Anda di halaman 1dari 107

SKENARIO 1

KLARIFIKASI ISTILAH
 Glasgow Coma Scale
Yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien(apa
pasien dalam kondisi koma/tidak)dengan menilai respon pasien terhadap
rangsangan yang diberikan. Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3
hal yaitu reaksi membuka mata, bicara, dan motorik. Hasil pemeriksaan
dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 – 6 tergantung
responnya.
Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku
jari)
(1) : tidak ada respon
Verbal (respon verbal) :
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang )
disorientasi tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak
dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
Motor (respon motorik) :
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang
nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi
stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki
extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan
jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol
E…V…M…
Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu
E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.
Pemeriksaan disimpulkan dalam suatu tabel Skala Koma Glasgow (Glasgow
Coma Scale)
Eye Opening
Mata terbuka dengan spontan 4
Mata membuka setelah diperintah 3
Mata membuka setelang diberi rangsang 2
nyeri
Tidak membuka mata dengan rangsang 1
apapun
Best Motor Response
Menurut perintah 6
Dapat melokalisir nyeri 5
Menghindari nyeri 4
Fleksi (decorticate) 3
Ekstensi (decerebrasi) 2
Tidak ada gerakan dengan rangsang 1
apapun
Best Verbal Response
Menjawab pertanyaan dengan benar 5
Salah menjawab pertanyaan 4
Mengeluarkan kata-kata yg tidak sesuai 3
Mengeluarkan suara yg tidak ada artinya 2
Tidak ada jawaban 1
Jumlah 15
Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :
GCS : 14 – 15 = CKR (cidera kepala ringan)
GCS : 9 – 13 = CKS (cidera kepala sedang)
GCS : 3 – 8 = CKB (cidera kepala berat)
MIND MAP

1. Anatomi Sistem Saraf


1.1 Sistem Saraf Somatik
1.1.1 Pusat
a. Otak
b. Medulla spinalis
1.1.2 Tepi
a. 12 pasang saraf kranial
b. 31 pasang saraf spinal
1.2 Sistem Saraf Otonom
a. Simpatik
b. Parasimpatik
2. Histologi
2.1 Sistem Saraf Pusat
2.1.1 Cerebrum
2.1.2 Cerebellum
2.1.3 Medulla spinalis
2.2 Sistem Saraf Perifer
2.2.1 Saraf perifer
2.2.2 Ganglion spinal
2.2.3 Ganglion otonom
3. Fisiologi
3.1 Fungsi Luhur Otak
3.2 Sistem Sensori Somatik
3.3 Sistem Motorik Somatik
3.4 Sistem Saraf Otonom
3.5 Sinaps
4. Patologi
4.1 . Penurunan Kesadaran
4.1.1 Ensefalopati
4.1.2 Koma
4.1.3 Mati batang otak
4.2 Nyeri Kapala
4.2.1 Tension headache
4.2.2 Migrain
4.2.3 Artritis kranialis
4.2.4 Neuralgia trigeminal
4.2.5 Cluster headache
4.3 Trauma Kepala
4.3.1 Hematom epidural
4.3.2 Hematom Subdural
4.4 Tumor SSP
4.4.1 Primer
4.4.2 Sekunder
4.5 Penyakit Neurovaskular
4.5.1 TIA
4.5.2 Infark cerebral
4.5.3 Hematom intracerebral
4.5.4 Perdarahan subaracnoid
4.5.5 Ensefalopati hipertensi
4.6 Gangguan Sisitem Vaskular
4.6.1 Meniere' disease
4.6.2 Vertigo
4.6.3 Cerebral palsy
PEMBAHASAN
1. Anatomi Sistem Saraf
1.1 Sistem Saraf Somatik
1.1.1 Pusat
a. Otak

Embriologi Otak

Embriologi Otak

Prosensefalon Mesensefalon Prosensefalon

Telensefalon Diensefalon Tagtum Tegmentum Metensefalon Myelensefalon

Medula
Cerebrum Talamus Pons Cerebellum
Oblungata

Hipotalamus

Subtalamus

Epitalamus

Otak berukuran jauh lebih besar dibandingkan medulla spinalis. Otak hampir
memenuhi semua ruang yang tersedia di dalam cavum cranii sehingga struktur
permukaan tertentu membentuk crista. Otak berhubungan dengan medulla spinalis
melalui foramen magnum dan dibagi menjadi lima bagian utama yaitu secara
berurutan:
A. Batang otak, terdiri dari:
1. Medulla oblongata
2. Pons
3. Mesencephalon
B. Cerebellum
C. Cerebrum (hemispherium cerebri)
Tapi ada juga yang membagi otak menjadi tiga bagian yaitu:
A. Otak depan (prosensefalon), dibagi menjadi dua:
1. Telensefalon (ujung otak)
2. Diensefalon (jembatan otak)
B. Otak tengah (mesensefalon)
C. Otak belakang (rombensefalon), dibagi menjadi dua:
1. Metensefalon (after brain)
2. Mielensefalon (otak sumsum)
A. Batang Otak
1. Medula Oblongata
Merupakan lanjutan dari medulla spinalis dengan panjang kira-kira 1 inchi,
berbentuk konus, dan terletak pada dua per tiga canalis dimulai pada ketinggian
foramen magnum serta berakhir pada ujung bawah pons. Anterior berhubungan dengan
pars basilaris ossis occipitalis. Permukaan lateralnya mempunyai pembengkakan oval
(oliva) yang berhubungan dengan substantia grisea dari nukleus olivarius inferior. Di
depan oliva antara oliva dan fissura mediana anterior terdapat crista longitudinal
tempat lewatnya fibrae corticospinale yang disebut pyramis.
Nervus cranialis yang keluar dari permukaan medulla dalam hubungannya dengan
oliva yaitu:
- N. Hypoglosus (N. XII) keluar secara linier antara oliva dan pyramis
- N. Glossopharingeus (N. IX), N. Vagus (N. X), N. Accesorius (N. XI) keluar berurutan dari
atas ke bawah pada sulcus di belakang tonjolan oliva.
2. Pons
Pons terletak di antara medulla dan linea media di sebelah anterior cerebellum.
Beberapa serabutnya berjalan horizontal melintasi linea media, menghubungkan kedua
hemispherium cerebelli. Pada daerah dimana pons berhubungan dengan substantia
cerebellum disebut horizontal akan membentuk bundle yang berbatas jelas disebut
pedunculus cerebellaris medius, yang kelihatan pada penampang transversal sebagai tiga
lingkaran besar, berseberangan dengan nucleus nervi facialis, nucleus nervi cranialis
ketujuh dan nucleus salivatorius. Lingkaran yang kecil terletak pada sisi medial
pedunculus medius dan disebut pedunculus cerebellaris inferior dan superior yang juga
mengeluarkan serabut saraf yang menghubungkan batang otak.
Pons varoli dibagi menjadi bagian dorsal (tegmentum) dan bagian basal yang
dibentuk oleh nuclei dan serat-serat penghubung. Pada bagian dorsal terdiri atas nuclei
nn. Cranialis yang terdiri dari:
- Nuclei motoris n. trigemini, terletak di tengah-tengah pons varoli berkualitas
brachiomotorik yang memelihara otot-otot masticatorica dengan axon keluar dari
sebelah ventrolateral pons sebagai portio minor
- Nuclei abducen, terletak di bagian bawah pons yang berkualitas somatomotorik dan
memelihara salah satu otot ekstrinsik dengan axonnya keluar dari permukaan ventral
pons dekat garis mediana dan perbatasan antara pons dengan medulla oblongata
- Nuclei facialis, terletak kira-kira setinggi nuclei n. abducens tapi agak ke ventral.
Berkualitas brachiomotorik yang memelihara otot-otot mimik dan axonnya keluar dari
permukaan lateral setelah mengelilingi n. abducen sebagai genu internum n. facialis
- Nuclei salivatorius superior, terletak dalam formatio reticularis dorsolateral dari ujung
caudal nuclei n. facialis. Berkualitas viseromotorik umum yang memelihara glandula
lacrimalis, sublingualis, lingualis, labialis, dan buccales. Axonnya keluar dari permukaan
lateral pons dekat n. facialis yang mengikuti n. intermedius yang kemudian dalam
canalis n. facialis bergabung dengan n. facialis
- Nuclei sensoris n. trigeminus, merupakan nuclei principalis sebagai kelanjutan dari
begian caudal neclei mesencephalis dan berkualitas somatosensorik umum untuk
rangsangan epikritik dan bagian rostral nuclei tractus spinalis yang merupakan lanjutan
dari nuclei principitalis yang berkualitas somatosensorik umum untuk rangsangan
protopatik
- Nuclei vestibularis dan cochlearis, terletak pada perbatasan antara pons dan medulla
oblongata. Nuclei vestibularis berkualitas propioseptif khusus dan terletak di daerah
paling lateral. Sedangkan nuclei cochlearis berkualitas somatosensorik khusus dan
terletak bersama-sama nuclei vestibularis.
- Nuclei lainnya adalah nuclei olivaris superior yang merupakan modifikasi dari formatio
reticularis. Nuclei corporis trapezoidi yang juga merupakan modifikasi formatio
reticularis. Kedua nuclei ini terletak pada bagian caudal dan berhubungan dengan
fungsi pendengaran. Formatio reticularis tergabung sepanjang batak otak. Nuclei
lemnicus lateralis modifikasi dari formatio reticularis yang letaknya dekat lemnicus
lateralis.
Serat-serat penghubung dari dorsal ke ventral terdiri atas fasciculus lungitudinal
dorsalis, fasciculus longitudinal medialis, tractus rubrospinalis, tractus tectospinalis dan
tractus reticulospinalis.
Permukaan dorsalis terdiri dari pons bersama dengan permukaan dorsalis dari
medulla oblongata membentuk fossa rhomboidea yang merupakan dasar dari
ventriculus quartus. Bagian tengahnya terdapat sulcus mediana dorsalis yang sebelah
kanan kirinya terdapat penonjolan yang disebut eminentia mediana yang di caudalnya
terdapat colliculus facialis yang disebabkan adanya serat-serat dari nuclei facialis yang
mengelilingi n. abducen yang disebut genu internum. Bagian caudal ada penonjolan area
cochlearis dan vestibularis akibat adanya nuklei cochlearis dan vestibularis. Bagian
bawah terdapat stria medullaris yang disebabkan karena adanya serat-serat yang
berasal dari nuclei arcuatus menuju cerebellum ialah fibrae arcuatae externae dalam
medulla oblongata.
Bagian basal dari pons terdiri serat penghubung transversal dan longitudinal yang
diantaranya terdapat nuclei pontes. Serat transversal dari nuclei ini menuju cerebellum
dan disebut tractus pontocereballaris dan serat longitudinal disebut tractus
corticobulbaris dan corticospinalis.
3. Mesencephalon
Mesencephalon membentuk bagian atas batang otak, panjangnya sekitar 1 inchi dan
terperforasi oleh canalis centralis atau aquaductus. Di sebelah rostral berhubungan
dengan diencephalons dan di sebelah caudal berhubungan dengan pons varoli dan
dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:
o Tectum mesencephali
o Tegmen mesencephali
o Basis mesencephali (basis Pedunculi)
Beberapa nn. Cranialis yang keluar dari permuaan mesencephali adalah n.
trochearis atau nn. Cranialis keempat yang keluar dari aspek posterior mesencephalon
tepat di bawah corpora quadrigemina inferior. Satu-satunya nn. Cranialis ketiga yang
keluar dari mesencephalon pada fossa interpeduncularis tepat di atas pons. Nuclei
mesencephali adalah nuclei snsorik yang erat hubungannya dengan n. trigemini.
B. Cerebellum
Cerebellum adalah bagian otak yang mempunyai fungsi untuk:
1. Ikut dalam pengintegrasian fungsi motorik, terutama koordinasi gerakan-garakan dan
membentuk fungsi keseimbangan
2. Ikut dalam pengintegrasian sistem sensorik dan motorik dalam arti rangsangan dapat
diteruskan ke cerebellum yang kemudian diolah akhirnya keluar sebagai gerakan.
Cerebellum dapat dibagi menjadi:
- Bagian tengah (vermis)
- Bagian lateral (hemispheria cerebelli)
Permukaan keduanya menunjukkan adanya lipatan-lipatan kecil transversal yang
disebut folia. Seluruh lapisan bagian cerebellum mempunyai lapisan yang sama,
berbeda dengan hemispheria dari cerebri. Bagian luarnya dibentuk oleh substantia alba
(corpus medullare) yang di dalamnya terdapat kelompok nuclei dan mempunyai serat-
serat penghubungnya merupakan serat penghubung intrinsik yang terdiri dari serat-
serat assosiasi, komissura dan proyeksi. Untuk serat proyeksi afferens berasal dari sel-
sel purkinye cortex cerebelli menuju nuclei cerebelli. Serat komisurra menghubungkan
bagian yang identik kanan kiri dan serat assosiasi menghubungkan daerah yang
setingkat hemispheria yang sama atau vermis saja. Cortex cerebelli umumnya
mempunyai plica dan terdiri dari tiga lapisan yaitu:
- Stratum moleculare
- Lapisan sel-sel purkinya
- Lapisan sel-sel granular
Cerebellum dihubungkan dengan bagian otak lainnya melalui ketiga pedunculi
cerebelli yaitu:
- Pedenculus cerebelli inferior, menghubungkan dengan medulla spinalis dan medulla
oblongata
- Pedenculus cerebelli medius, menghubungkan dengan pons varoli
- Pedenculus cerebelli superior, menghubungkan dengan mesencephalon
Pada pedunculus cerebellaris terdapat nucleus dentatus yang juga berhubungan
dengan thalamus melalui fibrae dentate rubrales.
C. Cerebrum
Adalah bagian anterior atau cephalic dari sistem nervosum centrale membentuk
lebih dari tiga per empat bagian otak dan terbagi menjadi dua hemispheria cerebri yang
besarnya setara. Bagian otak depan ini terbagi menjadi telencephalon dan
diencephalon.
o Telencephalon
Merupakan bagian yang paling rostral dan menempati sebagian besar cavum cranii
kecuali fossa cranii posterior. Telencephalon seluruhnya terletak di atas tentorium
cerebelli dan terbagi menjadi 2 belahan yang masing-masing disebut sebagai
hemispherium cerebri kiri dan kanan yang dipisahkan oleh fissura cerebri
sagitalis/longitudinalis satu terhadap yang lainnya. Tiap hemispherium cerebri terdiri
atas cortex cerebri (pallium), corpus medullare dan basal ganglia. Bagian yang dibentuk
oleh kortex cerebri dan corpus medullare dapat dibagi menjadi:
a. Lobus frontalis, terletak di depan sulcus centralis dan di atas sulcus lateralis
b. Lobus parietalis, terletak di belakang sulcus centralis dan di atas sulcus lateralis
c. Lobus occipitalis, terletak di belakang sulcus parietoocccipitalis
d. Lobus temporalis, terletak di depan incisura preoccipitalis dan di bawah sulcus lateralis
Cortex cerebri pada telencephalon mempunyai lapisan berwarna keabu-abuan dan
disebut sebagai substantia grisea (gray mater) yang terdiri dari sel-sel saraf dan sedikit
serat-serat penghubung. Disini terletak pusat-pusat tertinggi fungsi-fungsi dalam tubuh.
Permukaan cortex berlekuk-lekuk dan permukaan dalam lekukan jauh lebih luas dari
yang luar. Lekukan tersebut ada yang dangkal (sulcus) dan ada pula yang dalam
(fissura). Tebal rata-rata cortex cerebri rataa-rata 2,5 mm dan pada umumnya yang ada
dipermukaan lebih tebal. Luas permukaan cortex cerebri antara 200.000-250.000 cm2
dan pembagiannya adalah
- 41% lobus frontalis
- 21% lobus parietalis
- 17% lobus occipitalis
- 21% lobus temporalis
Sulci dan fissura dari telencephalon antara lain:
- Sulcus longitudinal cerebri
- Sulcus lateral cerebri (sylvius)
- Sulcus calcarinus
- Sulcus perietooccipitalis
- Sulcus hippocampi
Sulcus-sulcus lain yang memiliki arti fungsional dan topografik yang penting antara lain:
- Sulcus centralis (Rolandi)
- Sulcus precentralis
- Sulcus postcentralis
- Sulcus frontalis superior dan inferior
- Sulcus intra parietalis
- Sulcus temporalis inferior, medius, dan superior
- Sulcus lunatus
- Sulcus cinguli
- Sulcus collateralis
Berdasarkan pertumbuhan fungsi secara filogenik dan ontogenetic dapat dibedakan
beberapa macam cortex cerebri yaitu:
- Archiocortex/archipallium
- Paleocortex/palleopallium
- Mesocortex/mesopallium
- Neocortex/neopallium
Secara struktural keempat macam cortex tersebut juga berbeda yaitu mengenai
susunan sel-selnya. Neocortex terdiri atas 6 lapisan yang berturut-turut dari luar ke
dalam diberi nama menurut brodman:
- Lamina molecullaris, yang terdiri dari sel cagal dan sel golgi type II
- Lamina granularis enterna, banyak mengandung sel pyramida kecil dan sel granular
- Lamina pyramidalis, lebih banyak mengandung sel pyramida daripada sel granular dan
terdapat pula sel stelatta
- Lamina granularis interna, sebagian besar terdiri dari sel granular sedikit sel pyramida,
stellata, dan sel martinotti
- Lamina ganglionare (pyramidalis internus), terutama mengandung sel pyramida besar
(giant cell of betz) dan sedikit sel stellata, dan sel martinotti
- Lamina multiforme, terdiri atas sel multiforme atau polymorf dan mengandung sedikit
sel stellata dan sel martinotti
Serat-serat eferens yang keluar dari cortex cerebri sebagian besar dibentuk oleh axon-
axon sel-sel pyramida yang sebagian besar berupa serat-serat proyeksi menuju ke
pusat-pusat subcortical dan hanya sebagian kecil yang berupa serat-serat assosiasi atau
serat commisura menuju cortex lainnya. Selain itu dibentuk pula oleh axon-axon sel-sel
spindle/polymorf yang berupa serat-serat asosiasi atau serat-serat commisura.
Sedangkan serat aferens yang masuk ke dalam cortex cerebri berupa serat-serat
proyeksi spesifik yang berasal dari bagian thalamus yang spesifik dan berakhir pada
lapisan granularis interna dan bercabang-cabang pada bagian ini. Serta proyeksi yang
tidak spesifik yang berasal dari bagian thalamus yang tidak spesifik dan formatio
reticularis bercabang-cabang di berbagai lapisan sampai pada lamina molecularis.
Daerah-daerah fungsional cortex cerebri terdiri dari:
 Lobus frontalis
a. Area motoris primaries atau area 4 Brodmann, terletak di belakang lobus frontalis
b. Area premotorius, terletak di depan area 4 dan area 6 Brodmann, bagian belakang
merupakan gerakan halus dan terlatih, berlainan dengan bagian depan yang merupakan
pusat gerakan kasar
c. Area 8 Brodmann atau daerah optokinetik frontal (frontal eye field), terletak di sebelah
frontalis cortex area premotoris dan bersangkutan dengan gerakan bulbus oculi di
bawah pengendalian kemauan (pergerakan konjugasi atau asosiasi) dan pusat gerakan
otot kasar.
d. Pusat bicara motorik broca
Meliputi area 44 dan 45 yang meliputi bagian pars opercularis dan pars triangularis
gyrus frontalis inferior pada hemispherium cerebri yang dominan oleh karena pada
manusia sebagian besar juga terletak di sebelah kiri. Daerah ini merupakan pusat bicara
motorik.
e. Cortex prefrontalis
Area ini meliputi area 9, 10, 11, dan 12 merupakan cortex asosiasi yang terletak di
depan area 4, 6, dan 8 yang bersifat motorik, pusat asosiasi tertinggi untuk fungsi
intelektual dan fungsi kejiwaan yang membentuk kepribadian (personality)
 Lobus parietalis
Korteks parietalis mempunyai peran utama pada kegiatan memproses dan
mengintegrasi informasi sensorik yg lebih tinggi tingkatnya. Area somestetik primer
(area 1-3)terletak pada gyrus postcentralis, paralel korteks motorik dan posterior
sulkus centralis. Bagian ini tersusun somatotopik dg menyirip, tapi tidak identik dg
korteks motorik primer. Sensasi semua bagian tubuh diterima korteks sensorik primer
dan disinilah menggapai kesadaran. Sensasi ini mencakup nyeri, suhu, raba, tekan,
proprioseptik. Lesi bagian ini menyebabkan ggn sensorik kontralateral.
Area asosiasi somestetik (area 5 &7) menduduki lobus parietalis superior meluas
sampai permukaan medial hemisfer. Mempunyai banyak hub dg area lain korteks
sensorik. Korteks asosiasi sensorik menerima dan mengintegrasi modalitas sensorik.
Kualitas, bentuk, tekstur, berat, dan suhu berkaitan dg pengalaman sensorik masa lalu,
shg informasi dpt ditanggapi dandiinteprestasikan. Kesadaran akan bentuk tubuh, letak
anggota tubuh, sikap tubuh, bahasa. Lesi girus angularis (area 39) hemisfer dominant
mengakibatkan aleksia (ketdkmampuan memahami bhsa tulisan) dan agrafia (tdk
mampu menulis) meski dapat bicara normal. Lesi gyrus supramarginalis (area 40)
korteks parietalis mengakibatkan astereognosis (ketdkmampuan mengenal benda
lewat sentuhan) selain memungkinkan stroke dan ggn kesadaran tbuh terhadap sisi
kontralateral lesi
 Lobus temporalis
Adalah area sensorik reseptif unt impuls pendengaran. Korteks pendengaran primer
(area 41&42) sebagai penerima suara, sedang korteks asosiasi pendengaran (area 22/
area Wernick)sbg proses pemahaman. Selain memiliki peranan unt ingatn tertentu.
Korteks area Werniks penting untuk mengerti bhsa ucap, lesi mengakibatkan sulit unt
mengerti bahasa ucap(afacia sensorik/afacia Wernics), atau mungkin ucapan penderita
scr fonetik dan tata bhs benar tapi kata-kata yg dipilih tdk sesuai dan terdiri atas kata yg
tak bermakna.
 Lobus occipitalis
Korteks penglihatan primer (area 17) menerima informasi penglihatan dan sensasi
warna, dikelilingi korteks asosiasi visual (area 18&19) yg berperan dlm refleks gerak
mata bila sedang memandang atau mengikuti objek. Lesi sisi dominan mengakibatkan
kehilangan kemampuan mengenali benda dan kegunaannya, tp masih tetap mampu
mengenali wajah, lesi sisi tak dominan tjd kegagalan mengenali wajah. Korteks asosiasi
visual disebelah area 39 lobus temporalis berfungsi unt memahami simbol-simbol
bahasa, jk rusak mengakibatkan aleksia sensorik/ hilangnyakemampuan memahami
apa yg dibaca
Susunan Substansia Alba Hemispherium Cerebralis
Mengisi daerah antara corteks cerebri dan subcorticales dan derat antara
berbagai nuklei subcorticales. Serat yg membentuk substansia alba hemispherium
cerebri berselubung myelin dibagi3 : serat proyeksi , serat asosiasi, serat cimmisura.
I. serat-serat proyeksi, merupakan gab:
corona radiata
capsula interna
a. crus anterior
b. genu
c. crus posterior
Capsula eksterna
II. serat-serat commisura
terutama menghub pusat/daerah yg sama pd kedua hemisfer:
a. corpus callosum
b. commisura anterior
c. commisura hipocampi
III. serat-serat asosiasi
menghub daerah korteks yg berbeda satu dg lainnya pd hemisfer yg sama, beberapa
berkas asosiasi:
a. cingulum yg membentuk sebagian substansia alba gyrus cinguli
b. fasciculus uncinatus
c. fasciculus fronto-occipitalis superior dan inferior

Basal ganglia
Sekelompok substansia grisea yg terletak basal dari corpus medullare yg
sebagian bsrdibentuk sel-sel sarafdan serat penghubung. Terdiri atas 3
bagian:
1. corpus striatum
2. claustrum
3. nukleus amydaloid
secara phylogenetika ganglia basalis tdd:
a. neostriatum meliputi nucleus caudatus dan putamen
b. paleostriatum yg meliputiglobus pallidus
c. archistriatum yg meliputi amygdala
bekerja untuk integrasi dan ekspresi emosi, perasaan, hasrat.

