Anda di halaman 1dari 20

1.

Fraktur pada lansia


Untuk bisa terjadi fraktur pada usia lanjut sering terjadi hanya dengan trauma
ringan atau bahkan tanpa ada kekerasan yang nyata. Adanya tekanan berat dari lantai
saat jatuh hanya merupakan sebagian dari penyebab fraktur tersebut. Pada lansia,
stress utama pada tulang justru datang dari daya yang sangat kuat dari otot yang
berinsersi di tulang tersebut. Fraktur yang sering dialami oleh lansia adalah :
a. Fraktur sendi koksa (fraktur leher/kollum femur)

Fraktur kollum femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan lebih sering pada
wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang akibat kombinasi proses penuaan dan
osteoporosis pascamenopause. Wanita 2-3 kali lebih banyak daripada pria atau sekitar
75% untuk fraktur panggul dan 4 kali lebih banyak daripada pria untuk fraktur collum
femoris. Berdasarkan ras, insidens fraktur panggul 2-3 kali lebih banyak pada orang kulit
putih dibandingkan dengan warna kulit lain, hal tersebut disebabkan peningkatan
insidens osteoporosis pada orang kulit putih. Fraktur femur proximal dapat terjadi
intracapsular dan extracapsular. Yang termasuk intracapsular adalah fraktur collum
femoris, sedangkan yang termasuk extracapsular adalah fraktur inter-trokanter. Pada lanjut
usia keduanya dapat terjadi akibat trauma dengan kekuatan ringan seperti jatuh.

1. Mekanisme Fraktur
Fraktur intrakapsuler (fraktur collum femoris) dapat disebabkan oleh trauma langsung (direct)
atau trauma tidak langsung (indirect).
 Trauma langsung (direct)
Biasanya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trokanter mayor langsung terbentur
dengan benda keras (misalnya jalanan).
 Trauma tidak langsung (indirect)
Disebabkan gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah. Karena kaput femoris terikat
kuat dengan ligamen didalam asetabulum oleh ligamen iliofemoral dan kapsul sendi,
mengakibatkan fraktur didaerah collum femoris. Pada dewasa muda apabila terjadi fraktur
intrakapsuler (collum femoris) berarti traumanya cukup hebat. Sedang kebanyakan fraktur collum
ini (intrakapsuler) terjadi pada wanita tua dimana tulangnya sudah mengalami osteoporotik.
Trauma yang dialami wanita tua ini biasanya ringan (misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi).
Faktor resiko
Faktor resiko fraktur panggul penting lainnya selain faktor usia, jenis kelamin dan osteoporosis
adalah (1) Body Mass Index yang rendah (<18,5), (2) Paparan terhadap sinar matahari yang
rendah, (3) Aktifitas rekreasional yang rendah, (4) Perokok, (5) Riwayat fraktur akibat osteoporosis
sebelumnya, (6) Pengobatan menggunakan kortikosteroid dalam jangka waktu lama.

II. PATOFISIOLOGI
Anatomi Panggul
Sendi panggul terdiri dari multiaxial-ball yang besar dan kantung sendi sinovial yang dibungkus
oleh kapsul artikularis yang tebal. Sendi panggul berguna untuk mempertahankan keseimbangan dan
memungkinkan pergerakan yang luas. Setelah sendi bahu, sendi panggul merupakan sendi yang
paling luas pergerakannya dibandingkan dengan sendi-sendi lainnya. Selama berdiri, seluruh berat
bagian atas tubuh dipindahkan dari kepala dan leher ke femur. Lingkaran kepala dari femur (kaput
femoris) berhubungan dengan mangkuknya yang disebut asetabulum. Bagian dalam asetabulum diisi
oleh fibrokartilago labrum yang sangat kuat, yang memegang kaput femoris, dan menutupi lebih dari
setengah bagiannya. Kartilago sendi menutupi seluruh kaput femoris, kecuali pada pit (fovea) yang
merupakan tempat untuk melekatnya ligamen pada kaput femoris.
Kapsul fibrosa yang kuat dan longgar memungkinkan pergerakan yang bebas pada sendi panggul,
mengikatkan asetabulum proksimal dan ligamen asetabular transversal. Kapsul fibrosa mengikatkan
bagian distal dengan collum femoris hanya pada bagian anterior garis intertrokanter dan akar dari
trokanter mayor. Di bagian posterior, kapsul fibrosa menyilang ke collum proximal ke bagian atas
intertrokanter tanpa mengikatnya. Kapsul fibrosa yang tebal membentuk tiga ligamen sendi panggul
yaitu ligamen iliofemoral yang berbentuk Y, ligamen pubofemoral dan ligamen ischiofemoral.
Sendi panggul juga ditunjang oleh femur dan otot yang menyilangi sendi. Tulang dan otot adalah
bagian paling kuat dan besar dari tubuh manusia. Panjang, sudut dan lingkaran yang sempit dari
collum femoris memungkinkan pergerakan yang banyak pada sendi panggul. Fraktur terjadi ketika
tekanan yang datang lebih besar daripada kekuatan tulang. Garis intertrokanter adalah garis obliq
yang menghubungkan trokanter mayor dan trokanter minor, memisahkan collum femoris dari batang
femur. Fraktur panggul meliputi seluruh fraktur pada femur proximal, mulai dari kepala sampai 4-5
cm dari area subtrokanter.

