BAB 2
SUMATERA UTARA DAN PEMUDA PANCASILA:
PERSPEKTIF HISTORIS, DINAMIKA SOSIAL, EKONOMI, DAN POLITIK
Sumatera Utara dulunya dikenal dengan nama Sumatera Timur yang menjadi
salah satu wilayah perkebunan di Indonesia. Sumatera Timur adalah daerah dataran
rendah yang sangat luas. Menurut Karl J. Pelzer luas seluruh daerah Sumatera Timur
mencapai 31.715 km2. Di daerah ini terdapat hutan-hutan Payau (Mangrove) yang
ditumbuhi oleh pohon bakau dan nipah. Banyak sekali ditemukan sungai-sungai yang
bermuara ke Selat Malaka. Di sepanjang sungai-sungai itu, tertutama di muara sungai,
tumbuh dengan lebat pohon nipah dan bakau. Sungai yang berhulu di Dataran Tinggi
Karo dan Simalungun itu membawa sisa-sisa debu halus, pasir, tanah gembur dan
52 Universitas Indonesia
53
endapan lumpur.1 Akibatnya daerah Pantai Timur bertambah luas masuk ke Selat
Malaka. Tanah-tanah di sepanjang Pantai Timur Sumatera ini menjadi lahan subur
untuk pertanian, terutama untuk mendukung industri perkebunan. Dampak
perkembangan ekonomi perkebunan juga telah mengubah komposisi demografis.
Mengalirnya ratusan ribu buruh dan kaum pendatang lainnya ke ”Het Dollar Land”
Sumatera Timur, akhirnya menyebabkan penduduk asli turun menjadi minoritas. Suku
Jawa menjadi komunitas tunggal yang terbesar, sedangkan orang China menempati
urutan ketiga.
Penduduk kota itu telah melahirkan suatu budaya baru yang terlepas dari
lingkungan budaya asalnya dan wewenang Kerajaan Melayu. Mereka adalah rakyat
gubernemen, bukan rakyat kerajaan.2 Komunikasi di antara mereka semakin lancar
dengan diakuinya Bahasa Melayu sebagai Bahasa Nasional pada tahun 1928.
Pengakuan ini penting artinya dalam menumbuhkan budaya baru yang bersifat
nasional di kota Medan. Hamka dalam ”Merantau ke Deli” mendeskripsikan, bahwa
Anak Deli adalah tunas yang paling mekar dalam pembangunan bangsa Indonesia.
Anak Deli adalah keturunan campuran dari berbagai etnis yang bebas dari kungkungan
budaya tradisional.3 Kaum pendatang sebagian besar tinggal di kota-kota besar.
Mereka bekerja sebagai kerani, guru sekolah, pedagang kaki lima, dan sebagainya.
Penduduk asli Sumatera Timur adalah kelompok etnis Melayu, Batak Karo dan
Batak Simalungun.4 Etnis Melayu Pesisir Sumatera Timur mendiami daerah Pantai
Timur Sumatera. Bahwa yang dimaksud dengan etnis Melayu adalah golongan bangsa
yang menyatukan dirinya dalam pembauran ikatan perkawinan antar etnis serta mema-
kai adat resam Melayu serta mayoritas beragama Islam. Keahlian khas raja-raja
Melayu adalah kemampuannya menjalin hubungan yang saling menguntungkan
dengan penduduk dari suku-suku lainnya tanpa mengorbankan identitas mereka.
Keahlian inilah yang memungkinkan Kerajaan Melayu berkuasa di Bandar-Bandar
1
Karl J. Pelzer. 1985. Toen Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan. Jakarta: Sinar
Harapan. hal. 34.
2
Orang China, Keling, dan orang asing lainnya yang tinggal di wilayah kerajaan menjadi rakyat
gubernemen. Mededeelingen van den Burgerlijken. Geneeskundigen Dienst in Nederlandsch- Indie
(MBGD), 1912-1925 hal. 34, 96, dan 162; Mahadi. 1978. Sedikit Sejarah Perkembangan Hak-hak Suku
Melayu Atas Tanah di Sumatera Timur (Tahun 1800-1975), Bandung: Alumni. hal. 76.
3
Hamka. 1966. Merantau ke Deli. cet. ke-3. Kuala Lumpur: Pustaka Antara. hal. 56.
4
Anthony Reid menyebut Sumatera Timur sebagai kampung halamannya penduduk Melayu, Batak
Karo dan Batak Simalungun yang bekerja sebagai petani. Anthony Reid. 1987. Perjuangan Rakyat:
Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatera. Jakarta: Sinar Harapan. hal. 87.
Universitas Indonesia
54
5
Ibid. hal.24.
6
Anonimous, Kepartaian di Indonesia. 1951. Jakarta: Kementerian Penerangan Republik Indonesia.
Pepora 8.
7
Daniel Dhakidae. 1981. “Partai Politik dan Sistem Kepartaian di Indonesia” dalam Jurnal PRISMA,
Desember 1981. hal. 18.
8
Usman Pelly dan Darmono. 1981. Pandangan tentang Makna Hidup Transisionalitas Masyarakat:
Studi Kasus Sumatera Utara. Jakarta: IDSN Depdikbud.hal. 202-203.
9
Sjahnan. 1982. Dari Medan Area ke Pedalaman dan Kembali ke Kota Medan. Medan: Dinas Sejarah
Kodam-II/BB hal. 30
Universitas Indonesia
55
Era revolusi kemerdekaan hingga tahun 1950, cukup kuat memberi alasan
betapa keadaan saat itu dikatakan amat tidak aman. Masyarakat Sumatera Utara
umumnya, khususnya di Medan, merasakan situasi yang demikian mencekam itu.
Sehingga begitu memasuki era 1950-an, sekalipun di sana-sini masih terjadi
berbagai pergolakan, namun secara historis masyarakat mengenalnya sebagai masa
aman. Pada era inilah implementasi Maklumat Pemerintah 3 November 1945
mendapat momentum baru. Organisasi masa, perkumpulan-perkumpulan, serta
organisasi partai tumbuh dan berkembang menjalankan misi dan program-program
politiknya. Pertarungan antar partai untuk merebut pusat-pusat kekuasaan dan
penentuan kebijakan negara berlangsung secara terbuka. Pergolakan-pergolakan
yang terjadi di seluruh Indonesia itu bukan lagi dalam rangka menghadapi musuh
dari luar. Akan tetapi pergolakan itu lebih disebabkan oleh perbedaan-perbedaan
pendapat dan kepentingan antar partai politik yang berpengaruh dan bermassa
besar di dalam negeri.
Di antara partai-partai politik yang terbilang jumlahnya di masa itu,
pertikaian ideologi dan kompetisi untuk menghimpun kekuatan dengan
mengumpulkan anggota sebanyak-banyaknya dari masyarakat merupakan isu
sentral. Tiap-tiap organisasi/partai berlomba-lomba untuk tampil di panggung
politik, menentukan format dan arah kebijakan Republik Indonesia yang baru
merdeka. Ada yang muncul sebagai partai dengan ideologi agama, ideologi
kebangsaan, dan ada pula dengan ideologi luar. Sebagian berbasis umat dan
sebagian lagi berbasis okupasi dan kelas sosial. Seluruhnya tampil dengan
mengklaim satu kerangka politik umum mempertahankan dan mengisi
kemerdekaan.
Perbedaan-perbedaan di antara partai politik dan organisasi itu selalu
bermuara pada pertikaian yang berlarut-larut dan sulitnya mencapai kesepakatan.
Setiap partai tidak peduli dengan masalah yang timbul akibat ketidaksepakatan
mereka. Mereka hanya peduli pada upaya memperkuat basis-basis sosial partainya
di kalangan masyarakat. Bermacam-macam instrumen digunakan untuk merekrut
anggota partai sebanyak-banyaknya. Salah satu di antara instrumen yang paling
populer adalah setiap partai politik mendirikan organisasi masyarakat agar dapat
menjangkau massa yang lebih luas. Praktik perluasan massa pendukung di semua
lapisan masyarakat, menyebabkan terjadinya pertikaian di antara kelompok
Universitas Indonesia
56
masyarakat. Pertikaian tidak lagi hanya terbatas di dalam parlemen, tetapi meluas
di dalam kehidupan masyarakat.
Mahasiswa, pelajar, pekerja/karyawan (buruh), petani, nelayan, seniman,
pers dan lain-lain adalah kelompok masyarakat yang selalu menjadi sasaran partai
politik untuk memperluas massa pendukungnya. Sasarannya tidak terbatas pada
masyarakat yang tinggal di perkotaan tetapi juga pada masyarakat yang tinggal di
pedesaan. Sehingga tidak ada satu kelompok sosial pun dalam masyarakat yang
tidak disentuh oleh partai politik, kecuali kelompok sosial yang pada masa itu
dipandang sangat tidak mempunyai “greget” untuk merekrut massa, yakni anak
jalanan. Di Medan kelompok anak jalanan terdiri dari para preman dan anak-anak
cross-boys yang berpusat di seputar kota. Kelompok ini nampaknya tidak tergarap
oleh kekuatan-kekuatan partai politik yang mendekati seluruh satuan sosial di
masyarakat. Para anak jalanan atau preman yang berlainan kampung ini sering
terlibat perkelahian antar sesamanya.
Anak-anak jalanan yang menghuni perkampungan-perkampungan di seputar
pusat kota, bermain ke daerah pusat, untuk menguasai wilayah di sekitar bioskop
dan pusat-pusat pertokoan. Situasi itu mendorong pihak keamanan untuk
mengantisipasi berbagai kemungkinan perkelahian yang dapat menimbulkan
kerusakan-kerusakan di pusat kota. Kecuali karena alasan itu, adanya petugas
penjaga malam disebabkan oleh pengumuman darurat perang di Sumatera Utara
akibat keputusan yang dilakukan Kolonel Simbolon, Panglima Daerah Militer I,
pada 22 Desember 1956 memutuskan hubungan Sumatera Utara dan Kabinet Ali
Sastroamidjoyo.
Pada malam hari daerah kota terpaksa diawasi oleh petugas jaga malam dari
anggota militer. Pasukan jaga malam ini dipimpin Kolonel Sukardi dari Kodam I
Bukit Barisan. Sebagai pelaksana, pihak militer merekrut anak-anak jalanan untuk
ditugaskan sebagai penjaga malam (hermandat). Hal ini dimungkinkan karena pada
masa itu telah terdapat suatu perkumpulan yang bernama Perkumpulan Pemuda
Kotamadya Medan (P2KM). Perkumpulan ini melibatkan banyak anggota
kelompok anak jalanan yang tersebar di perkampungan sekeliling kota. Kelompok
ini dibentuk di Jalan Amaliun, di rumah salah seorang anggota, dan diketuai oleh
Effendi Nasution dengan sekretaris bernama Anwar. Karena pada masa itu isu
mengenai pembebasan Irian Barat juga telah mengemuka, di mana setiap kabinet
Universitas Indonesia
57
pada masa itu mencantumkan masalah Irian Barat sebagai salah satu programnya,
maka P2KM juga dinamakan PDIB (Pasukan Djibaku Irian Barat). Pada saat inilah,
politik yang menjadi pembicaraan keseharian masyarakat, mulai masuk dalam
kehidupan para anak jalanan alias preman Kota Medan.
