai upaya perluasan dan pemekaran organisasi ke seluruh tanah air.
Partai IPKI berperan sangat penting dalam proses konsolidasi Pemuda Pancasila di
seluruh wilayah Indonesia. Demikian pentingnya, sehingga pada tanggal 20
Agustus 1962 tanpa melalui rapat umum Pemuda Pancasila se-Indonesia, Ketua
Umum IPKI melantik Pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Pemuda Pancasila di
bawah pimpinan Ketua Umum Spego Goni SP dan Sekretaris Umum Arief Zen.
Selain membentuk Pemuda Pancasila, Kongres IPKI ke-III Surabaya juga
membentuk onderbouw IPKI lainnya yaitu Mahasiswa Pancasila, Ikatan Sarjana
Pancasila, Karyawan Wanita Pancasila, Gerakan Pelajar Pancasila, Karyawan Tani
Pancasila, Karyawan Nelayan Pancasila, Karyawan Guru Pancasila, Lembaga
Kebudayaan Pancasila, dan Kubu Pancasila. Secara bertahap dan
berkesinambungan, orgnisasi onderbouw IPKI terus didirikan hingga menjelang
Gestapu 1965 keseluruhan organisasi binaan tersebut telah berdiri di Medan,
Sumatera Utara.
Pada bulan Juli 1963 pengurus Dewan Pimpinan Wilayah Pemuda Pancasila
Sumatera Utara dibentuk. Effendi Nasution ditunjuk sebagai Ketua dan dilantik di
Gedung Selecta, Jalan Listrik Medan, oleh Ketua Umum Dewan Pimpinan Wilayah
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     
kepeloporan yang mumpuni di antara pemuda lainnya. Lihat Syamsul Bahri Nasution dan Saifuddin
Mahyudin. 1999. The Lion of North Sumatera. Medan: USU Press. hal. I-III.
17
Istilah Onderbouw berasal dari bahasa Belanda yang artinya sub-struktur. Kata onderbouw sering
digunakan oleh para aktivis partai politik untuk menyatakan suatu organisasi masyarakat yang menjadi
binaannya.

Universitas Indonesia  
 
  65

IPKI Sumatera Utara. Lima jam kemudian di rumah Kusen Tjokrosentono, Ketua
IPKI Sumatera Utara, memberikan tugas kepada Yan Paruhum Lubis alias Ucok
Majestik sebagai koordinator Pemuda Pancasila Kotamadya Medan. Kusen
Tjokrosentono, yang pada saat itu menjabat Kepala Jawatan Penerangan Provinsi
Sumatera Utara, tampaknya ingin mempersiapkan pembentukan Dewan Pimpinan
Cabang Kotamadya Medan. Ketika itu, di beberapa wilayah kecamatan Kotamadya
Medan telah dibentuk Pemuda Pancasila, di antaranya Pemuda Pancasila Ranting
Pulau Brayan ketuanya Suaibun Usman, Pemuda Pancasila Anak Cabang
Kecamatan Medan Barat dengan ketua Nico Pulungan, dan lain-lain. Seluruh
pengurus Pemuda Pancasila di tingkat ranting hingga anak cabang dilantik oleh
pengurus IPKI, bukan oleh pengurus Pemuda Pancasila dari instansi yang lebih
tinggi.
Effendi Nasution, selaku Ketua DPW, dan Amran Ys mulai membentuk
Anak Ranting Pemuda Pancasila di sekitar Jalan Medan Area Selatan tahun 1964.
Waktu itu di jalan tersebut sudah ada kelompok pemuda dengan nama Seri-Boys.
Anggotanya terdiri dari anak-anak sekitar Jalan Medan Area Selatan, yang sering
nongkrong di bawah pohon Seri dan dikenal dengan sebutan Pemuda Roman.
Sebagian mereka sudah tidak bersekolah dan sebagian lagi masih bersekolah.
Umumnya belum memiliki pekerjaan tetap, kecuali membantu pekerjaan orang tua
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari misalnya berjualan.
Kebiasaan anak muda masa itu adalah mereka bermusuhan dengan anak-
anak muda di lingkungan yang lain di antaranya anak-anak Jalan Puri. Berkelahi
secara keroyokan dengan anak-anak Puri, adu jotos dan lempar batu pun sering
terjadi. Walaupun sebab perkelahian itu hanya karena soal plotot-plototan mata
secara individual saat berpapasan. Pasa masa kepemimpinan Effendy Nasution,
untuk menjadi ketua Pemuda Pancasila di semua tingkatan, ia selalu bertanya "Apa
kau sudah pernah masuk penjara? Sudah berapa orang yang kau tikam/bunuh?
Berapa anggotamu?” dan pertanyaan lainnya yang terkadang menyesakkan dada.
Jika memenuhi syarat itu langsung diterbitkan surat keputusan tanpa ada
musyawarah.
Pertumbuhan Pemuda Pancasila di Sumatera Utara tak dapat dilepaskan dari
keadaan sosial budaya dan sosial politik ketika itu. Semangat revolusi yang
dihembuskan oleh para pejuang bekas tentara dan lasykar rakyat berkobar di bawah

Universitas Indonesia  
 
  66

panji IPKI dan ormas-ormasnya. Semangat anak muda yang mengidolakan para
jagoan pun menemukan salurannya di dalam organisasi. Pemuda Pancasila menjadi
wadah berkumpulnya para preman dan jagoan yang selama ini menjadi perhatian
anak muda. Keberanian dan kesetiaan kelompok menjadi simbol Pemuda Pancasila
dalam menantang musuh-musuhnya.
Pemuda Pancasila yang berbasis para anak jalanan mulai bangkit merekrut
pemuda-pemuda di kampung-kampung bumiputera sekitar Kota Medan. Hal ini
menjadi perhatian pihak lawan, terutama dari kelompok pemuda yang mendukung
PKI yakni Pemuda Rakyat. Apalagi pada waktu itu kata-kata Pancasila mulai
lenyap dari telinga dan ada ketakutan orang menyebutkan itu. Orang takut
menyebutnya karena tidak bersesuaian dengan ideologi Nasakom yang telah
menyebar ke seluruh wilayah nusantara. Akan tetapi oleh anak jalanan, kata
“Pancasila” bukan saja sekedar disebut, ditanamkan dalam hati, melainkan
ditabalkan pada nama organisasinya Pemuda Pancasila.
Pemuda Rakyat paling tidak suka melihat orang mengagung-agungkan
Pancasila. Dengan segala cara mereka tempuh agar lawan jatuh dan terpuruk.
Mereka tebar intrik dan ejekan-ejekan untuk mengecilkan marwah lawan. Mereka
sebar benih permusuhan, bersembunyi di balik kata revolusi untuk menghabisi
lawan. Dengan jumlah massa ribuan mereka gelar demonstrasi-demonstrasi,
intimidasi, dan propaganda menjatuhkan lawan. Mereka teriakkan NASAKOM
yang menyudutkan agama. Mereka ciptakan idiom-idiom politik untuk menistakan
lawan. Lewat spanduk mereka tuliskan dan lewat koran mereka sebarluaskan
seperti HMI “kaum sarungan”, SOKSI “kapitalis birokrat” alias “kabir”, Pemuda
Pancasila “perampok kota”, serta slogan lainnya seperti Bubarkan HMI, Bubarkan
SOKSI, Ganyang Pemuda Pancasila.
Intimidasi dan intrik-intrik yang disebar Pemuda Rakyat18/PKI tidak pula
membuat Pemuda Pancasila takut. Dengan semboyan “Kamput19 di Kiri Tombak di

                                                                                                                       
18
Pemuda Rakyat adalah sayap pemuda dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Organisasi ini mula-mula
dibentuk dengan nama Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo). Pertama kali organisasi ini diciptakan atas
inisiatif Menteri Pertahanan saat itu, yaitu Amir Sjarifuddin, sebagai sayap pemuda dari Partai Sosialis
Indonesia (PSI). Kongres yang diadakan pada 10 November-11 November 1945, mempersatukan tujuh
organisasi setempat. Keanggotaannya dengan cepat berkembang menjadi sekitar 25.000 orang.
Organisasi ini ikut serta dalam perjuangan bersenjata untuk merebut kemerdekaan dalam revolusi
nasional Indonesia. Satuan-satuan Pesindo terlibat dalam pertempuran melawan pasukan-pasukan
Britania. Bersama-sama dengan PKI dan FDR ikut serta di dalam Peristiwa Madiun 1948. Pada 1950
organisasi ini membentuk hubungannya dengan PKI dan mengubah namanya menjadi Pemuda Rakyat.

Universitas Indonesia  
 
  67

Kanan” dan “Nyawa dibalas Nyawa, Darah dibalas Darah”, Pemuda Pancasila
dengan berani melawan musuhnya. Esprite de corps, setia kawan, “Tangan Kanan
kuburan, Tangan Kiri Rumah Sakit” menjadi semboyan Pemuda Pancasila maju
menentang Pemuda Rakyat dan PKI. Tidak sekali dua perkelahian terjadi di antara
mereka. Suatu hari di antara tahun 1964–1965 seorang anggota Pemuda Pancasila,
Yan Paruhum Lubis atau Ucok Majestik, diculik Pemuda Rakyat. Sebagai gantinya
Pemuda Pancasila mengambil Ketua Pemuda Rakyat wilayah Medan Barat. Di hari
yang lain, ketika sebuah upacara nasional digelar di lapangan Benteng, Pemuda
Rakyat yang berjumlah ribuan ingin menyingkirkan barisan Pemuda Pancasila
yang hanya berjumlah 40 orang. Melihat sikap Pemuda Rakyat yang arogan itu,
Pemuda Pancasila di bawah pimpinan Ucok Majestik melaksanakan aksi yang
sangat emosional. Dengan kayu, batu dan tiang bendera yang ada di tangan,
Pemuda Pancasila menghajar barisan Pemuda Rakyat hingga kocar-kacir.20
Suasana mencekam dan mengkawatirkan mulai timbul setelah PKI/BTI
membunuh seorang anggota ABRI yang kemudian dikenal sebagai (Alm.) Letda
Soedjono di Perkebunan Bandar Betsy, Simalungun, 14 Mei 1965. Hiruk pikuk dan
kekacauan terus-terusan memuncak setelah itu. Demonstrasi, agitasi, dan
propaganda semakin banyak digelar. Rakyat di kota ataupun di pedesaan makin
ditakut-takuti. PKI merasa semakin kuat, apalagi beberapa pejabat teras, sipil dan
militer Sumatera Utara telah berhasil dirangkulnya. Kehidupan rakyat makin
mencekam, siapa kawan dan siapa lawan semakin tidak jelas, saling curiga
merajalela.
Berita tentang terbunuhnya para Jenderal di Jakarta telah disiarkan oleh RRI
pada 2 Oktober 1965 malam. Kabar tersebut didengar oleh sebagian anggota
Pemuda Pancasila yang sedang berada di Medan Bioskop. Isi berita mengabarkan
bahwa telah terbunuh satu perwira, lima jenderal dan seorang bocah oleh satu

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     
Pada kongres November 1950 Francisca C. Fanggidaej diangkat menjadi ketua, sementara Sukatno
menjadi sekretaris jenderal. Pada 1965 keanggotaannya mencapai sekitar 3 juta orang. Organisasi ini
ditindas secara brutal bersama-sama dengan PKI pada 1965-1966. Lihat di
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemuda_Rakyat
19
Kamput singkatan dari kambing putih merupakan merek minuman keras yang bisa memabukkan,
dengan harga yang relatif murah menjadi minuman sehari-hari para anak muda jalanan di kota Medan
dan sekitarnya.
20
Wawancara dengan Yan Paruhuman Lubis atau Ucok Majestik (Pini Sepuh Pemuda Pancasila), 5
November 2011, pukul 15.05 Wib di rumah pribadinya, Perumnas Helvetia Medan. Lihat juga
Sarmadan Pasaribu. 2002. “Peranan Pemuda Pancasila Menentang Gerakan Partai Komunis Indonesia
di Kotamadya Medan Tahun 1960-1966”. Skripsi. Medan: Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Universitas Indonesia  
 
  68

gerakan tertentu di Jakarta. Tanpa pikir panjang, apalagi setelah ada peringatan
sebelumnya, anggota Pemuda Pancasila yang berkumpul di tempat itu menafsirkan
bahwa gerakan dimaksud adalah PKI. Maka pada malam itu juga, “pasukan”
Pemuda Pancasila tanpa berkonsultasi dengan pihak manapun langsung bergerak
menyerang kantor dan rumah-rumah anggota PKI. Kegiatan ini terus dilaksanakan
pada hari-hari berikutnya.
Pembentukan Komando Aksi dalam rangka penumpasan PKI dan ormas-
ormasnya dilakukan di Sumatera Utara. Gerakan pembentukan Komando Aksi ini
diprakarsai oleh Pemuda Pancasila yang dibentuk pada 29 Oktober 1965 dengan
ormas-ormas pemuda, mahasiswa dan pelajar untuk menumpas PKI.21 Masyarakat
pemuda semakin menggandrungi organisasi Pemuda Pancasila, sehingga pada masa
itu banyak sekali tumbuh pengurus-pengurus Pemuda Pancasila mulai dari Anak
Ranting, Ranting, Anak Cabang, serta Cabang di Sumatera Utara.
Komando Aksi mengadakan rapat umum di Gedung Olahraga Medan,
dengan membahas isu masuknya senjata sebanyak 1.000 pucuk dari RRT (Republik
Rakyat China). Usai rapat seluruh peserta berdemonstrasi ke kantor Konsulat RRT
yang dipimpin Pemuda Pancasila. Massa demonstran menurunkan bendera RRT
dan mendesak pihak konsulat untuk menjelaskan perihal kebenaran isu tersebut di
atas. Dalam demontrasi yang emosional itu, tiba-tiba sebuah peluru bersarang di
kepala seorang anggota demonstran dan korban tak dapat diselamatkan sehingga
menghembuskan nafas terkahirnya dalam perjalanan menuju rumah sakit. Korban
tersebut adalah seorang anggota IPTR (Ikatan Pemuda Tanah Rencong) bernama
Ibrahim Umar yang juga merangkap sebagai anggota Pemuda Pancasila.
Peristiwa 10 Desember 1965 yang menyebabkan kematian Ibrahim Umar itu
memicu kemarahan massa Pemuda Pancasila dan pemuda lainnya. Mereka
melampiaskan kemarahannya hampir secara membabi buta. Semua orang China
yang dilihat, sekalipun tidak tahu menahu peristiwa itu ditangkapi, dipukuli,
hartanya dirampok, setelah itu dihabisi nyawanya. Tak kurang 150 orang China
Medan tewas dalam peristiwa berdarah itu. Akibat dari tindakan mengganyang
China ini, fungsionaris Pemuda Pancasila seperti Effendi Nasution ditahan oleh
                                                                                                                       
21
Mereka yang terlibat dalam Komando Aksi ini antara lain A. Manaf Lubis, Kusen Tjokrosentono, A.
Sukardi, Effendi Nasution, Rosiman, Amril YS, Amran YS, Sinambela, dan Nur Nikmat. Komando aksi
ini ditandaskan hanya bersifat regional Sumatera Utara. Keterlibatan Pemuda Pancasila dalam setiap
aksi yang dibentuk sebetulnya telah menunjukkan kebesarannya di antara ormas-ormas yang ada ketika
itu.

Universitas Indonesia  
 
  69

pihak berwajib selama kurang lebih 21 hari. Rosiman dan Mansyur Azis yang tidak
ditahan akibat peristiwa itu, dipanggil ke Jakarta menemui Jenderal A.H. Nasution
untuk menjelaskan duduk perkara peristiwa tersebut. Pemerintah pusat menyebut
peristiwa itu sebagai peristiwa rasialis. Sehingga selepasnya dari tahanan, Effendi
Nasution dipanggil ke Jakarta menghadap Bung Karno. Di Jakarta ia disambut
Jenderal Sukendro, yang saat itu menjabat Ketua Umum IPKI, dan bersamanya
menghadap Bung Karno.
Bung Karno sempat menuduh Effendi Nasution sebagai Rasialis. Namun
Effendi tetap menyatakan tidak, Effendi menyatakan keanekaragaman anggotanya
di dalam organisasi Pemuda Pancasila yaitu “Ada China, Keling, Menggali22 yang
menjadi anggota saya. Mana mungkin saya rasialis”, jelas Effendi. Presiden
Soekarno sendiri menerima penjelasan Effendi Nasution setelah hampir dua jam
dialog terjadi di antara mereka. Di akhir pertemuan Soekarno berpesan kepada
Effendi, “Effendi! Saya harap kamu bantu Saya untuk mengamankan kawasan
23
Sumatera Utara”. Penjelasan serupa dia ajukan kepada Jenderal Nasution dan
juga Jenderal Alamsyah Ratuprawiranegara. Sehingga ketika rapat Front Nasional
diadakan, keluar pernyataan resmi dari pemerintah, bahwa peristiwa 10 Desember
1965 bukan peristiwa rasial melainkan hanya peristiwa kriminal biasa.

2.2. Pemuda Pancasila Masa Orde Baru

Keluarnya Supersemar 1966 membawa nafas baru bagi penumpasan PKI.