Gambar 1. Anatomi femur proximal


Suplai Vaskuler
Suplai vaskuler untuk femur proximal adalah sedikit dan berasal dari dua sumber. Cabang medial dan
lateral arteri femoralis sirkumflexial, biasanya merupakan cabang dari arteri femoris profunda, naik
ke bagian posterior dari collum femoris pada retinacula (bayangan dari kapsul sepanjang collum
femoris sampai ke kepala). Cabang medial dan lateral dari arteri femoralis sirkumflexial melewati
tulang hanya pada bagian distal dari kaput femoris dimana arteri tersebut beranastomosis dengan
cabang dari arteri fovea dan cabang meduler pada batang femur.
2. Ligamen pada kaput femoris juga berisi arteri yaitu arteri fovea yang merupakan cabang
arteri obturator. Arteri fovea masuk ke kaput femoris hanya ketika pusat osifikasi diperpanjang
pada pit (fovea) ke ligamen kaput, pada usia 11-13 tahun. Anastomosis juga terjadi pada usia
yang lebih lanjut tapi tidak melebihi 20 % dari populasi.
3. Fraktur collum femoris sering mengganggu suplai darah ke kaput femoris. Arteri sirkumflexial
medial mensuplai banyak darah ke kaput dan collum femoris dan arteri ini sering robek pada
fraktur collum femoris. Pada beberapa kasus, suplai darah dari arteri fovea mungkin hanya dapat
diterima pada fragmen proximal dari kaput femoris. Jika pembuluh darah robek, fragmen tulang
tidak dapat menerima darah dan akan menjadi avascular necrosis (AVN) yang merupakan salah
satu komplikasi penting dari fraktur collum femoris.

4. Klasifikasi
Fraktur collum femoris dibagi berdasarkan:
a. lokasi anatomis
Berdasarkan lokasi anatomis dibagi menjadi 3:
 fraktur subcapital
 fraktur transcervical
 fraktur basis collum femoris

(a) (b) (c)


Gambar 2. Klasifikasi fraktur collum femoris berdasarkan lokasi anatomis
a. fraktur supcapital
b. fraktur transcervical
c. fraktur basis collum femoris (intertrochanteric)
b. arah sudut patah
Berdasarkan arah garis sudut patah dibagi menurut Pauwel :
 tipe I : sudut 30
 tipe II : sudut 50
 tipe III : sudut 70
b. Berdasarkan dislokasi atau tidak fragmen dibagi menurut Garden:
Garden I : incomplete (impacted)
Garden II : fraktur collum femoris tanpa dislokasi
Garden III : fraktur collum femoris dengan dislokasi sebagian
Garden IV : fraktur collum femoris dan dislokasi total

A B C
Gambar 3.
A atas : fraktur collum femoris incomplete
A bawah : fraktur collum femoris impacted
B : fraktur collum femoris dengan dislokasi sebagian
C : fraktur collum femoris dengan dislokasi total

V. DIAGNOSA
Anamnesa
 Pada lanjut usia, fraktur sering terjadi akibat jatuh yang ringan. Sebagian kecil fraktur dapat terjadi
secara spontan tanpa adanya riwayat trauma.
 Penderita umumnya datang dengan keluhan nyeri dan tidak bisa berjalan setelah terjatuh.
 Pasien mempunyai riwayat fraktur osteoporosis lain seperti colles atau fraktur kompresi vertebra.

Pemeriksaan fisik
 Penilaian penampilan fisik dan stabilitas pasien seperti pasien tampak kesakitan dan tidak dapat
berdiri. Umumnya, penderita tidur dengan tungkai bawah dalam keadaan sedikit fleksi dan
eksorotasi serta memendek. Sering dapat dilihat pemendekan bila dbandingkan tungkai kiri
dengan kanan. Jarak antara trokanter mayor dan spina iliaka anterior superior lebih pendek
karena trokanter menjadi lebih tinggi akibat pergeseran tungkai ke kranial.
 Perhatikan tanda-tanda vital dan manifestasi shock seperti perubahan kulit, status mental dan
volume urin. Fraktur panggul berhubungan dengan kehilangan darah sampai 1500 mL.
 Inspeksi dan palpasi untuk deformitas, hematom dipanggul, laserasi dan asimetris.
 Perhatikan posisi anatomi extremitas. Pada fraktur dengan dislokasi sebagian atau total,
pasien mengalami sakit yang berat, terlihat adanya perpendekkan dari tungkai yang cedera,
paha dalam posisi abduksi, flexi dan eksorotasi. Sedang pada fraktur inclomplete atau tanpa
dislokasi, penderita masih dapat berjalan disertai dengan rasa sakit yang tidak begitu berat dan
posisi tungkai masih dalam posisi netral.
 Lakukan pemeriksaan neurovaskuler distal

