KEGIATAN BELAJAR 3
KAIN SEBAGAI BAHAN UTAMA BUSANA
regerasi dari serat selulosa yang semakin canggih untuk menghasilkan serat-
serat baru.
Bahan tekstil / kain (fabric) ini selain dapat dibuat dari satu jenis serat
(fiber) saja misalnya dibuat dari kapas (cotton), rayon, polyester, nylon,
acrylic, wool, dan lain-lain, dapat juga dibuat dari campuran dua jenis serat
(fibers) atau lebih, misalnya T/C (campuran polyester cotton), T/R (campuran
polyester rayon), cotton-lycra, dan lain-lain.
Proses pembuatan kain ini dapat dilakukan dari sekumpulan serat yang
diberi pilinan atau antihan menjadi benang yang dalam kuantitas tertentu dapat
ditenun atau dirajut menjadi kain. Apabila serat berbentuk filamen dapat
langsung berfungsi sebagai benang, tetapi jika berbentuk stapel harus diproses
terlebih dahulu untuk menjadi benang yang dapat dilakukan dengan cara
pemintalan baik secara tradisional, konvensional maupun secara modern (Noor
Fitrihana & Widihastuti, 2011). Secara historis pembuatan kain telah dikenal
sejak dahulu dan teknologinya berkembang terus, mulai dari kain yang dibuat
dari kulit kayu atau kulit binatang sampai kemudian kain dibuat dengan cara
pertenunan, perajutan atau dikempa (non woven)
Karakteristik dan sifat serat juga sangat menentukan proses
pengolahannya baik dari sisi pemilihan peralatan, prosedur pengerjaan maupun
jenis zat-zat kimia yang digunakan. Selama proses pengolahan tekstil sifat-sifat
dasar serat tidak akan hilang. Proses pengolahan tekstil hanya ditujukan untuk
memperbaiki, meningkatkan, menambah dan mengoptimalkan sifat dasar serat
tersebut sehingga menjadi bahan tekstil berkualitas sesuai tujuan
pemakaiannya.
Kain tekstil dapat digolongkan dalam tiga golongan besar, yaitu: kain
yang dibuat dari benang kemudian ditenun menjadi kain tenun, dirajut menjadi
kain rajut dan kain yang dibuat langsung dari serat dengan sistem
kempa/pressing yang disebut kain non woven. Alur (flow) proses pembuatan
kain baik yang terbuat dari satu jenis serat maupun campuran serat sampai
menjadi produk akhir yang siap untuk dibuat busana, pada dasarnya adalah
sebagai berikut:
Kain tule dibuat dari sutera asli, sutera tiruan, wol atau nilon, dan pada
umumnya bukan dari bahan kapas. Produk tule seperti ini disebut sebagai
klambutule. Dalam pemeriksaan kain tule perlu diperhatikan pertama jenis
serat, kemudian jenis jeratan, dan motif tambahan kain.
4) Kain Jala:
Kain jala yaitu kain yang dibuat dengan cara mengikatkan benang satu sama
lainnya.
5) Kain berlapis:
Kain berlapis adalah kain yang diperoleh dengan menyatukan dua lembar
atau lebih dengan perekat atau pelapisan foam plastik atau sheet.
6) Kain bukan tenun/rajut (non woven fabric):
Kain tidak ditenun adalah kain yang dibuat dengan cara pengepresan
seratserat ke dalam bentuk lembaran dengan bantuan perekat atau plastik,
atau dapat juga dibuat dengan mengempa langsung seratnya, contohnya kain
kempa. Kain kempa adalah kain yang dibuat dari serat yang dikempa dengan
bahan tambahan perekat. Kain kempa pada umumnya sedikit tebal. Terdapat
juga yang dibuat dengan penambahan kain lapis atau penyatuan seratnya
menggunakan perekat, salah satu produknya disebut sebagai kain khusus
dengan penggunaan terbatas, seperti: (1) tas dan karpet; (2) upholstry atau
lenan rumah tangga; (3) tapestry atau bahan pelengkap rumah tangga seperti
keset dan lap pel.
