Anda di halaman 1dari 49

KEGIATAN BELAJAR 3

KEGIATAN BELAJAR 3
KAIN SEBAGAI BAHAN UTAMA BUSANA

A. Pengertian Bahan Tekstil


Tekstil berasal dari bahasa latin, yaitu texere yang berarti menenun atau
tenunan. Namun secara umum tekstil diartikan sebagai sebuah barang/benda
yang bahan bakunya berasal dari serat (umumnya adalah kapas, poliester,
rayon) yang dipintal (spinning) menjadi benang dan kemudian dianyam/ditenun
(weaving) atau dirajut (knitting) menjadi kain yang setelah dilakukan
penyempurnaan (finishing) digunakan untuk bahan baku produk tekstil. Bahan
tekstil paling banyak digunakan untuk tujuan pembuatan busana/pakaian. Untuk
itu dalam materi ini akan difokuskan pada pembahasan kain sebagai bahan
busana.

B. Klasifikasi Bahan Tekstil


Seorang desainer harus memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang
klasifikasi bahan baku untuk produk busana, agar dapat memilih bahan baku
tersebut secara tepat. Oleh karena itu, dalam bab ini akan dibahas tentang
klasifikasi bahan baku tekstil yang dapat digunakan dalam produksi busana.
Bahan tekstil / kain (fabric) yang diperdagangkan beraneka ragam jenis
dan kualitasnya, dimensinya, dan ketebalannya. Bahan tekstil ini dapat berupa
kain tenun, kain rajut maupun kain non woven. Ada berbagai penamaan jenis
kain yang ada di pasaran yang didasarkan asal seratnya, jenis
anyamannya/kontruksinya ataupun hanya sekedar nama dagang dari
perusahaan pembuatnya. Penamaan ini seringkali membuat kerancuan istilah
anatra jenis bahan berdasarkan asal serat atau nama dagang di pasaran. Apalagi
dengan kemajuan teknologi saat ini banyak serat sintetis mampu dibuat
menyerupai karakteristik serat alam seperti sutera dan serat sintetis dibuat
memiliki kemampuan moisture managent sehingga nayamn dipakai juga

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 1
KEGIATAN BELAJAR 3

regerasi dari serat selulosa yang semakin canggih untuk menghasilkan serat-
serat baru.
Bahan tekstil / kain (fabric) ini selain dapat dibuat dari satu jenis serat
(fiber) saja misalnya dibuat dari kapas (cotton), rayon, polyester, nylon,
acrylic, wool, dan lain-lain, dapat juga dibuat dari campuran dua jenis serat
(fibers) atau lebih, misalnya T/C (campuran polyester cotton), T/R (campuran
polyester rayon), cotton-lycra, dan lain-lain.
Proses pembuatan kain ini dapat dilakukan dari sekumpulan serat yang
diberi pilinan atau antihan menjadi benang yang dalam kuantitas tertentu dapat
ditenun atau dirajut menjadi kain. Apabila serat berbentuk filamen dapat
langsung berfungsi sebagai benang, tetapi jika berbentuk stapel harus diproses
terlebih dahulu untuk menjadi benang yang dapat dilakukan dengan cara
pemintalan baik secara tradisional, konvensional maupun secara modern (Noor
Fitrihana & Widihastuti, 2011). Secara historis pembuatan kain telah dikenal
sejak dahulu dan teknologinya berkembang terus, mulai dari kain yang dibuat
dari kulit kayu atau kulit binatang sampai kemudian kain dibuat dengan cara
pertenunan, perajutan atau dikempa (non woven)
Karakteristik dan sifat serat juga sangat menentukan proses
pengolahannya baik dari sisi pemilihan peralatan, prosedur pengerjaan maupun
jenis zat-zat kimia yang digunakan. Selama proses pengolahan tekstil sifat-sifat
dasar serat tidak akan hilang. Proses pengolahan tekstil hanya ditujukan untuk
memperbaiki, meningkatkan, menambah dan mengoptimalkan sifat dasar serat
tersebut sehingga menjadi bahan tekstil berkualitas sesuai tujuan
pemakaiannya.
Kain tekstil dapat digolongkan dalam tiga golongan besar, yaitu: kain
yang dibuat dari benang kemudian ditenun menjadi kain tenun, dirajut menjadi
kain rajut dan kain yang dibuat langsung dari serat dengan sistem
kempa/pressing yang disebut kain non woven. Alur (flow) proses pembuatan
kain baik yang terbuat dari satu jenis serat maupun campuran serat sampai

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 2
KEGIATAN BELAJAR 3

menjadi produk akhir yang siap untuk dibuat busana, pada dasarnya adalah
sebagai berikut:

Gambar 5. Alur produksi serat menjadi produk busana


Sumber: Sunaryo, dkk (2008: 14)

Berdasarkan alur di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang disebut


dengan kain adalah sebuah benda yang tersusun atas komposisi 1 jenis
serat atau lebih dalam bentuk serat atau benang yang membentuk
lembaran fleksibel berdimensi lebar, panjang dan tebal melalui proses
tenun, rajut atau non woven sehingga dapat digunakan untuk membuat
berbagai produk tekstil utamanya pakaian, komponen industri dan
lainnya.
Terkait hal di atas, maka berikut akan dipaparkan berbagai jenis kain
berdasarkan klasifikasi jenis serat penyusun, pemakaian, anyaman, berat kain,
proses pembuatan, dan pewarnaan.
a. Jenis kain berdasarkan jenis serat, yaitu meliputi:
1) Kain Cotton, yaitu kain yang terbuat dari serat kapas
2) Kain Rayon, yaitu kain yang terbuat dari serat rayon
3) Kain TR, yaitu kain yang komposisinya terdiri dari tetoron dan rayon
4) Kain TC, yaitu kain yang komposisinya terdiri dari tetoron dan katun
5) Kain Wool, yaitu kain yang terbuat dari serat wool

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 3
KEGIATAN BELAJAR 3

6) Kain Sutera, yaitu kain yang terbuat dari serat sutera

b. Jenis kain berdasarkan pemakaian, yaitu terdiri dari:


1) Kain untuk pakaian/clothing
2) Kain untuk industri/industry
3) Kain untuk rumah tangga/house hold
4) Kain untuk keperluan militer/military
5) Kain untuk pekerjaan sipil (geotextile)
c. Jenis kain berdasarkan anyaman, yaitu meliputi:
1) Anyaman dasar: Kain polos, Kain twill/keper/drill, Kain sateen
2) Anyaman turunan
3) Anyaman motif/hias/fancy: Kain dobby, Kain leno, Kain jacquard,
Kain pile
d. Jenis kain berdasarkan berat, yaitu terdiri dari:
1) Kain berat (heavy)
2) Kain sedang (medium)
3) Kain ringan (light)
e. Jenis kain berdasarkan pembuatan, yaitu terdiri dari:
1) Kain tenun (woven fabric)
2) Kain rajut (knitted fabric)
3) Kain bukan tenun (non woven )
4) Kain kempa (felted Fabric)
f. Jenis kain berdasarkan pewarnaan, meliputi:
1) Kain celup (dyeing)
2) Kain cap (printing)
g. Jenis kain berdasarkan finishing penggunaan, meliputi:
1) Kain tahan air (water proof)
2) Kain tahan api (Fire Proof)
3) Kain anti jamur
4) Kain anti kusut (anti crease)
MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL
Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 4
KEGIATAN BELAJAR 3

5) Kain anti bau, dll


h. Berdarkan teknologinya
1) Kain tenun ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin)
2) Kain tenun ATM (Alat Tenun Mesin)
3) Kain rajut datar
4) Kain rajut bundar
5) Kain bordir
6) Kain Batik ( Tulis, Cap, Printing)
7) Kain Jumputan/ikat

