Laporan Kasus PSMBA
Laporan Kasus PSMBA
PEMBIMBING
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB V Kesimpulan ..................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................34
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Epidemiologi
Penyebab perdarahan saluran makanan bagian atas (PSMBA) terbagi atas
pecahnya varises esofagus dan non- varises seperti tukak peptik, gastritis erosif,
tumor dll. Penyebab perdarahan di Indonesia berbeda dengan penyebab di negara-
negara barat. Penyebab perdarahan terbanyak di Indonesia yaitu pecahnya varises
esofagus sedangkan di negara barat terbanyak (95%) ialah non-varises dengan
sebanyak 50-70% kasus karena perdarahan ulkus peptikum.2 Insiden PSMBA di
dunia sekitar 100-150 perawatan di rumah sakit per 100.000 populasi pertahun.
Mortalitas karena PSMBA berkisar antara 7-14% dan mortalitas karena
perdarahan ulang mendekati 40%.3 Data dari American Society of
Gastrointestinal Endoscopy pada tahun 2013, memperlihatkan sekitar pasien
dengan perdrahan PSMBA dan penyebab paling sering ialah gastritis erosif
(29,6%), ulkus duodenum (22,8%), ulkus lambung (21,9%), varises (15,4%), dan
esofagotis (12,8%).4 Di Indonesia dari 1673 kasus PSMBA di Bagian Penyakit
Dalam RSU Dr. Sutomo Surabaya, penyebabnya 76,9 pecahnya varises esofagus,
19% gastritis erosif, 1% tukak peptik dan 2,6% karena sebab-sebab lain. 5
2.1.3 Etilogi
a Kelainan Esofagus
1. Varises Esophagus
Varises esofagus ditemukan pada penderita sirosis hati dengan
hipertensi porta. sifat perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah atau
2
3
b Kelainan Lambung
1. Gastristis Erosif Hemoragik
Penyebab terbanyak dari gastritis erosif hemoragik ialah obat-obatan
yang menimbulkan iritasi pada mukosa lambung atau merangsang
timbuolnya tukak peptik. obat yang termasuk golongan salisilat bisa
menyebabkan iritasi dan tukak multiple. kotrikosteroid dapat menyebabkan
hematemesis.
2. Tukak Lambung
Tukak lambung lebih sering menimbulkan perdarahan terutama yang
terletak di angulus dan prepilorus dibanding dengan tukak
4
c Kelainan Duodenum
1. Tukak Duodeni
Tukan duodeni yang menyebabkan perdarah terletak di bulbus.Kelhan
yg umunya dirasakan adalah hemtemesis dan melena. Sebelum keluahn
tersebut muncul didahului dengan nyeri perut dibagian atas agak ke kanan
dan dorasakan juga pada waktu tengah malam sehinnga sering terbangun.
Untuk mengurani nyeri biasanya penderita makan atau minum.6
sel-sel foveola gastric membentuk suatu lapisan tipis yang mencegah partikel
makanan besar menempel secara langsung pada lapisan epitel. Lapisan mukosa
juga mendasari pembentukan lapisan musin stabil pada permukaan epitel yang
melindungi mukosa dari paparan langsung asam lambung, selain itu memiliki pH
netral sebagai hasil sekresi ion bikarbonat sel - sel epitel permukaan. 10
Suplai vaskular ke mukosa gaster selain mengantarkan oksigen, bikarbonat,
dan nutrisi juga berfungsi untuk melunturkan asam yang berdifusi ke lamina
propia. Gastritis akut atau kronik da pat terjadi dengan adanya dekstruksi
mekanisme - mekanisme protektif tersebut. Pada orang yang sudah lanjut usia
pembentukan musin berkurang sehingga rentan terkena gastritis dan perdarahan
saluran cerna. OAINS dan obat antiplatelet dapat mempengaruhi proteksi sel
(sitoproteksi) yang umumnya dibentuk oleh prostaglandin atau mengurangi
sekresi bikarbonat yang menyebabkan meningkatnya perlukaan mukosa gaster.10
Infeksi Helicobacter pylori yang predominan di antrum akan meningkatkan
sekresi asam lambung dengan konsekuensi terjadinya tukak duodenum. Inflamasi