Secara spesifik dapat dijelaskan bahwa proses pembuatan kain bukan tenun
(non woven fabric) yang berupa lembaran, bukan melalui proses pertenunan
atau perajutan tetapi melalui proses pembentukan web dan pengikatan
strukturnya. Web adalah lembaran lapisan serat yaitu suatu bahan berupa
lembaran yang terdiri dari sekelompok serat yang diperoleh melalui proses
carding, melt spinning, dan proses yang mirip dengan teknologi pembuatan
kertas. Pembuatan kain non woven ini juga bisa dengan cara fusing
(pelelehan sifat thermoplastic serat) dan bonding (pengikatan serat).
Plain Weave
silangan tiap lusi terhadap pakan, bisa dua atas satu bawah , dan
sebagainya, dan silangan-silangan pada lusi berikutnya meloncat 1, 2, atau
3 helai pakan, sehingga dengan cara begitu dihasilkan kain yang berefek lusi
atau pakan berupa garis diagonal. Atau bisa dikatakan, dalam proses
penyilangannya, apabila pada baris pertama penyilangan biasa maka pada
baris kedua benang pakannya loncat tiga benang dari baris awal pada
penyilangan pertama. Karena perbedan loncatan dengan baris sebelumnya,
maka akan nampak seperti garis yang menyilang ke kiri atau ke kanan
menyerupai garis diagonal. Anyaman ini relatif lebih rapat dari pada
anyaman polos, sehingga banyak dipakai untuk konstruksi kain yang lebih
tebal dan dengan jumlah benang yang lebih banyak sehingga kain yang
dihasilkan akan lebih kuat. Contoh kain dari jenis silang kepar (Twill) ini
adalah: jean, denim, gabardine, dan lain-lain.
3) Spandex, daya elastisitas kain bisa mencapai 4-7 kali dari panjang
normalnya dan kembali ke ukuran normal jika tarikan dihilangkan
4) Thermotron, fungsi kain yang mampu mengubah sinar UV dari matahari
menjadi panas, mengumpulkan dan mengatur panas dari tubuh sehingga
akan tetap terasa hangat dan bahan ini cocok untuk jaket.
2. Karakteristik kain tenun
Di pasaran, nama-nama kain tersebut tidak selalu berdasarkan asal jenis
seratnya saja, namun ada juga yang berdasarkan proses pembuatannya,
berdasarkan bentuknya, berdasarkan kegunaannya, berdasarkan anyamannya
dan berdasarkan merk dagang oleh pabriknya. Karakteristik bahan baku yang
akan digunakan untuk busana baik busana industri maupun busana
customemade perlu dipahami oleh seorang desainer. Hal ini bertujuan agar
mampu memilih dan menentukan bahan yang tepat sesuai dengan standar
kualitas dan spesifikasi yang diminta buyer ataupun pelanggan.
Adapun karakteristik kain tenun dibandingkan dengan jenis kain yang
lain adalah: (1) densitinya dari yang light (ringan, tidak padat) sampai kepada
yang heavy (berat, padat); (2) kestabilan dimensinya lebih baik dan kurang
elastis; 3) mulurnya kurang;; (4) Adanya persilangan benang pada arah lebar
dan panjangnya dengan membentuk anyaman tertentu; (5) Penggunaan untuk
berbagai jenis busana kasual maupun formal.
Pada tabel 8 ditunjukkan berbagai jenis penamaan kain yang ada di toko
tekstil, kain-kain tersebut umumnya adalah kain tenun dengan berbagai variasi
anyaman maupun proses penyempurnaan baik dari serat alam, serat sintetis,
serat semi sinteteis atau campuran dari beberapa jenis serat.
Kain Non woven adalah kain yang dibuat tidak melalaui proses
pertenunan dan perajutan namun langsung dari jajaran serat baik sejajar maupun
acak dengan ditambah zat pengikat membentuk web/lembaran yang fleksibel
sehingga dapat digunakan untuk produk tekstil. Kain Non woven dapat dibangun
dari serat terjerat, serat-serat tersebut terikat melalui metode mekanis, kimia atau
termal. Pembentukan web/lembaran kimia menggunakan aditif kimia atau
plastik yang mengubah sifat produk jadi. Zat aditif dapat menambah kekuatan,
elastisitas, mulur, fleksibilitas atau penyerapan dapat di warna sehingga
memeiliki karakteristik sebagai bahan tekstil. Secara umum, kombinasi serat,
aditif, dan proses yang tepat dapat menciptakan karakteristik kain sebagai
berikut
1. Daya dicuci
2. Kelembutan atau kekakuan
3. Hambatan terhadap serangga atau bakteri
4. Kekuatan dan peregangan
5. Padding atau bantalan
6. Ketahanan dan ketahanan abrasi
7. Tahan api atau tahan panas
8. Tahan terhadap jamur atau lumut
9. Menyerap atau tahan air
10. Permeabilitas
Bahan, bahan non woven ini umumnya digunakan untuk pakaian
pelindung seperti jacket, pakaian anti radiasi, anti panas, anti api, tenda, jas hujan
dan interlining.