Panjangnya proses dari serat menjadi kain memunculkan berbagai


penamaan kain di pasaran tidak hanya berdasar jenis serat. Secara umum
produksi kain sebagai bahan utama produk tekstil dilakukan dengan
diklasifikasikan 3 yaitu
1. Kain Tenun (Weaving)
2. Kain Rajur (Knitting)
3. Kan Non woven (Non Woven)
Selanjutnya, berikut akan diuraikan tentang berbagai jenis kain yang
dapat digunakan untuk berbagai keperluan.
1) Kain Tenun:
Kain tenun ini diperoleh dengan cara menenun/menyilangkan (weaving)
benang lusi (warp) yaitu benang yang sejajar dengan pinggir kain dan
benang pakan (weft, filling) yaitu benang yang tegak lurus terhadap pinggir
kain.
2) Kain Rajut (Knitted fabric):
Kain rajut adalah kain yang dibuat dengan cara membentuk jeratan dengan
alat yang terdiri dari jarum-jarum rajut (mesin rajut), atau jenis kain yang
diperoleh dengan cara merajut (knitting) sehelai benang atau lebih sehingga
terbentuk jeratan (loops).
3) Kain Tule:

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 5
KEGIATAN BELAJAR 3

Kain tule dibuat dari sutera asli, sutera tiruan, wol atau nilon, dan pada
umumnya bukan dari bahan kapas. Produk tule seperti ini disebut sebagai
klambutule. Dalam pemeriksaan kain tule perlu diperhatikan pertama jenis
serat, kemudian jenis jeratan, dan motif tambahan kain.
4) Kain Jala:
Kain jala yaitu kain yang dibuat dengan cara mengikatkan benang satu sama
lainnya.
5) Kain berlapis:
Kain berlapis adalah kain yang diperoleh dengan menyatukan dua lembar
atau lebih dengan perekat atau pelapisan foam plastik atau sheet.
6) Kain bukan tenun/rajut (non woven fabric):
Kain tidak ditenun adalah kain yang dibuat dengan cara pengepresan
seratserat ke dalam bentuk lembaran dengan bantuan perekat atau plastik,
atau dapat juga dibuat dengan mengempa langsung seratnya, contohnya kain
kempa. Kain kempa adalah kain yang dibuat dari serat yang dikempa dengan
bahan tambahan perekat. Kain kempa pada umumnya sedikit tebal. Terdapat
juga yang dibuat dengan penambahan kain lapis atau penyatuan seratnya
menggunakan perekat, salah satu produknya disebut sebagai kain khusus
dengan penggunaan terbatas, seperti: (1) tas dan karpet; (2) upholstry atau
lenan rumah tangga; (3) tapestry atau bahan pelengkap rumah tangga seperti
keset dan lap pel.
Secara spesifik dapat dijelaskan bahwa proses pembuatan kain bukan tenun
(non woven fabric) yang berupa lembaran, bukan melalui proses pertenunan
atau perajutan tetapi melalui proses pembentukan web dan pengikatan
strukturnya. Web adalah lembaran lapisan serat yaitu suatu bahan berupa
lembaran yang terdiri dari sekelompok serat yang diperoleh melalui proses
carding, melt spinning, dan proses yang mirip dengan teknologi pembuatan
kertas. Pembuatan kain non woven ini juga bisa dengan cara fusing
(pelelehan sifat thermoplastic serat) dan bonding (pengikatan serat).

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 6
KEGIATAN BELAJAR 3

C. Konstruksi Bahan Tekstil (Kain)


1. Konstruksi Kain Tenun:
Kain tenun ini diperoleh dengan cara menenun/menyilangkan (weaving)
benang lusi (warp) yaitu benang yang sejajar dengan pinggir kain dan benang
pakan (weft, filling) yaitu benang yang tegak lurus terhadap pinggir kain.
Berdasarkan konstruksi silang dasar tenun/anyaman yang menyusun kain tenun
tersebut, maka ada 3 macam jenis silang dasar tenunan, yaitu: (1)
anyaman/silang polos (plain weave); (2) Anyaman/silang kepar /keper (twill
weave); dan (3) Anyaman/silang satin (sateen weave).
(1) Anyaman/silang polos (plain weave):
Merupakan silang yang paling sederhana dan paling banyak dipakai orang.
Penyilangan antara benang lusi dan pakan bergantian. Anyaman ini paling
banyak silangannya dibandingkan dengan anyaman-anyaman lainnya. Oleh
karena itu relatif paling kokoh diantara silang lainnya. Hanya saja, pada kain
kemungkinan jumlah benang setiap incinya relatif lebih sedikit daripada
anyaman lain. Terlalu banyak benang akan menghasilkan kain yang kaku.

Plain Weave

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 7
KEGIATAN BELAJAR 3

(Pola Anyaman Polos/plain weave) (Kain tenun dengan anyaman polos)


Gambar 12. Konstruksi Kain Tenun dengan Silang Polos
Contoh kain-kain yang dibuat dengan struktur silang polos (plain) antara
lain:
- Kain mori (cambric), ada tiga macam yaitu: cambric biru, cambric prima,
dan cambric primisima.
- Kain voile, ada tiga macam yaitu: voile asli (full voile), voile (half voile),
dan voile tiruan (imitation voile). Voile asli (full voile) yang berasal dari
Zwitserland, Amerika, dan lain-lain negara. Voile asli ialah baik benang lusi
maupun pakan dibuat dari benang yang disering atau 2 benang yang dipintal.
Voile (half voile =setengah voile) hanya pakan atau lusi (lungsin)nya yang
disering. Voile tiruan (imitation voile), hanya rupanya saja sebagai voile tapi
benang pakan dan lusinya tidak disering sama sekali, hanya terdiri dari satu
benang yang dipintal kuat. Contohnya:
Shirting/sheeting, Poplin dan sebagainya.
(2) Anyaman/silang kepar /keper (twill weave):
Anyaman/silang kepar adalah anyaman yang diperoleh dengan melakukan

silangan tiap lusi terhadap pakan, bisa dua atas satu bawah , dan
sebagainya, dan silangan-silangan pada lusi berikutnya meloncat 1, 2, atau
3 helai pakan, sehingga dengan cara begitu dihasilkan kain yang berefek lusi
atau pakan berupa garis diagonal. Atau bisa dikatakan, dalam proses
penyilangannya, apabila pada baris pertama penyilangan biasa maka pada
baris kedua benang pakannya loncat tiga benang dari baris awal pada
penyilangan pertama. Karena perbedan loncatan dengan baris sebelumnya,
maka akan nampak seperti garis yang menyilang ke kiri atau ke kanan
menyerupai garis diagonal. Anyaman ini relatif lebih rapat dari pada
anyaman polos, sehingga banyak dipakai untuk konstruksi kain yang lebih
tebal dan dengan jumlah benang yang lebih banyak sehingga kain yang
dihasilkan akan lebih kuat. Contoh kain dari jenis silang kepar (Twill) ini
adalah: jean, denim, gabardine, dan lain-lain.

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 8
KEGIATAN BELAJAR 3

Gambar 13. Konstruksi Kain Tenun dengan Silang Kepar

(3) Anyaman/silang satin (sateen weave):


Anyaman ini mempunyai silangan-silangan yang paling sedikit dan cucukan
merata, sehingga anyaman ini menghasilkan kain yang permukaannya rata
dan berkilau. Ditinjau dari sudut jumlah silangannya, maka anyaman satin
tidak begitu kokoh. Contoh produk tekstil dari jenis silang satin antara lain:
satin, damast, dan lain-lain.

