I. ANAMNESIS
ANAMNESA KHUSUS :
Pasien sesak nafas sejak 2 bulan yang lalu. Sesak nafas dirasakan saat
melakukan aktivitas maupun saat beristirahat. Pasien juga merasakan sesak nafas
jika tidur terlentang, sehingga lebih nyaman menggunakan 4 bantal saat tidur.
Keluhan sesak napas diawali oleh lemah badan yang dirasakan perlahan-
lahan dan setiap saat, mudah lelah meskipun saat melakuakan aktivitas sehari-hari
seperti mencuci piring, dan sulit tidur. Keluhan juga disertai bengkak pada kedua
tungkai dan perut terlihat membesar sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan juga disertai
penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan.
Keluhan tidak disertai adanya kejang dan penurunan kesadaran.
Keluhan sesak nafas tidak disertai dengan adanya bunyi mengi dan tidak
diawali dengan faktor pencetus, misalnya udara dingin, debu, asap, dan
sebagainya. Sesak napas tidak disertai dengan nyeri dada kiri seperti ditindih.
Sesak nafas tidak bertambah berat dengan aktivitas, tidak didahului dengan batuk
lama yang hilang timbul dengan dahak bening, serta tidak ada riwayat batuk dan
pilek yang berulang. Sesak nafas tidak disertai dengan batuk di pagi hari dengan
dahak banyak berwarna kuning.
Beberapa minggu yang lalu, pasien dirawat di bangsal jantung rumah sakit
dustira karena keluhan pada jantungnya. Beberapa hari setelah pulang pasien
masih merasakan sesak. Pasien hanya meminum obat untuk jantung yang di
2
resepkan oleh dokter. Namun, keluhan tidak membaik dan semakin memberat
sehingga, pasien ke IGD RS Dustira.
Pasien memiliki riwayat penyakit darah tinggi sejak 12 tahun yang lalu
dan kencing manis sejak 15 tahun yang lalu dan pasien kontrol secara rutin dan
meminum obat secara teratur. Selain itu, pasien memiliki riwayat gagal jantung.
Ibu pasien meninggal saat usia 60 tahun karena stroke.
g. Keluhan-keluhan lain
Kulit : Tidak ada
Ketiak : Tidak ada
Keluhan kel. limfe : Tidak ada
Keluhan kel. Endokrin ;
Haid : Tidak ada
D.M : Ada
Tiroid : Tidak ada
lain-lain : Tidak ada
ANAMNESA TAMBAHAN
a. Gizi : kualitas : Cukup
kuantitas : Cukup
b. Penyakit menular : Tidak ada
c. Penyakit turunan : Tidak ada
d. Ketagihan : Tidak ada
e. Penyakit venerik : Tidak ada
5
B. STATUS PRAESEN
I. KESAN UMUM
a. Keadaan Umum
Kesadarannya : Compos mentis
Watak : Kooperatif
Kesan sakit : Sakit sedang
Pergerakan : Kurang aktif
Tidur : Terlentang, menggunakan 4 bantal
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan : 50 kg
Bentuk badan : Astenikus
Keadaan gizi :
Gizi kulit : Cukup
Gizi otot : Cukup
Umur yang ditaksir : Sesuai
Kulit : Sawo matang
b. Keadaan sirkulasi
Tekanan darah kanan : 160/90 mmHg
Tekanan darah kiri : 160/90 mmHg
Nadi kanan : 64x/menit, regular, equal, isi cukup
Nadi kiri : 64x/menit, regular, equal, isi cukup
Suhu : 36C
Sianosis : Tidak ada
Keringat dingin : Tidak ada
c. Keadaan pernafasan
Tipe : Abdominothorakal
Frekuensi : 24 x/ menit
Corak : Normal
