Mata adalah organ fotosensitif yang sangat berkembang dan rumit, yang memungkinkan analisis cermat dari bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan objek. Mata terletak dalam struktur bertulang yang protektif di tengkorak, yaitu rongga orbita. Setiap mata terdiri atas sebuah bola mata fibrosa yang kuat untuk mempertahankan bentuknya, suatu sistem lensa untuk memfokuskan bayangan, selapis sel fotosensitif, dan suatu sistem sel dan saraf yang berfungsi mengumpulkan, memproses, dan meneruskan informasi visual ke otak (Junqueira, 2007). Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor peka cahaya karena adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur seperti cincin di dalam aqueous humour. Lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya cahaya ke bagian dalam mata adalah pupil. Iris mengandung dua kelompok jaringan otot polos, satu sirkuler dan yang lain radial. Karena serat- serat otot memendek jika berkontraksi, pupil mengecil apabila otot sirkuler berkontraksi yang terjadi pada cahaya terang untuk mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke mata. Apabila otot radialis memendek, ukuran pupil meningkat yang terjadi pada cahaya temaram untuk meningkatkan jumlah cahaya yang masuk (Sherwood, 2001). Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina, harus dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kemampuan menyesuaikan kekuatan lensa sehingga baik sumber cahaya dekat maupun jauh dapat difokuskan di retina dikenal sebagai akomodasi. Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris. Otot siliaris adalah bagian dari korpus siliaris, suatu spesialisasi lapisan koroid di sebelah anterior. Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi lebih cembung dan lebih kuat untuk penglihatan dekat. Serat-serat saraf simpatis menginduksi
Universitas Sumatera Utara
relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara sistem saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan dekat (Sherwood, 2001).
2.2. Proses Visual Mata
Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada retina dan menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika dilatasi maksimal, pupil dapat dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih banyak dibandingkan ketika sedang konstriksi maksimal. Diameter pupil ini sendiri diatur oleh dua elemen kontraktil pada iris yaitu papillary constrictor yang terdiri dari otot-otot sirkuler dan papillary dilator yang terdiri dari sel-sel epitelial kontraktil yang telah termodifikasi. Sel-sel tersebut dikenal juga sebagai myoepithelial cells (Saladin, 2006). Jika sistem saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan melebarkan pupil sehingga lebih banyak cahaya dapat memasuki mata. Kontraksi dan dilatasi pupil terjadi pada kondisi dimana intensitas cahaya berubah dan ketika kita memindahkan arah pandangan kita ke benda atau objek yang dekat atau jauh. Pada tahap selanjutnya, setelah cahaya memasuki mata, pembentukan bayangan pada retina bergantung pada kemampuan refraksi mata (Saladin, 2006). Beberapa media refraksi mata yaitu kornea (n=1.38), aqueous humour (n=1.33), dan lensa (n=1.40). Kornea merefraksi cahaya lebih banyak dibandingkan lensa. Lensa hanya berfungsi untuk menajamkan bayangan yang ditangkap saat mata terfokus pada benda yang dekat dan jauh. Setelah cahaya mengalami refraksi, melewati pupil dan mencapai retina, tahap terakhir dalam proses visual adalah perubahan energi cahaya menjadi aksi potensial yang dapat diteruskan ke korteks serebri. Proses perubahan ini terjadi pada retina (Saladin, 2006). Retina memiliki dua komponen utama yakni pigmented retina dan sensory retina. Pada pigmented retina, terdapat selapis sel-sel yang berisi pigmen melanin yang bersama-sama dengan pigmen pada koroid membentuk suatu matriks hitam yang mempertajam penglihatan dengan mengurangi penyebaran cahaya dan mengisolasi fotoreseptor-fotoreseptor yang ada. Pada sensory retina, terdapat tiga
Universitas Sumatera Utara
lapis neuron yaitu lapisan fotoreseptor, bipolar dan ganglionic. Badan sel dari setiap neuron ini dipisahkan oleh plexiform layer dimana neuron dari berbagai lapisan bersatu. Lapisan pleksiform luar berada diantara lapisan sel bipolar dan ganglionic sedangkan lapisan pleksiformis dalam terletak diantara lapisan sel bipolar dan ganglionic (Seeley, 2006). Setelah aksi potensial dibentuk pada lapisan sensori retina, sinyal yang terbentuk akan diteruskan ke nervus optikus, optic chiasm, optic tract, lateral geniculate dari thalamus, superior colliculi, dan korteks serebri (Seeley, 2006). Gambaran jaras penglihatan yang telah dijelaskan sebelumnya dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.1. Jaras Penglihatan
(Khurana, 2007)
2.3. Tajam Penglihatan
Tajam penglihatan merupakan padanan dari bahasa inggris "Visual Acuity" yang didefinisikan sebagai buruk atau jelasnya penglihatan yang bergantung pada tingkat kejelasan upaya pemfokusan di retina. Ketajaman penglihatan merupakan
Universitas Sumatera Utara
kemampuan sistem penglihatan untuk membedakan berbagai bentuk (Anderson, 2007). Penglihatan yang optimal hanya dapat dicapai bila terdapat suatu jalur saraf visual yang utuh, stuktur mata yang sehat serta kemampuan fokus mata yang tepat (Riordan-Eva, 2009). Tajam penglihatan dapat dibagi lagi menjadi recognition acuity dan resolution acuity. Recognition acuity adalah tajam penglihatan yang berhubungan dengan detail dari huruf terkecil, angka ataupun bentuk lainnya yang dapat dikenali. Resolution acuity adalah kemampuan mata untuk mengenali dua titik ataupun benda yang mempunyai jarak sebagai dua objek yang terpisah (Leat, 2009).
