UNTUK MASYARAKAT)
Tak terbilang dekade Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) menjadi media
pemerintah untuk melibatkan partisipasi masyarakat. Pelibatan masyarakat dalam pembangunan
sudah tentu mutlak adanya, disamping merangkul keikutsertaan masyarakat itu sendiri,
partisipasi yang diberikan secara tidak langsung memberi peningkatan kapasitas program yang
dijalankan, maupun bagi masyarakat itu sendiri
.Namun jauh panggang dari api, musrenbang nyatanya seringkali hanya menjadi “ritual”
tahunan, atau sekadar penggugur kewajiban. Keterlibatan masyarakat masih sangat kurang dan
terkadang didominasi wajah yang sama dari tahun ke tahun. Akibatnya, perencanaan
program tidak mendapat asupan gagasan variatif. Alih-alih program berjalan sukses, terkadang
program malah dirongrong sendiri masyarakat
Ada beberapa hal yang jadi keluhan masyarakat tentang pola musrenbang, seperti
desa/kelurahan tidak memiliki kuasa untuk menentukan program mana yang ingin dikerjakan
nantinya, dan banyaknya usulan sekadar memenuhi list program yang diajukan, tanpa ada
jaminan berapa jumlah program yang terakomodasi.
Data menunjukkan, dari semua usulan masyarakat setiap tahunnya, program yang terserap
dalam perencanaan dan penganggaran hanya sepersekian persen. Padahal, masyarakat yang
awalnya antusias ikut dalam proses musrembang menyangka sebagian besar programnya akan
direalisasikan. Kekecewaan ini berimplikasi pada menurunnya tingkat kehadiran dalam proses
tahun berikutnya. Lebih parah lagi keaktifan masyarakat pada kegiatan pembangunann lainnya
semakin menurun
Tidak terjaringnya program-program yang diajukan juga terjadi karena beberapa faktor, seperti
kesalahan postur anggaran, program yang bertentangan dengan norma hukum, atau tren dan
prioritas pembangunan daerah tidak sesuai dengan program, dan beberapa faktor lainnya
. Merangkum semua masalah di atas dalam sebuah kerangka program yang holistik dan
multisektor, didesainlah sebuah program perencanaan dan penganggaran yang lebih partisipatif,
adil dan merata. Desain program ini mengusahakan prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat
dalam musrenbang terserap dan terakomodisi. Model program ini memberi kepastian dan
jaminan program dan penganggaran yang diajukan dapat terealisasi nantinya.
MURENBANG DUSUN/LINGKUNGAN
Ada pendapat orang bijak yang mengatakan bahwa proses yang baik harus dimulai dengan awal
yang baik pula, pelaksanaan musrenbang dusun menjadi kunci dari seluruh pelaksanaan kegiatan
musrenbang yang kita harapkan dapat menjadi wadah bagi masyarakat untuk menyampaikan
aspirasi nya dan mengusulkan kegiatan pembangunan berdasarkan kebutuhan, bukan
berdasarkan keinginan.
Identifikasi Potensi dan Masalah Desa/kelurahan serta Analisis Kesesuaian Usulan dengan
Potensi Wilayah Desa berasal dari masing masing dusun atau lingkungan yang ada di wilayah
tiap tiap kelurahan atau desa. Peran kepala dusun atau kepala lingkungan menjadi begitu vital
karena melalui mereka, pelaksanaan kegiatan musrenbang dusun dapat dilaksanakan sesuai
dengan harapan. Akan tetapi seringkali, sebahagian besar diantara mereka menjadi tidak peduli
akibat berbagai keterbatasan, hambatan serta tantangan paradigma musrenbang yang seringkali
menjemukan.
Control yang ketat terhadap pelaksanaan kegiatan musrenbang di tingkat dusun, saat ini menjadi
hal yang begitu mendesak karena upaya perbaikan harus dimulai dari memperbaiki pondasi yang
selama ini begitu rapuh dan rentan akan proses yang sangat tradisional dan tidak terarah,
sehingga pada saat pelaksanaan musrenbang desa akan terlihat usulan usulan yang seadanya
dengan pertimbangan pertimbangan yang sangat dangkal.
MUSRENBANG DESA/KELURAHAN
Pelaksanaan Musrenbang Tahun 2013 diarahkan untuk menjadi wadah bagi partisipasi
masyarakat miskin dan pemberdayaan perempuan, sehingga hasil proses perencanaan yang
dilakukan dapat lebih berpihak kepada mereka. Meskipun selama ini pelaksanaan musrenbang
diwarnai dengan suasana dialogis yang sangat kental akan tetapi kondisi tersebut belum
bersahabat untuk mengakomodir bahkan memberikan kesempatan bagi masyarakat miskin
maupun kaum perempuan untuk menyampaikan uneg uneg, pendapat, saran atau keinginan
mereka untuk memperbaiki keterperukan ekonomi yang mereka alami, musrenbang masih
menjadi domain bagi para elit desa untuk menyampaikan proyek proyek yang sarat dengan
kepentingan.
Masalah selanjutnya adalah berkembangnya usulan masyarakat yang sangat tidak signifikan
dengan masalah masalah faktual yang terjadi di tengah tengah mereka, sehingga yang terjadi
adalah kecenderungan untuk mendahululukan usulan program kegiatan yang diinginkan untuk
selanjutnya dibuatkan masalah yang cocok atau sedikit berkaitan. Hal tersebut banyak ditemui di
desa/kelurahan yang tidak melaksanakan secara efektif musrenbang tingkat dusun/lingkungan.
Bahkan di desa musrenbang percontohan sekalipun ada kelompok masyarakat yang mengklaim
bahwa musrenbang dusun tidak berdasarkan kebutuhan masyarakat kemudian mengusulkan
kegiatan baru untuk yang terindikasi akan diback up oleh kepentingan politik. Hal tersebut tentu
akan melukai perasaan para pelaksana musrenbang tingkat dusun, sebab bagaimanapun kecilnya
lembaga tersebut, harus ada penghormatan atas apa yang dilakukan.
MUSRENBANG KECAMATAN
Musrenbang adalah forum publik perencanaan (program) yang diselenggarakan oleh lembaga
publik yaitu pemerintah desa/kelurahan, kecamatan, pemerintah kota/kabupaten bekerjasama
dengan warga dan para pemangku kepentingan. Penyelenggaraan musrenbang merupakan salah
satu tugas pemerintah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan.
Pembangunan tidak akan bergerak maju apabila salah satu saja dari tiga komponen tata
pemerintahan (pemerintah, masyarakat, swasta) tidak berperan atau berfungsi. Karena itu,
musrenbang juga merupakan forum pendidikan warga agar menjadi bagian aktif dari tata
pemerintahan dan pembangunan.
Pelaksanaan Musrenbang Kecamatan Tahun 2013 mengalami kemajuan yang sangat pesat,
diawali dari musrenbang kecamatan percontohan dengan pelaksanaan verifikasi lapangan
mengadopsi proses di PNPM serta pelaksanaan perangkingan yang telah tersusun secara
sistematis, mulai dari penjelasan renja SKPD, tanggapan delegasi desa/kelurahan masing-masing
bidang dan terakhir, pemberian skor sampai penentuan rangking yang disepakati dengan
memuaskan oleh seluruh delegasi desa/kelurahan.
Akan tetapi hal tersebut bukan berarti tanpa cela, karena ternyata masih ada kecamatan yang
dengan sengaja merubah usulan desa, yang pada kenyataannya jumlah nya sangat terbatas ( lima
usulan masing masing bidang). Dengan pertimbangan bahwa usulan tersebut tidak sesuai dengan
bahasa-bahasa pogram di kabupaten atau pertimbangan pertimbangan kepentingan kelompok
tertentu.
Selain itu muncul diskusi akan pentingnya Renja SKPD untuk diturunkan lebih awal untuk
disosialisasikan kepada masyarakat sehingga terjadi kesesuaian perencanaan antara top down dan
bottom up. Akan tetapi hal tersebut memunculkan kecurigaan bahwa usulan-usulan masyarakat
akan cenderung terpaku kepada program/kegiatan SKPD sehingga usulan tersebut tidak lagi
berdasarkan kebutuhan berdasarkan kondisi riil serta permasalahan faktual yang terjadi di tengah
tengah masyarakat.
FORUM SKPD
Sebagai wahana antar pihak-pihak yang langsung atau tidak langsung mendapatkan manfaat atau
dampak dari program dan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsi SKPD sebagai perwujudan
dari pendekatan partisipastif perencanaan pembangunan daerah, Forum SKPD tahun 2013 telah
menjadi ukuran yang sangat positif untuk plaksanaan tahun-tahun selanjutnya.
Tujuan pelaksanaan Forum SKPD sendiri yaitu untuk Menyelaraskan program dan kegiatan
SKPD dengan usulan program dan kegiatan hasil musrenbang di kecamatan; Mempertajam
indikator serta target program dan kegiatan SKPD sesuai dengan tugas dan fungsi SKPD;
Menyelaraskan program dan kegiatan antar SKPD dengan SKPD lainnya dalam rangka
optimalisasi pencapaian sasaran sesuai dengan kewenangan untuk sinergi pelaksanaan prioritas
pembangunan daerah; dan terakhir Menyesuaikan pendanaan program dan kegiatan prioritas
berdasarkan pagu indikatif untuk masing-masing SKPD .
Salah satu point penting dari pelaksanaan Forum SKPD adalah penyempurnaan rancangan
rencana kerja (renja) SKPD, dan tentunya hal tersebut menjadi sorotan dari para delegasi
kecamatan yang seringkali merasa kecewa dengan penjelasan kepala SKPD yang cenderung
tidak menguasai tugas pokoknya, target dalam RPJMD tahunan dan 5 tahunan atau bahkan
diwakili sehingga penjelasan yang bersifat kebijakan kebijakan yang mendasar tidak dapat
diputusakan pada saat Forum SKPD.
MUSRENBANG KABUPATEN.
Alhamdulillah, pada puncaknya pelaksanaan Musrenbang Kabupaten yang berlangsung pada hari
rabu tanggal 27 maret 2013 berjalan tertib dan lancar, meskipun masih jauh dari kesempurnaan
para delegasi kecamatan hanya mempertanyakan kekeliruan teknis yang dapat segera diperbaiki.
Kemudian pertanyaan, saran serta kritik yang diajukan juga sangat kondusif dalam membangun
tugas pokok serta pelaksanaan musrenbang kedepannya, terutama dari NGO atau LSM yang
masih mempertanyakan peran pemberdayaan anak dan perempuan dalam pelaksanaan kegiatan
SKPD.
Bupati Gumas Arton S Dohong mengatakan, salah satu arena proses pengambilan keputusan
secara partisipatif dalam kebijakan daerah adalah musrenbang kabupaten. Itu merupakan arena
strategis dalam merumuskan perencanaan pembangunan secara kolaboratif, dengan melibatkan
tiga pilar pemerintahan, yaitu pemerintah daerah (eksekutif dan legislatif), masyarakat, dan dunia
usaha.
”Musrenbang kabupaten ini dilaksanakan dalam rangka mengefektifkan dan mengoptimalkan
proses perencanaan dan pengendalian pembangunan daerah, terutama dalam rangka
meningkatkan konsistensi kebijakan, pencapaian tujuan dan sasaran program pembangunan
tahun 2018,” katanya, Rabu (15/3).
Menurut dia, forum musrenbang merupakan momen penting, karena akan memantapkan
persiapan penyusunan rencana pembangunan, dengan menghasilkan arah dan kebijakan umum
berupa RKPD Gumas. Dalam pelaksanaannya, pejabat pemerintah dan kalangan masyarakat
secara dialogis dan setara membahas dokumen rancangan awal RKPD untuk menyepakati hal
penting bagi kemajuan daerah.
”Kami harapkan forum ini dapat membawa manfaat yang optimal bagi peningkatan
pembangunan daerah dan hasilnya dapat diukur tingkat keberpihakannya terhadap kepentingan
masyarakat,” ujarnya.
Dia meminta satuan organisasi perangkat daerah (OPD) teknis yang terkait dengan kegiatan
prioritas dan pelayanan publik, agar memetakan program dan kegiatannya berdasarkan potensi
dan kondisi wilayah kecamatan, serta melakukan evaluasi program dan kegiatan yang sudah
dijalankan.
”Kita ingin pelaksanaan musrenbang desa/kelurahan untuk tahun depan, lebih dimatangkan lagi
mengingat perencanaan dari bawah berawal dari musrenbang
RPJMD menurut Permendagri 86 Tahun 2017
Meskipun terdapat komitmen yang tinggi dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
peranan, fungsi dan jurisdiksi organisasi masyarakat sipil dalam proses perencanaan dan
penganggaran belum didefinisikan secara jelas. Keadaan ini membatasi efektifitas keterlibatan
masyarakat dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah.
Sejak diterapkannya proses desentralisasi pada tahun 1999, Pemerintah Pusat telah melakukan
usaha-usaha, melalui serangkaian regulasi dan berbagai tindakan, untuk mendorong penerapan
pendekatan partisipasi dalam perencanaan pembangunan daerah, serta membuka ruang bagi
keterlibatan masyarakat dalam proses pengelolaan kepemerintahan daerah. Pemerintah Daerah
mendukung usaha-usaha di atas dengan melaksanakan praktek-praktek perencanaan partisipatif.
Meskipun memang perencanaan partisipatif ini lebih bagus dalam tataran peraturan tapi tidak
dalam pelaksanaan.
Keberadaan unsur masyarakat dalam musrenbang sendiri seringkali tidak terwakili dengan baik,
sehingga hasil keputusan musrenbang seringkali tidak benar-benar menfasilitasi kepentingan
masyarakat. Untuk itulah kiranya perlu dilakukan sebuah riset sebelum musrenbang
dilaksanakan.
Musrenbang adalah forum multi-pihak terbuka yang secara bersama mengindentifikasi dan
menentukan prioritas kebijakan pembangunan masyarakat. Kegiatan ini berfungsi sebagai
proses negosiasi, rekonsiliasi, dan harmonisasi perbedaan antara pemerintah dan pemangku
kepentingan non pemerintah, sekaligus mencapai konsensus bersama mengenai prioritas
kegiatan pembangunan berikut anggarannya.
Pada tingkat masyarakat (desa), Musrenbang bertujuan untuk mencapai kesepakatan tentang
prioritas program SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang akan dibiayai dari APBD
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) dan Alokasi Dana Desa (ADD), serta memilih
wakil-wakil dari pemerintah dan masyarakat yang akan mengikuti Musrenbang tingkat
kecamatan. Pada tingkat kecamatan, peran dan fungsi Musrenbang ialah untuk mencapai
konsensus dan kesepakatan mengenai [2]:
1. Prioritas program dan kegiatan SKPD untuk dibahas dalam Forum SKPD;
2. Penentuan perwakilan dari kecamatan yang akan menghadiri Musrenbang kabupaten.
Selain itu pada tingkat kecamatan dan kabupaten/kota terdapat pula kegiatan serupa yang disebut
Forum SKPD, yang membahas sektor-sektor spesifik seperti kesehatan dan pendidikan.
Kegiatan ini memungkinkan setiap SKPD memadukan program-program mereka dengan
perspektif dan prioritas masyarakat. Hasil dari Musrenbang kecamatan menjadi bahan diskusi
pada Forum SKPD, dan hasilnya kemudian dibawa ke Musrenbang kabupaten/kota untuk
dibahas lebih lanjut.
Musrenbang pada dasarnya, adalah perencanaan yang bersifat Botton Up Planning, karena
perencanaan dari bawah tentunya masyarakat adalah subjek (bukan Objek) Pembangunan.
Sementara perencanaan program SKPD pada dasarnya bersifat Top Down Planning melalui
kebijakan yang dibuat sendiri oleh SKPD. Disini SKPD adalah subjek pemberi pelayanan
kemasyarakatan. Musrenbang berada diantara Kebutuhan, Keinginan dan Proses Perencanaan
Program SKPD. Merujuk dari analisis kebutuhan dan keinginan serta pendapat berbagai pakar
pembangunan kabupaten, yang menjelaskan bahwa Pembangunan di suatu kabupaten dalam
konsep desentralisasi akan berhasil jika memperhatikan atau berada dalam sistem dan subsistem
Pemerintahan Lokal, Masyarakat dan Keluarga Setempat serta Dunia Usaha (Wiraswasta) Lokal.
Masing-masing mempunyai unsur yang sama yaitu Sumber Daya Manusia (SDM), Cara Bekerja,
dan Nilai-nilai dalam beraktifitas.
– Undang-Undang 25/2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; melembagakan Musrenbang di semua
peringkat pemerintahan dan perencanaan jangka panjang, jangka menengah dan tahunan.
Menekankan tentang perlunya sinkronisasi
lima pendekatan perencanaan yaitu pendekatan politik, partisipatif, teknokratis, bottom-up
dan top down dalam perencanaan pembangunan daerah.
– Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional dan Menteri
Dalam Negeri (Mendagri) Tahun 2006 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Musrenbang;
mengatur titik masuk (entry point) partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan
penganggaran daerah. Surat edaran bersama ini juga mempedomani tata cara, capaian, prosedur,
proses, dan mekanisme penyelenggaraan Musrenbang dan forum multistakeholder SKPD.
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa Pemerintah Indonesia telah menciptakan kerangka
bagi Musrenbang untuk dapat mensinkronisasikan perencanaan ‘bottom-up’ dengan
‘top down’ dan merekonsiliasikan berbagai
kepentingan dan kebutuhan pemerintah daerah dan non pemerintah daerah dalam per
encanaan pembangunan daerah.
Regulasi lain yang memungkinkan masyarakat untuk dapat lebih memantau dampak pengeluaran
pemerintah daerah, seperti pengeluaran untuk mengatasi kemiskinan dan penguatan peran
perempuan,adalah sebagai berikut[5]:
– Peraturan Pemerintah No. 72/2005 tentang Desa; mengatur tentang sumber dana untuk
desa, termasuk Alokasi Dana Desa (ADD) yang besarnya minimal 10 persen dari bagian dana
perimbangan keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh kabupaten/kota dan diberikan ke
desa secara proporsional. Peraturan ini memberikan peluang bagi pendalaman demokratisasi
proses perencanaan pembangunan desa;
– Surat Edaran Mendagri 2005 tentang Pedoman PenerapanAlokasi Dana Desa memberi
pedoman tentang pengaturan besaran ADD, prinsip-prinsip pengelolaan ADD terutama
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ADD, institusi pengelola, sistem, prosedur dan
mekanisme penyaluran dan penggunaan, pelaporan dan pengawasan ADD.
Permasalahan yang terjadi hari ini, Musrenbang cenderung tidak efektif, hasil yang didapat dari
musrenbang-pun akhirnya hanya menjadi hasil yang diinginkan oleh pihak pemerintah yang
kadangkala bukanlah hal-hal substantif seperti yang dibutuhkan masyarakat. Untuk mengurangi
itu semua, sehingga nantinya diharapkan agar tercipta musrenbang yang efektif dan hasilnya
berpihak pada masyarakat, maka penulis pikir perlu diadakan sebuah riset pendahuluan sebelum
musrenbang ini dilaksanakan.
Adapun metode riset yang penulis tawarkan adalah dengan menggunakan metode survey tingkat
kepuasan masyarakat terhadap pemerintahan dan segala aspek yang ada dalam lingkungan
sebuah daerah tertentu. Selain itu, juga dihitung kembali bagaimana tingkat kesejahteraan daerah
tersebut, apakah mengalami kenaikan, stagnan, atau malah terjadi penurunan.
Setelah itu, dari hasil survey, disusunlah daftar kebutuhan masyarakat. Daftar kebutuhan ini
kemudian dibedakan antara daftar kebutuhan yang sifatnya mendesak, agak mendesak, dan tidak
terlalu mendesak. Hal ini penting dilakukan agar segera diketahui mana saja program yang
nantinya dilaksanakan secepatnya, atau mana yang masih bisa menunggu, sehingga pemerintah
bisa mengatur prioritas dalam pembangunan daerah.
Dengan demikian, dengan membawa daftar masalah dan kebutuhan masyarakat, keberadaan
musrenbang akan dapat lebih efektif, dan sesuai dengan harapan masayrakat.
Selain itu, dalam upaya untuk melakukan Perspektif Peningkatan Kualitas Musrenbang secara
umum, penguatan Musrenbang paling tidak memerlukan dua aspek [6]:
1. Penerapan prinsip inklusif dan broad base participation di semua tahapan dan peringkat proses
pengambilan keputusan yang meliputi konsultasi pada peringkat kebijakan, perencanaan,
alokasi sumber daya, implementasi, pemantauan, dan evaluasi;
2. Ketersediaan dan kelengkapan analisis teknis, termasuk sinkronisasi prioritas pembangunan
daerah antarsektor dan tingkat pemerintahan (nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan,
dan desa) disertai dengan forum pembahasan yang partisipatif untuk memastikan bahwa
program dan kegiatan efektif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat
Untuk itu, sebelum melakukan musrenbang ada baiknya penyusunan materi muatan musrenbang
maupun dalam pelaksanaan musrenbang terlebih dahulu melihat beberapa hal dibawah ini[7] :
A. Regulasi Nasional
Surat Edaran Bersama tentang Musrenbang yang diterbitkan setiap tahun oleh Menteri Dalam
Negeri dan Menteri Negara/Kepala BAPPENAS perlu diganti dengan regulasi
yang lebih permanen untuk menjamin kepastian dan keberlanjutan. Ini akan membantu
mengatasi ketidakseragaman komitmen dari pimpinan pemerintahan di sejumlah
daerah terhadap perwujudan penyelenggaraan pemerintahan yang partisipatif dan yang
bersikap menunggu diterbitkannya regulasi untuk melakukan tindakan yang lebih nyata.