Rhinencephalon
Meliputi struktur susunan saraf pusat yg menerima serat-serat dari
bulbus olfactorius
- Diencephalon
Adalah struktur disekitar ventrikel ke-3 dan membentuk inti bag dlm
cerebrum. Memproses rangsang sensorik dan membantu memulai atau
memodifikasi reaksi tubuh terhadap rangsang tersebut. Dibagi jd 4
wilayah:
a. Talamus
terdiri atas 2 struktur ovoid yg besar , masing-masing mempunyai
kompleks nukleus yg slg berhub dg korteks ipsilateral , serebelum & dg
berbagai kompleks nuklear subkortikal. Merupakan stasiun relai yg penting
dlm otak & merupakan pengintegrasi subkortikal yg penting semua jaras
sensorik kec sist olfactorius membentuk sinaps dg nukleus talamus dalam
perjalanan menuju korteks cerebri. Berfungsi sbg pusat sensorik primitif
(individu dpt merasakan samar-samar nyeri, tekan, raba, getar, suhu
ekstrim) dan integrasi ekspresi motorik oleh karena hub fungsinya
terhadap pusat motorik utama dalam korteks serebri, serebelum, ganglia
basalis.
b. Hipotalamus
di bawah talamus, berkaitan dg pengaturan rangsang dr SS otonom
perifer yg menyertai ekspresi tingkahlaku dan emosi. Hipotalamus juga
berfungsi dlm pengaturan hormon-hormon, pengaturan cairan tubuh, suhu
tubuh, lapar, haus.
c. Subtalamus
merupakan nukleus ekstrapiramidal diencephalon yg penting,
mempunyai hub dg nuklus ruber, substansia nigra, globus palidus dari
ganglia basalis. Jika lesi menyebabkan diskineksia dramatis
(hemibasalismus) ditandai dg gerakan kaki/tangan yg terhempas kuat pd
satu sisi tubuh
d. Epitalamus
berupa pita sempit yg membentuk atap diensephalon, berhub dg sist
limbik, berperan pd dorongan emosi dasar dan integrasi informasi
olfactorius, mensekresi melatonin dan membantu irama sirkardian tubuh
dan menghambat hormon gonadotropin.
D. Meningen
Terdiri atas 3 lapisan:
1. Piamater
Terletak erat dg permukaan otak & medspin. Mempunyai perluasan ke
lateral antara radix dorsal dan ventral saraf spinal (lig dentikulata/dentate).
Menyertai pembuluh darah pada permukaan otak dan medspin (piamater
spinalis vaskularisasinya lebih sedikit dari cerebralis)
2. Arakhnoid
Llapisan seperti film, transparan, sepertt jala dan dihubungkan ke piamater
oleh trabekulasi seperti lilin. Mempunyai spatium (subarakhnoid) yg
merupakan interval antara arakhnoid dg piamater & diisi CSF, terdapat
granulasiones arakhnoid yg merupakan kumpulan seperti bulu dg sangat
mendekap arakhnoid yg berproyeksi ke duramater
3. Duramater
Lapisan luar meningen yg keras dan fibrosa. Terdapat spatium epidural
mengandung pleksus venosus vertebralis dan a meningea media pada
cavitas cranialis. Mempunyai 2 lapisan stratum periostealis dan stratum
meningealis. Membentuk sinus-sinus venosus duralis antara 2 stratum atau
antara duplikasi strtum meningeal
E. CSF dan ventrikulus otak
Terletak dlam spatium subarakhnoid, dibentuk pleksus koroid dalam
ventrikel otak. Sirkulasinya melalui ventrikel memasuki spatium
subarakhnoid dan akhirnya disaring ke sistem venosa. Tekanan CSF
biasanya 100 dan 200 mmH2O, diukur melalui punksi lumbal, diambil untuk
pemeriksaan kandungan kimia dan selnya.
Ventrikulus otak adalah kavitas dalam jaringan otak yg merupakan
pembesaran canalis centralis tubulus neuralis embryonicus. Cavitas ini
adalah ventriculus lateralis, tertius, quartus.
Ventriculus lateralis terletak di dalam subtantia hemisfer cerebri dan
terdiri dari pars centralis dan 3 buah cornu anterior, posteior, inferius.
Ventrikulus lateralis berhubungan dg ventrikulus tertius melelui foramen
interventrikularis dari mUNRO yg terletak pd bagian anterior dinding lateral
ventrikulus tertius di bawah ujung anterior fornix.
Ventrikulus quartus adalah cavitas seperti tenda dengan dasar seperti
intan. Beberapa nn cranialess terletak pd regio ini. Ventrikulus berhubungan
dg ruang sub arakhnoid pd meningen melalui apertura mediana ventriculi
quarti dan 2 apertura lateralis ventriculi quarti (foramina luschka). Apertura
mediana (foramen magendi) membuka ke cavum subarakhnoid yg
membesar disebut cisterna magna (antara cerebellum dan medula)
F. Vaskularisasi
Oleh a. carotis interna dan a. vertebralis cabang cerebral sedang meninges
divaskularisasi a. maxillaris cabang meningea media. Medspin dan akarnya
divaskularisasi cabang-cabang kecil sepanjang saraf tsb.
Carotis interna bercabang menjadi :
 A. Opthalmica
 A. Cerebri Anterior
 A. Cerebri Media
 A. Communicans Posterior

basilaris
 Berjalan pada sulcus basilaris pontis
 cabangnya
 A. Cerebelli Inferior Anterior et posterior
 A. Labyrinthin
 Rr. Pontine
 A. Cerebelli Superior
 A. Cerebri Posterior

c. Medulla spinalis
Merupakan kelanjutan dari otak dimulai setinggi foramen occipitalis
magnum melanjutkan ke bawah di dalam canalis spinalis dan beakhir pada conus
medullaris setinggi V.Lumbalis I, di L1 melonjong dan agak melebar yang disebut conus
terminalis atau conus medullaris. Terbentang dibawah cornu terminalis, serabut-
serabut bukan syaraf yang disebut filum terminale yang merupakan jaringan ikat.
Medulla spinalis ini mempunyai bentuk seperti tabung silindris dan didalamnya
terdapat lubang atau canalis centralis. Bagian tepi atau cortex mengandung serat-
serat saraf (white matter) dan bagian tengahnya berwarna gelap (grey matter)
yang mengandung sel-sel body dan bentuknya seperti kupu-kupu. Dari medulla
spinalis ini keluar masuk serabut saraf sebanyak 31 pasang yang melalui foramen
intervertebralis. Sebagaimana otak medulla spinalis juga dilapisi oleh selaput
meningen dan mengandung cairan otak.
Selaput Meningen Spinal
Meningen Spinal terdiri atas tiga lapis yaitu: Duramater, arachnoid dan piamater.
Duramater yang merupakan lapisan yang kuat, membran fibrosa, bersatu dengan filum
terminale. Piamater berupa lapisan tipis, kaya pembuluh darah, nyambung dengan
medula spinalis. Rongga antara periosteum dengan duramater disebut dengan epidural
yang merupakan area yang mengandung banyak pembuluh darah dan lemak. Rongga
antara duramater dengan arachnoid disebut dengan subdural. Subdural tidak
mengandung CSF. Rongga antara Arachnoid dan Piamater disebut dengan
Subarachnoid. Pada rongga ini terdapat Cerebro Spinal Fluid, Pembuluh Darah dan
akar-akar syaraf.
1.1.3 Tepi
c. 12 pasang saraf kranial

12 pasang saraf kranial


 Termasuk sistem saraf perifer.
 Perkembangan dari neural crest.
 Fungsi:
Terdiri 12 pasang.
1. N. Olfactorius
Komponen: sensorik (SVA)
Fungsi: penghidu
Tempat keluar di tengkorak: celah-celah di lamina cribrosa ossis ethmoidalis
2. N. Opticus
Komponen: sensorik (SSA)
Fungsi: pengelihatan
Tempat keluar di tengkorak: canalis opticus
3. N. Oculomotorius
Komponen: motorik (GSE, GVE)
Fungsi: mengangkat kelopak mata atas, menggerakkan bola mata ke atas,
bawah, dan medial; kontraksi pupil; akomodasi mata
Tempat keluar di tengkorak: fissura orbitalis superior
4. N. Trochlearis
Komponen: motorik (GSE)
Fungsi: membantu menggerakkan bola mata ke bawah dan lateral
Tempat keluar di tengkorak: fissura orbitalis superior
5. N. Trigeminus
a. Divisi ophtalmicus
Komponen: sensorik (GSA)
Fungsi: kornea, kulit dahi, kulit kepala, kelopak mata, dan hidung; juga
membran mukosa sinus paranasal dan rongga hidung
Tempat keluar di tengkorak: fissura orbitalis superior
b. Divisi maxillaris
Komponen: sensorik (GSA)
Fungsi: kulit wajah di atas maksila; gigi-geligi rahang atas; membran mukosa
hidung, sinus dan lempeng maksila
Tempat keluar di tengkorang: foramen rotundum
c. Divisi mandibullaris
Komponen: motorik (SVE) dan sensorik (GSA)
Fungsi: motorik (otot-otot pengunyah, M. mylohyoideus, M. digastricus
venter anterior, M. tensor veli palatini, dan M. tensor tympanicum), sensorik
(kulit pipi; kulit di atas mandibula dan sisi kepala, gigi-geligi rahang bawah
dan articulatio temporo-mandibularis; membran mukosa mulut dan bagian
anterior lidah
Tempat keluar di tengkorak: foramen ovale
6. N. Abducens
Komponen: motorik (GSE)
Fungsi: M. rectus lateralis menggerakkan mata ke lateral
Tempat keluar di tengkorak: fissura orbitalis superior
7. N. Facialis
Komponen: motorik (SVE), sensorik (SVA), dan sekretomotorik parasimpatis
(GVE)
Fungsi: motorik (otot-otot wajah dan kulit kepala, M. stapedius, M. digasticus
venter posterior, dan M stylohyodeus), sensorik (pengecapan dari dua
pertiga bagian anterior lidah, dari dasar mulut dan palatum), sekretomotorik
parasimpatis (kelenjar ludah submandibula dan sublingual, kelenjar
lakrimalis, dan kelenjar hidung dan palatum)
Tempat keluar di tengkorak: meatus acusticus internus, canalis fasialis,
foramen sylomastoideus
8. N. Vestibulocochlear
a. Vestibular
Komponen: sensorik (SSA)
Fungsi: dari utriculus, sacculus, dan canalis semicircularis-posisi dan
gerak kepala
b. Cochlear
Komponen: sensorik (SSA)
Fungsi: organ corti-pendengaran
Tempat keluar di tengkorak: meatus acusticus internus
9. N. Glosopaharyngeus
Komponen: motorik (SVE), sekretomotorik parasimpatis (GVE), dan sensorik
(GVA, SVA, GSA)
Fungsi: motorik (M. stylopharingeus-membantu menelan), sekretomotorik
(kelenjar parotis), sensorik (sensasi umum dan pengecap dari dua pertiga
bagian posterior lidah dan faring; sinus carotis (baroreseptor); corpus carotis
(kemoreseptor)
Tempat keluar di tengkorak: foramen jugulare
10. N. Vagus
Komponen: motorik (GVE, SVE), sensorik (GVA, SVA, GSA)
Fungsi: jantung dan pembuluh darah besar di toraks; laring, trakea, bronkus,
dan paru; traktus alimentari dari faring ke fleksura splenicus kolon; hepar,
ginjal, dan pankreas
Tempat keluar di tengkorak: foramen jugulare
11. N. Accessorius
a. Radix cranialis
Komponen: motorik (SVE)
Fungsi: otot-otot palatum molle (kecuali M. tensor veli palatini), faring
(kecuali M. stylopharingeus), dan laring (kecuali M. cricothyroid) di cabang-
cabang n. Vagus
b. Radix spinalis
Komponen: motorik (SVE)
Fungsi: M. sternocleidomastoideus dan M. Trapezius
Tempat keluar di tengkorak: foramen jugulare
12. N. Hypoglossus
Komponen: motorik (GSE)
Fungsi: otot-oto lidah (kecuali M. palatoglossus) mengatur bentuk dan
pergerakan lidah
Tempat keluar di tengkorak: canalis hypoglossus
d. 31 pasang saraf spinal

Terdapat 31 pasang syaraf spinal: 8 pasang syaraf servikal, 12 Pasang syaraf


Torakal, 5 Pasang syaraf Lumbal, 5 Pasang syaraf Sakral dan 1 pasang syaraf koksigeal.
Akar syaraf lumbal dan sakral terkumpul yang disebut dengan Cauda Equina. Setiap
pasangan syaraf keluar melalui Intervertebral foramina. Syaraf Spinal dilindungi oleh
tulang vertebra dan ligamen dan juga oleh meningen spinal dan CSF.
Masing-masing saraf spinal dihubungkan dengan medulla spinalis oleh 2
radix, radix anterior clan radix posterior. Radix anterior terdiri atas berkas serabut
saraf yang membawa impuls saraf menjauhi susunan saraf pusat. Serabut saraf
seperti ini dinamakan serabut saraf efferens. Serabut efferens yang menuju ke otot
bercorak dan menyebabkan otot ini berkontraksi dinamakan serabut motoris. Sel
asalnya terletak pada cornu anterius medulla spinalis. Radix posterior terdiri atas
berkas serabut-serabut saraf yang membawa impuls ke susunan saraf pusat dan
dinamakan serabut afferens. Karena serabut ini berkaitan dengan
penghantaran informasi tentang substansi raba, nyeri, suhu dan vibrasi maka disebut
serabut sensoris. Badan selnya terletak pada suatu pembesaran pada radix
posterior yang disebut ganglion radix posterior.
Pada setiap foramen intervertebralis radix anterior dan posteri or bersatu
menjadi saraf spinalis. Di sini serabut motoris dan sensoris bercampur menjadi
satu sehingga saraf spinal dibentuk oleh campuran serabut motoris dan
sensoris. Waktu keluar dari foramen saraf spinalis dibagi menjadi ramus ventralis
yang besar dan ramus dorsalis yang lebih kecil. Ramus dorsalis berjalan ke
posterior mengelilingi columna vertebralis untuk mempersarafi otot-otot dan kulit
punggung. Ramus ventralis terus berjalan ke anterior untuk mempersarafi otot -otot
dan kulit sekitar dinding anter olateral tubuh dan semua otot dan kulit
ekstremitas. Dengan kata lain setiap saraf spinal memiliki pola sebaran yang biasa
disebut bersifat meruas atau sesuai dermatom. Suatu dermatom adalah daerah kulit
yang dipersarafi serabut sensorik dari satu akar dorsal melalui cabang dorsal dan
ventral saraf spinal.
Pada pangkal ekstremitas rami ventralis satu sama lainnya bersatu
membentuk plexus saraf yang rumit. Pada pangkal lengan atas terdapat plexus
cervicalis dan brachialis dan pada pangkal tungkai atas terdapat plexus lumbalis
dan sacralis.

1.2 Sistem Saraf Otonom


b. Simpatik
Saraf otonom merupakan saraf eferen (motorik) yang membawa sensasi tak
disadari dari dalam tubuh dan perintah aksi involunter kepada otot polos, otot jantung,
dan kelenjar. Terdapat dua divisi dari saraf otonom, yaitu saraf simpatis dan saraf
parasimpatis. Keduanya dibedakan berdasarkan adanya dua macam zat penghantar
impuls (neurotransmitter) yang diproduksi oleh neuronnya. Saraf simpatis
memproduksi norepinefrin (adrenergic), sedangkan parasimpatis memproduksi
acetilkolin (kolinergik). Pada saraf simpatis, badan neuron menjulurkan serabut
preganglion simpatis d semua segmen torakal dan lumbal 1&2.
c. Parasimpatik
Untuk organ thorax dilayani oleh n. vagus/n. X. Nukleusnya disebut nukleus
dorsalis n. vagus, keluar serat preganglioner yang mengikuti n. vagus. Pada thorax n.
vagus terletak di kiri (ventral oesophagus) dan kanan (dorsal oesophagus)
Di daerah cervical bercabang:
 N. laryngicus superior
 N. laryngicus inferior
Di sekitar oesophagus membentuk plexus oesophagus
Cabang : jantung : r. cardiacus
pulmo : r. pulmonalis
oesophagus : r. oesophagus
Serat preganglioner dari n. vagus akan synaps pada ganglion-ganglion parasimpatis
yang berada di dekat atau dalam dinding organ. Pada oesophagus s.d. colon sigmoid
terdapat ganglia parasimpatis yang berada dalam plexus submucosa dari Meisner dan
plexus intramural dari Aurbuch. N. vagus melayani organ2 thorax dan abdomen s.d.
intestinum yang disebut colon tranversum atau tepatnya berhenti pada flexura coli
sinistra. Dari flexura ke bawah asalnya dari nn. Pelvicus (pars sacralis).

