Anda di halaman 1dari 21

PEMBAHASAN

pada Bedah Buku


Dr.I Ketut Donder, M.Ag
Dosen Instutut Hindhu Dharma Negeri
Denpasar, Bali

yang Berjudul
“UNSUR-UNSUR SAINS DAN TEKNOLOGI
DALAM AGAMA HINDU”

Oleh
Prof.Dr.Ir. Made Antara, MS.
Fakultas Pertanian, Universitas Udayana
Pada 24 Oktober 2017 di IHDN Denpasar-Bali

DENPASAR-BALI
Oktober 2017
PENDAHULUAN
 Cerita perkenalan pembahas dengan Dr.I Ketut Donder dlm suatu
pernikahan yang kebetulan duduk bersebelahan, dilanjutkan dengan diskusi
tentang ilmu dan agama, yg mempertanyakan aspek ilmu dalam agama.
Pertanyaan pancingan saya kepada Dr.Ketut Donder  knp Agama disebut
Ilmu, bukankah Agama adalah kumpulan Dogma yg merupakab kebenaran
mutlak, yang kebenarannya tidak bisa dibuktikan secara empirik-logis atau
menggunakan metode ilmiah atau pendekatan positivistic, sedangkan ilmu
adalah kebenaran relatif, yang kebenarannya dapat dibuktikan secara empirik
(penelusuran pancaindra) menggunakan pendekatan positivistikc.

Dijelaskan bahwa agama ada aspek ilmunya, diberikan contoh di atas


dan di lingkungan orang yg melakukan RITUAL, struktur molekul udara dan
energy gelombang elektro bereda dengan di luar lingkungan ritual, yg dapat
dibuktikan dengan teori fisika kuantum akhirnya buku yang ditulis
menjawabnya secara lengkap dan cerdas.

 Dalam filsafat Sains dikenal istilah:


o Epistemologi = mengkaji cara-cara mendapatkan pengetahuan
o Ontologi = mengkaji hakikat ilmu atau apa yg dikaji (misal: ilmu
ekonomi membahas hubungan manusia dg benda/jasa utk memenuhi
kebutuhan hidupnya)
o Aksiologi = Mengkaji kegunaan ilmu
 Berdasarkan epistemology, ontology, dan aksiologi, maka terdapat
dua paradigm penelitian untuk mendekati suatu FENOMENA
bermasalah, yaitu:
o Paradigma penelitian kuantitatif yg berlandaskan filsafat
positivistic (terukur, teramati yg empirik sensual/indriawi),
o Paradigma penelitian kualitatif yang berlandaskan filsafat
rasionalisme (pemaknaan, phenomenology).
Karakteristik Masing Paradigma Penelitian
Aspek Kuantitatif Kualitatif
Landasan Teori Positivistic Non Positivistic
(naturalistic)
Pendekatan Deduktif Induktif
Perspektif Etik (jeneralisasi) Emik (kasus)
Ruang lingkup kajian Ilmu pasti/alam Ilmu sosial
Sifat Konkrit Abstrak
Ontologis (objek keilmuan) Causa relationship Multiple reality
Epistemologis (hakekat ilmu) Objektif Subjektif
Posisi peneliti Tidak terlibat (outsider) Terlibat (insider)
Sumber data Populasi sampel Informan
Sampling Random (tidak pilih Non-random
kasih) (purposive)
Analisis Data Statitistik Non Statistik
Interpretasi data Pengukuran Pemaknaan
Kesimpulan Absolut Relatif

 Fenomena penel dalam buku ini adalah RITUAL, dengan upakara= sarana=
materi dan panditanya, memunculkan masalah dalam bentuk tiga
pertanyaan, yaitu:
o Apakah makna teologi yg terdapat dalam ritual-ritual Hindu?
o Mengapa ritual Hindu yg telah dinyatakan dalam teks suci ribuan tahun
silam, tetapi sampai saat ini masih menjadi bahan perdebatan sengit
dan kerapkali mendapat kritik pedas, baik dari eksternal dan internal
Hindu
o Unsur-unsur atau nilai-nilai sains (ilmu pengetahuan ilmiah)
dan teknologi seperti apakah yg dikandung dalam teks dan praktik
ritual oritual Hindu?
 Buku Dr.Ketut Donder yang merupakan reformasi dari hasil penelitian,
dapat dikategorikan menggunakan paradigm penelitian kualitatif (tidak
ditemukan data numerik sedikitpun dan sama sekali tidak ada analisis rumus-
rumus statistic)(hal 131), hanya pendekatannya interdisipliner (menggunakan
lintas disiplin ilmu), shg Dr.Ketut Donder mengistilahkan PENELITIAN
KUALITATIF INTERDISIPLINER (hal. 136)
 (Oleh karena itu) Deskripsi “Unsur-unsur Sains dan Teknologi dalam
RITUAL Hindu” dalam buku ini tetap bersifat kualitatif-deskriptf, yakni
menjelaskan fenoman RITUAL yang bersif multiple reality dengan
argmentasi referensi teori ilmiah atau buku agama yang dianggap memiliki
otoritas, dan sama sekali tidak ada menguji cause-effect unsur-unsur sains
yang bersifat kuantitaif menggunakan metode kuantitaif.
 Dlm buku ini, Dr.Ketut Donder bertolak dari fenomena RITUAL dlm
agama Hindu (India, Bali, Jawa, Kaharingan, dan daerah lain) berbeda-beda
jenis dan tingkatannya.
 Berdasarkan pencermatan saya, rasanya ritual di Bali beraneka ragam
jenisnya sesuai dengan tujuannya (Dewa Yajna, Pitra Yajnya, Rsi Yajna,
Manusa Yajna, dan Butha Yajna) dan bervariasi tingkatannya (nista, madya,
utama), yang di Bali lazim menggunakan sarana atau upakara berupa
banten lengkap dengan panditanya (Pedanda, Sri Empu, Jero Mangku,
dll).
 Dlm fenomena ritual ini terdapat permasalahan yang dipertanyakan. Nah
untuk memperjelas atau membedah atau menganalisis permasalahan ini,
Dr.Ketut Donder menggunakan banyak dan variasi teori yang
sifatnya interdisipliner, yang tidak mampu ditelaah oleh penelitian lain
yang hanya bersandarkan pd paham monodisiplin linear (positivistik atau
naturalistik). Sedangkan Dr.Ketut Donder mampu karena bidang ilmunya
bersifat interdisipliner, berlatar belakang sarjana fisika, pernah mengajar
konstruksui beton dan baja, dimatangkan oleh filosofis Hindu, akhinya jadilah
pengetahuan Dr.Ketut Donder interdisipliner, dan supra holistic.
 Teori2 yg digunakan untuk menganalisis permasalahan RITUAL adalah
teori2 yg jarang duikuasai oleh intelektual Hindu yg monodisipliner linear,
al.
Teori Semiotika (semiotika Vissual Charles Morris dan Semiotika
Tuhan)
Teori Fungsional Struktural Spencer dan Talcott Parson
Teori Optik
Teori Elektromagnetisme, gelombang materi, dan kondensasi,
Teori Fisika Kuantum (mekanika gelombang)
Teori Vibrasi dan getaran (Osilasi)
Teori Gelombang Bunyi
Teori Superposisi gelombang
Teori gelombang elektromagnetis
Teori gelombang Otak (pikiran)
 Setelah ditelisik, semua teori-teori ini hanya menjelaskan atau memperkuat
secara kualitatif thd hasil wawancara dengan beberapa informan kunci thd
RITUAL.

