Anda di halaman 1dari 34

1

Nama penderita : Ny. D Ruangan : IX


Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 59 tahun
Jabatan/Pekerjaan : Ibu rumah tangga No. RM :
Alamat : Agama : Islam
Tgl periksa : 3 Agustus 2017 Tgl dirawat : 2 Agustus 2017

I. ANAMNESIS

KELUHAN UTAMA : Sesak nafas

ANAMNESA KHUSUS :
Pasien sesak nafas sejak 2 bulan yang lalu. Sesak nafas dirasakan saat
melakukan aktivitas maupun saat beristirahat. Pasien juga merasakan sesak nafas
jika tidur terlentang, sehingga lebih nyaman menggunakan 4 bantal saat tidur.
Keluhan sesak napas diawali oleh lemah badan yang dirasakan perlahan-
lahan dan setiap saat, mudah lelah meskipun saat melakuakan aktivitas sehari-hari
seperti mencuci piring, dan sulit tidur. Keluhan juga disertai bengkak pada kedua
tungkai dan perut terlihat membesar sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan juga disertai
penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan.
Keluhan tidak disertai adanya kejang dan penurunan kesadaran.
Keluhan sesak nafas tidak disertai dengan adanya bunyi mengi dan tidak
diawali dengan faktor pencetus, misalnya udara dingin, debu, asap, dan
sebagainya. Sesak napas tidak disertai dengan nyeri dada kiri seperti ditindih.
Sesak nafas tidak bertambah berat dengan aktivitas, tidak didahului dengan batuk
lama yang hilang timbul dengan dahak bening, serta tidak ada riwayat batuk dan
pilek yang berulang. Sesak nafas tidak disertai dengan batuk di pagi hari dengan
dahak banyak berwarna kuning.
Beberapa minggu yang lalu, pasien dirawat di bangsal jantung rumah sakit
dustira karena keluhan pada jantungnya. Beberapa hari setelah pulang pasien
masih merasakan sesak. Pasien hanya meminum obat untuk jantung yang di
2

resepkan oleh dokter. Namun, keluhan tidak membaik dan semakin memberat
sehingga, pasien ke IGD RS Dustira.
Pasien memiliki riwayat penyakit darah tinggi sejak 12 tahun yang lalu
dan kencing manis sejak 15 tahun yang lalu dan pasien kontrol secara rutin dan
meminum obat secara teratur. Selain itu, pasien memiliki riwayat gagal jantung.
Ibu pasien meninggal saat usia 60 tahun karena stroke.

a. Keluhan keadaaan umum


Panas badan : Tidak ada
Tidur : Menggunakan 4 bantal
Edema : Ada, kedua tungkai kaki
Ikterus : Tidak ada
Haus : Tidak ada
Nafsu makan : Menurun
Berat badan : Menurun

b. Keluhan organ kepala


Penglihatan : Tidak ada
Hidung : Tidak ada
Lidah : Tidak ada
Gangguan menelan : Tidak ada
Pendengaran : Tidak ada
Mulut : Tidak ada
Gigi : Tidak ada
Suara : Tidak ada

c. Keluhan organ di leher


Rasa sesak di leher : Tidak ada
Pembesaran kelenjar : Tidak ada
Kaku kuduk : Tidak ada
3

d. Keluhan organ di thorax


Sesak napas : Ada
Nyeri dada : Tidak ada
Napas berbunyi : Tidak ada
Batuk : Tidak ada
Jantung berdebar : Tidak ada

e. Keluhan organ di perut


Nyeri lokal : Tidak ada
Nyeri tekan : Tidak ada
Nyeri seluruh perut : Tidak ada
Nyeri berhubungan dengan
Makanan : Tidak ada
b.a.b : Tidak ada
haid : Tidak ada
Perasaan tumor perut : Tidak ada
Muntah-muntah : Tidak ada
Diare : Tidak ada
Obstipasi : Tidak ada
Tenesmi ad ani : Tidak ada
Perubahan dlm b.a.b : Tidak ada
Perubahan dlm b.a.k : Tidak ada
Perubahan dlm haid : Tidak ada

f. Keluhan tangan dan kaki


Rasa kaku : Tidak ada
Rasa lelah : Tidak ada
Nyeri otot/sendi : Tidak ada
Claudicatio intermitten: Tidak ada
Kesemutan/baal-baal : Tidak ada
Patah tulang : Tidak ada
4

Nyeri belakang sendi lutut: Tidak ada


Nyeri tekan : Tidak ada
Luka/bekas luka : Tidak ada
Bengkak : Ada, kedua tungkai kaki

g. Keluhan-keluhan lain
Kulit : Tidak ada
Ketiak : Tidak ada
Keluhan kel. limfe : Tidak ada
Keluhan kel. Endokrin ;
Haid : Tidak ada
D.M : Ada
Tiroid : Tidak ada
lain-lain : Tidak ada

ANAMNESA TAMBAHAN
a. Gizi : kualitas : Cukup
kuantitas : Cukup
b. Penyakit menular : Tidak ada
c. Penyakit turunan : Tidak ada
d. Ketagihan : Tidak ada
e. Penyakit venerik : Tidak ada
5

