Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Atheroma adalah tumor jinak di kulit yang terbentuk akibat
tersumbatnya muara kelenjar sabasea (kelenjar minyak) (James et al., 2006).
Kista atheroma dapat dijumpai pada semua umur, namun diketahui bahwa kista
atheroma jarang dijumpai pada anak tetapi sering dijumpai pada usia setelah
pubertas atau pada orang dewasa terutama pada usia 30-40 tahun (Robbins,
2009). Pria dan wanita dapat terkena dengan insidensi yang sama , namun pada
suatu penelitian dijumpai bahwa penderita pria lebih banyak 2 kali lipat
dibanding wanita (Dive el al., 2016).
Pada kista atheroma terdapat tanda khas, yaitu adanya puncta yang
terbentuk akibat sumbatan kelenjar sebasea sehingga produk kelenjar yang
seperti bubur putih abu-abu (atheroma). Kista atheroma membesar secara
perlahan, dapat timbul disemua kulit kecuali telapak tangan dan kaki yang tidak
mengandung kelenjar sebasea (Thomas et al., 2012). Kista ini biasanya
unilokular, tumbuh lambat dan asimtomatik. Kista berbentuk bulat/kubah,
berbatas tegas, berdinding tipis, dapat digerakkan, melekat pada kulit di
atasnya, dengan diameter 1-4 cm. Berisi cairan kental berwarna putih abu-abu,
kadang disertai bau asam. Kista dapat terinfeksi sehingga cepat membesar
karena proses inflamasi. Bila proses ini berlanjut, isinya berbentuk nanah
sehingga menjadi abses (Fomm, 2019).
Pada umumnya, kista atheroma tidak memerlukan pengobatan apapun.
Penatalaksanaan kista ateroma dilakukan dengan tindakan bedah minor, dengan
mengambil benjolan dengan menyertakan kulit dan isinya, tujuannya adalah
untuk mengangkat seluruh bagian kista hingga ke dindingnya secara utuh
(Sudjatmiko, 2010). Pembuangan kista harus tuntas, sampai mengangkat
kantongnya tanpa sisa, bila ada yang tertinggal, kista akan muncul kembali
karena dinding kista merupakan sel kelenjar sebasea yang selalu bermitosis dan
membentuk atheroma (Yulianto, 2012).
2

1.2 Rumusan Masalah


1 Bagaimana anatomi dan fisiologi dari kulit?
2 Apa fungsi dari kulit?
3 Apa definisi dari atheroma?
4 Apa etiologi dari terjadinya atheroma?
5 Bagaimana epidemiologi terjadinya atheroma?
6 Bagaimana patofisiologi terjadinya atheroma?
7 Bagaimana gejala klinis pada seseorang yang terkena atheroma?
8 Bagaimana diagnosa pada kasus atheroma?
9 Apa diagnosa banding pada kasus atheroma?
10 Bagaimana penatalaksanaan yang tepat pada kasus atheroma?
11 Apa komplikasi yang dapat timbul pada atheroma?
12 Bagaimana pencegahan terjadinya atheroma?
13 Apa prognosis pada kasus atheroma?
1.3 Tujuan
1 Untuk mengetahui anatomi, fisiologi dan fungsi dari kulit
2 Untuk mengetahui definisi, etiologi dan epidemiologi kasus atheroma
3 Untuk mengetahui patofisiologi terbentuknya atheroma
4 Untuk mengetahui gejala klinis pada seseorang dengan atheroma
5 Untuk mengetahui diagnosa dan diagnosa banding pada atheroma
6 Untuk mengetahui penatalaksanaan pada atheroma
7 Untuk mengetahui komplikasi, pencegahan dan prognosis pada atheroma
1.4 Manfaat
1 Mengetahui anatomi, fisiologi dan fungsi dari kulit
2 Mengetahui definisi, etiologi dan epidemiologi kasus atheroma
3 Mengetahui patofisiologi terbentuknya atheroma
4 Mengetahui gejala klinis pada seseorang dengan atheroma
5 Mengetahui diagnosa dan diagnosa banding pada atheroma
6 Mengetahui penatalaksanaan pada atheroma
7 Mengetahui komplikasi, pencegahan dan prognosis pada atheroma
3

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Kulit


Kulit merupakan pelindung tubuh, beragam luas dan tebalnya. Luas kulit
orang dewasa adalah 1 sampai 2 meter persegi. Tebalnya antara 1,5 – 5 mm
tergantung dari lokasi kulitnya, usia, jenis kelamin, suhu, dan keadaan gizi. Kulit
paling tipis terdapat di kelopak mata, penis, labium minor, dan di bagian medial
lengan atas. Kulit tebal terdapat di telapak kaki, telapak tangan, bahu, punggung,
dan bokong. Organ tambahan kulit (apendiks) kulit pun berbeda menurut
tempatnya, sebagai contoh kelenjar sebasea banyak terdapat di muka, dan tidak
terdapat di telapak tangan maupun telapak kaki, sedangkan kelenjar keringat
terdapat di seluruh tubuh.

Kulit terdiri dari lapisan epidermis, dermis, dan subkutis. Lapisan


epidermis dimulai dari yang bagian terluar terdiri dari : Stratum Korneum,
Stratum Granulosum, Stratum Spinosum, dan Stratum Basale. Lapisan dermis
terdiri dari Stratum Papilare dan Strartum Retikulare, pada lapisan ini terdapat
anastomosis pembuluh darah arterio – vena, serta apendiks kulit seperti kelenjar
4

sebasea dan kelenjar keringat, sedangkan pada lapisan subkutis terdapat akar
rambut, saluran limfe, arteri, dan vena.

3.2 Fungsi dari Kulit


 Fungsi Proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis,
misalnya gesekan, tekanan, tarikan; gangguan kimiawi, misalnya zat-zat kimia
terutama yang bersifat iritan; gangguan panas; gangguan infeksi luar terutama
kuman/bakteri maupun jamur. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya bantalan
lemak, tebalnya lapisan kulit, dan serabut-serabut jaringan penunjang

Melanosit turut berperan dalam melindungi kulit terhadap pajanan sinar


matahari dengan mengadakan tanning. Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi
karena sifat stratum korneum yang impermeabel terhadap berbagai zat kimia dan
air. Di samping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat-zat
kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit ini terbentuk dari hasil ekskresi
keringat dan sebum. Keasaman kulit menyebabkan pH kulit berkisar pada 5 – 6,5
sehingga merupakan perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri maupun jamur.

 Fungsi Absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan, dan benda padat; tetapi
mudah menyerap cairan yang mudah menguap dan yang larut lemak. Permeabilitas
kulit terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian
pada fungsi respirasi. Kemampuan absorbsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya
kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme, dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat
berlangsung melalui celah antarsel, menembus sel-sel epidermis, atau melalui
muara saluran kelenjar.

 Fungsi Ekskresi
Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi bagi
tubuh atau sisa metabolisme berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia.
5

 Fungsi Persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Terhadap
rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis.
Terhadapa dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis.
Badan taktil Meissner terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan, demikian
pula badan Merkel Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan
diperankan oleh badan Paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik serabut tersebut
lebih banyak jumlahnya di daerah-daerah erotik.

 Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (termoregulasi)


Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat dan
mengerutkan pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah sehingga
memugkinkan kulit mendapat nutruisi cukup baik. Tonus vaskular diperankan oleh
saraf simpatis (asetilkolin).

 Fungsi Pembentukan Pigmen


Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di lapisan basal dan sel ini berasal
dari rigi saraf. Perbandingan jumlah sel basal : melanosit adalah 10:1. Jumlah
melanosit maupun besarnya butiran pigmen (melanosomes) menentukan warna
kulit ras maupun individu. Pajanan terhadap sinar matahari mempengaruhi
produksi melanososm. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangan-tangan dendrit;
sedangkan ke lapisan kulit di bawahnya dibawa oleh sel melanofag (melanofor).
Warna kulit tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh pigmen kulit, melainkan juga oleh
tebal tipisnya kulit, reduksi Hb, oksi Hb, dan karoten.

 Fungsi Keratinisasi
Lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama, yaitu: keratinosit, sel
Langerhans, dan melanosit. Keratinosit dimulai dari sel basal mengadakan
pembelahan, sel basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya
menjadi sel spinosum, makin ke atas sel menjadi semakin gepeng dan bergranula
6

menjadi sel granulosum. Makin lama inti menghilang dan keratinosit ini menjadi
sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung terus-menerus seumur hidup. Proses
ini berlangsung normal selama kira-kira 14-21 hari dan memberi perlindungan kulit
terhadap infeksi secara mekanis fisiologik

 Fungsi Pembentukan Vitamin D


Fungsi ini dimungkinkan dengan mengubah 7 hidroksi kolsterol dengan bantuan
sinar matahari. Namun kebutuhan tubuh akan vitamin D tidak cukup hanya dari hal
tersebut sehingga vitamin D eksogen masih tetap diperlukan. Pada manusia kulit
dapat pula mengekspresikan emosi karena adanya pembuluh darah, kelenjar
keringat, dan otot-otot di bawah kulit.