Hawa/bau napas : Foetor uremicum (-)
6
PEMERIKSAAN KHUSUS
a. Kepala
1. Tengkorak
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada kelainan
2. Muka
Inspeksi : Simetris, puffy face(-)
Palpasi : Tidak ada kelainan
3. Mata
Letak : Simetris
Kelopak Mata : Edema (-/-)
Kornea : Jernih
Refleks Kornea :+/+
Pupil : Simetris, bulat, isokor
Reaksi Konvergensi : + / +
Lensa mata : Jernih, Katarak - / -
Sklera : Ikterik - / -
Konjungtiva : Anemis + / +, red eye syndrome - / -
Iris : Tidak ada kelainan
Pergerakan : Normal ke segala arah
Reaksi Cahaya : Direk + / +, Indirek +/+
Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Telinga
Inspeksi : Simetris, tidak ada kelainan
Palpasi : Tidak ada kelainan
Pendengaran : Tidak ada kelainan
5. Hidung
Inspeksi : PCH(-) Tidak ada kelainan
7
6. Bibir
Sianosis : Tidak ada
Kheilitis : Tidak ada
Stomatitis angularis : Tidak ada
Rhagaden : Tidak ada
Perleche : Tidak ada
Pursed lips breathing : Tidak ada
7. Gigi dan gusi : Tidak ada kelainan, perdarahan (-)
8. Lidah
- Besar : Normal
- Bentuk : Tidak ada kelainan
- Pergerakan : Tidak ada kelainan
- Permukaan :Mukosa basah, permukaan berpapila, tepi tidak
hiperemis, anemis (+)
9. Rongga Mulut
- Hiperemis : Tidak ada
- Lichen : Tidak ada
- Aphtea : Tidak ada
- Bercak : Tidak ada
10.Rongga leher
- Selaput lendir : Tidak ada kelainan
- Dinding belakang pharynx : Tidak ada kelainan
- Tonsil : T1-T1, tenang
b. Leher
-Inspeksi
Trachea : Tidak terlihat deviasi
Kelenjar Tiroid : Tidak terlihat pembesaran
Pembesaran vena : Tidak terlihat pembesaran
8
-Palpasi
· Kel. Getah bening : Tidak teraba membesar
· Kelenjar Tiroid : Tidak ada kelainan
· Tumor : Tidak ada
· Otot leher : Tidak ada kelainan
· Kaku kuduk : Tidak ada
· Tekanan vena jugular : 5 + 4 cm H2O
· Hepato Jugular refluks : Negatif
c. Ketiak
-Inspeksi
· Rambut ketiak : Tidak ada kelainan
· Tumor : Tidak ada
-Palpasi
· Kel. Getah bening : Tidak teraba pembesaran
· Tumor : Tidak ada
d. Pemeriksaan thorax
Thorax depan
1. Inspeksi
- Bentuk umum : Simetris
- Sela iga : Tidak melebar ,tidak menyempit
- Sudut epigastrium : <90
- Ø frontal & sagital : Ø frontal < Ø sagital
- Pergerakan : Simetris, tidak ada yang tertinggal
- Muskulatur : Hipotrofi
- Kulit : Uremic frost (-)
- Tumor : Tidak ada
- Ictus cordis : Tidak terlihat
- Pulsasi lain : Tidak ada
- Pelebaran vena : Tidak ada
9
2. Palpasi
- Kulit : Tidak ada kelainan
- Muskulatur : Tidak ada kelainan
- Mammae : Tidak ada kelainan
- Sela iga : Tidak melebar, tidak menyempit
- Paru kanan kiri
Pergerakan : Simetris Simetris
Vocal fremitus : Normal Normal
- Ictus cordis : Teraba
· Lokalisasi : ICS V 1 jari ke lateral linea midclavicularis
sinistra
· Intensitas : Kuat angkat
· Pelebaran : Tidak ada pelebaran
· Thrill : Tidak ada
3. Perkusi
- Paru kanan kiri
· Suara perkusi : Sonor / Sonor
· Batas paru hepar : ICS VI linea midclavicularis dextra
· Peranjakan : 1 sela iga
- Jantung
Batas atas : ICS II linea sternalis sinistra
Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V 1 jari ke lateral linea midclavicularis
sinistra
4. Auskultasi
- Paru-paru Kanan Kiri
Suara pernafasan pokok : Vesikuler = Vesikuler
Suara tambahan : Wheezing - -
Ronkhi basah sedang +/+
Vocal resonansi : Normal = Normal
- Jantung
10
· Irama : Regular
· bunyi jantung pokok : M1 > M2 P1 < P2
T1 > T2 A1 < A2 A2 < P2
· Bunyi jantung tambahan : S3 S4 tidak ada
· Bising jantung : Murmur (-)
· Bising gesek jantung : Tidak ada
Thorax belakang
1. Inspeksi
- Bentuk : Simetris
- Pergerakan : Simetris, tidak ada yang tertinggal
- Kulit : Uremic frost (-)
- Muskulatur : Hipotrofi
e. Abdomen
1. Inspeksi
Bentuk : Cembung
11
Muskulatur : Hipotrofi
Kulit : Uremic frost (-)
Umbilicus : Tidak ada kelainan
Pergerakan usus : Tidak terlihat
Pulsasi : Tidak ada
Venektasi : Tidak ada
2. Auskultasi
- Bising usus : (+) 10 x/m Normal
- Bruit : Tidak ada
- Lain – lain : Tidak ada kelainan
3. Perkusi
Suara perkusi : Tympani ke dull
Ascites
Pekak samping : Ada
Pekak pindah : Ada
Fluid wave : Ada
4. Palpasi
- Dinding perut : Lembut
- Nyeri tekan lokal : Tidak ada
- Nyeri tekan difus : Tidak ada
- Nyeri lepas : Tidak ada
- Defance muskular : Tidak ada
- Hepar : Tidak dapat dinilai
· Besar :-
· Konsistensi :-
· Permukaan :-
· Tepi :-
· Nyeri tekan :-
- Lien : Tidak dapat dinilai
12
· Pembesaran :-
· Kosistensi :-
· Permukaan :-
· Insisura :-
· Nyeri tekan :-
- Tumor/massa : Tidak teraba
- Ginjal : Tidak teraba, Nyeri tekan : - / -
- Pemeriksaan Ballotement : - / -
g. Lipat paha
1. Inspeksi
- Tumor : Tidak ada
- Kel. Getah bening : Tidak tampak membesar
- Hernia : Tidak ada
2. Palpasi
- Tumor : Tidak ada
- Kel. Getah bening : Tidak teraba membesar
- Hernia : Tidak ada
- Pulsasi A. Femoralis : Ada
3. Auskultasi
- A. Femoralis : Normal, bruit vaskular (-/-)
2. Palpasi
Nyeri tekan : Tidak ada Tidak ada
Tumor : Tidak ada Tidak ada
Edema : Tidak ada Ada
Pulsasi arteri : Ada Tidak ada
l. Sendi-sendi
Inspeksi
- Kelainan bentuk : Tidak ada
- Tanda radang : Tidak ada
- Lain-lain : Tidak ada kelainan
Palpasi
- Nyeri tekan : Tidak ada
- Fluktuasi : Tidak ada
- Lain-lain : Tidak ada kelainan
m. Neurologik
Refleks fisiologis
KPR :+/+
APR :+/+
Refleks patologis :-/-
Rangsang meningen : Tidak ada
Sensorik :+ / +
14
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
a. Hematologi
• Hb : 8,3 gr%
• Leukosit : 5,7 x 103 /uL
• Eritrosit : 3,2 x 106/uL
• Hematokrit : 26,4%
• Trombosit : 388.000 /uL
Hitung Jenis
• Basofil : 0,0 %
• Eosinofil : 4,6 %
• Neutrofil Segmen : 64,1 %
• Limfosit : 25,8 %
• Monosit : 5.6%
b. Fungsi Ginjal:
• Ureum : 155 mg/dl
• Kreatinin : 6,7 mg/dl
15
RESUME
Pada anamnesis lebih lanjut didapatkan :
Seorang wanita 59 tahun, sesak nafas sejak 2 bulan yang lalu. Sesak nafas
dirasakan saat melakukan aktivitas maupun saat beristirahat. Pasien juga
merasakan sesak nafas jika tidur terlentang, sehingga lebih nyaman menggunakan
4 bantal saat tidur.