pada antrum akan menstimulasi sekresi gastrin yang merangsang sel parietal
untuk meningkatkan sekresi lambung. Perlukaan sel secara langsung juga dapat
disebabkan konsumsi alkohol yang berlebih. Alkohol merangsang sekresi asam
dan isi minuman berakohol selain alkohol juga merangsang sekresi asam
sehingga menyebabkan perlukaan mukosa saluran cerna. 10
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa diabetes mellitus merupakan
salah satu penyakit komorbid pada perdarahan SCBA dan menjadi faktor risiko
perdarahan SCBA. Pada pasien DM terjadi perubahan mikrovaskuler salah
satunya adalah penurunan prostasiklin yang berfungsi mempertahankan mukosa
lambung sehingga mudah terjadi perdarahan. Gastritis kronik dapat berlanjut
menjadi ulkus peptikum.11
2.1.6 Diagnosis
Seperti dalam menghadapi pasien-pasien gawat darurat lainnya dimana dalam
melaksanakan prosedur diagnosis tidak harus selalu melakukan anamnesis yang
sangat cermat dan pemeriksaan fisik yang sangat detil, dalam hal ini yang
diutamakan adalah penanganan A - B – C ( Airway – Breathing – Circulation )
terlebih dahulu. Bila pasien dalam keadaan tidak stabil yang didahulukan adalah
9
resusitasi ABC. Setelah keadaan pasien cukup stabil maka dapat dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih seksama.7
a. Anamnesis
Pada anamnesis yang perlu ditanyakan adalah riwayat penyakit hati kronis,
riwayat dispepsia,riwayat mengkonsumsi NSAID,obat rematik,alkohol,jamu –
jamuan,obat untuk penyakit jantung,obat stroke. Kemudian ditanya riwayat
penyakit ginjal,riwayat penyakit paru dan adanya perdarahan ditempat lainnya.
Riwayat muntah-muntah sebelum terjadinya hematemesis sangat mendukung
kemungkinan adanya sindroma Mallory Weiss.
Dalam anamnesis yang perlu ditekankan13 :
1. Sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan darah yang keluar
2. Riwayat perdarahan sebelumnya
3. Riwayat perdarahan dalam keluarga
4. Ada tidaknya perdarahan dibagian tubuh lain
5. Penggunaan obat-obatan terutama antiinflamasi nonsteroid dan antikoagulan
6. Kebiasaan minum alkohol
7. Mencari kemungkinan adanya penyakit hati kronis, demam berdarah,
demam tifoid, GGK, DM, hipertensi, alergi obat-obatan
8. Riwayat transfusi sebelumnya
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan awal perdarahan saluran cerna, adanya stigmata penyakit hati
kronik, suhu badan dan perdarahan di tempat lain, tanda – tanda Langkah awal
menentukan beratnya perdarahan dengan memfokuskan status
hemodinamiknya. Pemeriksaan meliputi :
Tekanan darah dan nadi posisi baring
Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi
Ada tidaknya vasokonstriksi perifer ( akral dingin )
Kelayakan nafas
Tingkat kesadaran
Produksi urin.
10
c. Pemeriksaan penunjang
Kelengkapan pemeriksaan yang perlu diperhatikan13 :
11
2.1.7 Penatalaksanaan
a Stabilisasi Hemodinamik Pada Perdarahan Saluran Cerna
Pada kondisi hemodinamik tidak stabil, berikan infus cairan kristaloid
(misalnya cairan garam fisiologis dengan tetesan cepat dengan menggunakan dua
jarum berdiameter besar (minimal 16 G) dan pasang monitor CVP (central venous
pressure); tujuannya memulihkan tanda-tanda vital dan mempertahankan tetap
stabil. Biasanya tidak sampai memerlukan cairan koloid (misalnya dekstran)
kecuali pada kondisi hipoalbuminemia berat. Secepatnya kirim pemeriksaan darah
untuk menentukan darah golongan darah, kadar hemoglobin, hematokrit,
trombosit, leukosit. Adanya kecurigaan diatesis hemoragik pelu ditindaklanjuti
dengan melakukan test rumple-leed, pemeriksaan waktu perdarahn, waktu
pembekuan, retraksi bekuan darah, PPT dan aPTT.
