Anda di halaman 1dari 29

EFUSI PLEURA

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

Nama Penderita : MF Ruang : X No.Cat. Med : 513126


Jenis kelamin : Laki-laki Umur : 21 tahun Agama : Islam
Jabatan/Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Jl. BPK Suhaya I No 79/94 RT 2/5 Bandung

Dikirim oleh : Poliklinik Tgl.Dirawat : 2-09-2017 Jam: 09.00 WIB


Tgl. Diperiksa (Co-Ass) : 4-09-2017
Tgl. Keluar : 7-09-2017 Jam:12.00
Keadaan waktu pulang : sembuh/perbaikan/pulang paksa/lain-lain
Penderita meninggal pada tgl.: - Jam : -

Diagnosa/Diagnosa Kerja :
Dokter : Efusi Pleura
Co-Ass : Efusi Pleura Bilateral ec Suspek TB

A. ANAMNESA (Auto/Hetero)

KELUHAN UTAMA : Sesak Nafas

ANAMNESIS KHUSUS :
Pasien mengeluh sesak nafas sejak 1 minggu yang lalu, keluhan sesak
nafas dirasakan terus menerus, semakin bertambah berat. Sesak nafas tidak
berhubungan dengan aktivitas. Keluhan sesak tidak diperburuk oleh cuaca dingin,
debu, maupun makanan tertentu. Keluhan sesak tidak disertai mengi. Pasien
mengaku lebih nyaman tidur berbaring ke kiri. Keluhan sesak nafas tidak disertai
adanya bengkak pada kedua kelopak mata yang timbul pada pagi hari dan
berkurang pada sore hari.
Keluhan didahului adanya batuk sejak 3 minggu yang lalu. Batuk disertai
dahak berwarna putih. Keluhan juga didahului adanya panas badan tidak terlalu
tinggi yang hilang timbul, keringat yang banyak pada malam hari, penurunan
nafsu makan dan penurunan berat badan hingga 6 kg.
Pasien sudah berobat ke Kesdim kemudian diberikan obat batuk dan
penurun panas namun keluhan tidak membaik. Pasien baru pertama kali
mengalami keluhan seperti ini. Riwayat kontak dengan penderita batuk lama tidak
ada. Tidak ada riwayat penyakit hipertensi dan diabetes mellitus.

a. Keluhan keadaan umum


Panas badan : Ada
Nafsu makan : Ada, menurun
Tidur : Tidak ada
Edema : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada
Haus : Tidak ada
Berat badan : Ada, menurun 6 kg
b. Keluhan organ kepala
Penglihatan : Tidak ada
Hidung : Tidak ada
Lidah : Tidak ada
Gangguan menelan : Tidak ada
Pendengaran : Tidak ada
Mulut : Tidak ada
Gigi : Tidak ada
Suara : Tidak ada
c. Keluhan organ di leher
Rasa sesak di leher : Tidak ada
Pembesaran kelenjar : Tidak ada
Kaku duduk : Tidak ada
d. Keluhan organ di thorax
Sesak napas : Ada
Sakit dada : Tidak ada
Napas berbunyi : Tidak ada
Batuk : Ada
Jantung berdebar : Tidak ada
e. Keluhan organ perut
Nyeri lokal : Tidak ada
Nyeri tekan : Tidak ada
Nyeri seluruh perut : Tidak ada
Nyeri berhubungan dengan :
-Makanan : Tidak ada
-BAB : Tidak ada
-Haid : Tidak ada
Perasaan tumor di perut : Tidak ada
Muntah-muntah : Tidak ada
Diare : Tidak ada
Obstipasi : Tidak ada
Tenesmus ad anum : Tidak ada
Perubahan dalam b.a.b : Tidak ada
Perubahan dalam miksi : Tidak ada
Perubahan dalam haid : Tidak ada
f. Keluhan tangan dan kaki
Rasa kaku : Tidak ada
ANAMNESIS
Rasa lelah : Tidak ada
TAMBAHAN :
Nyeri otot / sendi : Tidak ada
Kesemutan / baal
Gizi : Kualitas :: Cukup
Tidak ada
FrakturKwantitas : Cukup
Tidak ada
Nyeri belakang
Penyakit sendi lutut
menular :: Tidak
Tidak ada
ada
Nyeri tekan
Penyakit turunan :: Tidak
Tidak ada
ada
Luka/bekas
Ketagihan luka :: Tidak
Tidak ada
ada
Bengkak
Penyakit venerik :: Tidak
Tidak ada
ada
g. Keluhan-keluhan lain
Kulit : Tidak ada
Ketiak : Tidak ada STATUS
PRAESEN :
Keluhan kelenjar limfe : Tidak ada I. KESAN
Keluhan kelenjar endokrin : UMUM
Tiroid : Tidak ada
a Haid
Keadaan umum : Tidak ada
. D.M : Tidak ada
Kesadarannya
Lain-lain ::Tidak
Composmentis
ada
Watak : kooperatif
Kesan sakitnya : tampak sakit sedang
Pergerakan : Tidak terbatas
Tidur : Terlentang dengan 1 bantal
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 42 kg
Keadaan gizi :
- Gizi kulit : kurang
- Gizi otot : kurang
Bentuk badan : astenikus
Umur yang ditaksir : sesuai
Kulit : turgor kembali cepat

Keadaan sirkulasi
Tekanan darah kanan : 100/60 mmHg kiri : 100/60 mmHg
Nadi kanan : 100 x/menit,regular,equal,isi cukup
Nadi kiri : 100 x/menit,regular,equal,isi cukup
0
Suhu : 37,6 C
Keringat dingin : tidak ada Sianosis : Tidak ada

Keadaan pernapasan
Tipe : Abdomino thorakal
Frekuensi : 28 x/menit
Corak : Normal
Hawa/bau nafas : Tidak ada kelainan
Bunyi nafas : Tidak ada kelainan

II. PEMERIKSAAN KHUSUS


a. Kepala
1. Tengkorak
- inspeksi : Simetris
- palpasi : Tidak ada kelainan
2. Muka
- inspeksi : Simetris
- palpasi : Tidak ada kelainan
3. Mata
- letak : Simetris
- kelopak mata : Tidak ada kelainan
- kornea : Tidak ada kelainan
- pupil : Bulat, isokor
- reaksi konvergensi : +/+
- Sklera : Ikterik -/-
- Pergerakaan : Normal, ke segala arah
- Konjungtiva : Anemis -/-
- Iris : Tidak ada kelainan
- Reaksi cahaya : Direk +/+ indirek +/+
- Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Telinga
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada kelainan
Pendengaran : Tidak ada kelainan
5. Hidung
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Sumbatan : Tidak ada
Ingus : Tidak ada
6. Bibir
Sianosis : Tidak ada
Kheilitis : Tidak ada
Stomatitis angularis : Tidak ada
Rhagaden : Tidak ada
Perleche : Tidak ada

7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
7. Gigi dan gusi
7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

8. Lidah
Besar : Tidak ada kelainan
Pergerakan : Tidak ada kelainan
Bentuk : Tidak ada kelainan
Permukaan : basah, bersih
9. Rongga mulut
Hiperemis : Tidak ada
Lichen : Tidak ada
Aphtea : Tidak ada
Bercak : Tidak ada

10. Rongga leher


Selaput lendir : Tidak ada kelainan
Dinding belakang pharinx : Tidak hiperemis
Tonsil : T1-T1 tenang

b. Leher
1. Inspeksi
 Trakea : Tidak ada kelainan, deviasi (-)
 Gld. Tiroid : Tidak terlihat membesar
 Pembesaran vena : Tidak terlihat
 Pulsasi vena leher : Tidak terlihat
 Tekanan vena : JVP Tidak meningkat
2. Palpasi
 Kel. getah bening : Tidak teraba
 Kel. tiroid : Tidak teraba
 Tumor : Tidak ada
 Otot leher : Tidak ada kelainan
 Kaku kuduk : Tidak ada
c. Ketiak
- Inspeksi
 Rambut ketiak : Tidak ada kelainan
 Tumor : Tidak ada

- Palpasi
 Kel. Getah bening : Tidak teraba
 Tumor : Tidak ada
d. Pemeriksaan Thorax
Thorax depan
Inspeksi
Bentuk umum : asimetris, thorax kiri terlihat lebih cembung
Diameter frontal dan sagital: Ǿ frontal < Ǿ sagital
Sudut epigastrium : < 900
Sela iga : Tidak ada kelainan
Pergerakan : asimetris, thorax kiri tertinggal
Muskulatur : Tidak ada kelainan
Kulit : Tidak ada kelainan
Tumor : Tidak terdapat benjolan
Ictus cordis : Tidak terlihat
Pulsasi lain : Tidak ada
Pelebaran vena : Tidak terlihat