Keluhan sesak napas didahului lemah badan yang dirasakan perlahan-
lahan dan setiap saat, mudah lelah meskipun saat aktivitas sedang, sulit tidur,
bengkak pada kedua tungkai, dan perut terlihat membesar sejak 2 bulan yang lalu.
Keluhan juga disertai penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan.
Keluhan sesak nafas tidak disertai dengan adanya bunyi mengi dan tidak diawali
dengan faktor pencetus, misalnya udara dingin, debu, asap, dan sebagainya. Sesak
nafas juga tidak didahului dengan batuk pilek. Sesak nafas juga tidak disertai
dengan batuk di pagi hari dengan dahak banyak berwarna kuning. Tidak ada
keluhan terbangun malam hari karena sesak. Panas badan tidak ada.
Pasien memiliki riwayat penyakit darah tinggi, kencing manis, dan gagal
jantung. Ibu pasien meninggal saat usia 60 tahun karena stroke.
Fungsi Ginjal:
- Ureum : 155 mg/dl
- Kreatinin : 6,7 mg/dl
- LFG : (140-umur) x Berat Badan x 0,85
17
72 x Kreatinin Plasma(mg/dl)
: (140-59) x 55 x 0,85
72x6,7mg/dl
: 4455 x 0,85
482,4 mg/dl
: 7,8 mg/dl
V. DIAGNOSIS KERJA
1. CKD stage V e.c HKD
VII. PENGOBATAN
Non-farmakologi:
1. Tirah baring
2. Oksigen 2-4 L/menit
3. Diet rendah protein 0,8gr/kg/hari= 36 gram/ hari
18
Farmakologi:
1. NaCl 0,9% 16 gtt/menit
2. Recombinant human erythropoietin (r-HuEPO) 30-50 U/KgBB
3. Diuretik: Furosemid tab 40mg (1-0-0)
4. Amlodipine tab 10 mg 1x1
5. Captopril tab 12,5 mg 3x1
6. Asam folat tab 5 mg 3x1
7. Vitamin B komplek dan Vitamin B12
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia
19
TINJAUAN PUSTAKA
CHRONIC KIDNEY DISEASE
1.1 Definisi
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologis dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif,
dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Kerusakan ginjal atau
penurunan faal ginjal lebih atau sama dengan tiga bulan sebelum diagnosis
ditegakan sesuai rekomendasi NKF-DOQI (2002).
1.2 Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar
derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar
derajat penyakit, dibuat atas dasar laju filtrasi glomerulus (LFG), yang dihitung
dengan mempergunakan rumus Kockroft-Gault sebagai berikut :
LFG (ml/mnt/1,73m3)=
♂ (140 - umur) x berat badan
72 x kreatinin plasma (mg/dl)
1.3 Etiologi
Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara dengan
negara lain. Perkumpulan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 2012 mencatat
penyebab penyakit ginjal kronik pasien di Indonesia pada tahun 2012.
rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini
akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien
gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat
pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan
saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan
retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering
dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium
pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan
hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal
ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan
diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan
segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan
bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan
dinamakan urea frost.
e. Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada
gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa
merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.
f. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan
depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat
seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering
dijumpai pada pasien PGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai
pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar
kepribadiannya (personalitas).
g. Kelainan kardiovaskular
24
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat
kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi
sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada
stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.