Kapan transfusi darah diberikan sifatnya sangat individual tergantung
dengan jumlah darah yang hilang, perdarahan masih aktif atau sudah berhenti,
lamanya perdarahan berlangsung, dan akibat klinik perdarahan tersebut.
Pemberian transfusi darah dapa perdarahan saluran cerna dipertimbangkan pada
keadaan berikut ini :
1. Perdarahan dalam kondisi hemodinamik tidak stabil
2. Perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1 liter
atau lebih
3. Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan hemoglobin kurang dari 10
gr% atau hematokrit kurang dari 30%
4. Terdapat tanda-tanda oksigenasi jaringan yang menurun
b Penatalaksanaan Teurapetik
1. Non-Endoskopi
15
A. Bilasan Lambung
Salah satu usaha menghentikan perdarahan yang sudah lama
dilakukan adalah kumbah lambung lewat pipa nasogastrik dengan
air suhu kamar. Prosedur ini diharapkan mengurangi distensi
lambung dan memperbaiki proses hemostatik, namun demikian
manfaatnya dalam menghentikan perdarahan tidak terbukti.
Kumbah lambung ini sangat diperlukan untuk persiapan
pemeriksaan endoskopi dan dapat dipakai untuk membuat
perkiraan kasar jumlah perdarahan. Berdasarkan percobaan hewan,
kumbah lambung dengan air es kurang menguntungkan, waktu
perdarahan menjadi memanjang,perfusi dinding lambung menurun
dan bisa timbul ulserasi pada mukosa lambung.
B. Pemberian Vit K
Pemberian vitamin K pada pasien dengan penyakit hati kronis yang
mengalami perdarahan SCBA diperbolehkan, dengan pertimbangan
pemberiaan tersebut tidak merugikan dan relatif murah.
C. Vasopresin
Vasopressin dapat menghentikan perdarahan SCBA lewat efek
vasokonstriksi pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran
darah dan tekanan vena porta melihat. Digunakan di klinik untuk
perdarahan akut varises esofagus sejak 1953. Pernah dicobakan
pada perdarahan non varises, namun berhentinya perdarahan tidak
berbeda dengan plasebo. Terdapat dua bentuk sediaan, yakni
pitresinyang mengandung vasopressin murni dan preparat pituitari
gland yang mengandung vasopressin dan oksitosin. Pemberiaan
vasopressin dilakukan dengan mengencerkan sediaan vasopressin
50 unit dalam 100 ml dekstrose 5%, diberikan 0,5-1 mg/menit/IV
selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3 sampai 6 jam; atau
setelah pemberian pertama dilanjutkan per infus 0,1-0,5 U/menit.
Vasopressin dapat menimbulkan efek samping serius berupa
16
F. Balon Tamponade
Penggunaan balon tamponade untuk menghentikan perdarahan
varises esofagus dimulai sekitar tahun 1950, paling populer adalah
sengstaken blakemore tube (SB-tube) yang mempunyai 3 pipa serta
2 balon masing-masing untuk esofagus dan lambung. Komplikasi
pemasangan SB-tube yang bisa berakibat fatal ialah pneumonia
aspirasi, laserasi sampai perforasi. Pengembangan balon sebaiknya
tidak melebihi 24 jam. Pemasangan SB-tube seyogyanya dilakukan
oleh tenaga medik yang berpengalaman dan ditidaklanjuti dengan
observasi yang ketat.13
2. Endoskopi
Terapi endoskopi ditujukan pada perdarahan tukak yang masih aktif
atau tukak dengan pembuluh darah yang tampak. Metode terapinya
meliputi:
Berbagai cara terapi endoskopi tersebut akan efektif dan aman apabila
dilakukan ahli endoskopi yang termapil dna berpengalaman. Endoskopi
terapeutik ini dapat diterapkan pada 90% kasus perdarahan SCBA,
sedangkan sisanya 10% sisanya tidak dapat dikerjakan karena alasan teknis
seperti darah terlalu banyak sehingga pengamatan terhalang atau letak lesi
tidak terjangkau. Secara keseluruhan 80% perdarahan tukak peptik dapat
berhenti spontan, namun pada kasus perdarahan arterial yang bisa berhenti
spontan hanya 30%.