B. STATUS PRAESEN
I. KESAN UMUM
a. Keadaan Umum
Kesadarannya : Compos mentis
Watak : Kooperatif
Kesan sakit : Sakit sedang
Pergerakan : Kurang aktif
Tidur : Terlentang, menggunakan 4 bantal
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan : 50 kg
Bentuk badan : Astenikus
Keadaan gizi :
Gizi kulit : Cukup
Gizi otot : Cukup
Umur yang ditaksir : Sesuai
Kulit : Sawo matang

b. Keadaan sirkulasi
Tekanan darah kanan : 160/90 mmHg
Tekanan darah kiri : 160/90 mmHg
Nadi kanan : 64x/menit, regular, equal, isi cukup
Nadi kiri : 64x/menit, regular, equal, isi cukup
Suhu : 36C
Sianosis : Tidak ada
Keringat dingin : Tidak ada

c. Keadaan pernafasan
Tipe : Abdominothorakal
Frekuensi : 24 x/ menit
Corak : Normal
Hawa/bau napas : Foetor uremicum (-)
6

Bunyi nafas : Tidak ada

PEMERIKSAAN KHUSUS
a. Kepala
1. Tengkorak
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada kelainan
2. Muka
Inspeksi : Simetris, puffy face(-)
Palpasi : Tidak ada kelainan
3. Mata
Letak : Simetris
Kelopak Mata : Edema (-/-)
Kornea : Jernih
Refleks Kornea :+/+
Pupil : Simetris, bulat, isokor
Reaksi Konvergensi : + / +
Lensa mata : Jernih, Katarak - / -
Sklera : Ikterik - / -
Konjungtiva : Anemis + / +, red eye syndrome - / -
Iris : Tidak ada kelainan
Pergerakan : Normal ke segala arah
Reaksi Cahaya : Direk + / +, Indirek +/+
Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Telinga
Inspeksi : Simetris, tidak ada kelainan
Palpasi : Tidak ada kelainan
Pendengaran : Tidak ada kelainan
5. Hidung
Inspeksi : PCH(-) Tidak ada kelainan
7

 Sumbatan : Tidak ada


 Ingus : Tidak ada

6. Bibir
Sianosis : Tidak ada
Kheilitis : Tidak ada
Stomatitis angularis : Tidak ada
Rhagaden : Tidak ada
Perleche : Tidak ada
Pursed lips breathing : Tidak ada
7. Gigi dan gusi : Tidak ada kelainan, perdarahan (-)
8. Lidah
- Besar : Normal
- Bentuk : Tidak ada kelainan
- Pergerakan : Tidak ada kelainan
- Permukaan :Mukosa basah, permukaan berpapila, tepi tidak
hiperemis, anemis (+)
9. Rongga Mulut
- Hiperemis : Tidak ada
- Lichen : Tidak ada
- Aphtea : Tidak ada
- Bercak : Tidak ada
10.Rongga leher
- Selaput lendir : Tidak ada kelainan
- Dinding belakang pharynx : Tidak ada kelainan
- Tonsil : T1-T1, tenang
b. Leher
-Inspeksi
Trachea : Tidak terlihat deviasi
Kelenjar Tiroid : Tidak terlihat pembesaran
Pembesaran vena : Tidak terlihat pembesaran
8

Pulsasi vena leher : Tidak terlihat

-Palpasi
· Kel. Getah bening : Tidak teraba membesar
· Kelenjar Tiroid : Tidak ada kelainan
· Tumor : Tidak ada
· Otot leher : Tidak ada kelainan
· Kaku kuduk : Tidak ada
· Tekanan vena jugular : 5 + 4 cm H2O
· Hepato Jugular refluks : Negatif
c. Ketiak
-Inspeksi
· Rambut ketiak : Tidak ada kelainan
· Tumor : Tidak ada
-Palpasi
· Kel. Getah bening : Tidak teraba pembesaran
· Tumor : Tidak ada
d. Pemeriksaan thorax
Thorax depan
1. Inspeksi
- Bentuk umum : Simetris
- Sela iga : Tidak melebar ,tidak menyempit
- Sudut epigastrium : <90
- Ø frontal & sagital : Ø frontal < Ø sagital
- Pergerakan : Simetris, tidak ada yang tertinggal
- Muskulatur : Hipotrofi
- Kulit : Uremic frost (-)
- Tumor : Tidak ada
- Ictus cordis : Tidak terlihat
- Pulsasi lain : Tidak ada
- Pelebaran vena : Tidak ada
9

2. Palpasi
- Kulit : Tidak ada kelainan
- Muskulatur : Tidak ada kelainan
- Mammae : Tidak ada kelainan
- Sela iga : Tidak melebar, tidak menyempit
- Paru kanan kiri
Pergerakan : Simetris Simetris
Vocal fremitus : Normal Normal
- Ictus cordis : Teraba
· Lokalisasi : ICS V 1 jari ke lateral linea midclavicularis
sinistra
· Intensitas : Kuat angkat
· Pelebaran : Tidak ada pelebaran
· Thrill : Tidak ada
3. Perkusi
- Paru kanan kiri
· Suara perkusi : Sonor / Sonor
· Batas paru hepar : ICS VI linea midclavicularis dextra
· Peranjakan : 1 sela iga
- Jantung
Batas atas : ICS II linea sternalis sinistra
Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V 1 jari ke lateral linea midclavicularis
sinistra
4. Auskultasi
- Paru-paru Kanan Kiri
Suara pernafasan pokok : Vesikuler = Vesikuler
Suara tambahan : Wheezing - -
Ronkhi basah sedang +/+
Vocal resonansi : Normal = Normal
- Jantung
10