2. Histologi
2.1 Sistem Saraf Pusat
2.1.1 Cerebrum
Otak besar tersusun atas dua belahan (cerebral hemisphere) kiri dan kanan. Di
bagian tepi luar (korteks) terdapat substansia grisea, lalu semakin ke dalam dibatasi
dengan substansia alba, dan di bagian paling dalam terdapat nukelus yang merupakan
substansia grisea. Lapisan yang menyusun otak besar berlekuk-lekuk, membentuk
struktur sulkus dan girus. Lapisan ini jika ditinjau secara mikroskopik akan terlihat
bahwa tersusun atas enam lapisan, yakni:
 Lapisan molekular, merupakan lapisan terluar dan terletak tepat di bawah
lapisan pia. Terdapat sel horizontal (cajal) yang pipih dengan denrit dan akson
yang berkontak dengan sel-sel di lapisan bawahnya (sel piramid, sel stelatte).
 Lapisan granular luar, sebagian besar terdiri atas sel saraf kecil segitiga(piramid)
yang dendritnya mengarah ke lapisan molekular dan aksonnya ke lapisan di
bawahnya; sel granula (stelatte) dan sel-sel neuroglia.
 Lapisan piramid luar, terdapat sel piramid yang berukuran besar (semakin besar
dari luar ke dalam). Dendrit mengarah ke lapisan molekular; akson mengarah ke
substansia alba.
 Lapisan granular dalam, merupakan lapisan tipis yang banyak mengandung sel-
sel granul (stellate), piramidal, dan neuroglia. Lapisan ini merupakan lapisan
yang paling padat.
 Lapisan piramidal dalam, suatu lapisan yang paling jarang, banyak mengandung
sel-sel piramid besar dan sedang, selain sel stelatte dan Martinotti. Sel Martinotti
adalah sel saraf multipolar yang kecil, dendritnya mengarah ke lapisan atas dan
aksonnya ke lateral.
 Lapisan sel multiform, adalah lapis terdalam dan berbatasan dengan substansia
alba, dengan varian sel yang banyak (termasuk terdapat sel Martinotti) dan sel
fusiform.
Otak besar merupakan pusat belajar, ingatan, analissi informasi, inisiasi gerakan
motorik, dan merupakan pusat integrasi informasi yang diterima. Di substansia
alba cerebrum terdapat banyak serat-serat yang menghubungkan berbagai
daerah korteks dalam hemisfer yang sama (asosiasi); menghubungkan
antarhemisfer (komisura);dan menghubungkan ke nukleus di bawahnya
(proyeksi).
2.1.2 Cerebellum
Korteks serebeli memperlihatkan banyak lipatan berkelok yang dalam yaitu folia
serebeli yang dipisahkan oleh sulcus. Folia serebeli dilapisi oleh jaringan ikat tipis
(piamater) yang mengikuti permukaan setiap folium ke dalam sulcus. Serebelum terdiri
atas korteks serebeli atau substansia grisea di bagian luar dan substansia alba di bagian
dalam. Korteks serebeli dapat dikenali tiga lapisan secara jelas, stratum moleculare di
sebelah luar, berisi badan sel saraf yanag relatif lebih sedikit dan kecil serta banyak
serat yang berjalan sejajar dengan panjang folium; stratum Purkinje di tengah atau
sentral, terdiri atas sel-sel Purkinje yang memiliki bentuk piriform dengan dendrit
bercabang-cabang yang masuk ke dalam stratum moleculare; dan stratum granulosum
di sebelah dalam dengan banyak neuron kecil yang menunjukkan nukleus yang
terwarnai secara kuat. Substansia alba membentuk bagian tengah dari setiap folium dan
terdiri dari akson atau serat saraf bermielin. Akson adalah serat aferen dan eferen
korteks serebeli.
2.1.3 Medulla spinalis

2.2 Sistem Saraf Perifer


2.2.1 Saraf perifer
1. Perikariyon (Badan sel) :Memiliki inti: besar, bulat, open face type.
Nukleolus (+), jumlah 1/>1. Di dalam sitoplasma terdapat: Plasma
membran, Mitokondria, Golgi Apparatus., Nissl Body, Neurofibil.
2. Akson: juluran panjang dari akson Hillock, biasanya tunggal.
meneruskan rangsang dari perikaryon ke perifer (eferen).
3. Dendrit: juluran pendek dari badan sel atau akson yangg jumlahnya
satu atau lebih.menghantar rangsang dari perifer ke perikaryon
eferen
4. Sel Schawn: Pada sabut saraf bermyelin, sel Schwann berkembang
membentuk lilitan yang melingkar-lingkar  tumpukan membran
disebut selubung myelin & lilitan terluar dengan inti & sitoplasma sel
Schwann disebut selubung Schwann.
5. Nodus Ranvier: jarak akson yang tidak bermilein

JENIS-JENIS SARAF
1. Neuron unipolar: 1 akson (neuron embryonal).
2. Neuron pseudo-unipolar:1 akson bercabang 2 seperti huruf T (sel
ganglion spinalis).
3. Neuron bipolar: 1 akson 1 dendrit (sel pembau, retina).
4. Neuron multipolar: 1 akson & beberapa dendrit (sel piramid, sel
tanduk depan, sel ganglion otonom).
Sistem saraf tepi terdiri atas ganglion, dan berbagai akhiran saraf, pada
saraf tepi tampak kumpulan-kumpulan saraf yang dibungkus jaringan ikat
yaitu:

1. Endonerium: membungkus 1 fasicle saraf


2. Perineurium:membungkus fascicle saraf.
3. Epineurium: membungkus fascicle2-fascicle saraf.
2.2.2 Ganglion spinal

Inti di tengah

Sel satelit banyak

Ciri histologis
Tipe neuron : Pseudounipolar
Besarsel : Besar dan kecil
Inti sel : Open faced type danberada di tengah
Sel satelit : Banyak
Akson : Bermyelin dan tidak

2.2.3 Ganglion otonom


 Inti di perifer/tepi
 Di temukan di plexus meisentericus aurbach di usus
 Tipe neuron : multipolar
 Akson tidak bermyelin
3. Fisiologi
3.1 Fungsi Luhur Otak
Fungsi luhur otak (higher function of nervous system) merupakan merupakan
suatu fungsi otak yang lebih tinggi sehingga tidak ada definisi yang tepat untuk
menjelaskannya. Fungsi tersebut adalah :
 belajar
 ingatan,
 menilai,
 berbahasa,
 berbicara dan fungsi-fungsi yang lain.
3.1.1 Belajar dan ingatan
Belajar dan ingatan merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan. Belajar merupakan akuisisi informasi yang menyebabkan
perubahan perilaku berdasar pengalaman. Area asosiasi atau
pembelajaran terdapat di bagian-bagian besar yaitu di lobus frontalis,
didepan korteks pramotorik-parietalis-temporalis-oksipitalis

a. Ingatan Eksplisit
Ingatan merupakan retensi dan penyimpanan dari informasi.
Ingatan dibagi atas ingatan eksplisit dan ingatan implisit. Ingatan
eksplisit merupakan ingatan yang bersifat deklaratif atau pengenalan
dengan berkaitan dengan kesadaran. Ingatan tersebut tergantung dari
reseistensi bagian hipokampus dan lobus temporalis. Ingatan eksplisit
dibagi atas ingatan episodik dan semantik. Ingatan episodik merupakan
ingatan yang berupa kejadian sedangakan ingatan semantik merupakan
ingatan yang berupa kata-kata dan hukum. Ingatan eksplisit dibagi atas
ingatan jangka pendek dan jangka panjang. Ingatan jangka pendek
merupakan ingatan yang berlangsung selama beberapa detik atau jam
sedangkan ingatan jangka panjang merupakan ingatan yang berlangsung
selama bertahun-tahun sampai bertahun-tahun.
b. Ingatan Implisit
Ingatan implisit merupakan ingatan yang tidak melibatkan
kesadaran dan juga disebut sebagai non deklaratif atau reflektif.
Retensinya tidak tergantung dari hipokampus tapi tergantung
keterampilan, kebiasaan dan refleks-refleks terkondisi. Ingatan implisit
dibagi atas pembelajaran asosiatif dan non asosiatif. Pembelajaran non
asosiatif terdiri habituasi dan sensitisasi. Sedangkan asosiatif berupa
pengkondisian klasik dan operant conditioning. Ingatan implisit yang
berlanjut akan menimbulkan suatu keterampilan dan kebiasaan.
Habitusi merupakan pembelajaran dengan stimulus yang terus-
menerus. Stimulus tersebut pada awalnya akan memberikan suatu reaksi,
namun karena semakin sering maka otak akan mengabaikannya.
Sensitisasi merupakan kebalikan dari habituasi, sensitisisasi rangsangan
yang terus menerus akan menimbulkan reaksi yang kuat.
c. Cara Pembuatan Ingatan
Ingatan dibentuk kekuatan dari kontak sinaps tertentu. Perubahan
ini biasanya diikuti dengan sintesis protein dan aktivasi gen tertentu.
Setelah kontak sinaps-sinaps tersebut, kemudian terjadi penurunan
kandungan ion Ca ekstra seluler dan peningakatan ion Ca intra seluler.
Peningkatan ini bertujuan untuk meningkatkan kecepatan pelepasan
neurotransmitter dari satu sinaps ke sinaps lain.
d. Cara kerja pembentukan ingatan eksplisit
 Ingatan jangka pendek
Ingatan jangka pendek dibentuk oleh kerja di bagian lobus
frontalis dan hipokampus. Ingatan jangka pendek berbentuk ingatan kerja
yaitu merupakan proses menahan informasi sehingga bisa dipakai
sebagai salah satu bentuk pengambilan keputusan yang akan dlakukakan.
Contoh ingatan kerja adalah misal pada saat kita mengingat suatu nomor
telepon lalu menggunkan informasi tersebut untuk menelepon. Pada
contoh tersebut yang disebut ingatan kerja adalah ingatan kita pada
nomor telepon tersebut. Pemakaian ingatan ini didukung oleh disimpan
dalam suatu “central executive” yang didukung oleh sistem pengulangan
yang dibantu oleh sistem verbal dan sistem visuospasial yang terletak di
korteks prafrontalis.

 Ingatan jangka panjang


Ingatan jangka panjang dibentuk dan disimpan di simpan di
berbagai bagian neokorteks. Ingatan-ingatan tersebut disimpan di bagian-
bagian tertentu otak dan dapat dipanggil sesuai kebutuhan.
e. Cara pembentukan ingatan implisit
Ingatan implisit selalu melibatkan berbagai stimulus untuk
membuat suatu ingatan. Stimulus-stimulus tersebut berupa
unconditioned stimulus dan conditioned stimulus. Unconditioned
stimulus rangasan yang terjadi secara normal, sedangkan conditioned
stimulus adalah rangsangan yang terkondisi. Contoh dari dua stimulus ini
adalah cara kita melatih anjing. Anjing yang diberi daging akan
meneteskan liurnya. Sebelum daging diberikan selalu dibunyikan bel. Hal
ini dilakukan dalam waktu yang sangat lama sehigga ketika mendengar
bunyi bel, anjing akan meneteskan air liur. Bunyi bel merupakan
conditioned stimulus sedangkan daging merupakan unconditioned
stimulus. Dengan asosiasi kedua ingatan ini akan membentuk suatu
operant conditioning yaitu bentuk penyesuaian perilaku terhadap tugas.
Operant conditioning dapat berupa refleks penghindaran. Refleks
penghindaran tebentuk ketika ada refleks tidak menyenangkan pada
suatu stimulus. Misalnya saat memakan ikan bandeng kita sering terkena
duri. Berdasarkan pengalaman tersebut, akhinya kita akan berusaha
memisahkan duri terlebih dahulu sebelum memakan ikan bandeng.
Memisahkan duri-duri sebelum memakan ikan bandeng merupakan suatu
bentuk operant conditioning dari pengalaman yang telah lalu.
Stimulus-stimulus yang membentuk ingatan implisit diolah pada
bagian bagian ganglia basalis dan serebelum. Stimulus-stimulus masuk ke
ganglia basalis dan serebelum dan membentuk ingatan implisit. Ingatan
implisit tersebut naik ke korteks serebri untuk membuat proses
pembelajaran membentuk operant condition.
3.1.2 Bahasa
Pengenalan bahasa di atur di suatu area Wernicke dan area Broca,
kedua area tersebut dihubungkan oleh fasikulus arkuatus. Untuk
melakukan fungsi bicara, informasi datang dari area Wernicke menuju ke
area Broca. Area Broca membentuk pola-pola yang akan dintepretasikan
oleh ke korteks serebri untuk menjadi gerakan bibir, lidah dan faring
yang spesifik.

3.1.3 Pengenalan wajah


Suatu bagian penting masuk ke bagian visual masuk ke bagian ke
lobus temporalis inferior, suatu tempat menyimpan representasi benda,
wajah.
3.1.4 Fungsi lain
Fungsi lain yaitu fungsi arimatik (fakta angka dan perhitungan
pasti) terdapat pada bagian inferior lobus frontalis kiri sedangkan pada
area di sekitar sulkus intra partietalis terdapat representasi visuospasial,
angka dan mungkin juga jari. Bagian lain di bagian subkorteks di sisi
kanan memiliki fungsi navigasi khususnya bagian hipokampus untuk
mengenali dimana tempat ia berada, dan nukleus kaudatus kanan
memudahkan perpindahan tempat.

3.2 Sistem Sensori Somatik


Dari reseptor di perifer sampai ke korteks sensorik di otak jalur sensorik
sekurang-kurangnya terdiri dari 3 tingkatan neuron. Impuls (rangsangan )
bekerja secara entripental dari reseptor di perifer ke badan sel neuron tingkat
pertama (primer) di ganglion akar dorsal dari saraf spinal. Aksonnya menuju ke
sentral, bersinaps dengan neuron tingkat dua (sekunder) di kornu posterior
medula spinalis atau inti homolog dibatang otak. Akson neuron sekunder
melintasi garis tengah dan menuju pada sisi sebelahnya (kontralateral),
kemudian naik sebagai jaras spinotalamik atau lemsiskus medialis menuju ke
sinaps berikutnya di talamus. Neuron di talamus biasnya berupa neuron tingkat
tiga (tersier) terletak dikompleks ventrobasal talamus dan berproyeksi melalui
kaki posterior kapsula interna kek korteks di girus postsentral (area
Brodmannn3-1-2). Pola dasar ini mengemukakan beberapa banyak hal:
Sistem sensorik menyilang. Informasi sensorik dari separuh badan
berproyeksi ke talamus dan korteks kontralateral. Neuron tingkat pertama
berada di gangglion akar dorsal. Badan sel neuron tingkat dua berada di kornu
posterior medula atau di inti homolog medula oblongata seperti nukleus grasilis
(menerima impuls dari tungkai) dan kuneatus (yang menerimah impuls dari
lengan). Neuron tingkat tiga di talamus me-relay impilus ke korteks
a. Reseptor
Reseptor merupakan sel-sel khusus untuk mendeteksi perubahan khusus
pada lingkungannya. Eksteroseptor mencakup reseptor yang terlibat terutama
pada lingkungan eksternal yaitu, korpuskes (badan), Meissner, korpuskel
Merker, sel rambut untuk rasa raba, bulbus Krauss untuk rasa dingin, korpuskel
Ruffini untuk rasa panas, dan ujung saraf bebas untuk rasa nyeri. Banyak hasil
penelitian yang mengimplisikan bahwa sensasi tertentu dihantarkan oleh ujung
tettentu, namun dengan banyak perkecualian. ,misalnya karena mata hanya
ditemukan ujung saraf bebas, namun rasa raba, nyeri, panas dan dingin dapat
diapresiasi. Reseptor tidak khusus (spesifik) terhadap sensasi tertentu misalnya
rangsang yang kuat dapat mengakibatkan berbagai sensasi, juga nyeri walaupun
rangsang pencetusnya tidak harus nyeri. Stimulasi yang berlebihan pada ujung
sensorik, terlebih bila sifat melukai (noxious) akan menginduksi rasa nyeri.
Hubungan manusia dengan dunia luar terjadi melalui reseptor sensorik
yang dapat berupa:
 Reseptor eksteroseptif yang berespon terhadap stimulasi dari lingkungan
eksternal, termasuk visual, auditoar, dan taktil.
 Reseptor propioseptif misalnya yang menerima informasi mengenai
posisi bagian tubuh.
 Reseptor interoseptif mendeteksi kejadian internal seperti perubahan
tekanan darah.
Sistem sensorik somatik meneriam informasi primer dari reseptor eksteroseptif
dan proprioseptif. Didapatkan 4 subkelas mayor dan sensasi somatik, yaitu:
 Sensasi nyeri yang dicetuskan oleh rangsangan yang dapat mencederai
(noxious)
 Sensasi suhu (termal) terdiri dari rasa panas dan rasa dingin
 Rasa (sensasi) sikap dicetuskan oleh perubahan mekanis di otot dan
persendian, dan mencakup rasa sikap anggota gerakan anggota gerak
(kinestesia)
 Sensasi (rasa) tekan dicetuskan oleh stimulasi mekanis yang diberikan
pada permukaan tubuh.

3.6 Sistem Motorik Somatik


Sistem motorik merupakan sistem yang bertanggung jawab terhadap
ketrampilan gerakan otot skeletal. Sistem motorik mulai dari area spesifik di
serebral korteks  berakhir di alpha-motor neuron. Terdiri dari unsur saraf &
muskuler.
Komponen sistem motorik:
1. Neuron Sentral:
merupakan neuron-neuron dari korteks motorik di gyrus precentralis ke
inti-inti saraf di batang otak & medula spinalis UMN (Upper Motor
Neuron).
2. Neuron Perifer:
merupakan neuron saraf dari inti motorik di batang otak & kornu anterior
medula spinalis ke otot  LMN (Lower Motor Neuron).
3. Motoric End Plate:
penghubung antara neuron & otot (NMJ).
4. Otot
UPPER MOTOR NEURON (UMN)
 Jaras UMN (korteks motorik) ada 2:
1. M1 (motor cortex): mempunyai treshold yang rendah untuk
stimulasi pergerakan otot-otot individu dan diatur oleh
somatotropic (Homunculus). Akson traktus piramidal berasal dari
sini. Letak: Area Brodmann 4.
2. M2 (premotor cortex): mempunyai treshold yang tinggi untuk
stimulasi dan memacu pergerakan yang melibatkan pengaturan
postural ipsi dan kontralateral. Jaras ekstrapiramidal paling banyak
berasal dari area premotor ini. Letak: Area Brodmann 6.
 UMN dibagi menjadi 2 sistem, yaitu:
1. Sistem Piramidal
 Mulai dari sel-sel neuron di lapisan V koreks precentralis (area 4
Brodmann)
 Neuron-neuron tersebut tertata di daerah gyrus precentralis
yang mengatur gerakan tubuh tertentu → penataan
somatotropik
 Serabut-serabut eferen berupa akson-akson neuron di girus
precentralis turun ke neuron-neuron yang menyusun inti saraf
otak motorik, lalu terbagi menjadi 2:
o Di brain stem melalui traktus kortikobulbaris
o Di kornu anterior medula spinalis melalui traktus
kortikospinalis

Traktus Pyramidalis
1. Serabut kortikospinalis
korona radiata → posterior kapsula interna → cerebral peduncles
crus cerebri → pons → medula oblongata → LOWER MEDULA →
SPINAL CORD

 75-90% menyilang di  10-25% serabut yg tdk


DECUSSATION menyilang
PYRAMIDAL  Berjalan di anterior
 Di atas medula cord medula spinalis sbg
junction sbg Traktus Traktus Corticospinalis
Anterior

fungsi: gerakan-gerakan tangkas otot-otot tubuh dan anggota gerak.

2. Serabut kortikobulbaris
Korona radiata → posterior kapsula interna → cerebral peduncles crus cerebri →
PONS → medulla
 Serabut berjalan bersama serabut kortikospinal
 Sebagian serabut kortikobulbar meninggalkan pyramidal di atas
nukleus yang dituju & berjalan di area Lemniskus Medeialis
 Sebaian lainnya berakhir di Retikular Formation

Fungsi: gerakan otot-otot kepala serta leher.

2. Sistem Ekstrapyramidal
 Merupakan kumpulan-kumpulan traktus, inti-inti & sirkuit
feedbacknya.
 Susunan ekstrapyramidal ini secara fungsional berhubungan
dengan traktus pyramidal.
 Susunan ekstrapiramidal ini dimulai dari serebral korteks,
basal ganglia, subkortikal nukleus secara tidak langsung ke
spinal cord:  melalui multisynap conection.
 Inti-inti yang menyusun ekstrapyramidal:
1. Korteks motorik tambahan (area 4s, 6, 8).
2. Ganglia basalis (nucleus kaudatus, putamen, globus
pallidus, substansia nigra),
Korpus subtalamikum (Luysii),
Nucleus ventrolateralis Talami.
3. Nucleus ruber & substansia retikularis batang otak.
4. Cerebellum.

 System ekstrapiramidalis dibagi atas 3 lintasan:


1. Lintasan Sirkuit Pertama.
Lingkaran yang disusun oleh jaras-jaras penghubung berbagai inti
melewati korteks piramidalis (area 4), area 6, oliva inferior, inti-
inti pontis, korteks serebelli, nucleus dentatus, nucleus rubber,
nucleus ventrolateralis talami, korteks pyramidalis &
ekstrapiramidalis.
Peranan sirkuit ini memberikan FEEDBACK kepada korteks
pyramidalis & ekstrapiramidalis yang berasal dari korteks
cerebellum.

2. Lintasan Sirkuit Kedua.


Menghubungkan korteks area 4s & area 6 dengan korteks motorik
piramidalis & ekstrapiramidalis melalui substansia nigra, globus
pallidus, nucleus ventrolateralis talami.
Tujuan pengelolaan impuls piramidalis & ekstrapiramidalis untuk
mengadakan INHIBISI terhadap korteks piramidalis
ekstrapiramidalis  gerakan volunter yang bangkit memiliki
ketangkasan yang sesuai.
3. Lintasan Sirkuit Ketiga.
Merupakan lintasan bagi impuls yang dicetuskan di area 8 & area
4s untuk diolah secara berturut-turut oleh nucleus kaudatus,
globus palidus, & nucleus ventrolateralis talami.
Hasil pengolahan ini dengan dicetuskan impuls oleh nucleus
ventrolateralis talami yang dipancarkannya ke korteks piramidalis
& ekstrapiramidalis (area 6).
Impuls terakhir ini melakukan tugas INHIBISI.
Sebagian impuls ini disampaikan oleh globus pallidus kepada
nucleus Luysii.

