Molahidatidosa
Molahidatidosa
MOLA HIDATIDOSA
Disusun oleh:
Pembimbing:
Mengetahui,
Koordinator Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi
RSUD DR.LOEKMONOHADI KUDUS
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga referat dengan judul “Kelainan
Kongenital Sistem Reproduksi” ini dapat selesai dengan baik dan tepat waktu.
Referat ini disusun untuk memenuhi syarat Kepaniteraan Klinik Bidang Ilmu
Kandungan Fakultas Kedokteran Tarumanagara di RSUD dr. Loekmono Hadi pada
periode
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
2.1.2 Epidemiologi................................................................... 3
2.1.6 Diagnosis.......................................................................12
2.1.7 Penatalaksanaan.............................................................13-15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 18
[MOLA HIDATIDOSA] ELIATA 406147035
BAB I
Pendahuluan
I. Latar Belakang
Penyakit trofoblas gestasional (PTG) adalah sekumpulan penyakit yang terkait dengan
vili korialis, terutama sel trofoblasnya. Trofoblast memegang peranan penting dalam proses
implantasi blastokista berhubung dengan kemampuannya menghancurkan jaringan
endometrium. Setelah zigote memasuki endometrium (yang kini berubah menjadi desidua),
trofoblast dan khususnya sitotrofoblast tumbuh terus. Sitotrofoblast yang bersifat invasif,
dapat membuka pembuluh darah, dan lewat jalan darah dapat dibawa ke paru-paru. Pada
kurang lebih 50% wanita yang melahirkan dapat ditemukan sel-sel trofblast dalam paru-paru,
sel tersebut mati berhubung dengan kemampuan imunologik wanita yang bersangkutan.
Pada kehamilan biasa embrio tumbuh menjadi janin dan kemudian dilahirkan menjadi
bayi, maka pada sejumlah wanita kehamilan abnormal dapat terjadi, yakni menjadi mola
hidatidosa. Mola hidatidosa tergolong penyakit trofoblast yang tidak ganas, tetapi bisa
menjadi ganas ( mola distruens atau penyakit trofoblast ganas jenis villosum) dan sangat
ganas ( koriokarsinoma atau penyakit trofoblast ganas jenis nonvillosum).
Pada umumnya penderita mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi ada
kalanya yang kemudian menglami degenerasi keganasan berupa koriokarsinoma. Jadi yang
termasuk penyakit trofoblas adalah molahidatidosa yang jinak dan koriokarsinoma yang
ganas.
BAB II
Tinjauan Pustaka
I. DEFINISI
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana
tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa
degenerasi hidropik. Dengan ciri-ciri stroma villi korialis langka vaskularisasi, dan
edematous. Janin biasanya meninggal tetapi villus-villus yang membesar dan
edematous itu hidup dan tumbuh terus. Gambaran yang diberikan ialah sebagai
segugus buah anggur. Mola hidatidosa merupakan salah satu dari penyakit karena
kelainan plasenta yang meliputi mola hidatidosa komplit dan parsial, tumor plasenta
situs trofoblas, koriokarsinoma dan mola invasif.
Kehamilan mola secara histologis ditandai oleh kelainan vili korionik yang
terdiri dari proliferasi trofoblas dengan derajat bervariasi dan edema stroma vilus dan
mengeluarkan hormon, yakni Human chorionic gonadrotropin (HCG) dalam jumlah
besar daripada kehamilan biasa. Mola biasanya terletak di rongga uterus, namun
kadang-kadang terletak di tuba fallopi dan bahkan ovarium. Ada tidaknya janin atau
unsur embrionik pernah digunakan untuk mengklasifikasikan mola menjadi mola
sempurna (complete) dan parsial.
II. EPIDEMIOLOGI
Frekuensi mola umumnya pada wanita di Asia lebih tinggi ( 1 dari 120
kehamilan) daripada wanita di negara-negara Barat ( 1 dari 2000 kehamilan). Di Asia,
insiden mola hidatidosa komplit tertinggi adalah Indonesia yaitu 1 dari 77 kehamilan
dan 1 dari 57 persalinan. Di Amerika, dari study yang dilakukan terhadap terminasi
kehamilan, mola hidatidosa ditemukan pada 1 dari 1200 kehamilan.