· Irama : Regular
· bunyi jantung pokok : M1 > M2 P1 < P2
T1 > T2 A1 < A2 A2 < P2
· Bunyi jantung tambahan : S3 S4 tidak ada
· Bising jantung : Murmur (-)
· Bising gesek jantung : Tidak ada

Thorax belakang
1. Inspeksi
- Bentuk : Simetris
- Pergerakan : Simetris, tidak ada yang tertinggal
- Kulit : Uremic frost (-)
- Muskulatur : Hipotrofi

2. Palpasi kanan kiri


- Muskulatur : Hipotrofi Hipotrofi
- Sela iga : Tidak melebar, tidak menyempit ka=ki
- Vocal fremitus : Normal = Normal
3. Perkusi kanan kiri
- Perkusi perbandingan : Sonor Sonor
- Batas bawah : vertebra Th. X vertebra Th. XI
- Peranjakan : 1 sela iga 1 sela iga
4. Auskultasi kanan kiri
- Suara pernapasan : Vesikuler = Vesikuler
- Suara tambahan : Wheezing - -
Ronkhi basah sedang +/+
- Vocal resonance : normal = normal

e. Abdomen
1. Inspeksi
Bentuk : Cembung
11

Muskulatur : Hipotrofi
Kulit : Uremic frost (-)
Umbilicus : Tidak ada kelainan
Pergerakan usus : Tidak terlihat
Pulsasi : Tidak ada
Venektasi : Tidak ada

2. Auskultasi
- Bising usus : (+) 10 x/m Normal
- Bruit : Tidak ada
- Lain – lain : Tidak ada kelainan
3. Perkusi
Suara perkusi : Tympani ke dull
Ascites
Pekak samping : Ada
Pekak pindah : Ada
Fluid wave : Ada

4. Palpasi
- Dinding perut : Lembut
- Nyeri tekan lokal : Tidak ada
- Nyeri tekan difus : Tidak ada
- Nyeri lepas : Tidak ada
- Defance muskular : Tidak ada
- Hepar : Tidak dapat dinilai
· Besar :-
· Konsistensi :-
· Permukaan :-
· Tepi :-
· Nyeri tekan :-
- Lien : Tidak dapat dinilai
12

· Pembesaran :-
· Kosistensi :-
· Permukaan :-
· Insisura :-
· Nyeri tekan :-
- Tumor/massa : Tidak teraba
- Ginjal : Tidak teraba, Nyeri tekan : - / -
- Pemeriksaan Ballotement : - / -

f. CVA(Costo vertebral angel) : Nyeri ketok - / -

g. Lipat paha
1. Inspeksi
- Tumor : Tidak ada
- Kel. Getah bening : Tidak tampak membesar
- Hernia : Tidak ada
2. Palpasi
- Tumor : Tidak ada
- Kel. Getah bening : Tidak teraba membesar
- Hernia : Tidak ada
- Pulsasi A. Femoralis : Ada

3. Auskultasi
- A. Femoralis : Normal, bruit vaskular (-/-)

h. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan


i. Sacrum : Edema (-)
j. Anus & Rectum : Tidak dilakukan pemeriksaan
k. Ekstremitas ( anggota gerak ) atas bawah
1. Inspeksi
- Bentuk : Simetris Simetris
13

- Pergerakan : Tidak terbatas Terbatas


- Kulit : uremic frost (-)
- Otot – otot : Hipotrofi Hipotrofi
- Edema : -/- + /+
- Clubbing finger : Tidak ada Tidak ada
- Palmar eritem : Tidak ada Tidak ada

2. Palpasi
Nyeri tekan : Tidak ada Tidak ada
Tumor : Tidak ada Tidak ada
Edema : Tidak ada Ada
Pulsasi arteri : Ada Tidak ada

l. Sendi-sendi
Inspeksi
- Kelainan bentuk : Tidak ada
- Tanda radang : Tidak ada
- Lain-lain : Tidak ada kelainan
Palpasi
- Nyeri tekan : Tidak ada
- Fluktuasi : Tidak ada
- Lain-lain : Tidak ada kelainan
m. Neurologik
Refleks fisiologis
KPR :+/+
APR :+/+
Refleks patologis :-/-
Rangsang meningen : Tidak ada
Sensorik :+ / +
14

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

a. Hematologi
• Hb : 8,3 gr%
• Leukosit : 5,7 x 103 /uL
• Eritrosit : 3,2 x 106/uL
• Hematokrit : 26,4%
• Trombosit : 388.000 /uL
Hitung Jenis
• Basofil : 0,0 %
• Eosinofil : 4,6 %
• Neutrofil Segmen : 64,1 %
• Limfosit : 25,8 %
• Monosit : 5.6%
b. Fungsi Ginjal:
• Ureum : 155 mg/dl
• Kreatinin : 6,7 mg/dl
15

RESUME
Pada anamnesis lebih lanjut didapatkan :
Seorang wanita 59 tahun, sesak nafas sejak 2 bulan yang lalu. Sesak nafas
dirasakan saat melakukan aktivitas maupun saat beristirahat. Pasien juga
merasakan sesak nafas jika tidur terlentang, sehingga lebih nyaman menggunakan
4 bantal saat tidur.
Keluhan sesak napas didahului lemah badan yang dirasakan perlahan-
lahan dan setiap saat, mudah lelah meskipun saat aktivitas sedang, sulit tidur,
bengkak pada kedua tungkai, dan perut terlihat membesar sejak 2 bulan yang lalu.
Keluhan juga disertai penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan.
Keluhan sesak nafas tidak disertai dengan adanya bunyi mengi dan tidak diawali
dengan faktor pencetus, misalnya udara dingin, debu, asap, dan sebagainya. Sesak
nafas juga tidak didahului dengan batuk pilek. Sesak nafas juga tidak disertai
dengan batuk di pagi hari dengan dahak banyak berwarna kuning. Tidak ada
keluhan terbangun malam hari karena sesak. Panas badan tidak ada.
Pasien memiliki riwayat penyakit darah tinggi, kencing manis, dan gagal
jantung. Ibu pasien meninggal saat usia 60 tahun karena stroke.