1.5 Diagnosa
Penegakan diagnostik pada pasien gagal ginjal kronik didasari oleh
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pemeriksaan
penunjang dapat mencakup pemeriksaan laboratoris, radiologis ataupun
histopatologi ginjal. Pendekatan diagnosa pada gagal ginjal kronik mempunyai
sasaran sebagai berikut :
a. Memastikan adanya penurunan LFG
b. Mengejar etiologi PGK yang mungkin dapat dikoreksi
c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factor)
d. Menentukan strategi terapi rasional
e. Meramalkan prognosis
Pendekatan diagnosis yang mencapai sasaran diharapkan bila dilakukan
pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik
diagnosis dan pemeriksaam penunjang diagnosis rutin dan khusus.
Anamnesis
Anamnesis yang diajukan pada pasien dapat mencakup 3 hal meliputi,
gambaran klinis dari penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus dan
hipertensi, gejala sindrom uremia, dan gejala komplikasi dari penyakit gagal
ginjal kronik.
Pada anamnesis dapat ditemukan gambaran klinik yang dapat dikeluhkan
secara subjektif oleh pasien yang terkadang tidak spesifik, keluhan tersebut dapat
mencakup keluhan secara umum, keluhan saluran cerna, sistem neuromuskular,
kardiovaskular, kulit dan keluhan pada organ reproduksi, keluhan-keluhan
tersebut antara lain:
1. Lemah badan atau merasa cepat lelah
25
2. Keluhan saluran cerna meliputi mual muntah, nafsu makan menurun, lidah
terasa hilang rasa pengecapan
3. Gejala neuromuskular yaitu tungkai lemah, parastesi, kram otot, daya
konsentrasi turun, insomnia
4. Keluhan organ reproduksi yaitu nokturia, oligouria dan libido menurun
5. Keluhan sistem kardiovaskular yaitu sesak nafas, nyeri perikardial, nyeri
tengkuk
6. Pada kulit pasien dapat mengeluhkan gatal-gatal
Gambaran klinik lain yang sering ditemukan pada penderita adalah sindrom
uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia,
neuropati perifer, pruritus, gejala perikarditis, kejang hingga koma. Gejala
komplikasi juga dapat ditemukan yaitu hipertensi, anemia, gagal jantung, asidosis
metabolik dan gangguan keseimbangan elektrolit. Gambaran klinik gagal ginjal
kronik dapat pula dilihat pada tabel berikut :
2 Gejala objektif
Umum nampak mengurus
Kulit hiperpigmentasi, kering
Kepala sembab, anemia, retinopati
Kardiovaskular hipertensi, kardiomegali, edema
Neuromuskular neuropati perifer, mioklonus, asteriksis
Gambaran klinik makin nyata bila pasien sudah terjun ke fase terminal yaitu
gagal ginjal terminal (GGT) dengan melibatkan banyak organ sepeti sistem
hemopoiesis, saluran cerna yang lebih berat, saluran nafas, mata, kulit, selaput
serosa (pleuritis dan perikarditis), sistem kardiovaskuler, dan neuropsikiatri. Pada
anamnesis dan pemeriksaan fisik harus dapat mengungkapkan etiologi PGK yang
dapat dikoreksi maupun yang tidak dapat dikoreksi.
Pemeriksaan Laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium :
1. Memastikan dan menentukan derajat penurunan faal ginjal (LFG)
2. Identifikasi etiologi
3. Menentukan perjalanan penyakit, termasuk semua faktor pemburuk faal
ginjal yang sifatnya terbalikan (reversible)
dari itu pemberian suplemen asam amino esensial dapat diberikan pada pasien
yang mendapatkan konsumsi protein hewani sebanyak 0,28 gram/KgBB/Hari.
Asam amino esensial tersebut terdiri dari valine, isoleucine, leucine, methionine,
triptophan, phenylalanine, lysine dan histidine.