Pejabat Presiden Jenderal Soeharto memerintahkan pembubaran PKI dan atas
perintah tersebut Komando Aksi mengarahkan serangannya antara lain ke
Kampung Kolam. Serangan ini konon diawali oleh Pemuda Pancasila dari Ranting
Sei Kera. Serangan ini mendapat tantangan sehingga tertangkapnya dua orang
penyerang, yakni Adlin Prawira (anggota Pemuda Pancasila merangkap anggota
HMI) dan M. Yakob. Menurut keterangan yang diperoleh, M. Yacob adalah
seorang anak yang masih di bawah umur. Ketika rencana penyerangan Kampung
Kolam disusun, M. Yacob minta ikut tetapi dilarang oleh anggota yang sudah
dewasa. Namun tanpa diduga-duga, remaja M. Yacob ternyata menyusup di antara
                                                                                                                       
22
Keling dan Menggali digunakan dalam bahasa sehari-hari warga kota Medan kepada orang India
Tamil atau orang Keling. Di Medan kaum Keling dan Menggali banyak tinggal di Jalan Zainul Arifin
atau lebih dikenal dengan istilah Kampung Keling.
23
Syamsul Bahri Nasution dan Saifuddin Mahyudin. 1999. The Lion….. hal. 217-235.

Universitas Indonesia  
 
  70

rombongan dan terlibat dalam aksi penyerangan. Ia bersama Adlin menemui


ajalnya setelah terlebih dahulu disiksa. Mayatnya ditemukan 12 hari kemudian
dalam keadaan sangat mengenaskan. Telinga dan alat vitalnya hilang serta mata
terburai dengan posisi terikat ke sepotong besi (rel lori) yang ditenggelamkan ke
dalam air parit, di bawah rakit batang pisang sebagai pelampungnya. Untuk
mengelabui pencari mayat “pahlawan” Orde Baru ini, PKI meletakkan bangkai
kambing di atas rakit pohon pisang yang mengapung-apung tersebut.
Kecuali penumpasan antek-antek komunis di Kampung Kolam, Komando
Aksi terlibat aktif dalam pengambilalihan gedung-gedung pusat kegiatan partai
terlarang PKI.24 Menyusul Supersemar, organisasi masyarakat se-Sumatera Utara
berkumpul di Kodim guna membentuk Kesatuan Aksi Masyarakat Pengganyang
Antek-antek Komunis (KAMPAK). Dalam kesatuan ini Pemuda Pancasila kembali
terlihat mendominasi. Kesatuan ini pada dasarnya dibentuk dalam rangka
implementasi kehendak rakyat Sumatera Utara untuk mendukung pemerintah Orde
Baru.
Perubahan konstelasi politik nasional pertama yang paling mendasar selama
usia kemerdekaan adalah bergantinya Orde Lama ke Orde Baru. Perubahan tatanan
politik yang menjadi kerangka seluruh kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara itu bukan hanya memberi jalan bagi hubungan politik di dalam maupun
luar negeri. Tetapi perubahan tersebut juga dapat melahirkan suasana yang dapat
menentukan mati hidupnya sebuah partai politik. Kondisi itu seringkali timbul di
luar perkiraan dan ramalan-ramalan sebelumnya. Sebabnya tidak lain karena gejala
sosial politik yang terjadi bisa berjalan di luar aturan-aturan normal yang dapat
diantisipasi.
Pemuda Pancasila selaku organisasi massa dengan mudah dapat terimbas
oleh perubahan-perubahan tatanan sosial politik yang terbentuk. Sifat rentan yang
dimilikinya itu terkait erat dengan kedudukannya sebagai salah satu orderbouw
partai politik IPKI. Sehingga jika kesehatan “induknya” terganggu maka terganggu
pula kesehatan “anaknya”. Dengan kata lain permasalahan yang dialami IPKI akan
sekaligus menjadi masalah Pemuda Pancasila.
                                                                                                                       
24
Ada sejumlah gedung yang dapat diidentifikasi digunakan oleh PKI, yaitu Gedung BAPERKI Jalan
Merbabu, Meranti, Universitas RES Publika (CGMI), Penjara Jalan Gandi, Gedung PKI Jalan
Sisingamangaraja, Kantor SOBSI Jalan Simpang Iskandar Muda, Sekretariat PKI Kodya Medan di
Jalan Terendam, Kantor BAPERKI Jalan Tilak, Mess PKI Jalan Bromo, Rumah kediaman Tan Holan
Jalan Gandi, Kantor CV. Kartam sekarang, Kantor MPW Pemuda Pancasila sekarang dan lain-lain.

Universitas Indonesia  
 
  71

Di puncak-puncak kejayaannya, usai masa penumpasan sisa-sisa Gerakan


30 September 1965, Pemuda Pancasila sempat mengadakan Kongres/Musyawarah
Besar yang pertama tahun 1968 di Medan. Beberapa wilayah Pemuda Pancasila
yang tersebar di seluruh Indonesia, hadir pada kesempatan itu. Kota Medan yang
dikenal karena keberanian basis massa Pemuda Pancasila menghadapi PKI,
menjadi bukti kepercayaan pengurus pusat memilihnya sebagai tuan rumah
penyelenggaraan kongres pertama. Sementara Pemuda Pancasila di daerah-daerah
lain, termasuk Jakarta, belum tentu memiliki kekuatan massa yang sama seperti
kekuatan yang telah didapat Pemuda Pancasila Sumatera Utara. Maka pada saat
kongres berlangsung, tujuan utama adalah menaikkan popularitas Effendi Nasution
sebagai tokoh Pemuda Pancasila yang sedang sangat tenar ketika itu. Hampir
dalam semua kegiatan, Effendi Nasution, ikut terlibat dan bertindak sebagai
pemimpin aksi.
Ketenaran tokoh Pemuda Pancasila Sumatera Utara ini tidak dapat
dipungkiri sebagai salah satu modal yang telah membawanya berkantor di Gedung
DPRGR/MPRS/BP-MPRS tahun 1968 mewakili unsur pemuda. Namun berkat
ketenarannya itu pula pekerjaannya menjadi semakin banyak. Ia Ketua Umum
DPW Pemuda Pancasila dan dia pula anggota DPR. Keputusan Effendi Nasution
menunaikan tugas rangkap di Jakarta, bukanlah tanpa resiko baik kepada dirinya
sendiri maupun kepada organisasi Pemuda Pancasila di Sumatera Utara. Di masa-
masa ia harus meninggalkan Sumatera Utara, disitu pula Walikota Medan,
Aminurrasyid, yang tersangkut peristiwa G 30/S tidak mungkin lepas dari
perhatiannya. Ia pun terlibat dalam kompetisi dan percaturan politik pemerintahan
kota ketika itu. Akibat keterlibatannya itu pula, tugas-tugasnya di Jakarta tidak
dapat diselesaikan sesuai periode yang ditentukan.
Keterlibatan Effendi Nasution dalam pemilihan Walikota Medan adalah
mendukung Syurkani sebagai calon walikota yang ingin dimenangkan. Lawan
Syurkani dalam pemilihan itu berasal dari kelompok tentara yaitu Letkol MS
Rangkuti. Ketika itu pemilihan dilakukan melalui pemungutan suara anggota
DPRD Kota Medan. Dukungan Pemuda Pancasila dalam pemilihan itu terbelah
dalam dua kubu yaitu pengurus wilayah mendukung Syurkani, sedangkan pimpinan
cabang Medan mendukung Letkol MS Rangkuti. Perbedaan dukungan itu lebih
disebabkan karena adanya pertikaian etnis calon walikota di antara para

Universitas Indonesia  
 
  72

pendukungnya. Akhirnya, Syurkani terpilih sebagai Walikota Medan melalui


proses pemilihan suara anggota DPRD Medan yang dinilai mendapat tekanan dari
kelompok preman. Kelompok yang kalah kemudian menyebarkan isu bahwa
kemenangan Syurkani karena adanya intimidasi terhadap anggota DPRD Medan.
DPC Pemuda Pancasila Kotamadya Medan termasuk kelompok yang menyebarkan
isu tersebut. Atas sikap itu, pimpinan wilayah Pemuda Pancasila Sumatera Utara
memberikan sanksi kepada pengurus cabang Medan dengan membekukan DPC
Pemuda Pancasila Kotamadya Medan dan ketuanya diberikan sanksi skorsing dan
pemecatan.
Selama rentang waktu 1968 hingga 1971 kegiatan Pemuda Pancasila
mengalami kemunduran di seluruh Indonesia. Ketika itu Angkatan Bersenjata
sedang menyusun “skenario” besar untuk menata sistem pemerintahan Orde Baru.
Di antaranya adalah menggarap partai politik, golongan Islam, mensahkan RUU
Pemilu tahun 1969 yang menjamin posisi ABRI menjadi anggota DPR dan DPRD
tanpa dipilih, mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 12 tentang
pelarangan pegawai negeri menjadi anggota partai politik, membesarkan Golongan
Karya, dan lain-lainnya. Skenario tersebut secara tidak langsung mengeluarkan
IPKI dari kekuatan politik yang selama ini telah mendukung ABRI. Hasilnya
adalah IPKI tidak memperoleh satu kursi parlemen pun dalam Pemilu 1971.
Menurut penjelasan tokoh-tokoh Pemuda Pancasila Sumatera Utara,
kekalahan IPKI dalam Pemilu 1971 seharusnya tidak menyebabkan menurunnya
kegiatan Pemuda Pancasila jika Pemuda Pancasila itu berani melepaskan
keterikatannya dari IPKI. Gagasan ingin melepaskan keterikatan kepada IPKI ini
lama menjadi bahan renungan dan pertimbangan tokoh Pemuda Pancasila Sumatera
Utara. Semakin hari gagasan itu semakin menguat dan setelah 1973, IPKI
bersepakat memfusikan diri ke dalam sebuah partai yakni Partai Demokrasi
Indonesia. Tuntutan independensi organisasi akhirnya menjadi pembicaraan serius
di kalangan aktivis Pemuda Pancasila.
Ketika Effendi Nasution memimpin Pemuda Pancasila Sumatera Utara,
independensi organisasi menjadi pedoman bagi pengurus untuk menyusun dan
melaksanakan kegiatan. DPP Pemuda Pancasila dalam keadaan vakum, sebagian
aktivis dan para anggotanya sudah tak aktif dalam kegiatan organisasi. Atas tekad
dan semangat independensi Pemuda Pancasila dari IPKI maka pada Musyawarah

Universitas Indonesia  
 
  73

Wilayah ke-III, Pemuda Pancasila Sumatera Utara kembali menegaskan


independensi organisasi. Pernyataan tersebut memiliki arti sejarah yang sangat
penting bagi perkembangan Pemuda Pancasila saat ini. Keistimewaan pernyataan
independensi itu juga akhirnya tidak mengubah AD/ART Pemuda Pancasila yang
berlaku secara nasional.25 Dengan kata lain Pemuda Pancasila Sumatera Utara
masih menggunakan AD/ART yang lama dan menjadi rujukan dalam pengambilan
keputusan di tingkat nasional.
Keputusan yang diambil itu, seolah-olah menimbulkan kesan telah terjadi
kesepakatan politik dengan pemerintah Orde Baru. Pengertian independen yang
dipakai dalam kesempatan tersebut lebih bersifat politis ketimbang yuridis.
Peluang untuk terlepas dari partai IPKI yang kalah pemilu, dilakukan untuk
memperoleh akses ke kontestan pemilu yang lain, yang secara mutlak jauh lebih
kuat. Setelah musyawarah usai, disampaikan pernyataan kebulatan tekad satuan-
satuan pengurus Pemuda Pancasila di pelbagai wilayah untuk memenangkan
Golkar pada Pemilu 1977. Akan tetapi begitu daftar caleg (calon anggota legislatif)
diumumkan, sebagian pengurus Pemuda Pancasila kecewa karena wakil mereka
tidak terdaftar dalam usulan caleg.
Selain menghasilkan keputusan independen, Musyawarah III ini kembali
menetapkan M.Y. Effendi Nasution menduduki jabatan Ketua DPW Pemuda
Pancasila Sumatera Utara periode 1974–1978. Namun kebiasaan kembali berulang,
ketua terpilih tidak menyelesaikan tugasnya hingga akhir periode. Ketua terpilih
mengundurkan diri dari jabatan ketua tahun 1976 setelah yang bersangkutan
kembali dari menunaikan ibadah haji ke tanah suci Mekkah 1975. Untuk
menyelesaikan kepengurusan hingga akhir periode (1978), rapat pleno melakukan
reshuffle menunjuk Amran Y.S. sebagai ketua dan Amril Y.S. sebagai sekretaris.
Sejak Pemilu 1971, DPP Pemuda Pancasila tidak pernah melakukan
kegiatan, meskipun Maurits L. Tobing masih tercatat sebagai Ketua DPP Pemuda
Pancasila. Ketika susunan pengurus Dewan Pimpinan Wilayah Pemuda Pancasila
Sumatera Utara dilantik, Maurits L. Tobing ikut menghadiri. Namun pada waktu
itu statusnya bukan sebagai Ketua DPP Pemuda Pancasila, melainkan sebagai salah
seorang utusan/wakil dari Komite Nasional Pemuda Pancasila (KNPI). Kenyataan

                                                                                                                       
25
Mercusuar, 22 April 1977.

Universitas Indonesia  
 
  74

ini semakin mempertegas bahwa kepengurusan DPP Pemuda Pancasila dalam


keadaan vakum.
Amran YS26, penerus kepemimpinan periode 1974-1978, menjabarkan
konsep tersebut dalam bentuk kegiatan-kegiatan. Namun dalam babak awal
kepengurusan, pihaknya masih sangat berhati-hati karena tak lama lagi pemilu
akan berlangsung pada tanggal 2 Mei 1977. Segala bentuk perbedaan pendapat dan
sikap individual kepada salah satu kontestan pemilu masih sangat terasa, walaupun
Pemuda Pancasila telah berikrar untuk bertekad memenangkan Golkar dalam
Pemilu 1977.
Kebijakan pencabutan surat izin cetak untuk pers yang dilakukan oleh
Laksus Kopkamtibda setelah Pemilu 1977 mempunyai implikasi terhadap strategi
perjuangan pengurus Pemuda Pancasila Sumatera Utara terkait pendekatan dengan
kelompok media. Ketika aturan tersebut dicabut usai pemilu, serta merta Pengurus
Wilayah Pemuda Pancasila Sumatera Utara mengeluarkan pernyataan kepada
pemerintah dan ucapan selamat kepada PWI Sumatera Utara. Pernyataan itulah
yang mengawali debut kepengurusan pada periode 1974-1978. Sejak itu kegiatan-
kegiatan dan sikap-sikap Pemuda Pancasila, baik di tingkat wilayah maupun di
tingkat cabang, muncul lebih sering di media cetak lokal.
Hubungan pengurus Pemuda Pancasila dengan pers tampak lebih intim
sehingga kegiatan sekecil apapun di daerah misalnya, mulai terlihat di media.
Popularitas Pemuda Pancasila secara perlahan-lahan menanjak. Mereka ikut
menanggapi dan malahan turun langsung menyelesaikan persoalan-persoalan di
masyarakat. Pemuda Pancasila Sumatera Utara sering melontarkan pernyataan
tentang tindakan penyelewengan yang terjadi di lingkungan pemerintahan. Sebagai
contoh, pada tahun 1977 Pemuda Pancasila berdelegasi ke gedung DPRD Deli
Serdang terkait isu korupsi yang melibatkan bupati daerah itu.27 Selain itu, sikap
protes juga disampaikan Pemuda Pancasila saat berdelegasi ke DPRS Sumatera
Utara tentang penggunaan pukat harimau yang meresahkan masyarakat nelayan.

                                                                                                                       
26
Amran YS dikenal sebagai tokoh pemuda di Sumatera Utara yang ikut dalam aksi pemberantasan PKI
di Sumatera Utara. Sebutan “preman” juga melekat dalam diri Amran karena dikenal sebagai pemuda
yang berani dan pandai berkelahi. Para pemuda di Sumatera Utara yang dikenal sebagai “preman”
sangat menghormati Amran YS.
27
Sinar Indonesia Baru, 29 Nopember 1977.

Universitas Indonesia  
 
  75

Termasuk mengenai masalah Pabrik Pengolahan Udang PT. Indra Deli di


Belawan.28
Melihat aktivitas Pemuda Pancasila tersebut, pemerintah daerah memberi
perhatian secara khusus terkait dengan organisasi. Pemuda Pancasila diminta untuk
menghambat kemungkinan menjalarnya demonstrasi mahasiswa menyambut
Sidang MPR 1978. Peristiwa yang menarik perhatian nasional dan internasional
itu, sempat mengkhawatirkan pemerintah daerah Sumatera Utara. Pemuda
Pancasila, sebagai salah satu unsur organisasi pemuda, telah menunjukkan loyalitas
kepada pemerintah Orde Baru. Pemuda Pancasila memanfaatkan kesempatan
tersebut, dengan cara menggerakkan kekuatan eksponen 66 di daerah Sumatera
Utara menandingi demonstrasi 1978 di Sumatera Utara. Ketika itu, Pemuda
Pancasila Sumatera Utara mengeluarkan pernyataan dengan judul Buku Putih dan
langsung memberikannya kepada Menteri Dalam Negeri Amir Machmud, Ketua
DPR/MPR Adam Malik, dan juga kepada sekretaris pribadi Presiden Soeharto di
Jakarta. Amran Y.S. mengutip salah satu pernyataan Amir Machmud ketika itu,
“Saya bangga bahwa masih ada pemuda yang memikirkan negara dan pemerintah
Orde Baru”. Pernyataan ini, tambah Amran, keluar dari mulut Amir Machmud
sambil menitikkan air mata.29
Peristiwa tersebut ikut menaikkan nama Pemuda Pancasila karena di dalam
kepengurusan eksponen 66 itu sendiri, terdapat banyak anggota Pemuda Pancasila.
Secara tidak langsung hubungan Pemuda Pancasila dengan pemimpin-pemimpin
sipil dan militer di wilayah pemerintahan Sumatera Utara menjadi semakin erat.
Dari relasi itu, Pemuda Pancasila sempat mendapatkan fasilitas khusus berupa
sumber dana organisasi dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Fasilitas khusus
yang diberikan itu adalah Pemuda Pancasila diberikan kebebasan untuk mengelola
beberapa wilayah di Sumatera Utara untuk mendapatkan uang dengan caranya
sendiri. Cara-cara yang dilakukan oleh anggota Pemuda Pancasila seperti
mengancam, merusak, dan bahkan membunuh untuk mendapatkan uang menjadi
penyebab dikenalnya Pemuda Pancasila sebagai organisasi yang menggunakan
kekerasan di masyarakat.