 Dalam model penel, buku ini memperjelas bahwa Veda yang merupakan
salah satu Kitab suci Agama Hindu adalah sumber ilmu pengetahuan yg
sangat luas dan mendalam. (Ya benar sekali saya setuju …)
 Jika menurut Dr.Ketut Donder, Veda asli India, terdiri dari
o Sruti  Wahyu dari Tuhan kpd Maharsi Bhagaved Vyasa, yang dipercaya
titisan langsung dari Sri Kresna.
o Smrti Kitab tafsir atau interpretasi secara cerdas oleh para Maharsi
o Itihasa berisi cerita2 kepahlawanan
o Purana kitab yg mengisahkan riwayat para dewa dan dinasti para raja
zaman dahulu kala
o Atmanastuti keputusan hati yg suci yg diambil oleh paa arif bijaksana
setelah Jiwa (Atma) menemukan kesejatian diri-Nya.

(Menurut Dr.Kt Donder) Kelima sumber pengetahuan Veda tsb


dituangkan menjadi konsep kepercayaan Hindu yg disebut PANCA
SRADHA-lima keyakinan, yaitu Widhi Sradha, Atma Sradha,
Karma Sradha, Purnabhawa Sradha, dan Moksa Sradha (ranah
kognitif) Tri Rna (afektif)/tiga utang manusia pada Tuhan, Leluhur, dan
Rsi (para bijak)

Panca Sradha + (Tatwa, Susila) + Tri Rna  melalui proses upacara


(RITUAL)  Yajna (Panca Yajna Dewa, Pitra, Rsi, Manusa, Butha)

TENTANG AGAMA HINDU


 Jika berbagai ajaran Agama Hindu diringkas, maka ada keterkaitan antar
unsur-unsur ajaran Agama Hindu (Diagram)
Tujuan Agama Hindu
Moksarthan Jagadhita Ya Ca Iti Dharmah
dan
Moksartham Atmanam

Didasari
oleh
BHAGAVAD
VEDA GITHA, dan
(Sruti, Smrti, Itihasa,
Catur Purusha Artha:
Kitab Suci
Purana, Atmanastuti) Dharma, Arta, Kama, Moksa lain

Didasari
oleh

Panca Sradha
(lima keyakinan), yaitu:
Widhi Sradha, Atma Sradha, Karma Sradha,
Purnabhawa Sradha, dan Moksa Sradha
+ Tri Rna (3 Utang: Dewa, Pitra, Rsi)

Mewujudkan
RITUAL=UPACARA UPAKARA=BANTEN
(di Bali)

YAJNA = Ritual
(Jenis Yajna: Panca Yajna=5 korban suci):
Dewa Yajna, Pitra Yajna, Rsi Yajna, Manusa Yajna, Butha Yajna)
Sarana Yajna:
Harta Yajna, Tapa Yajna, Yoga Yajna, Svadfhyaya Yajna, Jnana Yajnya

Panca Srada
dengan

Catur Marga (empat jalan):


Bhakti Marga, Karma Marga, Jnana Marga, dan Yoga Marga
(Berbakti, Berbuat amal, filsafatt/Ilmu, Yoga)