Pembatasan asupan protein juga berkaitan denga pembatasan asupan
fosfat, karena fosfat selalu berasal dari sumber yang sama yaitu daging dan
produk hewan seperti susu dan telor. Asupan fosfat dibatasi 600-800mg/hari,
namun pembatasan fostfat secara ketat juga tidak dianjurkan karena dapat
mengakibatkan malnutrisi. Hiperfosfatemi juga dapat diatasi dengan pemberian
pengikat fosfat berupa garam kalsium, alumunium hidroksida, garam magnesium,
alumunium hidroksida. Garam garam tersebut diberikan untuk mengatasi absorbsi
fosfat yang berasa dari makanan.
Tabel 7. Pembatasan asupan protein dan fosfat pada penyakit ginjal kronik
LFG Asupan protein (g/kg/hari) Fosfat (g/kg/hari)
(ml/menit)
>60 Tidak dianjurkan Tidak dibatasi
25 – 60 0,6 – 0,8/kg/hari termasuk ≥0,35 ≤ 10 g
g/kg/hari nilai biologi tinggi
5 – 25 0,6 – 0,8/kg/hari termasuk ≥0,35
g/kg/hari protein nilai biologi tinggi atau ≤ 10 g
tambahan 0,3 g asam amino esensial atau
asam keton
<60 0,8/kg/hari (+ 1 g protein/ g proteinuria
(sindrom atau 0,3 g/kg tambahan asam amino ≤9g
nefrotik) esensial atau asam keton
PGK juga bersifat individual dan tergantung dari derajat penurunan fungsi ginjal.
Pada pasien dengan LFG >70ml/men/1,73m2 tanpa penurunan yang progresif
tidak perlu pembatasan jumlah kalori, sedangkan pada pasien dengan LFG
>70ml/men/1,73m2 dengan penurunan yang progresif dan pada pasien dengan
LFG <70ml/men/1,73m2 memerlukan jumlah kalori >35kcal/KgBB/Hari.
3. Kebutuhan cairan
Pada penderita dengan jumlah ureum >150mg% kebutuhan cairan harus
adekuat agar jumlah diuresis mencapai 2L/hari. Tujuan pemberian cairan tersebut
penting untuk mencegah dehidrasi osmotik yang akan memperburuk fungsi ginjal
terutama pada kelompok pasien PGK dengan kecenderungan natriuresis misalnya
pada penyakit poliksitik, scarring pyelonephritis dan nefropati kronik, selain itu
juga bertujuan untuk memelihara status hidrasi optimal dan mengeliminasi toksin
azotemia. Pada kelompok pasien dengan LFG ≤ 5 ml/hari dan pasien dengan
sindroma nefrotik dapat diberikan furosemid 40-80mg/hari, furosemid dapat
dinaikan menjadi 40mg per hari dengan interval 2 kali pemberian sampai jumlah
maksimal sebanyak 3 gram perhari.
4. Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan mineral dan elektrolit tergantung pada penurunan fungsi ginjal
dan tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Pembatasan natrium atau
garam dapur tidak diperlukan pada pasien dengan chronic scarring pyelonephritis,
chronic urate nephrophaty dan polycystic kidney disease. Pembatasan jumlah
natrium sebanyak 20 mEq setara dengan 3 gram diperlukan pada pasien dengan
hipertensi berat, glomerulopati, gagal ginjal terminal tanpa gejala (anephric) dan
penyakit jantung kongestif. Pembatasan natrium dimaksudkan untuk
mengendalikan hipertensi dan edema.
Hiperkalemi jarang terjadi pada pasien PGK dan tindakan terapetiknya
dapat dilakukan hemodialisa. Keadaan hiperkalemi tersebut dapat terjadi pada
pasien PGK dengan adanya pengaruh obat ACE inhibitor, spironolakton,
kortikosteroid, pasien yang mengkonsumsi protein hewani, buah buahan segar, air
kelapa, pasien dengan kondisi anephric, gejala akut pada gagal ginjal kronik dan
keadaan hiperkatabolisme. Selain itu keadaan asidosis pada pasien PGK harus
31
4. Keluhan kulit
Terapi pruritus pada pasien PGK dapat dilakukan dengan mengendalikan
hiperfosfatemia, hieperparatiroidisme, phototherapy sinar UV-B 2 x per minggu
selama 2-6 minggu berturut turut, terapi lokal dengan emollient dan terapi
medikamentosa berupa diphynhydramine 25-50 mg, hydroxine 10 mg,
cholestyramine 5 gram dan oral activated charcoal 6 gram per hari.