Pada pemeriksaan fisik lebih didapatkan:


Keadaan umum : Kesadaran : Composmentis
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Vital sign : Tekanan darah : 160/90 mmHg
Nadi : 64x / menit reguler, equal, isi cukup.
Pernapasan : 24x / menit
Suhu : 36 oC
Sianosis : Tidak ada
Keringat dingin : Tidak ada
16

Pada pemeriksaan fisik lebih lanjut didapatkan :


Kepala Mata : Sklera : ikterik -/-
Konjungtiva : anemis +/+, red eye syndrome -/-
Leher : JVP : 5 + 4 cmH2O
: KGB : tidak teraba
Thorak : Bentuk dan gerak simetris
Cor : BJ S1 S2 murni regular, murmur (-)
Batas jantung kiri 1 jari ke lateral linea midclavicularis sinistra
Pulmo: Gerak simetris, VBS normal kanan=kiri,
ronkhi basah sedang +/+, wheezing-/-
Abdomen : Cembung, umbilikus menjorok kedalam , bising usus 10x/m
Asites (+)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas ( anggota gerak ) : Edema tungkai +/+

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :


Hematologi:
• Hb : 8,3 gr%
• Leukosit : 5,7 x 103 /uL
• Eritrosit : 3,2 x 106/uL
• Hematokrit : 26,4%
• Trombosit : 388.000 /uL
Hitung Jenis
• Basofil : 0,0 %
• Eosinofil : 4,6 %
• Neutrofil Segmen : 64,1 %
• Limfosit : 25,8 %
• Monosit : 5.6%

Fungsi Ginjal:
- Ureum : 155 mg/dl
- Kreatinin : 6,7 mg/dl
- LFG : (140-umur) x Berat Badan x 0,85
17

72 x Kreatinin Plasma(mg/dl)
: (140-59) x 55 x 0,85
72x6,7mg/dl
: 4455 x 0,85
482,4 mg/dl
: 7,8 mg/dl

: 7,8 mg/dl maka termasuk CKD stage V

IV. DIAGNOSIS DIFERENSIAL


1. CKD stage V e.c HKD
2. CKD stage V e.c DKD

V. DIAGNOSIS KERJA
1. CKD stage V e.c HKD

VI. USUL PEMERIKSAAN


1. Darah rutin
2. Urin
3. Faal ginjal: kreatinin, ureum
4. Fe serum, feritrin, TIBC
5. Elektrolit darah (Natrium, Kalium, Klorida)
6. Enzim jantung (CKMB, troponin)
7. USG Ginjal, ureter, vesica urinaria
8. EKG
9. Thorax foto PA

VII. PENGOBATAN
Non-farmakologi:
1. Tirah baring
2. Oksigen 2-4 L/menit
3. Diet rendah protein 0,8gr/kg/hari= 36 gram/ hari
18

4. Jumlah kalori >35kkal/kgBB/hari


5. Batasi asupan cairan
6. Batasi asupan kalium (pisang, santan, rambutan)
7. Terapi pengganti ginjal

Farmakologi:
1. NaCl 0,9% 16 gtt/menit
2. Recombinant human erythropoietin (r-HuEPO) 30-50 U/KgBB
3. Diuretik: Furosemid tab 40mg (1-0-0)
4. Amlodipine tab 10 mg 1x1
5. Captopril tab 12,5 mg 3x1
6. Asam folat tab 5 mg 3x1
7. Vitamin B komplek dan Vitamin B12

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia
19

TINJAUAN PUSTAKA
CHRONIC KIDNEY DISEASE

1.1 Definisi
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologis dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif,
dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Kerusakan ginjal atau
penurunan faal ginjal lebih atau sama dengan tiga bulan sebelum diagnosis
ditegakan sesuai rekomendasi NKF-DOQI (2002).

1.2 Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar
derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar
derajat penyakit, dibuat atas dasar laju filtrasi glomerulus (LFG), yang dihitung
dengan mempergunakan rumus Kockroft-Gault sebagai berikut :
LFG (ml/mnt/1,73m3)=
♂ (140 - umur) x berat badan
72 x kreatinin plasma (mg/dl)

♀ (140 - umur) x berat badan


x 0,85
72 x kreatinin plasma (mg/dl)
Klasifikasi derajat penurunan LFG ini penting untuk panduan terapi
konservatif dan saat dimulai terapi pengganti fungsi ginjal. Derajat PGK
berdasarkan LFG sesuai dengan rekomendasi NKF-DOQI (2002) seperti pada
tabel 1.
20

Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakit


Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1.73m2)
Kerusakan ginjal dengan LFG normal
I ≥ 90
atau ↑
Kerusakan ginjal dengan LFG ↓
II 60 – 89
ringan
Kerusakan ginjal dengan LFG ↓
III 30 – 59
sedang
IV Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15 – 29
V Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Tabel 2. Klasifikasi derajat penurunan fungsi ginjal berdasarkan LFG