Terapi endoskopi yang relatif murah dan tanpa banyak peralatan
pendukung ialah penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan dengan
menggunakan adrenalin 1 : 10000 sebanyak 0,5-1 ml tiap kali suntik dengan
batas dosis 10 ml atau alkohol absolut (98%) tidak melebihi 1 ml.
Penyuntikan bahan sklerosan sepert alkohol absolut atau polidoklonal
18
PEMBEDAHAN
2 Keluhan Tambahan
Perut Membesar dan teraba masa di hipokondrium kanan.
20
21
c. HR : 120 x/i
d. TD : 110/70 mmHg
e. RR : 22 x/i
f. T : 36,7oC
g. BB : 60 kg
h. TB : 170 cm
7 Thoraks
a. Inspeksi : Retraksi (-), Simetris statis dan dinamis
b. Palpasi : Nyeri Tekan (-), sf kanan = kiri
c. Perkusi : Sonor sonor memendek
d. Auskultasi : Vesikuler (+/+) Rh (-/-), whez (-/-)
8 Cor :
a. Inspeksi : Ictus Cordis (-)
b. Palpasi : Ictus Cordis (+)
c. Perkusi : Batas Jantung Normal
d. Askultasi : BJ I > BJ II, Bising (-)
9 Abdomen
a. Inspeksi : Simetris, Distensi (+), Asites (+)
b. Palpasi : Distensi, Hepar Teraba 5 Cm dari Prosecus Xypodeus,
Tidak rata, Konsistensi Keras , tepi Tumpul, Lien
Schufner 3, Suftin Dulness (+)
c. Perkusi : Redup/Timpani
d. Auskultasi : Peristaltik suara Melemah
f. MCV : 80 fL
g. MCH : 28 pg
h. MCHC : 35 %
i. RDW : 16,0 %
j. MPV : 11,5fL
k. Diftel
I. Eosinofil :2
II. Basofil :1
III. Net.Segmen : 67
IV. Net. Batang : 0
V. Limfosit : 18
VI. Monosit : 12
l. Elektrolit
I. Natrium : 134 mmol/L
II. Kalium : 3,4 mmol/L
III. Clorida : 94 mmol/L
h. GDS : 102 Mg/dl
b. Hemotokrit : 27 %
c. Eritrosi : 3,3 x 106/mm3
d. Leukosit : 6,8 x 103/mm3
e. Trombosit : 262 x 103/mm3
f. MCV : 84 fL
g. MCH : 28 pg
h. MCHC : 34 %
i. RDW : 17 %
j. MPV : 10,7fL
m. Diftel
I. Eosinofil :3
II. Basofil :0
III. Net.Segmen : 68
IV. Net. Batang :0
V. Limfosit : 21
VI. Monosit :9
n. Elektrolit
I. Natrium : 128 mmol/L
II. Kalium : 3,4 mmol/L
III. Clorida : 102 mmol/L
o. Ginjal-Hipertensi:
I. Ureum : 44 mg/dl
II. Kreatinin : 0,41 mg/dl
p. Imuno Serologi :
I. Anti HCV : Negatif
25
IV. Ceftriaxon
Ass/ 2gr/ 24 Jam
1. PSMBA perbaikan ec DD IV.
a. Esophagus Bleeding Omeprazole 40
b. Varises Eshophagus Mg/12 Jam
c. Ulkus Gaster Lactulak Syr 3
d. Ulkus Duodenum x CI
2. Masa Intra Abdomen Sucralfat syr 3
3. Cancer Pain x CI
Fosen Enema
(K/P)