Begitu kuatnya keingingan warga untuk berpolitik, dalam arti merebut
pengaruh dan kekuasaan dalam negara, menyebabkan perhatian pada ekonomi
nyaris terabaikan. Strategi-strategi untuk mengembangkan sumber daya ekonomi
negara kurang mendapat perhatian dalam arus pemikiran umum elit politik pada
masa itu. Aktivitas-aktivitas ekonomi kurang terprogram secara berarti dalam
kebijakan pemerintah. Ia dibiarkan berkembang begitu saja seperti sediakala,
meniru dan mengikuti keadaan yang ada di masa-masa sebelumnya. Tetapi dalam
keadaan itu sentralisasi ekonomi oleh negara justru terus berlangsung sehingga
ketimpangan ekonomi antara pusat dan daerah menjadi begitu terasa. Akibatnya
kekuatan ekonomi di masing-masing daerah semakin melemah untuk
mensejahterakan penduduk yang hidup di daerah tersebut. Orang-orang
menganggur (preman) makin bertambah jumlahnya, baik karena kehilangan
pekerjaan maupun karena ketinggalan dalam pendidikan akibat kemiskinan atau
tiadanya kesempatan. Pemberontakan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik
Indonesia) tahun 1959 di Sumatera Barat, adalah salah satu pemberontakan yang
menuntut desentralisasi kebijakan ekonomi. Begitu pula pemberontakan
PERMESTA Sulawesi Selatan yang disebabkan oleh penolakan kebijakan
sentralisasi ekonomi oleh pemerintah pusat.10
Penurunan dominasi partai politik dalam kegiatan politik nasional, juga
tampak ketika Presiden Soekarno mengangkat Ir. Djuanda menjadi Perdana
Menteri. Susunan kabinet dibentuk tidak lagi berdasarkan kekuatan-kekuatan partai
melainkan diangkat berdasarkan hubungan pribadi masing-masing. Hubungan
10
Koentjaraningrat. 1993. Masalah Kesukubangsaan dan Integrasi Nasional. Jakarta: Universitas
Indonesia. hal. 24. Pemberontakan tersebut terjadi karena adanya pertikaian politik yang bukan saja
telah menghalangi konsensus di parlemen, tetapi juga menyebabkan terabaikannya aspek ekonomi/
kesejahteraan rakyat banyak. Oleh karena itu, atas prakarsa dan dukungan Angkatan Darat, Presiden
menunjukkan kekuasaannya lewat Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan sekaligus mengakhiri era Demokrasi
Liberal. Lihat juga Adnan Buyung Nasution. 1998. The Transition to Democracy Lessons from the
Tragedy of Konstituante. Center for Political and Regional Studies, Indonesian Institute of Science:
Ford Foundation; Ahmad Syafi'i Ma'arif. 1988. Islam dan Politik di Indonesia: Pada Masa Demokrasi
Terpimpin (1959-1965). Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. hal. 32; Alfian 1977. (ed). Segi-
Segi Sosial Budaya Masyarakat Aceh: Hasil-Hasil Penelitian dengan Metode Grounded Research.
1977. hal. 10; Deliar Noer. 2000. Partai Islam di Pentas Nasional: Kisah dan Analisis Perkembangan
Politik Indonesia 1945-1965. Bandung: Penerbit PT. Mizan. hal. 31.
Universitas Indonesia
58
kedekatan dengan presiden jauh lebih menentukan karena peranan parlemen sudah
lumpuh sama sekali. Tetapi konflik antar partai bukannya mereda, beberapa partai
seperti PKI yang dekat dengan presiden, makin berkibar dan menggilas partai-
partai lain disekitarnya. Termasuk Partai Masyumi yang turut dibubarkan tahun
1960 karena alasan keterlibatan tokohnya dalam pemberontakan.
Lain halnya dengan IPKI yang kecil –karena kalah dalam Pemilu 1955– di
masa ini justru dapat membangun kekuatan. Kekalahan IPKI yang didukung
kalangan Angkatan Darat pada Pemilu 1955 itu, seakan memberi pelajaran banyak
pada elit partainya. Konsolidasi IPKI dalam kongresnya di Lembang (Jawa Barat),
pada tanggal 28 Oktober 1959, memunculkan gagasan untuk merekrut pemuda
sebagai salah satu pilar pendukungnya. Kongres itu juga mengeluarkan mandat
kepada fungsionaris partai di seluruh Indonesia untuk membentuk organisasi masa
pendukung partai (onderbouw), yang dinamakan “karyawan” IPKI. Partai yang
diresmikan menjadi partai politik pada tahun 1961 inilah yang kemudian menjadi
bukti bahwa, hanya angkatan bersenjata sajalah yang bisa lebih leluasa bergerak
menandingi kekuatan PNI dan PKI yang dekat dengan Bung Karno pada era
Demokrasi Terpimpin.
Menurut Spego Goni, dalam kapasitasnya sebagai fungsionaris IPKI, ia
telah merintis pembentukan Pemuda Pancasila sejak dini.11 Nama “Pemuda
Pancasila” itu sudah pernah dicantumkannya dalam buku tamu di sebuah acara
resmi, yakni pada Peringatan Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1959 di Gedung
LAN Jl. Veteran Jakarta. Kehadiran Spego Goni dalam acara tersebut sebetulnya
mewakili IPKI Jakarta Raya. Oleh sebab itu, menurut Spego Goni, dialah orang
yang pertama mencetuskan nama Pemuda Pancasila dan dia pula orang yang
membawa delegasi Pemuda Pancasila (Mei 1961) pertama menjadi onderbouw
IPKI ke hadapan Ny. Ratu Aminah Hidayat (Ketua Umum DPP IPKI) ketika itu.12
11
Spego Goni. 1964. Sekali Lajar Terkembang, Surut Kita Berpantang. Djakarta: Pemuda Pantjasila.
hal. 63.
12
Ny. Ratu Aminah saat itu adalah istri dari Kolonel Hidayat Martaatmadja (Kepala Staf
Komandemen). Ia aktif di bidang politik dan salah seorang pengagum ajaran-ajaran dan pemikiran
Soekarno. Kedudukan Ratu Aminah sebagai Ketua IPKI, yang sangat dekat dengan para perwira ketika
itu, membuat Pemuda Pancasila menjadi organisasi pemuda yang baru lahir namun diperhitungkan
dalam konstelasi politik nasional. Lihat H. Rosihan Anwar. Mengenang Jendral Hidayat Martaatmadja.
dalam http://www.kompas.com/kompas-cetak/0512/02/opini/2256766.htm. Diakses tanggal 10 Mei
2012.
Universitas Indonesia
59
Universitas Indonesia
60
disinilah kekurangannya, dokumen kongres IPKI Lembang sendiri pada saat ini
tidak tersimpan di tangan para aktivitas Pemuda Pancasila yang ingin menggugat.
Pemuda Pancasila lahir tak lama setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
ditetapkan. Kesepakatan tentang hal itu di antara anggota Pemuda Pancasila dapat
diyakini bahwa Pemuda Pancasila lahir di tengah-tengah situasi politik nasional
yang tidak demokratis. Kelompok yang tidak setuju terhadap Nasakom dan
komunis, dapat diduga akan mengalami kesulitan untuk berkembang. Tantangan
yang dihadapi oleh “bayi” Pemuda Pancasila tentu tidak kecil. Partai Komunis
Indonesia yang diketahui sangat “mesra” berhubungan dengan Bung Karno
menjadi penghalang bagi gerakan yang dilakukan Pemuda Pancasila. Sejarah
membuktikan tidak sedikit aparat pemerintahan, sipil maupun militer, pada masa
itu bersimpati kepada Partai Komunis Indonesia. Mereka bahkan terlibat langsung
dalam usaha PKI untuk menggantikan Pancasila dengan Komunisme sebagai Dasar
Negara Republik Indonesia.
Setelah Dekrit Presiden, pemerintah mengeluarkan kebijakan
menyederhanakan partai-partai politik yang ada melalui Penpres 7 Tahun 1959 dan
Penpres 13 Tahun 1959. Partai-partai diwajibkan menerima Manifesto Politik
Republik Indonesia (Manipol) dan USDEK (Undang-Undang Dasar 1945,
Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian
Indonesia) disamping ideologi masing-masing partai. Semua partai politik
diwajibkan melaporkan kembali partainya kepada pemerintah. Setiap partai harus
mendaftar kembali sesuai persyaratan yang ditentukan oleh pemerintah. Syarat-
syaratnya antara lain harus mempunyai cabang yang tersebar paling sedikit
seperempat jumlah daerah Tingkat I dan jumlah cabang di daerah Tingkat I
bersangkutan minimal sebanyak seperempat daerah Tingkat II, jumlah anggota
seluruhnya minimal 150.000 orang, lengkap dengan catatan nama, umur dan
pekerjaan anggota dari setiap cabang disertai pengesahan polisi.14
Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) sebagai organisasi yang
dibentuk oleh TNI sangat menyambut keputusan itu. Tekad pengurusnya untuk
mengabadikan Pancasila sebagai dasar negara dan cita-cita kemerdekaan,
sebagaimana keputusan kongresnya yang ke-II di Lembang (Jawa Barat) 17-21
Maret 1959, mendapat sambutan dari Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan
14
Spego Goni. 1964. Op. Cit.
Universitas Indonesia
61
Perang. Menghadapi kebijakan pemerintah yang baru ini, internal IPKI mengalami
perpecahan. Pihak pertama menyatakan IPKI tidak perlu dipertahankan dan karena
itu sebaiknya dibubarkan lalu bergabung dengan Angkatan 45 dan Legiun Veteran.
Sebab secara ideologis Republik Indonesia telah kembali kepada Pancasila dan
UUD 1945. Akan tetapi pihak kedua merasa IPKI masih perlu dipertahankan untuk
mengawal pelaksanaan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Atas
dasar inilah IPKI mendaftar sebagai partai politik dan dinyatakan lulus oleh
Keppres No. 128/1961.
Perpecahan ini menyebabkan pusat kegiatan (sekretariat) IPKI terbelah dua.
Sebagian berkegiatan di Jalan Menteng Raya No. 60 dan sebagian lagi berkegiatan
di Jalan Kebon Sirih No. 39. Di Menteng Raya berkantor kelompok Achmad
Sukarmadijaya yang menginginkan IPKI menjadi partai politik sedangkan di
Kebon Sirih berkantor Sugirman dan kelompoknya, yang tidak ingin IPKI jadi
partai politik. Generasi muda IPKI yang berinduk di Menteng Raya melahirkan
organisasi massa Pemuda Pancasila sedangkan dari Kebon Sirih lahir organisasi
pemuda bernama Pemuda Patriotik. Dualisme generasi muda IPKI ini sempat
menyebar ke seluruh wilayah IPKI di daerah-daerah. Tidak terkecuali di kalangan
generasi muda IPKI Sumatera Utara. Namun beberapa pertanyaan masih belum
terjawab secara tuntas mengenai hubungan pembentukan organisasi Pemuda
Pancasila di Medan dengan Pemuda Pancasila bentukan Spego Goni di Jakarta.
Almarhum Kerani Bukit barangkali tidak sempat menuturkan hal itu kepada para
penerusnya.15 Tidak ada dokumen ataupun catatan-catatan yang dapat menjadi
rujukan untuk mengetahui keterkaitan tersebut. Akibatnya, masalah itu hilang
bersamaan dengan kepulangan almarhum Kerani Bukit sebagai pelopor dan orang
yang mencari pemuda-pemuda untuk dimasukkan menjadi pengurus Pemuda
Pancasila di Sumatera Utara.
Setahun sebelumnya, persisnya pada tanggal 28 Oktober 1960, Ketua DPD
IPKI Sumatera Utara, Kerani Bukit, melantik Effendi Nasution sebagai Ketua dan
Yansen Hasibuan sebagai Sekretaris pengurus organisasi Pemuda Pancasila di
Medan. Effendi Nasution, selaku orang yang dilantik ketika itu, tidak mengetahui
15
Kerani Bukit adalah seorang purnawirawan Angkatan Bersenjata dan Ketua IPKI Sumatera Utara
yang pertama tahun 1959. Pada masa kemerdekaan, ia dikenal sebagai pejuang kemerdekaan. Di
kalangan Pemuda Pancasila Sumatera Utara, Kerani Bukit, dianggap sebagai pemimpin induk Pemuda
Pancasila yang memiliki kemampuan berpidato yang baik dan sangat membenci PKI.
Universitas Indonesia
62
pada saat yang sama di tempat lain juga, ada organisasi Pemuda Pancasila di luar
Kota Medan. Effendi Nasution hanya tahu bahwa nama organisasi Pemuda
Pancasila saat itu disebutkan oleh Kerani Bukit. Nama Pemuda Pancasila diketahui
Effendi Nasution beberapa hari sebelum pelantikan, pada saat dia bertemu dengan
Kerani Bukit di kantor IPKI Jalan Sutomo Medan, di depan Medan Bioskop.
Pertemuan itu, menurut Effendi, dilakukan setelah Rosiman (teman Johan Bukit,
putra Ketua IPKI) mengajaknya bergabung dengan IPKI yang akan mendirikan
organisasi Pemuda Pancasila di Medan.