Produksi kain non woven (kain tanpa anyaman) adalah proses pembuatan
kain tanpa melalui proses penyilangan benang. Proses pembuatan kaian ini
dilakukan dengan proses pengepresan dari seratserat dengan zatzat pengikat
1. Persiapan serat
2. Pembentukan/pengepresan lembaran
3. Pengikatan lembaran dengan serat
4. Pemrosesan akhir dan penggulungan
2) Lapisan Dalam (Interfacing), yaitu bahan pelapis yang lebih kokoh dari
lapisan bawah yang dipergunakan untuk menguatkan dan memelihara
bentuk pakaian. Bahan lapisan ini dapat dipergunakan pada seluruh bagian
dari pakaian, tetapi pada umumnya hanya dipergunakan pada bagian-
bagian tertentu saja seperti pada kerah, manset, saku dan lainnya.
Fungsi bahan interfacing:
- Memperbaiki bentuk pada busana seperti kerah, saku, garis leher
- Membuat kaku, licin, dan rata pada bagian-bagian busana
- Menstabilkan dan memberi bentuk tertentu pada bagian tertentu
seperti ujung dan detail pada busana
- Memperkuat dan mencegah bahan renggang
3) Lapisan Antara (Interlining), yaitu bahan pelapis lembut dan ringan
yang diletakkan diantara interfacing dan lining pada suatu pakaian untuk
memberikan rasa hangat selama dikenakan. Biasanya untuk lengan baju
dan bagian badan dari jaket atau mantel.
4) Bahan Pelapis (Lining) atau biasa disebut furing, yaitu bahan pelapis
yang memberikan penyelesaian yang rapi, rasa nyaman, kehangatan,
kehalusan terhadap kulit, biasanya disebut bahan pelapis terakhir
(furing) karena merupakan penyelesaian terakhir pada pembuatan
busana untuk menutupi bagian dalamnya. Fungsi lining adalah:
- Menutup bagian dalam konstruksi bagian dalam busana agar tampak
rapi
- Menahan bentuk dan jatuhnya busana
- Pengganti petty coat (rok dalam)
- Agar bahan tipis tidak tembus pandang
- Sebagai pelapis berbulu atau kasar seperti wol
- Untuk memberi rasa nyaman (sejuk, hangat) pada saat dikenakan -
Memudahkan pakaian untuk dipakai atau dilepas
Untuk suatu desain, semakin berstruktur dan berdetail maka semakin
besar pula kebutuhan akan lapisan bawah dan lapisan di dalamnya. Bobot
5. Pemilihan Interlining
Penentuan Jenis Kain FINISH GARMENT
(Material, ( Proses garment )
kkkkiii
construction dan INTERLINING
finishing dari kain) Apa yang menjadi
permintaan dari Jenis kain ( Woven
penampilan garment fabric, knitted fabric,
secara standard Non woven fabric )
Penentuan Jenis Performance dari Daya Rekat
Garment Jadi ( Formal konsumen :Nyaman berdasarkan Jenis dan
Casual, Sport, dress digunakan dan bentuk perekat
shirt, blouse. Dll ) mudah penanganan
Performance :
Fungsi dan bentuk, kekuatan daya rekat,
Tentukan komponen Kelenturan dan Daya tahan, daya jahit
yang akan di fuse ( penanganan dan bentuk akhir
front, collar, cuff ) setelah di fuse
PEMILIHAN JENIS
INTERLINING
FUSING TEST
FINISHING TEST/PRESS
ANALISA
Mengetahui perbedaan
penampilan, dan hand feel Menganalisa dan
mengukur penyebab
kemungkinan masalah
DURABILITY
Dimensi, warna dan bahan dari suatu bahan pelengkap juga harus sesuai
dengan bahan utama/kain yang digunakan untuk pembuatan busana. Bahan
pelengkap juga harus tidak menyulitkan dalam pemakaian dan perawatan
busana itu sendiri.
