Anda di halaman 1dari 2

Resume Kulum 1 Pengelolaan Bencana (Disaster Management: Disaster Triage)

Oleh: Ade Nissa Cantika, 1806139815, Kelas PB-2, Mahasiswa S1 Reguler FIK UI 2018,
adenissa@ui.ac.id

Indonesia termasuk laboratorium bencana terbesar, mulai dari pulau Sumatra sampai
Papua. Selain itu, negara Indonesia berbentuk kepulauan sehingga terdapat pertemuan antara
lempeng tektonik dan cincin api (ring of fire). Hal ini dapat menyebabkan tingginya risiko dari
erupsi vulkanik dan gempa bumi. Negara Indonesia dihuni oleh lebih dari 270 juta penduduk dari
17.000 pulau, sehingga akan sulit untuk melakukan proses evakuasi jika terjadi bencana.
Klasifikasi bencana terbagi menjadi dua, yaitu berdasarkan skala (sederhana dan kompleks) serta
penyebab (alam dan manusia). Suatu kejadian dapat disebut sebagai bencana apabila jumlah
korban melebihi kapasitas lokal, terdapat kerusakan pada fasilitas utama (misalnya: jalan, rumah,
sekolah, pusat kesehatan). Dampak dari bencana pada korban dapat berupa cedera, kematian,
disabilitas, serta kemiskinan.

Fase manajemen bencana terdiri dari sebelum (pre-disaster), saat (during disaster), dan
setelah bencana (post-disaster). Sebelum terjadi bencana, perlu melakukan persiapan tim yang
memiliki jaringan serta pengalaman untuk membantu di lokasi bencana. Pada fase ini penting
untuk menerapkan early warning system, seperti mengumpulkan data bencana, perkiraan jumlah
korban, persiapan perlengkapan, sumber daya, serta fasilitas yang dibutuhkan, dan manyusun cara
untuk membangun partisipasi dari relawan di luar daerah tersebut. Selain itu, keuangan juga perlu
dipersiapkan untuk menjalankan tindakan kegawatdaruratan serta berkolaborasi dengan BMKG,
tim SAR, TNI/POLRI, pemerintah lokal, media, Non-Government Organization (NGO), dan
ulama (people leader).

Saat terjadi bencana, perlu dilakukan respons kegawatdaruratan. Hal yang perlu
diperhatikan pada kondisi ini, yaitu pemetaan bencana (misalnya: lokasi, kondisi korban, serta
kebutuhan korban, seperti pakaian, makanan, air, dan listrik), koordinasi dengan relawan, dan
melakukan tindakan integratif. Relawan yang membantu di lokasi bencana harus memiliki
pengetahuan, pengalaman, terlatih untuk bekerja secara profesional dalam tim, mampu melindungi
diri sendiri agar tidak menjadi secondary victim, serta mampu menjaga adab. Setelah terjadi
bencana, perlu dilakukan rehabilitasi bagi korban kelompok risiko (harus ada shelter khusus untuk
korban yang memiliki risiko tinggi seperti ibu hamil, geriatri, dan anak-anak). Selain itu, proses
trauma healing juga perlu diberikan kepada korban bencana untuk menenangkan kondisi
psikologis mereka. Rekonstruksi bangunan dan pemberdayaan masyarakat juga perlu diperhatikan
setelah terjadi bencana.

Dalam mengatasi bencana perlu dilakukan pengkajian selama 48 jam pertama pasca-
bencana untuk memudahkan pemberian bantuan. Pengkajian tersebut berupa menelaah jenis
bencana, waktu terjadinya bencana, lokasi akurat terjadinya bencana, jumlah dan identitas korban,
penyebab terjadinya bencana, serta cara untuk menolong korban. Selain itu, terdapat komponen
lain yang juga perlu dikaji, seperti skala bahaya serta risiko bencana, akses menuju ke lokasi
bencana, perkiraan evakuasi oleh tim SAR, titik pengungsian, jumlah fasilitas kesehatan,
ketersediaan bahan makanan, air, serta listrik. Selain relawan dan tim SAR yang membantu korban
bencana, juga terdapat organisasi manajemen bencana yang terdiri dari BNPB (Badan Nasional
Penanggulangan Bencana) dan NGO (Non-Government Organization). BNPB berperan dalam
manajemen bencana serta mengadakan pelatihan untuk relawan, sedangkan NGO berperan untuk
meningkatkan awareness dalam manajemen bencana serta melakukan advokasi dan fundraising.

Disaster triage merupakan suatu proses pemilahan pasien yang perlu dirujuk atau dapat
ditangani di tempat kejadian, serta proses pendistribusian korban ke rumah sakit secara merata
berdasarkan derajat cedera. Tujuan dari disaster triage, yaitu agar pasien dapat ditangani sesuai
dengan derajat cedera yang dialami, mencegah terjadinya overload jumlah pasien, dan tercapainya
waktu respons optimal dalam penanganan korban pasca-evakuasi oleh tim SAR. Disaster triage
terdiri atas tiga tahap, yaitu on-site triage, medical triage, dan evacuation triage. Pada on-site
triage perlu dilakukan pemilahan korban (seperti korban yang harus ditangani di tempat, korban
yang harus dirujuk, atau korban lost case/meninggal) dengan menggunakan sistem jumpstart. Pada
medical triage, dilakukan pengelompokan korban (hijau: cedera ringan, kuning: cedera berat,
tetapi tidak mengancam nyawa, merah: cedera berat yang mengancam nyawa, hitam: meninggal).
Dalam hal evacuation triage, digunakan skala prioritas untuk referral, kondisi korban yang gawat
harus dirujuk (merah: prioritas tinggi (emergency), kuning: prioritas kedua (urgent), hijau:
dipulangkan setelah melakukan pemeriksaan, hitam: meninggal, dipindahkan ke kamar mayat).

Kesimpulan dari penjabaran menajemen bencana di atas, yaitu penanggulangan bencana di


Indonesia masih berkembang, variasi tipe bencana memerlukan persiapan khusus untuk dikelola,
lalu diperlukan juga peningkatan partisipasi serta awareness dari relawan dan masyarakat lokal.

Anda mungkin juga menyukai