Pilihan kepada Effendi Nasution sebagai Ketua Pemuda Pancasila Kota
Medan diduga sebagai hasil diskusi dan pengamatan yang mendalam di kalangan
pucuk pimpinan IPKI Sumatera Utara ketika itu. Tepatnya pilihan itu terletak pada
dua hal. Pertama, Effendi Nasution adalah simbol dari pemuda jalanan, anak
bioskop, yang selama ini belum sempat tergarap oleh organisasi-organisasi
kekuatan politik. Pada saat itu jumlah anak jalanan di Kota Medan cenderung
meningkat bersamaan dengan kebijakan program rasionalisasi dan sentralisasi
ekonomi sejak Kabinet Wilopo. Kedua, pada saat yang bersamaan Effendi
Nasution dan Rosiman telah menjadi anggota perkumpulan P2KM (Persatuan
Pemuda Kotamadya Medan), yang bertugas sebagai penjaga malam (hermandat) di
pusat kota.
Organisasi P2KM telah menjadi arena sosial bagi para preman dan cross-
boys untuk bekerjasama, membangun saling pengertian, baik dalam pergaulan
maupun dalam aktivitas dan dinamika kehidupan kota Medan. Secara taktis tidak
salah Efendi Nasution dipilih sebagai pimpinan organisasi yang sudah mulai
berkibar sebagai penjaga malam menyusul pengumuman Presiden tentang darurat
perang 1957. Kolonel Sukardi dari Kodam I Bukit Barisan, Ketua Umum Jaga
Malam ketika itu, dan yang diduga kuat mempunyai hubungan baik dengan Kerani
Bukit selaku purnawirawan angkatan bersenjata, berkemungkinan besar ikut
mempengaruhi pilihan IPKI dalam membentuk organisasi Pemuda Pancasila di
Medan.
Kehadiran Pemuda Pancasila di Kota Medan juga merekrut para anak
jalanan dan preman itu sebagai anggota organisasi. Hampir seluruh anggota P2KM
menjadi anggota Pemuda Pancasila. Ketika Effendi Nasution beserta pengikut-
pengikutnya dari P2KM beralih kepada Pemuda Pancasila, suasana bersatu di
Universitas Indonesia
63
“dulu mana kita tahu dek…. Organisasi kata orang, ya organisasi. Lantik
katanya ya lantik lah, kan sekarang baru kita tahu itu apa. Setelah pelantikan
lalu ada latihan atau penataran dan sebagainya. Sebelumnya mana ada tatar-
tatar karena semua preman, crossboy, pencuri, perampok dan pembunuh ada
semua di situ. Apa itu DPW, DPC mana kita tahu itu, iya kan? Yang penting
bikin saja dulu, dirikan di mana-mana. Jadi lain dek…tidak seperti
sekarang, sekarang ini orang sudah banyak yang tahu bahwa DPW melantik
DPC. DPC melantik anak cabang. Dulu mana ada itu… Preman semuanya
di situ.”16
16
Meski kebanyakan anak muda “jalanan” yang direkrut tidak memiliki pekerjaan tetap, namun
sebagian pimpinan Pemuda Pancasila berasal dari orang-orang yang memiliki semangat pionir dan
Universitas Indonesia
64
Pada tanggal 14 April 1961 IPKI dinyatakan lulus seleksi dan diakui
keberadaannya sebagai sebuah partai politik yang berhak mengikuti pemilu.
Pengakuan tersebut dinyatakan dalam KEPRES No. 128 Tahun 1961. Bagi IPKI
peningkatan statusnya menjadi sebuah partai disambut dengan kegembiraan.
Kegembiraan itu sangat beralasan karena hal itu mencerminkan prestasi IPKI yang
sangat besar di masa itu. Sebab peningkatan status menjadi partai memudahkan
konsolidasi organisasi IPKI yang telah memiliki beberapa cabang di wilayah
nusantara. Ketika itu tantangan dari partai-partai lain menjadi salah satu persoalan
bagi internal IPKI terkait dukungan dari para pemuda, seperti PNI dengan Pemuda
Marhaennya dan PKI dengan Pemuda Rakyatnya.
Pemuda Pancasila dinyatakan secara resmi sebagai organisasi yang berada
di bawah binaan (onderbouw)17 IPKI, ketika Kongres III IPKI yang berlangsung
tanggal 7–11 Juli 1961 di Surabaya. Sejak itu mulai dilakukan penataan struktur
organisasi sebagai upaya perluasan dan pemekaran organisasi ke seluruh tanah air.
Partai IPKI berperan sangat penting dalam proses konsolidasi Pemuda Pancasila di
seluruh wilayah Indonesia. Demikian pentingnya, sehingga pada tanggal 20
Agustus 1962 tanpa melalui rapat umum Pemuda Pancasila se-Indonesia, Ketua
Umum IPKI melantik Pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Pemuda Pancasila di
bawah pimpinan Ketua Umum Spego Goni SP dan Sekretaris Umum Arief Zen.
Selain membentuk Pemuda Pancasila, Kongres IPKI ke-III Surabaya juga
membentuk onderbouw IPKI lainnya yaitu Mahasiswa Pancasila, Ikatan Sarjana
Pancasila, Karyawan Wanita Pancasila, Gerakan Pelajar Pancasila, Karyawan Tani
Pancasila, Karyawan Nelayan Pancasila, Karyawan Guru Pancasila, Lembaga
Kebudayaan Pancasila, dan Kubu Pancasila. Secara bertahap dan
berkesinambungan, orgnisasi onderbouw IPKI terus didirikan hingga menjelang
Gestapu 1965 keseluruhan organisasi binaan tersebut telah berdiri di Medan,
Sumatera Utara.
Pada bulan Juli 1963 pengurus Dewan Pimpinan Wilayah Pemuda Pancasila
Sumatera Utara dibentuk. Effendi Nasution ditunjuk sebagai Ketua dan dilantik di
Gedung Selecta, Jalan Listrik Medan, oleh Ketua Umum Dewan Pimpinan Wilayah
kepeloporan yang mumpuni di antara pemuda lainnya. Lihat Syamsul Bahri Nasution dan Saifuddin
Mahyudin. 1999. The Lion of North Sumatera. Medan: USU Press. hal. I-III.
17
Istilah Onderbouw berasal dari bahasa Belanda yang artinya sub-struktur. Kata onderbouw sering
digunakan oleh para aktivis partai politik untuk menyatakan suatu organisasi masyarakat yang menjadi
binaannya.
Universitas Indonesia
65
IPKI Sumatera Utara. Lima jam kemudian di rumah Kusen Tjokrosentono, Ketua
IPKI Sumatera Utara, memberikan tugas kepada Yan Paruhum Lubis alias Ucok
Majestik sebagai koordinator Pemuda Pancasila Kotamadya Medan. Kusen
Tjokrosentono, yang pada saat itu menjabat Kepala Jawatan Penerangan Provinsi
Sumatera Utara, tampaknya ingin mempersiapkan pembentukan Dewan Pimpinan
Cabang Kotamadya Medan. Ketika itu, di beberapa wilayah kecamatan Kotamadya
Medan telah dibentuk Pemuda Pancasila, di antaranya Pemuda Pancasila Ranting
Pulau Brayan ketuanya Suaibun Usman, Pemuda Pancasila Anak Cabang
Kecamatan Medan Barat dengan ketua Nico Pulungan, dan lain-lain. Seluruh
pengurus Pemuda Pancasila di tingkat ranting hingga anak cabang dilantik oleh
pengurus IPKI, bukan oleh pengurus Pemuda Pancasila dari instansi yang lebih
tinggi.
Effendi Nasution, selaku Ketua DPW, dan Amran Ys mulai membentuk
Anak Ranting Pemuda Pancasila di sekitar Jalan Medan Area Selatan tahun 1964.
Waktu itu di jalan tersebut sudah ada kelompok pemuda dengan nama Seri-Boys.
Anggotanya terdiri dari anak-anak sekitar Jalan Medan Area Selatan, yang sering
nongkrong di bawah pohon Seri dan dikenal dengan sebutan Pemuda Roman.
Sebagian mereka sudah tidak bersekolah dan sebagian lagi masih bersekolah.
Umumnya belum memiliki pekerjaan tetap, kecuali membantu pekerjaan orang tua
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari misalnya berjualan.
Kebiasaan anak muda masa itu adalah mereka bermusuhan dengan anak-
anak muda di lingkungan yang lain di antaranya anak-anak Jalan Puri. Berkelahi
secara keroyokan dengan anak-anak Puri, adu jotos dan lempar batu pun sering
terjadi. Walaupun sebab perkelahian itu hanya karena soal plotot-plototan mata
secara individual saat berpapasan. Pasa masa kepemimpinan Effendy Nasution,
untuk menjadi ketua Pemuda Pancasila di semua tingkatan, ia selalu bertanya "Apa
kau sudah pernah masuk penjara? Sudah berapa orang yang kau tikam/bunuh?
Berapa anggotamu?” dan pertanyaan lainnya yang terkadang menyesakkan dada.
Jika memenuhi syarat itu langsung diterbitkan surat keputusan tanpa ada
musyawarah.
Pertumbuhan Pemuda Pancasila di Sumatera Utara tak dapat dilepaskan dari
keadaan sosial budaya dan sosial politik ketika itu. Semangat revolusi yang
dihembuskan oleh para pejuang bekas tentara dan lasykar rakyat berkobar di bawah
Universitas Indonesia
66
panji IPKI dan ormas-ormasnya. Semangat anak muda yang mengidolakan para
jagoan pun menemukan salurannya di dalam organisasi. Pemuda Pancasila menjadi
wadah berkumpulnya para preman dan jagoan yang selama ini menjadi perhatian
anak muda. Keberanian dan kesetiaan kelompok menjadi simbol Pemuda Pancasila
dalam menantang musuh-musuhnya.
Pemuda Pancasila yang berbasis para anak jalanan mulai bangkit merekrut
pemuda-pemuda di kampung-kampung bumiputera sekitar Kota Medan. Hal ini
menjadi perhatian pihak lawan, terutama dari kelompok pemuda yang mendukung
PKI yakni Pemuda Rakyat. Apalagi pada waktu itu kata-kata Pancasila mulai
lenyap dari telinga dan ada ketakutan orang menyebutkan itu. Orang takut
menyebutnya karena tidak bersesuaian dengan ideologi Nasakom yang telah
menyebar ke seluruh wilayah nusantara. Akan tetapi oleh anak jalanan, kata
“Pancasila” bukan saja sekedar disebut, ditanamkan dalam hati, melainkan
ditabalkan pada nama organisasinya Pemuda Pancasila.
Pemuda Rakyat paling tidak suka melihat orang mengagung-agungkan
Pancasila. Dengan segala cara mereka tempuh agar lawan jatuh dan terpuruk.
Mereka tebar intrik dan ejekan-ejekan untuk mengecilkan marwah lawan. Mereka
sebar benih permusuhan, bersembunyi di balik kata revolusi untuk menghabisi
lawan. Dengan jumlah massa ribuan mereka gelar demonstrasi-demonstrasi,
intimidasi, dan propaganda menjatuhkan lawan. Mereka teriakkan NASAKOM
yang menyudutkan agama. Mereka ciptakan idiom-idiom politik untuk menistakan
lawan. Lewat spanduk mereka tuliskan dan lewat koran mereka sebarluaskan
seperti HMI “kaum sarungan”, SOKSI “kapitalis birokrat” alias “kabir”, Pemuda
Pancasila “perampok kota”, serta slogan lainnya seperti Bubarkan HMI, Bubarkan
SOKSI, Ganyang Pemuda Pancasila.
Intimidasi dan intrik-intrik yang disebar Pemuda Rakyat18/PKI tidak pula
membuat Pemuda Pancasila takut. Dengan semboyan “Kamput19 di Kiri Tombak di
18
Pemuda Rakyat adalah sayap pemuda dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Organisasi ini mula-mula
dibentuk dengan nama Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo). Pertama kali organisasi ini diciptakan atas
inisiatif Menteri Pertahanan saat itu, yaitu Amir Sjarifuddin, sebagai sayap pemuda dari Partai Sosialis
Indonesia (PSI). Kongres yang diadakan pada 10 November-11 November 1945, mempersatukan tujuh
organisasi setempat. Keanggotaannya dengan cepat berkembang menjadi sekitar 25.000 orang.