                                                                                                                       
28
Mimbar Umum, 2 November 1977; Mercusuar, 2 November 1977; Waspada, 2 November 1977;
Analisa, 2 November 1977.
29
Wawancara dengan Amran YS, 6 Nopember 2011, pukul 10.00 WIb, di Jalan Ampera Medan.

Universitas Indonesia  
 
  76

Konstelasi organisasi pemuda di Sumatera Utara sedikit berbeda dari


sebagian besar kota lain di Indonesia. Pada masa Orde Baru kekuasaan organisasi
pemuda berakar dari kedekatan mereka dengan komandan militer lokal.
Perlindungan militer yang terbesar diberikan kepada Pemuda Pancasila ketimbang
organisasi pemuda lainnya di Sumatera Utara. Hal ini memungkinkan mereka
untuk menjalankan segala aktivitas yang menguntungkan karena mendapat
perlindungan dari militer. Saat militer mengalami kesulitan untuk mengendalikan
aktivitas Pemuda Pancasila berkaitan dengan keuntungan ekonomi, maka harus ada
penyeimbang organisasi pemuda lainnya yang dibentuk dan dibesarkan oleh
kalangan tentara sendiri.
Oloan Panggabean, yang sering disapa Olo, adalah mantan anggota Pemuda
Pancasila yang memiliki bisnis perjudian di kota Medan. Pada tahun 1969, Olo
keluar dari organisasi Pemuda Pancasila dan memilih profesi sebagai pengusaha,
yang dikenal dengan usaha perjudian. Ia dipilih oleh petinggi militer sebagai figur
yang mampu membentuk kekuatan organisasi pemuda selain Pemuda Pancasila.
Sejak akhir tahun 1970, Olo pernah mengajak Ucok Majestik untuk ikut
memberikan dukungan bisnis judi yang dikelola dengan teman-temannya. Ketika
itu, Olo pun kemudian menawarkan imbalan yang cukup besar kepada Ucok
Majestik berupa uang yang akan diterima setiap bulan jika bersedia memberikan
jaminan keamanan dari masyarakat.30 Namun, Ucok Majestik menolak tawaran Olo
tersebut dan tetap saja bertindak sebagai “penguasa” wilayah di kawasan Majestik
Medan.
Untuk mendapatkan perlindungan keamanan dari bisnis perjudian, Olo
Panggabean mendirikan organisasi pemuda yang bernama IPK (Ikatan Pemuda
Karya) pada tanggal 28 Agustus 1969. Pada awalnya, pendirian IPK merupakan
kelanjutan dari berdirinya Sentral Organisasi Buruh Pancasila (SOB Pancasila)
pada tanggal 19 Juni 1954 di Jakarta yang berinduk pada Ikatan-Ikatan Pancasila
(KODI) dan merupakan salah satu pendukung Penegak Amanat Rakyat Indonesia
(GAKARI). Dalam aktivitasnya, IPK banyak mendapatkan dukungan dari kalangan
tentara khususnya Angkatan Darat di Sumatera Utara. Oleh karena itu, IPK
mengambil pusat aktivitas organisasi di Kota Medan sekaligus sebagai tempat

                                                                                                                       
30
Wawancara dengan Yan Paruhuman Lubis atau Ucok Majestik (Pini Sepuh Pemuda Pancasila), 5
November 2011, pukul 15.05 Wib di rumah pribadinya, Perumnas Helvetia Medan.

Universitas Indonesia  
 
  77

kedudukan Dewan Pembina dan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) IPK. Kota Medan
menjadi pusat pengendali seluruh kebijakan dan kegiatan organisasi IPK yang ada
di hampir seluruh provinsi di Indonesia yang diberi nama Dewan Pimpinan Daerah
(DPD) IPK.31
Setelah berdiri IPK, Pemuda Pancasila tidak begitu bebas menguasai suatu
lokasi wilayah atau lahan yang dapat menghasilkan uang. Pada lokasi wilayah yang
sebelumnya dikuasai oleh anggota Pemuda Pancasila, harus berbagi dengan
anggota IPK. Akibatnya sering terjadi benturan kekerasan fisik seperti perkelahian,
penculikan, bahkan pembunuhan di antara kedua anggota organisasi pemuda itu
untuk merebut wilayah yang ingin dikuasai. Pertikaian yang terjadi pada umumnya
berada di lokasi wilayah yang berpotensi menghasilkan uang, misalnya lahan
parkir kendaraan, pasar atau tempat berjualan dan pusat-pusat perbelanjaan
lainnya.
Selain karena penguasaan lahan, pertikaian terjadi disebabkan karena
mempertahankan eksistensi organisasi masing-masing. Sedapat mungkin masing-
masing anggota IPK dan Pemuda Pancasila saling menjatuhkan satu sama lain agar
menang di setiap perlawanan. Kemenangan di setiap pertikaian akan dianggap
sebagai kemenangan organisasi, dan kelompok yang menang akan disegani pihak
lain. Anggota dari kedua organisasi ini apabila terkena musibah seperti kena bacok,
tikaman atau meninggal dunia akan mendapatkan bantuan dana dari organisasinya
masing-masing. Loyalitas anggota dari satu kelompok akan terlihat saat mereka
dihadapkan pada satu masalah yang besar dan membawa-bawa nama organisasi.
Maka saat itulah rasa kebersamaan muncul.
Penyebab lain dari pertikaian antara IPK dan Pemuda Pancasila adalah
karena rebutan lahan pekerjaan. Adanya kecemburuan dan sakit hati dari para
anggota IPK yang banyak dipekerjakan menjadi penjaga pabrik dan satuan
pengaman di perusahaan yang ada di sekitar kota Medan. Akibatnya, anggota
Pemuda Pancasila menjadi tersaingi oleh kehadiran anggota IPK yang mengambil
alih wilayah kekuasaannya. Banyak anggota Pemuda Pancasila yang berpindah ke
IPK karena merasa tidak diperhatikan oleh organisasinya dan akhirnya
menggembosi keberadaan organisasi Pemuda Pancasila.

                                                                                                                       
31
Wawancara dengan Syamsul Sianturi, 10 Desember 2012 di Medan. Ia adalah salah seorang tokoh
dan sesepuh Ikatan Pemuda Karya yang sangat dekat dengan Olo Panggabean.

Universitas Indonesia  
 
  78

Dampak dari pertikaian antara IPK dan Pemuda Pancasila menyebabkan


masyarakat menjadi antipati atau benci dan merasa ketakutan terhadap keberadaan
kedua organisasi ini. Sering terjadi apabila ada keributan atau perkelahian,
masyarakat yang selalu memberikan informasi kepada pihak keamanan agar cepat
mengambil tindakan yang dianggap dapat meredam keributan tersebut. Masyarakat
juga telah membuat kesepakatan di antara mereka, apabila aparat keamanan tidak
dapat mengambil tindakan tegas maka masyarakatlah yang akan bertindak untuk
melawan kelompok pemuda yang telah menimbulkan keonaran dan kekacauan di
sekitar daerah mereka tinggal ataupun daerah tempat mereka mencari nafkah.32
Perlindungan yang diberikan militer kepada IPK dan Pemuda Pancasila
memungkinkan mereka untuk menjalankan aktivitas yang sangat menguntungkan
secara ekonomi seperti perjudian dan jaringan perlindungan yang kebal hukum.
Perubahan kedudukan militer sejak reformasi tidak berarti juga memutuskan
keterkaitan ini. Pada satu kesempatan, polisi membalas pembunuhan salah satu
anggota kesatuannya yang dilakukan anggota IPK dengan cara menembaki rumah
kediaman Olo. Namun, polisi “ditegur” oleh pihak militer atas perintah bos dunia
kriminal itu.33
Persepsi masyarakat tentang kiprah organisasi pemuda lambat laun
mengalami pergeseran. Banyak masyarakat yang merasa dirugikan karena
terganggu aktivitas ekonomi dan keamanannya oleh ulah sebagian besar anggota
organisasi pemuda termasuk Pemuda Pancasila. Bagi pengurus Pemuda Pancasila
sendiri, persepsi itu akan banyak menimbulkan persoalan untuk pengembangan
organisasi, sehingga perlu ada revaluasi, redefinisi serta reaktualisasi peran dan
fungsi organisasi di masyarakat. Sejak dibentuknya hingga saat ini, aktivitas
organisasi Pemuda Pancasila banyak melibatkan masyarakat, terlihat dari program
peningkatan aspek kualitas massa. Itulah sebabnya komposisi pengurus hasil
musyawarah wilayah tidak lagi seluruhnya berasal dari anak jalanan dan preman,
melainkan kalangan intelektual 20%, pengusaha 30%, dan massa atau kalangan
umum sebesar 50%.
Pemuda Pancasila Sumatera Utara berusaha mengubah citra organisasi dari
organisasi kekerasan menjadi organisasi masyarakat yang aktif dalam kegiatan-

                                                                                                                       
32
Nina Karina. 2008. Loc.Cit. hal. 105.
33
Loren Ryter. 2000. Loc. Cit.

Universitas Indonesia  
 
  79

kegiatan sosial. Terpilihnya Marzuki34 dalam Musyawarah Wilayah ke VIII sebagai


ketua mengharuskan kegiatan organisasi lebih banyak dilakukan untuk pembinaan
internal terkait anggota dan pengurus organisasi. Orientasi kegiatan periode ini
lebih diarahkan pada pemantapan independensi organisasi, penyaluran aspirasi
politik Pemuda Pancasila kepada Golongan Karya, dan pengembangan serta
konsolidasi wawasan anggota. Kegiatan-kegiatan organisasi yang pada mulanya
digerakkan oleh pengurus wilayah sudah mulai didelegasikan kepada satuan-satuan
pengurus di tingkat bawahnya. Basis-basis kegiatan berada pada satuan-satuan
pengurus yang terkecil yang terkait langsung dengan lingkungan masyarakat.
Dukungan politik Pemuda Pancasila yang diberikan kepada pemerintah Orde Baru
menjadi kegiatan penting organisasi.

2.3. Pemuda Pancasila Sumatera Utara Pasca Orde Baru

Pada masa periode kepemimpinan Ajib Shah35, gerakan reformasi telah


mulai berjalan di semua daerah tidak terkecuali di Sumatera Utara. Situasi politik
nasional mengalami ketidakpastian, demonstrasi terjadi di Jakarta dan berbagai
daerah. Pemerintahan Soeharto kemudian memerlukan dukungan politik dari
lembaga-lembaga masyarakat, tidak terkecuali Pemuda Pancasila, untuk
mempertahakan posisinya. Desakan tuntutan agar Soeharto mundur dari jabatan
Presiden Republik Indonesia pun terjadi pada 21 Mei 1998. Setelah itu, reformasi
menjadi pembicaraan umum di masyarakat dan mengubah tatanan politik Orde
Baru yang berlangsung sejak 32 tahun silam. Pada masa transisi itulah, Pemuda
Pancasila mereposisi keberadaannya dari organisasi pemuda pendukung Orde Baru
menjadi organisasi masyarakat yang independen.36

                                                                                                                       
34
Marzuki merupakan tokoh eksponen ’66 yang aktif semasa pemberantasan komunis di Sumatera
Utara. Aksi massa untuk membunuh aktivis PKI juga turut disaksikannya. Ia ikut membidani Pemuda
Pancasila di awal pendiriannya. Masa Orde Baru menjadi anggota DPRD Kota Medan Periode 1987-
1992. Setelah menjadi ketua wilayah Pemuda Pancasila Sumatera Utara tahun 1999, Marzuki memilih
profesi sebagai politisi Golkar dan terpilih menjadi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara (2004-
2009) dari Partai Golkar.
35
Masa kecil Ajib Shah dilalui oleh lingkungan pergaulan para preman. Namun, Ajib kecil dikenal
sebagai anak yang rajin bersekolah dan pernah menjadi qori (pembaca Al-Qur’an) terbaik di kota
Medan. Ajib Shah dianggap sebagai salah seorang tokoh di Sumatera Utara yang berkarir di Pemuda
Pancasila dari tingkat kecamatan hingga provinsi. Berprofesi sebagai politisi Partai Golkar dan pernah
menjadi anggota DPRD Kota Medan tahun 1999 dari Fraksi Golkar dan terpilih menjadi anggota DPRD
Provinsi pada Pemilu 2009 dari fraksi yang sama.
36
Ryter menjelaskan bahwa Pemuda Pancasila adalah organisasi terakhir yang menunjukkan
loyalitasnya kepada rezim Soeharto. Lihat Ryter. 1998. Loc. Cit. 66, Oktober. Keputusan tentang

Universitas Indonesia  
 
  80

Kebijakan organisasi yang diputuskan secara nasional itu kemudian berlaku


di daerah-daerah. Di Sumatera Utara proses perubahan dan penyesuaian di bidang
organisasi berjalan secara normal. Materi perubahan yang paling penting adalah
mengenai aspirasi politik Pemuda Pancasila yang tidak lagi diberikan kepada
Golongan Karya dan membebaskan pilihan politik anggota organisasi. Tokoh
senior Pemuda Pancasila, terutama yang aktif di Golongan Karya, mulai harus
menentukan sikap politik pribadinya akibat keputusan ini. Tidak lama setelah itu,
tokoh Pemuda Pancasila mendirikan Partai Patriot Pancasila. Pada saat yang sama,
dinamika organisasi terkait dengan perkelahian anggota Pemuda Pancasila dengan
Ikatan Pemuda Karya semakin sering terjadi. Kondisi tersebut membutuhkan
perhatian serius bagi ketua DPW Pemuda Pancasila saat itu, sehingga beban tugas
yang harus diselesaikan oleh ketua wilayah menjadi bertambah.
Ketika tugas konsolidasi organisasi semakin meningkat, justru Ketua DPW
Pemuda Pancasila Sumatera Utara mengundurkan diri. Mundurnya Ajib Shah
sebagai ketua DPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara menjadi “catatan pinggir”
tersendiri di kalangan tokoh Pemuda Pancasila. Pada masa kepemimpinan Ajib
Shah konsolidasi internal organisasi berjalan dan komunikasi dengan pihak
eksternal semakin baik. Namun, pada masa itu juga, konflik kekerasan seperti
perkelahian, penculikan, bahkan pembunuhan semakin sering terjadi khususnya
antara anggota Pemuda Pancasila dengan Ikatan Pemuda Karya.
Penyebab terjadinya perkelahian antara anggota organisasi itu di antaranya
adalah perebutan penguasaan lahan atau daerah tertentu, persaingan di tempat
pekerjaan, plotot-plototan mata, dan lain-lainnya. Meskipun masing-masing
anggota organisasi berkelahi, tetapi para pimpinannya masih bisa saling bertegur
sapa dan duduk bersama di satu meja. Ketika itu pula tidak jarang aparat keamanan
seperti unsur tentara melalui Komando Daerah Militer (Kodam) I Bukit Barisan
dan Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara memanggil pimpinan kedua
organisasi untuk menertibkan para anggotanya. Motifnya tidak lain hanya berkisar
tentang sumber uang yang bisa diraih di daerah tertentu untuk kepentingan anggota
dan kelancaran program organisasi.

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     
independensi Pemuda Pancasila dalam saluran aspirasi politik ditetapkan pada Musyawarah Besar Luar
Biasa (Mubeslub) di Cipayung pada tanggal 28-30 April 1999. Ada tiga keputusan penting yang
ditetapkan yaitu membebaskan pilihan politik bagi anggota organisasi, perubahan status organisasi
pemuda menjadi organisasi kemasyarakatan, dan terkait Dwifungsi ABRI.