2.3.1. Pemeriksaan Tajam Penglihatan
Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata. Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan mata yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Tajam penglihatan perlu dicatat pada setiap mata yang memberikan keluhan mata. Untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang dapat dilakukan dengan kartu Snellen dan bila penglihatan kurang maka tajam penglihatan diukur dengan menentukan kemampuan melihat jumlah jari (hitung jari), ataupun proyeksi sinar. Untuk besarnya kemampuan mata membedakan bentuk dan rincian benda ditentukan dengan kemampuan melihat benda terkecil yang masih dapat dilihat pada jarak tertentu. Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan kacamata dan setiap mata diperiksa terpisah (Ilyas, 2009). Mata yang tidak dapat membaca satu huruf pun pada kartu Snellen diuji dengan cara menghitung jari. Jika tidak bisa menghitung jari, mata tersebut mungkin masih dapat mendeteksi tangan yang digerakkan secara vertikal atau horizontal. Tingkat penglihatan yang lebih rendah lagi adalah kesanggupan mempersepsi cahaya. Mata yang tidak dapat mempersepsi cahaya dianggap buta total (Riordan-Eva, 2009). Dengan kartu Snellen standar ini dapat ditentukan tajam penglihatan atau kemampuan melihat seseorang, seperti:
Universitas Sumatera Utara
- Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak enam meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak enam meter. - Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan angka 30, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30. - Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukkan angka 50, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/50. - Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada jarak enam meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter. - Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen maka dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter. - Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak tiga meter, maka dinyatakan tajam 3/60. Dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai dampai 1/60, yang berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter. - Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan pasien yang lebih buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak satu meter berarti tajam penglihatannya adalah 1/300. - Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam penglihatan 1/~. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak berhingga. - Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta nol (Ilyas, 2009).
Pada Tabel 2.2. dibawah ini terlihat tajam penglihatan yang dinyatakan dalam sistem desimal, Snellen dalam meter dan kaki (Ilyas, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Nilai Tajam Penglihatan dalam Meter, Kaki dan Desimal Snellen (6 meter) 20 kaki Sistem desimal 6/6 20/20 1.0 5/6 20/25 0.8 6/9 20/30 0.7 5/9 15/25 0.6 6/12 20/40 0.5 5/12 20/50 0.4 6/18 20/70 0.3 6/60 20/200 0.1
2.3.2. Uji Lubang Kecil
Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah tajam penglihatan yang kurang terjadi akibat kelainan refraksi atau kelainan organik media penglihatan. Penderita duduk menghadap kartu Snellen dengan jarak 6 meter. Penderita disuruh melihat huruf terkecil yang masih terlihat dengan jelas. Kemudian pada mata tersebut ditaruh lempeng berlubang kecil (pinhole atau lubang sebesar 0.75 mm). Bila terdapat perbaikan tajam penglihatan dengan melihat melalui lubang kecil berarti terdapat kelainan refraksi. Bila terjadi kemunduran tajam penglihatan berarti terdapat gangguan pada media penglihatan. Mungkin saja ini diakibatkan kekeruhan kornea, katarak, kekeruhan badan kaca, dan kelainan makula lutea (Ilyas, 2009).