3.3 Definisi Atheroma


Atheroma adalah tumor jinak di kulit yang terbentuk akibat tersumbatnya
muara kelenjar sabasea (kelenjar minyak), sehingga menyebabkan timbulnya
puncta. Sekret kelenjar sebasea yaitu sebum dan sel-sel mati yang tertimbun dan
berkumpul dalam kantung kelenjar. Lama kelamaan akan membesar dan terlihat
sebagai massa tumor yang berbentuk lonjong sampai bulat, konsistensinya lunak-
kenyal, berbatas tegas, berdinding tipis, tidak terfiksir ke dasar, umumnya tidak
nyeri, tetapi melekat pada dermis di atasnya. Daerah muara yang tersumbat
merupakan tanda khas yang disebut puncta (titik kehitaman yang letaknya
biasanya di permukaan kulit tepat di tengah massa) (James et al., 2006). Isi dari
kista atheroma adalah eksudat berwarna putih abu-abu yang mengandung banyak
lemak. Predileksinya terdapat di bagian tubuh yang berambut (kepala, wajah,
belakang telinga, leher, punggung, ekstremitas, dan daerah genital)
(Sjamsuhidayat, 2010).
7

3.4 Etiologi
Salah satu penyebab kista atheroma yaitu tersumbatnya kelenjar sebasea,
yang dapat disebabkan oleh infeksi, trauma (luka/benturan), atau jerawat. Kista
atheroma berasal dari jerawat yang tersumbat muara kelenjarnya dan berisi
kristal kolesterol. Sering terjadi pada daerah dimana terdapat folikel rambut kecil
dan kelenjar minyak (kelenjar sebasea) (Thomas et al., 2012).

3.5 Epidemiologi
Kista atheroma dapat dijumpai pada semua umur, namun diketahui bahwa
kista atheroma jarang dijumpai pada anak tetapi sering dijumpai pada usia setelah
pubertas atau pada orang dewasa terutama pada dekade ke-3 dan ke-4 kehidupan
(Quin dan Perkins, 2010). Pria dan wanita dapat terkena dengan insidensi yang
sama , namun pada suatu penelitian dijumpai bahwa penderita pria lebih banyak
2 kali lipat dibanding wanita (Dive el al., 2016).

3.6 Patofisiologi
Kista berbentuk tumor yang kurang lebih bulat, melekat di dermis tetapi
bebas dari dasarnya, karena kelenjar sebasea terletak di dermis. Muara kelenjar
yang tersumbat menjadi puncak kista yang tampak sebagai titik yang berwarna
kebiruan (Thomas et al., 2012). Kista dapat terinfeksi sehingga cepat membesar
karena proses inflamasi. Bila proses ini berlanjut, isinya berbentuk nanah
8

sehingga menjadi abses. Pembuangan kista harus tuntas, sampai mengangkat


kantongnya tanoa sisa, bila ada yang tertinggal, kista akan muncul kembali
karena dinding kista merupakan sel kelenjar sebasea yang selalu bermitosis dan
membentuk atheroma (Yulianto, 2012).

3.7 Gejala Klinis


- Banyak ditemukan pada bagian tubuh yang banyak mengadung kelenjar
keringat, misalnya muka, kepala, punggung
- Bentuk bulat/kubah, berbatas tegas, berdinding tipis, dapat digerakkan,
melekat pada kulit di atasnya.
- Berisi cairan kental berwarna putih abu-abu, kadang disertai bau asam.
- Jika terjadi infeksi, maka kista akan memerah dan nyeri
- Permukaan kista lembut
- Diameter 1-4 cm
Kista ateroma biasanya memiliki sebuah lekukan atau bercak gelap di
tengah-tengahnya. Kista ini sebenarnya pembengkakan folikel rambut yang terisi
dengan substansi-substansi yang berbau busuk, dan pucat termasuk protein
keratin, yang kadang-kadang merembes keluar. Terkadang kista ateroma muncul
pada wajah dan tubuh, namun jangan khawatir sebab kista ini tidak berbahaya.
Dengan ukuran bermacam-macam mulai dari 1 sampai 4 cm, kista ateroma bisa
bertambah besar atau menghilang dengan sendirinya. Dan kista tersebut bisa
terinfeksi atau tumbuh begitu besar, lunak, dan meradang sehingga harus
dikeringkan atau diangkat (Shimizu, 2007).

3.8 Diagnosis
3.8.1 Anamnesis
- Membesar secara perlahan (Kista terinfeksi  membesar cepat karena
proses inflamasi, jika berlanjut dapat berubah menjadi nanah 
membentuk abses)
9

- Lokasi : semua kulit, kecuali telapak tangan dan kaki yang tidak
mengandung kelenjar sebasea.