Organisasi ini ikut serta dalam perjuangan bersenjata untuk merebut kemerdekaan dalam revolusi
nasional Indonesia. Satuan-satuan Pesindo terlibat dalam pertempuran melawan pasukan-pasukan
Britania. Bersama-sama dengan PKI dan FDR ikut serta di dalam Peristiwa Madiun 1948. Pada 1950
organisasi ini membentuk hubungannya dengan PKI dan mengubah namanya menjadi Pemuda Rakyat.
Universitas Indonesia
67
Kanan” dan “Nyawa dibalas Nyawa, Darah dibalas Darah”, Pemuda Pancasila
dengan berani melawan musuhnya. Esprite de corps, setia kawan, “Tangan Kanan
kuburan, Tangan Kiri Rumah Sakit” menjadi semboyan Pemuda Pancasila maju
menentang Pemuda Rakyat dan PKI. Tidak sekali dua perkelahian terjadi di antara
mereka. Suatu hari di antara tahun 1964–1965 seorang anggota Pemuda Pancasila,
Yan Paruhum Lubis atau Ucok Majestik, diculik Pemuda Rakyat. Sebagai gantinya
Pemuda Pancasila mengambil Ketua Pemuda Rakyat wilayah Medan Barat. Di hari
yang lain, ketika sebuah upacara nasional digelar di lapangan Benteng, Pemuda
Rakyat yang berjumlah ribuan ingin menyingkirkan barisan Pemuda Pancasila
yang hanya berjumlah 40 orang. Melihat sikap Pemuda Rakyat yang arogan itu,
Pemuda Pancasila di bawah pimpinan Ucok Majestik melaksanakan aksi yang
sangat emosional. Dengan kayu, batu dan tiang bendera yang ada di tangan,
Pemuda Pancasila menghajar barisan Pemuda Rakyat hingga kocar-kacir.20
Suasana mencekam dan mengkawatirkan mulai timbul setelah PKI/BTI
membunuh seorang anggota ABRI yang kemudian dikenal sebagai (Alm.) Letda
Soedjono di Perkebunan Bandar Betsy, Simalungun, 14 Mei 1965. Hiruk pikuk dan
kekacauan terus-terusan memuncak setelah itu. Demonstrasi, agitasi, dan
propaganda semakin banyak digelar. Rakyat di kota ataupun di pedesaan makin
ditakut-takuti. PKI merasa semakin kuat, apalagi beberapa pejabat teras, sipil dan
militer Sumatera Utara telah berhasil dirangkulnya. Kehidupan rakyat makin
mencekam, siapa kawan dan siapa lawan semakin tidak jelas, saling curiga
merajalela.
Berita tentang terbunuhnya para Jenderal di Jakarta telah disiarkan oleh RRI
pada 2 Oktober 1965 malam. Kabar tersebut didengar oleh sebagian anggota
Pemuda Pancasila yang sedang berada di Medan Bioskop. Isi berita mengabarkan
bahwa telah terbunuh satu perwira, lima jenderal dan seorang bocah oleh satu
Pada kongres November 1950 Francisca C. Fanggidaej diangkat menjadi ketua, sementara Sukatno
menjadi sekretaris jenderal. Pada 1965 keanggotaannya mencapai sekitar 3 juta orang. Organisasi ini
ditindas secara brutal bersama-sama dengan PKI pada 1965-1966. Lihat di
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemuda_Rakyat
19
Kamput singkatan dari kambing putih merupakan merek minuman keras yang bisa memabukkan,
dengan harga yang relatif murah menjadi minuman sehari-hari para anak muda jalanan di kota Medan
dan sekitarnya.
20
Wawancara dengan Yan Paruhuman Lubis atau Ucok Majestik (Pini Sepuh Pemuda Pancasila), 5
November 2011, pukul 15.05 Wib di rumah pribadinya, Perumnas Helvetia Medan. Lihat juga
Sarmadan Pasaribu. 2002. “Peranan Pemuda Pancasila Menentang Gerakan Partai Komunis Indonesia
di Kotamadya Medan Tahun 1960-1966”. Skripsi. Medan: Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
Universitas Indonesia
68
gerakan tertentu di Jakarta. Tanpa pikir panjang, apalagi setelah ada peringatan
sebelumnya, anggota Pemuda Pancasila yang berkumpul di tempat itu menafsirkan
bahwa gerakan dimaksud adalah PKI. Maka pada malam itu juga, “pasukan”
Pemuda Pancasila tanpa berkonsultasi dengan pihak manapun langsung bergerak
menyerang kantor dan rumah-rumah anggota PKI. Kegiatan ini terus dilaksanakan
pada hari-hari berikutnya.
Pembentukan Komando Aksi dalam rangka penumpasan PKI dan ormas-
ormasnya dilakukan di Sumatera Utara. Gerakan pembentukan Komando Aksi ini
diprakarsai oleh Pemuda Pancasila yang dibentuk pada 29 Oktober 1965 dengan
ormas-ormas pemuda, mahasiswa dan pelajar untuk menumpas PKI.21 Masyarakat
pemuda semakin menggandrungi organisasi Pemuda Pancasila, sehingga pada masa
itu banyak sekali tumbuh pengurus-pengurus Pemuda Pancasila mulai dari Anak
Ranting, Ranting, Anak Cabang, serta Cabang di Sumatera Utara.
Komando Aksi mengadakan rapat umum di Gedung Olahraga Medan,
dengan membahas isu masuknya senjata sebanyak 1.000 pucuk dari RRT (Republik
Rakyat China). Usai rapat seluruh peserta berdemonstrasi ke kantor Konsulat RRT
yang dipimpin Pemuda Pancasila. Massa demonstran menurunkan bendera RRT
dan mendesak pihak konsulat untuk menjelaskan perihal kebenaran isu tersebut di
atas. Dalam demontrasi yang emosional itu, tiba-tiba sebuah peluru bersarang di
kepala seorang anggota demonstran dan korban tak dapat diselamatkan sehingga
menghembuskan nafas terkahirnya dalam perjalanan menuju rumah sakit. Korban
tersebut adalah seorang anggota IPTR (Ikatan Pemuda Tanah Rencong) bernama
Ibrahim Umar yang juga merangkap sebagai anggota Pemuda Pancasila.
Peristiwa 10 Desember 1965 yang menyebabkan kematian Ibrahim Umar itu
memicu kemarahan massa Pemuda Pancasila dan pemuda lainnya. Mereka
melampiaskan kemarahannya hampir secara membabi buta. Semua orang China
yang dilihat, sekalipun tidak tahu menahu peristiwa itu ditangkapi, dipukuli,
hartanya dirampok, setelah itu dihabisi nyawanya. Tak kurang 150 orang China
Medan tewas dalam peristiwa berdarah itu. Akibat dari tindakan mengganyang
China ini, fungsionaris Pemuda Pancasila seperti Effendi Nasution ditahan oleh
21
Mereka yang terlibat dalam Komando Aksi ini antara lain A. Manaf Lubis, Kusen Tjokrosentono, A.
Sukardi, Effendi Nasution, Rosiman, Amril YS, Amran YS, Sinambela, dan Nur Nikmat. Komando aksi
ini ditandaskan hanya bersifat regional Sumatera Utara. Keterlibatan Pemuda Pancasila dalam setiap
aksi yang dibentuk sebetulnya telah menunjukkan kebesarannya di antara ormas-ormas yang ada ketika
itu.
Universitas Indonesia
69
pihak berwajib selama kurang lebih 21 hari. Rosiman dan Mansyur Azis yang tidak
ditahan akibat peristiwa itu, dipanggil ke Jakarta menemui Jenderal A.H. Nasution
untuk menjelaskan duduk perkara peristiwa tersebut. Pemerintah pusat menyebut
peristiwa itu sebagai peristiwa rasialis. Sehingga selepasnya dari tahanan, Effendi
Nasution dipanggil ke Jakarta menghadap Bung Karno. Di Jakarta ia disambut
Jenderal Sukendro, yang saat itu menjabat Ketua Umum IPKI, dan bersamanya
menghadap Bung Karno.
Bung Karno sempat menuduh Effendi Nasution sebagai Rasialis. Namun
Effendi tetap menyatakan tidak, Effendi menyatakan keanekaragaman anggotanya
di dalam organisasi Pemuda Pancasila yaitu “Ada China, Keling, Menggali22 yang
menjadi anggota saya. Mana mungkin saya rasialis”, jelas Effendi. Presiden
Soekarno sendiri menerima penjelasan Effendi Nasution setelah hampir dua jam
dialog terjadi di antara mereka. Di akhir pertemuan Soekarno berpesan kepada
Effendi, “Effendi! Saya harap kamu bantu Saya untuk mengamankan kawasan
23
Sumatera Utara”. Penjelasan serupa dia ajukan kepada Jenderal Nasution dan
juga Jenderal Alamsyah Ratuprawiranegara. Sehingga ketika rapat Front Nasional
diadakan, keluar pernyataan resmi dari pemerintah, bahwa peristiwa 10 Desember
1965 bukan peristiwa rasial melainkan hanya peristiwa kriminal biasa.
Universitas Indonesia
70
Universitas Indonesia
71
Universitas Indonesia
72
Universitas Indonesia
73
25
Mercusuar, 22 April 1977.
Universitas Indonesia
74
26
Amran YS dikenal sebagai tokoh pemuda di Sumatera Utara yang ikut dalam aksi pemberantasan PKI
di Sumatera Utara. Sebutan “preman” juga melekat dalam diri Amran karena dikenal sebagai pemuda
yang berani dan pandai berkelahi. Para pemuda di Sumatera Utara yang dikenal sebagai “preman”
sangat menghormati Amran YS.
27
Sinar Indonesia Baru, 29 Nopember 1977.
Universitas Indonesia
75
28
Mimbar Umum, 2 November 1977; Mercusuar, 2 November 1977; Waspada, 2 November 1977;
Analisa, 2 November 1977.
29
Wawancara dengan Amran YS, 6 Nopember 2011, pukul 10.00 WIb, di Jalan Ampera Medan.
Universitas Indonesia
76
30
Wawancara dengan Yan Paruhuman Lubis atau Ucok Majestik (Pini Sepuh Pemuda Pancasila), 5
November 2011, pukul 15.05 Wib di rumah pribadinya, Perumnas Helvetia Medan.
Universitas Indonesia
77
kedudukan Dewan Pembina dan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) IPK. Kota Medan
menjadi pusat pengendali seluruh kebijakan dan kegiatan organisasi IPK yang ada
di hampir seluruh provinsi di Indonesia yang diberi nama Dewan Pimpinan Daerah
(DPD) IPK.31
Setelah berdiri IPK, Pemuda Pancasila tidak begitu bebas menguasai suatu
lokasi wilayah atau lahan yang dapat menghasilkan uang. Pada lokasi wilayah yang
sebelumnya dikuasai oleh anggota Pemuda Pancasila, harus berbagi dengan
anggota IPK. Akibatnya sering terjadi benturan kekerasan fisik seperti perkelahian,
penculikan, bahkan pembunuhan di antara kedua anggota organisasi pemuda itu
untuk merebut wilayah yang ingin dikuasai. Pertikaian yang terjadi pada umumnya
berada di lokasi wilayah yang berpotensi menghasilkan uang, misalnya lahan
parkir kendaraan, pasar atau tempat berjualan dan pusat-pusat perbelanjaan
lainnya.
Selain karena penguasaan lahan, pertikaian terjadi disebabkan karena
mempertahankan eksistensi organisasi masing-masing. Sedapat mungkin masing-
masing anggota IPK dan Pemuda Pancasila saling menjatuhkan satu sama lain agar
menang di setiap perlawanan. Kemenangan di setiap pertikaian akan dianggap
sebagai kemenangan organisasi, dan kelompok yang menang akan disegani pihak
lain. Anggota dari kedua organisasi ini apabila terkena musibah seperti kena bacok,
tikaman atau meninggal dunia akan mendapatkan bantuan dana dari organisasinya
masing-masing. Loyalitas anggota dari satu kelompok akan terlihat saat mereka
dihadapkan pada satu masalah yang besar dan membawa-bawa nama organisasi.
Maka saat itulah rasa kebersamaan muncul.