Faktor risiko terjadinya mola yaitu usia ibu yang sangat muda (belasan
tahun) dan usia 36 hingga 40 tahun memiliki risiko 2 kali lipat. Wanita
dengan usia lebih dari 40 tahun memiliki risiko 10 kali lebih tinggi
menderita kehamilan mola, hal ini dikaitkan dengan kualitas sel telur yang
kurng baik pada wanita usia ini.
2. RIWAYAT MOLA
3. FAKTOR LAIN
IV. KLASIFIKASI
Ada berbagai macam klasifikasi penyakit trofoblas gestasional :
a. Mola Hidatidosa
- Mola Invasif
- Koriokarsinoma
Secara sitogenetik MHP terjadi karena satu ovum yang normal dibuahi
oleh dua sperma. Hasil konsepsi meliputi 69 XXX, 69 XXY, atau 69 XYY.
MHP mempunyai satu haploid ibu dan dua haploid bapak, sehingga disebut
Diandro Triploid. Komposisi unsur ayah dan ibu yang tidak seimbang
menyebabkan pembentukan plasenta tidak wajar, yang merupakan gabungan
vili korialis yang normal dan yang mengalami degenerasi hidropik. Biasanya
kematian janin terjadi sangat dini.
Patologi
Gambaran Klinis
Ukuran uterus Kecil untuk masa kehamilan 50% besar untuk masa
kehamilan
Kadang ditemukan juga kehamilan kembar, antara janin dengan mola komplit.
Nieman (2006) melaporkan bahwa 5% terjadi kehamilan kembar janin dengan mola komplit.
Kemampuan janin untuk bertahan hidup tergantung dari pemuatan diagnosis dan penyulit dari
mola, misalnya pre-eklamsia atau perdarahan. Dari pengamatan Vejerslev (1991) terhadap
113 kasus kehamilan gemeli mola, 45% berkembang mencapai usia 28 minggu dan 70% di
antaranya bertahan hidup. Dibandingkan dengan mola parsial, wanita dengan kehamilan
gemeli mola memiliki resiko yang lebih besar menjadi keganasan, tapi tidak sebesar pada
kehamilan mola komplit.
1. Pendarahan
Pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan usia kehamilan adalah gejala
klasik dari mola hidatidosa komplit. Pembesaran ini disebabkan karena
perkembangan sel trofoblas yang berlangsung dengan sangat cepat. Uterus
mungkin sulit diidentifikasi secara pasti dengan palpasi, terutama pada wanita
nulipara karena konsistensi yang lunak di bawah dinding abdomen yang
3. Hiperemesis
Hiperemesis gravidarum adalah gejala yang wajar dan sering pada trimester
pertama kehamilan. Hal ini dipengaruhi oleh kadar hormon HCG yang
berlebihan.
4. Pre-eklamsia
5. Kista Lutein
Pada mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein, baik unilateral
maupun bilateral. Kista lutein ini terbentuk karena respon terhadap kadar
hormon HCG yang meningkat dan biasanya disertai dengan hydrops fetalis
dan hipertrofi palsenta (Niemann, 2006). Pasien biasanya megeluh adanya
nyeri pada pelvis karena pembesaran dari ovarium. Karena ada pembesaran
ovarium, otomatis ada resiko terjadinya torsi kita lutein, infark dan pendarahan
yang dapat mengakibatkan gejala akut abodmen. Dengan pemeriksaan klinis
insidensi kista lutein lebih kuran 10,2% (biasanya tidak teraba dengan palpasi
bimanual), tetapi bila menggunakan USG angka-nya meningkat sampai 50%.
6. Tirotoksikosis
Ada beberapa gejala pada mola hidatidosa parsial agak berbeda dengan mola
hidatidosa komplit, antara lain :
1) Pasien dengan mola parsial tidak memiliki gejala klinis seperti mola
hidatidosa komplit. Pasien tersebut biasanya datang dengan gejala dan tanda
seperti abortus inkomplet atau missed abortion, yaitu perdarahan per vaginam
dengan tidak ditemukannya aktivitas janyung janin.