Derajat Primer (LFG) Sekunder = kreatinin (mg%)
A Normal Normal
B 50 – 80% Normal Normal – 2,4
C 20 – 50% Normal 2,5 – 4,9
D 10 – 20% Normal 5,0 – 7,9
E 5 – 10% Normal 8,0 – 12,0
F < 5% Normal > 12,0
International committee for nomenclature and nosology of renal disease (1975)
21

Tabel 3. Klasifikasi penyakit ginjal kronis atas dasar diagnosis etiologi


Penyakit Tipe mayor (contoh)
Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan tipe 2
Penyakit ginjal non-diabetes - Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi
sistemik, obat-obatan, neoplasia)
- Penyakit vaskular (hipertensi, mikroangiopati,
penyakit pembuluh darah besar)
- Penyakit tubulointerstitial (pielonefritik kronik,
batu, obstruksi, keracunan obat)
- Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik
Keracunan obat
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy

1.3 Etiologi
Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara dengan
negara lain. Perkumpulan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 2012 mencatat
penyebab penyakit ginjal kronik pasien di Indonesia pada tahun 2012.

Tabel 4. Penyakit ginjal kronik (Diagnosa Etiologi/Comorbid) di Indonesia pada


Tahun 2014. (Sumber Pernefri, 2012)
No Penyebab
1 Penyakit Ginjal Hipertensi
2 Nefropati Diabetika
3 Glomerulopati Primer/GNC
4 Nefropati obstruksi
5 Pielonefritis kronik/PNC
22

1.4 Gambaran Klinis


Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai penyakit yang mendasarinya seperti diabetes, infeksi traktus
urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus
Eritomatous Sistemik, dan lain sebagainya.
b. Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropai perifer,
pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasinya antara lain: hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,
payah jantung, asisdosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit
(sodium, kalium, khlorida)
Pasien gagal ginjal kronik dengan ureum darah kurang dari 150 mg% biasanya
tanpa keluhan maupun gejala dan seringkali ditemukan kebetulan pada
pemeriksaan rutin. Gambaran klinik makin nyata bila ureum darah melebihi 200
mg%. Ureum darah bukan satu-satunya indikator adanya retensi sisa-sisa
metabolisme protein yang termasuk dalam golongan dialyzable dan non-
dialyxeable subtance.
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat
kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan
hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan
kelainan kardiovaskular.
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering
ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi
bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml
per menit.
b. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal
ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah
masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora
usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau
23

rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini
akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien
gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat
pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan
saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan
retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering
dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium
pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan
hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal
ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan
diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan
segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan
bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan
dinamakan urea frost.
e. Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada
gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa
merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.
f. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan
depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat
seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering
dijumpai pada pasien PGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai
pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar
kepribadiannya (personalitas).
g. Kelainan kardiovaskular
24

Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat
kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi
sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada
stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.

1.5 Diagnosa
Penegakan diagnostik pada pasien gagal ginjal kronik didasari oleh
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pemeriksaan
penunjang dapat mencakup pemeriksaan laboratoris, radiologis ataupun
histopatologi ginjal. Pendekatan diagnosa pada gagal ginjal kronik mempunyai
sasaran sebagai berikut :
a. Memastikan adanya penurunan LFG
b. Mengejar etiologi PGK yang mungkin dapat dikoreksi
c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factor)
d. Menentukan strategi terapi rasional
e. Meramalkan prognosis
Pendekatan diagnosis yang mencapai sasaran diharapkan bila dilakukan
pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik
diagnosis dan pemeriksaam penunjang diagnosis rutin dan khusus.
Anamnesis
Anamnesis yang diajukan pada pasien dapat mencakup 3 hal meliputi,
gambaran klinis dari penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus dan
hipertensi, gejala sindrom uremia, dan gejala komplikasi dari penyakit gagal
ginjal kronik.
Pada anamnesis dapat ditemukan gambaran klinik yang dapat dikeluhkan
secara subjektif oleh pasien yang terkadang tidak spesifik, keluhan tersebut dapat
mencakup keluhan secara umum, keluhan saluran cerna, sistem neuromuskular,
kardiovaskular, kulit dan keluhan pada organ reproduksi, keluhan-keluhan
tersebut antara lain:
1. Lemah badan atau merasa cepat lelah
25

2. Keluhan saluran cerna meliputi mual muntah, nafsu makan menurun, lidah
terasa hilang rasa pengecapan
3. Gejala neuromuskular yaitu tungkai lemah, parastesi, kram otot, daya
konsentrasi turun, insomnia
4. Keluhan organ reproduksi yaitu nokturia, oligouria dan libido menurun
5. Keluhan sistem kardiovaskular yaitu sesak nafas, nyeri perikardial, nyeri
tengkuk
6. Pada kulit pasien dapat mengeluhkan gatal-gatal
Gambaran klinik lain yang sering ditemukan pada penderita adalah sindrom
uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia,
neuropati perifer, pruritus, gejala perikarditis, kejang hingga koma. Gejala
komplikasi juga dapat ditemukan yaitu hipertensi, anemia, gagal jantung, asidosis
metabolik dan gangguan keseimbangan elektrolit. Gambaran klinik gagal ginjal
kronik dapat pula dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5. Gambaran klinik gagal ginjal kronik