Palpasi
Kulit : Tidak ada kelainan
Muskulatur : Tidak ada kelainan
Mammae : Tidak ada kelainan
Sela iga : melebar mulai ICS IV sinistra
Paru-paru Kanan Kiri
- Pergerakan : Normal Tertinggal
- Vokal fremitus : Normal Menurun

Iktus cordis : teraba


- Lokalisasi : ICS V 2 jari ke medial linea
midclavicularis sinistra
- Intensitas : Tidak kuat angkat
- Pelebaran : Tidak ada
- Thrill : Tidak ada
Perkusi
- Paru-paru kanan Kiri
Suara perkusi : Dull mulai ICS VI Dull mulai dari ICS IV
Batas paru hepar : ICS V LMCD
Peranjakan : 1 sela iga

- Jantung
Batas atas : ICS II Linea parasternalis sinistra
Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
Batas kiri : tidak dapat ditentukan
Auskultasi
- Paru-paru Kanan Kiri
Suara pernafasan pokok : VBS VBS menurun mulai ICS IV
Suara tambahan : ronkhi -/-, wheezing -/-
Vokal resonasi : Normal Menurun mulai ICS IV
- Jantung
Irama : regular
Bunyi jantung pokok : M1 > M2; P1 < P2
T1 > T2 A2 > P2 A1 < A2
Bunyi jantung tambahan : Tidak ada
Bising jantung : Tidak ada
Bising gesek jantung : Tidak ada

Thorax belakang
Inspeksi
Bentuk : asimetris
Pergerakan : asimetris
Kulit : Tidak ada kelainan
Muskulatur : Tidak ada kelainan
Palpasi Kanan Kiri
Sela iga : Tidak ada kelainan
Muskulatur : Tidak ada kelainan
Vocal fremitus : Normal Menurun

Perkusi Kanan Kiri


Batas bawah : Vertebra Th. X Vertebra Th. XI
Peranjakan : 1 sela iga

Auskultasi Kanan Kiri


Suara pernafasan : VBS VBS menurun
Suara tambahan : ronkhi -/-, wheezing -/-
Vokal resonasi : Normal Menurun

e. Abdomen
Inspeksi
Bentuk : datar
Kulit : Tidak ada kelainan, spider nevi (-)
Otot dinding perut : Tidak ada kelainan
Pergerakan waktu nafas: Tidak ada kelainan
Pergerakan usus : Tidak terlihat
Pulsasi : Tidak ada
Venektasi : Tidak ada

Palpasi
Dinding : lembut
Nyeri tekan lokal : Tidak ada
Nyeri tekan difus : Tidak ada
Nyeri lepas : Tidak ada
Defance muskuler : Tidak ada
Hepar : Tidak teraba
Besar :-
Konsistensi :-
Permukaan :-
Tepi :-
Nyeri tekan :-
Lien : Tidak teraba, ruang traube kosong
Perbesaran :-
Konsistensi :-
Permukaan :-
Insisura :-
Nyeri tekan :-
Tumor/massa : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
Nyeri tekan : -/-

Perkusi :
Suara perkusi : thympani
Ascites
- pekak samping : Tidak ada
- pekak pindah : Tidak ada
- fluid wave : Tidak ada
Auskultasi
Bising usus : (+) normal
Bruit : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada

f. CVA (Costo-vertebra angel) : nyeri ketok -/-


g. Lipat paha:
Inspeksi : Tumor : Tidak ada
Kel. Getah bening : Tidak ada
Hernia : Tidak ada
Palpasi: Tumor : Tidak ada
Kel. Getah Bening : Tidak teraba membesar
Hernia : Tidak ada
Pulsasi A. femoralis : Tidak ada
Auskultasi: A. femoralis : Tidak dilakukan pemeriksaan
h. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
i. Sakrum : Tidak dilakukan pemeriksaan
j. Rectum & Anus : Tidak dilakukan pemeriksaan
k. Kaki & Tangan
Inspeksi: Bentuk : Tidak ada kelainan
Pergerakan : Tidak terbatas
Kulit : Tidak ada kelainan
Otot-otot : Tidak ada
Edema : Tidak ada
Clubbing finger : Tidak ada
Palmar eritem : Tidak ada
Palpasi: Nyeri tekan : Tidak ada
Tumor : Tidak ada
Edema : Tidak ada
Pulsasi arteri : ada
l. Sendi-sendi
Inspeksi: Kelainan bentuk : Tidak ada kelainan
Tanda radang : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
Palpasi: Nyeri tekan : Tidak ada
Fluktuasi : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
m. Neurologik:
Reflek fisiologik - KPR : +/+
- APR : +/+
Refleks patologik : -/-
Rangsangan meningen :-
Sensorik : Ada

