Anda di halaman 1dari 30

TUBERKULOSIS PARU

I. Identitas Pasien
Nama Pasien : Ny. D
Usia : 37 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Guru
Alamat : Jl. Jendral Sudirman Gg. Manunggal 2C Bandung
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS: 2 September 2017

II. Anamnesis (Auto Anamnesis)


Keluhan Utama : Batuk
Anamnesis Khusus :
Pasien mengeluh batuk sejak ±3 minggu yang lalu. Batuk dirasakan terus-
menerus. Keluhan batuk disertai dahak berwarna hijau tanpa disertai darah.
Keluhan batuk disertai dengan demam yang tidak terlalu tinggi terutama pada
malam hari, keringat pada malam hari, penurunan nafsu makan, penurunan
berat badan hingga 7 kg dan lemas badan. Keluhan tidak disertai adanya sesak
nafas ataupun nyeri dada sebelah kanan atas.
Pasien sebelumnya sudah berobat ke Puskesmas, diberikan obat batuk
namun tidak ada perbaikan. Kemudian pasien berobat lagi dan dilakukan
pemeriksaan dahak. Hasil pemeriksaan dahak menunjukkan 2 kali positif. Dari
hasil pemeriksaan dikatakan pasien menderita infeksi paru-paru dan diberikan
obat berwarma merah yang harus dikonsumsi selama 6 bulan. Saat ini pasien
sudah mengkonsumsi obat selama 1 minggu, namun belum ada perbaikan.
Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Tidak ada di
keluarga yang mengalami keluhan serupa, terdapat di lingkungan sekolah yang
mengalami batuk lama. Tidak ada riwayat penyakit hipertensi dan diabetes
mellitus.
a. Keluhan keadaan umum
Panas badan : Ada
Nafsu makan : Menurun
Tidur : Tidak ada
Edema : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada
Haus : Tidak ada
Berat badan : Ada, menurun 7 kg

b. Keluhan organ kepala


Penglihatan : Tidak ada
Hidung : Tidak ada
Lidah : Tidak ada
Gangguan menelan: Tidak ada
Pendengaran : Tidak ada
Mulut : Tidak ada
Gigi : Tidak ada
Suara : Tidak ada

c.Keluhan organ di leher


Rasa sesak dileher : Tidak ada
Pembesaran kelenjar:Tidak ada
Kaku kuduk : Tidak ada

d. Keluhan organ di thorax


Sesak nafas : Tidak ada
Sakit dada : Tidak ada
Nafas berbunyi : Tidak ada
Batuk : Ada
Jantung berdebar : Tidak ada
e. Keluhan di perut
Nyeri lokal : Tidak ada
Nyeri tekan : Tidak ada
Nyeri seluruh perut: Tidak ada
Nyeri berhubungan dengan
- Makanan :Tidak ada
- Bab : Tidak ada
- Haid : Tidak ada
Perasaan tumor di perut : Tidak ada
Muntah muntah : Tidak ada
Diare : Tidak ada
Obstipasi : Tidak ada
Tenesmi anus : Tidak ada
Perubahan dalam bab : Tidak ada
Perubahan dalam bak : Tidak ada

f. Keluhan tangan dan kaki


Rasa kaku : Tidak ada
Rasa lelah : Tidak ada
Nyeri otot/sendi : Tidak ada
Parestesi / estesi : Tidak ada
Fraktur : Tidak ada
Claudicatio : Tidak ada
Nyeri tekan : Tidak ada
Nyeri belakang sendi: Tidak ada
Luka / Bekas luka : Tidak ada
Edema : Tidak ada
 
g.Keluhan lainnya
Kulit : Tidak ada
Ketiak : Tidak ada
Keluhan kelenjar limfe: Tidak ada
Keluhan kelenjar endokrin
1. DM : Tidak ada
2. Tiroid : Tidak ada
3. Lainnya : Tidak ada

ANAMNESA TAMBAHAN
a. Gizi :Kuantitas : Cukup
Kualitas : Cukup
b. Penyakit menular : Ada
c. Penyakit keturunan : Tidak ada
d. Ketagihan : Tidak ada
e. Penyakit venerik : Tidak ada