Diagram
Keterkaitan Ajaran-Ajaran Pokok Agama Hindu
(Sintesis oleh Antara)
 Tujuan semua Agama sama ingin mencapai pembentukan pribadi
penganutnya seutuhnya, utuh dalam pengertian ada keseimbangan lahir dan
batin, shg gejolak2 hidup di dunia ini tidak menimbulkan ekses negative.
Agama menjadi tuntunan hidup, tidak cepat putus asa di kala duka, dan tidak
sombong di kala suka berlimpah. Atau tujuan hidup dalam agama Hindu:
Moksarthan Jagadhita Ya Ca Iti Dharmah
dan
Moksartham Atmanam
(keseimbangan kebahagiaan lahir/duniawi/jagad dan batin/moksa)
(Surayin Ida Ayu, 2005 dan Sudarsana I da Bagus, 2000: hal4)
 Agama Hindu menjadi tuntunan hidup dalam menempuh kehidupan di dunia
ini, dan membimbing umatnya bagaimana berpendirian, bersikap dan
bertingkahlaku sesuai dengan Catur Purusha Artha”
1) Dharma berpikir, berbicara, dan bertingkah laku yang benar
2) Artha dalam memperoleh artha/kekayaan harus didasarkan atas
kebenaran (dharma)
3) Kama dalam mencapai kepuasan (kama) harus menggunakan artha
yang diperoleh secara benar (dharma) dan didasarkan atas kebenaran
4) Moksa tujuan akhir hidup manusia adalah alam transcendental
(Moksa).
 Pelaksanaan Catur Purusha Artha harus didasarkan pada Panca Sradha
(lima keyakinan), yaitu: Widhi Sradha, Atma Sradha, Karma Sradha,
Purnabhawa Sradha, dan Moksa Sradha.
 Mewujudkan Panca Sradha melalui Catur Marga (empat jalan)
1) Bhakti Marga  mewujudkan kesempurnaan hidup dengan jalan
bakti kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa dan Manifestasi-Nya
2) Karma Marga  mewujudkan kesempurnaan hudup dengan
berbuat amal kebajikan sesama manusia dan mahluk hidup.
3) Jnana Marga mewujudkan kesempurnaan hidup dengan
menggunakan filsafat dan pengetahuan (Jnana)
4) Yoga Marga mewujudkan kesempurnaan hidup dengan
membersihkan pikiran dan batin atau yoga. Senantiasa mengikatkan
pikiran dan batinnya kpd Ida Sang Hyang Widi Wasa.
 Agama Hindu tidak semata-mata kumpulan dogma-dogma atau
bersifat dogmatik, tetapi sarat dengan unsur ilmu dan pengetahuan (vidya)
yang bersifat holistic, (saya sangat setuju), yang meliputi:
o Paravidya pengetahun yang tidak tampak/tidak kasat mata  besifat
metafisik, sakral, transcendental, immaterial
o Aparavidya pengetahuan yang tampak/kasat mata  berswifat
duniawi, profan, material sains dan teknologi sudah banyak
dieksplorasi
o Para-Aparavidya gabungan antara tampak mata (sains) dan tidak
tampak mata (spiritual) sains-spritual (istilah Dr.Krtut Donder)
 ilmu pengetahuan ilmiah tentang spiritual  pengetahuan supra logis
atau supra teknologis yg lazim diterapkan dlm praktek kehidupan umat
Hindu sangat jarang atau bahkan tidak pernah diteliti oleh para
intelektual Hindu, dan diantara kejarangan itu, salah satu orang yang
berani melakukan hal itu adalah Dr. Ketut Donder, dalam buku yang
ditulisnya membahas hal itu, yakni RITUAL (sarana dan prosedur) aspek
Sains-Teknologi dan spiritual yang timbul dari ritual, yang tidak kasat
mata, yang dibuktikan dengan teori-teori FISIKA berupa Fisika
Kuantum.
 Dalam Hinduisme dipercaya bahwa Tuhan adalah sumber dari segala
ilmu pengetahuan baik pengetahuan spiritual (paraviddya atau niskala atau
metafisik) maupun pengetahuan material (aparavidya atau skala atau
fisik)(Donder, 2017; hal 271).
 Dr.Ketut Donder dengan bagus sekali menguraikan dalam buku
ini nilai-nilai sains, Teknologi dan Pengetahuan Hindu, yg
hakektanya bersumber dari Tuhan dalam manifestasi dewi
Saraswati. Kombinasi dari aparavidya dengan simbul Bathara
Ganesha yang berputar ke kiri dan paravidya denga simbul dengan
saraswati yang berputar ke kanan, lahirlah ilmu pengetahuan
Sains-Spiritual, atau kombinasi fisik dan metafisik, yang selama ini
belum terjangkau sampai kesana oleh Ilmuwan Barat (hal. 273).