Fungsi: berkaitan dengan fungsi lintasan piramidal, terutama dalam


memulai dan memperhalus gerakan-gerakan tubuh dan anggota gerak
(terutama jari-jari).
Lower Motoneuron (LMN)
Lower Motoneuron (LMN) merupakan neuron-neuron yang
menyalurkan impuls motorik pada bagian perjalanan terakhir ke sel otot
skeletal. Berbedaan UMN dengan LMN yaitu akson LMN dinamakan oleh
Sherrington ‘final common path’ impuls motorik. LMN menyusun inti-inti
saraf otak motorik dan inti-inti radiks ventral saraf spinal. Dua jenis LMN
dapat dibedakan yang pertama dinamakan -motoneuron ia berukuran
besar dan mejulurkan aksonnya yang tebal (12-20) ke serabut otot
ekstrafusal. Yang lain dikenal sebagai -motoneuron ukuran kecil
aksonnya halus (2-8) dan mensarafi serabut otot intrafusal.
Dengan perantara kedua macam motoneuron ini impuls motorik dapat
mengemudiakan keseimbangan tonus otot yang diperlukan untuk
mewujudkan setiap gerak tangkas. Tiap motoneuron menjulurkan hanya
satu akson. Tetapi pada ujungnya setiap akson bercabang-cabang dan
setiap cabang mensarafi seutas serabut otot sehingga dengan demikian
setiap akson dapat berhubungan dengan sejumlah serabut otot. Otot yang
digunakan untuk berbagai gerak tangkas khusus terdiri dari banyak unit
motorik yang kecil=kecil. Ini berarti, bahwa untuk melakasanakan gerak
tangkas yang rumit diperlukan banyak motoneuron.
Tugas motoneuron hanya menggalakkan sel-sel serabut otot sehingga
timbul gerak otot. Tugas untuk menghambat serabut otot tidak
dipercayakan pada motoneuron tetapi pada interneuron. Sel tersebut
menjadi pusat penghubung anatara motoneuron dengan pusat eksitasi
atau pusat inhibisi, yang berlokasi di fomasio retikularis batang otak.
Penghambatan yang dilakukan oleh interneuron dapat juga terjadi tas
tibanya impuls dari motoneuron yang disampaikan kembali kepada
motoneuron. Interneuron itu dikenal sebagai sel Renshaw
3.7 Sistem Saraf Otonom
Susunan saraf autonom adalah bagian susunan saraf yang mengurus
perasaan viseral dan semua gerakan involunter reflektorik, seperti vasodilatasi-
vasokontriksi, bronkodilatasi-bronkokontriksi, peristaltik, berkeringat,
merinding, dan seterusnya. Sistem saraf otonom merupakan bagian susunan
saraf yang berhubungan dengan persarafan struktur involunter seperti otot
jantung, otot polos, dan kelenjar. Terdiri dari 2 neuron yaitu neuron
preganglioner dan postganglioner yang bersinaps di ganglion otonom. Sistem
saraf otonom terbagi menjadi:
a) Sistem simpatis
b) Sistem parasimpatis
c) Sistem enteric nervus
a) Saraf Simpatik (Devisi Torakolumbal)
Memiliki satu neuron preganglionik pendek dan satu neuron postganglionik
panjang. Badan sel neuron preganglionik terletak pada tanduk lateral
substansia abu-abu dalam segmen thoraks dan lumbal bagian atas medula
spinalis. Akson terminalisasi disebut serabut preganglionik, keluar melalui
radiks ventral bersama dengan serabut eferen somatik. Serabut
preganglionik menjalar seperti ramus komunikans putih menuju ganglion
terdekat pada rantai ganglion simpatik paraventebral, yang terletak pada
kedua sisi kolumna vertebra. Saat serabut preganglion mencapai ganglion
serabut ini akan mengambil salah satu dari ketiga jalur berikut:
 Serabut ganglion dapat bersinaps dengan neuron postganglionik
dalam ganglion simpatis pada area pintu masuk. Akson
postganglionik tidak termielinisasi (setelah bersinapsis) membentuk
ramus komunikan abu-abu dan menjalar kembali ke saraf spinal.
Kemudian akson ini melewati ramus dorsal dan ventral menuju
efektor otot polos.
 Serabut akson preganglionik dapat menuruni rantai simpatis dan
bersinapsis dalam ganglion pada area yang lebih rendah atau lebih
tinggi. Serabut postganglionik menjalar kembali bersam ramus
komunikans abu-abu kedalam saraf spinal pada area tersebut.
Serabut ini menginervasi efektor dalam regia yang disuplai saraf
tersebut.
 Serabut preganglionik dalam regio toraks dapat berlangsung ke
trunkus simpatis (tanpa bersinaps) untuk membentuk saraf splanknik
besar dan kecil yang menuju ganglion kolateral tempat terjadi sinaps.
Ganglion kolateral mesentrika inferior dan mesentrika superior serta
siliaka mengandung neuron postganglionik, terletak berdekatan
dengan organ yang diinervasi. Serabut akson postganglionik
meninggalkan ganglia dan menginervasi visera pelvis dan abdomen.
Satu-satunya pengecualian dari sistem dua neuron ini adalah inervasi
pada kelenjar medula adrenal. Serabut preganglionik simpatis yang
menjalar ke medula adrenal tidak bersimpatis dengan neuron
postganglionik sebelum mencapai kelenjar. Sel medula khusus
menggantikan sel-sel ganglion simpatis.
b) Saraf Parasimpatis (Divisi Kraniosakral)
Memiliki neuron preganglionik panjang yang menjulur mendekati organ
terinervasi dan memiliki serabut posganglionik pendek. Badan sel neuron
preganglionik terletak dalam nuklei batang otak dan keluar melalui N.III,
N.VII, N.IX, N.X dan N.XI juga dalam substansi abu-abu lateral pada
segmen sakral kedua, ketiga, dan keempat medula spinalis dan keluar
melalui radik ventral. Neuron poatganglionik terletak dalam ganglia
terminal yang terdapat tepat diluar atau didalam dinding organ yang
terinervasi. Serabut parasimpatis yang berawal dari regio kranial korda
menginervasi mata, struktur pada kepala, visera abdominal dan pelvis.
Serabut parasimpatis yang berawal dari regio sakral korda membentuk
saraf splanknik pelvis dan menginervasi sistem urinalis serta bagian-
bagian dari usus besar bawah. Serabut parasimpatis tidak menjalar dalam
ramus dorsal dan ramus ventral sarsf spinal. Dengan demikian efek dari
kulit (kelenjar keringat, otot arektor pili, dan pembuluh darah kutan)
tidak menerimah inervasi parasimpatis.
Perbedaan sistem simpatis dan parasimpatis
Simpatis Parasimpatis
Pusatnya di medulla spinalis, segmen Pusatnya craniosacral yaitu nuclei
thoracolumbal yaitu pada nucleus nervus III, nervus VII, nervus IX,
intermediolateralis nervus Xdan medulla spinalis segmen
sacral
Serabut preganglioner bersinaps di Serabut preganglioner bersinaps di
truncus simpaticus ganglion ciliare (N.III), g.
Submandibulare atau g.
Pterigopalatinum (N.VII), g.opticum
(N.IX), g. Terminale (N.X)
Serabut postganglioner panjang Serabut post ganglioner pendek
Efeknya: dilatasi pupil, tachycardy, Efeknya: konstriksi pupil, bradicardi,
bronchodilatasi, tekanan darah peristaltik meningkat, sekresi kelenjar
meningkat, kelenjar keringat naik meningkat

3.8 Sinaps
 Proses penghantaran impuls
Impuls dapat dihantarkan melalui beberapa cara, di antaranya melalui sel saraf
dan sinapsis. Berikut ini akan dibahas secara rinci kedua cara tersebut.
a. Penghantaran Impuls Melalui Sel Saraf
Penghantaran impuls baik yang berupa rangsangan ataupun tanggapan melalui
serabut saraf (akson) dapat terjadi karena adanya perbedaan potensial listrik antara
bagian luar dan bagian dalam sel. Pada waktu sel saraf beristirahat, kutub positif
terdapat di bagian luar dan kutub negatif terdapat di bagian dalam sel saraf.
Diperkirakan bahwa rangsangan (stimulus) pada indra menyebabkan terjadinya
pembalikan perbedaan potensial listrik sesaat. Perubahan potensial ini (depolarisasi)
terjadi berurutan sepanjang serabut saraf.
Bila impuls telah lewat maka untuk sementara serabut saraf tidak dapat dilalui
oleh impuls, karena terjadi perubahan potensial kembali seperti semula (potensial
istirahat). Energi yang digunakan berasal dari hasil pemapasan sel yang dilakukan oleh
mitokondria dalam sel saraf.
Stimulasi yang kurang kuat atau di bawah ambang (threshold) tidak akan
menghasilkan impuls yang dapat merubah potensial listrik. Tetapi bila kekuatannya di
atas ambang maka impuls akan dihantarkan sampai ke ujung akson. Stimulasi yang kuat
dapat menimbulkan jumlah impuls yang lebih besar pada periode waktu tertentu
daripada impuls yang lemah.
b. Penghantaran Impuls Melalui Sinapsis
Titik temu antara terminal akson salah satu neuron dengan neuron lain
dinamakan sinapsis. Setiap terminal akson membengkak membentuk tonjolan sinapsis.
Di dalam sitoplasma tonjolan sinapsis terdapat struktur kumpulan membran kecil berisi
neurotransmitter; yang disebut vesikula sinapsis. Neuron yang berakhir pada tonjolan
sinapsis disebut neuron pra-sinapsis. Membran ujung dendrit dari sel berikutnya yang
membentuk sinapsis disebut post-sinapsis. Bila impuls sampai pada ujung neuron,
maka vesikula bergerak dan melebur dengan membran pra-sinapsis. Kemudian vesikula
akan melepaskan neurotransmitter berupa asetilkolin.
Neurontransmitter adalah suatu zat kimia yang dapat menyeberangkan impuls
dari neuron pra-sinapsis ke post-sinapsis. Neurontransmitter ada bermacam-macam
misalnya asetilkolin yang terdapat di seluruh tubuh, noradrenalin terdapat di sistem
saraf simpatik, dan dopamin serta serotonin yang terdapat di otak. Asetilkolin
kemudian berdifusi melewati celah sinapsis dan menempel pada reseptor yang terdapat
pada membran post-sinapsis. Penempelan asetilkolin pada reseptor menimbulkan
impuls pada sel saraf berikutnya. Bila asetilkolin sudah melaksanakan tugasnya maka
akan diuraikan oleh enzim asetilkolinesterase yang dihasilkan oleh membran post-
sinapsis.
Antara saraf motor dan otot terdapat sinapsis berbentuk cawan dengan
membran pra-sinapsis dan membran post-sinapsis yang terbentuk dari sarkolema yang
mengelilingi sel otot. Prinsip kerjanya sama dengan sinapsis saraf-saraf lainnya

4. Patologi
1.2 . Penurunan Kesadaran
1.2.1 Ensefalopati
1. Definisi
Ensefalopati adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan kelainan fungsi
otak menyeluruh yang dapat akut atau kronik, progresif atau statis. Ensefalopati
adalah disfungsi kortikal umum yang memiliki karakteristik perjalanan akut hingga
sub akut (jam hingga beberapa hari), secara nyata terdapat fluktuasi dari tingkat
kesadaran, atensi minimal, halusinasi dan delusi yang sering dan perubahan tingkat
aktifitas psikomotor (secara umum meingkat, akan tetapi dapat menurun).
Penggunaan istilah ensefalopati menggambarkan perubahan umum pada fungsi otak,
yang bermanifestasi pada gangguan atensi baik berupa agitasi hiperalert hingga
koma.

2. Etiologi
Secara klinis, diagnosis ensefalopati digunakan untuk menggambarkan
disfungsi otak difuse yang disebabkan oleh gangguan faktor sistemik, metabolik, atau
toksik. Etiologi ensefalopati pada anak meliputi penyebab infeksi, toksis (misalnya
karbon monoksida, obat, timah hitam), metabolik dan iskemik.
a. Ensefalopati akibat infeksi

Definisi.
- Infeksi sistem saraf pusat termasuk didalamnya meningitis, meningoensefalitis,
ensefalitis, empiema subdural atau epidural dan abses otak.
- Ensefalitis dan ensefalopati harus dapat dibedakan, dimana pada ensefalopati
terjadi kerusakan fungsi otak tanpa adanya proses inflamasi langsung di dalam
parenkim otak.
- Ensefalopati yang disebabkan oleh infeksi sistemik adalah keadaan yang paling
sulit dibedakan dengan ensefalitis. Perbedaan yang dapat diidentifikasi antara
ensefalopati dan ensefalitis pada umumnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel1. Perbedaan antara ensefalopati dan ensefalitis
Ensefalopati Ensefalitis
Manifestasi klinis

Demam Tidak umum Umum

Nyeri kepala Tidak umum Umum

Depresi status mental Deteriorasi Mungkin fluktuasi

Tanda neurologis fokal Tidak umum Umum

Tipe kejang Umum Umum atau fokal

Temuan Laboratoris

Darah Leukositosis tidak Leukositosis umum


umum
LCS Pleositosis tidak umum Pleositosis umum

EEG Pembengkakan umum Pembengkakan umum


dan abnormalitas fokal

MRI Terkadang normal Abnormalitas fokal

Patogenesis
Patogenesis ensefalopati sepsis masih belum jelas. Beberapa kemungkinan
diajukan sebagai penyebab adanya kerusakan otak selama sepsis berat yaitu efek
endotoksin dan mediator inflamasi, disfungsi sawar darah otak dan kerusakan
cairan serebro spinal, perubahan asam amino dan neurotransmiter, apoptosis, stres
oksidatif dan eksitotoksisitas, akan tetapi hipotesis yang paling dipercaya adalah
moltifaktorial.(13)
Gejala Klinis
Ensefalopati sepsis pada umumnya terjadi awal sepsis berat dan menyebabkan
gagal multiorgan. Keadaan klinis yang paling sering ditimbulkan adalah penurunan
tingkat kesadaran dari mulai penurunan kewaspadaan ringan hingga tak berespon
dan koma. Status konfusional fluktuatif, inatensi dan kebiasaan yang tidak sesuai
juga terkadang timbul pada pasien ensefalopati ringan. Pada kasus yang lebih berat
dapat menimbulkan delirium, agitasi dan deteriorasi kesadaran dan koma.
Diagnosis
- EEG merupakan merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang sensitif dan
dapat menunjukkan abnormalitas walaupun pemeriksaan neurologis normal.
- CT Scan kepala tidak ditemukan kelainan, akan tetapi dilakukan pemeriksaan
untuk menyingkirkan adanya kerusakan otak yang disebabkan oleh
hipoksik/iskemik.
Penatalaksanaan.
- Pengobatan ensefalopati septik secara khusus masih belum ada, penanganannya
dilakukan dengan penanganan sepsis pada umumnya.
-
Dibutuhkan terapi suportif seperti menjaga suhu lingkungan yang hangat,
memberi pengobatan simptomatik seperti muntah, anemia dan demam.
Kemudian dilakukan pemberian antibiotik untuk penanganan definitif selama
kurang lebih 14 hari.
b. Ensefalopati akibat iskemik

Definisi
Ensefalopati hipoksik iskemik merupakan penyebab cedera permanen yang
penting pada sel sistem saraf pusat yang mengakibatkan kematian neonatus atau
nantinya, jejas dapat bermanifestasi sebagai palsi serebral atau defisiensi mental
Etiologi.
Penyebab saat di dalam kandungan terdiri dari
1) Oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama anestesi,
penyakit jantung sianosis, gagal pernapasan, atau keracunan karbon monoksida
2) Tekanan darah ibu yang rendah akibat hipotensi yang dapat merupakan
komplikasi anestesi spinal atau akibat kompresi vena kaca dan aorta pada uterus
gravid
3) Relaksasi uterus tidak cukup memberikan pengisian plasenta akibat adanya
tetani uterus yang disebabkan oleh pemberian oksitosin berlebihan
4) Pemisahan plasenta premature
5) Sirkulasi darah melalui tali pusat terhalang akibat adanya kompresi atau
pembentukan simpul pada tali pusat
6) vasokonstriksi pembuluh darah uterus oleh kokain
7) insufisiensi plasenta karena berbagai sebab, termasuk toksemia dan pasca
maturitas.
Hipoksia yang tejadi sesudah lahir, dapat merupakan akibat dari :
1) Anemia cukup berat, yang sampai menurunkan kandungan oksigen darah ke
tingkat kritis, akibat perdarahan berat atau penyakit hemolitik
2) Syok cukup berat, yang sampai mengganggu pengangkutan oksigen ke sel sel
vital, akibat perdarahan adrenal, perdarahan intraventrikular, infeksi yang
berlebihan atau kehilangan darah yang masif.
3) Kurangnya saturasi oksigen arteria disebabkan gagal terjadinya pernapasan
yang adekuat pada pasca lahir, akibat cacat, nekrosis atau jejas pada otak
4) Kegagalan oksigenasi sejumlah darah yang adekuat akibat adanya bentuk
penyakit jantung kongenital sianosis atau defisiensi fungsi paru yang berat.
Gejala Klinis
Secara khas, ensefalopati hipoksia iskemik pada neonatus memiliki
karakteristik edema serebral, nekrosis kortikal, dan keterlibatan ganglia basalis,
sedangkan pada neonatus preterm, memiliki karakteristik periventrikular
leukomalasia. Kedua lesi dapat menyebabkan atropi kortikal, retardasi mental dan
kuadriplegi atau diplegi
Tabel 4. Gejala klinis ensefalopati hipoksik iskemik pada neonatus(20)
Tanda Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3
Tingkat Hiperalert Letargik Stupor
kesadaran
Tonus otot Normal Hipotonus Flaksid
Refleks Hiperaktif Hiperaktif Tidak ada
tendon/
klonus
Reflek moro Kuat Lemah Tidak ada
Pupil Midriasis Miosis Anisokor,
reflek cahaya
minimal
Kejang Tidak ada Ada Desereberasi
EEG Normal Perubahan Banyak supresi
voltase rendah hingga
hingga aktifitas isoelektrik
kejang
Durasi <24jam jika ada 24jam -14 hari Hari-minggu
kemajuan lain
mungkin tetap
normal
Penatalaksanaan
Pencegahan dan pengobatan nantinya diarahkan pada keadaan dasar yang
menyebabkannya, kematian dan ketidakmampuan kadang kadang dapat dicegah
melalui pengobatan terhadap gejala yang timbul dengan memberikan oksigen atau
pernafasan buatan dan koreksi disfungsi multiorgan terkait.
1.2.2 Koma
Definisi
Koma ialah keadaan pada mana kesadaran menurun pada derajat yang terendah.
Koma akan menjadi kenyataan jika korteks serebri kedua sisi tidak lagi menerima
impuls aferen aspesifik yang disampaikan melalui lintasan aspesifik difus substansia
retikularis. Koma juga dapat dibangkitkan jika lapisan substansia grisea kedua
hemisferium dibuang (dekortikasi) atau jika inti intralaminar talamik semuanya dirusak
atau jika substansia grisea di sekitar akuaduktus Sylvii dihancurkan. Akibatnya
menimbulkan keadaan dimana penyaluran impuls asendens aspesifik tersumbat pada
nuclei intralaminar atau di substansia grisea di sekitar akuaduktus Sylvii.Koma dapat
dibagi dalam:
a) Koma supratentorial diensefalik
b) Koma infratentorial diensefalik
c) Koma bihemisferik difus
Koma infratentorial diensefalik adalah koma dengan kausa yang timbul dari
ruang infra tentorium.Adapun dua macam proses patologik di dalam ruang
infratentorial yang dapat menimbulkan koma, ialah
1. Proses patologik di dalam batang otak yang merusak substansia retikularis
(destruktif)
2. Proses di luar batang otak yang mendesak dan mengganggu fungsi substansia
retikularis (kompresif)
Lesi vaskular yang merusak substansia retikularis mesensefali terjadi akibat
penyumbatan arteria serebeli superior. Yang mengakibatkan lesi vaskular di pons ialah
penyumbatan arteri-arteri perforantes yang berinduk pada arteria basilaris. Di samping
lesi vaskular, perdarahan karena trauma kapitis dapat merusak tegmentum batang otak
berikut substansia retikularis. Neoplasma, granuloma, abses dan perdarahan di dalam
serebelum mendesak batang otak dari luar.
Kompresi karena proses desak ruang di fosa kranii posterior (infratentorial) dapat
menimbulkan koma dengan cara berikut
1. Penekanan langsung terhadap tegmentum, biasanya tegmentum pontis.
2. Herniasi serebelum ke rostral dan dengan demikian menimbulkan jiratan
transversal terhadap mesensefalon.
3. Herniasi tonsil serebelum di foramen magnum dan dengan demikian menimbulkan
jiratan terhadap medula oblongata.
Koma infratentorial akan cepat timbul jika substansia retikularis mesensefalon
mengalami gangguan sehingga tidak bisa berfungsi lagi. Hal ini timbul akibat
perdarahan. Frekuensi perdarahan di batang otak, lebih sering merusak tegmentum
pontis daripada mesensefalon. Karena masifnya perdarahan tersebut, maka koma akan
timbul serentak dengan terjadinya perdarahan. Lagi pula perdarahan yang masif itu
seringkali merupakan infark hemoragik sepanjang tegmentum mesensefalon dan pons.
Gejala-gejala gangguan pupil, pernafasan, okular dan tekanan darah berikut nadi yang
menandakan terlibatnya tegmentum mesensefalon, pons dan medula oblongata akan
dijumpai juga pada pemburukan koma subtentorial
a. Koma SupratentorialL Diensefalik
Semua proses supratentorial yang dapat mengakibatkan destruksi dan kompresi
pada substansia retikularis diensefalon (nuclei intralaminar) akan menimbulkan koma.
Destruksi dalam arti destruksi morfologi, dapat terjadi akibat perdarahan atau infiltrasi
dan metastasis tumor ganas. Destruksi dalam arti destruksi biokomia, dijumpai pada
meningitis.
Kompresi dapat disebabkan oleh proses desak ruang, baik yang berupa
hematoma atau neoplasma. Proses desak ruang mendesak secara radial kemudian akan
mendesak ke bawah secara progresif, mengingat adanya foramen magnum sebagai
satu-satunya pintu dari suatu ruang yang tertutup. Akibat kompresi rostro-kaudal itu,
secara berturut-turut mesensefalon, pons atau medulla oblongata akan mengalami
desakan. Sehingga sindrom lesi transversal setinggi mesensefalon, pons dan medulla
oblongata akan timbul secara bergiliran.
Proses desak ruang supratentorial yang bisa menimbulkan koma supratentorial dapat
dibagi dalam 3 golongan:
1) proses desak ruang yang meninggikan tekanan di dalam ruang intracranial
supretentorial secara akut
2) lesi yang menimbulkan sindrom unkus
3) lesi supratentorial yang menimbulkan sindrom kompresi rostro-kaudal terhadap
batang otak
Tekanan intrakranial supratentorial yang mendadak menjadi tinggi
Keadaan di atas dapat dijumpai jika terdapat hemoragia serebri yang masif atau
perdarahan epdural. Kompresi supratentorial yang tiba-tiba itu, langsung mendesak
bangunan yang terletak infratentorial. Oleh karena itu secara tiba-tiba tekanan darah
melonjak, nadi menjadi lambat dan kesadaran menurun secara progresif. Trias ini
dikenal sebagai sindrom Kocher-Cushing. Pada umumnya trias tersebut merupakan ciri-
ciri koma akibat proses infratentorial.
Sindrom Unkus
Sindrom unkus dikenal juga sebagai sindrom kompresi diensefalon ke lateral.
Proses desak ruang di bagian lateral dari fosa cranii media biasanya mendesak tepi
medial unkus dan girus hipokampalis dan kolong tepi bebas daun tentorium. Karena
desakan itu, bukannya diensefalon yang pertama-tama mengalami gangguan, melainkan
bagian ventral nervus occulomotorius. Maka dari itu gejala yang pertama akan dijumpai
bukannya gangguan kesadaran akan tetapi dilatasi pupil kontralateral. Pupil yang
melebar itu mecerminkan penekanan terhadap nervus occulomotorius dari bawah oleh
arteria serebeli. Tahap yang segera menyusul ialah tahap kelumpuhan nervus
occulomotorius totalis. Progresi bisa cepat sekali, dan juga pedunkulus serebri
kontralateral mengalami iskemia pada tahap ini. Sehingga hemiparesis timbula pada sisi
proses desak ruang supratentorial yang bersangkutan. Pada tahap perkembangan ini
juga diikuti progresifitas penurunan kesadaran.
Sindrom kompresi rostrkaudal terhadap batang otak.
Proses desak ruang supratentorial secara berangsur-angsur dapat menimbulkan
kompresi terhadap bagian rostral batang otak. Prose tersebut meliputi:
a. herniasi girus singuli di kolong falks serebri
b. herniasi lobus temporalis di kolong tentorium
c. penjiratan diensefalon dan bagian rostral mesensefalon oleh tepi bebas daun
tentorium secara bilateral