III. Status Pasien


1. Kesan Umum
a. Keadaan Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Watak : Kooperatif
Kesan Sakit : Sakit Sedang
Pergerakan : Aktif
Tidur : Terlentang dengan 1 bantal
Tinggi Badan : 162 cm
Berat Badan : 45 kg
Keadaan Gizi
Gizi Kulit : Baik
Gizi Otot : Baik
Bentuk Badan : Astenikus
Umur Yang ditaksir : Sesuai
Kulit : Sawo Matang
b. Keadaan Sirkulasi
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 60 x/menit
Suhu : 36,8o C
Keringat Dingin : Tidak ada
Sianosis : Tidak ada

c. Keadaan Pernafasan
Tipe : Thorakoabdominal
Frekuensi : 20 x/menit
Corak : Normal
Hawa/bau Nafas : Tidak ada bau
Bunyi Nafas : Tidak ada bunyi tambahan

2. Pemeriksaan Khusus
a. Kepala
Tengkorak : Tidak ada kelainan
Palpasi : Tidak ada kelainan

b. Muka
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Palpasi : Tidak ada kelainan

c. Mata
Letak : Simetris
Kelopak Mata : Udem -/-
Kornea : Tidak ada kelainan
Refleks Kornea : +/+
Pupil : Bulat isokor
Reaksi konvergensi : +/+
Lensa Mata : Jernih
Sklera : Ikterik -/-
Konjungtiva : Anemi -/-
Iris : Tidak ada kelainan
Pergerakan : Normal ke segala arah
Reaksi Cahaya : +/+
Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan

d. Telinga
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Palpasi : Tidak ada kelainan
Pendengaran : Tidak ada kelainan

e. Hidung
Inspeksi : Rhinore -/-, PCH -/-
Sumbatan : Tidak ada
Ingus : Tidak Ada

f. Bibir
Sianosis : Tidak ada
Khelitis : Tidak ada
Stomatitis Angularis : Tidak ada
Rhagaden : Tidak ada
Perlecha : Tidak ada

g. Gigi dan Gusi : Tidak ada kelainan

h. Lidah
Besar : Tidak ada kelainan
Bentuk : Tidak ada kelainan
Pergerakan : Normal
Permukaan : Bersih licin

i. Rongga Mulut
Hiperemis : Tidak ada
Lichen : Tidak ada
Apthea : Tidak ada
Bercak : Tidak ada

j. Rongga Leher
Selaput lendir : Sulit dinilai
Dinding belakang pharinx : Sulit dinilai
Tonsil : Sulit dinilai

k. Leher
Inspeksi
Trakhea : Tidak ada kelainan
Kelenjar tiroid : Tidak membesar
Pembesaran Vena: Tidak ada
Pulsasi Vena : Tidak terlihat
Palpasi
KGB : Tidak ada pembesaran
Kelenjar tiroid : Tidak ada pembesaran
Tumor : Tidak ada
Otot Leher : Tidak ada kelainan
Kaku Kuduk : Tidak ada

l. Tekanan Vena jugularis : Tidak dilakukan pemeriksaan


Hepato jugular refluks : Tidak dilakukan pemeriksaan

m. Ketiak
Inspeksi
Rambut ketiak : Tidak ada kelainan
Tumor : Tidak ada
Palpasi
KGB : Tidak dilakukan pemeriksaaan
Tumor : Tidak dilakukan pemeriksaan