Universitas Indonesia  
 
  81

Untuk meminimalisir perselisihan dan perkelahian di antara anggota


Pemuda Pancasila dan Ikatan Pemuda Karya banyak cara yang bisa dilakukan oleh
Ajib Shah. Namun, keinginan untuk mengundurkan diri lebih besar ketimbang
menyelesaikan satu periode kepemimpinan di Pemuda Pancasila. Ajib Shah sendiri
mengatakan bahwa pengunduran dirinya disebabkan karena ia ingin lebih
berkonsentrasi untuk pengembangan usahanya di Jakarta sekaligus berkarir sebagai
politisi di Partai Golkar.37 Namun, berbagai sumber menyebutkan mundurnya Ajib
Shah karena ketidakmampuannya untuk merespon permintaan sebagian tokoh
Pemuda Pancasila agar berhadapan secara langsung dengan Ikatan Pemuda
Karya.38
Setelah Ajib Shah menyatakan pengunduran dirinya sebagai Ketua
Presidium DPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara, maka digelar musyawarah luar
biasa (muswilub). Saat musyawarah itu, terpilihlah Donald Sidabalok sebagai ketua
menggantikan Ajib Shah. Terpilihnya Donald juga mendapatkan dukungan dan
“restu” dari kelompok Ajib Shah. Donald bergabung di Pemuda Pancasila
Sumatera Utara pada tahun 1982. Merantau ke Jakarta dan bekerja sebagai buruh di
Pelabuhan Tanjung Priok pada tahun 1977. Sejak itu, Donald sudah mengenal
Pemuda Pancasila. Tidak lama setelah kembali ke Medan, Donald terpilih menjadi
Ketua Ranting Pemuda Pancasila di Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur
Kota Medan. Sejak muda kehidupan jalanan yang keras telah dikenal oleh Donald,
karena itu pula tidak sulit baginya untuk beraktivitas di Pemuda Pancasila. Karir
organisasi di Pemuda Pancasila dilakukannya mulai dari pimpinan tingkat ranting
hingga provinsi. Pada tahun 1997, Donald pernah menjadi salah satu calon ketua

                                                                                                                       
37
Wawancara dengan Ajib Shah, 20 Oktober 2011, di kantor DPRD Provinsi Sumatera Utara, pukul
12.30 Wib.
38
Ada catatan tersendiri mengenai pengunduran diri Ajib Shah yang disampaikan beberapa narasumber.
Mereka menyatakan bahwa adanya kepentingan bisnis dan marwah keluarga besar Shah serta
ketidakberanian menghadapi kekerasan yang terjadi merupakan penyebab mundurnya Ajib Shah
sebagai Ketua Pemuda Pancasila Sumut. Namun, pernyataan itu tidak dibenarkan oleh sebagian
narasumber lainnya dan menyatakan bahwa mundurnya Ajib Shah karena harus konsentrasi untuk
mengurus usahanya di Jakarta dan memilih profesi sebagai politisi Partai Golkar. Menurut Nazaruddin
Sihombing (Ketua GM FKPPI Sumut) mundurnya Ajib Shah dari Ketua Presidium PP Sumatera Utara
karena tidak dapat memenuhi keingingan Anif Shah untuk mengamankan lahan di sekitar daerah
Petisah Kota Medan. Namun, Ajib Shah menjelaskan alasan pengundurannya karena ingin
berkonsentrasi di bisnis dan menjadi politisi Partai Golkar agar tidak terjadi konflik kepentingan di PP.
Wawancara dengan Ajib Shah, 20 Oktober 2011, di kantor DPRD Provinsi Sumatera Utara, pukul 12.30
Wib. Keterangan yang sama juga diperoleh dari wawancara dengan Syamsul Arifin, 17 September
2011, pukul 09.00 Wib, di Rumah Sakit Abdi Waluyo, Jakarta.

Universitas Indonesia  
 
  82

Dewan Pimpinan Cabang Kota Medan, tapi kalah dalam pemilihan karena tidak
didukung oleh kelompok Ajib Shah.39
Selain aktif di Pemuda Pancasila, profesi Donald sehari-harinya adalah
wartawan. Sebagai jurnalis, tentu banyak hal yang bisa dilakukan oleh Donald
terutama memberitakan peristiwa yang harus atau tidak ditulis di media lokal.
Jaringan antara sesama jurnalis, membawanya dekat dengan Anif Shah begitu juga
Ajib Shah. Hubungannya dengan keluarga Shah berlangsung bukan hanya urusan
keorganisasian namun juga berkaitan dengan keperluan publikasi mengenai
kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan bisnis dan politik.
Perlahan-lahan hubungan yang awalnya seperti simbiosis mutualisme
(saling menguntungkan) berubah menjadi bentuk kepercayaan antara keluarga Shah
dengan Donald Sidabalok. Tidak sedikit urusan keluarga Shah yang berkaitan
dengan media mampu dibantu penyelesaiannya oleh Donald. Sehingga pada saat
muswilub untuk menggantikan Ajib Shah, resistensi dari keluarga Shah mengenai
pencalonan Donald sebagai ketua wilayah relatif kecil. Di samping itu, Donald
juga tidak tertarik untuk masuk menjadi politisi meskipun Golkar dan Partai Patriot
Pancasila –pada waktu itu – menawarinya untuk menjadi calon anggota legislatif.
Atas dasar itulah, pencalonan Donald sebagai Ketua Wilayah Pemuda Pancasila
dalam Muswilub Pemuda Pancasila Sumatera Utara tidak memiliki penolakan yang
cukup kuat dari keluarga Shah ini.
Pada masa kepemimpinan Donald, kekerasan di lapangan seperti soal judi,
perebutan lahan, penguasaan perparkiran semakin meningkat. Pertentangan
Pemuda Pancasila dengan organisasi Ikatan Pemuda Karya (IPK) hampir setiap
hari terjadi di antara anggota kedua organisasi itu. Namun, Donald dikenal sebagai
sosok pemimpin yang selalu memperhatikan anggotanya ketika berhadapan dengan
penegak hukum seperti polisi atau anggota TNI. Oleh karena kedekatannya dengan
anggota Pemuda Pancasila dan para pengurus pusat di Jakarta, Donald terpilih
kembali dalam Musyawarah ke X pada tanggal 26-27 Juni 2002 di Sibolga sebagai
ketua wilayah Provinsi Sumatera Utara.
                                                                                                                       
39
Saat itu, Ajib Shah adalah Ketua MPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara. Ketika wawancara dengan
Donald Sidabalok, 21 Desember 2011 pukul 11.00 Wib di rumahnya disampaikan bahwa meskipun
memperoleh dukungan dari pimpinan anak cabang, namun pada saat Ajib Shah membacakan surat suara
namanya sedikit disebutkan dan pemenangnya adalah Boyke Turangan serta tidak ada saksi saat
pembacaan surat suara itu. Kertas suara kemudian dibakar selesai pembacaan dan tidak diserahkan
kepada pimpinan sidang saat itu.

Universitas Indonesia  
 
  83

Pada periode kedua kepemimpinanya, Donald mulai dituntut untuk menjaga


independensi organisasi sesuai amanah mubes sebagai respon dari perubahan
politik yang terjadi di Indonesia. Proses transformasi itu menyebutkan bahwa
Pemuda Pancasila bukan lagi disebut sebagai organisasi yang berorientasi
kepemudaan melainkan organisasi kemasyarakatan. Selain itu, aspirasi politik dari
Pemuda Pancasila bukan lagi disalurkan ke Partai Golongan Karya, namun
membebaskan anggotanya untuk menentukan pilihan partai politik apapun yang
sesuai dengan keinginannya.40 Atas dasar kebijakan strategis organisasi ini, maka
tuntutan dari tokoh penting Pemuda Pancasila semakin kuat kepada Donald
Sidabalok agar menjaga organisasi tetap independen dari kekuatan apapun. Donald
tetap merespons tuntutan tersebut sebagai bentuk tanggung jawab
kepemimpinannya terutama pada saat digelarnya musyawarah cabang sebagai
bentuk konsolidasi organisasi untuk tetap menjaga independensinya.
Konflik internal terjadi pada masa kepemimpinan Donald, berawal saat
digelarnya Musyawarah Cabang ke XIV kota Medan tahun 2006. Saat itu, ketua
lama yaitu Bangkit Sitepu41 berniat untuk maju kembali menjadi kandidat ketua
cabang dan pesaingnya adalah Anuar Shah42. Donald diminta oleh Anif Shah dan
Ajib Shah untuk mendukung dan memilih Anuar Shah sebagai ketua MPC Pemuda
Pancasila Kota Medan. Sebagai ketua wilayah, maka tidak begitu sulit bagi Donald
untuk mempengaruhi peserta musyawarah agar memilih Anuar Shah sebagai ketua
MPC Pemuda Pancasila. Namun, tidak juga mudah untuk mengalahkan Bangkit
Sitepu dalam pemilihan itu. Bangkit memiliki akar yang kuat di kalangan pemilik
suara dan dukungan senior Pemuda Pancasila. Dari 23 Pimpinan Anak Cabang
(PAC) yang memiliki hak suara, Bangkit Sitepu didukung oleh 11 PAC dan 2 PAC
Khusus yaitu Perumnas Mandala dan Simalingkar. Sedangkan Anuar Shah

                                                                                                                       
40
Penjelasan mengenai hal ini, secara lengkap lihat Nina Karina. 2008. “Dinamika….”. Tesis. hal. 77-
99.
41
Bangkit Sitepu dikenal sebagai anggota DPRD Kota Medan dari Partai Golkar (1999-2004, 2004-
2009) dan sekarang tercatat sebagai anggota DPRD Kota Medan dari Partai Patriot (2009-2014).
Sebelum aktif sebagai anggota legislatif, Bangkit dikenal sebagai penguasa wilayah di kawasan
Simalingkar (sebuah kawasan permukiman berupa perumahan nasional/perumnas pertama di Kota
Medan).
42
Anuar Shah, akrab disapa Aweng, merupakan saudara bungsu dari keluarga Shah (Anif Shah dan
Ajib Shah). Aktivitasnya di organisasi pemuda bermula dari pengurus tingkat kecamatan di Kota Medan
sebagai Ketua Pimpinan Anak Cabang (PAC) Medan Barat Pemuda Pancasila. Oleh keluarganya
diharapkan dapat memimpin Pemuda Pancasila.

Universitas Indonesia  
 
  84

didukung oleh 9 PAC dan 1 PAC di Medan Tembung yang belum memiliki surat
ketetapan kepengurusan.
Meskipun hasil Musyawarah Cabang Pemuda Pancasila di Kota Medan itu
memilih Bangkit Sitepu sebagai ketua, namun anggota Pemuda Pancasila Kota
Medan terbelah menjadi dua kubu. Kubu Bangkit Sitepu dan kubu Anuar Shah
yang membentuk Pemuda Pancasila Khusus (PPK) di Kota Medan. Kekecewaan
Ajib Shah dan Anif Shah kepada Donald Sidabalok mulai muncul karena dinilai
tidak mampu memenuhi permintaan mereka. Pimpinan Cabang Pemuda Pancasila
Khusus (PPK) kota Medan pimpinan Anuar Shah dideklarasikan pada bulan Mei
2007 dan membentuk dan melantik pimpinan anak cabang di tingkat kecamatan.
Pada saat itulah, terjadi perebutan dan perkelahian antara anggota pimpinan
Bangkit Sitepu dengan Anuar Shah. Perebutan pimpinan anak cabang ini akhirnya
dapat diredakan setelah campur tangan pihak keamanan.
Tidak berselang lama, Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) Pemuda Pancasila
Sumatera Utara akan berakhir masa kepengurusannya dan dijadwalkan
menyelenggarakan Musyawarah Wilayah ke XI tanggal 22-24 Juni 2007.
Penyelenggaraan Muswil tersebut dihadiri oleh Ketua Majelis Pimpinan Nasional
Pemuda Pancasila (MPN PP), Yapto S. Soerjosoemarno, dan menampilkan dua
kandidat calon ketua wilayah yaitu H. Donal Sidabalok (ketua MPW PP saat itu)
dan Anuar Shah (ketua DPC PP Khusus Kota Medan). Suasana pelaksanaan
musyawarah saat itu, penuh dengan dinamika yang mungkin berbeda dari
musyawarah sebelumnya.
Banyaknya unsur aparat keamanan baik dari kepolisian dan TNI yang
berjaga-jaga di sekitar arena pelaksanaan musyawarah memunculkan sejumlah
pertanyaan dari para pimpinan cabang Pemuda Pancasila. Personil kepolisian dan
TNI yang bertugas saat itu justru mengenakan seragam satuan tugas (satgas)
Pemuda Pancasila. Tindakan itu dilakukan karena telah beredar informasi bahwa
pelaksanaan Muswil ke XI akan mengalami kerusuhan. Lebih dari separuh ketua
cabang tetap menginginkan Donald Sidabalok melanjutkan kepemimpinan Pemuda
Pancasila Sumatera Utara. Namun Anuar Shah telah mendapatkan dukungan dari
Ketua MPN Pemuda Pancasila. Oleh karena dukungan itu, maka sebagian besar
ketua cabang yang memiliki hak suara, harus memilih Anuar Shah.

Universitas Indonesia  
 
  85

Kabar mengenai munculnya kerusuhan dalam musyawarah tersebut tidak


terjadi, meskipun terdapat insiden kecil seperti perkelahian di luar ruangan
musyawarah. Pendukung Donald Sidabalok yang melakukan aksi demonstrasi di
luar ruangan musyawarah harus berhadapan dengan personil kepolisian dan TNI
yang telah mengenakan seragam satgas Pemuda Pancasila. Para pendukung Donald
Sidabalok dan kelompok yang merasa tidak senang dengan suasana musyawarah
saat itu pun kemudian berlarian. Sedangkan, suasana di dalam ruangan
musyawarah berlangsung sangat dinamis. Banyak dari peserta musyawarah yang
memberikan kritik dan mengoreksi kepengurusan Pemuda Pancasila terkait cara
kerja pimpinan. Pendapat itu kemudian selalu direspons oleh peserta yang lain
dengan cara yang keras seperti membanting meja dan dengan suara yang keras.
Musyawarah memilih Anuar Shah sebagai ketua Majelis Pimpinan Wilayah
Pemuda Pancasila Provinsi Sumatera Utara.
Dengan terpilihnya Anuar Shah dalam Musyawarah Wilayah Pemuda
Pancasila Provinsi Sumatera Utara ke XI menunjukkan bahwa keluarga Shah
dengan jaringan yang dimiliki masih sangat berpengaruh di Pemuda Pancasila.
Banyak kalangan yang menilai bahwa keluarga Shah khususnya Anif Shah dan
Ajib Shah menggunakan Pemuda Pancasila sebagai bagian dari upayanya untuk
memberikan dukungan kepada bisnis yang sedang dijalaninya. Sebagian
menganggap bahwa tidak ada tindakan yang salah dilakukan oleh keluarga Shah
berkaitan dengan aktivitasnya di Pemuda Pancasila karena mereka juga memiliki
kontribusi yang tidak kecil terhadap pengembangan organisasi. Keberhasilan bisnis
keluarga Shah merupakan upaya yang telah dilakukannya sendiri dan tidak
berkaitan secara langsung dengan Pemuda Pancasila meskipun terkadang mereka
membutuhkan kekuatan organisasi untuk menjaga keberlangsungan bidang usaha
mereka. Beberapa narasumber menjelaskan yang terjadi saat ini adalah perubahan
gaya kepemimpinan yang relatif mengganggu independensi Pemuda Pancasila dari
cita-cita idealisme saat organisasi pemuda ini didirikan.

2.4. Menguatnya Kepentingan Bisnis di Pemuda Pancasila Sumatera Utara

Setiap berlangsungnya musyawarah yang akan memilih pucuk pimpinan


Pemuda Pancasila di Sumatera Utara selalu saja muncul kelompok pendukung yang
berbeda. Tidak pula dapat dipungkiri bahwa di antara kelompok tersebut selalu

Universitas Indonesia  
 
  86

menggunakan kekuatan Pemuda Pancasila untuk kepentingan tertentu seperti


kepentingan bisnis. Kepentingan bisnis sering menjadi pemicu terbelahnya
kekuatan Pemuda Pancasila. Banyak kelompok yang berkepentingan dengan
Pemuda Pancasila untuk memperoleh keuntungan ekonomi dari usaha yang
dijalankan terutama yang berkaitan dengan anggaran pemerintah atau pemberian
izin mengelola satu kawasan tertentu. Ada yang bersifat pribadi, kelompok, dan
unit usaha yang dikelola oleh Pemuda Pancasila sendiri.
Sebagian pengurus Pemuda Pancasila berprofesi sebagai kontraktor dan
pemborong yang sangat tergantung dari anggaran pemerintah untuk menjalankan
usahanya. Usaha-usaha pribadi pengurus Pemuda Pancasila itu, secara tidak
langsung, diperoleh dari upayanya melakukan lobi terhadap kepala daerah untuk
memperoleh pekerjaan yang bersumber dari APBN dan APBD. Sebagian
keuntungan dari pekerjaan itu mereka sumbangkan untuk menanggulangi kegiatan
organisasi atau biaya yang diperlukan anggota Pemuda Pancasila seperti bantuan
kemalangan, selamatan, dan bahkan uang saku anggota. Mereka yang berprofesi
sebagai kontraktor di pengurus Pemuda Pancasila cukup banyak sehingga pengurus
wilayah harus mengatur pembagian pekerjaan, yang diberikan oleh kepala daerah
di wilayah Sumatera Utara, secara proporsional.
Di samping para pengurus, secara kelembagaan, Pemuda Pancasila juga
memiliki unit usaha seperti pengelolaan perparkiran dan jasa keamanan. Unit usaha
jasa pengelolaan perparkiran selalu bekerja sama dengan pemerintah
kabupaten/kota untuk mendapatkan pekerjaan jasa perpakiran tersebut. Di Kota
Medan misalnya, Badan Pengelolaan Perparkiran (BPP) bekerja sama dengan
perusahaan jasa perparkiran untuk mengelola wilayah kerja yang meliputi areal
kota Medan. Tidak banyak perusahaan yang mengikuti tender pengelolaan parkir
mampu memberikan jaminan keamanan tanpa melibatkan organisasi pemuda.43
Begitu juga dengan layanan jasa keamanan yang diperlukan perusahaan swasta
seperti pabrik, pergudangan, pertokoan, dan lain-lain. Pemuda Pancasila melalui
unit usaha itu mengerahkan anggotanya untuk bekerja memberikan jasa
pengamanan tersebut. Usaha-usaha tersebut juga bekerjasama dengan aparat
kepolisian seperti pengadaan satuan pengamanan (satpam). Sebagian pendapatan

                                                                                                                       
43
Wawancara melalui telepon dengan Mustafa Sutan Nasution, Kepala Badan Pengelola Perparkiran
Kota Medan, 25 Nopember 2011, pukul 10.00 Wib.