2.3.3. Uji Pengkabutan (Fogging Test)
Uji pemeriksaan astigmatisme dengan memakai prinsip mengistirahatkan akomodasi dengan memakai lensa positif. Dengan mata istirahat pasien disuruh melihat astigmatism dial (juring astigmatisme). Bila garis vertikal yang terlihat jelas berarti garis ini telah terproyeksi baik pada retina sehingga diperlukan koreksi bidang vertikal dengan memakai lensa silinder negatif dengan sumbu 180 derajat. Penambahan kekuatan silinder diberikan sampai garis pada juring astigmatisme terlihat sama jelasnya (Ilyas, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.3.4. Uji Duokrom (Uji Keseimbangan Merah Biru) Pada mata emetropia sinar merah dibiaskan di belakang retina sedang sinar hijau di depan, demikian pula dengan mata yang telah dikoreksi dengan tepat. Penderita duduk dengan satu mata ditutup dan melihat pada kartu merah hijau yang ada huruf diatasnya. Pada pasien diminta untuk memberitahu huruf diatas warna yang tampak lebih jelas. Bila terlihat huruf diatas hijau lebih jelas berarti mata hipermetropia, sedang pada miopi akan lebih jelas huruf pada warna merah. Pada keadaan diatas dilakukan koreksi sehingga huruf diatas warna hijau sama jelas dibanding huruf diatas warna merah (Ilyas, 2009).
2.3.5. Uji Dominan Mata
Uji ini bertujuan untuk mengetahui mata dominan pada anak. Anak diminta melihat pada satu titik atau benda jauh. Satu mata ditutup kemudian mata yang lainnya. Bila mata yang dominan yang tertutup maka anak tersebut akan menggerakkan kepalanya untuk melihat benda yang matanya dominan (Ilyas, 2009).
2.3.6. Uji Crowding Phenomenon
Uji ini bertujuan untuk mengetahui adanya ambliopia. Penderita diminta membaca huruf kartu Snellen sampai huruf terkecil yang dibuka satu persatu atau yang diisolasi, kemudian isolasi huruf dibuka dan pasien disuruh melihat sebaris huruf yang sama. Bila terjadi penurunan tajam penglihatan dari huruf isolasi ke huruf dalam baris maka ini disebut adanya crowding phenomenon pada mata tersebut. Mata ini menderita ambliopia (Ilyas, 2009).
2.3.7. Penurunan Tajam Penglihatan
Penurunan tajam penglihatan dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti usia, kesehatan mata dan tubuh dan latar belakang pasien. Tajam penglihatan cenderung menurun sesuai dengan meningkatnya usia seseorang. Jenis kelamin bukan merupakan suatu faktor yang mempengaruhi ketajaman penglihatan seseorang (Xu, 2005). Dari penelitian yang dilakukan di Sumatera, Indonesia,
Universitas Sumatera Utara
didapat bahwa penyebab tertinggi terjadinya low vision atau visual impairment adalah katarak, kelainan refraksi yang tidak dikoreksi, amblyopia, Age-related Macular Degeneration, Macular Hole, Optic Atrophy, dan trauma (Saw, 2003). Kelainan refraksi merupakan suatu kelainan mata yang herediter (Riordan-Eva, 2007).
2.4. Telepon Pintar (Smartphone)
2.4.1. Definisi Belum ada kesepakatan dalam industri ini mengenai apa yang membuat telepon menjadi pintar, dan pengertian dari telepon pintar ini pun berubah mengikuti waktu. Telepon pintar adalah telepon genggam yang mempunyai kemampuan tingkat tinggi, terkadang dengan fungsi yang menyerupai komputer. Menurut David Wood, Wakil Presiden Eksekutif PT Symbian OS, telepon pintar dapat dibedakan dengan telepon genggam biasa dengan dua cara fundamental yaitu bagaimana mereka dibuat dan apa yang mereka bisa lakukan. Telepon pintar merupakan telepon genggam yang mempunyai kemampuan tingkat tinggi dan memiliki fitur canggih seperti kemampuan internet, membaca e- mail, kemampuan membaca buku elektronik (e-book), chatting/instant messaging serta mempunyai banyak aplikasi (Anderson, 2004).
2.4.2. Fungsi-Fungsi Telepon Pintar
Telepon pintar menawarkan akses langsung baik ke informasi yang dipublikasikan maupun sistem jaringan perusahaan seperti internet. Ketersediaan global dari jaringan telepon broadband dan aplikasi-aplikasi dapat mengubah penyampaian informasi kepada masyarakat bisnis, hukum dan komunitas peneliti (White, 2010). Telepon pintar memiliki fungsi-fungsi antara lain, sebagai aplikasi multimedia dapat digunakan sebagai pemutar musik/music player, memiliki fungsi video kamera dan aplikasi personal lainnya. Untuk produktivitas profesional dan personal dapat dipakai untuk membuka aplikasi instant messaging/chatting dan jejaring sosial, membaca e-mail pribadi, memiliki
Universitas Sumatera Utara
kemampuan navigasi/GPS (Global Positioning System) dan memiliki akses internet. Untuk produktivitas bisnis, digunakan untuk membaca e-mail, membuka aplikasi bisnis, melakukan voice calling atau corporate messaging. Telepon pintar juga memiliki kemampuan manajemen dan implementasi policy, gampang digunakan, dan dapat mengatur dan mengontrol aplikasi. Telepon pintar juga memiliki keunggulan dalam hal keamanan karena dapat menghapus data dari jauh serta enkripsi dan manajemen data (Signorini, 2010).