Pemeriksaan radiologi
 X-ray
Gambaran radiologis menunjukkan patah tulang leher femur dengan dislokasi pergeseran ke
cranial atau impaksi ke dalam kaput. Diperlukan proyeksi anteroposterior dan lateral, kadang-
kadang diperlukan proyeksi axial. Pada proyeksi anteroposterior kadang-kadang tak jelas
ditemukan fraktur (pada kasus yang impacted). Untuk itu perlu ditambah dengan pemeriksaan
proyeksi axial.
Jika fraktur tidak jelas, lihat adanya perubahan garis Shenton dan bandingkan dengan sisi
panggul yang lain. Sebagai tambahan, periksa sudut collum dan batang femur, yang diperoleh
dengan mengukur sudut yang digambarkan oleh garis yang melalui pertengahan batang femur
dan collum femoris. Sudut ini harus sekitar 120-130˚.
Pada pasien yang diduga kuat mengalami fraktur collum femoris, tetapi pada foto x-ray
hasilnya negatif, maka proyeksi AP dengan rotasi interna memberikan gambaran yang lebih baik
dari collum femoris.
Gambar 4. Garis Shenton dan anatomi sudut dari femur

Gambar 5. Foto x-ray fraktur collum femoris sinistra, tampak pemendekan collum bagian superior dan
impaksi kaput kebagian atas collum.

Gambar 6. Foto x-ray, fraktur collum femoris garden IV

 MRI dan bone scan


Jika dengan foto x-ray didapatkan hasil negatif dan pasien diduga kuat mengalami fraktur
panggul, MRI dan bone scan memiliki sensitifitas tinggi dalam mengidentifikasi trauma
tersembunyi. MRI 100% sensitif pada pasien dengan hasil x-ray yang tidak jelas. Dulu, bone scan
tidak akurat sebelum 48-72 jam setelah fraktur, tetapi ada satu penelitian yang menemukan
sensitifitas 93% tanpa memperhatikan waktu trauma, termasuk fraktur yang kurang dari 24 jam.

Gambar 7. MRI potongan coronal T1, tampak fraktur collum femoris sinistra tanpa dislokasi.

5. Penatalaksanaan
Perawatan sebelum di rumah sakit :
 Perawatan sebelum di rumah sakit pada pasien dengan keluhan nyeri panggul harus berupa
imobilisasi ditempat tidur.
 Pada pasien dengan multiple fraktur, lakukan Basic Life Support (ABC) dan imobilisasi
vertebra servikal jika diperlukan.
 Jika terdapat fraktur atau deformitas yang nyata pada femur, lakukan belat tarik (traction
splint) dan pasang jalur intravena untuk hidrasi.
 Jika pasien mengalami takikardi dan hipotensi, berikan bolus cairan kristaloid dan berikan
oksigen secara adekuat.
Penatalaksanaan impacted fraktur
Pada fraktur intrakapsuler terdapat perbedaan pada daerah collum femoris dibanding fraktur
tulang ditempat lain. Pada collum femoris, periosteumnya sangat tipis sehingga daya
osteogenesisnya sangat kecil, sehingga seluruh penyambungan tulang fraktur collum femoris
boleh dikatakan tergantung pada pembentukan kalus endosteal. Lagipula aliran pembuluh darah
yang melewati collum femoris pada fraktur collum femoris dapat mengalami kerusakan. Lebih-
lebih lagi terjadinya hemarthrosis akan menyebabkan aliran darah sekitar fraktur tertekan
alirannya. Maka mudah dimengerti apabila terjadi fraktur intrakapsuler dengan dislokasi akan
memungkinkan terjadinya avaskuler nekrosis.
Pada fraktur yang benar-benar impacted dan stabil, maka penderita masih dapat berjalan
selama beberapa hari. Gejalanya ringan, sakit sedikit pada daerah panggul. Kalau impactednya
cukup kuat atau stabil penderita dirawat 3-4 minggu kemudian diperbolehkan berobat jalan
dengan memakai tongkat selama 8 minggu. Kalau pada foto x-ray impactednya kurang kuat atau
tidak stabil ditakutkan terjadi disimpacted, penderita dianjurkan untuk operasi dipasang internal
fixation. Operasi yang dikerjakan untuk impacted fraktur biasanya dengan multi pin teknik
percutaneus.

Gambar 8. Multi pin teknik percutaneus

Penanggulangan fraktur collum femoris dengan dislokasi


Penderita segera dirawat di rumah sakit, tungkai yang sakit dilakukan pemasangan tarikan
kulit (skin traction) dengan Buck-extension. Dalam waktu 24-48 jam dilakukan tindakan reposisi,
yang dilanjutkan dengan pemasangan fiksasi interna. Reposisi yang dilakukan dicoba dulu dengan
reposisi tertutup dengan salah satu cara yaitu : menurut Leadbetter. Penderita terlentang dimeja
operasi. Asisten memfiksasi pelvis. Lutut dan coxae dibuat flexi 90˚ untuk mengendurkan kapsul
dan otot-otot sekitar panggul. Dengan sedikit adduksi, paha ditarik keatas, kemudian dengan
pelan-pelan dilakukan gerakan endorotasi panggul 45˚. Kemudian pada sendi panggul dilakukan
gerakan memutar dengan melakukan gerakan adduksi dan ekstensi. Setelah itu dilakukan test
yaitu Palm heel test : tumit kaki yang cedera diletakkan diatas telapak tangan. Bila posisi kaki
tetap dalam kedudukan abduksi dan endorotasi berarti reposisi berhasil baik. Setelah reposisi
berhasil dilakukan tindakan pemasangan fiksasi internal dengan teknik multi pin perkutaneus.
Kalau reposisi pertama gagal, diulangi sampai tiga kali, dilakukan open reduksi. Setelah dilakukan
reposisi terbuka dan setelah tereposisi dengan baik selanjutnya dilakukan fiksasi internal
diantaranya dengan :
 Knowless pin
 Cancellous screw
 Plate
Pada lanjut usia, penanggulangan fraktur collum femoris agak berlainan. Bila penderita tidak
bersedia dioperasi atau dilakukan prinsip penanggulangan do nothing, dalam arti tidak dilakukan
tindakan fiksasi interna, caranya penderita dirawat, dilakukan skin traksi 3 minggu sampai rasa
sakitnya hilang. Kemudian penderita dilatih berjalan dengan menggunakan tongkat atau cruth.
Kalau penderita bersedia dilakukan operasi, akan digunakan prinsip pengobatan do something
yaitu dilakukan tindakan operasi arthroplasty untuk mengurangi komplikasi luka. Arthroplasty
atau Hemiarthroplasty dibagi menjadi dua yaitu : unipolar (misalnya Thompson dan Austin
Moore) dan bipolar (misalnya Hastings). Pada kebanyakan pasien, protese bipolar hampir
seluruhnya bergerak diluar artikulasio dan efeknya hampir sama dengan protese unilateral yang
lebih mahal. Secara teori keuntungan dari protese bipolar adalah mengurangi penggunaan
asetabulum, mengurangi nyeri, kerusakan sendi dan masalah mobilitas. Jalur pembedahan
hemiarthroplasty adalah anterolateral atau posterior dan yang dianjurkan adalah jalur
anterolateral. Pada jalur posterior sering terjadi dislokasi dan trombosis. Sedangkan pada jalur
anterior, waktu operasi yang dibutuhkan lebih lama, kehilangan darahnya lebih banyak dan
mudah terjadi infeksi. Pembagian lain yaitu digunakannya semen atau tidak pada femur.
Penggunaan semen tulang berhubungan dengan morbiditas intraoperatif. Hal ini dapat dikurangi
dengan intramedullary lavage den teknik penyemenan moderen. Tidak digunakannya semen
berhubungan dengan bertambahnya nyeri dan penurunan fungsional. Semen harus digunakan
pada hemiarthroplasty kecuali jika ada komplikasi cardiorespirasi. Selain hemiarthroplasty dapat
dilakukan total hip replacement (THR) atau dibuat mangkuk untuk Austine Moore sebagai
pengganti asetabulum. Pada pasien dengan penyakit sendi dan pasien dengan aktivitas tinggi THR
merupakan terapi pilihan utama.
Gambar 9. Austine Moore Protese

Gambar 10. Total Hip Replacement

Medikasi
Pemberian analgetik parenteral sangat dianjurkan untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien.
Pemberian obat relaksasi otot juga kadang-kadang diperlukan. Pemberian antibiotik untuk area
kulit yang terbuka seperti sefazolin sodium dan imunisasi tetanus juga diperlukan pada fraktur
terbuka.

Analgetik
Mengontrol nyeri adalah penting untuk kenyamanan pasien. Analgetik yang dapat diberikan :
 Morfin sulfat
Merupakan drug of choice dari golongan analgetik narkotik karena efek yang jelas, aman
dan dapat reversibel dengan nalokson dengan mudah. Morfin sulfat yang diberikan secara
intra vena dibagi dalam beberapa dosis dan biasanya diberikan secara titrasi sampai efek yang
diinginkan tercapai. Untuk dewasa, dosis awal 0,1 mg/kg IV/IM/SC, dosis maintenance 5-20
mg/70 kg IV/IM/SC q4h. Pada pasien dengan hipovolemik relative, mulai dengan 2 mg
IV/IM/SC. Kontraindikasinya yaitu riwayat hipersensitif dan hipotensi. Fenotiazin berantagonis
dengan efek analgesiknya, sedangkan antidepresan trisiklik, MAOIs dan depresan sistem saraf
pusat lainnya dapat memberikan efek yang berlawanan.
 Fentanil sitrat
Merupakan analgetik narkotik yang lebih poten dibandingkan dengan morfin sulfat karena
waktu paruh yang lebih pendek. Merupakan drug of choice sebagai analgetik sedatif. Dengan
durasinya yang pendek (30-60 menit), mudah untuk dititrasi. Mudah dan cepat efek
reversibelnya terhadap nalokson. Dosis untuk dewasa 0,5-1 mcg/kgBB/dose IV/IM q30-60
menit. Transdermal 25 mcg/h sistem q48-72 jam. Kontraindikasi sama dengan morfin sulfat.
Juga berinteraksi dengan fenotiazin dan antidepresan trisiklik.
Antibiotik
 Sefazolin
Merupakan semisintetik sefalosporin generasi pertama. Efektif melawan flora kulit
termasuk stafilkokus aureus. Dosis untuk dewasa 2 g IV/IM q6-12h tidak melebihi 12 g/day.
Kontraindikasinya adalah riwayat hipersensitif. Probenesid memperpanjang efeknya,
penggunaan bersama aminoglikosid dapat meningkatkan toksisitas terhadap ginjal. Dapat
menyebabkan hasil pemeriksaan glukosa urin menjadi positif palsu.

 Gentamisin
Merupakan golongan aminoglikosid untuk mengeradikasi bakteri gram negatif. Biasanya
digunakan sebagai kombinasi dengan antibiotik untuk bakteri gram positif. Digunakan bersama
ampisilin atau vankomisin untuk pencegahan pada pasien dengan fraktur terbuka. Dosis untuk
dewasa 1,5 mg/kgBB IV tidak melebihi 80 mg. Kontraindikasinya riwayat hipersensitif dan
gangguan fungsi ginjal. Golongan aminoglikosid lain, sefalosporin, penisilin dan amfoterisin B
dapat meningkatkan efek nefrotoksisitasnya. Aminoglikosid dosis tinggi dapat mendepresi
neuromuskular dan mendepresi nafas. Diuretik dapat meningkatkan efek toksisitas
pendengaran dari aminoglikosid.
 Ampisilin
Digunakan bersama dengan aminoglikosid sebagai profilaksis pada pasien dengan fraktur
terbuka. Dosis untuk dewasa 2 g IV/IM. Kontraindikasinya adalah riwayat hipersensitifitas.
Probenesid dan disulfiram meningkatkan kadarnya, sedangkan allopurinol menurukan
kadarnya serta menambah efek rash akibat ampisilin. Ampisilin dapat menurunkan efek oral
kontrasepsi.

 Vankomisin
Antibiotik poten untuk bakteri gram positif dan enterokokus. Juga berguna untuk
menangani septikemia. Digunakan bersama dengan gentamisin untuk pencegahan pada
fraktur terbuka pada pasien yang alergi penisilin. Dosis untuk dewasa 1 g IV.

VIII. NUTRISI DAN REHABILITASI


Pada pasien lanjut usia dengan fraktur panggul pascaoperasi, biasanya akan didapati intake
makanan yang tidak adekuat. Kurangnya nutrisi dapat menyebabkan gangguan mental seperti
apatis, kehilangan dan kelemahan massa otot, gangguan fungsi jantung dan penurunan daya
tahan tubuh terhadap berbagai infeksi. Pemberian multinutrisi secara oral termasuk protein,
energi, beberapa vitamin dan mineral dapat mengurangi komplikasi di rumah sakit, walaupun hal
tersebut tidak berpengaruh pada tingkat kematian. Adanya pemberian protein pada makanan
dapat mengurangi lama waktu rehabilitasi. Pemberian makanan secara nasogastric berguna pada
pasien malnutrisi berat dan dapat mengurangi lama perawatan di rumah sakit. Intake makanan
pasien harus di monitor secara teratur untuk memastikan cukup tidaknya intake makanan paien
dibandingkan dengan kebutuhan.
Rehabilitasi harus dilakukan secepat mungkin supaya pasien menjadi mandiri dalam mobilitas dan
fungsionalnya. Pada tahap awal dapat dilakukan berjalan dan aktivitas sehari-hari seperti
transferring, washing, dressing, toileting. Keseimbangan dan gaya berjalan adalah komponen
penting dari mobilitas dan berguna dalam memprediksikan kemandirian fungsional.

IX. PENCEGAHAN
 Pencegahan terbaik adalah menghindari faktor resiko dan mencegah terjadinya jatuh.
 Pemberian suplemen calcium, biophosphonates, hormon paratiroid dan terapi pengganti
estrogen dapat mengurangi resiko fraktur pada pasien dengan osteoporosis.

X. KOMPLIKASI
 Deep venous trombosis (DVT)
Terjadi pada 16-50 % pasien bahkan 14 % berakibat emboli paru. DVT dapat terjadi akibat
banyaknya darah yang keluar dari permukaan jaringan yang terluka,yang akan mengaktifkan
faktor pembekuan yang mengakibatkan terbentuknya trombus dalam pembuluh darah.
Imobilitas akibat nyeri atau bedrest total juga merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya
DVT. Kadang-kadang kerusakan pembuluh darah juga berpengaruh terhadap terbentuknya
bekuan darah intravaskuler. Pemberian antikoagulan dosis penuh adalah efektif untuk
mencegah DVT tetapi akan menyebabkan perdarahan bertambah hebat dan biasanya tidak
digunakan. Profilaksis terhadap DVT dengan menggunakan heparin atau dextran dosis kecil
dengan atau tanpa obat antiplatelet hanya sedikit efektifitasnya.
 Ulkus dekubitus
Terjadi pada 42 % pasien, akibat imobilitas yang menyebabkan luka akibat tekanan yang
terus menerus dari tempat tidur. Hal ini dapat dicegah dengan rehabilitasi secepatnya setelah
operasi dilakukan misalnya dengan mobilisasi bedrest yaitu dengan miring kekanan atau kekiri
ditempat tidur selama beberapa lama.
 Infeksi
Infeksi dapat terjadi pada fraktur terbuka sehingga menyebabkan berbagai infeksi
seperti infeksi pada kulit, myositis ossificans, bursitis, dan septic artritis. Selain itu, karena
fraktur lebih sering terjadi pada wanita, penggunaan kateter akibat imobilitas dapat
menyebabkan terjadinya infeksi traktus urinarius. Infeksi dapat diatasi dan dicegah dengan
pemberian antibiotik.
 Nonunion
 Avaskular nekrosis
Hal ini terjadi karena berkurang atau berhentinya vaskularisasi pada proximal femur akibat
kerusakan pada pembuluh darah yang memperdarahinya sehingga timbul kerusakan atau
nekrosis pada tulang.
 Nyeri kronik
 Gangguan gaya berjalan
XI. PROGNOSIS
 Prognosis tergantung pada usia, jenis fraktur dan banyak faktor lainnya
 Secara umum, pasien usia muda hampir selalu dapat kembali berjalan, walaupun masih tetap
bergantung pada tipe frakturnya, mereka mungkin tidak dapat kembali beraktifitas seperti
tingkat aktifitas sebelumnya.
 Banyak pasien lanjut usia tidak dapat kembali berjalan atau hanya mampu mengerjakan sesuatu
bersama asisten. Hal ini mengakibatkan ketidakmampuan mereka untuk hidup mandiri.
 Hampir 20% pasien tidak dapat berjalan lagi dan pada jumlah yang sama pasien tidak mampu
lagi berjalan diluar rumahnya.
 Hanya 50-65 % dapat kembali berjalan.

c. Fraktur kolumna vertebralis. Fraktur ini sebagai akibat osteoporosis bisa terjadi dalam bentuk crush
(wanita pasca menopause) maupun bentuk multiple, seperti baji (wanita/pria sebagai akibat
osteoporosis senilis). Fraktur Vertebral : Antara 35-50% dari seluruh wanita usia di atas 50 tahun
setidaknya satu mengidap fraktur vertebral.
1. Definisi

1. Fraktur kompresi (Wedge fractures) vertebra terjadi jika berat beban melebihi kemampuan vertebra dalam menopang beban

tersebut, seperti pada kasus terjadinya trauma.Pada osteoporosis, fraktur kompresi dapat terjadi gerakan yang sederhana, seperti terjatuh
Vertebra dengan fraktur kompresi akan menjadi
pada kamar mandi, bersin atau mengangkat beban yang berat.

lebih pendek ukurannya daripada ukuran vertebra sebenarnya. 5


2. ANATOMI
3.
Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk skeleton dari
leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium, costa dan sternum).
Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut syaraf, menyokong
berat badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh. Vertebra pada orang dewasa
terdiri dari 33 vertebra dengan pembagian 5 regio yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5
lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal. 1
Tulang belakang merupakan suatu satu kesatuan yang kuat diikat oleh ligamen di depan dan
dibelakang serta dilengkapi diskus intervertebralis yang mempunyai daya absorbsi tinggi
terhadap tekanan atau trauma yang memberikan sifat fleksibel dan elastis. Semua trauma
tulang belakang harus dianggap suatu trauma hebat sehingga sejak awal pertolongan pertama
dan transpotasi ke rumah sakit harus diperlakukan dengan hati-hati. Trauma tulang dapt
mengenai jaringan lunak berupa ligament, discus dan faset, tulang belakang dan medulla
spinalis. Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%), kecelakaan olah
raga(22%), , terjatuh dari ketinggian(24%), kecelakaan kerja.2, 8
Mekanisme cedera
Tipe pergeseran yang penting: (1) hiperekstensi (2) fleksi (3) tekanan aksial (4) fleksi dan tekanan
digabungkan dengan distraksi posterior (5) fleksi yang digabungkan dengan rotasi dan (6) translasi
horizontal. Fraktur dapat terjadi akibat kekuatan minimal saja pada tulang osteoporotik atau
patologik.3