 Keengganan para intelektuan Hindu melakukan kajian ttg sains-spiritual,
karena paham monodisiplin linear yg dianutnya (paham positivistic saja tau
paham naturalistic saja), sedangkan untuk Sains-Spiritual diperlukan paham
interdisipliner, yg menggabungkan antara pendekatan praktis dan
teoritis, serta monodisipliner dan multidisipliner. Kemampuan
interndisiplier inilah yang dimiliki oleh Hindu seperti Dr.Ketut
Donder, M.Ag.
 Dalam buku VEDA (baca: VEDA, SAbda Suci, Pedoman Praktik
Kehidupan oleh I Made Titib) jelas-jelas diungkap berbagai macam ilmu
terdapat di Veda, yaitu Sradha/Keimanan, cara2 mendekatkan diri pada
TYME, JALAN ILMU PENGETAHUAN KEROHANIAN (Jnane
Marga)=Sains Spritual seperti yg dimaksud Dr.Ketut Donder, Jalan
Mistik/Raja Marga, Jalan Kemegahan/Vibhuti Marga, Jalan Perbuatan/Karma
Marga, ETIKA/moralitas, Ilmu sosial-kemasyarakatan, Ilmu Pendidikan, Ilmu
Bahasa, Ilmu Budaya dan Seni, Ilmu Kepemimpinan dan Politik/Dharma
Negara, Ilmu Ekonomi, Ilmu Bangsa dan Kebangsaan, Ilmu Pengobatan, Ilmu
Kesehatan dan Panjang Umur, Ilmu Alam/Fisika. Ilmu Kimia, Ilmu Tumbuh-
tumbuhan. Ilmu Hewan, Ilmu Jiwa, Ilmu Teknik, IlmuCuaca, Ilmu Pertanian,
Ilmu Astronomi/ perbintangan, Ilmu Pasti/Matematika, IlmuLingkungan,
IlmuGeologi/Bumi, dsb.).
 Pokok nya Veda adalah sumber Ilmu Pengetahuan (Sains) dan Teknologi
(ParaVidya), Ilmu Spiritual (Aparavidya) dan gabungan Sain-Spiritual
(Para-AparaVidya).
 Agama Hindu sejalan dengan paham positivistic (ilmiah), terutama dalam
menemukan kebenaran, yaitu melalui metode Tripramana:
 Sabda pramana refense/teks pustaka,
 Anumana pramana akal sehat (logis=commonsence)
 Praktiaksa pramana  pencarian melalui praktik atau pengujian
(positivistik)
 Agama Hindu yg didasarkan pada:
 Tatwa (filsafat) ilmu
 Etika (Susil) ilmu
 Ritual (upacara) sebelumnya dianggap sekedar dianggap …
dibuktikan sbg Ilmu oleh Dr. Ketut Donder
 Berdasark beberapa buku (lihat Sudarsana, 2000) dan pitutur inelektual
Hindu, Upakara atau BANTEN dalam RITUAL merupakan rangkuman
sastra-sastra agama yg menyatu dan merupakan suara Weda dan terdiri dari
mantra-mantra, atau dengan kata singkat RITUAL adalah representasi dari
ayat-ayat VEDA. Konon katanya, pada jaman Weda semasih di India, para
Maharsi mempergunakan suatu bahasa yang dikenal dengan bahasa Dewa di
jaman itu yang disebut “Bahasa Daewiwak”. Namun bahasa tsb setelah
sampai di Indonesia khususnya di Bali (Usana Bali), bahasa tsb diciptakan
menjadi sastra palawa, yaitu menjadi bentuk segala macam reringgitan yang
dirangkum dalam upakara atau banten. Dengan demikian upakara di Bali
memiliki makna yang tinggi bagi umat Hindu did alam menyatuka dirinya ke
hadapan Sang Pencipta. Jadi, BANTEN adalah media atau sarana
menyatukan atau mendekatkan diri kepada Yang Widhi, karena Banten
merupakan terjemahan dari Veda.
RITUAL
 RITUAL = UPACARA
Ada upacara pedudusan agung, madya, atau alit
Ada upacara ngaben
Ada upacara Nelubulanin atau ngotonin …
Berarti pengertian ritual (upacara) adalah prosesinya lengkap dengan
panditanya untuk tujuan YAJNA (kurban suci) kepada Dewa, Pitra, Rsi,
Manusia, dan Buthakala menggunakan sarana BANTEN. Jadi banten (di
bali) adalah sarana upacara (ritual) yg berbeda-beda antar daerah/wilayah,
tergantung pada desa (tempat), kala (waktu), dan patra (kondisi) dan jenis
serta tingkatan ritual.
 Dlm berbagai buku agama khususnya yang terbit di Bali (lihat Surayin Ida
Ayi, 2005) ada istilah UPAKARA UPACARA berarti Upakara beda
dengan Upacara (ritual)
 UPAKARA Upa=berhubungan dengan, dan Kara=pekerjaan/tangan.
Disebutkan bahwa Upakara berbentuk materi atau alat yang disebut
BANTEN/BEBANTENAN (lihat Surayin Ida Ayu Ida Ayu, 2005 dan
Sudarsana Ida Bagus, 2000).