Gambar 14. Konstruksi Kain Tenun dengan Silang Satin Jenis


jenis kain tenun diantaranya adalah:
- Kain untuk bahan pakaian, yaitu kain yang pada pembuatannya
dipentingkan kenampakan dan kenyamanannya.
- Pita, yaitu kain tenun yang lebarnya kecil dibuat pada mesin tenun khusus.
- Kain mekanis, yaitu kain dengan anyaman sederhana dimana yang

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 9
KEGIATAN BELAJAR 3

diperlukan adalah kekuatan dan sifat-sifat mekaniknya, sedangkan


kenampakan (appearance) adalah nomor dua.
- Kain permadani, yaitu kain yang dibuat pada mesin tenun permadani.
- Kain rangkap, yaitu kain yang ditenun dengan menggunakan dua seri lusi
(atas bawah) dan satu seri pakan atau satu seri lusi dan dua seri pakan (atas
dan bawah) atau dua seri lusi dan dua seri pakan yang hasil kainnya tebal
dan berat. Kain rangkap ini dapat membentuk kain yang berupa pipa,
kantong, dan sebagainya. Diantaranya ada yang menggunakan
benangbenang pengisi supaya tebal, berat, dan kuat, misalnya untuk tali
ransel, ikat pinggang, dan sebagainya.
2. Konstruksi Kain Rajut (Knitted fabric):
Kain rajut adalah kain yang dibuat dengan cara membentuk jeratan dengan
alat yang terdiri dari jarum-jarum rajut (mesin rajut), atau jenis kain yang
diperoleh dengan cara merajut (knitting) sehelai benang atau lebih sehingga
terbentuk jeratan (loops). Dengan demikian, prinsip pembuatan kain rajut
adalah pembentukan jeratan benang secara berulang-ulang dengan bantuan
jarum rajut. Perajutan pada awalnya dikerjakan dengan batang pengait
benang dari kayu yang dikenal dengan cara pembuatan brein, kemudian
menggunakan batang besi berkait disebut hakpen yang dikenal dengan cara
merenda. Ada tiga macam kain rajut, yaitu: (1) Kain rajut pakan; (2) Kain
rajut lusi; dan (3) Kain rajut pakan atau lusi
(1) Kain rajut pakan, yaitu kain yang dibentuk dengan jeratan-jeratan dari
helai benang yang horizontal arahnya, dengan menggunakan mesin rajut
pakan (weft knit).

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 10
KEGIATAN BELAJAR 3

Gambar 15. Konstruksi Weft Knit


(2) Kain rajut lusi, yaitu kain yang dibentuk dengan jeratan-jeratan dari helai
benang yang vertikal, dengan menggunakan mesin rajut lusi (warp knit)

Gambar 16. Konstruksi Warp-knit


(3) Kain rajut lusi atau pakan, yaitu kain yang dibentuk dengan
jeratanjeratan dari benang yang vertikal, tetapi dimasukkan juga
benangbenang arah horizontal

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 11
KEGIATAN BELAJAR 3

D. Karakteristik Bahan Tekstil (Kain) 1. Karakteristik kain rajut untuk bahan


busana
Pada tabel 7 terdapat beberapa penamaan kain rajut sebagai bahan untuk
pakaian yang umunya digunakan untuk aktivitas gerak yang tinggi atau
olahraga (active/sport wear):
Tabel 7. Jenis dan Komposisi Kain Rajut untuk Busana

Karakteristik kain rajut (knitted fabric) dibandingkan dengan jenis kain


yang lain antara lain adalah: (1) densitinya dari yang light (single knit) sampai
yang heavy (double knit); (2) elastisitasnya tinggi; (3) mulur tinggi; dan (4)
digunakan pada garmen untuk sportware, underware juga outware.
Karakteristik dari beberapa kain rajut karena proses penyempurnaan dan sifat
khususnya antara lain misalnya:
1) Trimfit, tidak mudah kusut, memiliki stabilitas bentuk yang baik, tidak perlu
disetrika, lebih cepat kering dibanding bahan yang terbuat dari 100% cotton
2) Quick Dry, menyerap keringat dengan cepat dari permukaan kulit dan
kemudian difusikan keluar melalui serat kapas dan keluar melalui serat kain

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 12
KEGIATAN BELAJAR 3

3) Spandex, daya elastisitas kain bisa mencapai 4-7 kali dari panjang
normalnya dan kembali ke ukuran normal jika tarikan dihilangkan
4) Thermotron, fungsi kain yang mampu mengubah sinar UV dari matahari
menjadi panas, mengumpulkan dan mengatur panas dari tubuh sehingga
akan tetap terasa hangat dan bahan ini cocok untuk jaket.
2. Karakteristik kain tenun
Di pasaran, nama-nama kain tersebut tidak selalu berdasarkan asal jenis
seratnya saja, namun ada juga yang berdasarkan proses pembuatannya,
berdasarkan bentuknya, berdasarkan kegunaannya, berdasarkan anyamannya
dan berdasarkan merk dagang oleh pabriknya. Karakteristik bahan baku yang
akan digunakan untuk busana baik busana industri maupun busana
customemade perlu dipahami oleh seorang desainer. Hal ini bertujuan agar
mampu memilih dan menentukan bahan yang tepat sesuai dengan standar
kualitas dan spesifikasi yang diminta buyer ataupun pelanggan.
Adapun karakteristik kain tenun dibandingkan dengan jenis kain yang
lain adalah: (1) densitinya dari yang light (ringan, tidak padat) sampai kepada
yang heavy (berat, padat); (2) kestabilan dimensinya lebih baik dan kurang
elastis; 3) mulurnya kurang;; (4) Adanya persilangan benang pada arah lebar
dan panjangnya dengan membentuk anyaman tertentu; (5) Penggunaan untuk
berbagai jenis busana kasual maupun formal.
Pada tabel 8 ditunjukkan berbagai jenis penamaan kain yang ada di toko
tekstil, kain-kain tersebut umumnya adalah kain tenun dengan berbagai variasi
anyaman maupun proses penyempurnaan baik dari serat alam, serat sintetis,
serat semi sinteteis atau campuran dari beberapa jenis serat.

Tabel 8. Jenis Kain dan Penggunaannya


Jenis Kain/Nama Penggunaan

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 13
KEGIATAN BELAJAR 3

Asetat Untuk pakaian seharihari, seragam, lingerie, bahan pelapis


Akrilik Untuk pakaian formal
Brocade Untuk kebaya, busana pengantin
Chiffon Untuk gaun malam, blouse dan scarf
Crepe Untuk semua jenis pakaian
Umumnya untuk celana dan jacket namun dewasa ini
Denim banyak juga untuk kemeja
Drill Cocok untuk celana, seragam dan pakaian kerja
Untuk blazer, gaun, rok, jas dan mantel, jaket, dan
Flannel
kemeja.
Untuk jas laki laki dan perempuan, mantel, seragam, dan
Gabardine
kemeja pria.
Georgette Untuk pakaian pengantin, gaun ,sebagai bahan pelapis
Nylon Untuk pakaian dalam, kaos kaki , sweater
Organdy Untuk blus, pakaian resmi.
Organza Untuk gaun malam, underlining
Oxford Untuk kemeja pria. jaket, kemeja, rok, gaun, dan olahraga
Polyester Untuk semua jenis busana tergantung serat campurannya
Pongee Untuk gaun, blouse dan ajket
Rayon Untuk semua jenis pakaian
Satin Untuk gaun malam, bahan pelapis
Spandex Untuk pakaian olahraga, pakaian dalam
Taffeta Untuk gaun malam
Tulle Untuk gaun, kebaya, pakaian pengantin
Velvet Untuk gaun malam, pakaian dirumah, pakian pengantin
Voile Untuk gaun, blouse
Wool Untuk semua jenis pakaian
(Sumber: Noor Fitrihana & Widihastuti, 2011)

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 14
KEGIATAN BELAJAR 3

3. Karakteristik kain Non Woven

Kain Non woven adalah kain yang dibuat tidak melalaui proses
pertenunan dan perajutan namun langsung dari jajaran serat baik sejajar maupun
acak dengan ditambah zat pengikat membentuk web/lembaran yang fleksibel
sehingga dapat digunakan untuk produk tekstil. Kain Non woven dapat dibangun
dari serat terjerat, serat-serat tersebut terikat melalui metode mekanis, kimia atau
termal. Pembentukan web/lembaran kimia menggunakan aditif kimia atau
plastik yang mengubah sifat produk jadi. Zat aditif dapat menambah kekuatan,
elastisitas, mulur, fleksibilitas atau penyerapan dapat di warna sehingga
memeiliki karakteristik sebagai bahan tekstil. Secara umum, kombinasi serat,
aditif, dan proses yang tepat dapat menciptakan karakteristik kain sebagai
berikut

1. Daya dicuci
2. Kelembutan atau kekakuan
3. Hambatan terhadap serangga atau bakteri
4. Kekuatan dan peregangan
5. Padding atau bantalan
6. Ketahanan dan ketahanan abrasi
7. Tahan api atau tahan panas
8. Tahan terhadap jamur atau lumut
9. Menyerap atau tahan air
10. Permeabilitas
Bahan, bahan non woven ini umumnya digunakan untuk pakaian
pelindung seperti jacket, pakaian anti radiasi, anti panas, anti api, tenda, jas hujan
dan interlining.
Produksi kain non woven (kain tanpa anyaman) adalah proses pembuatan
kain tanpa melalui proses penyilangan benang. Proses pembuatan kaian ini
dilakukan dengan proses pengepresan dari seratserat dengan zatzat pengikat

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 15
KEGIATAN BELAJAR 3

sehingga memebentuk kain. Proses non woven umumya meliputi 4 tahapan


yaitu:

1. Persiapan serat
2. Pembentukan/pengepresan lembaran
3. Pengikatan lembaran dengan serat
4. Pemrosesan akhir dan penggulungan

Gambar.17 . Proses produksi Non Woven (http://www.okokchina.com)

Pada kegiatan belajar 1 tentang serat tekstil anda sudah mempelajari


karakteristik masing-masing serat. Asal serat sangat mempengaruhi
karakteristik kain. Namun banyak kain dibuat dengan mencampur berbagai
jenis serat untuk mendapatkan karakteristik yang optimal sehingga mampu
memberikan karakteristik kain yang unggul sesuai tujuan pemakaian untuk
pembuatan busana. Disamping dipengaruhi jenis serat karaktersitik kain juga
dipengaruhi oleh kontruksinya baik kontruksi tenunan, rajutan maupun non
woven.

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 16
KEGIATAN BELAJAR 3

Kontruksi kain tenun disusun atas nomer benang, jenis anyaman,


tetal/banyaknya benang lusi maupun pakan, dimensi kainya, dan mengkeret
benang setelah ditenun. Kontruksi kain rajut ditentukan nomer benangnya
,banyaknya benang, dimensin, mulurnya dan jenis rajutannnya. Sedangkan
kain non woven ditentukan jenis aditivenya, struktur web/lapisannya dan jenis
serat yang digunakan, dimensi, mulur dan elastisitasnya.
Proses penyempurnaan dalam pembuatan kain juga mampu memberikan
peningkatan/perbaikan sifat dari asal serat dan kontruksi kain serta sifat-sifat
tambahan untuk tujuan fungsi tertentu baik bersifat permanen maupun
sementara, estetika dan kenyamanan pakai. Proses penyempurnaan tekstil ini
pada umumnya terbagi menjadi 3 tahapan yaitu:
1) Proses Persiapan penyempurnaan (Pre Treatment)
Dalam proses persiapan penyempurnaan ini bahan tekstil yang
masih mentah (kain grey) diolah menjadi kain putih sehingga dapat
diproses lanjut celup, cap ataupun finishing agar memenuhi standar
kualitas yang diharapkan.
2) Proses Pencelupan dan Pencapan
Pada proses ini dilakukan proses pemberian warna dan motif pada
bahan tekstil sehingga bahan memiliki warna dan motif tertentu.

3) Proses Finishing (penyempurnaan khusus)


`Pada proses ini dilakukan pengolahan bahan tekstil agar memiliki
sifat-sifat khusus sehingga memenuhi syarat-syarat penggunaan
tertentu seperti anti kusut, anti air, anti susut, anti api, anti bakteri,
efek creep, efek kilap dan lainnyaa. Proses penyempurnaan dapat
dilakukan dengan proses mekanis (kalendering, dekatising,
penggarukan), thermal (heat setting) maupun kimiawi (anti bakteri,
cuci pakai, anti mengkeret, creep, kaku, tahan air, tahan api, anti
kotor dll)

Proses penyempurnaan kain sangat memengaruhi sifat-sifat kain. Proses


penyempurnaan tersebut ditujukan untuk meningkatkan dan merekayasa sifat dasar
serat agar sesuai dengan kebutuhan bahan dasar busana. . Jenis-jenis
penyempurnaan pada bahan tekstil dan perubahan sifat bahan dapat diperinci
sebagai berikut.

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 17
KEGIATAN BELAJAR 3

1) Raising atau napping, yaitu proses penyempurnaan yang digunakan


untuk mengubah bahan menjadi berbulu tipis atau tebal.
2) Sueding atau sanding, yaitu proses penyempurnaan yang digunakan
untuk mengubah bahan menjadi berbulu tipis.
3) Calendering, yaitu proses penyempurnaan yang digunakan untuk
mengubah bahan menjadi mengkilap dan bahan lebih pipih.
4) Decatizing, yaitu proses penyempurnaan yang digunakan untuk
mengubah bahan berpegangan lebih lembut dan halus.
5) Sanforizing, yaitu proses penyempurnaan yang digunakan untuk
mengubah bahan menjadi anti susut.
6) Anticrease, yaitu proses penyempurnaan yang digunakan untuk
mengubah bahan menjadi tahan kusut.
7) Water repellen, yaitu proses penyempurnaan yang digunakan untuk
mengubah bahan menjadi tahan air dan bahan terasa dingin.
8) Water resistant, yaitu proses penyempurnaan yang digunakan untuk
mengubah bahan menjadi tahan air dan bahan terasa panas.
9) Flame resistant, yaitu proses penyempurnaan yang digunakan untuk
mengubah bahan menjadi tahan api dan tidak meneruskan pembakaran.
10) Flame retardant, yaitu proses penyempurnaan yang digunakan untuk
mengubah bahan menjadi tahan api dan tidak dapat terbakar.
11) Soil release, yaitu proses penyempurnaan yang digunakan untuk
memudahkan penghilangan kotoran yang menempel di bahan.
12) Soil resistant, yaitu proses penyempurnaan yang digunakan untuk
mengubah bahan menjadi tidak mudah menyerap kotoran.
13) Antistatic, yaitu proses penyempurnaan yang digunakan untuk
meminimalkan listrik statis.
14) Microbi, yaitu proses penyempurnaan yang digunakan untuk mengubah
bahan menjadi antibakteri.

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 18
KEGIATAN BELAJAR 3

15) Burn out, yaitu proses penyempurnaan yang digunakan untuk


menghilangkan sebagian serat pada bahan sehingga membentuk motif
dan transparan.
16) Stone wash, yaitu proses penyempurnaan yang digunakan untuk
memudarkan warna dengan batu apung.
17) Bio wash, yaitu proses penyempurnaan yang digunakan untuk
memudarkan warna dengan enzim.
18) Bio polishing, yaitu proses penyempurnaan yang digunakan untuk
menghilangkan bulu lembut pada permukaan kain.
19) Bleach wash, yaitu proses penyempurnaan yang digunakan untuk
memberi efek pudar merata pada bahan.
20) Funky wash, yaitu proses penyempurnaan yang digunakan untuk
memberi efek pudar pada bagian tertentu.
(Noor Fitrihana, 2011)

Dalam membuat busana umumnya menggunakan bahan utama, bahan


`tambahan dan bahan pelengkap. Konstruksi busana akan membentuk
karakteristik busana/penampilan busana secara menyeluruh untuk
meningkatkan performa karakteristik busana dari aspek fungsi, estetika,
kenyamanan dan etika. Aspek fungsi berkaitan untuk tujuan pemakaian dan
siapa pemakaiannya. Aspek estetika berkaitan dengan keindahan busana saat
dilihat. Aspek kenyamanan terkait dengan kenyamanan dalam pemakaian.
Aspek etika terkait dengan norma dimana dan kapan pakaian tersebut
digunakan.