(gambar: hematoma epidural yang menimbulkan proses desak ruang intrakranial.


Sumber: Atlas Anatomi Sobotta)
Pada tahap dini dari kompresi rostro-kaudal terhadap batang otak akan kita
dapati (1) respirasi yang kurang teratur, yang sering mendahului respirasi jenis Cheyne-
Stokes; (2) pupil kedua sisi sempit sekali; (3) kedua bola mata bergerak perlahan-lahan
secara konjugat ke samping kiri dan kanan bahkan dapat bergerak secara divergen; (4)
gejala-gejala UMN pada kedua sisi. Ini merupakan gejala tahap diensefalon.
Pada tahap kompresi rostro-kaudal berikutnya (1) kesadaran menurun sampai
derajat yang paling rendah; (2) suhu badan mulai meningkat dan cenderung untuk
melonjak terus; (3) respirasi menjadi cepat dan mendengkur; (4) pupil yang tadinya
sempit berangsur-angsur menjadi lebar dan tidak bereaksi lagi terhadap sinar cahaya.
Itulah manifestasi tahap mesensefalon.
Tahap selanjutnya ialah tahap pontin, dimana hiperventilasi berselingan dengan
apnoe dan rigiditas deserebrasi akan dijumpai.
Tahap terminalnya dinamakan tahap medula oblongata. Pernafasan menjadi lambat
namun tidak teratur. Nadi menjadi lambat pula atau justru cepat lagi dan tekanan darah
menurun secara progresif.
Diagnosis
Anamnesis
1. wawancara dg orang sekitarnya
2. latarbelakang social, riwayat medis, lingkungan sekitarnya
3. jk tidak sadar setelah operasi: emboli lemak, krisis addison, koma hipotiroid,
4. keluhan sebelum koma
a. sakit kepala SAH
b. Nyeri dada MI, disksi aorta
c. Nafas pendek  hipoksia
d. Kaku leher  meningoensephalitis
e. Vertigo CVA batang otak
f. Mual, muntah  keracunan
5. Riwayat trauma kepala, penyalahgunaan obat, kejang, hemipharesis
6. Perjalanan penyakit
a. Progresif cepat toksik metabolik
b. Cepat  vaskular, infeksi
7. Identifikasi faktor psikiatri
a. Stessor
b. Ketidakbiasaan pasien
c. Respon idiosinkrosi terhadap stress
Pemeriksaan
Interna
1. vitalsign (tensi, nadi, suhu, respirasi)
2. bau pernapasan (amoniak alkohol, aseton)
3. kulit (turgor, warna, bekas injeksi)
4. selaput mukosa mulut(darah atau bekas minum racun)
5. kepala (kedudukan kepala, cairan telinga, hidung)
6. leher (fractur vertebre cervicalis, kaku kuduk)
7. torak (jantung, paru)
8. abdomen (hepar, ginjal, retensi urin)
9. Ekstremitas (perfusi, akral, sianosis, oedem)
Neurologik
1. Kesadaran, berdasar GCS
2. Menetapkan letak/topis urutan pemeriksaan:
a. Observasi umum
b. Pola pernapasan
c. Kelainan pupil
d. Refleks sefalik
e. Reaksi terhadap rangsang nyeri
f. Fungsi traktus piramidalis
g. Pemeriksaan lab
h. Pemeriksaan dengan alat
Observasi umum neurologis:
1. Perhatikan apa penderita masih bisa menelan, mengunyah, membasahi bibir,
menguap BO masih bagus
2. Perhatikan apa ada gerakan multifokal yg berulang (mioklonik jerk) gangguan
metabolik
3. perhatikan letak tungkai dan lengan
a. fleksi (dekortikasi)  ggn hemisfer, BO baik
b. Ekstensi (deserebrate) ggn BO
Pola pernapasan
1. CHEYNE-STOKES pernapasan apnea, kemudian berangsur bertambah besar
amplitudonyaggn hemisfer & / BO bag atas
2. KUSSMAUL / BIOT  pernapasan cepat & dalam  ggn di tegmentum (antara
mesensephalon & pons)
3. APNEUSTIK  inspirasi dalam diikuti penghentian ekspirasi selama wkt yg lama
 ggn d pons
4. ATAKSIK  pernapasan dangkal, cepat, tak teratur  ggn d fomartio retikularis
bag dorsomedial & med. Ob
Kelainan pupil
1. Lesi di hemisfer keduamata melihat ke samping ke arah hemisfer yang
terganggu. Besar dan bentuk pupil normal. Refleks cahaya positif normal
2. lesi di talamus kedua mata melihat ke hidung (medial bawah), pupil kecil,
refleks cahaya negatif.
3. lesi di pons  kedua mata di tengah, gerakan bola mata tidak ada, pupil kecil,
refleks cahaya positif, kadang terdapat ocular bobing.
4. lesi di serebellum  kedua mata ditengah, besar, bentuk pupil normal, refleks
cahaya positif normal
5. ggn N oculomotorius  pupil anisokor, refleks cahaya negatif pada pupil yg
lebar, ptosis
Refleks sefalik
1. refleks pupil  refles cahaya , refleks konsensual, refleks konvergensi  bila
terganggu topisnya d mesencephalon
2. doll's eye phenomenon = refleks okulosefalik  bila kepala penderita
digerakkan ke samping mk bola mata akan bergerak ke arah berlawanan
3. refleks okuloauditorik  bila dirangsang suara keras penderita akan menutup
mata  ggn d pons
4. refleks okulovestibular  bila meatus autikus eksteernus dirangsang air hangat
akan timbul nistagmus k arah rangsangan  ggn di pons
5. refleks kornea  ggn di pons
6. refleks muntah ggn d MO
Reaksi terhadap rangsangan nyeri
1. penekanan pada supraorbita, jaringan di bawah kuku jari tangan atau sternum
2. refleks yg timbul:
a. abduksi  fungsi hemisfer masih baik
b. menghindar (fleksi & aduksi)fungsi tingkat bawah
c. fleksi  ggn hemisfer
d. ekstensi ekstremitas  gangguan BO
Tes fungsi traktus piramidalis
1. paralisis
2. refleks tendinei  jk ggn, sisi kolateral refleks tendon menurun
3. refleks patologi  bl terganggu, sisi kolaeral refleks patologis positif
4. tonus  fase akut tonus otot menurun, bila kronis maka tonus meningkat
Pemeriksaan lain
EKG, unt mendapatkan:
1. MI, aritmia, blok konduksi
2. hipokalsemia  perpanjangan QT
3. hiperkalsemia  perpendekkan QT
4. hipotiroid  HR rendah, QRS rendah, pendataran / gelombang T terbalik, ST
mendatar
5. hipertiroid  takikardi
EEG
1. konfirmasi kerusakan struktur korteks
2. memeriksa post ictal state, epilepsi parsial kompleks, status epilepsi non
konvulsi
3. koma metabolik
4. herpes simpleks ensephalitis
5. katatonia, sindrom lock-in, PVS, brain death
ICP
1. pengukuran unt menentukan derajat edem otak
2. terutama pd trauma kepala
DD
1. afasia global akut  tdk mengerti dan tidak dapat berbicara, refleks-refleks
sefalik lain masih baik
2. lock-in synd  tetrapaesis, tdk dpt bicara, msh dpt berkedip dan gerak bola mata
positif. Dijumpai pada lesi mesensephalon
Penatalaksaan koma
Umum :
Breath : bebaskan dan bersihkan jalan nafas, posisi lateral dekubitus,
terdelenberg. k/p intubasi dan nafas buatan.
Blood : infuse ns, k/p dopamine 3 µg/kg atau drp dopamine 50-200 µg/500cc
Brain :
 Bila hipoglikemia: D40 % 50 cc iv atau tiamin 100mg iv
 Bila keracunan  antidotum, diuretic
 Bila kejang : diazepam 10 mg iv atau phenitoin 10-18 mg/kgBB iv pelan-
pelan minimal 50 mg/menit
 Bila herniasi otak : Deksametason 10 mg iv furosemid 0,5-1mg/KgBB iv,
manitol 20 % 1g/kgBB perdrip
 Kontusio cerebri deksmetason, piracetam.
 Suhu tinggi : piramidon 2cc im dan kompres
 Bila gelsah : diazepam 10 mg iv atau chlorpromazine 25 mg im
Bladder : pasang DC
Bowel : pasang NGT
Etiologis :
Circulation :
 Antiedema otak : deksametason, manitol
 Menaikkan metabolism otak : mesilate, cdp cholin
 Antiplatelet : dipyridamole, pantoxifilin, aspirin.
Encepalomeningitis :
 Purulent : ampicilin, chloramphenicol, cephalosporin.
 Seroas/ tbc : triple drug anti tbc
Metabolisme : obati penyakit primer
Elektrolit dan endokrin
Neoplasma : dexametason, manitol, furosemid, operasi
Trauma kapitis (komusio, kontusio, edh, sdh ):
 Contusio/ basis : dexametason, pirecelam/ cdpcholin
 Edh/ sdh cito bedah saraf.
Epilepsi:diazepam 10 mg iv perlahan dilanjutkan pemberian difenihidantoin iv
Drugs : anti dotum
c. Koma bihemesferik difus

Koma bihemisferik disebabkan oleh karena metabolisme neuroanal kedua


hemisferium terganggu secara difus. Unsur fungsional utama otak adalah neuron yang
kehidupannya dipelihara oleh metabolisme oksidatif yang berperan :
1. Mengatur keseimbangan Na & K di dalam dan di luar sel
2. Menghasilkan neurotransmitter
3. Mengolah katabolit-katabolit untuk diresintesis kembali menjadi enzim dan unsur
sel
Ketika metabolisme oksidatif tidak dapat memenuhi kebutuhan energi, maka
energi tersebut akan diambil langsung dari energi instrinsik neuron yang dapat
menyebabkan kematian fungsi nueron apabila dipakai secara terus-menerus. oleh
karena itu sebisa mungkin bahan metabolisme oksidatif neuron serebral yang berupa
glukosa dan bahan asam harus selalu ada, keadaan apa pun yang menghalang-halangi
sampainya nutrisi yang dibawa aliran darah ke otak tersebut makan dapat
menghancurkan neuron tersebut.
Kondisi ketika neuron – neuron di kedua hemisfer sudah tak berfungsi inilah
yang disebut dengan koma bihemisferik difus.Etiolognya adalah enselopati metabolik
primer dan sekunder. Gejala yang timbul selain gangguan kualitas kesadaran antara lain
adalah tremor, muscular twitching dan ataksia.

1.2.3 Mati batang otak


Definisi
Mati batang otak = kematian otak.
Kematian otak adalah hilangnya semua fungsi otak secara irreversible, termasuk
batang otak.
Etiologi
Penyebab umum kematian otak termasuk trauma, perdarahan intrakranial,hipoksia,
overdosis obat, tenggelam, tumor otak primer, meningitis, pembunuhandan bunuh
diri. Dalam kepustakaan lain, hipoglikemia jangka panjang disebutsebagai
penyebab kematian otak.
Patofisiologi
Patofisiologi penting terjadinya kematian otak adalah peningkatan hebat
tekanan intrakranial (TIK) yang disebabkan perdarahan atau edema otak. Jika
TIK meningkat mendekati tekanan darah arterial, kemudian tekanan
perfusiserebral(TPS) mendekati nol, maka perfusi serebral akan terhenti dan
kematian otak terjadi.

Tiga tanda utama manifestasi klinis mati batng otak :


1. Koma dalam
2. Hilangnya seluruh reflek batang otak
3. Apnea

Batang otak berfungsi sebagai pengatur respirasi dan stabilitas kardiovaskular


serta sebagai pusat penghubung kesadaran. Seseorang untu mendapatkan kesadaran
harus ada kontinyuitas neuron antara sistem sarafperiferal dan korteks. Bila batang
otak sebagai penghubung keduanya mati, maka kontinyuitas sistem yang diaktifkan
oleh retikuler terganggu dan tidak dapat timbul kesadaran .
Pemeriksaan :
1. Anamnesis
2. CT Scan
3. Tes Klinis  refleks okulosefal
4. Tes analisis gas darah

Pemeriksaan Klinis
a. Koma atau tidak ada respon
Dengan pemeriksaan respon nyeri daerah kuku, supraorbita, temporomandibular,
penderita tidak ada reaksi.
b. Tidak ditemukan refleks-refleks batang otak
 Refleks pupil tidak ada respon cahaya, dilatasi maksimal.
 Pergerakan bola mata
 Tidak ada refleks muntah dan batuk
 Tidak ada respon terhadap rangsangan
c. Apnea komplit yang dikonfirmasi dengan tes apnea.

1.3 Nyeri Kapala


Batasan
Nyeri kepala adalah nyeri pada atau sekitar kepala, termasuk nyeri dibelakang
mata serta perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang.
Patofisiologi
Nyeri kepala timbul karena perangsangan terhadap bangunan-bangunan di
daerah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri, melalui berbagai cara yaitu
oleh peradangan, traksi, kontraksi otot, dan dilatasi pembuluh darah.
Bangunan peka nyeri :
a. Intrakranial : pembuluh darah besar, duramater dasar tengkorak, N
V, VII, IX, X, saraf spinal servikal 1,2,3.
b. Ekstrakranial : mata dan orbita, telinga, sinus paranasalis, hidung,
mastoid, orofaring, gigi, kulit kepala, periosteum, kuduk, verteba
servikal, otot-otot frontalis,temporalis, oksipitalis.
Lokasi nyeri :
Nyeri yang berasal dari bangunan intrakranial tidak dirasakan dalam rongga
tengkorak melainkan dirujuk kebagian lain. Nyeri yang berasal dari dua pertiga
bagian depan kranium, fosa kranium tengah dan depan serta diatas tentorium
serebeli dirasakan didaerah frontal,parietal dan temporal. Nyeri yang berasal
dari bangunan dibawah tentorium serebeli, fosa posterior ( serebelum),
diprojeksikan ke belakang telinga, diatas persendian serviko-oksipital atau di
bagian atas kuduk.
Klasifikasi
Menurut I H S ( International Headache Society ) yang telah dimodifikasi ;
1.Nyeri kepala karena penyakit umum
a. Menyertai pada hampir segala penyakit infeksi
b. Berkaitan dengan obat-obatan dan alcohol, MSG dll
c. Berkaitan dengan kelainan metabolic seperti hiperkapnia dll
d. Nyeri tanpa disertai kelainan structural seperti akibat kedinginan, dll.
2. Nyeri kepala karena kelainan pada kranium dan tengkuk
a. Pada kelainan mata, sinus paranasalis, hidung, telinga, gigi, sendi
temporo mandibuler serta nyeri rujukan dari daerah vertebra servikalis
atas
b. Nyeri kepala tipe tegang, dengan maupun tanpa kontraksi otot yang
berlebihan
3. Nyeri kepala karena kelainan intracranial.
a. Iritasi selaput otak akibat proses peradangan infeksi maupun non infeksi
b. Tarikan pada struktur selaput otak karena kenaikan tekanan
intracranial maupun karena penurunan tekanan intracranial
c. Regangan ataupun iritasi pada tunika adventitia pembuluh darah otak
seperti pada akut onset sistemik hipertensi, arteritis, TIA dan GPDO lain
d. Nyeri kepala akibat kelainan saraf otak seperti pada neuritis optika,
neuralgia trigeminus, nyeri thalamus, Tolosa Hunt Syndrome
4. Nyeri kepala vascular yaitu migren dan variannya