Retensi toksin guadinosuccine acid (GSA) dan gangguan fungsi trombosit
dapat mengakibatkan perdarahan pada kulit dan mukosa (easy Bruishing). Terapi
pilihan satu satunya adalah dengan dialisis (HD dan CAPD)
Edema pada PGK dapat terjadi karena glomerulopati primer maupun
sekunder yang dapat menyebabkan retensi air dan natrium. Keluhan edema
tersebut dapat diberikan terapi berupa diuretik dan ultrafiltrasi.
5. Keluhan neuromuskular
Keluhan neuromuskular berupa restless less, parestesia, neuropati perifer,
kram otot, insomnia dan kolvusi dapet diberikan pilihan terapi berupa HD reguler
yang adekuat, diazepam, sedatif, maupun operasi subtotal parathyroidectomy.
6. Hipertensi
Hampir 80% hipertensi PGK berhubungan dengan retensi natrium
sehingga program terapi hiepertensi dapat berupa restriksi garam dapur < 3
garam/hari, diuretik furosemid, ultrafiltrasi dan obat anti hipertensi berupa
angiotensin non dihidropiridin, vasodilator langsung, reseptor AT1 bloker,
doxazosine, beta bloker dan penghambat ACE inhibitor (hati-hati bahaya
hiperkalemi)
7. Kelainan sistem kardiovaskular
Penyakit jantung kongestif (PJK) harus dibedakan dengan overhydratiom
disertai kardiomegali. Pilihan tindakan pada PJK adalah forced diuresis atau
ultrafiltrasi diikuti dengan dialisis. Selain PJK penyakit jantung koroner dengan
faktor predidposisi diabetes melitus, hipertensi dan dislipidemia dapat dilakukan
pemilihan tindakan berupa calcium antagonis, anti platelet agents, dan pemberian
secara hati-hati penggunaan ACE inhibitor.
33
1. 9 Inisiasi Dialisis
Inisiasi terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis terlalu cepat pada pasien PGK
yang belum tahap akhir akan memperburuk LFG. Inisiasi hemodialysis di
Indonesia secara ideal dilakukan pada pasien dengan LFG <15mL/menit.
Penurunan LFG <15mL/menit mengindikasikan fungsi ekskresi ginjal sudah
minimal sehingga terjadi akumulasi zat toksik dalam darah. Pada tahap ini
komplikasi akut yang membahayakan jiwa pasien dapat terjadi sehingga inisiasi
hemodialisis perlu dilakukan. Indikasi khusus, inisiasi hemodialisis dilaksanakan
adalah:
a. Terdapat komplikasi: edema paru, hyperkalemia dan asidosis metabolic
berulang. Pada keadaan ini inisiasi hemodialisis bertujuan untuk
mengeluarkan cairan berlebih, racun/zat toksik secara cepat.
b. Pasien nefropati diabetik merupakan komplikasi pada pasien diabetes
mellitus yang mempercepat komplikasi kardiovaskuler. Untuk mencegah
kerusakan organ lain pada penderita diabetes militus inisiasi hemodialisis
dapat dimulai lebih dini.
Indikasi absolut
a. Perikarditis
b. Ensefalopati / neuropati azotemik
c. Bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik
d. Hipertensi refrakter
e. Muntah persisten
f. BUN >120mg % dan kreatinin >10mg %
Indikasi elektif
LFG antara 5 dan 8ml/m/1,73m2.
34