BANTEN Bang+Enten. Bang=Brahman=Sang Hyang Widi, dan


Enten=Ingat=sadar. Banten=untuk selalu ingat kepada Sang Hyang Widi. Jadi
melalui sarana Banten, mengingat atau menghubungkan diri dengan Sang
Hyang Widhi.
Kadang BANTEN=Upakara disebut Yadna. Arti sesungguhnya
YADNYAsegala bentuk perbuatan manusia yang menuju kepada
perbuatan kebajikan=korban suci yang didasari atas keaikhlasan dan
ketulussan. (Sudarsana Ida Bagus, 2000).

UPAKARA atau BANTEN (umat Hindu di Bali) merupakan salah satu alat
atau sarana dlm pelaksanaan RITUAL (UPACARA) bagi mereka yg
menempuh jalan Bhakti Marga. Jika kemampuan upakara terbatas,
mendekatkan diri dengan Yang Widi Wasa dapat dilakukan melalui Karma
MARGA dengan jalan bekerja dan berbuat (Surayin, 2005).
 UPACARA (RITUAL) Upa=berhubungan dengan, dan Cara (“Car”)=
gerak+akhiran ran=”gerakan”.
UPACARA=RITUAL segala sesuatu yg ada hubungannya dengan geakan
atau kegiatan (pelaksanaan=prosesi) daripada suatu YAJNA. Misal,
manusa yajna ngotonin bgmn caranya menyusun kegiatan yajna ngotonin
tsb shg terselenggara dg baik dan sukses tepat waktu (Surayin Ida Ayu,
2005. Hal 9).
 Ritual (upacara) rangkaian kegiatan manusia (Hindu) yg paling jelas dapat
disaksikan (prosesi), untuk mendekatkan atau menghubungkan diri dengan
Ida Sang Hyang Widi Wasa atau manifestasinya.
 Ritual (sbg kata benda) ’cara menjalan upacara agama’. Ritual (sbg kata
sifat) berkenaan dengan upacara, mengikuti upacara agama (Donder,
2017; hal 238).
 Dalam mewujudkan upakara atau banten (di Bali) sbg sarana ritual, banyak
terdapat berbgai jenis bentuk reringgitan dan jejahitan yg mempunyai
sesuatu kekuatan seni dan kharisma yg bangkit dr penghayatan
mendalam, kemudian tumbuh dan berkembang sbg lambing atau simbul,
nyasa atau smerti dr KEMAHAAN Ida Sang Hyang Widi Wasa dlm
pendangan2. Itulah sebabnya, maka upakara dlm agama Hindu yg yampak
unikk dan meriah, mempunyai makna simbolis ffilosofos tersendiri (Sri
Arwati, 2005).

Jika di Bali sarana upacara (ritual) adalah banten/bebantenan (Upa=berhub


dengan, kara-pekerjaan tangan segala sesuatu yg berhubungan dg
pekerjaan tangan, umumnya berbentuk materi, dan bentuk materi upakara
disebut banten: lihat Ida Ayu Putu Surayin (2005): Melangkah ke Arah
Persiapan UPAKARA-UPACARA YAJNA).
 RITUAL (Upacara) dalam pelaksanaannya ada yang besifat NIMITA KARMA
DAN NIMITIKA KARMA (dalam buku: Ajaran Agama Hindu, ACARA
AGAMA oleh Drs. I.B.Sudarsana, MBA., MM.). (Dijelaskan bahwa)
 Upacara bersifat Nimita Karma pelaksanaan upacara sehari-hari dg
kualitas upakara (banten) yg sederhana, namun memiliki kualitas nilai
spiritual yg cukup tinggi, krn dalam pelaksanaannya didasari oleh kekuatan
TAPA, yaitu perilku kelanggengan pelaksanaannya, dalam arti menyempatkan
diri untu selalu ingat kehadapan kebesaran Sang Hyang Widi.
 Upacara besifat Nimitika Karma pelaksanaan upacara secara berkala.
Misal upacara setiap lima hari sekali, lima belas hari sekali, atau enam bulan
sekali, atau satu tahun sekali.
 “Ritual memiliki makna Saintifik (mestinya: Saintifik-sptiritual),
karena melalui pelaksanaan ritual pikiran seseorang secara
langsung dan tidak langsung dilatih untuk mencapai yang
transcendental. Pencapaian ini tidak dapat dilakukan melalui
kegiatan duniawi dan kegiatan intelektual” (Donder, 2017; hal.
442).
Menurut saya, jika sudah bermakna Saintifik pasti standarnya adalah
ilmiah yakni sistematik, logis/rasional, menggunakan metode ilmiah
(deduktif/induktif. Analisis/sintesi), replikatif. Kalau sudah makna saintifik
pasti duniawi, tetapi kalau Saintifik-spiritual baru kaitan antara fisik duniawi
dan metafisik (transcendental).
 Esensi teologis dari pelaksanaan RITUAL HINDUmetode
sederhana yg dapat menggiring manusia pada umumnya untuk
mencapai anugerah Tuhan atau mendekatkan diri pada Tuhan

ISI BUKU
 Buku ini merupakan reformasi laporan penelitian hibah kompetitif yang
dibiayai oleh KemenAg,
o Sistematika buku krn berlandaskan pada metode ilmiah sudah bagus
sistematis pembagian Bab-Bab dan Sub-SubBab
o Konsistensi juga bagus, tampak jelas benang merah dari buku ini,
antara rumusan masalah, tujuan, relevansi teori2 yg digunakan
menganalisis masalah, Bab-Bab hasil pembahasan yang sudah merujuk
tujuan penelitian, dan simpulan.
o Substansi hal-hal mendasar … sudah hebat, melampaui kemampuan
intelektual-intelektuan yang monodisiplin atau linear yang hanya
menganut paham pendekatan kuantitatif-positivistik saja, atau hanya
paham pendekatan kualitatif-naturalistik saja. Dr.Ketut Donder
menggabungkan keduanya menjadi Sains-Spritiual. Sampai-sampai saya
tidak muncul kritik thd buku ini, bahkan saya menemukan paraleslisme
dengan bahan-bahan yang pernah saya baca sebelumnya, spt.
 Hasil penelitian dituangkan ke dalam tiga Bab.
o Hasil penel untuk menjawab masalah dan tujuan 1 disajikan dalam Bab V:
Makna Teologis Ritual dalam Sistem Pemujaan Hindu
o Hasil penel untuk menjawab masalah dan tujuan 2 disajikan dalam Bab VI:
Debat, Kritik dan Konflik Ritual
o Hasil penel untuk menjawab masalahd an tujuan 3 disajikan dalam Bab
VII: Sains dan Teknologi dalam Rirual Hindu disajikan dalam Hindu:\
o Berdasarkan Tiga Bab hasil penelitian, kemudian disimpul atau diikat
dalam Bab VIII, yang berisi tiga simpulan: yakni sampulan 1 yang
meringkas dan mengikat hasil penel Bab V, simpulan 2 yang meringkas
dan mengikat hasil penel Bab VI, dan simpulan 3 yang meringkas dan
mengikat hasil penel Bab VII.
 Pembahasan setiap Bab hasil penelitian tentang Sains dan Teknologi dalam
RITUAL Hindhu bersandar pada argumentasi hasil wawancara mendalam
dengan informan kunci, dikembangkan dengan analisis pikiran logis penulis
(Dr.Ketut Donder, M.Ag.), dikaitkan dengan merujuk teori-teori yg
digunakan dlm penelitian ini, dan diperkaya dengan referensi yang dianggap
memiliki otoritas, baik hasil penelitian peneliti lain terdahulu, buku-buku teks
teori, maupun teks-teks Hindu seperti Bhagavadditha, Veda, Manawa
dharmacastra, dll…).
Pembahasan unsur Sains dan Teknologi dari berbagai macam
ritual, kalau saya tidak salah tangkap adalah efek dari ritual itu,
yag dicarikan referensi, pembenaran, dan argumentasi logis,
walau ada nuansa dibuat-buat. Menurut saya yang belum
terungkap adalah efek Sains dan Teknologi dari ritual thd
kesehatan manusia, apakah ada indikasi manusia menjadi tambah
sehat atau panjang umur dibandingkan orang yang jarang
melakukan ritual.