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. DARAH RUTIN
HEMATOLOGI
- Hemoglobin : 12.1 g/dl
- Eritrosit : 4.0 x 106/uL
- Leukosit : 5.2 x 103/uL
- Hematokrit : 29.5 %

- Trombosit : 465 x 103/uL


MCV,MCH,MCHC
- MCV : 83.9 fL
- MCH : 28.1 Pq
- MCHC : 33.5 g/dL
- RDW : 12.7 %
HITUNG JENIS
- Basofil : 0.0 %
- Eosinofil : 0.0 %
- Neutrofil Segmen : 64.1 %
- Limfosit : 18,7 %
- Monosit : 17,2 %

LED 1 jam : 30
LED 2 jam : 42

B. FOTO THORAX
Hasil foto Thorax :
Cor sulit dinilai, batas kiri berselubung
Sinus & diafragma bilateral berselubung
Pulmo :
Tampak bercak lunak di apex – lapang tengah paru bilateral
Tampak perselubungan opak homogen di hemithorax bilateral

Kesan :
Efusi pleura bilateral
Tidak tampak kardiomegali

RESUME

Anamnesis :
Pasien mengeluh sesak nafas sejak 1 minggu yang lalu, keluhan sesak
nafas dirasakan terus menerus, semakin bertambah berat. Sesak nafas tidak
berhubungan dengan aktivitas. Keluhan sesak tidak diperburuk oleh cuaca dingin,
debu, maupun makanan tertentu. Keluhan sesak tidak disertai mengi. Pasien
mengaku lebih nyaman tidur berbaring ke kiri. Keluhan sesak nafas tidak disertai
adanya bengkak pada kedua kelopak mata yang timbul pada pagi hari dan
berkurang pada sore hari.
Keluhan didahului adanya batuk sejak 3 minggu yang lalu. Batuk disertai
dahak berwarna putih. Keluhan juga didahului adanya panas badan tidak terlalu
tinggi yang hilang timbul, keringat yang banyak pada malam hari, penurunan
nafsu makan dan penurunan berat badan hingga 6 kg.
Pasien sudah berobat ke Kesdim kemudian diberikan obat batuk dan
penurun panas namun keluhan tidak membaik. Pasien baru pertama kali
mengalami keluhan seperti ini. Riwayat kontak dengan penderita batuk lama tidak
ada. Tidak ada riwayat penyakit hipertensi dan diabetes mellitus.
Pemeriksaan Fisik :
-Kesadaran : compos mentis -Kesan sakit : Sakit ringan
-Tekanan Darah : 100/60 mmHg -Nadi : 100x/menit
-Respirasi : 28x/menit -Suhu : 37,6°C

Thorax :
 Pulmo :
Inspeksi : asimetris, bentuk dan pergerakan thorax sinistra tertinggal
Palpasi : Sela iga kiri melebar mulai ICS IV
Vocal Fremitus kiri menurun mulai ICS IV
Perkusi : Dull mulai dari ICS IV sinistra , dan Dull mulai ICS VI
dextra
Auskultasi : VBS kiri menurun mulai ICS IV
Vocal resonance kiri menurun mulai ICS IV

Pemeriksaan Penunjang :
Hasil foto Thorax :
Cor sulit dinilai, batas kiri berselubung
Sinus & diafragma bilateral berselubung
Pulmo :
Tampak bercak lunak di apex – lapang tengah paru bilateral
Tampak perselubungan opak homogen di hemithorax bilateral

Kesan :
Efusi pleura bilateral
Tidak tampak kardiomegali
DIAGNOSIS DIFFERENSIAL
1. Efusi Pleura Bilateral ec Suspek TB
2. Efusi Pleura Bilateral ec non TB

DIAGNOSIS KERJA
Efusi Pleura Bilateral ec Suspek TB

USUL PEMERIKSAAN
- Pemeriksaann sputum
- Analisa cairan pleura
Makroskopis : Warna, kekeruhan
Mikroskopis : Jumlah sel,hitung jenis sel
Biokimiawi : BJ,PH,Protein,glukosa,rivalta
- Adenosin Deaminase (ADA) cairan pleura

PENATALAKSANAAN

PENGOBATAN PLEURITIS EKSUDATIVA TB (EFUSI PLEURA TB)


Non Farmakologi:
-Torakosentesis
Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap
kali aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang dari pada satu kali
Aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema
paru akut.