3.8.2 Pemeriksaan Fisik


- Bentuk bulat
- Kista melekat pada dermis (karena terletak di dermis), tetapi bebas dari
dasar
- Terdapat puncta

3.9 Diagnosa Banding


Kista Atheroma Lipoma Kista Dermoid
Struktur Asal Kelenjar sebasea Subkutis Ectoderm
Isi Sebum, seperti Jaringan lemak, Minyak, campur
bubur putih abu- membentuk bahan berwarna
abu berbau asam lobules-lobulus putih
Titik puncak Puncta - -
Nyeri - + +
Predileksi bagian tubuh Gluteus, tungkai Wajah, abdomen,
yang berambut bawah, , ovarium,
(kepala, wajah, punggung, bahu, perineum
belakang telinga,
leher, punggung,
ekstremitas, dan
daerah genital),
kecuali pada
telapak tangan
dan kaki
10

3.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kista ateroma dilakukan tindakan bedah minor dengan
mengambil benjolan dengan menyertakan kulit dan isinya, tujuannya adalah
untuk mengangkat seluruh bagian kista hingga ke dindingnya secara utuh. Bila
dinding kista tertinggal saat eksisi, kista dapat kambuh, oleh karena itu, harus
dipastikan seluruh dinding kista telah terangkat (Sudjatmiko, 2010).

3.11 Komplikasi
Bila terjadi infeksi sekunder, dan terbentuk abses, dilakukan
pembedahan dan evakuasi nanah, biasanya diberikan antibiotik selama 2 minggu.
Setelah luka tenang (3-6 bulan) dapat dilakukan operasi untuk kista atheromanya.

3.12 Pencegahan
Sampai saat ini belum ada metode pencegahan terhadap kista ateroma,
tetapi untuk mencegah infeksi/komplikasi terhadap kista ateroma, dapat
dilakukan :
 Jangan memencet, menggaruk, atau menusuk benjolan
11

 Jaga area bersih dengan mencuci benjolan dan sekitarnya menggunakan


sabun anti bakteri
 Gunakan lap yang sudah di celupkan ke air hangat pada benjolan selama
20 sampai 30 menit, lakukan 3 sampai 4 kali sehari
 Menghindari paparan sinar matahari yang berlebihan dan menggunakan
produk perawatan kulit.

3.13 Prognosis
Baik, karena dapat sembuh dengan pengobatan seminimal mungkin.
12

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kista atheroma dapat didiagnosis dari anamnesa dan pemeriksaan fisik.
Predileksinya terdapat di bagian tubuh yang berambut (kepala, wajah, belakang
telinga, leher, punggung, ekstremitas, dan daerah genital), kecuali pada telapak
tangan dan kaki, karena tidak mengandung kelenjar sebasea. Karakteristik
masanya konsistensi kenyal, berbatas tegas, terdapat titik hitam di tengah
benjolan.

5.2 Saran
1. Diperlukan KIE kepada pasien dan keluarga, bahwa semua yang membentuk
benjolan belum tentu ganas, sehingga perlu adanya dekteksi dini, untuk
menangani keluhan dengan cepat
2. Diperlukan KIE terhadap pasien dan keluarga, jikalau penanganan pasca
operasi harus dilakukan dengan benar guna mencegah terjadinya infeksi
13

DAFTAR PUSTAKA

Dive, A.M., Khandekar, S., Moharil, R., dan Deshmukh, S. 2012. Epidermoid cyst of
the outer ear : a case report and rivew of literature. Indian Journal of Otology;
18: 34-37

Fomm, L.J. Epidermal inclusion cyst. Diunduh dari:


http://www.emedicine.medscape.com/article/1061582-overview. Diakses pada :
26 Juni 2019

James, W.D., Berger, T.G., dan Elston, D.M. 2006. Andrew’s Diseases of The Skin
Clinical Dermatology. Edisi ke-10: Elsevier. Canada: 676-80

Quin, A.G., dan Perkins, W. 2010. Non melanoma skin cancer and other epidermal
skin tumours. Dalam: Burns T, Brethnach S, Cox N, Griffiths C, penyunting.
Rook’s Textbook of Dermatology. Edisi ke-8; Oxford Wiley Blackwell. h:52.45-
52.48

Shimizu, H. 2007. Shimizu’s textbook of dermatology. Hokkaido; Hokaido University


Press. h.365-66

Sjamsuhidayat, R., de Jong, Wim. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed. 2, Bab : 23 KULIT
; 319-322. Penerbit Buku Kedokteran : EGC

Sudjatmiko, G. 2010. Common Cases in Reconstructive Plastic Surgery. Sagung Seto:


3-4

Thomas, V.D., Snavely, N.R., Lee, K.K., Swanson, N.A. 2012. Beningn epithelial
tumors, Hamartomas, and Hyperplasia. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
LA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, penyunting. Fitzpatrick’s Dermatolgy in
General Medicine. Edisi ke-8: McGraw-Hill.h. 1327-36

Yulianto, I. 2008. Suturing techniques in skin surgery. Lokakarya dan Workshop


Bedah Kulit Dasar. Medan.h: 1-9

Anda mungkin juga menyukai