Universitas Indonesia  
 
  87

dari usaha itu disisihkan untuk keperluan aktivitas organisasi setelah masing-
masing anggota mendapatkan penghasilan dari bagian pekerjaan yang dilakukan.
Usaha-usaha yang dilakukan oleh individu sebagai kader Pemuda Pancasila
untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, tidak begitu dipersoalkan oleh para
senior, selama tidak mendominasi.44 Dominasi terjadi jika ada individu atau
kelompok yang hendak menguasai Pemuda Pancasila dengan maksud memperoleh
keuntungan politik dan ekonomi secara sepihak. Keuntungan politik berupa
intervensi kepada pengurus MPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara terhadap
keputusan atau kebijakan strategis organisasi. Sedangkan keuntungan ekonomi
berkaitan dengan manfaat ekonomi yang diperoleh akibat dari keputusan atau
kebijakan strategis tersebut.
Kondisi yang disebutkan di atas itu selalu menjadi pembicaraan serius di
kalangan Pemuda Pancasila begitu juga pihak eksternal. Kelompok yang selalu
disebut-sebut memperoleh keuntungan politik dan ekonomi dari Pemuda Pancasila
Sumatera Utara adalah keluarga Shah.45 Anif Shah yang memiliki binis
perkebunan, pertanian, dan perumahan berkepentingan untuk memiliki dan
mengelola lahan di daerah Sumatera Utara seperti Kabupaten Langkat, Deli
Serdang, Madina, Tapanuli Selatan, dan lain sebagainya. Pemilk perusahaan Grup
Anugerah Langkat Makmur (Alam) itu adalah figur yang tidak asing lagi di
kalangan pendiri Pemuda Pancasila sejak Effendi Nasution menjadi Ketua MPW
Pemuda Pancasila Sumatera Utara pada tahun 1970-an.
Bagi Anif Shah sendiri, bisnis pertanian, perkebunan, dan perumahan
memerlukan lahan sebagai sumber utama dalam menggerakkan roda usahanya.

                                                                                                                       
44
Para pengurus MPW Pemuda Pancasila memiliki perusahaan kontraktor atau penyedia jasa yang
sangat bergantung dari proyek pemerintah daerah. Sebagai pengurus Pemuda Pancasila, tidak begitu
sulit bagi mereka untuk mendapatkan proyek pemerintah. Data tentang perusahaan yang selalu
digunakan oleh pengurus MPW Pemuda Pancasila dalam mengerjakan proyek pemerintah ada pada
penulis.
45
Disebut keluarga Shah karena mereka memiliki postur tubuh yang mirip keturunan Afganistan dan
saat ini dipandang sebagai keluarga terhormat di Sumatera Utara. Saudara paling tua, Anif Shah,
dikenal sebagai pengusaha sukses sekaligus pemilik Grup Anugerah Langkat Makmur (Alam) yang
bisnisnya mencakup bidang perkebunan dan pabrik kelapa sawit, properti, kompos, SPBU, sarang
burung walet, dan lain-lain. Anif dan keluarganya juga aktif di berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan
di Sumatera Utara. Pada awal-awal memulai usahanya, H. Anif, dikenal sebagai pengusaha yang sering
berurusan dengan pembebasan lahan untuk usaha perkebunan, pertanian, dan perumahan. Sedangkan
saudara kandungnya seperti Rahmat Shah (menjabat sebagai anggota DPDRI Periode 2009-2014), Ajib
Shah (tokoh PP, politisi Partai Golkar, dan anggota DPRDSU 2009-2014), Maherban Shah (pengusaha
pertambangan dan pendiri Masyarakat Pancasila Indonesia/MPI), Anwar Shah (kader Pemuda Pancasila
dan menjabat sebagai Ketua Wilayah Propinsi Sumatera Utara).

Universitas Indonesia  
 
  88

Sementara, banyak lahan-lahan perkebunan yang masih bermasalah sejak


pemerintahan kolonial hingga saat ini. Persoalan tanah di Sumatera Utara menjadi
salah satu isu yang harus dituntaskan oleh pemerintah daerah, badan usaha negara,
dan instansi lain yang terkait.46 Untuk dapat menguasai lahan-lahan yang masih
bermasalah diperlukan pendekatan kepada pemilik kekuasaan dan mobilisasi massa
yang besar. Kekuatan hukum dalam penguasaan lahan relatif bisa diselesaikan
dengan cara kekerasan jika lahan yang sedang bermasalah tersebut dikuasai dengan
cara dijaga oleh para preman.47 Untuk penguasaan lahan itulah, Anif Shah, sangat
berkepentingan dengan massa yang dimiliki oleh Pemuda Pancasila agar menjaga
lahan-lahan yang akan dikelola perusahaannya. Selain itu, melalui Pemuda
Pancasila, lebih mudah meminta perlindungan aparat keamanan untuk menguasai
lahan yang diperlukan.
Menggerakkan massa untuk menguasai lahan-lahan yang sedang bermasalah
kepemilikannya, membutuhkan kekuatan tersendiri. Massa itu bisa didatangkan
dari sekitar wilayah lahan yang akan dikelola. Namun, tidak semua jenis massa
yang bisa ditugaskan untuk menjaga lahan yang ingin dimiliki. Massa itu harus
berani melakukan perlawanan termasuk kepada aparat hukum, mengintimidasi,
menjaga, bahkan melukai ketika terjadi pertikaian di lahan tersebut. Massa yang
bertipe seperti itu dimiliki oleh Pemuda Pancasila dengan cara memberikan
pekerjaan atau uang setiap hari untuk kebutuhan hidupnya. Agar memudahkan
memobilisasi massa anggota Pemuda Pancasila Sumatera Utara, maka tindakan
untuk merebut pimpinan Pemuda Pancasila menjadi sangat penting.48
Hubungan yang sangat intens antara Anif dengan pengurus Pemuda
Pancasila Sumatera Utara terjadi saat Marzuki terpilih sebagi ketua pada tahun
1984. Ketika itulah suasana keorganisasian menjadi lebih modern. Secara ekonomi
kemampuan organisasi berkembang lebih baik, rapat-rapat pun selalu
diselenggarakan di hotel berbintang. Jaringan ke para politisi, birokrat, dan kepala

                                                                                                                       
46
Syarifuddin Kalo. 2004. “Perbedaan Persepsi Mengenai Penguasaan Tanah dan Akibatnya Terhadap
Masyarakat Petani di Sumatera Timur: Pada Masa Kolonial Yang Berlanjut Pada Masa Kemerdekaan,
Orde Baru dan Reformasi”. Makalah. Program Studi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara. hal 1-4.
47
Syafruddin Kalo. 2003. “Masyarakat dan Perkebunan: Studi Mengenai Sengketa Pertanahan Antara
Masyarakat Versus PTPN II di Sumatera Utara”. Desertasi. Medan: Pogram Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara. hal. 7-8.
48
Wawancara dengan Nazaruddin Sihombing, Ketua FKPPI Sumatera Utara, 13 November 2011, Pukul
12.30 Wib, di Hotel Candi Medan.

Universitas Indonesia  
 
  89

daerah semakin luas dan kegiatan konsolidasi organisasi hingga tingkat ranting
atau kelurahan dan desa berjalan dengan baik. Tidak dapat dipungkiri, ada tokoh
Pemuda Pancasila menyatakan bahwa kontribusi Anif Shah sangat membantu
kelancaran konsolidasi organisasi baik internal maupun eksternal. Untuk hal ini
mereka menyebut ada investasi Anif Shah di Pemuda Pancasila. Kedekatannya
dengan Marzuki, pada saat menjabat ketua wilayah Pemuda Pancasila, membuat
Anif Shah lebih leluasa berdiskusi dan menjalin relasi yang saling memberi
manfaat. Namun, bukan tidak mungkin investasi itu juga akan menghasilkan
keuntungan yang diharapkan oleh Anif Shah sendiri.
Salah satu alasan Anif Shah menempatkan orang-orangnya di Pemuda
Pancasila adalah agar lebih mudah meminta bantuan pengamanan dari bisnis yang
dikelolanya. Bisnis Anif Shah mulai berkembang pesat awal 1980-an, di antaranya
adalah perkebunan sawit di Kabupaten Langkat, Madina, dan Deli Serdang,
perumahan di Cemara Asri yang lokasinya berbatasan antara kota Medan dengan
Deli Serdang, serta usaha ternak burung wallet di Kabupaten Madina. Saat ini
bisnis tersebut telah berjalan dan berkembang terus menerus pada bidang lainnya
seperti pembuatan kompos, SPBU, dan lain sebagainya. Dikelola oleh keluarga
sendiri dengan perkiraan omset puluhan milyar rupiah setiap bulannya,
mengharuskan Anif Shah juga menyisihkan keuntungan perusahaan untuk kegiatan
sosial seperti bantuan kepada masyarakat miskin, memberikan beasiswa, membantu
pembangunan gendung-gedung kampus di Sumatera Utara, dan lain-lainnya.
Hampir semua keluarga Shah berprofesi sebagai pengusaha, meskipun ada
yang tertarik menjadi politisi seperti Rahmat Shah dan Ajib Shah. Rahmat Shah
memilih untuk tidak menjadi pengurus partai politik namun sangat akrab dengan
pimpinan partai politik baik di provinsi maupun di pusat. Karena pergaulannya itu,
ia terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-
RI) pada Pemilu 2009. Sementara adik kandungnya, Ajib Shah, lebih memilih
profesi sebagai politisi di Partai Golkar. Untuk urusan-urusan yang berkaitan
dengan politik, Anif Shah, lebih percaya kepada Ajib Shah ketimbang saudara
kandungnya yang lain. Meskipun sulit membuktikan adanya pengaruh atau
intervensi Anif Shah kepada pengurus Pemuda Pancasila di Sumatera Utara untuk
kepentingan bisnisnya, namun keadaan itu menjadi pembicaraan hangat dan serius

Universitas Indonesia  
 
  90

di kalangan internal dan eksternal Pemuda Pancasila.49 Terpilihnya Ajib Shah dan
Anif Shah sebagai Ketua MPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara menegaskan
adanya pengaruh tersebut.
Pengaruh yang dimiliki oleh Anif Shah dan keluarganya di Pemuda
Pancasila Sumatera Utara memberikan tafsiran tersendiri di internal Pemuda
Pancasila. Pelaksanaan musyawarah Pemuda Pancasila Sumatera Utara yang
diselenggarakan di daerah tertentu mengindikasikan adanya campur tangan
keluarga Shah untuk menentukan ketua terpilih. Hampir seluruh tokoh Sumatera
Utara menyatakan bahwa kalau membicarakan, menganalisa dan menyimpulkan
Pemuda Pancasila di Sumatera Utara, saat ini, tidak terlepas dari keluarga Shah.
Sebagian besar tokoh menyatakan tidak menjadi masalah jika ada pengaruh
keluarga Shah di Pemuda Pancasila karena sama-sama saling menguntungkan.
Sebagian kecil menyatakan tidak sependapat atas kondisi itu karena akan
mengganggu independensi organisasi Pemuda Pancasila dan tentu ada keuntungan
ekonomi yang tidak seimbang akibat pengaruh itu.
Perbedaan pendapat tersebut sering selalu menimbulkan keributan di
internal Pemuda Pancasila. Beberapa tokoh Pemuda Pancasila seperti Amran YS,
Rajab Napolis Tanjung, Rudi Hartawan Tampubolon, dan lain sebagainya merasa
dominasi keluarga Shah terhadap Pemuda Pancasila dilakukan karena motif
ekonomi. Keadaan ini tentu akan mengaburkan independensi organisasi dan lebih
mengutamakan kepentingan kelompok tertentu. Mereka memprotes gaya
kepemimpinan ketua wilayah Pemuda Pancasila yang harus mengikuti selera
keluarga Shah. Mereka kemudian membentuk Pemuda Pancasila 1959 untuk
menandingi kepengurusan MPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara yang telah
didominasi kepentingan tertentu.50
Sementara, sebagian besar tokoh dan senior Pemuda Pancasila menyatakan
kontribusi keluarga Shah khususnya Anif Shah terhadap pengembangan Pemuda
                                                                                                                       
49
Saat wawancara dengan beberapa tokoh Pemuda Pancasila seperti Yan Paruhum Lubis (Ucok
Majestik), Amir Siahaan, Amran YS, dan Syamsul Arifin, terucap bahwa pengaruh keluarga Shah
kepada pengurus Pemuda Pancasila terus berlangsung terutama untuk kepentingan bisnis Anif Shah.
Beberapa senior Pemuda Pancasila menyatakan tidak menjadi masalah karena kontribusi Anif Shah
kepada PP juga cukup besar, namun sebagian tokoh PP merasa bahwa intervensi itu tidak bisa
dibenarkan.
50
Pembentukan Pemuda Pancasila 1959 yang diprakarsai oleh kader Pemuda Pancasila seperti Amran
YS, Rudi Hartawan Tampubolon, dan lain-lainnya mendapat perlawan dari MPW Pemuda Pancasila
Sumatera Utara pimpinan Anuar Shah. Bentrokan pun terjadi di antara kedua anggota organisasi
tersebut ketika deklarasi PP 1959 dilangsungkan di Kota Medan pada tahun 2011.

Universitas Indonesia  
 
  91

Pancasila cukup banyak. Perhatiannya untuk aktivitas organisasi cukup besar


meskipun ada keuntungan ekonomi yang diperolehnya secara tidak langsung.
Kondisi ini wajar saja dilakukan oleh keluarga Shah karena mereka memiliki
kaitan sejarah yang tidak terlupakan antara pendiri Pemuda Pancasila dengan Anif
Shah. Meskipun Anif Shah bukanlah pendiri Pemuda Pancasila, namun
interaksinya dengan para sesepuh Pemuda Pancasila cukup baik sebut saja seperti
Effendi Nasution, Yan Paruhum Lubis, Marzuki, dan lain sebagainya. Ini juga yang
membuat keberadaan Anif Shah dan adik-adiknya di Pemuda Pancasila
diperhitungkan dalam setiap kegiatan Pemuda Pancasila.

2.5. Konfigurasi Politik Hasil Pemilu 2004 di Provinsi Sumatera Utara

Pemilu Legislatif 2004 yang dilaksanakan pada 5 April 2004, menggunakan


sistem proporsional terbuka yang sedikit berbeda dari pemilu sebelumnya. Sistem ini
masih memberikan kedudukan yang kuat pada partai politik melalui sistem daftar urut
namun sistem ini juga memberikan peluang bagi calon yang populer tanpa melihat
nomor urut.51 Peserta Pemilu 2004 diikuti oleh 24 partai politik, di antaranya akan
berkompetisi merebut 85 kursi yang tersedia di DPRD Provinsi Sumatera Utara, selain
kursi untuk DPR-RI dari daerah pemilihan Sumatera Utara.52
Pada Pemilu 2004, Provinsi Sumatera Utara yang terdiri dari 25
kabupaten/kota dan memiliki jumlah penduduk yang bervariasi itu terlaksana dengan
damai, meskipun proses sengketa hasil pemilu terjadi di daerah hingga ke ranah meja
hijau. Ada daerah yang tergolong sangat padat serta daerah yang jumlah penduduknya
sedikit. Sehingga memerlukan berbagai pendekatan yang berbeda dalam
mengakomodasi berbagai kepentingan masing-masing daerah baik dari segi suku,
agama dan ras. Mengingat penduduk di Sumatera Utara yang multikultural, Komisi
Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Utara, menetapkan jumlah daerah pemilihan
sebanyak sembilan.53

                                                                                                                       
51
Lihat Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No. 12 Tahun 2003 yang menyebutkan, “Pemilu untuk
anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem proporsional
dengan daftar calon terbuka.”
52
Jumlah penduduk Sumatera Utara tahun 2004, menurut BPS Provinsi Sumatera Utara, sebanyak
11.890.399 juta jiwa. Sesuai dengan Pasal 5 ayat (2) huruf f disebutkan bahwa Daerah Tingkat I yang
jumlah penduduknya di atas 9.000.000 (sembilan juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juga)
jiwa mendapat 85 (delapan puluh lima) kursi.
53
Daerah Pemilihan (dapil) dalam Pemilu Legislatif 2004 juga mengalami perubahan dari pemilu
sebelumnya. Jika sebelum Pemilu 2004 dapil selalu identik dengan wilayah administratif pemerintahan

Universitas Indonesia  
 
  92

Tabel 2.1
Daftar Daerah Pemilihan DPRD Provinsi Sumatera Utara pada Pemilu 2004

Daerah Pemilihan
No. Wilayah Jumlah Kursi
(Dapil)
1. Dapil 1 Medan 14 kursi
2. Dapil 2 Deli Serdang 11 kursi
3. Dapil 3 Serdang Bedagai, Tebing Tinggi 5 kursi
4. Dapil 4 Asahan, Tanjung Balai 8 kursi
5. Dapil 5 Labuhan Batu 7 kursi
6. Dapil 6 Padang Sidempuan, Tapanuli Selatan, 8 kursi
Mandailing Natal
7. Dapil 7 Nias, Nias Selatan 5 kursi
8. Dapil 8 Tapanuli Tengah, Sibolga, Tapanuli 8 kursi
Utara, Humbang Hasundutan, Toba
Samosir, Samosir
9. Dapil 9 Siantar, Simalungun 7 kursi
10. Dapil 10 Dairi, Pakpak Bharat, Karo 4 kursi
11. Dapil 11 Langkat, Binjai 8 kursi
Sumber: Data KPU Provinsi Sumatera Utara, 2004.