Penyebab lain dari pertikaian antara IPK dan Pemuda Pancasila adalah
karena rebutan lahan pekerjaan. Adanya kecemburuan dan sakit hati dari para
anggota IPK yang banyak dipekerjakan menjadi penjaga pabrik dan satuan
pengaman di perusahaan yang ada di sekitar kota Medan. Akibatnya, anggota
Pemuda Pancasila menjadi tersaingi oleh kehadiran anggota IPK yang mengambil
alih wilayah kekuasaannya. Banyak anggota Pemuda Pancasila yang berpindah ke
IPK karena merasa tidak diperhatikan oleh organisasinya dan akhirnya
menggembosi keberadaan organisasi Pemuda Pancasila.
31
Wawancara dengan Syamsul Sianturi, 10 Desember 2012 di Medan. Ia adalah salah seorang tokoh
dan sesepuh Ikatan Pemuda Karya yang sangat dekat dengan Olo Panggabean.
Universitas Indonesia
78
32
Nina Karina. 2008. Loc.Cit. hal. 105.
33
Loren Ryter. 2000. Loc. Cit.
Universitas Indonesia
79
34
Marzuki merupakan tokoh eksponen ’66 yang aktif semasa pemberantasan komunis di Sumatera
Utara. Aksi massa untuk membunuh aktivis PKI juga turut disaksikannya. Ia ikut membidani Pemuda
Pancasila di awal pendiriannya. Masa Orde Baru menjadi anggota DPRD Kota Medan Periode 1987-
1992. Setelah menjadi ketua wilayah Pemuda Pancasila Sumatera Utara tahun 1999, Marzuki memilih
profesi sebagai politisi Golkar dan terpilih menjadi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara (2004-
2009) dari Partai Golkar.
35
Masa kecil Ajib Shah dilalui oleh lingkungan pergaulan para preman. Namun, Ajib kecil dikenal
sebagai anak yang rajin bersekolah dan pernah menjadi qori (pembaca Al-Qur’an) terbaik di kota
Medan. Ajib Shah dianggap sebagai salah seorang tokoh di Sumatera Utara yang berkarir di Pemuda
Pancasila dari tingkat kecamatan hingga provinsi. Berprofesi sebagai politisi Partai Golkar dan pernah
menjadi anggota DPRD Kota Medan tahun 1999 dari Fraksi Golkar dan terpilih menjadi anggota DPRD
Provinsi pada Pemilu 2009 dari fraksi yang sama.
36
Ryter menjelaskan bahwa Pemuda Pancasila adalah organisasi terakhir yang menunjukkan
loyalitasnya kepada rezim Soeharto. Lihat Ryter. 1998. Loc. Cit. 66, Oktober. Keputusan tentang
Universitas Indonesia
80
independensi Pemuda Pancasila dalam saluran aspirasi politik ditetapkan pada Musyawarah Besar Luar
Biasa (Mubeslub) di Cipayung pada tanggal 28-30 April 1999. Ada tiga keputusan penting yang
ditetapkan yaitu membebaskan pilihan politik bagi anggota organisasi, perubahan status organisasi
pemuda menjadi organisasi kemasyarakatan, dan terkait Dwifungsi ABRI.
Universitas Indonesia
81
37
Wawancara dengan Ajib Shah, 20 Oktober 2011, di kantor DPRD Provinsi Sumatera Utara, pukul
12.30 Wib.
38
Ada catatan tersendiri mengenai pengunduran diri Ajib Shah yang disampaikan beberapa narasumber.
Mereka menyatakan bahwa adanya kepentingan bisnis dan marwah keluarga besar Shah serta
ketidakberanian menghadapi kekerasan yang terjadi merupakan penyebab mundurnya Ajib Shah
sebagai Ketua Pemuda Pancasila Sumut. Namun, pernyataan itu tidak dibenarkan oleh sebagian
narasumber lainnya dan menyatakan bahwa mundurnya Ajib Shah karena harus konsentrasi untuk
mengurus usahanya di Jakarta dan memilih profesi sebagai politisi Partai Golkar. Menurut Nazaruddin
Sihombing (Ketua GM FKPPI Sumut) mundurnya Ajib Shah dari Ketua Presidium PP Sumatera Utara
karena tidak dapat memenuhi keingingan Anif Shah untuk mengamankan lahan di sekitar daerah
Petisah Kota Medan. Namun, Ajib Shah menjelaskan alasan pengundurannya karena ingin
berkonsentrasi di bisnis dan menjadi politisi Partai Golkar agar tidak terjadi konflik kepentingan di PP.
Wawancara dengan Ajib Shah, 20 Oktober 2011, di kantor DPRD Provinsi Sumatera Utara, pukul 12.30
Wib. Keterangan yang sama juga diperoleh dari wawancara dengan Syamsul Arifin, 17 September
2011, pukul 09.00 Wib, di Rumah Sakit Abdi Waluyo, Jakarta.
Universitas Indonesia
82
Dewan Pimpinan Cabang Kota Medan, tapi kalah dalam pemilihan karena tidak
didukung oleh kelompok Ajib Shah.39
Selain aktif di Pemuda Pancasila, profesi Donald sehari-harinya adalah
wartawan. Sebagai jurnalis, tentu banyak hal yang bisa dilakukan oleh Donald
terutama memberitakan peristiwa yang harus atau tidak ditulis di media lokal.
Jaringan antara sesama jurnalis, membawanya dekat dengan Anif Shah begitu juga
Ajib Shah. Hubungannya dengan keluarga Shah berlangsung bukan hanya urusan
keorganisasian namun juga berkaitan dengan keperluan publikasi mengenai
kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan bisnis dan politik.
Perlahan-lahan hubungan yang awalnya seperti simbiosis mutualisme
(saling menguntungkan) berubah menjadi bentuk kepercayaan antara keluarga Shah
dengan Donald Sidabalok. Tidak sedikit urusan keluarga Shah yang berkaitan
dengan media mampu dibantu penyelesaiannya oleh Donald. Sehingga pada saat
muswilub untuk menggantikan Ajib Shah, resistensi dari keluarga Shah mengenai
pencalonan Donald sebagai ketua wilayah relatif kecil. Di samping itu, Donald
juga tidak tertarik untuk masuk menjadi politisi meskipun Golkar dan Partai Patriot
Pancasila –pada waktu itu – menawarinya untuk menjadi calon anggota legislatif.
Atas dasar itulah, pencalonan Donald sebagai Ketua Wilayah Pemuda Pancasila
dalam Muswilub Pemuda Pancasila Sumatera Utara tidak memiliki penolakan yang
cukup kuat dari keluarga Shah ini.
Pada masa kepemimpinan Donald, kekerasan di lapangan seperti soal judi,
perebutan lahan, penguasaan perparkiran semakin meningkat. Pertentangan
Pemuda Pancasila dengan organisasi Ikatan Pemuda Karya (IPK) hampir setiap
hari terjadi di antara anggota kedua organisasi itu. Namun, Donald dikenal sebagai
sosok pemimpin yang selalu memperhatikan anggotanya ketika berhadapan dengan
penegak hukum seperti polisi atau anggota TNI. Oleh karena kedekatannya dengan
anggota Pemuda Pancasila dan para pengurus pusat di Jakarta, Donald terpilih
kembali dalam Musyawarah ke X pada tanggal 26-27 Juni 2002 di Sibolga sebagai
ketua wilayah Provinsi Sumatera Utara.
39
Saat itu, Ajib Shah adalah Ketua MPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara. Ketika wawancara dengan
Donald Sidabalok, 21 Desember 2011 pukul 11.00 Wib di rumahnya disampaikan bahwa meskipun
memperoleh dukungan dari pimpinan anak cabang, namun pada saat Ajib Shah membacakan surat suara
namanya sedikit disebutkan dan pemenangnya adalah Boyke Turangan serta tidak ada saksi saat
pembacaan surat suara itu. Kertas suara kemudian dibakar selesai pembacaan dan tidak diserahkan
kepada pimpinan sidang saat itu.
Universitas Indonesia
83
40
Penjelasan mengenai hal ini, secara lengkap lihat Nina Karina. 2008. “Dinamika….”. Tesis. hal. 77-
99.
41
Bangkit Sitepu dikenal sebagai anggota DPRD Kota Medan dari Partai Golkar (1999-2004, 2004-
2009) dan sekarang tercatat sebagai anggota DPRD Kota Medan dari Partai Patriot (2009-2014).
Sebelum aktif sebagai anggota legislatif, Bangkit dikenal sebagai penguasa wilayah di kawasan
Simalingkar (sebuah kawasan permukiman berupa perumahan nasional/perumnas pertama di Kota
Medan).
42
Anuar Shah, akrab disapa Aweng, merupakan saudara bungsu dari keluarga Shah (Anif Shah dan
Ajib Shah). Aktivitasnya di organisasi pemuda bermula dari pengurus tingkat kecamatan di Kota Medan
sebagai Ketua Pimpinan Anak Cabang (PAC) Medan Barat Pemuda Pancasila. Oleh keluarganya
diharapkan dapat memimpin Pemuda Pancasila.
Universitas Indonesia
84
didukung oleh 9 PAC dan 1 PAC di Medan Tembung yang belum memiliki surat
ketetapan kepengurusan.
Meskipun hasil Musyawarah Cabang Pemuda Pancasila di Kota Medan itu
memilih Bangkit Sitepu sebagai ketua, namun anggota Pemuda Pancasila Kota
Medan terbelah menjadi dua kubu. Kubu Bangkit Sitepu dan kubu Anuar Shah
yang membentuk Pemuda Pancasila Khusus (PPK) di Kota Medan. Kekecewaan
Ajib Shah dan Anif Shah kepada Donald Sidabalok mulai muncul karena dinilai
tidak mampu memenuhi permintaan mereka. Pimpinan Cabang Pemuda Pancasila
Khusus (PPK) kota Medan pimpinan Anuar Shah dideklarasikan pada bulan Mei
2007 dan membentuk dan melantik pimpinan anak cabang di tingkat kecamatan.
Pada saat itulah, terjadi perebutan dan perkelahian antara anggota pimpinan
Bangkit Sitepu dengan Anuar Shah. Perebutan pimpinan anak cabang ini akhirnya
dapat diredakan setelah campur tangan pihak keamanan.
Tidak berselang lama, Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) Pemuda Pancasila
Sumatera Utara akan berakhir masa kepengurusannya dan dijadwalkan
menyelenggarakan Musyawarah Wilayah ke XI tanggal 22-24 Juni 2007.
Penyelenggaraan Muswil tersebut dihadiri oleh Ketua Majelis Pimpinan Nasional
Pemuda Pancasila (MPN PP), Yapto S. Soerjosoemarno, dan menampilkan dua
kandidat calon ketua wilayah yaitu H. Donal Sidabalok (ketua MPW PP saat itu)
dan Anuar Shah (ketua DPC PP Khusus Kota Medan). Suasana pelaksanaan
musyawarah saat itu, penuh dengan dinamika yang mungkin berbeda dari
musyawarah sebelumnya.
Banyaknya unsur aparat keamanan baik dari kepolisian dan TNI yang
berjaga-jaga di sekitar arena pelaksanaan musyawarah memunculkan sejumlah
pertanyaan dari para pimpinan cabang Pemuda Pancasila. Personil kepolisian dan
TNI yang bertugas saat itu justru mengenakan seragam satuan tugas (satgas)
Pemuda Pancasila. Tindakan itu dilakukan karena telah beredar informasi bahwa
pelaksanaan Muswil ke XI akan mengalami kerusuhan. Lebih dari separuh ketua
cabang tetap menginginkan Donald Sidabalok melanjutkan kepemimpinan Pemuda
Pancasila Sumatera Utara. Namun Anuar Shah telah mendapatkan dukungan dari
Ketua MPN Pemuda Pancasila. Oleh karena dukungan itu, maka sebagian besar
ketua cabang yang memiliki hak suara, harus memilih Anuar Shah.
Universitas Indonesia
85
Universitas Indonesia
86
43
Wawancara melalui telepon dengan Mustafa Sutan Nasution, Kepala Badan Pengelola Perparkiran
Kota Medan, 25 Nopember 2011, pukul 10.00 Wib.
Universitas Indonesia
87
dari usaha itu disisihkan untuk keperluan aktivitas organisasi setelah masing-
masing anggota mendapatkan penghasilan dari bagian pekerjaan yang dilakukan.