Sebenarnya sarana ritual beruopa upakara atau banten juga sarat


kandungan ilmu/skil dan teknologi, seperti luput disinggung dalam
buku ini. Jadi dalam buku ini yg dibahas adalah efek dari ritual
secara metafisik menggunakan refensi dan argumentasi.

 Namun dalam menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan RITUAL berupa


makna teologis, penuh dengan REFERENSI, ARGUMENTASI-
ARGUMENTASI atau DALIH-DALIH yang kadang nuansanya seperti dicari-
cari dan dibuat-buat. Misal, hanya menyemblih seekor binatang berbulu hitan
(kecil) di suatu lokasi ritual akan dapat mensinergikan atau menetralisir
energy kosmis bumi yang demikian besar dan luas. Ini sepertinya naïf
….walau masih asumsi probabilitas
 Materi hasil penel tidak perlu diperdebatkan karena penelitian ini
adalah penelitian kualitatif, yang ciri-cirinya, epistemologinya subjektif
(tergantung pada penelitinya) dan simpulannya relatif. Mungkin penelitian lain
peneliti hal yang sama akan berbeda variasi pembahasannya, shg penyajiannya
juga beda. Beda dengan penel kuantitatif harus standard, siapapun meneliti
dan menilai harus sama hasilnya.
 Jika saya ringkas buku tebal ini berdasarkabn Jawaban dari
pertanyaan2 dalam masalah, yg merupakan pertanyaan sbb.:
o Apakah makna teologi yg terdapat dalam ritual-ritual Hindu?
terwujudnya sikap mental dan perilaku manusia mulia yg diwujudkan
oleh sikapnya yg sukapnya yg suka melakukan yajna
o Mengapa ritual Hindu yg telah dinyatakan dalam teks suci ribuan tahun
silam, tetapi sampai saat ini masih menjadi bahan perdebatan sengit dan
kerapkali mendapat kritik pedas, baik dari eksternal dan internal Hindu
 Esensi dan kritik thd ritual? Esensi: “ritual-ritual Hindu di Bali telah
dan akan terus mengalami perubahan seiring dengan kemajuan ilmu
dan teknologi”. Misal. Segala jenis makanan di super market lazim
digunakan dalam melengkapi sarana ritual.
Kritik: Umat Hindu harus bersedia dikritik, baik dalam statusnya
sebagai manusia, aktivitas keagamaannya, dan aktivitas RITUALnya,
karena kritik merupakan proses menyesuaian thd perubahan ilmu dan
teknologi yg semakin berkembang.
o Unsur-unsur atau nilai-nilai sains (ilmu pengetahuan ilmiah) dan
teknologi seperti apakah yg dikandung dalam teks dan praktik
ritual0ritual Hindu? Ritual (upacara) dengan sarana banten (di Bali) dan
peralatan lainnya penuh nuansa saintifik, yang bersifat Sains dan
Teknologi. Misal” banten ngaben sbg sarana ritual ngaben yg sangat rumit,
hanya bisa dikerjakan oleh orang-orang yg menguasai ilmu dan
keterampilan untuk itu, dan menggunakan cara atau metode ttt atau
teknologi ttt.
 Sarana ritual (banten di Bali) memiliki fungsi signifikan dlm
menciptakan nuansa pikiran manusia, shg memiliki efek psikologis-
tknologis thd penggunannya.
 Bunyi pancanada (kulkul, gong bleganjur, kidung, genta, mantra)
dapat mereduksi gelombang pikiran umat agar pikiran focus pada
kesucian dan keheningan dlm persembahyangan.
 Suara Sunari  menambatkan pikiran2 masyarakat yang liar dan
mengatarkan alam fisik ke metafisik.
 Energi mantram mantram=alat pikiran memancarkan energy
ketuhanan yg mampu mereduksi gelombang kesadaran pikiran
manusia yg hanyut pada gelombang kesadaran materi fisik menuju
kesadaran metafisik.
Pengaruh Mantran thd Kristal air (hal 289). Dlm buku yg
saya baca “Don’t Worry Be Healthy, Hidup Sehat Tanpa
Cemas” oleh Dr. Phang Chang Kar (2008: hal .130-131),
menyebutkan bahwa ada perbedaan Kristal air antara sebelum dan
sesudah didoakan. Hasil kerja dr.Emoto menyediakan bukti-bukti
untuk kita bahw energy getaran manusia, pikiran, perbuatan, gagasan
dan musin mempengaruhi struktur molekul air.
 Kurban binatang  proxkontra binatang warna hitam mampu
mengabsopsi radiasi sinar kosmis untuk dinetralkan ke dalam tanah.
 Catur Brata Penyepian (Amati Geni) menghemat energy, shg
mengurangi polusi lingkungan.
 Agnihotra  mampu menutup lobang2 ozon yg menyebabkan
pemanasan global, shg mempunyai efek thd keselamatan dunia beserta
seluruh isinya (berdasarkan referensi).
 Mudra (sikap jari2 pandita) energi mudra, mensinergikan frekuensi
gelombang kosmis, dan mudra setiap hari dapat meningkatkan kualitas
kesehatan (referensi).
 Hari raya, ritual, festival rohani  rasa gembira manusia wujud
wisata rohani yg dibutuhkan oleh jiwa setiap orang.
 Namun hasil penel atau isi buku yang paling hakiki bahwa RITUAL
dengan sarana dan panditanya penuh dengan unsur-unsur Sains
dan Teknologi. Ya sejak dulu siapapun tidak bisa membantahnya.
Seperti dijelaskan dalam buku, secara sains sarana ritual dengan pandita atau
pemangkunya memancarkan energy gelombang elektromagnetik
positip. Sedangkan dalam RITUAL, khususnya ritual di Bali yang
menggunakan sarana banten, bervariasi tergantung pada jenisnya (mulai dari
yang sederhana berupa canang sari sampai yang rumut banten ngaben), dan
tergantung pada tingkatannya (utama, madya, nista). Pertanyaan, adakah
perbedaan pancaran energy gelombang elektromagnetik dari
sarana ritual yang berbeda jenis dan tingkatannya? dan bagaimana
pengaruhnya terhadap alam fisik dan meta fisik pelakunya? Renungan kita
bersama!