1. Hiperekstensi (kombinasi distraksi dan ekstensi)

Hiperekstensi jarang terjadi di daerah torakolumbal tetapi sering pada leher, pukulan pada
muka atau dahi akan memaksa kepala ke belakang dan tanpa menyangga oksiput sehingga
kepala membentur bagian atas punggung. Ligamen anterior dan diskus dapat rusak atau
arkus saraf mungkin mengalami fraktur. cedera ini stabil karena tidak merusak ligamen
posterior

2. Fleksi

Trauma ini terjadi akibat fleksi dan disertai kompresi pada vertebra. Vertebra akan
mengalami tekanan dan remuk yang dapat merusak ligamen posterior. Jika ligamen
posterior rusak maka sifat fraktur ini tidak stabil sebaliknya jika ligamentum posterior
tidak rusak maka fraktur bersifat stabil. Pada daerah cervical, tipe subluksasi ini sering
terlewatkan karena pada saat dilakukan pemeriksaan sinar-X vertebra telah kembali ke
tempatnya.

3. Fleksi dan kompresi digabungkan dengan distraksi posterior

Kombinasi fleksi dengan kompresi anterior dan distraksi posterior dapat mengganggu
kompleks vertebra pertengahan di samping kompleks posterior. Fragmen tulang dan bahan
diskus dapat bergeser ke dalam kanalis spinalis. Berbeda dengan fraktur kompresi mur ni,
keadaan ini merupakan cedera tak stabil dengan risiko progresi yang tinggi.

Fleksi lateral yang terlalu banyak dapat menyebabkan kompresi pada setengah corpus
vertebra dan distraksi pada unsur lateral dan posterior pada sisi sebaliknya. Kalau
permukaan dan pedikulus remuk, lesi bersifat tidak stabil.

4. Pergeseran aksial (kompresi)

Kekuatan vertikal yang mengenai segmen lurus pada spina servikal atau lumbal akan
menimbulkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan mematahkan lempeng vertebra dan
menyebabkan fraktur vertikal pada vertebra; dengan kekuatan yang lebih besar, bahan diskus
didorong masuk ke dalam badan vertebral, menyebabkan fraktur remuk (burst fracture). Karena
unsur posterior utuh, keadaan ini didefinisikan sebagai cedera stabil. Fragmen tulang
dapat terdorong ke belakang ke dalam kanalis spinalis dan inilah yang menjadikan
fraktur ini berbahaya; kerusakan neurologik sering terjadi.

5. Rotasi-fleksi
Cedera spina yang paling berbahaya adalah akibat kombinasi fleksi dan rotasi. Ligamen
dan kapsul sendi teregang sampai batas kekuatannya; kemudian dapat robek, permukaan
sendi dapat mengalami fraktur atau bagian atas dari satu vertebra dapat terpotong. Akibat
dari mekanisme ini adalah pergeseran atau dislokasi ke depan pada vertebra di atas, dengan
atau tanpa dibarengi kerusakan tulang. Semua fraktur-dislokasi bersifat tak stabil dan
terdapat banyak risiko munculnya kerusakan neurologik.

6. Translasi Horizontal

Kolumna vertebralis teriris dan segmen bagian atas atau bawah dapat bergeser ke
anteroposterior atau ke lateral. Lesi bersifat tidak stabil dan sering terjadi kerusakan
syaraf. 3
2. ETIOLOGI

Penyebab terjadinya fraktur kompresi vertebra adalah sebagai berikut:

1. Trauma langsung ( direct )

Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung pada jaringan tulang seperti pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian,

dan benturan benda keras oleh kekuatan langsung.

Trauma tidak langsung ( indirect )

Fraktur yang disebabkan oleh proses penyakit seperti osteoporosis, penderita tumor dan infeksi.

d. Fraktur Pergelangan Tangan (fraktur Colle’s) merupakan fraktur pada distal radius biasa
terjadi karena terjatuh dengan posisi tangan menahan tubuh. Ketika wanita mencapai usia
70 tahun, sekitar 20%-nya setidaknya terdapat satu fraktur pergelangan tangan.

Gangguan keseimbangan dan jatuh merupakan salah satu masalah yang sering terjadi pada lansia akibat

berbagai perubahan fungsi organ, penyakit dan faktor lingkungan. Akibat yang ditimbulkan berupa

cedera kepala, cedera jaringan lunak, sampai patah tulang. Jatuh merupakan petanda kerapuhan,

Terdapat banyak faktor yang perperan pada terjadinya instabilitas dan jatuh pada lansia. Faktor

resiko diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :

 Faktor Instrinsik: Faktor resiko yang terdapat dalam diri pasien


misalnya : osteoporosis, osteoarthritis, gangguan pendengaran,

gangguan pengelihatan, vertigo.