Usaha-usaha yang dilakukan oleh individu sebagai kader Pemuda Pancasila
untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, tidak begitu dipersoalkan oleh para
senior, selama tidak mendominasi.44 Dominasi terjadi jika ada individu atau
kelompok yang hendak menguasai Pemuda Pancasila dengan maksud memperoleh
keuntungan politik dan ekonomi secara sepihak. Keuntungan politik berupa
intervensi kepada pengurus MPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara terhadap
keputusan atau kebijakan strategis organisasi. Sedangkan keuntungan ekonomi
berkaitan dengan manfaat ekonomi yang diperoleh akibat dari keputusan atau
kebijakan strategis tersebut.
Kondisi yang disebutkan di atas itu selalu menjadi pembicaraan serius di
kalangan Pemuda Pancasila begitu juga pihak eksternal. Kelompok yang selalu
disebut-sebut memperoleh keuntungan politik dan ekonomi dari Pemuda Pancasila
Sumatera Utara adalah keluarga Shah.45 Anif Shah yang memiliki binis
perkebunan, pertanian, dan perumahan berkepentingan untuk memiliki dan
mengelola lahan di daerah Sumatera Utara seperti Kabupaten Langkat, Deli
Serdang, Madina, Tapanuli Selatan, dan lain sebagainya. Pemilk perusahaan Grup
Anugerah Langkat Makmur (Alam) itu adalah figur yang tidak asing lagi di
kalangan pendiri Pemuda Pancasila sejak Effendi Nasution menjadi Ketua MPW
Pemuda Pancasila Sumatera Utara pada tahun 1970-an.
Bagi Anif Shah sendiri, bisnis pertanian, perkebunan, dan perumahan
memerlukan lahan sebagai sumber utama dalam menggerakkan roda usahanya.
44
Para pengurus MPW Pemuda Pancasila memiliki perusahaan kontraktor atau penyedia jasa yang
sangat bergantung dari proyek pemerintah daerah. Sebagai pengurus Pemuda Pancasila, tidak begitu
sulit bagi mereka untuk mendapatkan proyek pemerintah. Data tentang perusahaan yang selalu
digunakan oleh pengurus MPW Pemuda Pancasila dalam mengerjakan proyek pemerintah ada pada
penulis.
45
Disebut keluarga Shah karena mereka memiliki postur tubuh yang mirip keturunan Afganistan dan
saat ini dipandang sebagai keluarga terhormat di Sumatera Utara. Saudara paling tua, Anif Shah,
dikenal sebagai pengusaha sukses sekaligus pemilik Grup Anugerah Langkat Makmur (Alam) yang
bisnisnya mencakup bidang perkebunan dan pabrik kelapa sawit, properti, kompos, SPBU, sarang
burung walet, dan lain-lain. Anif dan keluarganya juga aktif di berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan
di Sumatera Utara. Pada awal-awal memulai usahanya, H. Anif, dikenal sebagai pengusaha yang sering
berurusan dengan pembebasan lahan untuk usaha perkebunan, pertanian, dan perumahan. Sedangkan
saudara kandungnya seperti Rahmat Shah (menjabat sebagai anggota DPDRI Periode 2009-2014), Ajib
Shah (tokoh PP, politisi Partai Golkar, dan anggota DPRDSU 2009-2014), Maherban Shah (pengusaha
pertambangan dan pendiri Masyarakat Pancasila Indonesia/MPI), Anwar Shah (kader Pemuda Pancasila
dan menjabat sebagai Ketua Wilayah Propinsi Sumatera Utara).
Universitas Indonesia
88
46
Syarifuddin Kalo. 2004. “Perbedaan Persepsi Mengenai Penguasaan Tanah dan Akibatnya Terhadap
Masyarakat Petani di Sumatera Timur: Pada Masa Kolonial Yang Berlanjut Pada Masa Kemerdekaan,
Orde Baru dan Reformasi”. Makalah. Program Studi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara. hal 1-4.
47
Syafruddin Kalo. 2003. “Masyarakat dan Perkebunan: Studi Mengenai Sengketa Pertanahan Antara
Masyarakat Versus PTPN II di Sumatera Utara”. Desertasi. Medan: Pogram Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara. hal. 7-8.
48
Wawancara dengan Nazaruddin Sihombing, Ketua FKPPI Sumatera Utara, 13 November 2011, Pukul
12.30 Wib, di Hotel Candi Medan.
Universitas Indonesia
89
daerah semakin luas dan kegiatan konsolidasi organisasi hingga tingkat ranting
atau kelurahan dan desa berjalan dengan baik. Tidak dapat dipungkiri, ada tokoh
Pemuda Pancasila menyatakan bahwa kontribusi Anif Shah sangat membantu
kelancaran konsolidasi organisasi baik internal maupun eksternal. Untuk hal ini
mereka menyebut ada investasi Anif Shah di Pemuda Pancasila. Kedekatannya
dengan Marzuki, pada saat menjabat ketua wilayah Pemuda Pancasila, membuat
Anif Shah lebih leluasa berdiskusi dan menjalin relasi yang saling memberi
manfaat. Namun, bukan tidak mungkin investasi itu juga akan menghasilkan
keuntungan yang diharapkan oleh Anif Shah sendiri.
Salah satu alasan Anif Shah menempatkan orang-orangnya di Pemuda
Pancasila adalah agar lebih mudah meminta bantuan pengamanan dari bisnis yang
dikelolanya. Bisnis Anif Shah mulai berkembang pesat awal 1980-an, di antaranya
adalah perkebunan sawit di Kabupaten Langkat, Madina, dan Deli Serdang,
perumahan di Cemara Asri yang lokasinya berbatasan antara kota Medan dengan
Deli Serdang, serta usaha ternak burung wallet di Kabupaten Madina. Saat ini
bisnis tersebut telah berjalan dan berkembang terus menerus pada bidang lainnya
seperti pembuatan kompos, SPBU, dan lain sebagainya. Dikelola oleh keluarga
sendiri dengan perkiraan omset puluhan milyar rupiah setiap bulannya,
mengharuskan Anif Shah juga menyisihkan keuntungan perusahaan untuk kegiatan
sosial seperti bantuan kepada masyarakat miskin, memberikan beasiswa, membantu
pembangunan gendung-gedung kampus di Sumatera Utara, dan lain-lainnya.
Hampir semua keluarga Shah berprofesi sebagai pengusaha, meskipun ada
yang tertarik menjadi politisi seperti Rahmat Shah dan Ajib Shah. Rahmat Shah
memilih untuk tidak menjadi pengurus partai politik namun sangat akrab dengan
pimpinan partai politik baik di provinsi maupun di pusat. Karena pergaulannya itu,
ia terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-
RI) pada Pemilu 2009. Sementara adik kandungnya, Ajib Shah, lebih memilih
profesi sebagai politisi di Partai Golkar. Untuk urusan-urusan yang berkaitan
dengan politik, Anif Shah, lebih percaya kepada Ajib Shah ketimbang saudara
kandungnya yang lain. Meskipun sulit membuktikan adanya pengaruh atau
intervensi Anif Shah kepada pengurus Pemuda Pancasila di Sumatera Utara untuk
kepentingan bisnisnya, namun keadaan itu menjadi pembicaraan hangat dan serius
Universitas Indonesia
90
di kalangan internal dan eksternal Pemuda Pancasila.49 Terpilihnya Ajib Shah dan
Anif Shah sebagai Ketua MPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara menegaskan
adanya pengaruh tersebut.
Pengaruh yang dimiliki oleh Anif Shah dan keluarganya di Pemuda
Pancasila Sumatera Utara memberikan tafsiran tersendiri di internal Pemuda
Pancasila. Pelaksanaan musyawarah Pemuda Pancasila Sumatera Utara yang
diselenggarakan di daerah tertentu mengindikasikan adanya campur tangan
keluarga Shah untuk menentukan ketua terpilih. Hampir seluruh tokoh Sumatera
Utara menyatakan bahwa kalau membicarakan, menganalisa dan menyimpulkan
Pemuda Pancasila di Sumatera Utara, saat ini, tidak terlepas dari keluarga Shah.
Sebagian besar tokoh menyatakan tidak menjadi masalah jika ada pengaruh
keluarga Shah di Pemuda Pancasila karena sama-sama saling menguntungkan.
Sebagian kecil menyatakan tidak sependapat atas kondisi itu karena akan
mengganggu independensi organisasi Pemuda Pancasila dan tentu ada keuntungan
ekonomi yang tidak seimbang akibat pengaruh itu.
Perbedaan pendapat tersebut sering selalu menimbulkan keributan di
internal Pemuda Pancasila. Beberapa tokoh Pemuda Pancasila seperti Amran YS,
Rajab Napolis Tanjung, Rudi Hartawan Tampubolon, dan lain sebagainya merasa
dominasi keluarga Shah terhadap Pemuda Pancasila dilakukan karena motif
ekonomi. Keadaan ini tentu akan mengaburkan independensi organisasi dan lebih
mengutamakan kepentingan kelompok tertentu. Mereka memprotes gaya
kepemimpinan ketua wilayah Pemuda Pancasila yang harus mengikuti selera
keluarga Shah. Mereka kemudian membentuk Pemuda Pancasila 1959 untuk
menandingi kepengurusan MPW Pemuda Pancasila Sumatera Utara yang telah
didominasi kepentingan tertentu.50
Sementara, sebagian besar tokoh dan senior Pemuda Pancasila menyatakan
kontribusi keluarga Shah khususnya Anif Shah terhadap pengembangan Pemuda
49
Saat wawancara dengan beberapa tokoh Pemuda Pancasila seperti Yan Paruhum Lubis (Ucok
Majestik), Amir Siahaan, Amran YS, dan Syamsul Arifin, terucap bahwa pengaruh keluarga Shah
kepada pengurus Pemuda Pancasila terus berlangsung terutama untuk kepentingan bisnis Anif Shah.
Beberapa senior Pemuda Pancasila menyatakan tidak menjadi masalah karena kontribusi Anif Shah
kepada PP juga cukup besar, namun sebagian tokoh PP merasa bahwa intervensi itu tidak bisa
dibenarkan.
50
Pembentukan Pemuda Pancasila 1959 yang diprakarsai oleh kader Pemuda Pancasila seperti Amran
YS, Rudi Hartawan Tampubolon, dan lain-lainnya mendapat perlawan dari MPW Pemuda Pancasila
Sumatera Utara pimpinan Anuar Shah. Bentrokan pun terjadi di antara kedua anggota organisasi
tersebut ketika deklarasi PP 1959 dilangsungkan di Kota Medan pada tahun 2011.
Universitas Indonesia
91
51
Lihat Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No. 12 Tahun 2003 yang menyebutkan, “Pemilu untuk
anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem proporsional
dengan daftar calon terbuka.”
52
Jumlah penduduk Sumatera Utara tahun 2004, menurut BPS Provinsi Sumatera Utara, sebanyak
11.890.399 juta jiwa. Sesuai dengan Pasal 5 ayat (2) huruf f disebutkan bahwa Daerah Tingkat I yang
jumlah penduduknya di atas 9.000.000 (sembilan juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juga)
jiwa mendapat 85 (delapan puluh lima) kursi.
53
Daerah Pemilihan (dapil) dalam Pemilu Legislatif 2004 juga mengalami perubahan dari pemilu
sebelumnya. Jika sebelum Pemilu 2004 dapil selalu identik dengan wilayah administratif pemerintahan
Universitas Indonesia
92
Tabel 2.1
Daftar Daerah Pemilihan DPRD Provinsi Sumatera Utara pada Pemilu 2004
Daerah Pemilihan
No. Wilayah Jumlah Kursi
(Dapil)
1. Dapil 1 Medan 14 kursi
2. Dapil 2 Deli Serdang 11 kursi
3. Dapil 3 Serdang Bedagai, Tebing Tinggi 5 kursi
4. Dapil 4 Asahan, Tanjung Balai 8 kursi
5. Dapil 5 Labuhan Batu 7 kursi
6. Dapil 6 Padang Sidempuan, Tapanuli Selatan, 8 kursi
Mandailing Natal
7. Dapil 7 Nias, Nias Selatan 5 kursi
8. Dapil 8 Tapanuli Tengah, Sibolga, Tapanuli 8 kursi
Utara, Humbang Hasundutan, Toba
Samosir, Samosir
9. Dapil 9 Siantar, Simalungun 7 kursi
10. Dapil 10 Dairi, Pakpak Bharat, Karo 4 kursi
11. Dapil 11 Langkat, Binjai 8 kursi
Sumber: Data KPU Provinsi Sumatera Utara, 2004.