2.4.3. Kelebihan Telepon Pintar
Telepon pintar menawarkan beberapa manfaat signifikan bagi pengguna melalui kecanggihan telepon tersebut, khususnya kualitas layar dan penggunaan layar sentuh. Perubahan di dalam telepon bahkan lebih revolusioner, dengan ponsel sekarang memiliki browser yang kuat dan sistem operasi perangkat lunak yang menawarkan potensi pengembangan yang sangat besar bagi industri perangkat lunak. Perangkat lunak sendiri memiliki nilai yang luar biasa kepada pengguna. Memberikan informasi yang dapat diakses dan dimanipulasi oleh perangkat lunak, telepon pintar kini berubah menjadi perangkat informasi mobile yang kuat dan perangkat komunikasi yang mungkin mengubah cara pengguna mengakses informasi secara dramatis (White, 2010).
2.4.4. Kekurangan Telepon Pintar
Pada penggunaan telepon pintar, banyak isu keamanan dan kerahasiaan pribadi yang muncul berupa: 1. Kebocoran data Telepon yang hilang atau dicuri dengan memori yang tidak dilindungi memberikan kesempatan bagi orang lain untuk mengakses data tersebut. 2. Penonaktifan yang kurang tepat Telepon dibuang atau diberikan ke orang lain tanpa membuang data sensitif, mengijinkan orang lain untuk mengakses data tersebut. 3. Pengungkapan data yang tak disengaja
Universitas Sumatera Utara
Kebanyakan aplikasi memiliki pengaturan privasi, tetapi banyak pengguna yang tidak sadar akan hal itu. Data tersebut ditransmisikan tanpa sepengetahuan pengguna telepon pintar. 4. Phising Orang lain dapat mencuri data-data penting kita seperti password, nomor kartu kredit menggunakan aplikasi palsu atau pesan (sms, email) yang kelihatannya asli. 5. Spyware Telepon pintar yang memiliki spyware didalamnya memberikan kesempatan bagi orang lain untuk mengakses atau mengubah data pribadi pengguna telepon pintar. 6. Pencurian data menggunakan jaringan palsu Penyerang menggunakan titik akses jaringan (network access point) palsu dan pengguna telepon pintar melakukan koneksi dengan jaringan tersebut. Hal ini menyebabkan penyerang dapat melakukan intersepsi atas komunikasi pengguna telepon pintar dan melancarkan aksi serangan lain seperti pencurian data. 7. Pengawasan Mengawasi seseorang dengan menggunakan telepon pintar target. 8. Diallerware Penyerang mencuri uang dari pengguna telepon pintar dengan cara menggunakan malware yang menggunakan pelayanan sms premium secara tersembunyi. 9. Financial malware Malware yang secara spesifik didesain untuk mencuri nomor kartu kredit, data online banking atau mengalihkan transaksi online banking atau transaksi elektronik. 10. Kongesti jaringan Beban jaringan berlebihan akibat penggunaan telepon cerdas yang berlebihan dan mengakibatkan terputusnya jaringan pengguna telepon cerdas (Hogben, 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.5. Tajam Penglihatan dan Telepon Pintar Menurut Dian Siswarini, Sekretaris Jenderal ATSI, layanan data internet kini menjadi bagian dari aktivitas harian pelanggan ponsel di Indonesia. Ia mencatat sebagian besar pengguna telepon pintar dewasa ini menggunakan perangkat mereka untuk menelusuri internet, membaca berita online, bergaul di jejaring sosial, dan saling mengirim surat elektronik. Untuk itu, pengguna telepon pintar akan menghabiskan waktunya untuk menatap pada layar telepon dalam waktu yang lama dan jarak yang dekat (bekerja dalam jarak dekat). Mata yang normal akan beristirahat pada saat melihat jauh sedangkan untuk melihat dekat, diperlukan usaha yang besar dari otot siliaris dalam mengatur bentuk dari lensa mata. Hal ini menempatkan otot siliaris berada dalam suatu keadaan stress. Kita dapat menganalogikannya seperti mengangkat beban. Dengan secara terus-menerus menambah beban yang kita gunakan untuk latihan, otot-otot yang kita gunakan akan berada pada kondisi stress yang berat. Otot-otot kita akan merespon dengan bertambah besar dan kuat sehingga beban