P/ USG abdomen
HbsAg
Albumin
S/ BAB berdarah (-) Lemas (-), Th/
demam (-), mata kuning (+), badan Bed Rest
kuning (+) Diet Sonde hati
O/ HR: 70 x/i 6 x 200 cc
RR: 18 x/i Three Way
o
Temp: 36,8 C IVFD
TD : 120/80 Komafusin
Dokter Sklera ikterik (+/+) Hepar 1 fls/
23/11/2016
PPDS Ekstremitas ikterik (+/+) hari
IV. Ceftriaxon
Ass/ 2gr/ 24 Jam
1. PSMBA ec DD IV.
a. Varises Eshophagus Omeprazole 40
b. Esophagus Bleeding Mg/12 Jam
c. Ulkus Gaster Lactulak Syr 3
d. Ulkus Duodenum
28
3.11 Resume
Pasien datang rujukan Rumah Perta Medika dengan keluhan BAB Hitam seperti
Aspal sejak 20 hari yang lalu. Sebelumnya pasien telah dirawat di rumah sakit
Rumah Perta Medika selama 5 hari dengan keluhan yang sama. Keluhan BAB
Hitam sejak 15 hari sebelum dirawat, dengan frekuensi 1-2 x/hari, volume ½-1
aqua gelas. Sebelumnya selama sebulan terakhir pasien merasakan badan terasa
sering demam, perut yang semakin membesar dengan terasa nyeri dan sesak,
badan terasa kuning, dan nafsu makan serta BB menurun. Selama keluhan
tersebut badan terasa lemas. Dari pemeriksaan USG ditemukan Cirrhosis Hepatis
dengan dan Asites Serta Tumor Trhombus di Vena Aorta. Sludge di Gallbleder.
Hal lain pasein merupakan seorang petani Pasein seorang petani, yang memiliki
kebiasan di pesawahan berinteraksi dengan masyarakat, makan tidak teratur dan
merokok disertai kopi.
BAB IV
PEMBAHASAN
29
30
badan terasa sering demam, perut yang semakin membesar dengan terasa nyeri
dan sesak, badan terasa kuning, dan nafsu makan serta BB menurun. Selama
keluhan tersebut badan terasa lemas. Riwayat kaki bengkak (-), riwayat konsumsi
alkohol disangkal (-), namun riwayat peradangan dihati tidak pernah dikeluhkan
seblumnya.
Secara teoritis lengkap terjadinya perdarahan saluran cerna bagian atas
disebabkan oleh ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor defensif, dimana
faktor agresif meningkat atau faktor defensifnya menurun. Yang dimaksud dengan
faktor agresif antara lain asam lambung, pepsin, refluks asam empedu, nikotin,
obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan obat kortikosteroid, infeksi
Helicobacter pylori dan faktor radikal bebas , khususnya pada pasien lanjut usia.
Yang dimaksud dengan faktor defensif yaitu aliran darah mukosa yang baik, sel
epitel permukaan mukosa yang utuh, prostaglandin, musin atau mukus yang
cukup tebal, sekresi bikarbonat, motilitas yang normal, impermeabilitas mukosa
terhadap ion H+ dan regulasi pH intra sel.7,8
Namun salah satu penyebab perdarahan saluran makanan bagian atas
diakibatkan pecahnya varises esofagus merupakan yang terbanyak di Indonesia,
penyakit sirosis hati. Sirosis hati di Indonesia masih banyak disebabkan oleh
infeksi virus hepatitis B dan hepatitis C. Varises esofagus adalah vena collateral
yang berkembang sebagai hasil dari hipertensi sistemik ataupun hipertensi
segmental portal. Saat ini, faktor-faktor terpenting yang bertanggung jawab atas
terjadinya perdarahan varises adalah: tekanan portal, ukuran varises, dinding
varises dan tegangannya, dan tingkat keparahan penyakit hati.
Hal ini sesuai dengan keluhan pasien yang menunjukkan ada keterkaitan
antara PSMBA dengan gangguan hati. Sesuai dengan keluhan pasien dengan
badan terasa sering demam, perut yang semakin membesar dengan terasa nyeri
dan sesak, badan terasa kuning, dan nafsu makan serta BB menurun.
Pada saat pemeriksaan pasien dalam kondisi keadaan umum sakit sedang,
kesadaran kompos mentis (E4M6V5), Hr 120 x/i, RR 22 x/i, TD : 110/70
mm/Hg, Suhu Afebris, BB 60 kg dan TB 170 cm.
Pemeriksaan Head to Toe di dapatkan permasalahan Sklera Ikterik (+),
abdomen Distensi yang menggambarkan terdapatnya cairan (Asites), Hepar teraba
5 Cm, Hepar Teraba 5 Cm dari Prosecus Xypodeus, Tidak rata, Konsistensi
Keras, tepi Tumpul.
Pemeriksaan Labotarium ditemukan, penurunan hematokrit dengan 33%,
gambaran diftel yang sift to the right, hipokalemi. Pada fungsi hati ditemukan
peningkatan fungsi hati sebanyak 3 x lipat dari nilai normal, hiperuremia, dan
hipoalbumin. Pada USG Abdomen ditemukan Cirrhosis Hepatis dengan dan
Asites Serta Tumor Trhombus di Vena Aorta. Sludge di Gallbleder.