VI. DIAGNOSIS
Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila pasien datang dengan amenorea,
perdarahan per vaginam, uterus yang lebih besar dari usia kehamilannya dan tidak
ditemukan tanda-tanda kehamilan pasti seperti ballotement dan detak jantung
janin. Untuk memperkuat diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan kadar Human
Chorionic Gonadotropin (hCG) dalam darah atau urin. Peninggian hCG >100,000
mIU/mL , terutama dari hari ke-100 sangat sugestif. Bila belum jelas dapat
dilakukan pemeriksaan USG, dimana kasus mola menunjukkan gambara yang
khas, yaitu berupa badai salju (snow flake pattern) atau gambaran seperti sarang
lebah (honey comb). Diagnosis yang paling tepat setelah kita melihat keluarnya
gelembung mola.
dengan eritrosit janin di dalamnya. Dapat ditemukan juga edema villi dan
proliferasi trofoblas seperti pada mola komplit.
VII. PENATALAKSANAAN
Pengelolaan mola hidatidosa dapat terdiri atas 4 tahap berikut ini :
Pada pasien dengan syok atau anemia dapat diberikan rehidrasi cairan dan
transfusi darah, penangan pre-eklamsia dan eklamsia sama dengan kehamilan
biasa, sedangkan untuk tirotoksikosis diobati dengan protokol dari penyakit
dalam.
A. Kuretase
B. Histerektomi
Histerektomi ini sangat jarang dilakukan pada kasus mola. Tindakan ini
dilakukan pada wanita yang telah cukup umur dan cukup mempunyai
anak. Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua dan
paritas tinggi merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya keganasan.
Batasan yang dipakai adalah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak
jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan
histopatologis sudah tampak ada tanda keganasan berupa mola invasif.
Karena kadar hCG serum juga meningkat pada kehamilan, agar tidak mengacaukan
pemeriksaan selama periode ini, pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu dengan
menggunakan kondom, diafragma atau pil. Pemberian kemoterapi tidak di indikasi
KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 2 FEBRUARI 2015 – 11 APRIL 2015[Type text] 19
[MOLA HIDATIDOSA] ELIATA 406147035
selama terjadi penurunan kadar hCG serum bertahap. Apabila ada peningkatan hCG
serum membentuk pleateu curve atau terjadi kelainan trofoblas yang persisten,
kemoterapi diberikan. Peningkatan signifikan proliferasi trofoblas yang ditandai
dengan peningkatan kadar hCG biasanya karena keganasan, kecuali wanita tersebut
hamil. Jika kadar hCG serum telah mencapai normal selama 3-4 minggu, pemeriksaan
ulangan dilakukan 6 bulan kemudian dan wanita tersebut diijinkan hamil kembali jika
hasilnya tetap normal.
VIII. PROGNOSIS
Risiko kematian penderita mola hidatidosa meningkat akibat perdarahan, perforasi
uterus, pre-eklamsia berat/ eklamsia, tirotoksikosis atau infeksi. Akan tetapi,
kematian akibat mola saat ini sudah jarang terjadi. Segera setelah jaringan mola
dikeluarkan, uterus akan mengecil, kadar B-hCG menurun dan akan mencapai
kadar normal sekitar 10-12 minggu pasca evakuasi. Sebagian besar penderita mola
akan kembali sehat setelah menjalani kuretase. Bila ingin kembali hamil,
umumnya kehamilan akan berjalan normal.
BAB III
KESIMPULAN
Banyak ditemukan pada wanita keturunan Asia. Faktor risiko terjadinya mola
yaitu usia ibu yang sangat muda (belasan tahun) dan usia 36 hingga 40 tahun memiliki
risiko 2 kali lipat. Wanita dengan usia lebih dari 40 tahun memiliki risiko 10 kali lebih
tinggi. Mola hidatidosa dibagi menjadi 2 yaitu mola hidatidosa kompliy yang tidak
ditandai dengan adanya janin dan mola hidatidosa parsial yang ditandai dengan
adanya janin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cuningham, F Gary. 2010. William’s Obstetric. 23th edition. USA: The McGraw-Hill;
Page: 257-261
2. Sarwono Prawirohardjo . 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; Hal: 488-490
3. Sarwono Prawirohardjo . 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; Hal: 262-264
4. Sarwono Prawirohardjo . 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; Hal: 488-490
5. Lisa E Moore, MD, FACOG, 2010. Hydatidiform Mole. Available from :
http://emedicine.medscape.com. Accested May 30, 2011.
6. Martaadisoebrata Djamhoer, 2012. Obstetri Patologi. Bagian Obstetri dan ginekologi.
FK UNPAD. Hal 12-19