Jumlah pemilih yang terdaftar dalam Pemilu 2004 di Sumatera Utara sebesar
7.490.581 jiwa, namun hanya 5.248.681 pemilih yang memberikan hak suaranya
(70,7%). Sementara sebanyak 2.241.900 jiwa yang tidak memilih (29,93%). Tingginya
angka yang tidak menggunakan hak pilih ini mengisyaratkan masih lemahnya
kesadaran pemilih untuk berpartisipasi dalam pemilu di samping lemahnya sosialisasi
pelaksanaan pemilu dari pemerintah dan penyelenggara pemilu, kesalahan teknis dan
kecurangan turut memberikan kontribusi terhadap eskalasi jumlah yang tidak ikut
memilih.
Konversi suara menjadi kursi dalam Pemilu 2004 menggunakan sistem kuota
murni. Dari sistem ini perolehan kursi tergantung dari daerah pemilihan, bisa saja
partai yang memperoleh suara sama atau hampir sama belum tentu memiliki kursi
yang sama pula. Dari 24 partai politik peserta Pemilu 2004, hanya 14 partai politik
yang memiliki kursi di DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009.

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     
yaitu provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan untuk setiap tingkatan lembaga legislatif. Namun, pada
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum mengatur bahwa daerah pemilihan
anggota DPR adalah provinsi atau bagian-bagian provinsi. Daerah pemilihan anggota DPRD Provinsi
adalah kabupaten/kota atau gabungan kabupaten/kota, dan daerah pemilihan anggota DPRD
kabupaten/kota adalah kecamatan atau gabungan kecamatan.

Universitas Indonesia  
 
  93

Tabel 2.2
Perolehan Kursi DPRD Provinsi Sumatera Utara Hasil Pemilu 2004

Perolehan Perolehan Persentase


No. Nama Partai Politik
Suara Kursi Kursi (%)
1. Golongan Karya 1.089.810 19 22,4
2. PDIP 779.455 13 15,3
3. Partai Demokrat 379.860 10 11.8
4. Partai Persatuan Pembangunan 377.467 8 9,4
5. Partai Keadilan Sejahtera 376.843 8 9,4
6. Partai Amanat Nasional 313.555 8 9,4
7. Partai Damai Sejahtera 315.795 6 7,1
8. Partai Bintang Reformasi 221.492 5 5,7
9. Partai Bulan Bintang 138.306 3 3,5
10. Partai Perhimpunan Indonesia Baru 146.846 1 1,2
11. PNBK 116.232 1 1,2
12. Partai Patriot Pancasila 122.455 1 1,2
13. PBSD 101.235 1 1,2
14. Partai Pelopor 94.732 1 1,2
15. Partai Kebangkitan Bangsa 93.973 - -
16. PKPB 87.501 - -
17. PKPI 86.856 - -
18. Partai Sosialis Indonesia (PSI) 65.002 - -
19. PNI-Marhainisme 64.648 - -
20. PPDK 64.474 - -
21. Partai Merdeka 63.408 - -
22. PPDI 56.013 - -
23. Partai Pembangunan Daerah (PPD) 55.872 - -
24. PNUI 36.896 - -
Sumber: KPU Provinsi Sumatera Utara, 2004.

Dari 24 partai politik peserta Pemilu 2004, hanya 14 partai politik yang
berhasil menempatkan calon legislatornya di DPRD Provinsi Sumatera Utara dan 10
partai politik yang tidak mencukupi suara untuk terpilih menjadi anggota legislatif.
Hasil Pemilu 2004 sekaligus akan menentukan dinamika dalam setiap pengambilan
keputusan pemerintah yang memerlukan persetujuan DPRD Provinsi Sumatera Utara.
Begitu juga saat mengusulkan calon kepala daerah, komposisi kursi partai politik di
parlemen menentukan jumlah besaran dukungan saat mengusulkan calon kepala
daerah. Partai Golongan Karya dan PDIP adalah partai yang memperoleh suara lebih
dari 15% dan memenuhi syarat untuk mengusulkan calon kepala daerah tanpa harus
bersama-sama dengan partai politik lain. Sedangkan partai politik lainnya memperoleh

Universitas Indonesia  
 
  94

suara di bawah 15% dan harus mencari dukungan dari partai lain untuk secara
bersama-sama mengusulkan calon Gubernur Provinsi Sumatera Utara.54
Pemilu 2004 memberikan kesempatan kepada kader Pemuda Pancasila yang
berprofesi sebagai politisi menjadi anggota DPRD. Dari 80 anggota DPRD Provinsi
yang terpilih, ada 6 yang tercatat sebagai kader Pemuda Pancasila. Mereka adalah
Marzuki dan Syahrul Pasaribu terpilih dari Partai Golkar, Kamaluddin Harahap dan
Abdul Hakim Siagian dari PAN, Eddi Rangkuti dari PDIP, dan Edison Sianturi dari
Partai Patriot. Meskipun jumlahnya sedikit, namun posisi mereka di DPRD Provinsi
Sumatera Utara sangat strategis. Syahrul Pasaribu menjabat sebagai Ketua Fraksi
Partai Golkar Periode 2004-2009, Eddi Rangkuti terpilih sebagai Ketua Fraksi PDIP,
Kamaluddin Harahap sebagai Ketua Fraksi PAN. Terpilihnya kader Pemuda Pancasila
sebagai anggota legislatif tentu akan membantu kepentingan organisasi dalam
kebijakan strategis di daerah, walaupun mereka harus berkoordinasi dengan ketua
partai politik masing-masing.
Tabel 2.3
Kader Pemuda Pancasila yang Menjadi
Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009

No. Nama Asal Fraksi Jabatan di DPRD Sumut


1. Syahrul Pasaribu Partai Golkar Ketua Fraksi Golkar
2. Marzuki Partai Golkar Sekretaris Fraksi Golkar
3. Kamaluddin Harahap PAN Ketua Komisi E
4. Abdul Hakim Siagian PAN Anggota
5. Eddi Rangkuti PDIP Ketua Fraksi PDIP
6. Edison Sianturi Bersama Anggota
Sumber: Hasil Wawancara, 2011.

Pemuda Pancasila memiliki pengaruh langsung kepada Partai Patriot Pancasila


yang memperoleh satu kursi di DPRD Provinsi Sumatera Utara. Dengan perolehan
kursi tersebut, maka Partai Patriot Pancasila tentu memiliki bagian dari kekuatan
parlemen di Sumatera Utara. Sebagai partai baru, Partai Patriot Pancasila yang
dideklarasikan di Jakarta tahun 2007, tentu akan lebih memudahkan pimpinan Pemuda
Pancasila Provinsi Sumatera Utara untuk berkordinasi dalam kaitannya dengan
kebijakan pemerintah daerah. Selalu ada ruang untuk memberikan warna dalam setiap
                                                                                                                       
54
Lihat UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum
No. 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah BAB II Bagian Kesatu Pasal 3 ayat (1) huruf a dan b.

Universitas Indonesia  
 
  95

kebijakan di daerah sejalan dengan otonomi daerah yang sedang diberlakukan.


Otonomi daerah memberikan ruang terhadap partisipasi Pemuda Pancasila dalam
proses penetapan kebijakan publik di daerah. Kondisi ini mempermudah Pemuda
Pancasila karena terkait dengan perolehan satu kursi Partai Patriot di DPRD Provinsi
Sumatera Utara. Melalui jaringan organisasi yang dibangun, pimpinan Pemuda
Pancasila bisa berperan aktif untuk mencari solusi dari permasalahan yang terjadi di
lembaganya.
Perubahan situasi politik itu, yang menyebabkan Pemuda Pancasila harus
beradaptasi dalam menjalankan organisasinya agar dapat memberikan pengaruh secara
terus menerus dalam konstelasi politik di Sumatera Utara. Kemudian memberikan
kebebasan kepada pimpinan organisasi di daerah untuk mengambil keputusan
sekaligus sebagai latihan dalam mengatasi persoalan yang ada di setiap tingkatan
kepemimpinan. Membentuk jaringan kepada para pengambil keputusan di daerah baik
legislatif dan eksekutif serta memelihara basis massa organisasi secara berkelanjutan.
Langkah-langkah yang dilakukan Pemuda Pancasila tersebut menjadi bagian dari
konsolidasi organisasi.

2.6. Partai Patriot Pancasila dan Pemuda Pancasila Provinsi di Sumatera Utara

Independensi Pemuda Pancasila memberikan arti bahwa berpolitik adalah


sarana untuk memajukan dan membesarkan eksistensi organisasi secara konkrit
melalui pengakuan, kiprah, peran serta kedudukan para kader dan tokoh Pemuda
Pancasila di berbagai elemen dan lembaga masyarakat. Dalam pandangan organisasi
ini juga independensi bukanlah berarti bahwa Pemuda Pancasila dapat dianggap
sebagai mesin politik untuk mencapai kepentingan kekuasaan atau politik tertentu.
Tetapi, Pemuda Pancasila berdiri di atas kepentingan sosial sesuai dengan pokok-
pokok perjuangannya yang tercantum dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah
Tangga (AD/ART). Secara tegas tertulis dalam AD/ART bahwa Pemuda Pancasila
memposisikan partisipasi politik sebagai kelompok yang menciptakan akuntabilitas
publik serta secara konsisten dan konsekuen melakukan kontrol sosial terhadap
penyelenggaraan pembangunan nasional demi terwujudnya kepentingan umum.
Pelaksanaan kebijakan independensi Pemuda Pancasila Sumatera Utara terlihat
dari tidak sedikit kader Pemuda Pancasila yang telah menduduki berbagai jabatan
publik yang cukup strategis di lingkungan legislatif, eksekutif, organisasi profesi dan

Universitas Indonesia  
 
  96

pimpinan berbagai institusi masyarakat lainnya. Sebut saja seperti anggota DPRD di
tingkat provinsi dan kabupaten/kota, bupati/wakil bupati, pengurus teras partai politik,
asosiasi pengusaha, rektor perguruan tinggi, dosen dan lain sebagainya. Praktik
independensi yang sudah berjalan itu juga memberikan ruang kreativitas dan prospek
bagi para anggota maupun pengurus yang berprofesi sebagai pengusaha, pengacara,
pegawai negeri sipil dan swasta termasuk pelaku sektor informal. Hal ini dirasakan
sebagai salah satu manfaat positif dan telah menjadikan Pemuda Pancasila Sumatera
Utara sebagai instrumen sosial yang mampu mengakomodasikan berbagai aspirasi
kelompok masyarakat yang multikultural di Sumatera Utara.55
Namun demikian, praktik independensi Pemuda Pancasila Sumatera Utara
tidak berhenti di situ saja seiring dengan perkembangan dinamika bangsa dan
masyarakat Indonesia. Sejak bergulirnya reformasi dan demokratisasi serta
desentralisasi di Indonesia, praktik independensi Pemuda Pancasila juga mengalami
persoalan internal. Oleh karena Pemuda Pancasila memiliki jumlah anggota dan kader
yang besar baik secara kuantitas dan kualitas serta karakteristiknya yang heterogen
menyebabkan tidak semua kader Pemuda Pancasila terdistribusi dengan baik untuk
berperan di berbagai lembaga masyarakat. Konsekuensi dari itu semua, maka sejumlah
pimpinan dan kader Pemuda Pancasila berinisiatif membentuk Partai Patriot Pancasila
yang diharapkan dapat mengakomodir potensi organisasi dalam saluran aktivitas
politiknya. Dalam rangka mengoptimalkan potensi partisipasi politik para kader
Pemuda Pancasila maka kehadiran Partai Patriot Pancasila dinilai menjadi relevan.
Melalui proses sosialisasi yang panjang, akhirnya pimpinan organisasi di
tingkat nasional mendeklarasikan Partai Patriot Pancasila pada 1 Juni 2001 di Jakarta.
Tampil sebagai pimpinan deklarator adalah Yapto S. Soerjosoemarno dan pengurus
Majelis Pimpinan Nasional Pemuda Pancasila, para senior, dan ketua wilayah Pemuda
Pancasila se-Indonesia. Sejalan dengan kebijakan sistem multi partai maka kehadiran
Partai Patriot Pancasila yang dibidani oleh sejumlah elit Pemuda Pancasila di Jakarta
dan dari daerah diharapkan dapat berperan dan berfungsi sejalan dengan aktivitas dan
saluran aspirasi politik anggota Pemuda Pancasila di seluruh Indonesia. Partai Patriot
Pancasila kemudian dibentuk dengan modal dasar struktur Pemuda Pancasila yang
telah ada di seluruh Indonesia. Meskipun hasil Musyawarah Besar Luar Biasa
                                                                                                                       
55
Mengenai hal ini lihat Daftar Kader yang Berprofesi sebagai Eksekutif, Legislatif, Yudikatif,
Organisasi Bisnis, dan Organisasi Masyarakat di Sumatera Utara yang ditulis oleh MPW Pemuda
Pancasila Sumatera Utara dalam lampiran disertasi ini.

Universitas Indonesia  
 
  97

(Mubeslub) tahun 1999 dan Musyawarah Besar ke VII tahun 2001 di Bogor yang
menegaskan bahwa Pemuda Pancasila adalah organisasi masyarakat dan bersifat
independen dalam aspirasi politiknya, namun secara informal pengurus di daerah
diharapkan membantu pembentukan Partai Patriot Pancasila.
Hampir seluruh ketua Pemuda Pancasila pada level provinsi dan
kabupaten/kota memperoleh mandat untuk membentuk Partai Patriot Pancasila di
wilayahnya masing-masing. Bagi para ketua Pemuda Pancasila yang telah menjadi
ketua atau pengurus partai politik lain, memiliki kewajiban moral untuk membantu
pembentukan Partai Patriot Pancasila di wilayahnya. Tidak terkecuali di Sumatera
Utara, proses pembentukan Partai Patriot Pancasila di wilayah ini juga dibidani oleh
pengurus Pemuda Pancasila Provinsi Sumatera Utara hingga di tingkat
kabupaten/kota. Meskipun tidak semua ketua Pemuda Pancasila yang tertarik untuk
menjadi pengurus partai politik, namun mereka memiliki kewajiban moral sebagai
bentuk loyalitas kepada elit Pemuda Pancasila di tingkat nasional. Setidaknya mereka
memberikan rekomendasi kepada kader Pemuda Pancasila lainnya yang telah berkarir
di wilayah politik. Kriteria untuk menjadi ketua Partai Patriot Pancasila telah menjadi
pedoman bersama di antara pimpinan Pemuda Pancasila Sumatera Utara.
Mandat pembentukan Partai Patriot Pancasila Provinsi Sumatera Utara
diberikan kepada Donald Sidabalok, sekitar tahun 2002, selaku Ketua Majelis
Pimpinan Wilayah Pemuda Pancasila Sumatera Utara. Secara pribadi, Donald
termasuk kader yang tidak pernah tertarik untuk aktif di partai politik atau menjadi
politisi. Namun, karena Donald turut menjadi deklarator Partai Patriot Pancasila
sekaligus pemegang mandat karena dirinya menjabat sebagai Ketua Majelis Pimpinan
Wilayah Pemuda Pancasila maka tugas itu harus ditunaikannya. Hampir semua kader
dan pimpinan Pemuda Pancasila mengetahui secara persis bahwa Donald tidak ingin
menjadi ketua Partai Patriot Pancasila dan dia mencari figur yang tepat untuk
menerima mandat tersebut.

“…iya saya menerima mandat untuk membentuk Partai Patriot Pancasila di


Sumut. Walaupun partai ini didirikan oleh pimpinan Pemuda Pancasila, tetapi
tidak menyalurkan aspirasi politiknya ke Partai Patriot Pancasila, anggota
dibebaskan memilih. Cuma ada himbauan Partai Patriot Pancasila yang
dilahirkan Pemuda Pancasila, kenapa tidak anggota Pemuda Pancasila memilih
partai ini. Itu hanya himbauan namun tidak ada garis harus Pemuda Pancasila

Universitas Indonesia  
 
  98

itu ke Partai Patriot Pancasila, gak ada. Karena itu saya pada saat itu masih
mencari orang yang tepat…”56

Figur yang saat itu ada dalam benak Donald adalah Ajib Shah yang dapat
membentuk dan mengembangkan partai baru ini. Selain pengalaman politik Ajib Shah
cukup baik, Donald pun melihat jasa dukungan Ajib saat ia terpilih menjadi ketua
wilayah Pemuda Pancasila pada Muswil IX. Hubungan Donald dengan Ajib Shah
terjalin cukup akrab dan bersahabat, karena pergantian kepemimpinan di Pemuda
Pancasila dari Ajib ke Donald berlangsung secara damai. Namun, Yapto
Soerjosoemarno sendiri telah menitipkan pesan kepada Donald untuk tidak
memberikan mandat tersebut kepada keluarga Shah khususnya Ajib Shah. Tidak
begitu jelas alasan yang menyebabkan terjadinya perbedaan antara Yapto dengan
keluarga Shah. Donald sendiri tidak menjelaskannya secara terus terang.