Farmakologi
-Obat OAT
Panduan Obat 2RHZE/4RH
Dosis OAT
• Rifampisin :10 mg/ kg BB, dosis maksimal 600mg atau :
BB > 60 kg : 600 mg
BB 40-60 kg : 450 mg
BB < 40 kg : 300 mg
• INH 5 mg/kg BB/hari, 10 mg /kg BB/kali 3x seminggu, dosis maksimal 300mg
atau:
BB > 60 kg : 300 mg
BB 40-60 kg : 300 mg
BB < 40 kg : 300 mg
• Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kg BB/hari, 35 mg/kg BB/kali 3x seminggu
semingggu, atau :
BB > 60 kg : 1500 mg
BB 40-60 kg : 1 000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
• Etambutol : fase intensif 15 mg /kg BB/hari, 30mg/kg BB/kali 3x seminggu
atau:
BB >60kg : 1500 mg
BB 40 -60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg

Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori I

Fase Intensif Fase Lanjutan


2-3 bulan 4 bulan
Berat Badan
Harian Harian 3x/minggu
(RHZE) (RH) (RH)
150/75/400/275 150/75 150/150
30-37 2 2 2
38-54 3 3 3
55-70 4 4 4
>70 5 5 5

Resep
R/ Rifampisin tab 450 mg no. XXX atau R/ 4KDT tab no. XC
S 1 dd I S 1 dd III
R/ Isoniazid tab 300 mg no. XXX
S 1 dd I
R/ Pirazinamid tab 500 mg no. LX
S 1 dd II
R/ Etambutol tab 500 mg no. LX
S 1 dd II
R/ Piridoksin tab 10 mg no. XXX
S 1 dd I

PROGNOSIS

Quo ad vitam : ad bonam


Quo ad functionam : dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN
Pleura adalah membra tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan
parietalis. Pleura dan rongga pleura dapat menjadi tempat sejumlah gangguan
yang menghambat pengembangan paru-paru atau alveolus atau keduanya. Reaksi
ini dapat diakibatkan penekanan pada paru-paru akibat penimbunan udara, cairan
darah atau nanah dalam rongga pleura. Nyeri akibat peradangan atau fibrosis
pleura juga dapat menyebabkan pembatasan pengembangan dada.
Salah satu gangguan pada pleura yaitu berupa efusi pleura dimana terjadi
peningkatan jumlah cairan dalam rongga pleura yang normalnya berisi sekitar 10-
200 ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecali pada
cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.
Etiologi terjadinya efusi pleura bermacam-macam, yaitu : tuberkulosis paru
(merupakan penyebab yang palng sering di Indonesia), penyakit primer pada
pleura, penyakit penyakit sistemik dan keganasan baik pada pleura maupun diluar
pleura.
ANATOMI PLEURA
Pleura visceralis dan parietalis bersatu di daerah hillus arteri dan mengadakan
penetrasi dengan cabang utama bronkhus, arteri dan vena bronkhialis, serabut
saraf dan pembuluh limfe.Rongga pleura terletak antara paru dan dinding thoraks.
Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial,jaringaan ikat,Dan
dalam keadaan normal, berisikan lapisan cairan yan sangat tipis. Rongga pleura
dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi sebagai sistem transmisi antara paru
dan dinding thorak. Membran serosa yang membungkus parekim paru disebut
pleura viseralis,sedangkan membran serosa yang melapisi dinding
thorak,diafragma,dan mediatinum disebut pleura parietalis.
Seluruh jaringan tersebut memisahkan paru-paru dari dinding dada dan
mediastinum. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus paru. Dalam hal ini,
terdapat perbedaan antara pleura viseralis dan parietalis,di antaranya :
 Pleura visceralis :
 Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis
<30 µm
 Di antara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit
 Di bawah sel-sel mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi
fibrosit dan histiosit
 Di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan
serat-serat elastik
 Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang
banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari a. Pulmonalis dan a.
Brakhialis serta pembuluh limfe
 Menempel kuat pada jaringan paru
 Fungsinya untuk mengabsorbsi cairan pleura
 Pleura parietalis :
 Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat
(kolagen dan elastis)
 Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a.
Intercostalis dan a. Mamaria interna, pembuluh limfe, dan banyak
reseptor saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan
temperatur. Keseluruhan berasal n. Intercostalis dinding dada dan
alirannya sesuai dengan dermatom dada
 Mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya
 Fungsinya untuk memproduksi cairan pleura

PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan (transudat) ke dalam rongga
pleura tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh saluran limfe, sehingga terjadi
keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi, tiap harinya diproduksi cairan kira-
kira 16,8 ml (pada orang dengan berat badan 70 kg). Kemampuan untuk
reabsorpsinya dapat meningkat sampai 25 kali. Apabila antara produk dan
reabsrpsinya tidak seimbang (produksinya meningkat atau reabsorpsinya
menurun) maka akan timbul efusi pleura.
Diketahui bahwa cairan masuk kedalam rongga melalui pleura parietal dan
selajutnya keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura visceralis
melalui sistem limfatik dan vaskular. Pergerakan cairan dari pleura parietalis
kepleura visceralis dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan
tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi oleh sistem limfatik dan
hanya seagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang
memudahkan penyerapan cairan pada leura visceralis adalah terdapatnya banya
mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial.
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi bila :
1. Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan
pembentukan cairan leura melalui pengaruh terhdaphukum Starling.
Keadaan ni dapat terjadi pada gagaljantung kanan, gagal jantung kiri dan
sindroma vena kava superior.
2. Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada atelektasis,
baik karena obstruksi bronkus atau penebalan pleura visceralis
3. Meningkatnya kadar protein dalam cairan leura dapat menarik lebih
banyak cairan masuk ke dalam rongga pleura
4. Hipoproteinemi seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan
transudasi cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura
5. Obstruksi dari saluran limfe pada pleura parietalis. Saluran limfe bermuara
pada vena untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena sistemik akan
menghambat pengosongan cairan limfe.

ETIOLOGI
A. Berdasarkan jenis cairan
Kalau seorang pasien ditemukan menderita efusi pleura, kita harus berupaya untuk
menemukan penyebabnya. Ada banyak macam penyebab terjadinya pengumpulan
cairan pleura. Tahap yang pertama adalah menentukan apakah pasien menderita
efusi pleura jenis transudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif terjadi kalau
faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura
mengalami perubahan.
Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan
dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan.
Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran
kadar Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan pleura. Efusi
pleura eksudatif memenuhi paling tidak salah satu dari tiga kriteria berikut ini,
sementara efusi pleura transudatif tidak memenuhi satu pun dari tiga kriteria ini :
1. Protein cairan pleura / protein serum > 0,5
2. LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6
3. LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang
normal di dalam serum.
PARAMETER TRANSUDAT EKSUDAT
Warna Jernih Jernih,keruh,berdarah
Bj < 1,016 > 1,016
Jumlah set Sedikit Banyak (> 500 sel/mm2)
Jenis set PMN < 50 % PMN < 50 %
Rivalta Negatif Positif
Glukosa > 60 mg/dl (=GD < 60 mg/dl (bervariasi)
Protein plasma) > 2,5 g/dl
Rasio protein T-E / < 2,5 g/dl >0,5
plasma <0,5 >200 IU/dl
LDH <200 IU/dl >0,6
Rasio,LDH T-E / plasma <0,6

Efusi pleura berupa :