n. Pemeriksaan thorax
Thorax depan
Inspeksi
Bentuk Umum : Simetris
Sela Iga : Tidak melebar, tidak menyempit
Sudut Epigastrium : <90o
Diameter Frontal Sagital :Frontal > sagital
Pergerakan : Simetris
Muskulatur : Tak ada kelainan
Kulit : Tak ada kelainan
Tumor : Tidak ada
Ictus Kordis : Tidak terlihat
Pulsasi lain : Tidak ada
Pelebaran Vena : Tidak ada
Palpasi
Kulit : Tidak ada kelainan
Muskulatur : Tidak ada kelainan
Mamame : Tidak ada kelainan
Sela Iga : Tidak melebar, tidak menyempit
Thorax/Paru
Pergerakan : Simetris, kanan = kiri
Vokal Fremitus : Kanan = kiri
Ictus Cordis : Tidak teraba
Lokalisasi :-
Intensitas :-
Pelebaran :-
Thrill :-
Perkusi
Paru-Paru : Sonor/sonor
Perkusi Perbandingan : Sonor/sonor
Batas paru Hepar : ICS V LMC Dextra
Peranjakan : 1 sela iga
Jantung
Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS IV 2 cm ke arah medial linea midclavicularis
sinistra
Batas Atas : ICS II linea sternalis sinistra
Auskultasi
Paru-Paru
Suara pernafasan : Vbs normal/normal
Sura tambahan : Whezing -/-, Ronkhi -/-
Vocal Resonance : Kanan = kiri
Jantung
Irama : Reguler
Bunyi Jantung : M1 >M2 P1 >P2
T1 >T2 A1 >A2
Bunyi Jantung tambahan : Tidak ada
Bising Jantung :Tidak ada
Bising gesek jantung : Tidak ada
Thorax Belakang
Inspeksi
Bentuk : Simetris
Pergerakan : Simetris
Kulit : Tidak ada kelainan
Muskulatur : Tidak ada kelainan
Palpasi
Sela Iga : Tidak melebar, tidak menyempit
Muskulatur : Tidak ada kelainan
Vocal fremitus : Kanan = kiri
Perkusi
Perkusi Perbandingan : Sonor/sonor
Auskultasi
Suara Pernafasan : VBS normal/normal
Suara tambahan : Wheezing -/-, Ronkhi -/-
Vocal Resonance : Kanan = kiri

o. Abdomen
Inspeksi
Bentuk : Datar
Otot dinding perut : Tidak ada kelainan
Kulit : Tidak ada kelainan
Umbilicus : Tidak menonjol
Pergerakan Usus : Tidak terlihat
Pulsasi : Tidak ada
Venektasi : Tidak ada
Auskultasi
Bising usus : (+) Frekuensi normal, Nada normal
Bruit : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada

Perkusi
Suara Perkusi : Tympani
Asites
Pekak Samping :-
Pekak Pindah :-
Fluid Wave :-
Palpasi
Dinding Perut : Lembut
Nyeri tekan lokal : Tidak ada
Nyeri tekan difus : Tidak ada
Nyeri lepas : Tidak ada
Defans muscular : Tidak ada
Hepar Tidak teraba
Besar :-
Konsistensi :-
Permukaan :-
Tepi :-
Nyeri tekan : Tidak ada
Lien : Tidak teraba
Pembesaran :-
Konsistensi :-
Permukaan :-
Insisura :-
Nyeri tekan :Tidak ada
Tumor/massa : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
Pemeriksaan balottemen : -/-
CVA : -/-

p. Lipat Paha
Inspeksi
Tumor : Tidak dilakukan pemeriksaan
KGB : Tidak dilakukan pemeriksaan
Hernia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Palpasi
Tumor : Tidak dilakukan pemeriksaan
KGB : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pulsasi a.femoralis : Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi
A.Femoralis : Tidak dilakukan pemeriksaan
q. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
r. Sakrum : Tidak dilakukan pemeriksaan
s. Anus dan rektum : Tidak dilakukan pemeriksaan
t. Ekstremitas atas-bawah
Inspeksi
Bentuk : Tidak ada kelainan
Pergerakan : Tidak terbatas
Kulit : Tidak ada kelainan
Otot : Tidak ada kelainan
Edema : Tidak ada
Clubbing finger : Tidak ada
Palmar eritem : Tidak ada
Palpasi
Nyeri tekan : Tidak ada
Tumor : Tidak ada
Edema : Tidak ada
Pulsasi arteri : Teraba

u. Sendi-sendi
Inspeksi
Kelainan bentuk : Tidak ada
Tanda radang : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
Palpasi
Nyeri tekan : Tidak ada
Fluktuasi : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada

v. Neurologik : Tidak dilakukan pemeriksaan


IV. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah Rutin
 Hemoglobin : 9,3 g/dl
 Eritrosit : 4,0 juta/uL
 Leukosit : 9.600 mm3
 Hematokrit : 28,6 %
 Trombosit : 314.000 mm3
 MCV: 71,0
 MCH: 23,1
 MCHC: 32,5
 RDW: 16,4
 HJ : Basofil 0,4 % /Eosinofil 0,4 % /Segmen 77,4 %/ Limfosit 12,2
%/, Monosit 9,6 %

b. Foto Thorax
 Hasil foto thorax:
- Cor tidak membesar, CTR < 50%
- Corakan bronkovaskuler bertambah
- Tampak bercak lunak di apex-lapang tengah dan bawah paru kanan serta
apex-lapang bawah paru kiri
 Kesan:
- Gambaran TB paru aktif
- Tidak tampak kardiomegali

V. Resume
Pasein Ny. D, perempuan, usia 37 tahun datang dengan keluhan batuk.
Pasien mengeluh batuk sejak ±3 minggu yang lalu. Batuk dirasakan terus-
menerus. Keluhan batuk disertai dahak berwarna hijau tanpa disertai darah.
Keluhan batuk disertai dengan demam yang tidak terlalu tinggi terutama pada
malam hari, keringat pada malam hari, penurunan nafsu makan, penurunan
berat badan hingga 7 kg dan lemas badan. Keluhan tidak disertai adanya sesak
nafas ataupun nyeri dada sebelah kanan atas.
Pasien sebelumnya sudah berobat ke Puskesmas, diberikan obat batuk
namun tidak ada perbaikan. Kemudian pasien berobat lagi dan dilakukan
pemeriksaan dahak. Hasil pemeriksaan dahak menunjukkan 2 kali positif. Dari
hasil pemeriksaan dikatakan pasien menderita infeksi paru-paru dan diberikan
obat berwarma merah yang harus dikonsumsi selama 6 bulan. Saat ini pasien
sudah mengkonsumsi obat selama 1 minggu, namun belum ada perbaikan.
Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Tidak ada di
keluarga yang mengalami keluhan serupa, terdapat di lingkungan sekolah yang
mengalami batuk lama. Tidak ada riwayat penyakit hipertensi dan diabetes
mellitus.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :


Kesadaran : compos mentis
Kesan sakit : sakit sedang, tampak kurus
Tanda vital : TD 100/60 mmHg, N 60 x/menit, R 20x/menit, S 36,8◦C
Pada pemeriksaan fisik :
• Kepala : Mata : sklera ikterik -/-, konjungtiva anemis -/-
• Leher : KGB tidak membesar
• Thorax : - Paru : bentuk dan pergerakan simetris, perkusi sonor/sonor, vbs
normal/normal, wh-/-, h-/-
- Jantung: BJ I II murni reguler, gallop (-), murmur (-)
• Abdomen: Datar, lembut, H/L tidak membesar, NT (-)
• Ekstremitas : tidak ada kelainan

Darah Rutin
 Hemoglobin : 9,3 g/dl
 Eritrosit : 4,0 juta/uL
 Leukosit : 9.600 mm3
 Hematokrit : 28,6 %
 Trombosit : 314.000 mm3
 MCV: 71,0
 MCH: 23,1
 MCHC: 32,5
 RDW: 16,4
 HJ : Basofil 0,4 % /Eosinofil 0,4 % /Segmen 77,4 %/ Limfosit 12,2 %/,
Monosit 9,6 %
Foto Thorax

 Hasil foto thorax:


- Cor tidak membesar, CTR < 50%
- Corakan bronkovaskuler bertambah
- Tampak bercak lunak di apex-lapang tengah dan bawah paru kanan serta
apex-lapang bawah paru kiri
 Kesan:
- Gambaran TB paru aktif
- Tidak tampak kardiomegali

VI. Diagnosis Banding


TB Paru BTA positif lesi luas kasus baru
Keganasan

VII. Diagnosis Kerja


TB paru BTA positif lesi luas kasus baru
VIII. Prognosis
Quo ad Vitam : ad bonam
Quo Ad Functionam : ad bonam