 Faktor Ekstrinsik : Faktor resiko yang terdapat di lingkungan sekitar pasien

misalnya : kondisi tempat tinggal, penerangan, lantai licin, dll

Fraktur merupakan resiko yang sering dijumpai terutama pada lansia. Banyak faktor predisposisi

yang dapat menjadi penyebab terjadinya fraktur. Porositas tulang yang meningkat daripada proses

pembentukan tulang, menjadi penyebab utama fraktur pada lansia. Pada orang dengan usia lanjut,

sering ditemukan kondisi seperti gangguan pengelihatan, gangguan keseimbangan, serta imobilisasi

yang lama menjadi penyebab terjadinya jatuh pada lansia yang akhirnya berakibat fraktur.

Fraktur yang biasa terjadi pada lansia misalnya, fraktur collum femoris, fraktur colles

(pergelangan tangan) dan fraktur collumna vertebralis. Fraktur juga dapat menjadi penyebab kesakitan,

kematian dan pengeluaran biaya untuk pelayanan kesehatan dan sosial pada lansia.

Oleh karena fraktur merupakan kondisi yang berbahaya pada lansia, maka perlu dilakukan hal

hal yang berkaitan dengan pencegahan fraktur. Dalam kasus pada lansia, tim tenaga medis tidak hanya

perlu berkomunikasi dengan pasien, namun juga dengan keluarga pasien atau perawat pasien agar

mereka dapat memberikan pelayanan kesehatan yang baik pada pasien (lansia) di rumah dan

membantu untuk mencegah hal hal yang dapat menjadi faktor pencetus terjadinya fraktur.

Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat jatuh adalah

mengkaji dan mengobati trauma fisik, mengobati penyakit yang mendasari, dan memberikan terapi fisik

serta penyuluhan berupa latihan cara berjalan, penguatan otot, dll. Perubahan lingkungan sangat

penting dilakukan untuk mencegah jatuh berulang.


Tujuan utama tatalaksana adalah mengembalikan pasien pada keadaan dan fungsi sebelum

menjadi fraktur. Hal ini dapat dicapai dengan operasi dan disertai mobilisasi dini. Mobilisasi dini penting

untuk menghindari komplikasi akibat tirah baring yang lama.

Pasien lansia yang mengalami fraktur diperlukan penilaian geriatri yang komprehensif. Pasien

lansia umumnya lemah, memiliki beberapa masalah medis, dan seringkali terdapat demensia.

Berdasarkan data yang dikumpulkan, dibuat pengkajian geriatri yang prinsipnya mencakup penyakit

dasar, penyakit penyerta, faktor resiko, prognosis dan kelayakan operasi. Bila didapatkan penyakit

penyerta pada pasien, maka dilakukan manajemen perioperatif hingga penyakit penyerta dapat

terkontrol.

Perlu pula dilakukan penapisan aktivitas hidup harian sebelum dan setelah fraktur, maupun

adanya gangguan fungsi kognitif dan depresi. Aktivitas hidup secara sederhana dapat dinilai dengan

indeks activity daily living (ADL) Barthel. Evaluasi fungsi kognitif dapat secara kuantitatif menggunakan

abbreviated mental test (AMT) atau mini mental state examination (MMSE). Adanya depresi dapat di

cek dengan geriatric depression scale (GDS).

Osteoporosis dengan bertambahnya usia baik pada perempuan maupun laki-laki

menyebababkan meningkatnya risiko fraktur pada trauma minimal. Fraktur osteoporotik sering terjadi

pada lengan bawah, vertebrata, dan femur proksimal. Risiko fraktur selain berhubungan dengan

aktivitas fisik dan menungkatnya risikop jatuh juga dapat diperhitungkan dengan dentitas massa tulang

(bone mineral density, BMD). penyebab osteoporosis sekunder harus pula digali seperti terapi

kortikosteriod, hipertiroid, hiperparatiroid, dan hipogonadisme/

Kendati terapi osteoporosis menurunkan resopsi tulang dan meningkatkan dentitas tulang,

penurunan insidens fraktur sebagian berhubungan dengan mekanisme non skeletal. Suplementasi 800

UI vitamin D3 dan 1,2 gram kalsium elemental setiap hari selama 3 tahun menurunkan resiko fraktur

panggul.
BAB IV

KESIMPULAN

Gangguan keseimbangan, jatuh dan fraktur merupakan masalah besar pada usia lanjut.

Terdapat berbagai faktor resiko yang menyebabkan instabilitas dan jatuh pada lansia. Dibutuhkan

pengkajian lebih lanjut untuk mencegah jatuh dan fraktur. Diperlukan tatalaksana secara holistik dan

interdisiplin

Pada lansia, dibutuhkan dukungan berupa modifikasi lingkungan agar dapat memberikan rasa

aman dari resiko terjatuh karena kerapuhan pada tulang lansia sangat memudahkan lansia mengalami

fraktur yang penyembuhannya tidak sama dengan orang dewasa pada umumnya. Untuk itu, dibutuhkan

juga kerjasama tenaga medis dengan keluarga pasien agar turut menjaga kondisi pasien agar aman dari

bahaya terjatuh.

Anda mungkin juga menyukai