Mungkin saya yang keliru atau salah dalam menangkap makna isi buku ini, kalau
saya menggunakan, terminology proses:

Input (Sarana Banten)-Proses (Ritual)-Output-Outcome-Impact

Rasanya yang dibahas dalam buku ini adalah Sains dan Teknologi dari Output
berupa pancaran energy gelombang elektromagnetik dari sarana
Banten dan uncaran Mantran Veda dari Pandita. Sedangkan Sarananya
berupa BANTEN juga penuh muatan Sains dan Teknologi. Jika orang yang tidak
menguasai Sains dan Teknologi membuat Banten pasti tidak akan menghasilkan
Banten ..begitu kira-kira menurut Saya..

Ada kutipan dalam buku ini, seperti ungkapan Einstin “Sains tanpa Agama adalah
Buta” dan “Agama tanpa Sains dan Teknologi adalah Lumpuh”. Setuju, tetapi
ada ungkapan lain (lihat Sudarsana, 2004), yakni kerangka agama Hindu adalah
Tatta (filsafat), Etika (Susila),dan Ritual (Upacara) yang dilengkapi dengan
upakara (benten), yaitu:
 Ritual yg hanya ditunjang oleh Etika (susial/sopan santun) tanpa berdasarkan
Tattwa (makna) adalah “buta”.
 Ritual yg hanya ditunjang oleh Tatwa (makna) tanpa berdasarkan Etika
(susila/sopan santun) adalah “Tuli”
 Ritual yg hanya ditunjang oleh Tatwa dan Etika tanpa ditunjang oleh Upakara
(banten) adalah “lumpuh”.

 Buku ini sangat baik bahkan excellent, sebagaimana lazimnya dalam penelitian
kualitatif yang bersifa induktif menghailkan teori, dari hasil pengkajian
Dr.Ketut Donder menghhasilkan temuan baru (novelty) berupa teori, kalau
saya ringkas dengan bahasa singkat dan padat “RITUAL ITU PENTING
DAN BERMAKNA YANG PENUH ILMU DAN TEKNOLOGI,
MEMANCARKAN ENERGI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK DI
LINGKUNGAN AREA RITUAL, MENGHARMONIKAN HUBUNGAN
MANUSIA DENGAN ALAM DAN TUHAN YANG MAHA ESA”.
 Para intelektual Hindu, lebih-lebih mahasiswa dan dosen PT Hindu harus
membaca buku ini, karena akan membuka wawasan bapak/ibu semua, oh
beginilah makna teologi, sain dan teknologi dalam RITUAL Hindu.

SARAN PEMBAHAS
 Dalam penerbitan edisi berikutnya, lengkapi buku ini dengan INDEKS, indeks
subjek, shg memudahkan pembaca mencari kata atau ungkapan di dalam
suatu halaman. Rasanya ini belum ada, yang ada hanya Glosari atau Daftar
dan arti istilah yang tidak mencantumkan halaman. Jika ribet lagi membuat
Indeks, Glosari-nya ditambahkan halaman, istilah itu ada di halaman berapa,
shg memudahkan pembaca mencarinya.
 Hati-hati meletakan sumber kutipan (terutama di bgn Metode Penelitian).
Jika itu dikerjakan/dilakukan sendiri jangan diberi sumber. Jika diberi sumber
berarti paragrap itu milik sumber kutipan. Harus diingat satu paragraph di
belakangnya berisi sumber kutipan, berarti paragraph itu milik sumber
kutipan walaupun dilakukan paraphrasing. Kalau ingin menjelaskan sesuatu
dengan sumber kutipan itu, meletakkannya harus sedemikian rupa,
sehinggadapat dipisahkan antara yang dikerjakan sendiri atau pendapat
sendiri dengan pendapat atau pernyataan sumber pustaka atau hal-hal yang
ingin dijelaskan oleh sumber kutipan tsb.