“….bukan karena saya ada masalah dengan Ajib. Hubungan saya dengan dia
baik-baik saja. Saya buka sikit lah ya, namanya kita megang mandat pasti ada
bisikan juga sikit sebetulnya. Saya kalau sudah aman saya pegang. Dulu Yapto
sama keluarga ini (baca: keluarga Shah) hubungannya sikit tidak baik. Saya
sulit juga mengatakannya, termasuk aib orang. Jadi saya gak mau buka…”57

Sementara, Ajib Shah sendiri menginginkan pembentukan Partai Patriot


Pancasila berada dalam kewenangannya. Meskipun saat itu, dia adalah kader Partai
Golkar dan pernah menjadi anggota DPRD Kota Medan dari Fraksi Golkar. Sedikit
banyaknya persoalan ini menyebabkan Donald tidak segera menunaikan tugasnya
sebagai pemegang mandat untuk membentuk Partai Patriot Pancasila di Provinsi
Sumatera Utara. Sementara, hampir seluruh daerah kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Utara sudah terbentuk Partai Patriot Pancasila. Menurut Donald, Pengurus
Pusat Partai Patriot Pancasila di Jakarta menyatakan ketidaksetujuan mandat diberikan
kepada Ajib Shah menjadi Ketua Partai Partai Patriot Pancasila karena Ajib Shah
pernah mengundurkan dari Ketua MPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara tahun
1999. Ini yang menjadi alasan pengurus pusat dan wilayah Pemuda Pancasila
Sumatera Utara yang menyebabkan lama terbentuknya Partai Patriot Pancasila di
Sumatera Utara.
                                                                                                                       
56
Wawancara dengan Donald Sidabalok, Ketua MPW Pemuda Pancasila Periode 1999-2002 dan 2002-
2007, di rumahnya Medan Denai, 21 Desember 2011 pukul 11.00 Wib.
57
Ibid.

Universitas Indonesia  
 
  99

Dalam perjalanan selanjutnya, terdengar kabar bahwa Yapto Soerjosoemarno


memberikan mandat kepada Ajib Shah untuk membentuk Partai Patriot Pancasila di
Sumatera Utara. Donald pun kemudian merespons kabar itu dan mendiskusikannya
dengan pengurus MPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara seperti Muchtar Aritonang
(Sekretaris), Darwin Nasution (Bendahara) dan pengurus harian lainnya. Pertemuan
itu sepakat memberikan mandat kepada Darwin Nasution, untuk diusulkan kepada
Yapto (selaku Ketua Umum Partai Patriot Pancasila), menjadi Ketua Partai Patriot
Pancasila Provinsi Sumatera Utara.
Darwin Nasution termasuk kader junior yang menjadi pengurus di MPW
Pemuda Pancasila Sumatera Utara. Sebelum menjadi pengurus di Pemuda Pancasila
Sumatera Utara pada masa kepemimpinan Donald Sidabalok, Darwin bekerja pada
salah satu perusahaan Jepang di Kawasan Industri Medan. Pengalaman Darwin
sebagai pengacara menjadi pertimbangan Donald untuk menunjuk Darwin sebagai
Ketua Lembaga Penyuluhan dan Pembelaan Hukum Pemuda Pancasila (LPPH PP)
Provinsi Sumatera Utara. Tidak lama setelah itu, Darwin pun kemudian ditunjuk
menjadi wakil bendahara MPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara pada periode
pertama kepemimpinan Donald Sidabalok. Jabatan yang diberikan kepada Darwin
Nasution termasuk jabatan yang strategis dalam aktivitas keseharian Pemuda
Pancasila.
Bukan tanpa alasan, Donald memberikan Darwin jabatan sebagai wakil
Bendahara MPW PP Sumut dan Ketua LPPH PP. Sebagai kader junior yang langsung
menduduki jabatan strategis di pengurus harian tentu saja menimbulkan sejumlah
pertanyaan bagi kader-kader lama. Darwin Nasution dikenal sebagai salah seorang
pengurus yang selalu memberikan kontribusi berupa materi untuk aktivitas yang
diperlukan organisasi termasuk kebutuhan Ketua Pemuda Pancasila. Dalam waktu
yang relatif tidak lama, Darwin Nasution menunjukkan kesetiaan pada ketua wilayah
saat itu. Tidak lama berselang jabatan sebagai bendahara pun dipercayakan Donald
kepadanya. Bahkan, Darwin dipercaya menjadi Ketua Partai Patriot Pancasila dengan
mempertimbangkan saran Muchtar Aritonang dan pengurus harian lainnya.

“…dia kan begini, awalnya Darwin di LPPH Pemuda Pancasila, bagian hukum.
Saya gak kenal dia, jadi kebetulan ekonomi dia bagus tempo hari, dia salah
seorang direktur Mari Matsu. Jadi, dia membiayai LPPH itu. Yah… merapatlah
dia ke saya, yang membawanya itu kan Amir Gemuk sama Adek Muchtar

Universitas Indonesia  
 
  100

Aritonang. Saya gak kenal kan. Jadi, orang itu lah yang minta ‘dia aja lah
ketua’. Jadi bukan karena saya benci sama Ajib…enggak...banyak orang salah
itu. Ada semacam titipan warning lah ke saya…”58

Penjelasan Donald mengenai Ajib Shah, yang berminat untuk mendapatkan


mandat pembentukan Partai Patriot Pancasila, tidak konsisten. Di satu sisi, Donald
menyatakan hubungannya dengan Ajib Shah sangat baik dan setuju untuk memberikan
mandat tersebut. Di sisi lain, menurut Donald, karena Ajib Shah memiliki resistensi
dengan sebagian tokoh Pemuda Pancasila di Jakarta atau deklarator Partai Patriot
Pancasila maka mandat pembentukan Partai Patriot Pancasila tidak segera diberikan
kepadanya. Bahkan mandat itu akhirnya diberikan Donald kepada Darwin Nasution.
Jika melihat penjelasan yang disampaikan pengurus Pemuda Pancasila saat itu,
ada perbedaan pandangan politik antara Donald dengan Ajib Shah. Namun, tidak ada
penjelasan khusus mengenai penyebab perbedaan di antara kedua tokoh Pemuda
Pancasila itu. Beberapa narasumber sepertinya enggan memberi informasi mengenai
hal itu karena terkait dengan keluarga Shah.59 Ajib Shah sendiri menyatakan hubungan
pribadinya dengan Donald berjalin baik, namun ada perselisihan pandangan di antara
keduanya. Terkait dengan mandat pembentukan Partai Patriot Pancasila, Ajib Shah
menjelaskan bahwa dia menerima mandat itu dari Yapto sebagai Ketua Umum Partai
Patriot Pancasila karena terkesan lambannya Donald bertindak. Penjelasan Ajib Shah
sekaligus menepis informasi yang disampaikan Donald tentang keengganan pengurus
Partai Patriot Pancasila di Jakarta memberikan mandat kepada dirinya.
Perbedaan pandangan yang terjadi di antara kedua tokoh Pemuda Pancasila
menjadi sebab lambannya pembentukan Partai Patriot Pancasila di Provinsi Sumatera
Utara. Tindakan Yapto Soerjosoemarno mengalihkan pemberian mandat dari Donald
kepada Ajib Shah merupakan salah satu cara untuk menyatukan kedua tokoh yang
berbeda pandangan mengenai aktivitas Pemuda Pancasila di Sumatera Utara. Begitu
Donald mendengar kabar bahwa Ajib Shah memiliki mandat pembentukan Partai
Patriot Pancasila, segera dia menggelar rapat internal dan mengusulkan Darwin
Nasution sebagai Ketua Partai Patriot Pancasila untuk disetujui oleh Yapto. Setelah

                                                                                                                       
58
Ibid.
59
Mengenai hal ini, beberapa narasumber yang diwawancarai menyatakan bahwa dominasi keluarga
Shah melalui Anif Shah dan Ajib Shah kepada pengurus Pemuda Pancasila menyebabkan organisasi ini
relatif tidak bebas dalam mengambil keputusan. Artinya setiap ketua wilayah Pemuda Pancasila tidak
mau diatur oleh keluarga Shah untuk mengambil keputusan dan bertindak atas nama organisasi.

Universitas Indonesia  
 
  101

bertemu Yapto, mereka disarankan untuk membahas secara bersama-sama dengan


Ajib Shah mengenai pembentukan pengurus Partai Patriot Pancasila Sumatera Utara.
Kesepakatan antara Donald Sidabalok, Ajib Shah, dan Darwin Nasution adalah
secara bersama-sama menyusun kepengurusan DPW Partai Patriot Pancasila. Porsi
Ajib Shah lebih besar dalam memberikan nama-nama yang masuk menjadi pengurus
Partai Patriot Pancasila Provinsi Sumatera Utara, sisanya usulan yang disampaikan
Donald dan Darwin. Pertemuan tokoh Pemuda Pancasila itu secara bersama sepakat
menunjuk Darwin Nasution dan Subandi menjadi Ketua dan Sekretaris MPW Partai
Patriot Pancasila Provinsi Sumatera Utara. Kesepakatan lainnya, Partai Patriot
Pancasila akan memberikan dukungan penuh kepada Ajib Shah untuk membantu
kemenangannya menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
(DPD RI) dari Provinsi Sumatera Utara pada Pemilu 2004. Bersatunya Ajib Shah dan
Donald Sidabalok dalam Partai Patriot Pancasila menjadi catatan tersendiri dalam
sejarah Pemuda Pancasila Sumatera Utara.
Hasil kesepakatan itu kemudian mengharuskan Darwin Nasution bekerja
membentuk kepengurusan partai hingga ke tingkat kecamatan di seluruh Provinsi
Sumatera Utara dalam kurun waktu 2 tahun. Pembentukan itu dilakukan untuk
memenuhi syarat menjadi peserta Pemilu 2004. Tugas lainnya adalah menyusun daftar
calon anggota legislatif untuk menjadi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara pada
Pemilu 2004. Membantu pemenangan Ajib Shah agar terpilih dalam Pemilihan Umum
2004 untuk menjadi anggota DPD RI. Meskipun aturan melarang partai politik
membantu kampanye calon anggota DPD RI, namun dukungan dari Partai Patriot
Pancasila tetap diberikan kepada Ajib Shah. Hasil Pemilu 2004 gagal mengantarkan
Ajib Shah terpilih menjadi anggota DPD RI. Sementara, Partai Patriot Pancasila yang
bernomor 21 berhasil mengantarkan satu calon legislatif yang diusulkan menjadi
anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara dan 13 orang terpilih menjadi anggota DPRD
di kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara.

Universitas Indonesia  
 
  102

Tabel 2.4
Daftar Anggota DPRD Hasil Pemilu 2004 di Provinsi Sumatera Utara
dari Partai Patriot Pancasila

No. Nama Jabatan di Pemuda Pancasila Jabatan di Legislatif


1. Edison Sianturi Wakil Ketua Pemuda Anggota DPRD
Pancasila Provinsi Sumatera Provinsi Sumatera
Utara Utara
2. H. Hamdayani Anggota MPC Pemuda Anggota DPRD Kota
Pancasila Tanjung Balai Tanjung Balai
3. Encen STR Anggota MPC Pemuda Anggota DPRD Kota
Pancasila Tanjung Balai Tanjung Balai
4. Drs. Mura Siregar Ketua Bidang Ideologi Politik Anggota DPRD Kab.
MPC PP Tapanuli Selatan Tapanuli Selatan
5. Drs. Irwan Wakil Ketua MPC Pemuda Anggota DPRD Kab.
Hasibuan Pancasila Padang Lawas Padang Lawas
6. Sukrianda Anggota Pemuda Pancasila Anggota DPRD Kab.
Hasibuan Padan Lawas Padang Lawas
7. Saud Gurning Pengurus MPC Pemuda Anggota DPRD Kab.
Pancasila Kab. Karo Karo
8. H. Arjuman EE Ketua MPC Pemua Pancasila Ketua Fraksi P. Patriot
Harahap Kab. Padang Lawas Utara DPRD Kab. Paluta
9. M. Sukri Harahap MPO Pemuda Pancasila Kab. Anggota DPRD Kab.
Padang Lawas Utara Paluta
10. Darwin, ST Anggota Pemuda Pancasila Anggota DPRD Kab.
Kab. Batubara Batubara
11. G. Mayanto Pengurus PAC Pemuda Anggota DPRD Kab.
Pancasila Kualuh Hulu Kab. Batubara
Batubara
12. Hendra Gunawan, Wakil Ketua MPC Pemuda Anggota DPRD Kota
SE Pancasila Kota Tebing Tinggi Tebing Tinggi
13. Ronald Darwin Ketua PAC Pemuda Anggota DPRD Kota
Tampubolon, SH Pancasila Kecamatan Siantar Pematang Siantar
Timur Kota Siantar
Sumber: Kantor Majelis Pertimbangan Pemuda Pancasila Provinsi Sumatera Utara, 2008.

Sebagai partai baru yang dibentuk pada tahun 2002 di Sumatera Utara, Tabel
3.1 menunjukkan hasil yang tidak begitu mengecewakan. Meskipun jika merujuk pada
jumlah anggota Pemuda Pancasila yang mencapai puluhan ribu di Provinsi Sumatera
Utara, hasil itu juga tidak sebanding. Kondisi tersebut terjadi karena anggota Pemuda
Pancasila sebenarnya dibebaskan dalam memberikan pilihan politiknya pada saat
pemilihan umum diselenggarakan, yang ada hanya berupa himbauan untuk memilih
Partai Patriot Pancasila. Darwin Nasution yang ditunjuk sebagai Ketua MPW Partai
Patriot Pancasila Sumatera Utara telah menunjukkan kerja-kerja politiknya untuk
Universitas Indonesia  
 
  103

membesarkan partai sekaligus membuktikan kepada tokoh-tokoh Pemuda Pancasila


bahwa sebagai kader junior tidak sulit melaksanakan tugas berat itu.

2.7. Sumber Kekuasaan Pemuda Pancasila Provinsi Sumatera Utara

Pada masa pemerintah Orde Baru, para tokoh Pemuda Pancasila di


Sumatera Utara diberikan ruang untuk beraktivitas sesuai dengan keingingannya.
Sebagian dari mereka memilih berprofesi sebagai pengusaha dan sebagian lagi
menjadi politisi Golkar. Mereka yang memilih profesi sebagai pengusaha diberikan
kemudahan untuk mendapatkan akses modal dan fasilitas lainnya seperti perizinan.
Sedangkan yang menjadi politisi harus mengikuti tahapan penjenjangan yang
diatur oleh para penguasa Orde Baru. Di samping itu, bagi tokoh Pemuda Pancasila
yang memilih profesi sebagai pegawai negeri, juga diberikan kemudahan untuk
mencapai jenjang karir yang lebih tinggi jika mengikuti arahan pimpinan birokrasi.
Pada masa Orde Baru, anak-anak muda yang direkrut menjadi anggota
Pemuda Pancasila itu diharuskan memberikan dukungan kepada Golongan Karya.
Di antara mereka kemudian memilih aktif sebagai pengurus Golongan Karya,
meskipun latar belakang sebagai anak jalanan atau preman masih melekat pada
dirinya. Selain menjadi pengurus Golongan Karya, anak-anak muda tersebut
diberikan posisi penting sebagai pengurus organisasi pemuda (KNPI), buruh
(SPSI), nelayan (HNSI), dan lain-lainnya. Posisi mereka di organisasi tersebut
hanya berfungsi sebagai pelaksana lapangan dari suatu keputusan yang diambil.
Aparat militer di Sumatera Utara menjadi institusi yang melindungi mereka.
Dukungan politik yang diberikan pemerintah Orde Baru kepada Pemuda
Pancasila di Sumatera Utara memberi kekuatan tersendiri bagi para pimpinannya.
Bagi para kader yang memilih profesi sebagai politisi harus menunjukkan loyalitas
kepada pimpinan partai di daerah yaitu Ketua Golongan Karya Provinsi Sumatera
Utara.60 Untuk menjadi kader yang bisa dipercaya ada serangkaian tahapan yang
harus dilewati seperti penelitian khusus (litsus61), mengikuti jenjang pelatihan,

                                                                                                                       
60
Masa Orde Baru, Ketua Golongan Karya Tk. I Sumatera Utara dan di hampir semua daerah tingkat II
selalu berasal dari militer. Ini menunjukkan bahwa militer yang mengatur sirkulasi calon pemimpin di
daerah atas dasar loyalitas kepada rezim Orde Baru.
61
Litsus adalah penelitian khusus yang digelar oleh pemerintah Orde Baru sebagai bagian dari operasi
pemantapan pemerintahan terhadap pegawai eksekutif maupun legislatif. Kebijakan ini dilakukan untuk
melihat anggota masyarakat yang terlibat PKI.