a. Eksudat, disebabkan oleh :
1. Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie, Rickettsia,
Chlamydia. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-
6000/cc. Gejala penyakit dapat dengan keluhan sakit kepala, demam,
malaise, mialgia, sakit dada, sakit perut, gejala perikarditis. Diagnosa
dapat dilakukan dengan cara mendeteksi anti bodi terhadap virus dalam
cairan efusi.
2. pleuritis karena bakteri piogenik : permukaan pleura dapat ditempeli oleh
bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara
hematogen. Bakteri penyebab dapat merupakan bakteri aerob maupun
anaerob (Streptococcus pneumonie, Staphylococcus aureus, Pseudomonas,
Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, bakteriodes, Fusobakterium, dan
lain-lain). Penatalaksanaan dilakukan dengan pemberian antibotika
ampicillin dan metronidazol serta mengalirkan cairan infus yang terinfeksi
keluar dari rongga pleura.
3. Pleuritis karena fungi penyebabnya : Aktinomikosis, Aspergillus,
Kriptococcus, dll. Efusi timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat
terhadap organisme fungi.
4. Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi
melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening.
Dapat juga secara hemaogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral.
Timbulnya cairan efusi disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari
jaringan nekrosis perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada
didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbukan reaksi hipersensitivitas
tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada
hemithoraks kiri dan jarang yang masif. Pada pasien pleuritis tuberculosis
ditemukan gejala febris, penurunan berat badan, dyspneu, dan nyeri dada
pleuritik.
5. Efusi Pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-
paru, mammae, kelenjar limfe, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi
bilateral dengan ukuran jantung yang tidak membesar. Patofisiologi
terjadinya efusi ini diduga karena :
 Infasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan
terjadi kebocoran kapiler.
 Invasi tumor ke kelenjar limfe aru-paru dan jaringan limfe pleura,
bronkhopulmonary, hillus atau mediastinum, menyebabkan
gangguan aliran bailk sirkulasi.
 Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan
negatif intra pleural, sehingga menyebabkan transudasi. Cairan
pleura yang ditemukan berupa eksudat dan kadar glukosa dalam
cairan pleura tersebut mungkin menurun jika beban tumor dalam
cairan pleura cukup tinggi. Diagnosis dibuat melalui pemeriksaan
sitologik cairan pleura dan tindakan biopsi pleura yang
menggunakan jarum (needle biopsy).
6. Efusi Parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia
bakteri, abses paru atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah
dijumpai predominan sel-sel PMN dan pada beberapa penderita cairannya
berwarna purulen (empiema). Meskipun pada beberapa kasus efusi
parapneumonik ini dapat diresorpsis oleh antibiotik, namun drainage
kadang diperlukan pada empiema dan efusi pleura yang terlokalisir.
Menurut Light, terdapat 4 indikasi untuk dilakukannya tube thoracostomy
pada pasien dengan efusi parapneumonik :
 Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam kavum
pleura
 Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada cairan
pleura
 Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl
 Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah
daripada nilai pH bakteri
Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi
parapneumonik yang mengalir bebas dapat berkumpul hanya dalam
waktu beberapa jam saja.
7. Efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri, abses paru atau
bronkhiektasis
8. Efusi pleura karena penyakit kolagen : SLE, Pleuritis Rheumatoid,
Skleroderma
9. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi
parapneumonik.
b. Transudat, disebabkan oleh :
1. Gangguan kardiovaskular
Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab
lainnya adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior.
Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik
dan tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada
pleura parietalis. Di samping itu peningkatan tekanan kapiler pulmonal akan
menurunkan kapasitas reabsorpsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah
bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongg
pleura dan paru-paru meningkat.
Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada dapat juga
menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Tapi yang agak sulit menerangkan
adalah kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan.
Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi
dengan istirahat, digitalis,diuretik dll, efusi pleura juga segera menghilang.
Kadang-kadang torakosentesis diperlukan juga bila penderita amat sesak.
2. Hipoalbuminemia
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura
dibandingkan dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan
bilateral dan cairan berifat transudat. Pengobatan adalah dengan
memberikan diuretik dan restriksi pemberian garam. Tapi pengobatan yang
terbaik adalah dengan memberikan infus albumin.
3. Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui
lubang kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi
biasanya di sisi kanan dan biasanya cukup besar untuk menimbulka dyspneu
berat. Apabila penatalaksanaan medis tidak dapat mengontrol asites dan
efusi, tidak ada alternatif yang baik. Pertimbangan tindakan yang dapat
dilakukan adalah pemasangan pintas peritoneum-venosa (peritoneal venous
shunt, torakotomi dengan perbaikan terhadap kebocoran melalui bedah, atau