No Gambaran klinik Manifestasi
1 Gejala subjektif
Umum Lemah badan
Saluran cerna Mual dan muntah, nafsu makan menurun,
cegukan, kurang sensitifnya pengecapan lidah
Neuromuskular Tungkai lemah, parastesi, kram otot, daya
konsentrasi turun, insomnia
Kelamin Nokturia , oligouria dan libido menurun
Kardiovaskular sesak nafas, nyeri perikardial, nyeri tengkuk

2 Gejala objektif
Umum nampak mengurus
Kulit hiperpigmentasi, kering
Kepala sembab, anemia, retinopati
Kardiovaskular hipertensi, kardiomegali, edema
Neuromuskular neuropati perifer, mioklonus, asteriksis

3 Laboratorium rutin kenaikan ureum kratinin serum, anemia


normokrom normositer, hiperurikemia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, proteinuria,
hematuria, trombositopenia
26

Gambaran klinik makin nyata bila pasien sudah terjun ke fase terminal yaitu
gagal ginjal terminal (GGT) dengan melibatkan banyak organ sepeti sistem
hemopoiesis, saluran cerna yang lebih berat, saluran nafas, mata, kulit, selaput
serosa (pleuritis dan perikarditis), sistem kardiovaskuler, dan neuropsikiatri. Pada
anamnesis dan pemeriksaan fisik harus dapat mengungkapkan etiologi PGK yang
dapat dikoreksi maupun yang tidak dapat dikoreksi.

Tabel 6. Gambaran klinik (spesifik) yang sugestif berhubungan dengan etiologi


PGK
Gejala subyektif (symptoms) yang berhubungan dengan etiologi PGK
Glomerulonefritis sindrom nefritik akut, sindrom nefritik kronik, sindrom
Alport
Diabetes militus poliuria, polidipsi, familier
Nefrosklerosis Hipertensi
Nefritik Interstitialis ISK rekuren, artritis gout, obat-obatan
Obstruksi kolik ginjal, disfungsi, kandung kemih
Pemeriksaan fisik yang berhubungan dengan etiologi PGK
Diabetes militus neuropati, retinopati
Polikistik tumor ginjal (ballotement), hematuria
SLE FUO, artralgia, fotosensitif, kelainan kulit
Obstruksi saluran hidronefrosis, prostat hipertrofi
kemih
Gout dehidrasi, tofi

Pemeriksaan Laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium :
1. Memastikan dan menentukan derajat penurunan faal ginjal (LFG)
2. Identifikasi etiologi
3. Menentukan perjalanan penyakit, termasuk semua faktor pemburuk faal
ginjal yang sifatnya terbalikan (reversible)

1.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya,
yaitu :
a. Foto polos abdomen
27

Merupakan pemeriksaan skrining, pemeriksaan ini penting untuk


mengidentifikasi perubahan anatomi ginjal.
b. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini mempunyai akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
foto polos abdomen, pemeriksaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan
mencari lokasi obstruksi saluran kemih yang merupakan faktor pemburuk faal
ginjal, dan untuk menentukan apakah perlu tindakan pembedahan atau
konservatif.

1.7 Tatalaksana Konservatif


Perubahan fungsi ginjal pada setiap individu berbeda, untuk setiap pasien
dengan gagal ginjal kronik pengobatan terapi konservatif bervariasi dari bulan
sampai tahun. Tujuan terapi konservatif adalah mencegah memburuknya fungsi
ginjal secara progresif, meringankan gejala akibat akumulasi toksin azotemia,
mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit.
1. Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DPR) bertujuan untuk mempertahankan
keadaan nutrisi optimal, mengurangi atau mencegah akumulasi toksin azotemia
dan mencegah memburuknya fungsi ginjal akibat proses glomerulosklerosis.
Pembatasan asupan protein dilakukan pada LFG ≤60 ml/mnt. Bila terjadi
malnutrisi jumlah asupan kalori dan protein dapat ditingkatkan. Berbeda dengan
lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak disimpan dalam tubuh melainkan
dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain yang terutama dieksresikan
melalui ginjal, selain itu asupan tinggi protein dapat mengakibatkan perubahan
hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah dan meningkatkan tekanan
intraglomerular sehingga meningkatkan progresifitas pemburukan fungsi ginjal.
Konsumsi protein hewani diberikan tergantung dari penurunan LFG yang diderita
oleh penderita penyakit ginjal kronik yang dapat dilihat pada tabel 1.1
Terapi diet rendah protein dalam jangka waktu yang lama dapat
menyebabkan kerugian berupa gangguan keseimbangan negatif nitrogen, maka
28

dari itu pemberian suplemen asam amino esensial dapat diberikan pada pasien
yang mendapatkan konsumsi protein hewani sebanyak 0,28 gram/KgBB/Hari.
Asam amino esensial tersebut terdiri dari valine, isoleucine, leucine, methionine,
triptophan, phenylalanine, lysine dan histidine.
Pembatasan asupan protein juga berkaitan denga pembatasan asupan
fosfat, karena fosfat selalu berasal dari sumber yang sama yaitu daging dan
produk hewan seperti susu dan telor. Asupan fosfat dibatasi 600-800mg/hari,
namun pembatasan fostfat secara ketat juga tidak dianjurkan karena dapat
mengakibatkan malnutrisi. Hiperfosfatemi juga dapat diatasi dengan pemberian
pengikat fosfat berupa garam kalsium, alumunium hidroksida, garam magnesium,
alumunium hidroksida. Garam garam tersebut diberikan untuk mengatasi absorbsi
fosfat yang berasa dari makanan.