IX. Pengobatan
Umum
- Istirahat cukup
- Nutrisi yang baik

Khusus
- Regimen 2RHZE/4RH
OAT tunggal
Isoniazid tablet 300 mg 1 dd 1
Rifampisin tablet 450 mg 1 dd 1
Pirazinamid tablet 500 mg 2 dd 1
Ethambutol tablet 500 mg 2 dd 1
Atau OAT kombinasi
4 FDC tablet 1 dd 3
- Vit B6 tablet 10 mg 1 dd 1
- Domperidone tablet 10 mg 3 dd 1

R/ 4 FDC tablet No XC
S 1 dd 3 tablet
R/ Piridoksin tablet 10 mg No XXX
S 1 dd 1 tablet
R/ Domperidone tablet 10 mg No XXX
S 1 dd 1 tablet
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex.

Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
di dunia. Pada tahun 1992, World Health Organization (WHO) telah
mencanangkan TB sebagai Global Emergency. Jumlah kasus terbanyak berada
pada regio Asia Tenggara yaitu 35% dari seluruh kasus TB di dunia. Menurut
data WHO tahun 2009, terdapat lima negara dengan insidensi kasus TB terbanyak
yaitu India, China, Afrika Selatan, Nigeria, dan Indonesia.
Tuberkulosis merupakan penyebab kematian utama pada penderita HIV. Di
Afrika, HIV merupakan satu-satunya faktor utama yang menyebabkan
peningkatan insidens TB sejak tahun 1990.

Etiologi
Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis bersifat aerob, berbentuk batang lurus atau
sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Dinding M.tuberculosis
sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak tinggi dengan penyusun utama asam
mikolat, lilin kompleks, cord factor, polisakarida. Struktur dinding yang
kompleks menyebabkan M.tuberculosis tahan asam.

Gejala Klinis
a. Anamnesis
Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan
gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala
respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).
1. Gejala respiratori :
 Batuk ≥ 2 minggu
 Batuk darah
 Sesak napas
 Nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada
saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka
pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi
bronkus dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
2. Gejala Sistemik
 Demam
 Gejala sistemik lain, yaitu : malaise, keringat malam, anoreksia,
dan berat badan menurun.
3. Gejala TB Ekstraparu
Gejala TB ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis TB akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar
getah bening. Pada meningitis TB akan terlihat gejala meningitis. Pada pleuritis
TB terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga
pleuranya terdapat cairan.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik kelainan yang ditemukan tergantung dari organ yang
terlibat. Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit
sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah
lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta
daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara
lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
Pada pleuritis TB, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya
cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan redup atau pekak, pada auskultasi
suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis TB, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering
didaerah leher (pikirkan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.
Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess.

Patogenesis
a. Tuberkulosis Primer
Penularan terjadi karena kuman dibatukan atau dibersihkan keluar menjadi
droplet nuclei dalam udara bebas selama 1-2 jam,tergantung dari ada tidaknya
sinar ultra violet, ventilasi yang baik dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan
gelap, kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi
terhisap oleh oang sehat , ia akan menempel pada jalan napas atau paru-paru.
Kuman ddapat masuk lewat luka pada kulit atau mukosa tapi hal ini sangat jarang
terjadi.
Kuman yang menetap di jaringan paru, ia tumbuh dan berkembang biak
dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa ke organ tubuh lain. Kuman
yang bersarang tadi akan membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan
disebut sarang primer atau afek primer. Dari sarang primer akan timbul
peradangan saluran getah bening menuju illus (limfangitis lokal), dan juga diikuti
pembesaran kelenjar getah bening hillus (limfadenitis regional). Sarang primer +
limfangitis lokal + limfadenitis regional = kompleks primer.
Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :
1) Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat
2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas, berupa garis-garis fibrotik,
kalsifikasi di hillus atau kompleks (sarang) Ghon
3) Berkomplikasi dan menyebar secara :
a. Perkontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya
b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru yang
disebelahnya. Dapat juga kuman tertelan bersama tertelan besama sputum dan
ludah sehingga menyebar ke usus
c. Secara limfogen, ke organ tubuh lainnya
d. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.
Semua kejadian diatas tergolong ke dalam perjalanan tuberklosis primer.
b. Tuberkulosis Post-Primer
Kuman yang dorman pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-ahun
kemudian sebagai infeksi endoen menjadi tuberkulosis dewasa (Post-Primer).
Tuberkulosis Post-Primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio
atas paru-paru (bagian apikal posterior lobus superior atau inferior).Invasinya
adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiller paru. Sarang dini
ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang
ini menjadi tuberkelyakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan
sel Datia-Langhans (sel besar dengan banak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel
limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat.
Bergantung dari imunitas penderita,virulensi, jumlah kuman,sarang dapat
menjadi:
1) Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut
2) Sarang yang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dan menimbulkan
jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi lebih keras,
menimbulkan perkapuran dan akan sembuh delam bentuk perkapuran.