Universitas Indonesia  
 
  104

penataran P462, dan lain-lainnya. Setelah lulus ujian tersebut maka ujian lapangan
pun menjadi penilaian seperti tugas-tugas untuk menertibkan basis massa dan
menjamin tidak ada demonstrasi menentang pemerintah Orde Baru.
Para kader Pemuda Pancasila di Provinsi Sumatera Utara relatif tidak
memiliki kebebasan untuk bertindak atas kehendaknya sendiri dan anggota
organisasinya. Semua tindakan organisasi harus mendapatkan persetujuan dari elit
di Jakarta. Bagi mereka yang dapat menunjukkan loyalitas seperti itu akan
dipercaya menjadi pemimpin organisasi masyarakat yang akan menaikkan status
sosial sekaligus status ekonominya. Tidak begitu sulit bagi mereka untuk menjadi
pengurus partai politik dan anggota legislatif di Provinsi Sumatera Utara. Setiap
pemilu berlangsung, mereka diletakkan pada posisi nomor urut jadi yang
dipastikan akan terpilih menjadi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara.
Kondisi berbeda terjadi setelah jatuhnya pemerintahan Presiden Soeharto.
Ketika kebijakan demokrasi dan desentralisasi ditetapkan, suasana reformasi
mengubah posisi politik kader-kader Pemuda Pancasila. Setelah reformasi,
sebagian kader Pemuda Pancasila tidak hanya menjadi politisi Golkar, tetapi di
antara mereka beralih keanggotaan dan menjadi pengurus partai politik lainnya di
Sumatera Utara. Modal ekonomi dan politik yang dimiliki pada saat Orde Baru,
mereka gunakan pada masa reformasi untuk mendapatkan kekuasaan di partai
politik lainnya dengan cara memberikan sumbangan uang untuk dapat dicalonkan
menjadi anggota legislatif. Mereka relatif memiliki kewenangan dalam mengambil
keputusan sendiri untuk pengembangan karir politik dirinya dan organisasinya.
Sebagai contoh, di bidang politik, untuk mendukung calon yang akan
menjadi ketua partai atau kepala daerah mereka bebas menentukan calonnya
sendiri tanpa ada arahan dari elit politik di Jakarta.63 Sebelum reformasi, kebebasan
menentukan pilihan itu tidak terbuka bahkan arahan dari Jakarta harus dipatuhi
sebagai bentuk loyalitas kader kepada organisasi. Setidaknya aspirasi anggota dari
bawah (buttom up) harus didengar agar keputusan dapat dilaksanakan. Di bidang
ekonomi, kader Pemuda Pancasila yang berprofesi sebagai pengusaha menguasai
                                                                                                                       
62
P4 singkatan dari Pedoman Penghayatan Pengalaman Pancasila. Setiap aktivis partai politik
diwajibkan untuk mengikuti penataran P4 yang dilangsungkan dengan berbagai metode dan pola jam
pengajaran.
63
Kasus ini terjadi pada saat pemilihan Walikota Medan pada tahun 2000 oleh DPRD Kota Medan.
Ketika itu, anggota DPRD yang berasal dari kader Pemuda Pancasila relatif bebas mengambil putusan
dari pilihannya sendiri. Lihat Vedi R. Hadiz. 2005. Dinamika Kekuasaan…..... hal. 237-240.

Universitas Indonesia  
 
  105

proyek-proyek pemerintah daerah yang bersumber dari APBD dan APBN dengan
cara-cara kekerasan yang sebelumnya tidak pernah mereka lakukan karena telah
diatur oleh aparat pemerintah Orde Baru di daerah. Tindakan kekerasan itu
dilakukan karena penawaran proyek dilakukan secara terbuka.
Tabel 2.5
Tokoh Pemuda Pancasila yang Menjabat Pimpinan Partai Politik dan Birokrasi
di Sumatera Utara

Profesi dan Asal Jabatan di Partai Politik dan


No. Nama
Organisasi Pemuda Publik
1. Syamsul Arifin - Pengusaha/Pemborong - Pengurus Golongan Karya
di Pertamina - Anggota DPRD Kabupaten
Pangkalan Berandan Langkat (1982-1987,1987-
- Pemuda Pancasila 1999)
- FKPPI Sumatera Utara - Bupati Langkat (1999-2004,
2004-2009)
- Gubernur Provinsi Sumatera
Utara (2008-2013)
- Ketua Partai Golkar
Provinsi Sumatera Utara
(2009-2015)
2. Ajib Shah - Pengusaha - Wakil Ketua DPD Golongan
- Pemuda Pancasila Karya Sumatera Utara
- Ketua MPW Pemuda - Anggota DPRD Kota
Pancasila Sumatera Medan dari Partai Golkar
Utara (1997-1999) (1987-1992)
- Anggota DPRD Provinsi
Sumatera Utara dari Partai
Golkar (2009-2014)
3. Marzuki - Ketua MPW Pemuda - Wakil Ketua DPD Golkar
Pancasila 1986-1996 Sumut
- Anggota DPRD Provinsi
Sumatera Utara (1999-2004)
4. Bangkit Sitepu - Pengusaha - Pengurus Golongan Karya
- Pemuda Pancasila - Anggota DPRD Kota
- Ketua DPC Pemuda Medan dari Partai Golkar
Pancasila Kota Medan (1999-2004, 2004-2009)
- Anggota DPRD Kota
Medan dari Partai Patriot
(2009-2014)
5. Martius - Politisi - Pengurus Golongan Karya
Latuperissa - Pemuda Pancasila - Ketua PKPI Kota Medan
- Ketua FKPPI Medan - Anggota DPRD Kota
Medan (1999-2004)
6. Sjafri Chap - Pengusaha - Ketua DPD Partai Golkar

Universitas Indonesia  
 
  106

- Pemuda Pancasila Tebing Tinggi


- Ketua DPC Pemuda - Ketua DPRD Kota Tebing
Pancasila Kota Tebing Tinggi (2004-2009, 2009-
Tinggi 2014)
7. Syahrul - Anggota MPO - Wakil Ketua DPD Golkar
Pasaribu Pemuda Pancasila Provinsi Sumatera Utara
Sumatera Utara - Sekretaris Fraksi Partai
Golkar DPRD Provinsi
Sumatera Utara Periode
2004-2009
- Bupati Tapanuli Selatan
2010-2015
8. Eddi Rangkuti - Pemuda Pancasila - Pengurus DPD PDIP
Sumatera Utara
- Anggota DPRD Provinsi
Sumatera Utara
Sumber: diolah dari berbagai informasi. Daftar tabel di atas hanya contoh dari beberapa tokoh
Pemuda Pancasila yang awalnya dikenal sebagai preman masuk menjadi pemimpin partai politik,
anggota legislatif dan pemimpin di eksekutif. Data lengkap mengenai anggota Pemuda Pancasila
yang menduduki jabatan sebagai pimpinan partai politik, anggota legislatif, dan pejabat eksekutif
setelah reformasi dapat dilihat dalam Lampiran 5 Disertasi.

Sumber kekuasaan yang dimiliki oleh para tokoh Pemuda Pancasila


diperoleh dengan berbagai macam cara, sebagaimana penjelasan sebelumnya
tentang tumbuh dan berkembangnya Pemuda Pancasila di Sumatera Utara. Pada
tahap pembentukan, sumber kekuasaan diperoleh dengan mengandalkan kekuatan
fisik atau otot. Tahap pembentukan itu berjalan selama sekitar 25 tahun yaitu 1959-
1984. Pada tahapan pemantapan, sumber kekuasaan tidak hanya berasal dari
kekuatan fisik, tetapi juga mengandalkan kekuatan ekonomi.
Sejak awal pembentukan Pemuda Pancasila di Sumatera Utara, rekrutmen
anggota didapat dari pemuda jalanan yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Jauh
sebelum pembentukan Pemuda Pancasila di Sumatera Utara, ada tokoh pemuda
yang memiliki pengaruh terhadap sekelompok pemuda lainnya.64 Pengaruh itu
terjadi karena mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup anggotanya sehari-hari.
Pimpinan Pemuda Pancasila memberikan kepada para anak muda -yang
kebanyakan menganggur itu– berupa pekerjaan seperti menjaga bioskop,
perparkiran, menjaga keamanan wilayah, dan lain sebagainya. Ketika itu, persoalan

                                                                                                                       
64
Kebanyakan orang-orang di kota Medan dan sekitarnya menyebut mereka ini sebagai preman. Di
antara mereka itu, selain berani dan nekad, namun ada yang memiliki kecerdasan yang cukup baik
untuk membina para pemuda lainnya agar tidak melakukan tindakan yang dapat merusak seperti
pencurian, perampokan, pembunuhan dan lain sebagainya. Pemuda yang dikenal sebagai preman dan
memiliki kecerdasan yang baik itulah kemudian direkrut menjadi ketua Pemuda Pancasila.

Universitas Indonesia  
 
  107

sulitnya mencari pekerjaan di sektor formal menjadi masalah utama khususnya di


kota-kota besar Sumatera Utara seperti kota Medan, Binjai, dan Lubuk Pakam.
Pada umumnya, anak-anak muda yang menganggur itu selalu nekad untuk
melakukan tindakan merusak seperti mencuri, merampok, bahkan membunuh jika
ingin memiliki sesuatu. Para ketua Pemuda Pancasila memberikan pekerjaan
kepada anak-anak muda yang menganggur agar memiliki penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Hampir seluruh ketua Pemuda
Pancasila Provinsi Sumatera Utara dikenal dengan sebutan kepala preman. Selain
berani, mereka juga digunakan oleh aparat militer untuk menghambat pengaruh
komunis di Sumatera Utara sekaligus sebagai upaya merangkul dukungan kepada
pemerintah Orde Baru. Untuk menjalankan misi itulah, anak-anak muda itu
direkrut dan diberikan sedikit kewenangan tindakan mengatur daerah
kekuasaannya.
Keberanian dengan mengandalkan kekuatan fisik menjadi salah satu sumber
kekuatan yang dimiliki oleh anggota Pemuda Pancasila Sumatera Utara. Namun,
para pemimpinnya, yang kemudian sering disebut sebagai kepala preman, tidak
hanya mengandalkan kekuatan fisik saja. Para ketua Pemuda Pancasila Sumatera
Utara juga menggunakan kekuatan otak untuk mengatur anggota mereka agar
berbuat sesuai dengan keinginannya. Pada periode akhir Orde Lama dan menjelang
peristiwa G 30 S PKI65, pemimpin Pemuda Pancasila Sumatera Utara telah
memiliki pengaruh terhadap anggota organisasi dan diperhitungkan oleh organisasi
pemuda dan kelompok yang sedang berkuasa saat itu di Sumatera Utara. Dukungan
yang diberikan kepada kelompok tentara yang menentang PKI tidak hanya semata-
mata untuk mempertahankan ideologi Pancasila, tetapi lebih disebabkan konteks
lokal yang terjadi pada pertengahan tahun 1960.
Konteks lokal yang dimaksud adalah berkaitan dengan pengaruh kekuasaan
yang diinginkan para pemimpin pemuda itu. Mereka tidak mendapat peran oleh
para penguasa lokal di Sumatera Utara dan selalu berhadapan dengan kelompok
yang mendukung PKI seperti Pemuda Rakyat. Setiap kegiatan kenegaraan dan
pemerintahan di kota Medan, mereka selalu tidak dilibatkan bahkan sering diisukan
                                                                                                                       
65
Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia atau yang sering disingkat G-30S/PKI, Gestapu
(Gerakan September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah peristiwa yang terjadi pada
malam tanggal 30 September sampai awal 1 Oktober 1965. Dalam peristiwa itu enam perwira tinggi
militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha percobaan kudeta yang
kemudian dituduhkan dilakukan oleh anggota Partai Komunis Indonesia.

Universitas Indonesia  
 
  108

membuat kekacauan. Perlakuan penguasa lokal kepada tokoh pemuda itu yang
kemudian membuat mereka bertambah marah kepada penguasa lokal dan menerima
tawaran kelompok tentara yang menentang PKI. Pada saat yang sama, kelompok
tentara memerlukan kekuatan pimpinan pemuda jalanan dan preman itu untuk
menambah dukungan ketika berhadapan secara langsung dengan massa PKI.
Dalam konteks itulah Pemuda Pancasila terbentuk di Sumatera Utara.
Pertemuan dua kepentingan tesebut kemudian berlangsung secara dinamis.
Kelompok pemuda jalanan dan preman yang mengandalkan kekuatan kekerasan
berupa otot dan omong bertemu dengan kekuatan tentara yang dapat memberikan
mereka ruang untuk menunjukkan eksistensinya. Pada tahapan pembentukan inilah
berbagai program kerjasama di antara kelompok yang menentang keberadaan PKI
semakin terjalin hingga munculnya pemerintah Orde Baru. Rezim pemerintahan
Orde Baru membutuhkan dukungan dari berbagai daerah dan kelompok
masyarakat. Pemuda Pancasila menjadi bagian yang mendukung pemerintah Orde
Baru. Para kader dan tokohnya diberikan peran untuk menjadi politisi, pengurus
Golongan Karya hingga menjadi anggota legislatif dan pimpinan eksekutif. Proses
ini yang disebut tahapan pematangan organisasi Pemuda Pancasila di Sumatera
Utara.
Berkurangnya kendali pusat yang terjadi setelah Orde Baru tidak mengurangi
pengaruh Pemuda Pancasila terhadap lembaga politik lokal di antaranya partai politik,
legislatif, eksekutif, dan kelompok bisnis. Kekuatan Pemuda Pancasila menyebar di
antara lembaga politik lokal tersebut dan tidak ada institusi atau tokoh dominan yang
dapat menguasai lembaga politik lokal di Sumatera Utara. Menurut Vedi R Hadiz
gejala ini disebutnya sebagai pembentukan jaringan patronase baru yang lebih otonom,
lebih cair dan saling bersaing satu sama lain. Bahkan beragam kepentingan untuk
merebut kekuasaan di tingkat lokal terlihat bervariasi ketimbang masa Orde Baru.66
Situasi tersebut membuat tokoh dan elit Pemuda Pancasila membentuk jaringan baru
di tingkat lokal yang tidak hanya mengandalkan kader dan tokoh Pemuda Pancasila
tetapi tokoh lokal lainnya. Jaringan itu adalah mereka yang berprofesi sebagai politisi
yang ambisius, kelompok-kelompok pebisnis baru yang berambisi tinggi, birokrat
negara yang lihai, serta beraneka ragam penjahat politik, kaum kriminal, dan barisan
keamanan sipil yang tumbuh pada masa Orde Baru sebagai eksekutor lapangan.
                                                                                                                       
66
Vedi R. Hadiz. 2005. Dinamika Kekuasaan…. hal. 244.

Universitas Indonesia  
 
  109

Mereka ini kemudian menjadi tokoh-tokoh penting dan berperan dalam proses
demokrasi dan otonomi daerah di Sumatera Utara.
Dari penjelasan di atas terlihat bahwa sumber kekuasaan yang dimiliki oleh
tokoh Pemuda Pancasila di Sumatera Utara berasal dari kekuatan fisik dan keberanian
untuk mempengaruhi orang lain agar mengikuti kehendaknya. Dari kekuatan fisik itu,
pengaruh para tokoh Pemuda Pancasila semakin kuat pada saat mereka memperoleh
kekayaan atau ekonomi.67 Sedangkan cara-cara penggunaan kekuasaan paksaan,
mereka lakukan dengan cara paksaan seperti mengancam, melukai, bahkan membunuh
kepada orang lain yang tidak mengikuti keinginannya. Antonio Gramschi
menyebutnya sebagai praktek dominasi atau penindasan.68
Oleh karena praktik kekuatan fisik dan uang itu pula yang kemudian banyak
pihak menyebut sebagian besar prilaku anggota Pemuda Pancasila mirip dengan
premanisme. Namun, bukan berarti prilaku kekerasan dan uang yang sering dilakukan
membuat tokoh Pemuda Pancasila tidak disukai oleh masyarakat. Sebagian dari tokoh
Pemuda Pancasila itu menjadi anggota dan pengurus partai politik dan terpilih menjadi
anggota legislatif serta pejabat eksekutif di Provinsi Sumatera Utara. Jabatan formal
yang diperoleh kader Pemuda Pancasila digunakan secara lebih otonom dalam
menentukan pilihannya pada saat kebijakan otonomi daerah diberlakukan tanpa perlu
mendapatkan persetujuan dari para elit politik di Jakarta.

                                                                                                                       
67
Lihat penjelasan Miriam Budiardjo tentang sumber-sumber kekuasaan. Miriam Budiardjo. 1984.
“Konsep Kekuasaan: Tinjauan Pustaka”. dalam Miriam Budiardjo. Aneka Pemikiran tentang Kuasa dan
Wibawa. Jakarta: Gramedia. hal. 13. Lihat juga Charles F. Andrain. 1992. Kehidupan Politik dan
Perubahan Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana. hal. 130.
68
Penjelasan tentang cara-cara penggunaan kekuasaan lihat Antonio Gramsci. 1971. Selections from
Prison Notebooks. London: Lawrence and Wishart. Dikutip dalam Muhadi Sugiono. 1999. Kritik
Gramsci Terhadap Pembangunan Dunia Ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar; Roger Simon. 2000.
Gagasan-gagasan Politik Gramsci. Yogyakarta: Insist Press.

Universitas Indonesia  
 

Anda mungkin juga menyukai