Jumlah pemilih yang terdaftar dalam Pemilu 2004 di Sumatera Utara sebesar
7.490.581 jiwa, namun hanya 5.248.681 pemilih yang memberikan hak suaranya
(70,7%). Sementara sebanyak 2.241.900 jiwa yang tidak memilih (29,93%). Tingginya
angka yang tidak menggunakan hak pilih ini mengisyaratkan masih lemahnya
kesadaran pemilih untuk berpartisipasi dalam pemilu di samping lemahnya sosialisasi
pelaksanaan pemilu dari pemerintah dan penyelenggara pemilu, kesalahan teknis dan
kecurangan turut memberikan kontribusi terhadap eskalasi jumlah yang tidak ikut
memilih.
Konversi suara menjadi kursi dalam Pemilu 2004 menggunakan sistem kuota
murni. Dari sistem ini perolehan kursi tergantung dari daerah pemilihan, bisa saja
partai yang memperoleh suara sama atau hampir sama belum tentu memiliki kursi
yang sama pula. Dari 24 partai politik peserta Pemilu 2004, hanya 14 partai politik
yang memiliki kursi di DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009.
yaitu provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan untuk setiap tingkatan lembaga legislatif. Namun, pada
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum mengatur bahwa daerah pemilihan
anggota DPR adalah provinsi atau bagian-bagian provinsi. Daerah pemilihan anggota DPRD Provinsi
adalah kabupaten/kota atau gabungan kabupaten/kota, dan daerah pemilihan anggota DPRD
kabupaten/kota adalah kecamatan atau gabungan kecamatan.
Universitas Indonesia
93
Tabel 2.2
Perolehan Kursi DPRD Provinsi Sumatera Utara Hasil Pemilu 2004
Dari 24 partai politik peserta Pemilu 2004, hanya 14 partai politik yang
berhasil menempatkan calon legislatornya di DPRD Provinsi Sumatera Utara dan 10
partai politik yang tidak mencukupi suara untuk terpilih menjadi anggota legislatif.
Hasil Pemilu 2004 sekaligus akan menentukan dinamika dalam setiap pengambilan
keputusan pemerintah yang memerlukan persetujuan DPRD Provinsi Sumatera Utara.
Begitu juga saat mengusulkan calon kepala daerah, komposisi kursi partai politik di
parlemen menentukan jumlah besaran dukungan saat mengusulkan calon kepala
daerah. Partai Golongan Karya dan PDIP adalah partai yang memperoleh suara lebih
dari 15% dan memenuhi syarat untuk mengusulkan calon kepala daerah tanpa harus
bersama-sama dengan partai politik lain. Sedangkan partai politik lainnya memperoleh
Universitas Indonesia
94
suara di bawah 15% dan harus mencari dukungan dari partai lain untuk secara
bersama-sama mengusulkan calon Gubernur Provinsi Sumatera Utara.54
Pemilu 2004 memberikan kesempatan kepada kader Pemuda Pancasila yang
berprofesi sebagai politisi menjadi anggota DPRD. Dari 80 anggota DPRD Provinsi
yang terpilih, ada 6 yang tercatat sebagai kader Pemuda Pancasila. Mereka adalah
Marzuki dan Syahrul Pasaribu terpilih dari Partai Golkar, Kamaluddin Harahap dan
Abdul Hakim Siagian dari PAN, Eddi Rangkuti dari PDIP, dan Edison Sianturi dari
Partai Patriot. Meskipun jumlahnya sedikit, namun posisi mereka di DPRD Provinsi
Sumatera Utara sangat strategis. Syahrul Pasaribu menjabat sebagai Ketua Fraksi
Partai Golkar Periode 2004-2009, Eddi Rangkuti terpilih sebagai Ketua Fraksi PDIP,
Kamaluddin Harahap sebagai Ketua Fraksi PAN. Terpilihnya kader Pemuda Pancasila
sebagai anggota legislatif tentu akan membantu kepentingan organisasi dalam
kebijakan strategis di daerah, walaupun mereka harus berkoordinasi dengan ketua
partai politik masing-masing.
Tabel 2.3
Kader Pemuda Pancasila yang Menjadi
Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009
Universitas Indonesia
95
2.6. Partai Patriot Pancasila dan Pemuda Pancasila Provinsi di Sumatera Utara
Universitas Indonesia
96
pimpinan berbagai institusi masyarakat lainnya. Sebut saja seperti anggota DPRD di
tingkat provinsi dan kabupaten/kota, bupati/wakil bupati, pengurus teras partai politik,
asosiasi pengusaha, rektor perguruan tinggi, dosen dan lain sebagainya. Praktik
independensi yang sudah berjalan itu juga memberikan ruang kreativitas dan prospek
bagi para anggota maupun pengurus yang berprofesi sebagai pengusaha, pengacara,
pegawai negeri sipil dan swasta termasuk pelaku sektor informal. Hal ini dirasakan
sebagai salah satu manfaat positif dan telah menjadikan Pemuda Pancasila Sumatera
Utara sebagai instrumen sosial yang mampu mengakomodasikan berbagai aspirasi
kelompok masyarakat yang multikultural di Sumatera Utara.55
Namun demikian, praktik independensi Pemuda Pancasila Sumatera Utara
tidak berhenti di situ saja seiring dengan perkembangan dinamika bangsa dan
masyarakat Indonesia. Sejak bergulirnya reformasi dan demokratisasi serta
desentralisasi di Indonesia, praktik independensi Pemuda Pancasila juga mengalami
persoalan internal. Oleh karena Pemuda Pancasila memiliki jumlah anggota dan kader
yang besar baik secara kuantitas dan kualitas serta karakteristiknya yang heterogen
menyebabkan tidak semua kader Pemuda Pancasila terdistribusi dengan baik untuk
berperan di berbagai lembaga masyarakat. Konsekuensi dari itu semua, maka sejumlah
pimpinan dan kader Pemuda Pancasila berinisiatif membentuk Partai Patriot Pancasila
yang diharapkan dapat mengakomodir potensi organisasi dalam saluran aktivitas
politiknya. Dalam rangka mengoptimalkan potensi partisipasi politik para kader
Pemuda Pancasila maka kehadiran Partai Patriot Pancasila dinilai menjadi relevan.
Melalui proses sosialisasi yang panjang, akhirnya pimpinan organisasi di
tingkat nasional mendeklarasikan Partai Patriot Pancasila pada 1 Juni 2001 di Jakarta.
Tampil sebagai pimpinan deklarator adalah Yapto S. Soerjosoemarno dan pengurus
Majelis Pimpinan Nasional Pemuda Pancasila, para senior, dan ketua wilayah Pemuda
Pancasila se-Indonesia. Sejalan dengan kebijakan sistem multi partai maka kehadiran
Partai Patriot Pancasila yang dibidani oleh sejumlah elit Pemuda Pancasila di Jakarta
dan dari daerah diharapkan dapat berperan dan berfungsi sejalan dengan aktivitas dan
saluran aspirasi politik anggota Pemuda Pancasila di seluruh Indonesia. Partai Patriot
Pancasila kemudian dibentuk dengan modal dasar struktur Pemuda Pancasila yang
telah ada di seluruh Indonesia. Meskipun hasil Musyawarah Besar Luar Biasa
55
Mengenai hal ini lihat Daftar Kader yang Berprofesi sebagai Eksekutif, Legislatif, Yudikatif,
Organisasi Bisnis, dan Organisasi Masyarakat di Sumatera Utara yang ditulis oleh MPW Pemuda
Pancasila Sumatera Utara dalam lampiran disertasi ini.
Universitas Indonesia
97
(Mubeslub) tahun 1999 dan Musyawarah Besar ke VII tahun 2001 di Bogor yang
menegaskan bahwa Pemuda Pancasila adalah organisasi masyarakat dan bersifat
independen dalam aspirasi politiknya, namun secara informal pengurus di daerah
diharapkan membantu pembentukan Partai Patriot Pancasila.
Hampir seluruh ketua Pemuda Pancasila pada level provinsi dan
kabupaten/kota memperoleh mandat untuk membentuk Partai Patriot Pancasila di
wilayahnya masing-masing. Bagi para ketua Pemuda Pancasila yang telah menjadi
ketua atau pengurus partai politik lain, memiliki kewajiban moral untuk membantu
pembentukan Partai Patriot Pancasila di wilayahnya. Tidak terkecuali di Sumatera
Utara, proses pembentukan Partai Patriot Pancasila di wilayah ini juga dibidani oleh
pengurus Pemuda Pancasila Provinsi Sumatera Utara hingga di tingkat
kabupaten/kota. Meskipun tidak semua ketua Pemuda Pancasila yang tertarik untuk
menjadi pengurus partai politik, namun mereka memiliki kewajiban moral sebagai
bentuk loyalitas kepada elit Pemuda Pancasila di tingkat nasional. Setidaknya mereka
memberikan rekomendasi kepada kader Pemuda Pancasila lainnya yang telah berkarir
di wilayah politik. Kriteria untuk menjadi ketua Partai Patriot Pancasila telah menjadi
pedoman bersama di antara pimpinan Pemuda Pancasila Sumatera Utara.
Mandat pembentukan Partai Patriot Pancasila Provinsi Sumatera Utara
diberikan kepada Donald Sidabalok, sekitar tahun 2002, selaku Ketua Majelis
Pimpinan Wilayah Pemuda Pancasila Sumatera Utara. Secara pribadi, Donald
termasuk kader yang tidak pernah tertarik untuk aktif di partai politik atau menjadi
politisi. Namun, karena Donald turut menjadi deklarator Partai Patriot Pancasila
sekaligus pemegang mandat karena dirinya menjabat sebagai Ketua Majelis Pimpinan
Wilayah Pemuda Pancasila maka tugas itu harus ditunaikannya. Hampir semua kader
dan pimpinan Pemuda Pancasila mengetahui secara persis bahwa Donald tidak ingin
menjadi ketua Partai Patriot Pancasila dan dia mencari figur yang tepat untuk
menerima mandat tersebut.
Universitas Indonesia
98
itu ke Partai Patriot Pancasila, gak ada. Karena itu saya pada saat itu masih
mencari orang yang tepat…”56
Figur yang saat itu ada dalam benak Donald adalah Ajib Shah yang dapat
membentuk dan mengembangkan partai baru ini. Selain pengalaman politik Ajib Shah
cukup baik, Donald pun melihat jasa dukungan Ajib saat ia terpilih menjadi ketua
wilayah Pemuda Pancasila pada Muswil IX. Hubungan Donald dengan Ajib Shah
terjalin cukup akrab dan bersahabat, karena pergantian kepemimpinan di Pemuda
Pancasila dari Ajib ke Donald berlangsung secara damai. Namun, Yapto
Soerjosoemarno sendiri telah menitipkan pesan kepada Donald untuk tidak
memberikan mandat tersebut kepada keluarga Shah khususnya Ajib Shah. Tidak
begitu jelas alasan yang menyebabkan terjadinya perbedaan antara Yapto dengan
keluarga Shah. Donald sendiri tidak menjelaskannya secara terus terang.
“….bukan karena saya ada masalah dengan Ajib. Hubungan saya dengan dia
baik-baik saja. Saya buka sikit lah ya, namanya kita megang mandat pasti ada
bisikan juga sikit sebetulnya. Saya kalau sudah aman saya pegang. Dulu Yapto
sama keluarga ini (baca: keluarga Shah) hubungannya sikit tidak baik. Saya
sulit juga mengatakannya, termasuk aib orang. Jadi saya gak mau buka…”57
Universitas Indonesia
99
“…dia kan begini, awalnya Darwin di LPPH Pemuda Pancasila, bagian hukum.
Saya gak kenal dia, jadi kebetulan ekonomi dia bagus tempo hari, dia salah
seorang direktur Mari Matsu. Jadi, dia membiayai LPPH itu. Yah… merapatlah
dia ke saya, yang membawanya itu kan Amir Gemuk sama Adek Muchtar
Universitas Indonesia
100
Aritonang. Saya gak kenal kan. Jadi, orang itu lah yang minta ‘dia aja lah
ketua’. Jadi bukan karena saya benci sama Ajib…enggak...banyak orang salah
itu. Ada semacam titipan warning lah ke saya…”58
58
Ibid.