Gambar 1. Skema perkembangan sarang TB postprimer dan


perjalanan penyembuhannya
Pemeriksaan Penunjang
1. Darah rutin
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik
untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua sangat
dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan
nilai keseimbangan biologik penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu
respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi
tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar
limfosit bisa menggambarkan biologik/ daya tahan tubuh penderida , yaitu dalam
keadaan supresi / tidak
2. Pemeriksaan BTA
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan
dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau
lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Cara pengambilan
dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau dengan cara:
•Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
•Dahak Pagi ( keesokan harinya )
•Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
3. Biakan bakteri
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk
pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi.
4. Foto thorax
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
•Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
•Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
•Bayangan bercak milier
Penatalaksanaan
Tujuan Pengobatan TB adalah :
 Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan
produktivitas
 Mencegah kematian karena penyakit TB aktif atau efek lanjutannya
 Mencegah kekambuhan
 Mengurangi transmisi atau penularan kepada yang lain
 Mencegah terjadinya resistensi obat serta penularannya
Pengobatan TB terbagi menjadi 2 fase, yaitu fase intensif dan fase lanjutan.
Pada umumnya lama pengobatan adalah 6-8 bulan.
A. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Obat yang dipakai :
1. Jenis obat lini pertama adalah :
 INH
 Rifampisin
 Pirazinamid
 Etambutol
 Streptomisin
2. Jenis obat lini kedua adalah :
 Kanamisin
 Kapreomisin
 Amikasin
 Kuinolon
 Sikloserin
 Etionamid/Protionamid
 Para-Amino Salisilat (PAS)
 Obat-obatan yang efikasinya belum jelas (makrolid, amoksisilin
+ asam klavulanat, linezolid, clofazimin)
OAT lini kedua hanya digunakan untuk kasus resistensi obat, terutama TB
multidrug resistant (MDR). Beberapa obat seperti kapreomisin, sikloserin,
etionamid dan PAS belum tersedia di pasaran Indonesia tetapi sudah
digunakan pada pusat pengobatan TB-MDR.

B. Dosis OAT

Gambar 2. Jenis dan Dosis OAT

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang


penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari TB MDR. Pengembangan
strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioritas utama WHO.
International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO
menyarankan untuk menggantikan panduan obat tunggal dengan Kombinasi Dosis
Tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis OAT Kombinasi
Dosis Tetap berdasarkan WHO dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.

Gambar 3. Dosis OAT Kombinasi Dosis Tetap

Penentuan dosis terapi KDT 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah
ditentukan oleh WHO, merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam
batas dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat KDT tersebut,
apabila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit/dokter
spesialis paru/fasilitas yang mampu menanganinya.

C. Efek Samping OAT


Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek
samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu
pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan
selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek
samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT
dapat dilanjutkan.
1. Isoniazid (INH)
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi,
kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan
pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B
kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain ialah
menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra). Efek samping berat dapat
berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5% penderita. Bila terjadi
hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan
pedoman TB pada keadaan khusus.
2. Rifampisin
• Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simtomatik ialah :
- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-
kadang diare
- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
• Efek samping yang berat tapi jarang terjadi ialah :
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop
dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu
dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan
lagi walaupun gejalanya telah menghilang
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air
mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan
tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada penderita agar dimengerti dan
tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai
pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin)
dan kadangkadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini
kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat.
Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya
ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian
keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi
bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali
seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu
setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena
risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan
dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan
meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur penderita.
Risiko tersebut akan meningkat pada penderita dengan gangguan fungsi ekskresi
ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus),
pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat
segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan
maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan
keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba
disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan
ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang
mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu
maka dosis dapat dikurangi 0,25gr.
Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh
diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.