Kata ..akan ..akan pada metode penelitian (ketika proposal), setelah


penelitian selesai harus dirobah menjadi kalimat pasif…dikerjakan, di..

 Ada Bab (BAb VII) judul di teks teks tidk sesuai dengan judul di daftar isi. Di
daftar isi BAB VII: KESIMPULAN, sedang di teks BAB VIII: EPILOG.
 Ada kutipan, bahkan sumber kutipan yang saya kurang setuju (mungkin saya
yang salah) yg perlu kita cermati bersama yaitu pada BAB KESIMPULAN hal.
390, bunyinya:
Itulah sebabnya Maharsi Wasistha menyatakan bahwa: “Walaupun kata-
kata itu datang dari seorang bocah kecil, jika kata-katanya itu masuk akal
harus diterima, dan tolak kata-kata yang tidak masuk akal walaupun
dinyatakan berasal dari Yang Maha Esa”.

Menurut saya Yang Maha Esa = TUHAN tidak pernah salah atau
tidak pernah menyatakan kata-kata tidak masuk akal. Yang Maha Esa
adalah kebenaran mutlak, dan tidak pernah menyatakan kata-kata salah.
Yang salah adalah Orang yang menginterpretasikan wahyunya,
apalagi wahyu pertama diinterpretasikan atau ditafsirkan beberapa kali
lagi oleh orang yang berbeda.
 Mengutip tulisan Komaruddin Hidayat dalam Kompas,
Al Quran itu hanya satu dan pasti benar adanya karena merupakan
himpunan kalam Tuhan. Namun, nalar manusia yang memahaminya
terbatas dan pemikirannya pun merupakan produk sejarah, tak akan bisa
terbebas dari kekurangan dan keterbatasan ketika menafsirkan
teks Al Quran. Makanya, logis jika pendekatan dan terjemahan
tekstual terhadap Al Quran mengalami distorsi dan deviasi
makna. Meminjam istilah Gadamer, perjumpaan pembaca dan sebuah
teks itu akan melahirkan the fusion of horizons. Teks akan memengaruhi
pembacanya, dan subyektivitas serta wawasan pembaca juga akan
memengaruhi pesan teks yang muncul.
Jadi, kalau hari ini dunia Islam mengenal mazhab Suni, Syiah, dan mazhab
lainnya lagi, sudah pasti di masa Rasulullah tak dikenal mazhab-mazhab
itu. Semuanya itu produk penafsiran atas teks, baik teks Al Quran
maupun teks Hadis dan buku-buku sejarah, yang senantiasa berkembang
terus
Jadi simpulan “Tuhan Yang Maha Esa tidak pernah salah, yang
salah orang yang menafsirkan wahyu dan kitab suci.

 Canda:
Ada senior senir saya sudah lulus sebagai Doktor Ilmu Agama di lembaga ini,
IHDN. Terus saya Tanya bernada canda “men sube nepukin Suwarga …dije
Suwragane …men sube neputin Tuhan ..ken goban Tuhane dije Tuhan ne
ento ..” penjelasannya ..Suwarga ada di dunia ini di alam fisik ..dan Tuhan ada
di diri kita (Dewa di Deweke)” … karena kita sebagai orang awam atau
manusia biasa, tidak bisa menjelaskan alam metafisik/transcendental ..Sorga
dan Tuhan ada di alam metefisik…entah di mana itu.. tidak bisa dijelaskan
dengan pancaindra….

 `Sekian, terima kasih “Om Shanti Shanti Shanti Om” ..


REFERENSI

Prabhupada, A.C.Bhaktivedanta Swami. 2006. Bhagavad-Gita Menurut Aslinya


(Edisi Indonesia). Penerbit The Bhaktivedantha Book Trust International ,
Inc.
Hidayat, Komaruddin. 2017. Kritik Keberagaman. Dalam Opini Kompas, 12
October 2017. Penebit Kompas, Jakarta.
Sri Arwati. 2005. Perwujudan Upakara untuk UPACARA AGAMA HINDU.
Tidak ada penerbit dan tidak berISBN.
Sudarsan, Ida Bagus. 2003. Ajaran Agama Hindu Acara Agama. Penerbit
Yayasan Dharma Acarya, Denpasar.`
Sudarsan, Ida Bagus. 2003. Ajaran Agama Hindu Filsafat Yadnya. Penerbit
Yayasan Dharma Acarya, Denpasar, Edisi 2.`
Surayin, Ida Ayu Putu. 2005.
Suryasumantri, Yuyun S. 1984. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer.
Penerbit Sinar Harapan, Jakarta.
Titib, Made. 1996. VEDA, Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan. Penerbit
Paramita, Surabaya.
Sebuah ilustrasi

Muncul Vibrasi energi


Pengayah Gelombang elektromagnetik
(positif) di lingk ritual dijelaskan
Pandita sbg ilmu dan teknologi
oleh
Dr.Ketut Donder, M.Ag.

Upakara=Banten
(Sarana penghubung manusia
antara alam fisik dan metafisik/
transendenat

Pelaku
Ritual

Upacara (Ritusl) Mebayuh Otonan dalam Hindu-Bali


(Manusa Yajna)

Anda mungkin juga menyukai