59
Mengenai hal ini, beberapa narasumber yang diwawancarai menyatakan bahwa dominasi keluarga
Shah melalui Anif Shah dan Ajib Shah kepada pengurus Pemuda Pancasila menyebabkan organisasi ini
relatif tidak bebas dalam mengambil keputusan. Artinya setiap ketua wilayah Pemuda Pancasila tidak
mau diatur oleh keluarga Shah untuk mengambil keputusan dan bertindak atas nama organisasi.
Universitas Indonesia
101
Universitas Indonesia
102
Tabel 2.4
Daftar Anggota DPRD Hasil Pemilu 2004 di Provinsi Sumatera Utara
dari Partai Patriot Pancasila
Sebagai partai baru yang dibentuk pada tahun 2002 di Sumatera Utara, Tabel
3.1 menunjukkan hasil yang tidak begitu mengecewakan. Meskipun jika merujuk pada
jumlah anggota Pemuda Pancasila yang mencapai puluhan ribu di Provinsi Sumatera
Utara, hasil itu juga tidak sebanding. Kondisi tersebut terjadi karena anggota Pemuda
Pancasila sebenarnya dibebaskan dalam memberikan pilihan politiknya pada saat
pemilihan umum diselenggarakan, yang ada hanya berupa himbauan untuk memilih
Partai Patriot Pancasila. Darwin Nasution yang ditunjuk sebagai Ketua MPW Partai
Patriot Pancasila Sumatera Utara telah menunjukkan kerja-kerja politiknya untuk
Universitas Indonesia
103
60
Masa Orde Baru, Ketua Golongan Karya Tk. I Sumatera Utara dan di hampir semua daerah tingkat II
selalu berasal dari militer. Ini menunjukkan bahwa militer yang mengatur sirkulasi calon pemimpin di
daerah atas dasar loyalitas kepada rezim Orde Baru.
61
Litsus adalah penelitian khusus yang digelar oleh pemerintah Orde Baru sebagai bagian dari operasi
pemantapan pemerintahan terhadap pegawai eksekutif maupun legislatif. Kebijakan ini dilakukan untuk
melihat anggota masyarakat yang terlibat PKI.
Universitas Indonesia
104
penataran P462, dan lain-lainnya. Setelah lulus ujian tersebut maka ujian lapangan
pun menjadi penilaian seperti tugas-tugas untuk menertibkan basis massa dan
menjamin tidak ada demonstrasi menentang pemerintah Orde Baru.
Para kader Pemuda Pancasila di Provinsi Sumatera Utara relatif tidak
memiliki kebebasan untuk bertindak atas kehendaknya sendiri dan anggota
organisasinya. Semua tindakan organisasi harus mendapatkan persetujuan dari elit
di Jakarta. Bagi mereka yang dapat menunjukkan loyalitas seperti itu akan
dipercaya menjadi pemimpin organisasi masyarakat yang akan menaikkan status
sosial sekaligus status ekonominya. Tidak begitu sulit bagi mereka untuk menjadi
pengurus partai politik dan anggota legislatif di Provinsi Sumatera Utara. Setiap
pemilu berlangsung, mereka diletakkan pada posisi nomor urut jadi yang
dipastikan akan terpilih menjadi anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara.
Kondisi berbeda terjadi setelah jatuhnya pemerintahan Presiden Soeharto.
Ketika kebijakan demokrasi dan desentralisasi ditetapkan, suasana reformasi
mengubah posisi politik kader-kader Pemuda Pancasila. Setelah reformasi,
sebagian kader Pemuda Pancasila tidak hanya menjadi politisi Golkar, tetapi di
antara mereka beralih keanggotaan dan menjadi pengurus partai politik lainnya di
Sumatera Utara. Modal ekonomi dan politik yang dimiliki pada saat Orde Baru,
mereka gunakan pada masa reformasi untuk mendapatkan kekuasaan di partai
politik lainnya dengan cara memberikan sumbangan uang untuk dapat dicalonkan
menjadi anggota legislatif. Mereka relatif memiliki kewenangan dalam mengambil
keputusan sendiri untuk pengembangan karir politik dirinya dan organisasinya.
Sebagai contoh, di bidang politik, untuk mendukung calon yang akan
menjadi ketua partai atau kepala daerah mereka bebas menentukan calonnya
sendiri tanpa ada arahan dari elit politik di Jakarta.63 Sebelum reformasi, kebebasan
menentukan pilihan itu tidak terbuka bahkan arahan dari Jakarta harus dipatuhi
sebagai bentuk loyalitas kader kepada organisasi. Setidaknya aspirasi anggota dari
bawah (buttom up) harus didengar agar keputusan dapat dilaksanakan. Di bidang
ekonomi, kader Pemuda Pancasila yang berprofesi sebagai pengusaha menguasai
62
P4 singkatan dari Pedoman Penghayatan Pengalaman Pancasila. Setiap aktivis partai politik
diwajibkan untuk mengikuti penataran P4 yang dilangsungkan dengan berbagai metode dan pola jam
pengajaran.
63
Kasus ini terjadi pada saat pemilihan Walikota Medan pada tahun 2000 oleh DPRD Kota Medan.
Ketika itu, anggota DPRD yang berasal dari kader Pemuda Pancasila relatif bebas mengambil putusan
dari pilihannya sendiri. Lihat Vedi R. Hadiz. 2005. Dinamika Kekuasaan…..... hal. 237-240.
Universitas Indonesia
105
proyek-proyek pemerintah daerah yang bersumber dari APBD dan APBN dengan
cara-cara kekerasan yang sebelumnya tidak pernah mereka lakukan karena telah
diatur oleh aparat pemerintah Orde Baru di daerah. Tindakan kekerasan itu
dilakukan karena penawaran proyek dilakukan secara terbuka.
Tabel 2.5
Tokoh Pemuda Pancasila yang Menjabat Pimpinan Partai Politik dan Birokrasi
di Sumatera Utara
Universitas Indonesia
106
64
Kebanyakan orang-orang di kota Medan dan sekitarnya menyebut mereka ini sebagai preman. Di
antara mereka itu, selain berani dan nekad, namun ada yang memiliki kecerdasan yang cukup baik
untuk membina para pemuda lainnya agar tidak melakukan tindakan yang dapat merusak seperti
pencurian, perampokan, pembunuhan dan lain sebagainya. Pemuda yang dikenal sebagai preman dan
memiliki kecerdasan yang baik itulah kemudian direkrut menjadi ketua Pemuda Pancasila.
Universitas Indonesia
107
Universitas Indonesia
108
membuat kekacauan. Perlakuan penguasa lokal kepada tokoh pemuda itu yang
kemudian membuat mereka bertambah marah kepada penguasa lokal dan menerima
tawaran kelompok tentara yang menentang PKI. Pada saat yang sama, kelompok
tentara memerlukan kekuatan pimpinan pemuda jalanan dan preman itu untuk
menambah dukungan ketika berhadapan secara langsung dengan massa PKI.
Dalam konteks itulah Pemuda Pancasila terbentuk di Sumatera Utara.
Pertemuan dua kepentingan tesebut kemudian berlangsung secara dinamis.
Kelompok pemuda jalanan dan preman yang mengandalkan kekuatan kekerasan
berupa otot dan omong bertemu dengan kekuatan tentara yang dapat memberikan
mereka ruang untuk menunjukkan eksistensinya. Pada tahapan pembentukan inilah
berbagai program kerjasama di antara kelompok yang menentang keberadaan PKI
semakin terjalin hingga munculnya pemerintah Orde Baru. Rezim pemerintahan
Orde Baru membutuhkan dukungan dari berbagai daerah dan kelompok
masyarakat. Pemuda Pancasila menjadi bagian yang mendukung pemerintah Orde
Baru. Para kader dan tokohnya diberikan peran untuk menjadi politisi, pengurus
Golongan Karya hingga menjadi anggota legislatif dan pimpinan eksekutif. Proses
ini yang disebut tahapan pematangan organisasi Pemuda Pancasila di Sumatera
Utara.
Berkurangnya kendali pusat yang terjadi setelah Orde Baru tidak mengurangi
pengaruh Pemuda Pancasila terhadap lembaga politik lokal di antaranya partai politik,
legislatif, eksekutif, dan kelompok bisnis. Kekuatan Pemuda Pancasila menyebar di
antara lembaga politik lokal tersebut dan tidak ada institusi atau tokoh dominan yang
dapat menguasai lembaga politik lokal di Sumatera Utara. Menurut Vedi R Hadiz
gejala ini disebutnya sebagai pembentukan jaringan patronase baru yang lebih otonom,
lebih cair dan saling bersaing satu sama lain. Bahkan beragam kepentingan untuk
merebut kekuasaan di tingkat lokal terlihat bervariasi ketimbang masa Orde Baru.66
Situasi tersebut membuat tokoh dan elit Pemuda Pancasila membentuk jaringan baru
di tingkat lokal yang tidak hanya mengandalkan kader dan tokoh Pemuda Pancasila
tetapi tokoh lokal lainnya. Jaringan itu adalah mereka yang berprofesi sebagai politisi
yang ambisius, kelompok-kelompok pebisnis baru yang berambisi tinggi, birokrat
negara yang lihai, serta beraneka ragam penjahat politik, kaum kriminal, dan barisan
keamanan sipil yang tumbuh pada masa Orde Baru sebagai eksekutor lapangan.
66
Vedi R. Hadiz. 2005. Dinamika Kekuasaan…. hal. 244.
Universitas Indonesia
109
Mereka ini kemudian menjadi tokoh-tokoh penting dan berperan dalam proses
demokrasi dan otonomi daerah di Sumatera Utara.
Dari penjelasan di atas terlihat bahwa sumber kekuasaan yang dimiliki oleh
tokoh Pemuda Pancasila di Sumatera Utara berasal dari kekuatan fisik dan keberanian
untuk mempengaruhi orang lain agar mengikuti kehendaknya. Dari kekuatan fisik itu,
pengaruh para tokoh Pemuda Pancasila semakin kuat pada saat mereka memperoleh
kekayaan atau ekonomi.67 Sedangkan cara-cara penggunaan kekuasaan paksaan,
mereka lakukan dengan cara paksaan seperti mengancam, melukai, bahkan membunuh
kepada orang lain yang tidak mengikuti keinginannya. Antonio Gramschi
menyebutnya sebagai praktek dominasi atau penindasan.68
Oleh karena praktik kekuatan fisik dan uang itu pula yang kemudian banyak
pihak menyebut sebagian besar prilaku anggota Pemuda Pancasila mirip dengan
premanisme. Namun, bukan berarti prilaku kekerasan dan uang yang sering dilakukan
membuat tokoh Pemuda Pancasila tidak disukai oleh masyarakat. Sebagian dari tokoh
Pemuda Pancasila itu menjadi anggota dan pengurus partai politik dan terpilih menjadi
anggota legislatif serta pejabat eksekutif di Provinsi Sumatera Utara. Jabatan formal
yang diperoleh kader Pemuda Pancasila digunakan secara lebih otonom dalam
menentukan pilihannya pada saat kebijakan otonomi daerah diberlakukan tanpa perlu
mendapatkan persetujuan dari para elit politik di Jakarta.
67
Lihat penjelasan Miriam Budiardjo tentang sumber-sumber kekuasaan. Miriam Budiardjo. 1984.
“Konsep Kekuasaan: Tinjauan Pustaka”. dalam Miriam Budiardjo. Aneka Pemikiran tentang Kuasa dan
Wibawa. Jakarta: Gramedia. hal. 13. Lihat juga Charles F. Andrain. 1992. Kehidupan Politik dan
Perubahan Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana. hal. 130.
68
Penjelasan tentang cara-cara penggunaan kekuasaan lihat Antonio Gramsci. 1971. Selections from
Prison Notebooks. London: Lawrence and Wishart. Dikutip dalam Muhadi Sugiono. 1999. Kritik
Gramsci Terhadap Pembangunan Dunia Ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar; Roger Simon. 2000.
Gagasan-gagasan Politik Gramsci. Yogyakarta: Insist Press.
Universitas Indonesia