Gambar 4. Efek Samping OAT

D. Evaluasi Pengobatan
Evaluasi penderita meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan efek
samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.
 Evaluasi klinik
• Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan
selanjutnya setiap 1 bulan
• Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta
ada tidaknya komplikasi penyakit
• Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik.

 Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9)


• Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
• Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
- Sebelum pengobatan dimulai
- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
- Pada akhir pengobatan
• Bila ada fasiliti biakan : pemeriksaan biakan (0 - 2 – 6/9)
 Evaluasi radiologik (0 - 2 – 6/9)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
• Sebelum pengobatan
• Setelah 2 bulan pengobatan
• Pada akhir pengobatan
 Evaluasi penderita yang telah sembuh
Penderita TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal
dalam 2 tahun pertama setelah sembuh untuk mengetahui terjadinya
kekambuhan. Yang dievaluasi adalah mikroskopik BTA dahak dan foto
toraks.

E. Pengobatan TB pada Hepatitis Imbas Obat ( Drug Induced Hepatitis)


Hepatitis Imbas Obat ( Drug Induced Hepatitis ) adalah kelainan fungsi hati
akibat penggunaan obat-obat hepatotoksik. Tatalaksana hepatitis imbas obat
tergantung pada :
 Fase pengobatan TB (tahap awal atau lanjutan)
 Beratnya gangguan pada hepar
 Beratnya penyakit TB
 Kemampuan atau kapasitas pelayanan kesehatan dalam tatalaksana efek
samping akibat OAT
 Penatalaksanaan :
- Bila klinis (+) [ ikterik (+), gejala mual, muntah (+)]  OAT stop
- Bila gejala (+) dan SGOT, SGPT ≥ 3 kali  OAT stop
- Bila gejala klinis (-), laboratorium terdapat kelainan :
Bilirubin > 2  OAT stop
SGOT, SGPT ≥ 5 kali  OAT stop
SGOT, SGPT ≥ 3 kali  teruskan pengobatan dengan pengawasan
Pengobatan TB dihentikan menunggu sampai fungsi hepar kearah normal
dan gejala klinik ( mual atau nyeri perut ) menghilang maka OAT dapat diberikan
kembali. Apabila tidak memungkinkan untuk melakukan tes fungsi hepar maka
sebaiknya menunggu 2 mingu lagi setelah kuning atau jaundice dan nyeri/tegang
perut menghilang sebelum diberikan OAT kembali.
Apabila hepatitis imbas obat telah teratasi maka OAT dapat dicoba satu
persatu. Pemberian obat sebaiknya dimulai dengan rifampisin yang jarang
menyebabkan hepatotoksik dibandingkan isoniazid atau pirazinamid. Setelah 3-7
hari baru isoniazid diberikan. Pasien dengan riwayat jaundice tetapi dapat
menerima rifampisin dan isoniazid sebaiknya tidak lagi mendapatkan pirazinamid.
Jika terjadi hepatitis pada fase lanjutan dan hepatitis sudah teratasi maka
OAT dapat diberikan kembali (isoniazid dan rifampisin) untuk menyelesaikan
fase lanjutan selama 4 bulan.

Komplikasi
Pada pasien TB dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum
pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan.
Beberapa komplikasi yang mungkin timbul adalah : batuk darah, pneumotoraks,
gagal napas, atau gagal jantung. Pada keadaan komplikasi harus dirujuk ke
fasilitas yang memadai.
\
DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia.


Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2011.
2. Wardhani DP, Uyainah A. Tuberkulosis Paru. Dalam: Soemasto AS,
Amelz H, Junadi P, Mansyur M, Saleh CA, Muslim R, Roosyana, eds.
Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Edisi IV. Jakarta: Media Aesculapius;
2014. hal. 828-32.

Anda mungkin juga menyukai