1.3.1 Tension headache


Definisi
Nyeri kepala tipe tegang adalah rasa nyeri dalma seperti tertekan atau terikat
erat, umumnya bilateral yang awalnya timbul secara episodik dan terkait
dengan stress tetapi kemudian nyaris setiap hari muncul dalam bentuk kronis,
tanpa ada kaitan psikologis yang jelas lagi
Patofisiologi
Tidak ada patofisiologi yang dapat menjelaskan terjadinya nyeri kepala tipe
tegang secara tuntas; sejauh ini di duga terkait dengan kejang berlebihan
pada otot, ditemukan juga ada hubungan yang erat dengan factor
psikofisiologik.
Klasifikasi
1. NKTO episodik
2. NKTO kronis
3. NKTO yang tidak terklasifikasikan
Gambaran klinis
a. Nyeri dirasakan bilateral, seperti diikat, ditindih barang berat atau
prasaan tidak enak di kepala
b. Nyeri berlangsung 30 menit sampai 7 hari ringan waktu bangun tidur,
makin lama makin berat dan membaik sewaktu mau tidur
c. Pemeriksaan neurologis tidak menunjukkan kelainan.
Diagnosa
 NKTO episodik minimal ada 10 kali serangan, tidak ada rasa mual dan
muntah, tidak ditemukan fonofobia dan fotofobia
 NKTO kronis serangan paling sedikit 15 kali / bulan dan telah
berlangsung > 6 bln, diiringi salah satu gejala mual,fotofobia, fonofobia
 NKTO yang tidak terklasifikasikan Semua bentuk nyeri kepala yang
mirip dengan gejala diatas, tetapi tidak memenuhi sarat untuk
diagnosis salah satu NKTO dan juga tidak memenuhi criteria untuk
nyeri kepala migren tanpa aura.
Penatalaksanaan
1. Pendekatan psikologik (psikoterapi)
2. Fisiologik (relaksasi)
3. Farmakologik (analgetik, sedative, minor trankuliser)
Analgesik
a. Asetosal500-1000mg/hari
b. paracetamol/metampiron1000-1500mg/hari
c. asam mefenamat1000-1500mg/hari
d. atau kombinasinya
NSAID:
naproxensodium, dosis275-550mg 2-3kali/hari
Antidepresan
a. Trisikilikantidepresan
b. SSRI: Fluoxetin,Sertralin,dll Muscle relaxan: EperisoneHcl Minor
tranguiliser: diasepam, lorazepam,klobazam,dll
1.3.2 Migrain
Definisi
Migrain adalah nyeri kepala yang berulang-ulang dan berlangsung 2 – 72 jam
dan bebas nyeri antara serangan, bersifat unilateral, berdenyut, umumnya
disertai anoreksia, mual dan muntah. Dalam beberapa kasus migrain
didahului atau bersamaan dengan gangguan neurologik dan gangguan
perasaan hati.
Prevalensi
 Bervariasi berdasarkan umur dan jenis kelamin.
 Dapat terjadi mulai masa kanak-kanak sampai dewasa, jarang setelah usia
40 tahun.
 Sekitar 65 – 75 % penderita adalah wanita.
Patogenesa
 Migrain merupakan reaksi neurovaskuler terhadap perubahan mendadak
dalam lingkungan eksternal atau internal. Masingmasing individu
mempunyai “ambang migrain” dengan tingkat kerentanan yang
bergantung pada keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi pada berbagai
tingkat sistim saraf.
 Mekanisme migrain berujud sebagai refleks trigeminovaskular yang tidak
stabil dengan cacad segmental pada jalur kontrol nyeri. Cacad segmental
ini mengakibatkan masukan aferen kortikobulbar yang berlebihan. Hasil
akhirnya adalah interaksi batang otak dan pembuluh darah cranial yang
menimbulkan nyeri kepala dengan ciri berdenyut-denyut.
Klasifikasi
1. Migrain tanpa aura ( migrain biasa )
2. Migrain dengan aura ( migrain klasik )
- dengan aura yang tipikal
- dengan aura yang diperpanjang
- dengan aura hemiplegi familial
- dengan aura dari batang otak ( basilar migrain )
- dengan aura tanpa nyeri kepala
- dengan awitan aura akut
3. Migrain oftalmoplegik
4. Migrain retinal ( serangan buta < 1 jam, atau skotoma satu mata )
5. Migrain yang berhubungan dengan gangguan intracranial
6. Migrain dengan komplikasi
- Status migrain
- Infark migrain
7. Gangguan seperti migrain yang tak terklasifikasikan
Gambaran klinik
1 . Migrain tanpa aura :
- nyeri kepala se sisi , berdenyut, intensitas sedang sampai berat
- serangan migrain 4 – 72 jam
- disertai mual, fotofobia atau fonofobia
- nyeri bertambah hebat dengan aktivitas fisik
- nyeri kepala waktu menstruasi, berhenti pada waktu hamil.
2. Migrain dengan aura :
 nyeri kepala di dahului gejala neurologik fokal yang sepintas ( 5 -
20 menit, tidak lebih dari 60 menit )
 nyeri kepala se sisi, berpindah-pindah ( kanan – kiri )
 diikuti mual, muntah, takut cahaya, muka pucat
Aura dapat berupa :
• gangguan penglihatan
• kesemutan unilateral
• kelumpuhan unilateral dengan atau tanpa afasia
Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa :
Akut :
 Ergometrin tartrat
Preventif :
 Metisergid maleat
 Propanolol
 Amitryptilin -
 Flunarisin
2. Terapi tanpa obat:
- Yoga, Meditasi, hipnotis
1.3.3 Artritis kranialis
Definisi
Arteritis temporal adalah sebuah inflamasi granulomatous dari satu atau lebih
cabang arteri carotis externa. Arteritis temporalis atau “giant cell arteritis”
selalu menimbulkan nyeri kepala yang hebat di daerah pelipis.
Gejala
Pada mulanya serangan nyeri bersifat berdenyut-denyut. Arteri temporalis
pada pelipis terasa nyeri sekali, tetapi tidak berdenyut dan konsistensinya
keras. Kemudian nyeri temporal itu menjadi hebat dan seluruh kepala terasa
nyeri. Adakalanya gejala neurologic fokal berkemban karena ikut terlibatnya
arteri serebral. Buta, hemiparesis, tuli, dan halusinasi visual dapat terjadi.
Apabila pengobatan yang tepat tidak diberikan dengan cepat, maka gejala-
gejala neurologic itu dapat menetap.
Diagnosis
Merujuk pada American College of Rheumotology, diagnosa dari temporal
arteritis mencakup tiga kriteria dibawah ini:
 Usia >50 tahun
 Onset baru dari sakit kepala terlokalisasi
 Nyeri arteri temporal dari penurunan denyutnya
 LED > 55 mm/h
 Histology positif pada biopsi
Perhatian
 Diduga arteritis temporal pada wanita, biasanya berusia lebih dari 50
tahun, menunjukkan rasa berdenyut, perasaan terbakar dan nyeri kepala
temporal satu sisi. Sering kali, sakit kepala sudah berlangsung hingga
beberapa bulan. Simptom yang berhubungan termasuk malaise,
anoreksia, penurunan berat badan, kelemahan rahang dan lidah,
amaurosis, nyeri otot, TIA, neuropathy dan stroke.
 Kehilangan penglihatan satu sisi, yang sifatnya tiba-tiba, tanpa nyeri,
(karena oklusi vaskular atau arteri-silier posterior dengan infark dari
nervus optik atau retina) adalah komplikasi yang paling serius karena
kehilangan penglihatan biasanya permanen.
 Terdapat peningkatan insiden arteritis temporal pada penderita dengan
polimialgya rheumatica.
Penatalaksanaan
Terapi suportif
 Pasien bisa ditatalaksana di area intermediate
 Ukur dan catat ketajaman penglihatan
 Labs: DL, LED
Terapi spesifik
 Terapi sesegera mungkin ,bila riwayat dan pemeriksaan fisik
mencurigakan dan LED meningkat
 Prednisolon 30 – 60 mg (1 mg/kg BB)
 Analgesia misalnya diclofenac im
 Cortison acetate im
Disposisi:
Masukkan dibawah konsultasi neurologi yang sesuai.
1.3.4 Neuralgia trigeminal

DEFINISI
Keadaan nyeri pada percabangan nervus Trigeminus
KLASIFIKASI
1. Idiopatik Trigeminal Neuralgia
Tidak diketahui penyebabnya
2. Simtomatik Trigeminal Neuralgia
Bisa disebabkan karena Multiple Skelerosis, tumor sekitar ganglion
Trigeminus, Tumor Fossa Posterior, pasca Herpes Zoster
ETIOLOGI
1. Degenerasi ganglion Trigeminal Gasseri
2. Penekanan akar saraf Trigeminus
3. Angulasi berlebihan pada akar saraf Trigeminus
4. Demielinisasi proksimal akar saraf Trigeminus atau traktus spinalis
5. Cetusan paroksismal
MANIFESTASI KLINIS
1. Biasanya timbul pada umur >40 tahun
2. Serangan nyeri mendadak yang tajam dan hebat
3. Nyeri berlangsung 20-30 detik, hilang, lalu timbul lagi
4. Cabang 2 dan 3 nervus Trigeminus adalah yang paling sering terkena
5. Dapat disertai spasme wajah sesisi
6. Dipicu saat sikat gigi, meraba wajah, mengunyah, mencuci muka,
mengigit, mencukur, menelan, atau kena angin dingin
PEMERIKSAAN
- Cukup dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap
- Jika diduga disebabkan oleh Multiple Skelerosis lakukan
pemeriksaan likuor dan evoked petensial
- Jika diduga disebabkan oleh Tumor Fossa Posterior lakukan skull
foto, CT-Scan, atau MRI
DIAGNOSA BANDING
1. Glossopharyngeal Neuralgia
2. Migraine dan Cluster Headache
3. Nyeri wajah atipikal
4. Nyeri pada Sinusitis
PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
a. Carbamazepin (golongan Oksazolidindion – obat antikonvulsi)
200-1200 mg/hari
b. Baclofen (golongan agonis GABAB – obat pelemas otot) 60-80
mg/hari
2. Pembedahan
1.3.5 Cluster headache

Definisi :
Nyeri kepala yang hebat, nyeri selalu unilateral di orbita, supraorbita,
temporal atau kombinasi, berlangsung 15 – 180 menit dan terjadi dengan
frekwensi dari sekali tiap dua hari sampai 8 kali sehari.Cluster headache
merupakan salah satu nyeri kepala kronik yang sering mengganggu
kehidupan seseorang dan pasien terbangun karena nyeri kepala. Sering
menyebabkan perubahan emosional seseorang
Prevalensi
 Nyeri kepala ini lebih jarang dibandingkan dengan migren.
 Frekwensi nyeri kepala cluster 0,5% dari populasi laki-laki dan 0,1%
dari populasi wanita.
 Nyeri kepala cluster lebih banyak ditemukan pada pria. Mulai pada
decade ke dua – ketiga.
Gambaran klinis
 Khas ditandai dengan nyeri yang sangat berat yang berlangsung 15 –
180 menit
 Periode serangan bisa berlangsung beberapa kali perhari 1 – 3
serangan perhari, sering berakhir antara 3 – 16 minggu. Dengan
interval antara 6 bulan dan 5 tahun.
Patofisiologi
Focus patofisiologi di arteri karotis intrakavernosus yang merangsang pleksus
perikarotis. Pleksus ini mendapat rangsangan dari cabang 1 dan 2 nervus
trigeminus, ganglia servikalis superior/SCG (simpatetik) dan ganglia
sfenopalatinum/SPG (parasimpatetik). Diperkirakan focus iritatif di dan
sekitar pleksus membawa impuls-impuls ke batang otak dan mengakibatkan
rasa nyeri di daerah periorbital, retroorbital dan dahi.
Hubungan polisinaptik dalam batang otak merangsang neuron-neuron dalam
kolumna intermediolateral sumsum tulang belakang (simpatetik) dan nucleus
salivatorius superior (parasimpatetik). Serat-serat preganglioner dari
nucleus-nukleus ini membawa impuls-impuls untuk merangsang SCG
(simpatetik) dan mengakibatkan sekresi keringat di dahi, serta rangsangan
pada SPG (parasimpatetik) untuk sekresi air mata (lakrimasi) dan air hidung
(rinorrhea).
1.4 Trauma Kepala
1.4.1 Hematom epidural
Definisi : Perdarahan yang terjadi ekstradural yang disebabkan karena pecahnya
arteri meningea media. Pecahnya arteri meningea media biasanya disebabkan karena
fraktur linier os temporal. Hematom epidural ini biasanya memburuk dengan cepat.
Gejala :
 adanya fase interval yaitu waktu bebas gejala. Saat pertama terjadi trauma akan
terjadi penurunan kesadaran, namun akan kembali normal. Akan tetapi, 6-24
jam kemudian kesadaran akan menurun dan koma
 Gangguan nervus III karena herniasi tentorii berupa, ptosis, pupil midriasis dan
anisokor
 Hemiparesis
 gangguan pernafasan karena ada penekanan pada batang otak

1.4.2 Hematom Subdural


2. Hematom Subdural

Definisi :
Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi di antara duramater dan
arakhnoid. Terjadi paling sering akibat robeknya vena bridging antara korteks
serebral dan sinus draining. Namun ia juga dapat berkaitan dengan laserasi
permukaan atau substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada atau tidak. Selain
itu, kerusakan otak yang mendasari hematoma subdural akuta biasanya sangat lebih
berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidural.
Klasifikasi :
a. Perdarahan akut
Gejala timbul segera kurang dari 72 jam setelah trauma. Terjadi pada
cedera kepala cukup berat. Biasanya sudah terganggu kesadaran dan tanda
vitalnya. Perdarahan dapat kurang dari 5 mm tebalnya tetapi melebar luas.
Gambaran Ct-scan, didapatkan lesi hiperdens.
b. Perdarahan sub akut
Berkembang dalam beberapa hari sekitar 4-21 hari sesudah trauma.
Pasien mengalami periode tidak sadar lalu mengalami perbaikan status
neurologi yang bertahap kemudian penderita memperlihatkan tanda-tanda
status neurologis yang memburuk. Pasien menjadi sulit dibangunkan dan tidak
berespon terhadap rangsang nyeri atau verbalmeningkatnya tekanan
intrakrania. Dapat terjadi sindrom herniasi dan menekan batang otak. Pada
gambaran skening tomografi didapatkan lesi isodens atau hipodens. Lesi isodens
didapatkan karena terjadinya lisis dari sel darah merah dan resorbsi dari
hemoglobin.
c. Perdarahan kronik
Terjadi setelah 21 hari setelah trauma bahkan bisa lebih. Gejalanya bisa
muncul dalam waktu berminggu- minggu ataupun bulan setelah trauma yang
ringan atau trauma yang tidak jelas, bahkan hanya terbentur ringan saja bisa
mengakibatkan perdarahan subdural apabila pasien juga mengalami gangguan
vaskular atau gangguan pembekuan darah. Hematoma lama kelamaan bisa
menjadi membesar secara perlahan- lahan sehingga mengakibatkan penekanan
dan herniasi.
Didapati kapsula jaringan ikat terbentuk mengelilingi hematoma, pada
yang lebih baru, kapsula masih belum terbentuk atau tipis di daerah permukaan
arachnoidea. Kapsula melekat pada araknoidea bila terjadi robekan pada selaput
otak ini. Kapsula ini mengandung pembuluh darah yang tipis dindingnya
terutama pada sisi duramater. Karena dinding yang tipis ini protein dari plasma
darah dapat menembusnya dan meningkatkan volume dari hematoma.
Pembuluh darah ini dapat pecah dan menimbulkan perdarahan baru
yang menyebabkan menggembungnya hematoma. Darah di dalam kapsula akan
membentuk cairan kental yang dapat menghisap cairan dari ruangan
subaraknoidea. Hematoma akan membesar dan menimbulkan gejala seprti pada
tumor serebri. Sebagaian besar hematoma subdural kronik dijumpai pada pasien
yang berusia di atas 50 tahun. Gambaran skening tomografinya didapatkan lesi
hipodens.

Etiologi :
a. Trauma
 Trauma kapitis
 Trauma di tempat lain pada badan yang berakibat terjadinya geseran atau
putaran otak terhadap duramater, misalnya pada orang yang jatuh terduduk
 Trauma pada leher karena guncangan pada badan. Hal ini lebih mudah terjadi
bila ruangan subdura lebar akibat dari atrofi otak, misalnya pada orangtua dan
juga pada anak anak.
b. Non trauma
 Pecahnya aneurysma atau malformasi pembuluh darah di dalam ruangan
subdural
 Gangguan pembekuan darah biasanya berhubungan dengan perdarahan
subdural yang spontan, dan keganasan ataupun perdarahan dari tumor
intracranial

Patofisiologi :
Subdural hematoma dapat disebabkan oleh suatu mekanisme cedera akselerasi-
deselerasi (akselerasi: kepala pada bidang sagital dari posterior ke anterior dan
deselerasi: kepala dari anterior ke posterior) akibat adanya perbedaan relative arah
gerakan antara otak terhadap fenomena yang didasari oleh keadaan otak
dapatbergerak bebas dalam batas-batas tertentu di dalam rongga tengkorak dan
pada saat mulai gerakan (sesaat mulai akselerasi) otak tertinggal di belakang
gerakan tengkorak untuk beberapa waktu yang singkat. Akibatnya otak akan relative
bergeser terhadap tulang tengkorak dan duramater, kemudian terjadi cedera pada
permukaannya terutama pada vena-vena penggantung (bridging veins).
Adanya suatu massa yang berkembang membesar (hematom, abses, atau
pembengkakan otak) di semua lokasi kavitas intracranial menyebabkan pergeseran
dan distorsi otak, yang bersamaan dengan peningkatan TIK dan mengarah pada
herniasi otak, keluar dari kompartemen intracranial dimana massa tersebut berada.
Makin lebar atau deviasi pergeseran otak akan menimbulkan peningkatan TIK yang
relative lebih tinggi terhadap distorsi otak yang ditimbulkannya.
Manifestasi Klinis :
Gambaran klinis ditentukan oleh dua faktor: beratnya cedera otak yang terjadi pada
saat benturan trauma dan kecepatan pertambahan volume SDH. Gejalanya cenderung
berubah-ubah, diantaranya:
 Cedera dini (trauma pada kepala)
 Kehilangan kesadaran pasca cedera kepala (bisa sadar kembali atau tidak untuk
suatu periode, penurunan ketajaman perrhatian setelah kesadaran awal)
 Mengantuk
 Sakit kepala (menetap, temporer / berubah-ubah)
 Penurunan / gangguan penglihatan (buta, bisa mata kiri / kanan)
 Penurunan sensasi (wajah, ekstremitas, dan deficit neurologis)
 Kurangnya perhatian terhadap lingkungan
 Paralisis
 Delirium
 Penurunan memori

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan primer (primary survey) yang
mencakup jalan nafas (airway), pernafasan (breathing) dan tekanan darah atau nadi
(circulation) yang dilanjutkan dengan resusitasi. Periksa nadi dan tekanan memantau
apakah terjadi hipotensi, syok atau terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Jika
terjadi hipotensi atau syok harus segera dilakukan pemberian cairan untuk
mengganti cairan tubuh yang hilang. Terjadinya peningkatan tekanan intrakranial
ditandai dengan refleks Cushing yaitu peningkatan tekanan darah, bradikardia dan
bradipnea.

1.5 Tumor SSP


1.5.1 Primer
Definisi: Kanker otak primer bermula dari satu jenis jaringan atau sel di dalam
otak ataupun sumsum tulang belakang.
 Glioma : tumor yang tersusun dari neuroglia dalam setiap tahap
perkembangannya; kadang- kadang diperluas mencakup semua neoplasma otak
dan medula spinalis intrinsik, seperti astrositoma, ependimomas, dan lain- lain.
Sejumlah tumor yang bisa dikelompokkan glioma :

1. Glioblastoma : setiap astrositoma yang ganas; biasanyaterdapat pada


otak tetapi tidak terdapat pada batang otak atau medula spinalis.
2. Astrocytomas : tumor yang terdiri dari astrosit; jenis tumor yang paling
lazim dan juga ditemukan di sepanjang sistem saraf pusat; diklasifikasikan
berdasarkan histologi atau dalam hubungannya dengan keganasan (I- IV).
3. Oligodendrogliomas : neoplasma dari dan tersusun dari oligodendrosit
(sel oligodendroglia; sel neo-neural yang berasal dari ektodermal, membentuk
bagian struktur adventisial (neuroglia) sistem saraf pusat.
4. Ependymomas : neoplasma, biasanya tumbuh lambat dan jinak, terdiri
dari sel- sel ependimal (membran yang melapisi ventrikel otak dan kanalis
sentralis medula spinalis) yang terdiferensiasi.
 Meningioma : tumor pada selaput pelindung otak (meninges) jinak yang
tumbuh lambat, biasanya terletak bersebelahan dengan dura mater (lapisan
yang paling luar, paling kuat dari tiga selaput otak (meninges) dan sumsum
tulang belakang) yang dapat menginvasi tulang tengkorak atau menyebabkan
hiperostosis (pertumbuhan jaringan bertulang yang berlebihan), dan sering
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial anatomi.
 Medulloblastomas : tumor; ganas embrional invasif otak kecil yang lebih sering
terjadi pada anak- anak; sel yang tidak terdeferensiasi pada tabung neural yang
bisa berkembang baik menjadi neuroblast maupun spongioblas.
 Gangliogliomas : ganglioneuroma (neoplasma jinak yang tersusun atas
serabut saraf dan sel ganglion masak) pada sistem saraf pusat.
 Schwannomas : neoplasma yang berasal dari sel schwann (selubung
mielin) neuron; meliputi neurofibroma (tumor saraf tepi akibat proliferasi
(reproduksi atau multiplikasi bentuk serupa, khususnya sel) sel schwann yang
abnormal) dan neurilemomas (tumor selubung saraf perifer (neurilema), jenis
tumor neurogenik yang paling umum, biasanya jinak).

Gejala Umum Tumor Otak :


 Sebuah serangan kejang (baru) pada orang dewasa
 Mudah goyah/ hilang keseimbangan, terutama jika dikaitkan dengan sakit kepala
 Pandangan kabur, terutama jika dikaitkan dengan sakit kepala
 Gangguan pendengaran dengan atau tanpa pusing
 Mual, muntah yang hebat dipagi hari
1.5.2 Sekunder
Definisi : Tumor otak sekunder / metastatik adalah tumor yang dihasilkan
dari kanker yang berasal dari bagian tubuh lain dan kemudian merambat ke
otak. Tumor otak sekunder paling sering terjadi pada orang yang memiliki
catatan dengan kanker. Tapi dapat juga terjadi walaupun jarang, tumor otak
metastatik merupakan tanda awal kanker yang dimulai dari bagian tubuh
lainnya.
Kanker apapun dapat menyebar ke otak, tapi jenis yang paling umum antara lain:
 Kanker payudara
 Kanker usus besar
 Kanker ginjal
 Kanker paru-paru
 Melanoma
Faktor risiko :
 Usia. Risiko tumor otak meningkat seiring usia
 Ras. Tumor otak terjadi paling sering pada orang yang berkulit putih, kecuali
meningioma
 Terkena radiasi. Contohnya radiasi untuk pengobatan kanker
 Terkena zat kimia saat bekerja
 Catatan keluarga dengan tumor otak.