Pada pemeriksaan diatas menunjukkan kondisi pasien yang relative stabil,
tanpa mengalami penurunan kesadaran, serta gangguan tanda vital. Hal ini
menunjukkan tidak massifnya perdarahan. Penyebab perdarahan akibat pecahnya
varises esofagus merupakan yang terbanyak di Indonesia, disebabkan oleh
penyakit sirosis hati.
Gangguan hati hingga sirosis ditemukan dari sklera ikterik, asites, Hepar
teraba 5 Cm, Hepar Teraba 5 Cm dari Prosecus Xypodeus, Tidak rata, Konsistensi
Keras, tepi Tumpul, hingga pada pemeriksaan Labotarium ditemukan, penurunan
hematokrit dengan 33%, gambaran diftel yang sift to the right, hipokalemi, fungsi
hati meningkat sebanyak 3 x lipat dari nilai normal, hiperuremia, dan
hipoalbumin, dan Pada USG Abdomen ditemukan Cirrhosis Hepatis dengan dan
Asites Serta Tumor Trhombus di Vena Aorta. Sludge di Gallbleder. Merupakan
penyebab PSMBA pada pasien disebabkan ruptur varises esophagus.
Pada gagal hepar seperti sirosis hepatis kronis, kematian sel dalam hepar
mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk
saluran kolateral dalam submukosa esophagus dan rektum serta pada dinding
abdomen anterior untuk mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar.
Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi
mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah dan timbul varises. Varises bisa
pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif.
32
Hal ini sesuai dengan keluhan pasien yang menunjukkan ada keterkaitan
antara PSMBA dengan gangguan hati. Sesuai dengan keluhan pasien dengan
badan terasa sering demam, perut yang semakin membesar dengan terasa nyeri
dan sesak, badan terasa kuning, dan nafsu makan serta BB menurun.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Makanan Diet Sehat, sistem pencernaan manusia. Available from:
http://makanandietsehat.com/sistem-pencernaan-manusia/. ( Accessed 7 Mei
2014)
2. Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-6. Jakarta:
EGC
3. Faradillah, Firman, dan Anita. 2009. Gastro Intestinal Track Anatomical
Aspect. Surakarta : Keluarga Besar Asisten Anatomi FKUNS.
4. Price S. Wilson L.2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Ed 6. Vol 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
5. Guyton, AC dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed: ke-9 .
Jakarta: EGC
6. Dubey, S., 2008. Perdarahan Gastrointestinal Atas. Dalam: Greenberg, M.I., et
al. Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan Greenberg Vol 1. Jakarta: Penerbit
Erlangga
7. Djumhana A;Hadi S;Abdurachman SA;Wijojo J;Saketi R: Upper GI bleeding
in Hasan
8. Holster IL, Kuipers EJ. Management of acute nonvariceal upper
gastrointestinal bleeding: current policies and future perspectives. World J
Gastroenteral. 2012; 18:1207-7
9. Porter, R.S., et al., 2008. The Merck Manual of Patient Symptoms. USA:
Merck Research Laboratories
10. de Franchis R. Evolving Consensus in Portal Hypertension Report of the
Baveno IV Consensus Workshop on methodology of diagnosis and therapy in
portal hypertension -Special report. J Hepatology 2005;43:167-176
11. Anand, B.S., Katz, J., 2011. Peptic Ulcer Disease, Medscape Reference,
Professor. Department of Internal Medicine, Division of Gastroenterology,
Baylor College of Medicine. Available from:http://emedicine.medscape.com/
( Accessed 23 April 2011)
12. Jutabha, R., et al. 2003. Acute Upper Gastrointestinal Bleeding. Dalam:
Friedman, S.L., et al. Current Diagnosis & Treatment in Gastroenterology 2
ed. USA: McGraw-Hill Companies, 53 – 67.
34
35
13. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus SK, Setiati S. 2007. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
14. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Available From :
http://www.dokterbedahherryyudha.com/. (Accesed 29 Juni 2009)
15. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Available Form :
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/viewFile/75/78.
(Accesed September 2013)