Pemilihan bahan tekstil yang tepat sangat mempengaruhi mutu dan


penampilan busana yang akan dihasilkan. Untuk itu pertimbangan pemilihan
bahan tekstil untuk busana agar menghasilkan karakteristik busana yang
diharapkan perlu mempertimbangkan:

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 19
KEGIATAN BELAJAR 3

1) Desain dan Kontruksi busana yang akan dibuat.


Pemilihan bahan mempertimbangkan aspek desain busana
dan kontruksinya untuk menciptakan nilai Fungsi, estetika,
kenyamanan dan etika. Konstruksi busana perlu
mempertimbangkan kebutuhan bahan utama, bahan
pelengkap/pelapis dan bahan tambahan dimana bahan-bahan
tersebut akan menyatu menghasilkan satu kontruksi busana yang
sesuai dengan desain. Pemilihan bahan terkait dengan desain dan
kontruksi ini diantaranya adalah kesesuaian terhadap jenis
busana, kesempatan pemakaian, siapa dan bagaimana
karkateristik pemakainya, keindahan penampilan busana saat
dipakai dan dilihat, kenyamanan busana saat dipakai dan etika
dimana pakaian itu akan dikenakan.
2) Jenis serat dan komposisinya
Pemilihan bahan mempertimbangkan Jenis serat dan
komposisi serat dalam kain untuk meningkatkan nilai fungsi,
estetika, kenyamanan pakai dan etika sesuai dengan karakteristik
serat penyusunnya.
3) Kontruksi kain
Pemilihan bahan mempertimbangkan kontruksi kain
(tenun, rajut, non woven dan lainnya) terkait dengan
meningkatkan nilai fungsi, estetika, kenyamanan pakai dan
etika.
4) Karakteristik kain dan sifat khusus hasil penyempurnaan
Pemilihan bahan mepertimbangkan karakteristik kain
seperti kelangsaian, tekstur, pegangan, warna, motif, sifat-sifat
khusus juga untuk meningkatkan nilai fungsi, estetika,
kenyamanan dan etika..

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 20
KEGIATAN BELAJAR 3

4. Pemilihan Bahan Pelapis (Underlying)


Bahan pelapis (underlying) adalah bahan yang ditambahkan pada
pembuatan busana berupa kain yang terletak dibawah atau dibelakang bahan
utama. Bahan pelapis berfungsi untuk membentuk, menopang kain, menjaga
tetap kuat dari gesekan, lipatan, tekanan dan tahan rendaman. Bahan pelapis
juga dapat digunakan untuk mempercantik penampilan bahan utama dan
menutupi bagian bagian tubuh tertentu yang tidak ingin nampak dari laur jika
bahan utama terlalu tipis dan trasparan. Juga untuk memberi rasa nyaman saat
pemakaian seperti memberi rasa sejuk, hangat dan menghindari rasa gatal.
Bahan pelapis dapat berupa kain tenun maupun kain non woven, Bahan
pelapis ini juga ada yang menggunakan perekat maupun tanpa perekat sesuai
fungsi dan penggunaannya. Perekatan umumnya menggunakan proses panas
dengan setrika atau alat press/fusing.
Dalam pembuatan busana bahan pelapis digolongkan menjadi 4 jenis
yaitu lapisan bawah (Underlining), lapisan dalam (Interfacing), lapisan antara
(Interlining) dan bahan pelapis (lining) yang biasa disebut furing (Lining).
Masing-masing mempunyai fungsi yang khusus mempengaruhi penampilan
sebuah pakaian/busana.

Jenis-jenis Bahan Pelapis:


1) Lapisan Bawah (Underlining), yaitu bahan pelapis yang terletak di bagian
bawah (bagian buruk) bahan utama pakaian (Garment fabric) biasa
disebut lapisan bawah atau lapisan pertama. Pada umumnya lapisan
bawah ini dimaksudkan untuk:
- Memperkuat bahan utama busana secara keseluruhan
- Memperkuat kelim & bagian-bagian busana
- Mencegah bahan tipis agar tidak tembus pandang
- Menjadikan sambungan bagian bagian busana atau kampuh tidak
kelihatan dari luar

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 21
KEGIATAN BELAJAR 3

2) Lapisan Dalam (Interfacing), yaitu bahan pelapis yang lebih kokoh dari
lapisan bawah yang dipergunakan untuk menguatkan dan memelihara
bentuk pakaian. Bahan lapisan ini dapat dipergunakan pada seluruh bagian
dari pakaian, tetapi pada umumnya hanya dipergunakan pada bagian-
bagian tertentu saja seperti pada kerah, manset, saku dan lainnya.
Fungsi bahan interfacing:
- Memperbaiki bentuk pada busana seperti kerah, saku, garis leher
- Membuat kaku, licin, dan rata pada bagian-bagian busana
- Menstabilkan dan memberi bentuk tertentu pada bagian tertentu
seperti ujung dan detail pada busana
- Memperkuat dan mencegah bahan renggang
3) Lapisan Antara (Interlining), yaitu bahan pelapis lembut dan ringan
yang diletakkan diantara interfacing dan lining pada suatu pakaian untuk
memberikan rasa hangat selama dikenakan. Biasanya untuk lengan baju
dan bagian badan dari jaket atau mantel.
4) Bahan Pelapis (Lining) atau biasa disebut furing, yaitu bahan pelapis
yang memberikan penyelesaian yang rapi, rasa nyaman, kehangatan,
kehalusan terhadap kulit, biasanya disebut bahan pelapis terakhir
(furing) karena merupakan penyelesaian terakhir pada pembuatan
busana untuk menutupi bagian dalamnya. Fungsi lining adalah:
- Menutup bagian dalam konstruksi bagian dalam busana agar tampak
rapi
- Menahan bentuk dan jatuhnya busana
- Pengganti petty coat (rok dalam)
- Agar bahan tipis tidak tembus pandang
- Sebagai pelapis berbulu atau kasar seperti wol
- Untuk memberi rasa nyaman (sejuk, hangat) pada saat dikenakan -
Memudahkan pakaian untuk dipakai atau dilepas
Untuk suatu desain, semakin berstruktur dan berdetail maka semakin
besar pula kebutuhan akan lapisan bawah dan lapisan di dalamnya. Bobot

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 22
KEGIATAN BELAJAR 3

bahan pakaian merupakan faktor lain yang harus diperhatikan, semakin


ringan bobot atau kelembutan dari suatu bahan utama pakaian, semakin
lebih membutuhkan bahan penyokong.
Tidak semua busana menggunakan keempat jenis bahan pelapis
secara bersama-sama contoh pada pembuatan kebaya cukup diperlukan
bahan interfacing untuk memberi bentuk dan lining untuk memberi rasa
nyaman saat dikenakan namun ada kalanya keempat jenis bahan pelapis
digunakan secara bersama-sama.

Gambar 16. Bahan Interlining Untuk Kerah

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 23
KEGIATAN BELAJAR 3

Gambar 17. Peletakan Bahan Pelapis dalam Kontruksi Busana

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 24
KEGIATAN BELAJAR 3

5. Pemilihan Interlining
Penentuan Jenis Kain FINISH GARMENT
(Material, ( Proses garment )
kkkkiii
construction dan INTERLINING
finishing dari kain) Apa yang menjadi
permintaan dari Jenis kain ( Woven
penampilan garment fabric, knitted fabric,
secara standard Non woven fabric )
Penentuan Jenis Performance dari Daya Rekat
Garment Jadi ( Formal konsumen :Nyaman berdasarkan Jenis dan
Casual, Sport, dress digunakan dan bentuk perekat
shirt, blouse. Dll ) mudah penanganan
Performance :
Fungsi dan bentuk, kekuatan daya rekat,
Tentukan komponen Kelenturan dan Daya tahan, daya jahit
yang akan di fuse ( penanganan dan bentuk akhir
front, collar, cuff ) setelah di fuse

PEMILIHAN JENIS
INTERLINING

FUSING TEST

Penentuan mesin fuse yang akan


digunakan, kondisi fusing, Bond
Strength, Perubahan : warna,
bentuk, ukuran dan hand feel

FINISHING TEST/PRESS
ANALISA
Mengetahui perbedaan
penampilan, dan hand feel Menganalisa dan
mengukur penyebab
kemungkinan masalah
DURABILITY

Setelah Pencucian atau dry


clean . cek perubahan warna,
dimensi, dan daya rekat

Gambar 18. Alur pemilihan


Mendapatkan kondisi mesin yang pasti untuk
Interlining (Aas, 2008)
jenis kain yang telah dipilih

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 25
KEGIATAN BELAJAR 3

Dimensi, warna dan bahan dari suatu bahan pelengkap juga harus sesuai
dengan bahan utama/kain yang digunakan untuk pembuatan busana. Bahan
pelengkap juga harus tidak menyulitkan dalam pemakaian dan perawatan
busana itu sendiri.
Terutama untuk pemilihan bahan pelapis jenis interlining, banyak hal
yang harus kita perhatikan, antara lain adalah jenis serat dan konstruksi kain
utamanya (bahan baku garmen). Interlining ini pada umumnya dipasang pada
seluruh jenis garment, misalnya: kemeja, blouses, rok, celana dan dress. Oleh
karena itu, pengetahuan dasar tentang jenis serat dan konstruksi kain utama
sangat menentukan dalam pemilihan jenis interlining yang akan digunakan.
Alasannya adalah bahwa jumlah dan konstruksi kain dari benang akan
mempengaruhi ketebalan dan kehalusan dari suatu jenis kain, dimana
pembagian jenis kain ini akan mempengaruhi pemilihan interlining yang tepat
dalam suatu produk garmen.
Interlining untuk kemeja pada dasarnya merupakan tenunan polos dan
hampir seluruhnya terdiri dari konstruksi cotton atau cotton/polyseter. Jenis
interlining untuk kemeja formal adalah woven interlining fuse, sedangkan untuk
kemeja non formal adalah soft interlining.

6. Pemeliharaan Bahan Tekstil dan Busana


Pemeliharaan tekstil sebagai bahan busana adalah proses merawat bahan
tekstil/busana untuk mempertahankan penampilannya seperti baru khususnya
kontruksi busana, warna, dimensi, kehalusan, kelangsaian dan kerapiannya.
Tujuan dilakukan pemeliharaan diantaranya adalah 1. Memelihara
performa/penampilan kontruksi busana seperti baru
2. Membersihkan bahan tekstil dari segala kotoran
3. Memelihara kualitas performa/penampilan kontruksi kain
4. Memelihara kualitas warna, motif, tekstur dan pegangan kain
5. Memelihara kenyamanan dan kesehatan pemakai

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 26
KEGIATAN BELAJAR 3

Informasi tentang bagaimana memelihara bahan tekstil ini diperlukan


untuk menentukan penggunaan dan cara pemeliharaan produk garmen (pakaian
jadi). Informasi ini biasanya dikemas dalam sebuah label yang dipasangkan
pada produk busana agar dapat membantu konsumen/pelanggan dalam merawat
dan memelihara produk busana tersebut sesuai dengan karakteristiknya. Label
Perawatan pada produk pakaian jadi dari industri garmen umumnya memuat
petunjuk
1. Pencucian basah (dengan air)
2. Pencucian kering
3. Penggunaan pemutih
4. Pengeringan
5. Penyeterikaan

Petunjuk perawatan adalah solusi sederhana untuk memecahkan


masalah yang lebih besar. Label petunjuk perawatan memberi panduan kepada
para pelanggan mengenai cara perawatan sebuah produk pakaian, serta cara
mencuci yang paling tepat untuk bahan kain, dekorasi benang dan teknik jahit
jenis tertentu. Mengikuti panduan pada label petunjuk perawatan akan memberi
jaminan bahwa tampak luar dan bentuk produk garmen tetap terjaga meski
dicuci berulang kali.
Dari sudut pandang produsen, kerusakan pada produk garmen akibat
cara pencucian yang tidak benar dapat menimbulkan keluhan pelanggan;
hilangnya pelanggan dan buruknya citra. Sedangkan label petunjuk perawatan
yang akurat dan ditulis dengan benar dapat mencegah hal ini terjadi. Dari
sudut pandang pelanggan, panduan perawatan yang akurat dan ditulis dengan
benar berfungsi sebagai panduan cara mencuci dan dapat mempengaruhi daya
jual sebuah produk.
Produk garmen yang perawatannya mudah lebih disukai daripada
produk garmen yang cara perawatannya sulit. Oleh karena itu perusahaan
/industri garmen harus memperhatikan tentang hal ini, dan biasanya bentuk
dan jenis label sudah ada dalam spesifikasi order sheet yang diminta oleh

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 27
KEGIATAN BELAJAR 3

buyer (pembeli/pelanggan/konsumen). Terkait hal ini maka penting sekali


mengetahui dan memahami tentang label petunjuk perawatan. Berikut
beberapa informasi yang perlu diketahui tentang label petunjuk perawatan,
yaitu:
- Negara tempat sebuah produk pakaian dijahit adalah negara asal yang
tertulis pada label petunjuk perawatan
- Label petunjuk perawatan harus terpasang secara permanen agar mudah
dilihat oleh para pelanggan pada saat membeli produk pakaian tersebut.
Pada umumnya, label ini terdapat di bagian samping atau bagian dalam
pakaian
- Produsen atau pengimpor yang bersangkutan dengan produk pakaian ini
bertanggungjawab atas informasi yang terdapat dalam petunjuk perawatan
- Sebuah produk pakaian mungkin diimpor tanpa label produk perawatan,
namun tetap harus diberi label petunjuk perawatan pada saat produk tersebut
dijual
Terdapat banyak sistem pelabelan petunjuk perawatan yang telah berevolusi
di seluruh dunia. Beberapa dari sistem ini telah ditetapkan sebagai peraturan
pemerintah, sedangkan lainnya ditetapkan sebagai standar internasional.
Namun tidak semuanya wajib untuk diikuti. Sistem Pelabelan Petunjuk
Perawatan. Terdapat lima sistem pelabelan petunjuk perawatan yang umumnya
digunakan pada label petunjuk perawatan. Kelima sistem ini adalah:
1) Sistem Pelabelan Petunjuk Perawatan Internasional
2) Sistem Pelabelan Petunjuk Perawatan Jepang
3) Sistem Pelabelan Petunjuk Perawatan Kanada
4) Sistem Pelabelan Petunjuk Perawatan Eropa
5) Sistem Pelabelan Petunjuk Perawatan Amerika

1) Sistem Pelabelan Petunjuk Perawatan Internasional


Sistem pelabelan petunjuk perawatan international ditangani oleh Asosiasi
Internasional untuk Pelabelan Petunjuk Perawatan Tekstil (GINETEX) yaitu

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 28
KEGIATAN BELAJAR 3

sebuah badan dunia yang mengatur label petunjuk perawatan sejak tahun 1975.
Negara-negara anggota GINETEX ini adalah Belgia, Perancis, Jerman, Inggris,
Belanda, Israel, Austria, Swiss, dan Spanyol. GINETEX ini bertujuan untuk:
- Memberi informasi kepada pelanggan mengenai pelabelan petunjuk
perawatan tekstil melalui sistem pelabelan petunjuk perawatan yang
seragam dan simpel, tanpa kata-kata
- Mewujudkan dan mendorong pelabelan petunjuk perawatan sukarela yang
bersifat internasional melalui simbol GINETEX yang seragam untuk
menghindari penggunaan sistem yang berbeda-beda
Sistem pelabelan petunjuk perawatan GINETEX berdasarkan pada
prinsipprinsip berikut ini:
- Simbol petunjuk perawatan harus berisi informasi mengenai jenis-jenis
perawatan yang diperbolehkan
- Simbol petunjuk perawatan harus digunakan secara utuh dan dalam urutan
yang telah ditetapkan

- Pelabelan petunjuk perawatan harus jelas, mudah dipahami, mudah


digunakan dan tidak terkait dengan bahasa apa pun
- Simbol petunjuk perawatan sebaiknya tidak menimbulkan berbagai
interpretasi yang keliru dari pelanggan
- Penempatan label pada posisi yang sama serta penggunaan simbol petunjuk
perawatan yang urut
- Sistem pelabelan petunjuk perawatan seragam yang menggunakan simbol
harus memperhatikan kebiasaan pelanggan tanpa menggunakan data-data
teknis yang sulit dipahami
- Alat-alat yang digunakan dalam proses perawatan tekstil harus dipastikan
dapat memberi hasil yang terbaik jika digunakan sesuai petunjuk
- Penyesuaian yang perlu dilakukan terkait dengan perkembangan teknis dan
ekonomi yang terus terjadi harus dilakukan sebaik-baiknya tanpa
menggunakan simbol atau tambahan baru pada sistem yang telah ada

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 29
KEGIATAN BELAJAR 3

Lima simbol dasar yang digunakan dalam sistem pelabelan petunjuk perawatan
Internasional sesuai dengan aturan ini:

Gambar 19. Lima Simbol Dasar dalam Sistem Pelabelan Perawatan


Catatan:
Simbol-simbol untuk Sistem Pelabelan Petunjuk Perawatan Internasional sama
dengan yang terdapat dalam Sistem Pelabelan Petunjuk Perawatan Eropa.
2) Sistem Pelabelan Petunjuk Perawatan Jepang
Sistem pelabelan petunjuk perawatan Jepang seperti sistem pelabelan petunjuk
perawatan lainnya memiliki simbol yang ditempatkan dalam urutan tertentu.
Label dirancang sesuai dengan ketentuan berikut ini:
- Simbol-simbol harus diurutkan dari kiri ke kanan sesuai urutan berikut ini:
1) Pencucian, 2) Pemutihan , 3) Penyetrikaan, 4) Pencucian Kering, 5)
Pemerasan & 6) Pengeringan
- Untuk produk berwarna yang biasanya tidak perlu diputihkan, simbol terkait
penggunaan pemutih berbahan dasar klorin dapat dihilangkan
- Untuk produk yang biasanya tidak perlu disetrika, simbol untuk
penyetrikaan dapat dihilangkan. (Kecuali 'tidak dapat disetrika')
- Untuk produk yang dapat dicuci dengan air, simbol pencucian kering dapat
dihilangkan. (Kecuali ‘tidak dapat dicuci kering’)
- Simbol-simbol tersebut sebaiknya berwarna hitam atau biru tua sedangkan
simbol-simbol larangan sebaiknya berwarna merah atau putih.

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 30
KEGIATAN BELAJAR 3

Gambar 20. Simbol Perawatan dalam Pencucian dengan Air Sistem Jepang

Gambar 21. Simbol Perawatan dalam Pemutihan Sistem Jepang

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 31
KEGIATAN BELAJAR 3

Gambar 22. Simbol Perawatan dalam Penyeterikaan Sistem Jepang

Gambar 23. Simbol Perawatan dalam Pencucian Kering Sistem Jepang

Gambar 24. Simbol Perawatan dalam Pemerasan Sistem Jepang

Gambar 25. Simbol Perawatan dalam Pengeringan Sistem Jepang

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 32
KEGIATAN BELAJAR 3

3) Sistem Pelabelan Petunjuk Perawatan Kanada


Berbeda dengan negara lain, hingga Juli 1973 pelabelan petunjuk perawatan
bukanlah sebuah kewajiban di Kanada. Namun sesudahnya sebuah sistem
pelabelan petunjuk perawatan baru pun diperkenalkan. Sistem simbol petunjuk
perawatan Kanada yang baru menggunakan warna hijau (dapat dilakukan),
kuning tua (hati-hati), dan merah (tidak dapat dilakukan) dengan lima simbol
yaitu gambar wash tub, segitiga pemutih, pengering kotak, setrika dan lingkaran
cuci kering. Pada tahun 2003 sistem Kanada diperbarui agar sesuai dengan
standar Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara/North American Free
Trade Agreement (NAFTA) dan (ISO) sehingga kode warna pun berhenti
digunakan.

4) Sistem Pelabelan Petunjuk Perawatan Eropa


Lembaga independen Uni Eropa terus melakukan peninjauan terhadap standar
label petunjuk perawatan yang ada melalui kerja sama dengan berbagai lembaga
internasional lainnya agar dapat menciptakan sistem yang seragam sesuai
dengan skema ISO. Simbol-simbol yang digunakan di Eropa adalah merek
dagang GENETEX dan dikenai biaya merek dagang yang dibayarkan pada
GENETEX, sebagai pemegang merek dagang jika produk garmen tersebut akan
dijual di negara-negara GENETEX.
Label petunjuk perawatan yang benar untuk negara-negara di Eropa harus
terdiri dari setidaknya empat atau kadang kala lima simbol dengan urutan
berikut ini: 1) Pencucian, 2) Pemutihan, 3) Penyetrikaan, 4) Pencucian Kering
& 5) Pengeringan.

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 33
KEGIATAN BELAJAR 3

Gambar 26. Simbol Perawatan dalam Pencucian Sistem Eropa

Gambar 27. Simbol Perawatan dalam Pemutihan Sistem Eropa

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 34
KEGIATAN BELAJAR 3

Gambar 28. Simbol Perawatan dalam Penyeterikaan Sistem Eropa

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 35
KEGIATAN BELAJAR 3

Gambar 29. Simbol Perawatan dalam Pencucian Kering Sistem Eropa

Gambar 30. Simbol Perawatan dalam Pengeringan Sistem Eropa 6) Sistem


Pelabelan Petunjuk Perawatan Amerika
Sesuai dengan aturan Label Petunjuk Perawatan Komisi Perdagangan Federal,
label petunjuk perawatan harus terdiri dari kata-kata maupun simbol-simbol.
Baik dalam kata-kata, simbol-simbol ataupun keduanya, petunjuk perawatan
harus ditulis dengan urutan sebagai berikut ini: a) Cuci mesin / cuci tangan /
cuci kering
b) Suhu pencucian (panas / hangat / dingin)
c) Program mesin cuci (halus / permanent press / putaran normal)
d) Petunjuk pemutihan (jangan gunakan pemutih / gunakan pemutih berbahan
dasar non-klorin / gunakan pemutih berbahan dasar klorin)
e) Cara pengeringan (dengan mesin pengering / jemur / hamparkan /
anginanginkan)
f) Penyetrikaan (jangan disetrika / setrika dengan suhu rendah / setrika dengan
suhu sedang / setrika dengan suhu panas)
g) Peringatan

Selain label petunjuk perawatan, produsen dan pengimpor juga harus


menyediakan label yang:
- Dipasang pada tempat yang mudah terlihat pada saat produk dijual. Jika
produk dibungkus, dipajang atau dilipat dan menyebabkan pelanggan tak

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 36
KEGIATAN BELAJAR 3

dapat melihat label petunjuk perawatan, informasi terkait juga harus ditulis
pada bagian samping pembungkusnya atau pada gantungan label
- Tidak lepas dan tulisan tidak hilang selama produk masih dapat digunakan
- Menyebutkan perawatan berkala yang perlu dilakukan pada produk untuk
penggunaan biasa
- Memperingatkan pelanggan mengenai hal-hal yang dapat merusak produk
garmen

Sejak bulan Desember 1996, sebuah sistem baru yang hanya menggunakan
simbol dan tanpa kata-kata digunakan di Amerika Serikat.

Simbol petunjuk perawatan yang telah direvisi ini dikembangkan oleh


American Society for Testing and Materials (ASTM) dengan penjelasan
seperti berikut ini

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 37
KEGIATAN BELAJAR 3

Gambar 31. Simbol Perawatan Sistem Amerika

Gambar 32. Simbol Perawatan Sistem Amerika

Kode Performa Kain

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 38
KEGIATAN BELAJAR 3

Gambar 33. Premiere Vision Kode Performa Kain

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 39
KEGIATAN BELAJAR 3

Gambar 34. Premiere Vision Kode Performa Kain


Premiere Vision Kode Performa diciptakan untuk menyoroti sifat atau mutu
tertentu dari sebuah kain, yang berisi kelebihan-kelebihan sebuah kain yang
mungkin terlihat atau tidak terlihat oleh pembeli. Premiere Vision ini telah
menciptakan 24 piktogram seperti dapat dilihat pada Gambar 33, Gambar 34,
Gambar 35, Gambar 36.

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 40
KEGIATAN BELAJAR 3

Gambar 35. Premiere Vision Kode Performa Kain

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 41
KEGIATAN BELAJAR 3

Gambar 36. Premiere Vision Kode Performa Kain

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 42
KEGIATAN BELAJAR 3

Gambar 37. Instruksi dalam Care Label

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 43
KEGIATAN BELAJAR 3

Gambar 38. Instruksi dalam Care Label

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 44
KEGIATAN BELAJAR 3

Gambar 39. Instruksi dalam Care Label

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 45
KEGIATAN BELAJAR 3

Gambar 40. Instruksi dalam Care Label

Cara penanganan yang tidak sesuai dengan care label bisa menyebabkan
kerusakan pada garment, seperti luntur, printing rusak, dll. Berikut contoh lain
dari care label yang biasa terdapat pada produk.

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 46
KEGIATAN BELAJAR 3

Gambar 41. Cara Membaca Label


Pada garment jadi sangatlah penting untuk memperhatikan proses penanganan
dan perawatan agar garment yang dibeli tidak rusak dan bertahan lama. Cara
penanganan dan perawatan ini dapat dilihat pada “care label/instruction” yang
tertulis di hang tag. Penanganan/ perawatan garment sangat ditentukan oleh
bahan yang digunakan.
Untuk perawatan pakaian yang kita miliki tentu tidak hanya cukup informasi
yang ada dalam Label ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan yaitu
1. Penggunaan sabun cuci dan zat-zat lainnya dalam proses perawatan
pakaian
2. Pencucian dan Penjemuran manual (Jika diperlukan)
3. Proses Pelipatan
4. Proses Penyimpanan
Langkah langkah umum perawatan bahan tekstil untuk busana
1. Perhatikan jenis serat, warna dan konstruki kainnya serta label
perawatan (jika ada)
2. Sortir /pilih bahan warna putih/muda dengan warna gelap, tingkat
dan jenis kotoran yang menempel dan kontruksi kainnya. Jika ada
perbedaan mencolok pisahkan untuk diproses tersendiri
3. Perendaman : beberapa jenis pakaian dengan tingkat luntur warana
yang buruk tdak perlu direndam terlebih dahulu/lama. Penambahan
zat zat pencucian perlu diperhatikan jumlah dan konsentrasinya
4. Pencucian: Proses pencucian sesuai dengan instruksi label
perawatan harus dengan cuci tanpa air (dry celan) atau pencucian
dengan air. Jika diperlukan dengan suhu tertentu dapat disesuaikan.
Jika diperlukan untuk pencucian dari noda noda tertentu juga perlu
diperhatikan penggunaan zat-zat penghilang noda dan prose
spencuciannya sehingga noda dapat hilang dan tanpa merusak
bahan itu sendiri dan bahan lainnya.

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 47
KEGIATAN BELAJAR 3

5. Pengeringan : Meliputi proses pemerasan dan penjemuran. Jika


proses penjemuran terkena matahari langsung perlu diperhatikan
lamanya penjemuran dan sisi dalam diupayakan yang kena Sinar
Matahari
6. Penyeterikaan : Yang paling utama adalah pengaturan panas
penyeterikaan harus memperhatikan jenis serat dan kontruksi bahan
serta petunjuk yang ada ada label
7. Pelipatan : Proses pelipatan sesuai dengan jenis produk busananya
8. Penyimpanan : Penyimpanan umumnya dalam lipatan (Fltat)
beberapa jenis pakaianhar us dengan digantung (hanging) .
Kelembapan dan kekeringan tempat penyimpanan juga perlu
diperhatikan.
Beberapa jenis busana khususnya busana pesta seperti Jas, kebaya, gaun dan
bahan tekstil dari tenun tradisional dan batik tulis memerlukan prosedur perawatan
dan penanganan khusus umumnya dilakukan secara manual maupun dengan
pencucian kering.
RANGKUMAN

1. Tekstil diartikan sebagai sebuah barang/benda yang bahan bakunya berasal


dari serat (umumnya adalah kapas, poliester, rayon) yang dipintal (spinning)
menjadi benang dan kemudian dianyam/ditenun (weaving) atau dirajut
(knitting) menjadi kain yang setelah dilakukan penyempurnaan (finishing)
digunakan untuk bahan baku produk tekstil.
2. Kain adalah sebuah benda yang tersusun atas komposisi 1 jenis serat atau
lebih dalam bentuk serat atau benang yang membentuk lembaran fleksibel
berdimensi lebar, panjang dan tebal melalui proses tenun, rajut atau non
woven sehingga dapat digunakan untuk membuat berbagai produk tekstil
utamanya pakaian, komponen industri dan lainnya.
3. Dalam mendesain/memproduksi busana perlu memperhatikan aspek fungsi,
keindahan, kenyamanan dan etika.
4. Pemilihan bahan tekstil didasarkan pada desain dan kontruksi busana,
kontruksi kain, efek hasil penyempurnaan, dan jenis serat.
5. Pemeliharaan tekstil sebagai bahan busana adalah proses merawat bahan
tekstil/busana untuk mempertahankan penampilannya seperti baru
khususnya kontruksi busana, warna, dimensi, kehalusan, kelangsaian dan

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 48
KEGIATAN BELAJAR 3

kerapiannya perawatan busana dilakukan melalui proses pencucian,


pengeringan, penyeterikaan, pelipatan serta penyimpanan.
6. Pemeliharaan bahan tekstil/busana secara umum dilakukan melalui proses
pencucian, pengeringan, penyeterikaan, pelipatan dan penyimpanan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Latif Sulam. (2008). Teknik Pembuatan Benang dan Pembuatan Kain untuk
SMK. Jilid 1 . versi elektronik –BSE. Jakarta: Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan
Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional
Abdul Latif Sulam. (2008). Teknik Pembuatan Benang dan Pembuatan Kain untuk
SMK. Jilid 2 . versi elektronik –BSE. Jakarta: Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan
Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional
Ass Asmawati. (2008). Panduan Pembuatan Kemeja pada Industri Garmen
Modern. Materi Pelatihan Garmen.
Noerati, dkk. (2013). Teknologi Tekstil. Bahan Ajar Pendidikan dan Latihan Guru
(PLPG). Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Noor Fitrihana. ( 2011). Memilih Bahan Busana. KTSP. Klaten
Noor Fitrihana & Widihastuti (2014). Pengendalian Kualitas fashion. Yogyakarta:
Bahan Ajar PTBB FT UNY

MODUL 1 PENGETAHUAN TEKSTIL


Dr. Widihastuti
Noor Fitrihana, M.Eng 49

Anda mungkin juga menyukai