1.6 Penyakit Neurovaskular


1.6.1 TIA (Transient Ischemic Attack)
Definisi :
- Menggambarkan terjadinya suatu deficit neurologic secara tiba-tiba dan deficit
dari pembuluh darah tersebut berlangsung hanya sementara (tidak lebih lama
dari 24 jam)
- Merupakan peringatan stroke dan kesempatan untuk mencegahnya
- Akibat gangguan aliran darah ke otak yang menimbulkan gejala stroke
sementara
Epidemiologi :
- Per tahun : laki-laki 50-62 tahun  1,2/1000 penduduk
Wanita 50-62 tahun  1,3/1000 penduduk
- Banyak pada laki-laki, tetapi pada usia 80 yahun ke atas banyak pada perempuan
Etiologi :
1) Faktor emboli yang paling sering  dimana emboli ini bisa pecah atau lolos
sebagai hasil usaha kompensasi pembuluh darah.
Emboli ini bisa terbentuk dari adanya atheroma  Atheroma karena
penumpukan lipid yang terlalu banyak di tepi pembuluh darah  merespon
factor pembekuan darah  terbentuk bekuan darah  apabila terlepas bisa
berjalan jalan ke sistem peredaran darah bahkan ke otak
2) Faktor hemodinamik
Penyebab lain :
- Masalah pembekuan darah
- Perdarahan kecil di otak
- Gangguan darah : polisitemia, sickle cell anemia (darahnya kental)
- Spasme arteri kecil di otak
Gejala :
Sifatnya sementara dan tergantung bagian dari otak yang terkena
-Hemipaesis tangan, lengan, kaki
-Susah bicara, menelan
-Kaku beberapa bagian tubuh
-Penglihatan dobel
Gejala-gejala di atas bisa dimudahkan dengan criteria FAST
Facial weakness , Arm weaknes , Speech disturbance , Time (apabila sudah
menemukan gejala di atas maka hasru segera dibawa ke dokter agar tidak menjadi
parah)
Diagnosis :
1) CT Scan/MRI : bila sudah mengonsumsi warfarin , tapi ada gejala TIA segera
diagnosis dengan ini untuk mengetahui apa ada atau tidak stroke hemoragik
2) Ultrasound scan : di a.carotis  untuk tahu ada atau tidak atheroma
3) ECG : untuk tahu ada AF/tidak yang merupakan salah satu penyebab TIA
4) Pemeriksaan darah :
- Pastikan tidak ada DM, tidak ad kenaikan kolesterol
- Ada anemia kekurangan zat besi atau tidak
- Ada / tidak gangguan ginjal
5) Tekanan darah  pasien hipertensi merupakan factor risiko TIA
Tatalaksana :
1) Medikamentosa :
- Antiplatelet : aspirin low dose (75mg) , bila pernah stroke lalu TIA bisa diberi
klopidogrel
- Warfarin
2) Kurangi factor risiko
- Stop merokok
- Tekanan darah normal
- Kurangi BB pada obesitas
- Kolesterol tinggi diturunkan
- Penambahan aktivitas
- Diet yang sehat
- Hindari alcohol
- Cegah DM
3) Operasi untuk indikasi tertentu
1.6.2 Infark cerebral

Infark Cerebral merupakan mayoritas etiologi yang dapat membawa pasien atau
penderita jatuh ke dalam kondisi stroke (stroke iskemik).
Stroke WHO : Gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan
tanda dan gejala klinik hilangnya fungsi fokal atau global SSP yang berkembang cepat
dan berlangsung lebih dari 24 jam yang dapat berujung kematian serta bukan karena
trauma.
Faktor Risiko
Faktor risiko dibedakan menjadi factor risiko non-modifikasi yaitu usia, jenis kelamin,
ras, factor genetic dan factor risiko modifikasi meliputi hipertensi, DM, Dislipidemia dan
kelainan jantung.
Etiologi
Penyebab infark cerebral yang mengarah ke stroke iskemik adalam adanya thrombus
maupun emboli yang nantinya akan mengganggu jalannya aliran darah (CBF).
Sumbatan paling sering terjadi di arteri karotis interna atau di bifukartio.
- Aterosklerosis, abnormalitas darah, infeksi
- Katup jantung, fibrilasi atrium, infark miokad
- Vasospasme akibat respon vascular reaktif terhadap perdarahan subaraknoid
Patofisiologi
• Bila terjadi sumbatan pembuluh darah, maka daerah central akan mengalami
iskemia berat sampai infark dan di daerah marginal (dgn adanya sirkulasi
kolateral) maka selnya belum mati dan disebut sbg : Penumbra Iskemik, yang
akan membaik dalam beberapa jam baik secara spontan maupun dengan
terapeutik.
• Apabila stroke ditangani dengan baik maka daerah penumbra dapat
diselamatkan shg infark tidak bertambah luas.
• ATEROSKLEROSIS mengakibatkan perubahan tunika intima pembuluh darah
sehingga dapat terjadi penyumbatan (Trombosis)
Gambaran Patologi pada Infark Otak
Pusat Iskhemik (Ischemic core) necrosis infark  tidak bisa diselamatkan !!!
Daerah perbatasan (Ischemic Penumbra) daerah pucat, sel-sel tidak mati tetapi
fungsi sel lumpuh  masih dapat diselamatkan !!!
Sekitar Penumbra daerah kemerahan dan edematoes  pada vasodilatasi
maksimal (Luxury Perfussion)
Subtipe Stroke ISkemik
a. Stroke lakunar
Diakibatkan penyakit pembuluh daarah halus hipertensif. Infark yang terjadi
setelah oklusi atertrombotik atau hialinlipid di salah satu cabang penetrans
sirkulus Willis, a.cerebri media, dan a.vertebra basilaris.
b. Stroke trombotik pembuluh darah besar
Ditandai dengan awitan yang bertahap “stroke in evolution”, gejala hilang
timbul yang disertai Crescendo TIA atau TIA yang semakin meningkat jumlah
dan frekuensinya, timbul saat bangun tidur. Perlu hati-hati pada penderita
hipertensi non-simptomatik karena penurunan tiba-tiba tekanan darah akan
memicu terjadi stroke.
c. Stroke embolik
Paling sering karena kardioembolik dengan etiologi infark miokard, fibrilasi
atrium dan kardiomiopati. Ditandai dengan deficit neurologis yang mendadak
dengan efek maksimum sejak awitan pertama, timbul saat aktivitas, dapat
mengakibatkan terjadinya perdarahan karena struktur dinding arteri sebelah
distal dari oklusi embolus melemah atau rapuh akibat kekurangan perfusi.
d. Stroke kriptogenik
Penyebabnya masih belum diketahui.
Jenjang iskemik dan cedera sekunder
1. Sel saraf yang mengalami iskemi yaitu Ischemic core hanya mendapat aliran
darah 10 cc/100 gram jaringan otak/menit yang mengakibatkan terjadinya
kerusakan ireversibel. Sedangkan area Penumbra masih dialiri 10-25
cc/100gram jaringan otak/menit, area ini dalam keadaan bahaya namun
reversible ditandai dengan hilangnya autoregulasi dan responsiivitas terhadap
karbondioksida.
2. Menurunnya aliran darah otak atau CBF mengakibatkan sel otak kehilangan
kemampuan untuk menghasilkan ATP sehingga pompa Na-K berhenti.
Konsekuensinya neuron membengkak. Otak merespon dengan meningkatkan
konsentrasi kalsium sel. Selain itu terjadi proses eksitotoksisitas dimana sel otak
melepas neurotransmitter eksitatorik glutamate berlebih yang merangsang
aktivitas kimiawi dan listrik di sel otak lain dengan cara melekat [ada NMDA.
Perlekatan ini akan mengaktivasi enzim NOS sehinga terbentuk NO yang
belerbih yang justru memicu kerusakan dan kematian neuron. Kekurangan ATP
mengakibatkan perlemahan DNA sehingga mengaktivasi PARP yang menjadi
penyebab dan mempercepat eksitotoksisitas setelah iskemia sehingga terjadi
deplesi sel yang berujung pada apoptosis. Peningkatan konsentrasi kalsium sel
akan memicu protease, lipase dan radikal bebas sehingga mempercepat
kematian sel otak. Akhirnya jaringan otak yang infark akan mengalami edema
sehingga terjadi tekanan dan distorsi di otak,
3. Konsekuensi infark:
a. Rusaknya sawar darah otak akibat zak toksik
b. Edema intertitium otak akibat peningkatan permeabilitas vascular
c. Zona luxurious perfusi menjadi rusak
d. Hilangnya autoregulasi terhadap CBF sehingga terjadi peningkatan TIK,
edema otak dan kerusakan semakin luas.
Gejala dan Tanda
1. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior; unilateral)
Lokasi sering : bifurkatio arteri karotis komunis
Cabang arteri karotis interna : a. oftalmika, a. komunikans posterior, a.
koroidalis ant, a.serebri ant, a. serebri media.
a. Amaurosis fugaks : kebutaan satu mata, episodic di sisi arteri
yang terkena akibat insufisiensi a.retinalis.
b. Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral akibat insufisiensi a.
serebri media.
c. Lesi di a.serebri ant-media / media. Mula-mula timbul di ekstremitas atas
(tangan lemah, baal) mungkin kena wajah (kelumpuhan supranukleus). Lesi
di hemisfer dominan = kiri depan sehingga terjadi afasia broca ekspresif,
tidak dapat bertutur kata.
2. Arteri serebri media
a. Hemiparesis/monoparesis kontralateral (lengan)
b. Hemianopsia (buta) kontralateral
c. Afasia global
d. Disfasia
3. Arteri serebri anterior (kebingungan)
a. Kelumpuhan kontralateral tungkai, lengan proksimal, gerakan volunteer
tungkai terganggu
b. Deficit sensori kontralateral
c. Demensia, reflek patologis
4. System vertebrobasilaris
a. Kelumpuhan
b. Reflek tendon >>
c. Ataksia
d. Babinski bilateral
e. Tremor, vertigo
f. Disfagia
g. Disatria
h. Sinkop
i. Gangguan penglihatan
j. Tinnitus
k. Baal wajah mulut lidah
5. Arteri serebri posterior
a. Koma
b. Hemiparesis kontra
c. Afasia visual
d. Kelumpuhan saraf cranial
Diagnosa
1. Serangan Defisit Neurologi Fokal (Hemiparese/ parestesia, afasia/disartria,
Hemianopia homonym, vertigo dll)
2. Timbul Akut, berlangsung cepat dan mencapai puncaknya dalam beberapa menit
/ jam
3. Perjalanan penyakit dapat :
a. Sembuh sempurna (TIA, RIND)  Peringatan stroke
b. Sembuh dengan gejala sisa ringan s/d berat dalam beberapa bulan
c. Meninggal dalam beberapa hari/minggu
4. Biasanya disertai faktor resiko stroke (Hipertensi, DM, Hiperlipid, penyakit
jantung dll)
Terapi
1. Pengobatan Umum
2. Pengobatan Spesifik
3. Physioterapi
 Ad. 1 Pengobatan umum, Ingat Pedoman 5B (Breathing, Blood, Brain,
Bowel, Bladder)
 Ad. 2 Pengobatan Spesifik
 rt-PA
 Nimodipine
 Pentoxifiline per infus
 Citicholine
 Pirecetam
 Ad. 3 Physioterapi
 Dikerjakan secepatnya & sedini mungkin
Prinsip terapi Stroke Iskemia
1. Anti Trombus
1.1 Trombolitik : rt PA  reperfusi
 fase akut < 3 jam
 resiko perdarahan otak
1.2 Antikoagulan  Cardio emboli
 Heparin : resiko perdarahan otak
 LMWH : Fraxiparin, 1-2 x 0,4/sc  7-10 hari
 Warfarin : 10 mg/hari  2-4 bulan
1.3 Anti platelet
 Aspirin : 160 - 325 gr/hari
 Ticlodipin (Ticlid) 250 /tablet
 Clopidogrel (plavix) 75 gr
 Depyridamol (Persantin) 50 gr/tablet
 Cilostazol (Pletaal) 50 gr/tablet
 2 terakhir hanya post fase akut
2. Sistem Kolateral
Memperbaiki Hemoreologi  manfaat ?
– Pentoksifilin (Trental)
3. Neuro Protective
 Citocoline (Nicholine) 2-3 x 250mg /hr
 Piracetam (Nootropil) 12 gr /iv/20 mnt  4x3 gr/iv/hr
 Nimodipine (Nimotop) 30 mg / tablet 3-4 x 1 tablet / hr
4. Faktor Sistemik
 Hindari Hipoksemia (Pneumonia-aspirasi) Tensi diatur > tinggi  CBF
ditingkatkan, Kecuali TDS > 220 - TDD > 120
Jangan > 20 % TDAR
Tekanan Darah Arteri Rata-rata (TDAR)

 Tensi dikontrol sesudah hari 7-10 dari target TDS 160-190 atau TDD 90-
100
 Kadar gula darah diatur kira2 100 - 200 gr% dengan optimal 150 gr%
 Kontrol Hiperlipidemia
 Hiponatremia dan panas (infeksi nosokomial)
1.6.3 Hematom intracerebral

Definisi
Perdarahan dalam jaringan otak karena pecahnya arteri di dalam jaringan otak.
Klasfikasi menurut letak
1. Hematom supra tentoral
2. Hematom serbeller
3. Hematom pons-batang otak
Etiologi
- Trauma kepala
- Hipertensi
- Malformasi arteriovenosa
- Aneurisme
- Terapi antikoagulan, antiplatelet, trombolitik
- Diskrasia darah
- Alkohol berlebih
Patogenesis
Pecahnya arteri akan menyebabkan darah menyebar ke jaringan sekitar dan akan
menyebabkan tekanan sehingga banyak saraf / pembuluh darah lain yang terhimpit
akan mengalami gangguan / tidak dapat mengalirkan suplai darah.
Daerah yang tidak mendapat suplai darah akan mengalami iskemik dan berlanjut ke
infark yang menyebabkan kematian sell otak sehingga terjadi defisit neurologis dan
gangguan kerja tubuh.
Gejala
> Pusing – Nyeri kepala
> Mual – Muntah
> Penurunan kesadaran
> Peningkatan tekanan darah
> Ataksia
Tata laksana
Konservatif jika jumlah pendarahan kurang dari 30ml dan tidak menyebar.
Tata cara : Observasi keadaan umum pasien (terutama tekanan darah dan kebutuhan
nutrisi)
Terapi farmakologis dapat diberikan manitol dan diuresis untuk
mengurangi tingginya tekanan intra kranial.
Pemberian antikonvulsan diberikan apabila diagnosis perdarah
supratentorial sudah ditegakkan.
Operatif
Syarat : 1. Masa hematom >30ml
2. Masa dengan pergeseran garis tengah lebih dari 5mm
3. Kontusio serebri diameter 2cm.
1.6.4 Perdarahan subaracnoid

Definisi : Perdarahan subarachnoid ada dua macam, yaitu Perdarahan


subarachnoid primer dan perdarahan subarachnoid skunder. Perdarahan subarachnoid
primer adalah dimana tampak kebocoran darah dalam ruang subarachnoid akibat
ruptur dari arteri atau vena. Sedangkan perdarahan subarachnoid sekunder adalah
perdarahan intracerebral melalui parenkim otak ke permukaan otak kemudian masuk
ke dalam ventrikel.
Etiologi : PSA memiliki dua penyebab utama: ruptur suatu aneurisma dan trauma
kepala. Karena perdarahan dapat massif dan ekstravasasi darah ke dalam ruang
subarachnoid berlangsung cepat, maka angka kematian sangat tinggi (sekitar 50% pada
bulan pertama setelah perdarahan).
Letak aneurisma intracranial biasanya:
 A.serebeli inferior posterior
 A.basilaris
 A.komunikans posterior
 A.karotis interna
 A.komunikans anterior
 Bifurkasio a.serebri media
Perdarahan subarachnoid secara spontan sering berkaitan dengan pecahnya
aneurisma (85%), kerusakan dinding arteri pada otak.
Patofisiologi : Ruang antara membran terluar arachnoid dan pia mater adalah ruang
subarachnoid. Pia mater terikat erat pada permukaan otak. Ruang subarachnoid diisi
dengan CSF. Trauma perdarahan subarachnoid adalah kemungkinan pecahnya
pembuluh darah penghubung yang menembus ruang itu, yang biasanya sma pada
perdarahan subdural. Meskipun trauma adalah penyebab utama subarachoid
hemoragik, secara umum digolongkan denga pecahnya saraf serebral atau kerusakan
arterivenous. Dalam hal ini, perdarahan asli arteri.

Diagnosis :
A. Gambaran Klinis
 Gejala prodromal
 Kesadaran sering terganggu
 Gejala / tanda rangsangan meningeal : kaku kuduk
 Fundus okuli : edema papil beberapa jam setelah pendarahan.
 Gejala-gejala neurologik fokal : bergantung pada lokasi lesi.
 Gangguan fungsi saraf otonom : demam setelah 24 jam, Begitu pun
muntah, berkeringat, menggigil, dan takikardi, adanya hubungan dengan
hipotalamus.
B. Gambaran Radiologi
1. CT Scan
Pemeriksaan CT Scan berfungsi untuk mengetahui adanya massa intracranial.
Pada pembesaran ventrikel yang berhubungan dengan darah (densitas tinggi)
dalam Ventrikel atau dalam ruang subarachnoid.
2. Magnetic resonance imaging (MRI)
Penatalaksanaan:
 Penderita segera dirawat dan tidak boleh melakukan aktivitas berat
 Obat pereda nyeri diberikan untuk mengatasi sakit kepala hebat
 Dipasang selang drainase didalam otak untuk mengurangi tekanan

Pembedahan untuk menyumbat atau memperkuat dinding arteri yang lemah.


Pembedahan ini sulit dan angka kematiannya sangat tinggi, terutama pada penderita
yang mengalami koma atau stupor.

1.6.5 Ensefalopati hipertensi

Definisi
Ensefalopati hipertensi adalah sindrom klinik akut reversibel yang dicetuskan oleh
kenaikan tekanan darah secara mendadak sehingga melampaui batas autoregulasi otak.
HE dapat terjadi pada normotensi yang tekanan darahnya mendadak naik menjadi
160/100 mmHg. Sebaliknya mungkin belum terjadi pada penderita hipertensi kronik
meskipun tekanan arteri rata-rata mencapai 200 atau 225 mmHg 4.
Etiologi
Ensefalopati hipertensi dapat merupakan komplikasi dari berbagai penyakit antara lain
penyakit ginjal kronis, stenosis arteri renalis, glomerulonefritis akut, toxemiaakut,
pheokromositoma, sindrom cushing, serta penggunaan obat seperti aminophyline,
phenylephrine. Ensefalopati hipertensi lebih sering ditemukan pada orang dengan
riwayat hipertensi esensial lama 4,5.
Patofisiologi
Secara fisiologis peningkatan tekanan darah akan mengaktivasi regulasi mikrosirkulasi
di otak (respon vasokontriksi terhadap distensi dinding endotel). Aliran darah otak tetap
konstan selama perfusi aliran darah otak berkisar 60 – 120 mmHg. Ketika tekanan
darah meningkat secara tiba-tiba, maka akan terjadi vasokontriksi dan vasodilatasi dari
arteriol otak yang mengakibatkan kerusakan endotel, ekstravasasi protein plasma,
edema serebral. Jika peningkatan tekanan darah terjadi secara persisten sampai ke
hipertensi maligna maka dapat menyebabkan nekrosis fibrinoid pada arteriol dan
gangguan pada sirkulasi eritrosit dalam pembuluh darah yang mengakibatkan deposit
fibrin dalam pembuluh darah (anemia hemolitik mikroangiopati) 1.
Manifestasi klinis
Ensefalopati hipertensi merupakan suatu sindrom hipertensi berat yang dikaitkan
dengan ditemukannya nyeri kepala hebat, mual, muntah, gangguan penglihatan,
confusion, pingsan sampai koma. Onset gejala biasanya berlangsung perlahan, dengan
progresi sekitar 24-48 jam. Gejala-gejala gangguan otak yang difus dapat berupa defisit
neurologis fokal, tanda-tanda lateralisasi yang bersifat reversibel maupun irreversibel
yang mengarah ke perdarahan cerebri atau stroke. Microinfark dan peteki pada salah
satu bagian otak jarang dapat menyebabkan hemiparesis ringan, afasia atau gangguan
penglihatan. Manifestasi neurologis berat muncul jika telah terjadi hipertensi maligna
atau tekanan diastolik >125mmHg disertai perdarahan retina, eksudat, papiledema,
gangguan pada jantung dan ginjal 7.
Penegakkan Diagnosis
- Dalam menegakkan diagnosis ensefalopati hipertensi, maka pada pasien dengan
peningkatan tekanan darah perlu diidentifikasi jenis hipertensinya, apakah
hipertensi urgensi atau hipertensi emergensi. Hal ini dapat dilakukan dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mengetahui tanda dan gejala kerusakan
target organ terutama di otak seperti adanya nyeri kepala hebat, mual, muntah,
penglihatan kabur, penurunan kesadaran, kejang, riwayat hipertensi sebelumnya,
penyakit ginjal, penggunaan obat-obatan, dan sebagainya.
- Selain itu dapat dilakukan funduskopi untuk melihat ada tidaknya perdarahan retina
dan papil edema sebagai tanda peningkatan tekanan intra kranial. Penilaian
kardiovaskular juga perlu dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya distensi vena
jugular atau crackles pada paru. Urinalisis dan pemeriksaan darah untuk mengetahui
kerusakan fungsi ginjal (peningkatan BUN dan kreatinin) 5.
- Pemeriksaan CT scan atau MRI kepala dapat menunjukkan adanya edema pada
bagian otak dan ada tidaknya perdarahan. Edema otak biasanya terdapat pada
bagian posterior otak namun dapat juga pada batang otak 7.
Sumber: Adam and Victor’s Principle of Neurology 8th Edition, halaman 730
Gambar 2.1 Gambaran CT Scan (kanan) dan MRI (kiri) kepala pada wanita 55 tahun
dengan Ensefalopati Hipertensi dan kejang menunjukkan adanya lesi white matter
yang terkonsentrasi pada bagian posterior otak
Terapi
- Penurunan tekanan darah arterial, sesuai dengan tingkatan tekanan darah pasien
terutama yang berhubungan dengan kejadian neurologis, harus dilakukan dengan
monitoring secara tetap dan titrasi obat, tekanan darah arterial diukur dengan
kateterisasi jika memungkinkan. Terapi ini bertujuan untuk menurunkan tekanan
darah arterial sebesar 25% selama 1-2 jam dan tekanan darah diastolic ke 100-110
mmHg. Jika dengan penurunan tekanan darah arterial memperburuk keadaan
neurologis, maka harus dipertimbangkan kembali rencana pengobatannya. Untuk
obat anti hipertensi intravena yang bekerja cepat hanya labetalol, sodium
nitroprusside dan phenoldopam (pada gagal ginjal) sudah terbukti efektif pada HE.
- Labetalol adalah suatu beta adrenergic blockers, kelihatannya paling adekuat tidak
menurunkan aliran darah otak dan bekerja selama 5 menit untuk administrasi. Dosis
inisial alah 20 mg dosis bolus, kemudian 20-80 mg dosis intravena setiap 10 menit
sampai tekanan darah yang diinginkan atau total dosis sebesar 300 mg tercapai.
- Sodium nitroprusside, sebuah vasodilator, memiliki onset yang cepat (hitungan
detik) dan durasi yang singkat dalam bekerja (1-2 menit). Bagaimanapun, ini dapat
mempengaruhi suatu venodilatasi cerebral yang penting dengan kemungkinan
menghasilkan peningkatan aliran darah otak dan hipertensi intracranial. Suatu
tindakan cytotoxic, dengan melepaskan radikal bebas NO dan produk metaboliknya,
sianida dapat menyebabkan kematian mendadak, atau koma. Dosis inisial 0,3-0,5
mcg/kg/min IV, sesuaikan dengan kecepatan tetesan infus sampai target efek yang
diharapkan tercapi dengan dosis rata-rata 1-6 mcg/kg/min.
- Fenildopam (Corlopam), sebuah short acting dopamine agonis (DA1) pada level
perifer, dengan durasi pendek dalam bekerja. Ini meningkatkan aliran darah ginjal
dan ekskresi sodium dan dapat digunakan pada pasien dengan gejala gagal ginjal.
Dosis inisial 0,003 mcg/kg/min IV secara progresif ditingkatkan sampai maksimal
1,6 mcg/kg/min.
- Nicardipine dalam dosis bolus 5-15 mg/h IV dan dosis maintenance 3-5 mg/h dapat
juga digunakan.
- Nifedipine sublingual, clonidine, diazoxide, atau hydralazine intravena tidak
direkomendasikan karena dapat mempengaruhi penurunan yang tidak terkontrol
dari tekanan darah arterial yang mengakibatkan iskemi cerebral dan renal.