Tabel 7. Pembatasan asupan protein dan fosfat pada penyakit ginjal kronik
LFG Asupan protein (g/kg/hari) Fosfat (g/kg/hari)
(ml/menit)
>60 Tidak dianjurkan Tidak dibatasi
25 – 60 0,6 – 0,8/kg/hari termasuk ≥0,35 ≤ 10 g
g/kg/hari nilai biologi tinggi
5 – 25 0,6 – 0,8/kg/hari termasuk ≥0,35
g/kg/hari protein nilai biologi tinggi atau ≤ 10 g
tambahan 0,3 g asam amino esensial atau
asam keton
<60 0,8/kg/hari (+ 1 g protein/ g proteinuria
(sindrom atau 0,3 g/kg tambahan asam amino ≤9g
nefrotik) esensial atau asam keton

Pemakaian obat anti hipertensi di samping bermanfaat untuk memperkecil


risiko kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat pemburukan
kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi
glomerulus. Beberapa obat antihipertensi, terutama penghambat enzim
konverting angiotensin (Angiotensin converting enzym/ACE inhibitor) melalui
berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan fungsi ginjal.
29

Hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi dan


antiproteinuria.
4. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang
manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi.

Tabel 8. Komplikasi penyakit ginjal kronik


LFG Komplikasi
Derajat Penjelasan
(ml/mnt)
Kerusakan ginjal dengan -
I ≥90
LFG normal
Kerusakan ginjal dengan Tekanan darah mulai
II 60 – 89
penurunan LFG ringan meningkat
Hiperfosfatemia
Hipokalemia
Anemia
III Penurunan LFG sedang 30 – 59
Hiperparatiroid
Hipertensi
Hiperhomosistinemia
Malnutrisi
Asidosis metabolik
IV Penurunan LFG berat 15 – 29 Cenderung
hiperkalemia
Dislipidemia
Gagal Jantung
V Gagal ginjal <15
Uremia

5. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal


Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium V,
yaitu ada LFG kurang dari 15ml/menit. Terapi pengganti tersebut dapat berupa
hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.
2. Kebutuhan jumlah kalori
Konsumsi jumlah kalori pada penderita PGK sering kali kurang karena
keluhan gastrointestinal berupa mual dan muntah. Kebutuhan jumlah kalori
untukpasien PGK harus adekuat dengan tujuan berupa mempertahankan
keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara
arthomometri (skinfold thickness). Jumlah kalori yang dibutuhkan pada penderita
30

PGK juga bersifat individual dan tergantung dari derajat penurunan fungsi ginjal.
Pada pasien dengan LFG >70ml/men/1,73m2 tanpa penurunan yang progresif
tidak perlu pembatasan jumlah kalori, sedangkan pada pasien dengan LFG
>70ml/men/1,73m2 dengan penurunan yang progresif dan pada pasien dengan
LFG <70ml/men/1,73m2 memerlukan jumlah kalori >35kcal/KgBB/Hari.
3. Kebutuhan cairan
Pada penderita dengan jumlah ureum >150mg% kebutuhan cairan harus
adekuat agar jumlah diuresis mencapai 2L/hari. Tujuan pemberian cairan tersebut
penting untuk mencegah dehidrasi osmotik yang akan memperburuk fungsi ginjal
terutama pada kelompok pasien PGK dengan kecenderungan natriuresis misalnya
pada penyakit poliksitik, scarring pyelonephritis dan nefropati kronik, selain itu
juga bertujuan untuk memelihara status hidrasi optimal dan mengeliminasi toksin
azotemia. Pada kelompok pasien dengan LFG ≤ 5 ml/hari dan pasien dengan
sindroma nefrotik dapat diberikan furosemid 40-80mg/hari, furosemid dapat
dinaikan menjadi 40mg per hari dengan interval 2 kali pemberian sampai jumlah
maksimal sebanyak 3 gram perhari.
4. Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan mineral dan elektrolit tergantung pada penurunan fungsi ginjal
dan tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Pembatasan natrium atau
garam dapur tidak diperlukan pada pasien dengan chronic scarring pyelonephritis,
chronic urate nephrophaty dan polycystic kidney disease. Pembatasan jumlah
natrium sebanyak 20 mEq setara dengan 3 gram diperlukan pada pasien dengan
hipertensi berat, glomerulopati, gagal ginjal terminal tanpa gejala (anephric) dan
penyakit jantung kongestif. Pembatasan natrium dimaksudkan untuk
mengendalikan hipertensi dan edema.
Hiperkalemi jarang terjadi pada pasien PGK dan tindakan terapetiknya
dapat dilakukan hemodialisa. Keadaan hiperkalemi tersebut dapat terjadi pada
pasien PGK dengan adanya pengaruh obat ACE inhibitor, spironolakton,
kortikosteroid, pasien yang mengkonsumsi protein hewani, buah buahan segar, air
kelapa, pasien dengan kondisi anephric, gejala akut pada gagal ginjal kronik dan
keadaan hiperkatabolisme. Selain itu keadaan asidosis pada pasien PGK harus
31

dihindari karna dapat memperberat hiperkalemi. Pembatasan kalium dilakukan


karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Kadar
kalium darah dianjurkan 3,5-5,5 mEq/lt.