Terutama untuk pemilihan bahan pelapis jenis interlining, banyak hal
yang harus kita perhatikan, antara lain adalah jenis serat dan konstruksi kain
utamanya (bahan baku garmen). Interlining ini pada umumnya dipasang pada
seluruh jenis garment, misalnya: kemeja, blouses, rok, celana dan dress. Oleh
karena itu, pengetahuan dasar tentang jenis serat dan konstruksi kain utama
sangat menentukan dalam pemilihan jenis interlining yang akan digunakan.
Alasannya adalah bahwa jumlah dan konstruksi kain dari benang akan
mempengaruhi ketebalan dan kehalusan dari suatu jenis kain, dimana
pembagian jenis kain ini akan mempengaruhi pemilihan interlining yang tepat
dalam suatu produk garmen.
Interlining untuk kemeja pada dasarnya merupakan tenunan polos dan
hampir seluruhnya terdiri dari konstruksi cotton atau cotton/polyseter. Jenis
interlining untuk kemeja formal adalah woven interlining fuse, sedangkan untuk
kemeja non formal adalah soft interlining.
sebuah badan dunia yang mengatur label petunjuk perawatan sejak tahun 1975.
Negara-negara anggota GINETEX ini adalah Belgia, Perancis, Jerman, Inggris,
Belanda, Israel, Austria, Swiss, dan Spanyol. GINETEX ini bertujuan untuk:
- Memberi informasi kepada pelanggan mengenai pelabelan petunjuk
perawatan tekstil melalui sistem pelabelan petunjuk perawatan yang
seragam dan simpel, tanpa kata-kata
- Mewujudkan dan mendorong pelabelan petunjuk perawatan sukarela yang
bersifat internasional melalui simbol GINETEX yang seragam untuk
menghindari penggunaan sistem yang berbeda-beda
Sistem pelabelan petunjuk perawatan GINETEX berdasarkan pada
prinsipprinsip berikut ini:
- Simbol petunjuk perawatan harus berisi informasi mengenai jenis-jenis
perawatan yang diperbolehkan
- Simbol petunjuk perawatan harus digunakan secara utuh dan dalam urutan
yang telah ditetapkan
Lima simbol dasar yang digunakan dalam sistem pelabelan petunjuk perawatan
Internasional sesuai dengan aturan ini:
Gambar 20. Simbol Perawatan dalam Pencucian dengan Air Sistem Jepang
dapat melihat label petunjuk perawatan, informasi terkait juga harus ditulis
pada bagian samping pembungkusnya atau pada gantungan label
- Tidak lepas dan tulisan tidak hilang selama produk masih dapat digunakan
- Menyebutkan perawatan berkala yang perlu dilakukan pada produk untuk
penggunaan biasa
- Memperingatkan pelanggan mengenai hal-hal yang dapat merusak produk
garmen
Sejak bulan Desember 1996, sebuah sistem baru yang hanya menggunakan
simbol dan tanpa kata-kata digunakan di Amerika Serikat.
Cara penanganan yang tidak sesuai dengan care label bisa menyebabkan
kerusakan pada garment, seperti luntur, printing rusak, dll. Berikut contoh lain
dari care label yang biasa terdapat pada produk.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Latif Sulam. (2008). Teknik Pembuatan Benang dan Pembuatan Kain untuk
SMK. Jilid 1 . versi elektronik –BSE. Jakarta: Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan
Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional
Abdul Latif Sulam. (2008). Teknik Pembuatan Benang dan Pembuatan Kain untuk
SMK. Jilid 2 . versi elektronik –BSE. Jakarta: Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan
Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional
Ass Asmawati. (2008). Panduan Pembuatan Kemeja pada Industri Garmen
Modern. Materi Pelatihan Garmen.
Noerati, dkk. (2013). Teknologi Tekstil. Bahan Ajar Pendidikan dan Latihan Guru
(PLPG). Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Noor Fitrihana. ( 2011). Memilih Bahan Busana. KTSP. Klaten
Noor Fitrihana & Widihastuti (2014). Pengendalian Kualitas fashion. Yogyakarta:
Bahan Ajar PTBB FT UNY