1.7 Gangguan Sisitem Vaskular


1.7.1 Meniere' disease
Penyakit Meniere merupakan penyakit di mana terjadi gangguan keseimbangan
terutama saat berdiri, yang menyebabkan pasien tersebut tidak mampu berdiri tegak.
Penyakit ini ditemukan oleh Meniere pada tahun 1861. Insiden penyakit Meniere yaitu
sebesar 10-150 orang per 100.000 orang per tahunnya. Penyakit ini biasanya
menyerang pasien yang berusia 50 tahun ke atas, namun jarang ditemukan pada pasien
berusia <20 tahun atau >70 tahun.
Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh meningkatnya volume endolimfa pada skala media
koklea. Peningkatan cairan tersebut diakibatkan oleh adanya gangguan biokimia pada
cairan endolimfa dan gangguan klinik pada membran labirin. Pada beberapa penelitian,
diketahui bahwa pasien dengan penyakit Meniere memiliki kantung endolimfatik yang
kecil dan memiliki daya absorpsi cairan yang rendah. Penyakit Meniere bersifat
idiopatik, sedangkan sindrom Meniere memiliki banyak etiologi. Beberapa etiologi dari
sindrom Meniere yaitu:
- Autoimun, yang biasanya menyebabkan gejala Meniere yang bersifat bilateral.
Terdapat deposisi IgG pada kantung endolimfatik, peningkatan kompleks IgM,
adanya komplemen C1q, dan penurunan kadar kompleks IgA pada serum.
- Posttraumatik, akibat adanya fraktur tulang temporal.
- Adanya kelainan kongenital pada telinga dalam, seperti pelebaran aquaductus
bestibular atau aplasia telinga dalam.
- Adanya infeksi sebelumnya, seperti labirintitis, meningitis, penyakit Lyme, atau
otosifilis.
- Neoplasma, seperti Schwannoma vestibular yang menekan n. VIII.
Patofisiologi dan patogenesis
Peningkatan volume endolimfa menyebabkan adanya hidrops endolimfa pada
koklea dan vestibulum. Hidrops ini terjadi mendadak dan hilang timbul akibat beberapa
hal, seperti:
 Peningkatan tekanan hidrostatik ujung arteri
 Penurunan tekanan osmotik dalam kapiler
 Peningkatan tekanan osmotik ruang ekstrakapiler
 Penyumbatan jalan keluar sakus endolimfatikus
Akibat adanya peningkatan volume endolimfa, terjadi pelebaran membran Reissner
dan penonjolan ke skala vestibuli, terutama bagian apeks koklea helikotrema. Hal ini
menyebabkan tuli sensorineural terhadap nada rendah. Penonjolan tersebut pun dapat
menjalar hingga ke bagian tengah dan basal koklea, yang dapat menyebabkan tuli
sensorineural keseluruhan. Selain itu, terdapat pelebaran pada sakulus yang menekan
utrikulus.
Gejala klinis
Gejala klinis dari penyakit Meniere yaitu adanya trias atau sindrom Meniere,
yaitu vertigo, tinitus, dan tuli sensorineural terhadap nadarendah. Vertigo yang pertama
kali terjadi biasanya berat dan disertai mual, muntah, berkeringat, dan wajah pucat.
Gejala tersebut biasanya muncul pada saat orang tersebut berdiri. Hal tersebut
berlangsung selama beberapa hari hingga minggu. Vertigo tersebut bersifat periodik,
dan pada serangan berikutnya, vertigo tersebut lebih ringan. Selain itu, pada setiap
muncul vertigo, disertai dengan gangguan pendengaran yang berupa tinitus dan
perasaan penuh di telinga.Tinitus tersebut biasanya bersifat nyaring, seperti suara
mesin atau ombak air.
Setelah serangan vertigo selesai, biasanya pasien merasakan lelah. Tidak
terdapat kehilangan kesadaran selama serangan Meniere. Biasanya, pasien merasakan
panik akibat stres emosional dari serangan tersebut. Diagnosis untuk penyakit Meniere
dapat ditegakkan dengan beberapa kriteria diagnosis, yaitu:
 Adanya vertigo yang hilang timbul
 Fluktuasi gangguan pendengaran berupa tuli saraf
 Tidak terdapat kemungkinan penyebab gangguan keseimbangan sentral
Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu menemukan adanya tuli sensorineural yang
berfluktuasi.Untuk dapat memastikan adanya hidrops endolimfa, dapat dilakukan tes
gliserin.
Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menguatkan diagnosis penyakit
Meniere yaitu pemeriksaan audiometri, ENG (electronystagmography), dan MRI. Pada
gejala Meniere yang terjadi bilateral, dapat dilakukan pemeriksaan darah untuk
mengetahui adanya autoimun atau infeksi. Beberapa pemeriksaan darah tersebut yaitu
CBC, ESR, faktor rheumatoid, protein anti-68-kilodalton, ANA, anti doublestranded DNA,
titer Lyme, dan antigen treponemal fluorescent.
Pemeriksaan audiometri pada awal terjadinya serangan dapat memiliki hasil yang
normal. Namun, semakin penyakit tersebut mengalami progresivitas, semakin terlihat
adanya tuli sensorineural mulai dari nada rendah hingga nada tinggi.
Pemeriksaan ENG pada awal terjadinya serangan akan menunjukkan hasil yang
normal, karena fungsi vestibular masih dapat normal kembali. Semakin berjalannya
progresivitas penyakit, terdapat kelemahan fungsi vestibular. Pemeriksaan MRI
dianjurkan pada pasien dengan vertigo berulang, penurunan pendengaran
sensorineural, atau tinitus yang menetap. Pemeriksaan MRI dilakukan pada otak dan
kanal auditori internal.
Diagnosis banding
Beberapa diagnosis banding dari penyakit ini yaitu penurunan penglihatan yang
dapat menimbulkan gangguan keseimbangan, penurunan kemampuan propioseptif
yang dapat disebabkan oleh DM, insufisiensi kardiovaskular, stroke, gangguan
neurologis seperti migrain dan multipel sklerosis, gangguan metabolik, dan efek
samping dari obatobatan.
Tata laksana
Penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya. Penatalaksanaan awal penyakit
ini yaitu dengan terapi diet dan obat-obatan. Terapi diet tersebut berupa makanan
rendah natrium di mana konsumsi natrium dibatasi menjadi 1500mg/hari. Selain itu,
perlu konsumsi air yang banyak dan mengurangi konsumsi kafein dan alkohol untuk
membantu membuang kelebihan cairan endolimfa.
Terapi obat-obatan yang dapat dilakukan yaitu :
 Obat diuretik, yaitu HCT dan triamteren.
 Obat antikolinergik sebagai depresan vestibular, seperti
 benzodiazepine dan diazepam
 Obat sedatif atau antiemetik
 Obat vasodilator perifer sehingga terjadi penurunan tekanan hidrops endolimfa
 Obat antiiskemia dapat diberikan sebagai obat alternatif
 Obat neurotonik dapat diberikan untuk menguatkan sarafnya

Pada pasien yang memiliki muntah yang persisten, dapat dilakukan


rehidrasi IV seperti droperidol.
Terapi nonfarmakologi yang dapat diberikan yaitu :
- Shunt endolimfatik
Shunt ini dibuat melalui operasi untuk menyalurkan kelebihan cairan endolimfa
tersebut. Shunt tersebut dapat bersifat internal atau eksternal. Pada shunt internal,
dibentuk fistula yang menyambungkan skala media dengan skala vestibuli atau timpani.
Sedangkan, pada shunt eksternal, dibentuk fistula yang menyalurkan cairan
endolimfatikus ke ruang subarachnoid atau mastoid. Namun, fistula ke mastoid lebih
direkomendasikan karena adanya kemungkinan infeksi dapat menjalar ke otak bila
fistula dibentuk dengan ruang subarachnoid.
- Vestibular neurektomi
Merupakan pemisahan saraf vestibular dari saraf koklea dan penghancuran saraf
tersebut. Cara ini dilakukan pada pasien penyakit Meniere yang memiliki vertigo
episodik dan tidak membaik dengan pengobatan farmakologi.
- Labirintektomi
Merupakan penghancuran bagian vestibular telinga dalam. Cara ini menyebabkan
pasien tersebut kehilangan pendengaran, sehingga direkomendasikan untuk pasien
Meniere dengan vertigo berulang, kehilangan fungsi pendengaran, dan tidak membaik
dengan pengobatan lain.
1.7.2 Vertigo

Definisi : Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek; yang
sering digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness,
unsteadiness) atau rasa pusing (dizziness); deskripsi keluhan tersebut penting
diketahui agar tidak dikacaukan dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutama karena di
kalangan awam kedua istilah tersebut (pusing dan nyeri kepala) sering digunakan
secara bergantian.
Diagnosis :
1. Anamnesis
 bentuk vertigonya: melayang, goyang, berputar, tujuh keliling, rasa naik perahu
dan sebagainya.
 timbulnya vertigo: perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan, ketegangan.
 waktu: akut atau perlahan-lahan, hilang timbul, paroksimal, kronik, progresif
atau membaik.

 Ada gangguan pendengaran yang biasanya menyertai/ditemukan pada lesi alat


vestibuler atau n. vestibularis.
 obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria.
Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan Fisik Umum
 tekanan darah diukur dalam posisi berbaring, duduk, dan berdiri
 bising karotis, irama (denyut jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu
diperiksa.
b. Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada:
1. Fungsi vestibuler/serebeler
a. Uji Romberg (Gb. 5)
 penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua
mata terbuka kemudian tertutup
 biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa
penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik
cahaya atau suara tertentu)
 pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan
bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka
badan penderita tetap tegak
 sedangkan pada kelainan serebral badan penderita akan bergoyang baik
pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.
c. Uji Unterberger
 berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat
dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit
 pada kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke
arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan
berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada
sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan
fase lambat ke arah lesi.
d. Brandt-Daroff sebagai upaya desensitisasi reseptor semisirkularis (Gambar)
 Pasien duduk tegak di tepi tempat tidur dengan tungkai tergantung
 tutup kedua mata dan berbaring dengan cepat ke salah satu sisi tubuh,
tahan selama 30 detik, kemudian duduk tegak kembali
 setelah 30 detik baringkan tubuh dengan cara yang sama ke sisi lain,
tahan selama 30 detik, kemudian duduk tegak kembali. Latihan ini
dilakukan berulang (lima kali berturut-turut) pada pagi dan petang hari
sampai tidak timbul vertigo lagi.

Terapi : Tujuan pengobatan vertigo, selain kausal (jika ditemukan


penyebabnya), ialah untuk memperbaiki ketidak seimbangan vestibuler melalui
modulasi transmisi saraf, umumnya digunakan obat yang bersifat antikolinergik.

1.7.3 Cerebral palsy

Definisi
Cerebral palsy adalah suatu kerusakaan yang permanent, tetapi bukan berarti tidak
mengalami perubahan sama sekali pada postur gerakan yang terjadi karena kerusakan
otak non progresif (tidak berkelanjutan), disebabkan oleh faktor bawaan, masalah
selama kandungan, proses kelahiran, dan masa bayi atau sekitar dua tahun pertama
kehidupan anak (Badali, 2010).
Secara definisi dapat diartikan kata cerebral itu sendiri adalah otak, sedangkan palsy
adalah kelumpuhan, kelemahan, atau kurangnya pengendalian otot dalam setiap
pergerakan atau bahkan tidak terkontrol. Kerusakan otak tersebut mempengaruhi
sistem dan penyebab anak mempunyai koordinasi yang buruk, keseimbangan yang
buruk, pola-pola gerakan yang abnormal atau kombinasi dari karakter-karakter
tersebut. Kelaian yang muncul tergantung luasnya kerusakan otak yang dialami anak,
letak kerusakan di otak dan seberapa cepat penanganannya yang diberikan, kerusakan
yang dialami biasanya tidak akan bertambah parah, namun dengan bertambahnya usia
maka kemampuan anak yang dimilki dapat terlihat semakin tertinggal (Brunner and
Suddarth, 2002).
Cerebral palsy adalah suatu kelainan gerakan dan postur yang tidak progresif oleh
karena suatu kerusakan atau gangguan pada sel-sel motorik pada susunan saraf pusat
yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya. Cerebaral palsy merupakan
gangguan pada otak yang bersifat non progresif.gangguan ini dapat disebabkan oleh
adanya lesi atau gangguan perkembangan pada otak Cerebaral palsy adalah akibat dari
lesi atau gangguan perkembangan otak bersifat non progresif dan terjadi akibat bayi
lahir terlalu dini (prematur). Defisit motorik dapat ditemukan pada pola abnormal dari
postur dan gerakan (Abduerrachman, dkk, 2002).
Etiologi
Penyebab CP secara umum dapat terjadi pada tahap prenatal, perinataldan postnatal.
a. Prenatal
Potensi yang mungkin terjadi pada tahap prenatal adalah infeksi pada masa kehamilan.
Infeksi merupakan salah satu hal yang dapat menyebabkan kelainan pada janin,
misalnya infeksi oleh lues, toksoplasma, rubela dan penyakit inklusi sitomegalik. Selain
infeksi, anoksia dalam kandungan (anemia, kerusakan pada plasenta), radiasi sinar-X
dan keracunan pada masa kehamilan juga berpotensi menimbulkan CP.
b. Perinatal
Pada masa bayi dilahirkan ada beberapa resiko yang dapat menimbulkan CP, antara
lain:
1). Brain injury
Brain injury atau cidera pada kepala bayi dapat mengakibatkan:
a). Anoksia/hipoksia
Anoksia merupakan keadaan saat bayi tidak mendapatkan oksigen, yang dapat terjadi
pada saat kelahiran bayi abnormal, disproporsi sefalo-pelvik, partus lama, plasenta
previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan instrumen tertentu dan lahir
dengan bedah caesar.
b). Perdarahan otak
Perdarahan dapat terjadi karena trauma pada saat kelahiran misalnya pada proses
kelahiran dengan mengunakan bantuan instrumen tertentu. Perdarahan dapat terjadi di
ruang sub arachnoid. Perdarahan di ruang subdural dapat menekan korteks serebri
sehingga timbul kelumpuhan spastik.
2). Ikterus
Ikterus pada masa neonatal dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang
permanen akibat masuknya bilirubin ke ganglia basalis, misalnya pada kelainan
inkompatibilitas golongan darah.
3). Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat pengobatannya
akan mengakibatkan gejala sisa berupa CP.
4). Prematuritas
Pada cerebral palsy spastik diplegi biasanya terjadi pada kasus kelahiran prematur,
berat badan lahir rendah dan anoksia berat pada saat kelahiran.
c. Post natal
Misalnya pada trauma kapitis, meningitis, ensepalitis dan luka parut pada otak pasca
bedah dan bayi dengan berat badan lahir rendah (Abduerrachman, dkk, 2002)
Manifestasi Klinik
Gejala biasanya timbul sebelum anak berumur 2 tahun dan pada kasus yang berat, bisa
muncul pada saat anak berumur 3 bulan. Gejalanya bervariasi, mulai dari kejanggalan
yang tidak tampak nyata sampai kekakuan yang berat, yang menyebabkan perubahan
bentuk lengan dan tungkai sehingga anak harus memakai kursi roda.
Cerebral palsy dibagi menjadi 4 kelompok:
a. Tipe Spastik (50% dari semua kasus CP), otot-otot menjadi kaku dan lemah.
Kekakuan yang terjadi bisa berupa:
1) Kuadriplegia (kedua lengan dan kedua tungkai)
2) Diplegia (kedua tungkai)
3) Hemiplegia (lengan dan tungkai pada satu sisi tubuh)
b. Tipe Diskinetik (Koreoatetoid, 20% dari semua kasus CP), otot lengan, tungkai dan
badan secara spontan bergerak perlahan, menggeliat dan tak terkendali; tetapi bisa juga
timbul gerakan yang kasar dan mengejang. Luapan emosi menyebabkan keadaan
semakin memburuk, gerakan akan menghilang jika anak tidur
c. Tipe Ataksik, (10% dari semua kasus CP), terdiri dari tremor, langkah yang goyah
dengan kedua tungkai terpisah jauh, gangguan koordinasi dan gerakan abnormal.
d. Tipe Campuran (20% dari semua kasus CP), merupakan gabungan dari 2 jenis diatas,
yang sering ditemukan adalah gabungan dari tipe spastik dan koreoatetoid.
Gejala lain yang juga bisa ditemukan pada CP:
1. Kecerdasan di bawah normal
2. Keterbelakangan mental
3. Kejang/epilepsi (terutama pada tipe spastik)
4. Gangguan menghisap atau makan
5. Pernafasan yang tidak teratur
6. Gangguan perkembangan kemampuan motorik (misalnya menggapai sesuatu,
duduk, berguling, merangkak, berjalan)
7. Gangguan berbicara (disartria)
8. Gangguan penglihatan
9. Gangguan pendengaran
10. Kontraktur persendian
11. Gerakan menjadi terbatas
Terapi
Cerebral palsy tidak dapat disembuhkan dan merupakan kelainan yang berlangsung
seumur hidup. Tetapi banyak hal yang dapat dilakukan agar anak bisa hidup semandiri
mungkin. Pengobatan yang dilakukan biasanya tergantung kepada gejala dan bisa
berupa:
1. terapi fisik
2. braces (penyangga)
3. kaca mata
4. alat bantu dengar
5. pendidikan dan sekolah khusus
6. obat anti-kejang
7. obat pengendur otot (untuk mengurangi tremor dan kekakuan)
8. terapi okupasional
9. bedah ortopedik
10. terapi wicara bisa memperjelas pembicaraan anak dan membantu mengatasi
masalah makan
11. perawatan (untuk kasus yang berat)
Jika tidak terdapat gangguan fisik dan kecerdasan yang berat, banyak anak dengan
cerebral palsy yang tumbuh secara normal dan masuk ke sekolah biasa. Anak lainnya
memerlukan terapi fisik yang luas, pendidikan khusus dan selalu memerlukan bantuan
dalam menjalani aktivitasnya sehari-hari. Pada beberapa kasus, untuk membebaskan
kontraktur persendian yang semakin memburuk akibat kekakuan otot, mungkin perlu
dilakukan pembedahan. Pembedahan juga perlu dilakukan untuk memasang selang
makanan dan untuk mengendalikan refluks gastroesofageal (Abduerrachman, dkk,
2002).

Anda mungkin juga menyukai