torakotomi pipa dengan suntikan agen yang menyebakan skelorasis.
4. Meig’s Syndrom
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita
dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan
sindrom serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor
ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis. Asites
timbul karena sekresi cairan yang banyak oleh tumornya dimana efusi
pleuranya terjadi karena cairan asites yang masuk ke pleura melalui porus di
diafragma. Klinisnya merupakan penyakit kronis.
5. Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi
unilateral ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga
peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti
dengan samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan dialisat.
c. Darah
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb pada
hemothoraks slalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak
yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena
faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukn pleura.
Bila darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah tersebut berasal dari
trauma dinding dada.
B. Berdasarkan kuman penyebab
I. Mycobacterium Tuberculosis
a. Bakteriologi
Penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini adalah
sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 µm dan tebal
03-0,6 µm. Kuman ini tahan terhadap asam dikarenakan kandungan asam
lemak (lipid) di dindingnya. Kuman ini dapat hidup pada udara kering
maupun dingin. Hal ini karena kuman berada dalam sifat dormant yang
suatu saat kuman dapat bangkit kembali dan aktif kembali.
Kuman ini hidup sebagai parasit intraseluler didalam sitoplasma makrofag.
Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenaginya
karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat
ini menunjukan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi
kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal
paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian apikal
inibmerupakan predileksi penyakt tuberkulosis.
b. Patogenesis
- Tuberkulosis Primer
Penularan terjadi karena kuman dibatukan atau dibersihkan keluar
menjadi droplet nuclei dalam udara bebas selama 1-2 jam,tergantung
dari ada tidaknya sinar ultra violet, ventilasi yang baik dan kelembaban.
Dalam suasana lembab dan gelap, kuman dapat tahan berhari-hari
sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi terhisap oleh oang sehat , ia
akan menempel pada jalan napas atau paru-paru. Kuman ddapat masuk
lewat luka pada kulit atau mukosa tapi hal ini sangat jarang terjadi.
Kuman yang menetap di jaringan paru, ia tumbuh dan berkembang biak
dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa ke organ tubuh lain.
Kuman yang bersarang tadi akan membentuk sarang tuberkulosis
pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer. Dari sarang
primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju illus
(limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening
hillus (limfadenitis regional). Sarang primer + limfangitis lokal +
limfadenitis regional = kompleks primer.
Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :
1) Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat
2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas, berupa garis-garis
fibrotik, kalsifikasi di hillus atau kompleks (sarang) Ghon
3) Berkomplikasi dan menyebar secara :
a. Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya
b. Secara bronkogen pada paru ysng bersangkutan maupun
paru yang disebelahnya. Dapat juga kuman tertelan bersama
tertelan besama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus
c. Secara limfogen, ke organ tubuh lainnya
d. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.
Semua kejadian diatas tergolong ke dalam perjalanan tuberklosis primer.
- Tuberkulosis Post-Primer
Kuman yang dorman pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-ahun
kemudian sebagai infeksi endoen menjadi tuberkulosis dewasa (Post-
Primer). Tuberkulosis Post-Primer ini dimulai dengan sarang dini yang
berlokasi di regio atas paru-paru (bagian apikal posterior lobus superior
atau inferior).Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke
nodus hiller paru. Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang
pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkelyakni
suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans
(sel besar dengan banak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan
bermacam-macam jaringan ikat.
Bergantung dari imunitas penderita,virulensi, jumlah kuman,sarang dapat
menjadi:
1) Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut
2) Sarang yang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dan
menimbulkan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi
lebih keras, menimbulkan perkapuran dan akan sembuh delam bentuk
perkapuran.
 Rifampisin (R)
Bakterisida,membunuh kuman semi dorman yang tidak
daat dibunuh oleh Isoniazid. Dosis harian maupun dosis
intermitten 3 kali seminggu = 10 mg/kgBB
 Pirazinamid (Z)
Bakterisida, membunuh kuman di dalam sl dengan suasana
asam. Dosis harian = 25 mg/kgBB, Dosis intermitten 3 kali
seminngu 35 mg/kgBB
 Etambutol (E)
Bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kgBB.
Dosis intermiten 3 kali seminggu = 30 mg/kgBB
 Streptomisin (S)
Bakterisida. Dosis harian ataupun dosis intermitten 3 kali
seminggu = 15 mg/kgBB. Penderita berumur sampai 60
tahun, dosisnya 0,75 mg/kgBB.Penderita berumur > 60
tahun dosisnya 0,5 mg/kgBB.
k. Panduan OAT di Indonesia
Kategori I : 2HRZE/4HR
Diberikan untuk :
 Penderita baru TBC paru BTA (+)
 Penderita TBC paru BTA (-) Roentgen (+) yang sakit berat
 Penderita TBC ekstra paru berat

Anda mungkin juga menyukai