1. Regulasi Daerah
Berdasarkan regulasi nasional tersebut di atas, pemerintah daerah hendaknya membuat peraturan
daerah tentang Musrenbang yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Hal ini untuk
memastikan dan menguatkan komitmen dari manajemen puncak di daerah, DPRD, dan
organisasi masyarakat sipil untuk mengimplementasikan perencanaan partisipatif. Apabila
dirancang dengan baik, maka regulasi ini akan mampu meningkatkan pemantauan dan
pengawasan organisasi masyarakat sipil terhadap anggaran publik dan memperbaiki transparansi
anggaran serta meningkatkan keterpaduan antara perencanaan dan penganggaran.
Peraturan daerah yang dibuat, antara lain perlu mengakomodasikan hal-hal berikut:
1. Kualitas Musrenbang
Kualitas Musrenbang perlu diperbaiki guna mencapai suatu standar konsultasi publik yang baik
dalam perencanaan partisipatif. Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Meningkatkan kualitas fasilitator, antara lain melalui bantuan teknis dan pelatihan fasilitator;
2. Memastikan representasi perempuan dan kelompok marjinal sebagai stakeholder;
3. Meningkatkan keterkaitan dengan forum konsultasi multi stakeholder SKPD;
4. Meningkatkan kualitas dan kekinian informasi yang disediakan bagi peserta, termasuk informasi
tentang perkiraan anggaran;
5. Mendokumentasikan secara baik kesepakatan yang dicapai dalam Musrenbang;
6. pengembangan instrumen yang lebih baik untuk memandu perumusan kebutuhan dan aspirasi
stakeholder dan meningkatkan realisasi usulan;
7. Memperbaiki koordinasi waktu dan logistik Musrenbang;
8. Menciptakan mekanisme untuk meningkatkan akuntabilitas Musrenbang seperti pengembangan
indikator untuk memantau kinerja proses pasca Musrenbang; seperti persentase usulan
Musrenbang yang direalisasikan dalam APBD (terutama yang berkaitan dengan usulan perbaikan
atau pengembangan pelayanan dasar untuk masyarakat miskin)
Peranan dan tanggung jawab organisasi masyarakat sipil dalam Musrenbang perlu diperjelas.
Kemungkinan peranan dan fungsi OMS:
1. Pengembangan koalisi strategis dan jaringan yang efektif untuk mempengaruhi pengambilan
keputusan dalam proses perencanaan dan penganggaran di daerah untuk menerapkan
penganggaran partisipatif;
2. Menjadi fasilitator Musrenbang;
3. memberikan advokasi, pelatihan, pendampingan, penelitian, dan analisis anggaran;
4. Menyediakan dan meningkatkan akses masyarakat pada informasi perencanaan dan
penganggaran agar mereka lebih peduli dan aktif berkontribusi dalam prosesnya;
5. Menciptakan forum publik untuk mendorong pembahasan APBD sebelum APBD disetujui dan
disahkan;
6. Melakukan kampanye untuk mendorong transparansi anggaran;
7. Memantau dan mengevaluasi anggaran dan kinerja pelayanan publik;
8. Membantu DPRD untuk melakukan tinjauan (review) dan penilaian terhadap dampak anggaran
yang diusulkan pemerintah daerah, terutama dampak anggaran bagi usaha pengentasan
kemiskinan dan penerapan standar pelayanan minimal;
9. Bekerjasama dengan media untuk memastikan tujuan-tujuan perencanaan dan penganggaran
partisipatif, proses, dan hasil-hasilnya dipublikasikan lebih baik.
Peranan dan Fungsi DPRD
Terdapat kebutuhan untuk menguatkan keterlibatan DPRD dalam Musrenbang khususnya dan
semua tahapan proses perencanaan pada umumnya. Di samping itu, jadwal waktu reses DPRD
perlu disinkronisasikan dengan jadwal waktu Musrenbang dan kalendar perencanaan dan
penganggaran daerah. Dengan demikian DPRD dapat berkontribusi aktif dan efektif dalam
Musrenbang pada saat kegiatan tersebut dilaksanakan.
Peranan dan fungsi DPRD perlu diperkuat dalam hal-hal sebagai berikut:
1. Keterlibatan aktif dari komisi, komite DPRD yang relevan dalam diskusi, peninjauan, dan evaluasi
usulan masyarakat dalam Musrenbang;
2. Pemahaman terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat disuarakan dalam Musrenba
ng dan memberikan masukan atas prioritas program berdasarkan prioritas masayarakat;
3. Memastikan terdapatnya konsistensi dan keseimbangan antara program dan anggaran tahunan
daerah dengan prioritas nasional dan provinsi dan antara prioritas sektoral dengan alokasi
anggaran;
4. Memastikan bahwa Musrenbang menerapkan standar konsultasi publik yang sesuai;
5. mencermati kebutuhan pengembangan regulasi untuk dimasukkan dalam program Renja DPRD
mendukung program dan kegiatan yang diprioritaskan di Musrenbang.
Keberhasilan penerapan metode ini sangat bergantung kepada peran masing-masing pihak, jika
semuanya berjalan dengan semestinya, maka yang dihasilkan dalam musrenbang inipun juga
akan menjadi baik, semoga.
Musyawarah Rencana Pembangunan
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
Perkembangan perencanaan partisipatif bermula dari kesadaran bahwa kinerja sebuah prakarsa
sangat ditentukan oleh semua pihak yang terkait dengan prakarsa tersebut. Semua pihak yang
terkait selanjutnya dikenal dengan istilah pemangku kepentingan (stakeholders). Komitmen
semua pemangku kepentingan adalah kunci keberhasilan program, dan diyakini bahwa besarnya
komitmen ini tergantung kepada sejauhmana mereka terlibat dalam proses perencanaan. Dalam
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan partisipatif diwujudkan antara lain
melalui musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) di mana sebuah rancangan
rencana dibahas dan dikembangkan bersama semua pemangku kepentingan. Pemangku
kepentingan berasal dari semua aparat penyelenggara negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif),
masyarakat, kaum rohaniwan, pemilik usaha, kelompok profesional, organisasi non-pemerintah,
dan lain-lain. (Penjelasan PP 40 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan
Nasional)
1. Musrenbang Nasional;
2. Musrenbang Provinsi
3. Musrenbang Kota/Kabupaten
4. Musrenbang Kecamatan
5. Musrenbang Kelurahan/Desa
Menjawab pertanyaan yang kedua, apa tujuan Musrenbang RKPD? Tujuan yang pertama adalah
membahas dan menyepakati usulan rencana kegiatan pembangunan dari para pemangku
kepentingan yang menjadi kegiatan prioritas pembangunan di wilayah kecamatan yang
bersangkutan. Kedua, membasa dan menyepakati kegiatan prioritas pembangunan di wilayah
kecamatan yang belum tercakup dalam prioritas kegiatan pembangunan desa. Ketiga,
menyepakati pengelompokan kegiatan prioritas pembangunan di wilayah kecamatan berdasarkan
tugas dan fungsi OPD yang diklasifikasikan berdasarkan urusan.
Pertanyaan terakhir adalah bagaimana Musrenbang itu RKPD dilakukan? Apakah tahapannya?
Untuk melakukan Musrenbang RKPD tentu harus disusun dulu RKPD-nya. Dimulai dari
persiapan penyusunan RKPD yang kemudian dihasilkan output berupa Rancangan Awal RKPD.
Rancangan Awal RKPD ini diverifikasi hingga menjadi Rancangan RKPD. Rancangan RKPD
inilah yang dibahas di Musrenbang RKPD yang kemudian jadi Rancangan Akhir yang digunakan
untuk penyusunan KUA (Kebijakan Umum APBD) dan PPAS (Plafon Prioritas Anggaran
Sementara). Untuk lebih jelas mengenai tahapan tersebut bisa lihat bagan di bawah :
Untuk sekarang sekian dulu pembahasan mengenai Musrenbang RKPD. Lihat terus
perkembangan mengenai pembangunan di Artikel website Bappeda Kabupaten Bogor.