1.8 Terapi Simptomatik


1. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena dapat mengakibatkan
hiperkalemi. Penatalaksanaan yang dapat diberikan berupa suplemen alkali berupa
larutan shohl yang terdiri dari 140 gram sitrat, 98 gram natrium yang dilarutkan
dalam 1 liter air (1mg-1mEq) dan kalsium karbonat 5 gram per hari. Selain itu
dapat diberukan terapi alkali yang harus diberikan secara intravena apabila pH ≤
7,35 atau serum bikarbonat ≤20 mEq/L.
2. Anemia
Anemia pada pasien PGK terjadi karena defisiensi eritropoietin, defisiensi
besi, kehilangan darah, hemolisis penekanan sumsum tulang oleh substansi
uremik, proses inflamasi akut maupun kronik dan retensi toksin polyamine.
Rekomendasi KDIGO pemberian eritropoietin (EPO) diindikasikan dengan
apabila pada beberapa kali pemeriksaan Hb <10g/dl dan Hematokrit <30 %, selain
itu harus sudah disingkirkan penyebab lain anemia. Pemberian transfusi pada
penyakit ginjal harus hati-hati karena dapat mengakibatkan kelebihan cairan
tubuh, hiperkalemi dan perburukan ginjal. Sasaran hemoglobin menurut beberapa
studi klinik adalah 11-12 g/dl.
3. Keluhan gastrointestinal
Keluhan gastrointestinal berupa anoreksia, cegukan, mual muntah sering
dijumpai pada pasien PGK. Keluhan tersebut dapat diberikan tindakan berupa
program terapi dialisis adekuat dan pengobatan berupa prochlorperazine dan
trimethobenzamide. Sedangkan pada pasien dengan ulserasi mukosa dapat
dilakukan tindakan berupa program terapi dialisis adekuat dan pengobatan berupa
phenergan 25 mg, metoclopamide 5 mg dan cyproheptadine 4 mg.
32

4. Keluhan kulit
Terapi pruritus pada pasien PGK dapat dilakukan dengan mengendalikan
hiperfosfatemia, hieperparatiroidisme, phototherapy sinar UV-B 2 x per minggu
selama 2-6 minggu berturut turut, terapi lokal dengan emollient dan terapi
medikamentosa berupa diphynhydramine 25-50 mg, hydroxine 10 mg,
cholestyramine 5 gram dan oral activated charcoal 6 gram per hari.
Retensi toksin guadinosuccine acid (GSA) dan gangguan fungsi trombosit
dapat mengakibatkan perdarahan pada kulit dan mukosa (easy Bruishing). Terapi
pilihan satu satunya adalah dengan dialisis (HD dan CAPD)
Edema pada PGK dapat terjadi karena glomerulopati primer maupun
sekunder yang dapat menyebabkan retensi air dan natrium. Keluhan edema
tersebut dapat diberikan terapi berupa diuretik dan ultrafiltrasi.
5. Keluhan neuromuskular
Keluhan neuromuskular berupa restless less, parestesia, neuropati perifer,
kram otot, insomnia dan kolvusi dapet diberikan pilihan terapi berupa HD reguler
yang adekuat, diazepam, sedatif, maupun operasi subtotal parathyroidectomy.
6. Hipertensi
Hampir 80% hipertensi PGK berhubungan dengan retensi natrium
sehingga program terapi hiepertensi dapat berupa restriksi garam dapur < 3
garam/hari, diuretik furosemid, ultrafiltrasi dan obat anti hipertensi berupa
angiotensin non dihidropiridin, vasodilator langsung, reseptor AT1 bloker,
doxazosine, beta bloker dan penghambat ACE inhibitor (hati-hati bahaya
hiperkalemi)
7. Kelainan sistem kardiovaskular
Penyakit jantung kongestif (PJK) harus dibedakan dengan overhydratiom
disertai kardiomegali. Pilihan tindakan pada PJK adalah forced diuresis atau
ultrafiltrasi diikuti dengan dialisis. Selain PJK penyakit jantung koroner dengan
faktor predidposisi diabetes melitus, hipertensi dan dislipidemia dapat dilakukan
pemilihan tindakan berupa calcium antagonis, anti platelet agents, dan pemberian
secara hati-hati penggunaan ACE inhibitor.
33

1. 9 Inisiasi Dialisis
Inisiasi terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis terlalu cepat pada pasien PGK
yang belum tahap akhir akan memperburuk LFG. Inisiasi hemodialysis di
Indonesia secara ideal dilakukan pada pasien dengan LFG <15mL/menit.
Penurunan LFG <15mL/menit mengindikasikan fungsi ekskresi ginjal sudah
minimal sehingga terjadi akumulasi zat toksik dalam darah. Pada tahap ini
komplikasi akut yang membahayakan jiwa pasien dapat terjadi sehingga inisiasi
hemodialisis perlu dilakukan. Indikasi khusus, inisiasi hemodialisis dilaksanakan
adalah:
a. Terdapat komplikasi: edema paru, hyperkalemia dan asidosis metabolic
berulang. Pada keadaan ini inisiasi hemodialisis bertujuan untuk
mengeluarkan cairan berlebih, racun/zat toksik secara cepat.
b. Pasien nefropati diabetik merupakan komplikasi pada pasien diabetes
mellitus yang mempercepat komplikasi kardiovaskuler. Untuk mencegah
kerusakan organ lain pada penderita diabetes militus inisiasi hemodialisis
dapat dimulai lebih dini.

Indikasi absolut
a. Perikarditis
b. Ensefalopati / neuropati azotemik
c. Bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik
d. Hipertensi refrakter
e. Muntah persisten
f. BUN >120mg % dan kreatinin >10mg %
Indikasi elektif
LFG antara 5 dan 8ml/m/1,73m2.
34

Anda mungkin juga menyukai