yang diberikan dapat dilakukan dengan usaha yang lebih sedikit. Dengan kata lain, otot-otot kita akan beradaptasi (Jackson, 1970). Hal yang serupa juga terjadi pada mata sewaktu akomodasi. Tetapi otot siliaris tidak bertambah besar atau kuat melainkan mengalami spasme sementara. Ini merupakan adaptasi mata untuk bekerja dalam jarak dekat. Bila kita terus- menerus bekerja dalam jarak dekat, spasme ini akan bertahan dalam beberapa bulan atau tahun. Spasme otot siliaris yang kronik akan menginisiasi pemanjangan dari axis bola mata (Jackson, 1970). Hal yang menginisiasi pemanjangan dari axis bola mata adalah merupakan peran neuromodulator seperti dopamin, serotonin dan neuropeptida. Pelepasan neuromodulator akan menyebabkan perubahan struktur sklera yang dimodulasi oleh pembentukan proteoglikan. Meningkatnya jumlah proteoglikan menyebabkan penurunan pertumbuhan panjang axis bola mata. Sebaliknya, menurunnya jumlah proteoglikan menyebabkan peningkatan pertumbuhan panjang axis bola mata. Akibat dari spasme otot siliaris, maka tidak diperlukan lagi akomodasi sewaktu bekerja dalam jarak dekat sehingga akan menurunkan pelepasan dari
Universitas Sumatera Utara
neuromodulator. Hal inilah yang mengakibatkan pemanjangan dari axis bola mata (Troilo, Nickla & Wallman, 2000). Bertambah panjangnya axis bola mata bertujuan agar tidak diperlukan lagi usaha yang besar sewaktu bekerja dalam jarak dekat. Akan tetapi, setelah bola mata bertambah panjang, mata tidak akan dapat melihat dengan jelas sewaktu melihat jauh (Jackson, 1970). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Emily C. Woodman, dkk (2010), memang terbukti terjadi pemanjangan axis bola mata yang signifikan setelah bekerja dalam jarak dekat. Penggunaan telepon pintar akan meningkatkan daya akomodasi mata yang akhirnya berdampak pada penurunan tajam penglihatan. Hal ini terjadi karena pengguna telepon pintar cenderung menatap layar telepon pintar pada jarak yang terlalu dekat sehingga beban kerja mata bertambah berat dalam melakukan akomodasi untuk menyesuaikan pemfokusan pada mata. Bahkan, efek lain penggunaan telepon pintar adalah penglihatan menjadi kabur, kelelahan pada mata dan sakit kepala (Rosenfield, 2011). Pada penelitian yang dilakukan oleh Mark Rosenfield, D.O., Ph.D., seorang profesor optalmologi di Amerika Serikat, 130 relawan yang menjadi kelompok pertama dengan umur rata-rata 23.2 tahun, diminta untuk mengirim dan membaca SMS dari telepon pintar mereka. Kelompok kedua berjumlah 100 relawan dengan umur rata-rata 24.9 tahun, diminta untuk membaca situs internet melalui telepon pintar mereka. Peneliti kemudian mengukur jarak pandang antara layar telepon pintar ke mata relawan serta besarnya tulisan yang dibaca relawan (Rosenfield, 2011). Hasil penelitian Rosenfield menunjukkan bahwa jarak pandang rata-rata mata relawan ke layar telepon pintar bertambah dekat dibandingkan dengan jarak pandang normal yang aman untuk mata. Pada saat mengirim dan membaca SMS, jaraknya hanya sekitar 14 inci (36 cm) dengan tulisan yang 10% lebih besar dari tulisan di surat kabar. Tetapi, ketika membaca situs internet melalui telepon pintar, jarak pandang rata-rata relawan adalah 12.6 inci (32 cm) dengan tulisan yang 20% lebih kecil dari besar tulisan di surat kabar. Sementara, jarak yang aman untuk mata saat membaca surat kabar, buku atau majalah adalah 16 inci (40 cm).
Universitas Sumatera Utara
Hasil ini menunjukkan beban kerja mata pada pengguna telepon pintar lebih berat. Membaca pada jarak yang dekat memaksa mata untuk bekerja lebih keras dalam mempertahankan pemfokusan pada suatu objek. Membaca tulisan yang kecil juga akan menambah beban kerja mata. Makin beratnya mata dalam bekerja, maka makin bertambahnya resiko untuk terjadi regangan pada mata (eye strain) yang akhirnya dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan.