Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

PERDARAHAN SALURAN MAKANAN


BAGIAN ATAS PADA PASIEN
SIROSIS HEPATIS
OLEH :
Arra M Putra
Abdullah Gemor
Aries Munandar
Desrita Karmelia Sari
Novia Rama
Puja Afriyani
Randika Gundra Pratama
Suria Kusuma Alam

PEMBIMBING

Dr. dr. Fauzi Yusuf, Sp. PD-KGEH, FINASIM

SMF BAGIAN PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD dr.ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan karunia-Nya, penulisan laporan kasus ini telah dapat penulis
selesaikan. Adapun laporan kasus dengan judul “Perdarahan Saluran Makan
Atas Pada Pasien Sirosis Hepatis” ini diajukan sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Unsyiah / BLUD Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh. Diharapkan dengan adanya laporan kasus ini dapat memberikan
manfaat dan menambah informasi mengenai perdarahan saluran makan bagian
atas khususnya pada kasus karsinoma hepatoseluler.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan
kelemahan dalam penulisan Laporan Kasus ini. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan sumbangan gagasan, saran dan masukan
yang membangun demi penyempurnaan tulisan ini . Akhir kata penulis berharap
semoga Laporan Kasus ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Banda Aceh, Desember 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................i


DAFTAR ISI .............................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan ................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1
BAB II Tinjauan Pustaka ........................................................................................2
2.1 Defenisi .....................................................................................................2
2.2 Epidemiologi .............................................................................................2
2.3 Etiologi ......................................................................................................2
2.4 Manifestasi Klinis......................................................................................4
2.5 Patofisiologi...............................................................................................4
2.6 Diagnosa ....................................................................................................8
2.7 Penatalaksanaan.........................................................................................14
2.8 Pembedahan...............................................................................................18
BAB III Laporan Kasus ..........................................................................................20
3.1 Identitas Pasien ........................................................................................20
3.2 Anamnesis ...............................................................................................20
3.3 Pemeriksaan Fisik ...................................................................................21
3.4 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................22
3.5 Thorax .....................................................................................................25
3.6 USG .........................................................................................................25
3.7 Diagnosis .................................................................................................26
3.8 Terapi ......................................................................................................26
3.9 Prognosa ..................................................................................................26
3.10Follow Up ................................................................................................26
3.11Resume ....................................................................................................28
BAB IV Pembahasan ...............................................................................................29
4.1 Pembahasan Subjektif ...........................................................................29
4.2 Pembahasan Objektif ............................................................................30

iii
BAB V Kesimpulan ..................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................34

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perdarahan saluran makanan secara umum dibagi atas perdarahan bagian
atas (PSMBA) dan perdarahan saluran pencernaan bagian bawah (PSMBB).
Perdarahan saluran cerna atas atau PSMBA merupakan perdarahan yang terjadi
dan berasal pada area proksimal saluran pencernaan hingga bagian proksimal dari
ligamentum Treitz.1
. Insiden PSMBA di dunia sekitar 100-150 perawatan di rumah sakit per
100.000 populasi pertahun. Mortalitas karena PSMBA berkisar antara 7-14% dan
mortalitas karena perdarahan ulang mendekati 40%.2 American Society of
Gastrointestinal Endoscopy pada tahun 2013, memperlihatkan sekitar pasien
dengan perdrahan PSMBA dan penyebab paling sering ialah gastritis erosif
(29,6%), ulkus duodenum (22,8%), ulkus lambung (21,9%), varises (15,4%), dan
esofagotis (12,8%).3 Di Indonesia dari 1673 kasus PSMBA di Bagian Penyakit
Dalam RSU Dr. Sutomo Surabaya, penyebabnya 76,9 pecahnya varises esofagus,
19% gastritis erosif, 1% tukak peptik dan 2,6% karena sebab-sebab lain.4
Penyebab perdarahan saluran makanan bagian atas (PSMBA) terbagi atas
pecahnya varises esofagus dan non- varises seperti tukak peptik, gastritis erosif,
tumor, dan penyebab idiopatik lainnya. Penyebab perdarahan di Indonesia
berbeda dengan penyebab di negara-negara barat. Penyebab perdarahan terbanyak
di Indonesia yaitu pecahnya varises esofagus sedangkan di negara barat terbanyak
(95%) ialah non-varises dengan sebanyak 50-70% kasus karena perdarahan ulkus
peptikum.5

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (PSMBA)


2.1.1 Defenisi
Perdarahan saluran makanan bagian atas (PSMBA) adalah perdarahan yang
terjadi dan berasal pada area proksimal saluran pencernaan bagian proksimal dari
ligamentum Treitz. Yang termasuk organ-organ saluran cerna di proksimal
ligamentum Treitz adalah esofagus, lambung (gaster), duodenum dan sepertiga
proksimal dari jejunum.1

2.1.2 Epidemiologi
Penyebab perdarahan saluran makanan bagian atas (PSMBA) terbagi atas
pecahnya varises esofagus dan non- varises seperti tukak peptik, gastritis erosif,
tumor dll. Penyebab perdarahan di Indonesia berbeda dengan penyebab di negara-
negara barat. Penyebab perdarahan terbanyak di Indonesia yaitu pecahnya varises
esofagus sedangkan di negara barat terbanyak (95%) ialah non-varises dengan
sebanyak 50-70% kasus karena perdarahan ulkus peptikum.2 Insiden PSMBA di
dunia sekitar 100-150 perawatan di rumah sakit per 100.000 populasi pertahun.
Mortalitas karena PSMBA berkisar antara 7-14% dan mortalitas karena
perdarahan ulang mendekati 40%.3 Data dari American Society of
Gastrointestinal Endoscopy pada tahun 2013, memperlihatkan sekitar pasien
dengan perdrahan PSMBA dan penyebab paling sering ialah gastritis erosif
(29,6%), ulkus duodenum (22,8%), ulkus lambung (21,9%), varises (15,4%), dan
esofagotis (12,8%).4 Di Indonesia dari 1673 kasus PSMBA di Bagian Penyakit
Dalam RSU Dr. Sutomo Surabaya, penyebabnya 76,9 pecahnya varises esofagus,
19% gastritis erosif, 1% tukak peptik dan 2,6% karena sebab-sebab lain. 5

2.1.3 Etilogi
a Kelainan Esofagus
1. Varises Esophagus
Varises esofagus ditemukan pada penderita sirosis hati dengan
hipertensi porta. sifat perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah atau

2
3

hematemesis yang mendadak dan massif, tanpa didahului perasaan nyeri


epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan
membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah
hematemesis selalu diikuti dengan melena.
2. Karsinam Esophagus
Karsinoma esofagus sering memberikan keluhan melena daripada
hematemesis. Pada endoskopi jelas terlihat gambaran karsinoma yang
hampir menutup esofagus dan mudah berdarah terletak di di sepertiga
bawah esofagus
3. Sindrom Mallory-Weis
Muntah-muntah yang hebat mungkin dapat menyebabkan rupture dari
mukosa dan submukosa pada daerah esogaus bagian bawah, sehingga
timbul perdarahan. Karena laserasi yang aktif disertai ulserasi pada daerah
esofagus bagian bawah maka dapat menimbulkan perdarahan yang massif
dan menyebabkan muntah-muntah yang hebat, sehingga tekanan
intraabdominal meningkat, yang dapat menyebabkan pecahnya arteri
submukosa esofagus.
4. Esofagitis dan Tukak Esofagus
Esofagitis bila sampai menyebabkan perdarhan bersfat intermitten
atau kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena
daripada hematemesis.

b Kelainan Lambung
1. Gastristis Erosif Hemoragik
Penyebab terbanyak dari gastritis erosif hemoragik ialah obat-obatan
yang menimbulkan iritasi pada mukosa lambung atau merangsang
timbuolnya tukak peptik. obat yang termasuk golongan salisilat bisa
menyebabkan iritasi dan tukak multiple. kotrikosteroid dapat menyebabkan
hematemesis.
2. Tukak Lambung
Tukak lambung lebih sering menimbulkan perdarahan terutama yang
terletak di angulus dan prepilorus dibanding dengan tukak
4

duodeni.Umumnya tukak lambung disebabkan oleh obat0obatan, sehingga


timbul gastritis erosif hemoragik.
3. Karsinoma Lambung
Insidensi karsinoma lambung di Indonesia sangat jarang, yang datang
berobat umunya sering mengeluh rasa pedih, nyeri ulu hati, serta merasa
lekas kenyang, badan menjadi lemah.

c Kelainan Duodenum
1. Tukak Duodeni
Tukan duodeni yang menyebabkan perdarah terletak di bulbus.Kelhan
yg umunya dirasakan adalah hemtemesis dan melena. Sebelum keluahn
tersebut muncul didahului dengan nyeri perut dibagian atas agak ke kanan
dan dorasakan juga pada waktu tengah malam sehinnga sering terbangun.
Untuk mengurani nyeri biasanya penderita makan atau minum.6

2.1.4 Manifestasi Klinis


Gejala klinis perdarahan saluran cerna terdapat 3 gejala khas, yaitu:
1. Hematemesis
Muntah darah dan mengindikasikan adanya perdarahan saluran cerna atas,
yang berwarna coklat merah atau “coffee ground”.
2. Hematochezia
Keluarnya darah dari rectum yang diakibatkan perdarahan saluran cerna
bahagian bawah, tetapi dapat juga dikarenakan perdarahan saluran cerna bahagian
atas yang sudah berat.
3. Melena
Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran bercampur
asam lambung; biasanya mengindikasikan perdarahan saluran cerna bahagian atas,
atau perdarahan daripada usus-usus ataupun colon bahagian kanan dapat juga
menjadi sumber lainnya. Disertai gejala anemia, yaitu: pusing, syncope,
anginaatau dyspnea
2.1.5 Patofisiologi
Secara teoritis lengkap terjadinya penyakit atau kelainan saluran cerna
bagian atas disebabkan oleh ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor defensif,
5

dimana faktor agresif meningkat atau faktor defensifnya menurun. Yang


dimaksud dengan faktor agresif antara lain asam lambung, pepsin, refluks asam
empedu, nikotin, obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan obat kortikosteroid,
infeksi Helicobacter pylori dan faktor radikal bebas , khususnya pada pasien lanjut
usia. Yang dimaksud dengan faktor defensif yaitu aliran darah mukosa yang baik,
sel epitel permukaan mukosa yang utuh, prostaglandin, musin atau mukus yang
cukup tebal, sekresi bikarbonat, motilitas yang normal, impermeabilitas mukosa
terhadap ion H+ dan regulasi pH intra sel.7,8
Penyebab varises esofagus merupakan yang terbanyak di Indonesia,
disebabkan oleh penyakit sirosis hati. Sirosis hati di Indonesia masih banyak
disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B dan hepatitis C. Varises esofagus adalah
vena collateral yang berkembang sebagai hasil dari hipertensi sistemik ataupun
hipertensi segmental portal. Saat ini, faktor-faktor terpenting yang bertanggung
jawab atas terjadinya perdarahan varises adalah: tekanan portal, ukuran varises,
dinding varises dan tegangannya, dan tingkat keparahan penyakit hati.
Pada gagal hepar seperti sirosis hepatis kronis, kematian sel dalam hepar
mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk
saluran kolateral dalam submukosa esophagus dan rektum serta pada dinding
abdomen anterior untuk mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar.
Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi
mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah dan timbul varises. Varises bisa
pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat
mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung
dan penurunan curah jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan, maka akan
mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
Dalam berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan
mekanisme kompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi. Mekanisme ini
merangsang tanda-tanda dan gejala utama yang terlihat. Jika volume darah tidak
digantikan, penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi seluler. Sel-sel
akan berubah menjadi metabolisme anaerob dan terbentuk asam laktat. Penurunan
aliran darah akan mengakibatkan/ memberi efek pada seluruh sistem tubuh dan
6

tanpa suplai oksigen yang mencukupi sistem tersebut akan mengalami


kegagalan.10

Penyebab perdarahan non varises yang banyak di Indonesia yaitu gastritis


erosif, tukak peptik. Gastritis erosif dan tukak peptik ini berhubungan dengan
pemakaian obat anti inflamasi non steroid (OAINS), infeksi Helicobacter pylori
dan stres. Penggunaan NSAIDs merupakan penyebab umum terjadi tukak gaster.
Penggunaan obat ini dapat mengganggu proses peresapan mukosa, proses
penghancuran mukosa, dan dapat menyebabkan cedera. Sebanyak 30% orang
dewasa yang menggunakan NSAIDs mempunyai GI yang kurang baik. Faktor
yang menyebabkan peningkatan penyakit tukak gaster dari penggunaan NSAIDs
adalah usia, jenis kelamin, pengambilan dosis yang tinggi atau kombinasi dari
NSAIDs, penggunaan NSAIDs dalam jangka waktu yang lama, penggunaan
disertai antikoagulan, dan severe comorbid illness.9
7

Sindroma Mallory-Weiss adalah sebuah kondisi di mana lapisan mukosa di


bagian distal esophagus pada gastroesophageal junction mengalami laserasi yang
dapat menyebabkan hematemesis (muntah darah). Laserasi seringkali juga
menyebabkan perdarahan arteri submukosa. Perdarahan muncul ketika luka
sobekan telah melibatkan esophageal venous atau arterial plexus. Pasien dengan
hipertensi portal dapat meningkatkan resiko daripada perdarahan dibandingkan
dengan pasien hipertensi non-portal. Sindrom Mallory-Weiss biasanya sekunder
terhadap peningkatan mendadak tekanan intraabdominal. Faktor pencetus meliputi
muntah, mengedan saat buang air besar, mengangkat beban, batuk, kejang
epilepsi, cegukan di bawah anestesi, dada tertekan, trauma abdomen, preparat
kolonoskopi dan gastroskopi. 10

Lumen gaster memiliki pH yang asam. Kondisi ini berkontribusi dalam


proses pencernaan tetapi juga berpotensi merusak mukosa gaster. Beberapa
mekanisme telah terlibat untuk melindungi mukosa gaster. Musin yang disekresi
8

sel-sel foveola gastric membentuk suatu lapisan tipis yang mencegah partikel
makanan besar menempel secara langsung pada lapisan epitel. Lapisan mukosa
juga mendasari pembentukan lapisan musin stabil pada permukaan epitel yang
melindungi mukosa dari paparan langsung asam lambung, selain itu memiliki pH
netral sebagai hasil sekresi ion bikarbonat sel - sel epitel permukaan. 10
Suplai vaskular ke mukosa gaster selain mengantarkan oksigen, bikarbonat,
dan nutrisi juga berfungsi untuk melunturkan asam yang berdifusi ke lamina
propia. Gastritis akut atau kronik da pat terjadi dengan adanya dekstruksi
mekanisme - mekanisme protektif tersebut. Pada orang yang sudah lanjut usia
pembentukan musin berkurang sehingga rentan terkena gastritis dan perdarahan
saluran cerna. OAINS dan obat antiplatelet dapat mempengaruhi proteksi sel
(sitoproteksi) yang umumnya dibentuk oleh prostaglandin atau mengurangi
sekresi bikarbonat yang menyebabkan meningkatnya perlukaan mukosa gaster.10
Infeksi Helicobacter pylori yang predominan di antrum akan meningkatkan
sekresi asam lambung dengan konsekuensi terjadinya tukak duodenum. Inflamasi
pada antrum akan menstimulasi sekresi gastrin yang merangsang sel parietal
untuk meningkatkan sekresi lambung. Perlukaan sel secara langsung juga dapat
disebabkan konsumsi alkohol yang berlebih. Alkohol merangsang sekresi asam
dan isi minuman berakohol selain alkohol juga merangsang sekresi asam
sehingga menyebabkan perlukaan mukosa saluran cerna. 10
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa diabetes mellitus merupakan
salah satu penyakit komorbid pada perdarahan SCBA dan menjadi faktor risiko
perdarahan SCBA. Pada pasien DM terjadi perubahan mikrovaskuler salah
satunya adalah penurunan prostasiklin yang berfungsi mempertahankan mukosa
lambung sehingga mudah terjadi perdarahan. Gastritis kronik dapat berlanjut
menjadi ulkus peptikum.11

2.1.6 Diagnosis
Seperti dalam menghadapi pasien-pasien gawat darurat lainnya dimana dalam
melaksanakan prosedur diagnosis tidak harus selalu melakukan anamnesis yang
sangat cermat dan pemeriksaan fisik yang sangat detil, dalam hal ini yang
diutamakan adalah penanganan A - B – C ( Airway – Breathing – Circulation )
terlebih dahulu. Bila pasien dalam keadaan tidak stabil yang didahulukan adalah
9

resusitasi ABC. Setelah keadaan pasien cukup stabil maka dapat dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih seksama.7
a. Anamnesis
Pada anamnesis yang perlu ditanyakan adalah riwayat penyakit hati kronis,
riwayat dispepsia,riwayat mengkonsumsi NSAID,obat rematik,alkohol,jamu –
jamuan,obat untuk penyakit jantung,obat stroke. Kemudian ditanya riwayat
penyakit ginjal,riwayat penyakit paru dan adanya perdarahan ditempat lainnya.
Riwayat muntah-muntah sebelum terjadinya hematemesis sangat mendukung
kemungkinan adanya sindroma Mallory Weiss.
Dalam anamnesis yang perlu ditekankan13 :
1. Sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan darah yang keluar
2. Riwayat perdarahan sebelumnya
3. Riwayat perdarahan dalam keluarga
4. Ada tidaknya perdarahan dibagian tubuh lain
5. Penggunaan obat-obatan terutama antiinflamasi nonsteroid dan antikoagulan
6. Kebiasaan minum alkohol
7. Mencari kemungkinan adanya penyakit hati kronis, demam berdarah,
demam tifoid, GGK, DM, hipertensi, alergi obat-obatan
8. Riwayat transfusi sebelumnya

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan awal perdarahan saluran cerna, adanya stigmata penyakit hati
kronik, suhu badan dan perdarahan di tempat lain, tanda – tanda Langkah awal
menentukan beratnya perdarahan dengan memfokuskan status
hemodinamiknya. Pemeriksaan meliputi :
 Tekanan darah dan nadi posisi baring
 Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi
 Ada tidaknya vasokonstriksi perifer ( akral dingin )
 Kelayakan nafas
 Tingkat kesadaran
 Produksi urin.
10

Perdarahan akut dalam jumlah besar melebihi 20 % volume intravaskular


akan mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil dengan tanda – tanda
sebagai berikut:
 Hipotensi ( tekanan darah < 90/60 mmHg , frekuensi nadi > 100x/menit )
 Tekanan diastolik ortostatik turun > 10 mmHg atau sistolik turun > 20
mmHg
 Frekuensi nadi ortostatik meningkat > 15/menit
 Akral dingin
 Kesadaran menurun
 Anuria atau oliguria
Kecurigaan perdarahan akut dalam jumlah besar selain ditandai kondisi
hemodinamik tidak stabil ialah bila ditemukan: hematemesis, hematokezia, darah
segar pada aspirasi pipa nasogastrik dengan, hipotensi persisten, 24 jam
menghabiskan transfusi darah melebihi 800 – 1000 mL.13
Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan kulit dan mukosa penyakit
sistematik. Perlu juga dicari stigmata pasien dengan sirosis hati karena pada
pasien sirosis hati dapat disertai gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi,
epistaksis, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah atau
melena
Pemeriksaan fisik lainnya yang penting yaitu masa abdomen, nyeri
abdomen, rangsangan peritoneum, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit
rematik dll. Pemeriksaan yang tidak boleh dilupakan adalah colok dubur. Warna
feses ini mempunyai nilai prognostik. Dalam prosedur diagnosis ini penting
melihat aspirat dari Naso Gastric Tube (NGT). Aspirat berwarna putih keruh
menandakan perdarahan tidak aktif, aspirat berwarna merah marun menandakan
perdarahan masif sangat mungkin perdarahan arteri. Seperti halnya warna feses
maka warna aspirat pun dapat memprediksi mortalitas pasien. Walaupun demikian
pada sekitar 30% pasien dengan perdarahan tukak duodeni ditemukan adanya
aspirat yang jernih pada NGT.7

c. Pemeriksaan penunjang
Kelengkapan pemeriksaan yang perlu diperhatikan13 :
11

1. Elektrokardiagram (terutama pasien berusia > 40 tahun)


2. BUN, kreatinin serum
3. Elektrolit (Na, K, Cl)
4. Pemeriksaan lainnya :
1) Endoskopi
Dalam prosedur diagnosis ini pemeriksaan endoskopi merupakan gold
standard. Tindakan endoskopi selain untuk diagnostik dapat dipakai pula
untuk terapi. Prosedur ini tidak perlu dilakukan segera( bukan prosedur
emergensi), dapat dilakukan dalam kurun waktu 12 - 24 jam setelah pasien
masuk dan keadaan hemodinamik stabil . Tidak ada keuntungan yang nyata
bila endoskopi dilakukan dalam keadaan darurat. Dengan pemeriksaan
endoskopi ini lebih dari 95% pasien-pasien dengan hemetemesis, melena
atau hematemesis –melena dapat ditentukan lokasi perdarahan dan
penyebab perdarahannya.7
Lokasi dan sumber perdarahan
 Esofagus :Varises,erosi,ulkus,tumor
 Gaster :Erosi,ulkus,tumor,polip,angiodisplasia,varises,gastropati
kongestif
 Duodenum :Ulkus,erosi,tumor,divertikulitis

Di Negara barat tukak peptic berada di urutan pertama penyebab


perdarahan SCBA dengan frekuensi sekitar 50%. Walaupun pengelolaan
perdarahan SCBA telah banyak berkembang namun mortalitasnya relative
tidak berubah. Hal ini dikarenakan bertambahnya kasus perdarahan dengan
usia lanjut dan akibat komorbiditas yang menyertai.13
Klasifikasi aktivitas perdarahan tukak peptic menurut Forest :
 Forrest Ia :Tukak dengan perdarahan aktif dari arteri
 Forrest Ib :Tukak dengan perdarahan aktif berupa oozing
 Forrest II : Perdarahan berhenti dan masih terdapat sisa-sisa perdarahan
 Forrest III : Perdarahan berhenti tanpa sisa perdarahan
12

Gambar 5. Gambaran endoskopi pada pasien gastric ulcer akibat


penggunaan NSAIDs dan test H.Pylori negatif (Vakil, N., 2010)

Gambar 6. Gambaran endoskopi pada pasien duodenal ulcer dengan test


H.Pylori positif tetapi tidak ada riwayat penggunaan NSAIDs (Vakil, N.,
2010)

Gambar 7. Gambaran endoskopi dari esophageal varices (Shah, V.H., et al.,


2010)
13

Gambar 8. Gambaran endoskopi pada pasien Mallory-Weiss Tear (Savides,


T.J., et al., 2010)
2) Angiography
Angiography dapat digunakan untuk mendiagnosa dan menatalaksana
perdarahan berat, khususnya ketika penyebab perdarahan tidak dapat
ditentukan dengan menggunakan endoskopi atas maupun bawah.7

3) Conventional radiographic imaging


Conventional radiographic imaging biasanya tidak terlalu dibutuhkan
pada pasien dengan perdarahan saluran cerna tetapi adakalanya dapat
memberikan beberapa informasi penting. Misalnya pada CT scan; CT Scan
dapat mengidentifikasi adanya lesi massa, seperti tumor intra-abdominal
ataupun abnormalitas pada usus yang mungkin dapat menjadi sumber
perdarahan.7
Tabel 2. Perbedaan perdarahan SCBA dan SCBB13
Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB
Manifestasi klinik pada umumnya Hematemesis dan atau melena Hematokezia
Aspirasi nasogatrik Berdarah Jernih
Rasio (BUN/kreatinin) Meningkat > 35 < 35
Auskultasi Usus hiperaktif Normal
14

2.1.7 Penatalaksanaan
a Stabilisasi Hemodinamik Pada Perdarahan Saluran Cerna
Pada kondisi hemodinamik tidak stabil, berikan infus cairan kristaloid
(misalnya cairan garam fisiologis dengan tetesan cepat dengan menggunakan dua
jarum berdiameter besar (minimal 16 G) dan pasang monitor CVP (central venous
pressure); tujuannya memulihkan tanda-tanda vital dan mempertahankan tetap
stabil. Biasanya tidak sampai memerlukan cairan koloid (misalnya dekstran)
kecuali pada kondisi hipoalbuminemia berat. Secepatnya kirim pemeriksaan darah
untuk menentukan darah golongan darah, kadar hemoglobin, hematokrit,
trombosit, leukosit. Adanya kecurigaan diatesis hemoragik pelu ditindaklanjuti
dengan melakukan test rumple-leed, pemeriksaan waktu perdarahn, waktu
pembekuan, retraksi bekuan darah, PPT dan aPTT.
Kapan transfusi darah diberikan sifatnya sangat individual tergantung
dengan jumlah darah yang hilang, perdarahan masih aktif atau sudah berhenti,
lamanya perdarahan berlangsung, dan akibat klinik perdarahan tersebut.
Pemberian transfusi darah dapa perdarahan saluran cerna dipertimbangkan pada
keadaan berikut ini :
1. Perdarahan dalam kondisi hemodinamik tidak stabil
2. Perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1 liter
atau lebih
3. Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan hemoglobin kurang dari 10
gr% atau hematokrit kurang dari 30%
4. Terdapat tanda-tanda oksigenasi jaringan yang menurun

Perlu dipahami bahwa nilai hemtokrit untuk memperkirakan jumlah


perdarahan kurang akurat bila perdarahan sedang atau baru berlangsung. Proses
hemodilusi dari cairan ekstravaskular selesai 24-72 jam setelah onset perdarahan.
Target pencapaian hematokrit setelah transfusi darah tergantung kasusyang
dihadapi, untuk usia muda dengan kondisi sehat cukup 20-25%, usia lanjut 30%,
sedangkan pada hipertensi portal jangan melebihi 27-28%.13

b Penatalaksanaan Teurapetik
1. Non-Endoskopi
15

A. Bilasan Lambung
Salah satu usaha menghentikan perdarahan yang sudah lama
dilakukan adalah kumbah lambung lewat pipa nasogastrik dengan
air suhu kamar. Prosedur ini diharapkan mengurangi distensi
lambung dan memperbaiki proses hemostatik, namun demikian
manfaatnya dalam menghentikan perdarahan tidak terbukti.
Kumbah lambung ini sangat diperlukan untuk persiapan
pemeriksaan endoskopi dan dapat dipakai untuk membuat
perkiraan kasar jumlah perdarahan. Berdasarkan percobaan hewan,
kumbah lambung dengan air es kurang menguntungkan, waktu
perdarahan menjadi memanjang,perfusi dinding lambung menurun
dan bisa timbul ulserasi pada mukosa lambung.

B. Pemberian Vit K
Pemberian vitamin K pada pasien dengan penyakit hati kronis yang
mengalami perdarahan SCBA diperbolehkan, dengan pertimbangan
pemberiaan tersebut tidak merugikan dan relatif murah.

C. Vasopresin
Vasopressin dapat menghentikan perdarahan SCBA lewat efek
vasokonstriksi pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran
darah dan tekanan vena porta melihat. Digunakan di klinik untuk
perdarahan akut varises esofagus sejak 1953. Pernah dicobakan
pada perdarahan non varises, namun berhentinya perdarahan tidak
berbeda dengan plasebo. Terdapat dua bentuk sediaan, yakni
pitresinyang mengandung vasopressin murni dan preparat pituitari
gland yang mengandung vasopressin dan oksitosin. Pemberiaan
vasopressin dilakukan dengan mengencerkan sediaan vasopressin
50 unit dalam 100 ml dekstrose 5%, diberikan 0,5-1 mg/menit/IV
selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3 sampai 6 jam; atau
setelah pemberian pertama dilanjutkan per infus 0,1-0,5 U/menit.
Vasopressin dapat menimbulkan efek samping serius berupa
16

insufisiensi koroner mendadak, oleh karena itu pemberiannya


disarankan bersamaan preparat nitrat, misalnya nitrogliserin
intravena dengan dosis awal 40 mcg/menit kemudian secara titrasi
dinaikkan sampai maksimal 400mcg/menit dengan tetap
mempertahankan tekanan sistolik di atas 90 mmHg.

D. Somatostatin dan Analognya


Somatostatin dan analognya (octreotid) diketahui dapat
menurunkan aliran darah splanknik, khasiatnya lebih selektif
dibanding dengan vasopressin. Penggunaan di klinik pada
perdarahan akut varises esofagus dimulai sekitar tahun 1978.
Somatostatin dapat menghentikan perdarahan akut varises esofagus
pada 70-80% kasus, dan dapat pula digunakan pada perdarahan non
varises. Dosis pemberian somastatin, diawali dengan bolus 250
mcg/iv, dilanjutkan per infus 250 mcg/jam selama 12-24 jam atau
sampai perdarahan berhenti, octreotid dosis bolus 100 mcg
intravena dilanjutkan perinfus 25 mcg/jam selama 8-24 jam atau
sampai perdarahan berhenti.

E. Penekan Asam Lambung


Obat-obatan golongan antisekresi asam yang dilaporkan
bermanfaat untuk mencegah perdarahan ulang SCBA karena tukak
peptik ialah inhibitor proton dosis tinggi. Diawali oleh bolus
omeprazole 80 mg/iv kemudian dilanjutkan per infus 8
mg/KGBB/jam selama 72 jam, perdarahan ulang pada kelompok
plasebo 20% sedangkan yang diberi omeprazole hanya 4,2%.
Suntikan omeprazole yang beredar di Indonesia hanya untuk
pemberian bolus, yang bisa digunakan per infus ialah persediaan
esomeprazole dan pantoprazole dengan dosis sama seperti
omeprazole. Pada perdarahan SCBA ini antasida, sukralfat, dan
antagonis reseptor H2 dalam mencegah perdarahan ulang SCBA
karena tukak peptik kurang bermanfaat.
17

F. Balon Tamponade
Penggunaan balon tamponade untuk menghentikan perdarahan
varises esofagus dimulai sekitar tahun 1950, paling populer adalah
sengstaken blakemore tube (SB-tube) yang mempunyai 3 pipa serta
2 balon masing-masing untuk esofagus dan lambung. Komplikasi
pemasangan SB-tube yang bisa berakibat fatal ialah pneumonia
aspirasi, laserasi sampai perforasi. Pengembangan balon sebaiknya
tidak melebihi 24 jam. Pemasangan SB-tube seyogyanya dilakukan
oleh tenaga medik yang berpengalaman dan ditidaklanjuti dengan
observasi yang ketat.13

2. Endoskopi
Terapi endoskopi ditujukan pada perdarahan tukak yang masih aktif
atau tukak dengan pembuluh darah yang tampak. Metode terapinya
meliputi:

1) Contact thermal (monopolar atau bipolar elektrokoagulasi, heater


probe)
2) Noncontact thermal (laser 3). Nonthermal (misalnya suntikan adrenalin,
polidokanol, alkohol, cyanoacrylate, atau pemakain klip).

Berbagai cara terapi endoskopi tersebut akan efektif dan aman apabila
dilakukan ahli endoskopi yang termapil dna berpengalaman. Endoskopi
terapeutik ini dapat diterapkan pada 90% kasus perdarahan SCBA,
sedangkan sisanya 10% sisanya tidak dapat dikerjakan karena alasan teknis
seperti darah terlalu banyak sehingga pengamatan terhalang atau letak lesi
tidak terjangkau. Secara keseluruhan 80% perdarahan tukak peptik dapat
berhenti spontan, namun pada kasus perdarahan arterial yang bisa berhenti
spontan hanya 30%.
Terapi endoskopi yang relatif murah dan tanpa banyak peralatan
pendukung ialah penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan dengan
menggunakan adrenalin 1 : 10000 sebanyak 0,5-1 ml tiap kali suntik dengan
batas dosis 10 ml atau alkohol absolut (98%) tidak melebihi 1 ml.
Penyuntikan bahan sklerosan sepert alkohol absolut atau polidoklonal
18

umumnya tidak dianjurkan karena bahaya timbulnya tukak atau perforasi


akibat nekrosis jaringan dilokasi penyuntikan. Keberhasilan terapi
endoskopi dalam menghentikan perdarahan bisa mencapai di atas 95% dan
tanpa terapi tambahan lainnya perdarahan ulang frekuensinya sekitar 15-
20%.
Hemostasis endoskopi merupakan terapi pilihan pada perdarahan
karena varises esofagus. Ligasi varises merupakan pilihan pertama untuk
mengatasi perdarahan varises esofagus. Dengan ligasi varises dapat
dihindari efek samping akibat pemakaian sklerosan, lebih sedikit frekuensi
terjadinya ulserasi dan striktur. Ligasi dilakukan mulai distal mendekati
kardia bergerak spiral setiap 1-2 cm. Dilakukan pada varises yang sedang
berdarah atau bila ditemukan tanda baru mengalami perdarahan seperti
bekuan yang melekat, bilur-bilur merah, noda hematokistik, vena pada vena.
Skleroterapi endoskopi sebagai alternative bila ligasi endoskopi sulit
dilakukan karena perdarahan yang massif, terus berlangsung, atau teknik
tidak memungkinkan. Sklerosan yang bisa digunakan antarla lain campuran
sama banyak polidokanol 3%, NaCl 0,9% dan alkohol absolut. Campuran
dibuat sesaat sebelum skleroterapi dikerjakan. Penyuntikan dimulai dari
bagian paling distal mendekati kardia dilanjutkan ke proksimal bergerak
spiral sampai sejauh 5cm. Pada perdarahan varises lambung dilakukan
penyuntikan cyanoacrylate, skleroterapi untuk varises lambung kurang
baik.13

PEMBEDAHAN

Pembedahan pada dasarnya dilakukan bila terapi medik, endoskopi dan


radiologi dinilai gagal. Ahli bedah seyogyanya dilibatkan sejak awal dalam
bentuk tim multi disipliner pada pengelolaan kasus perdarahan SCBA untuk
menentukan waktu yang tepat kapan tindakan bedah baiknya dilakukan. 13
19
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


1 Nama Pasien : Tn. B
2 No. RM : 11-15-07-13
3 Jenis Kelamin : Laki-Laki
4 Tanggal Lahir : 27/01/1954
5 Umur : 63 tahun, 9 bulan, 21 hari
6 Alamat : Jantho - A.Besar
7 Pekerjaan : Petani
8 Suku : Aceh
9 Tanggal Masuk : 16/11/2017
10 Tanggal Periksa : 22/11/2017
3.2 Anamnesis Pasien
1 Keluhan Utama
BAB Hitam Seperti Aspal

2 Keluhan Tambahan
Perut Membesar dan teraba masa di hipokondrium kanan.

3 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang rujukan Rumah Perta Medika dengan keluhan BAB
Hitam seperti Aspal sejak 20 hari yang lalu. Sebelumnya pasien telah
dirawat di rumah sakit Rumah Perta Medika selama 5 hari dengan
keluhan yang sama. Keluhan BAB Hitam sejak 15 hari sebelum dirawat,
dengan frekuensi 1-2 x/hari, volume ½-1 aqua gelas. Sebelumnya selama
sebulan terakhir pasien merasakan badan terasa sering demam, perut
yang semakin membesar dengan terasa nyeri dan sesak, badan terasa
kuning, dan nafsu makan serta BB menurun. Selama keluhan tersebut
badan terasa lemas. Riwayat kaki bengkak (-), riwayat konsumsi alkohol
disangkal (-), namun riwayat peradangan dihati tidak pernah dikeluhkan
seblumnya.

20
21

4 Riwayat Penggunaan Obat :


Sebelumnya pasien pernah mengkosumsi obat 6 bulan oleh dokter
puskesmas dan telah dinyatakan sembuh.
Selama dirawat di rumah sakit Perta Medika, pasien telah mendapat
aminofusin hepar, cebactam 1gr/12 jam, ranitidin, ondancetron, urdalfak
2 x C1, curcuma tab 3 x 1, sistenol tab 3 x 1 dan sucralfat syr 3 x C1

5 Riwayat Penyakit Dahulu


Hipertensi (-), TB (+)

6 Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama.

7 Riwayat Kebiasaan Sosial.


Pasein seorang petani, yang memiliki kebiasan di pesawahan
berinteraksi dengan masyarakat, makan tidak teratur dan merokok
disertai kopi.
8 Vital Sign.
a. Kesadaran : E4M6V5

b. Keadaan Umum : Sakit sedang

c. HR : 120 x/i

d. TD : 110/70 mmHg

e. RR : 22 x/i

f. T : 36,7oC

g. BB : 60 kg

h. TB : 170 cm

3.3 Pemeriksaan Fisik


1 Kepala : Kesan Normochepali

2 Mata : Pupil jernih dan Isokor ¢(4mm/4mm), RCL (+/+), RTCL


(+/+),
22

Konjungtiva Anemi (-/-), Sklera Ikterik (+/+).

3 Telinga : Normothia, Aurikel Sign (-)

4 Hidung : NCH (-), Sekret (-), Obstruksi (-), sekret (-/-)

5 Mulut : Sianosis (-), kering (-).

6 Leher :Perbesaran KGB (-), dan tiroid (-/-) TVJ R±2CmH2O

7 Thoraks
a. Inspeksi : Retraksi (-), Simetris statis dan dinamis
b. Palpasi : Nyeri Tekan (-), sf kanan = kiri
c. Perkusi : Sonor  sonor memendek
d. Auskultasi : Vesikuler (+/+) Rh (-/-), whez (-/-)

8 Cor :
a. Inspeksi : Ictus Cordis (-)
b. Palpasi : Ictus Cordis (+)
c. Perkusi : Batas Jantung Normal
d. Askultasi : BJ I > BJ II, Bising (-)

9 Abdomen
a. Inspeksi : Simetris, Distensi (+), Asites (+)
b. Palpasi : Distensi, Hepar Teraba 5 Cm dari Prosecus Xypodeus,
Tidak rata, Konsistensi Keras , tepi Tumpul, Lien
Schufner 3, Suftin Dulness (+)
c. Perkusi : Redup/Timpani
d. Auskultasi : Peristaltik suara Melemah

10 Ekstremitas : Udem (-), sianosis (-), Ikterik (+/+/+/+)

11 Genitalia : RT ditemukan sisa Feses Hitam, Ampula tidak Kolep.

3.4 Pemeriksaan Penunjang


1 Laboratorium 17 November 2017
a. Hemoglobin : 11,7 gr/dl
b. Hemotokrit : 33 %
c. Eritrosi : 4,1 x 106/mm3
23

d. Leukosit : 7,5 x 103/mm3


e. Trombosit : 216 x 103/mm3

f. MCV : 80 fL
g. MCH : 28 pg
h. MCHC : 35 %
i. RDW : 16,0 %
j. MPV : 11,5fL
k. Diftel
I. Eosinofil :2
II. Basofil :1
III. Net.Segmen : 67
IV. Net. Batang : 0
V. Limfosit : 18
VI. Monosit : 12

l. Elektrolit
I. Natrium : 134 mmol/L
II. Kalium : 3,4 mmol/L
III. Clorida : 94 mmol/L
h. GDS : 102 Mg/dl

i. Hati dan Empedu :


I. Bil. Indirect : 1,08 mg/dl
II. Bil. Direct : 2,13 mg/dl
III. SGOT : 329 U/L
IV. SGPT : 73 U/L
V. Albumin : 2,93mg/dl
j. Ginjal-Hipertensi:
I. Ureum : 46 mg/dl
II. Kreatinin : 0,52 mg/dl

2 Laboratorium 23 November 2017


a. Hemoglobin : 9,2 gr/dl
24

b. Hemotokrit : 27 %
c. Eritrosi : 3,3 x 106/mm3
d. Leukosit : 6,8 x 103/mm3
e. Trombosit : 262 x 103/mm3

f. MCV : 84 fL
g. MCH : 28 pg
h. MCHC : 34 %
i. RDW : 17 %
j. MPV : 10,7fL
m. Diftel
I. Eosinofil :3
II. Basofil :0
III. Net.Segmen : 68
IV. Net. Batang :0
V. Limfosit : 21
VI. Monosit :9

n. Elektrolit
I. Natrium : 128 mmol/L
II. Kalium : 3,4 mmol/L
III. Clorida : 102 mmol/L
o. Ginjal-Hipertensi:
I. Ureum : 44 mg/dl
II. Kreatinin : 0,41 mg/dl
p. Imuno Serologi :
I. Anti HCV : Negatif
25

3.5 Photo Thorax (23/11/2017)

Kesimpulan : Cor dan Pulmonal dalam batas Normal

3.6 USG Abdomen (23/11/2017)


I. Hepar : Ukuran Normal, Intensitas Echo Meningkat
Heterogen, Vena Tampak Melebar dengan
Trombus didalamnya dan Vena Hepatica
Normasl, Sitem Bilier Normal, Tak tampak
Masa Solid atau Kistik, Tak Tampak Abses

II. Gallbleder : ukuran normal,tampak Slidege didalamnya,


tidak tampak batu dan kelainan.

III. Splen : Ukuran Normal, echoparenkim baik, tidak


tampak masa dan kista

IV. Ren : Ukuran Normal, batas korteks medula tegas,


sistem pericocalyceal normal, tidak tampak
masa dan batu.

V. Rongga Peritonium : Tampak cairan bebas di rongga peritoneum


26

Kesimpulan : Cirrhosis Hepatis dengan dan Asites Serta


Tumor Trhombus di Vena Aorta. Sludge di
Gallbleder
3.7 Diagnosis
1. PSMBA ec DD Varises Eshophagus
2. Sirosis Hepatik
3.8 Terapi
 Bed Rest
 Diet Sonde hati 6 x 200 cc
 Three Way
 IVFD Aminofusin 1 fls/ hari
 IV. Vit. K 1 Amp/ 8 jam
 IV. Transamin 500 mg/ 8 jam
 IV. Lansoprazole 30 mg/12 jam
 Ketropen SUPP
3.9 Prognosis
1. Quo ed Vitam Dubia
2. Quo ed Functionam Dubia
3. Quo ed Sactionam Malam

3.10 Follow Up Harian


Profesi/
Tanggal Hasil Pemeriksaan Instruksi
Bagian
S/ BAB berdarah (-) Lemas (+), Th/
demam (-), mata kuning (+), badan  Bed Rest
kuning (+)  Diet Sonde hati
O/ HR: 70 x/i 6 x 200 cc
Dokter
17/11/2017 RR: 18 x/i  Three Way
PPDS
 IVFD
o
Temp: 36,8 C
TD : 120/80 Komafusin
Sklera ikterik (+/+) Hepar 1 fls/
Ekstremitas ikterik (+/+) hari
27

 IV. Ceftriaxon
Ass/ 2gr/ 24 Jam
1. PSMBA perbaikan ec DD  IV.
a. Esophagus Bleeding Omeprazole 40
b. Varises Eshophagus Mg/12 Jam
c. Ulkus Gaster  Lactulak Syr 3
d. Ulkus Duodenum x CI
2. Masa Intra Abdomen  Sucralfat syr 3
3. Cancer Pain x CI
 Fosen Enema
(K/P)

P/ USG abdomen
HbsAg
Albumin
S/ BAB berdarah (-) Lemas (-), Th/
demam (-), mata kuning (+), badan  Bed Rest
kuning (+)  Diet Sonde hati
O/ HR: 70 x/i 6 x 200 cc
RR: 18 x/i  Three Way
o
Temp: 36,8 C  IVFD
TD : 120/80 Komafusin
Dokter Sklera ikterik (+/+) Hepar 1 fls/
23/11/2016
PPDS Ekstremitas ikterik (+/+) hari
 IV. Ceftriaxon
Ass/ 2gr/ 24 Jam
1. PSMBA ec DD  IV.
a. Varises Eshophagus Omeprazole 40
b. Esophagus Bleeding Mg/12 Jam
c. Ulkus Gaster  Lactulak Syr 3
d. Ulkus Duodenum
28

2. Sirosis Hepatik DC Related x CI


Hep. B dengan Hepatoma  Sucralfat syr 3
3. Cancer Pain x CI
 Fosen Enema
(K/P)

3.11 Resume
Pasien datang rujukan Rumah Perta Medika dengan keluhan BAB Hitam seperti
Aspal sejak 20 hari yang lalu. Sebelumnya pasien telah dirawat di rumah sakit
Rumah Perta Medika selama 5 hari dengan keluhan yang sama. Keluhan BAB
Hitam sejak 15 hari sebelum dirawat, dengan frekuensi 1-2 x/hari, volume ½-1
aqua gelas. Sebelumnya selama sebulan terakhir pasien merasakan badan terasa
sering demam, perut yang semakin membesar dengan terasa nyeri dan sesak,
badan terasa kuning, dan nafsu makan serta BB menurun. Selama keluhan
tersebut badan terasa lemas. Dari pemeriksaan USG ditemukan Cirrhosis Hepatis
dengan dan Asites Serta Tumor Trhombus di Vena Aorta. Sludge di Gallbleder.
Hal lain pasein merupakan seorang petani Pasein seorang petani, yang memiliki
kebiasan di pesawahan berinteraksi dengan masyarakat, makan tidak teratur dan
merokok disertai kopi.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan Subjektif


Telah diperiksa Laki-Laki berusia 63 tahun pada tanggal 22/11/2017 dengan
keluhan utama BAB Hitam Seperti Aspal. Pasien datang rujukan Rumah sakit
Perta Medika dengan keluhan BAB Hitam seperti Aspal sejak 20 hari yang lalu.
Sebelumnya pasien telah dirawat di rumah sakit Rumah Perta Medika selama 5
hari dengan keluhan yang sama. Keluhan BAB Hitam sejak 15 hari sebelum
dirawat, dengan frekuensi 1-2 x/hari, volume ½-1 aqua gelas. Sebelumnya selama
sebulan terakhir pasien merasakan badan terasa sering demam, perut yang
semakin membesar dengan terasa nyeri dan sesak, badan terasa kuning, dan nafsu
makan serta BB menurun. Selama keluhan tersebut badan terasa lemas. Riwayat
kaki bengkak (-), riwayat konsumsi alkohol disangkal (-), namun riwayat
peradangan dihati tidak pernah dikeluhkan seblumnya.
Selama dirawat di Rumah sakit Perta Medika, pasien telah mendapat
aminofusin hepar, cebactam 1gr/12 jam, ranitidin, ondancetron, urdalfak 2 x C1,
curcuma tab 3 x 1, sistenol tab 3 x 1 dan sucralfat syr 3 x C1. Sebelumnya pada
riwayat penyakit dahulu pasien pernah menderita TB, dan telah mengkosumsi
OAT. Dalam perkembangannya pasien telah mengkonsumsi OAT secara lengkap
dan telah dinyatakan sembuh. Hipertensi, riwayat sakit metabolik dan penyakit
lainnya pasien menyangkal.
Perdarahan saluran makanan bagian atas (PSMBA) adalah perdarahan yang
terjadi dan berasal pada area proksimal saluran pencernaan bagian proksimal dari
ligamentum Treitz. PSMBA tersebut memiliki Gejala klinis khas, seperti
Hematemesis, Hematoschrzia, dan Melena.
Melena merupakan Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan
kotoran bercampur asam lambung; biasanya mengindikasikan perdarahan saluran
cerna bahagian atas, atau perdarahan daripada usus-usus ataupun colon bahagian
kanan dapat juga menjadi sumber lainnya.
Hal ini sesuai dengan keluhan pasien yang datang dengan keluhan kotoran
yang berwarna gelap seperti aspal sejak ± 20 hari sebelum dirawat dengan
frekuensi 1-2 x/hari, volume ½-1 aqua gelas. Keluhan tersebut disertai dengan

29
30

badan terasa sering demam, perut yang semakin membesar dengan terasa nyeri
dan sesak, badan terasa kuning, dan nafsu makan serta BB menurun. Selama
keluhan tersebut badan terasa lemas. Riwayat kaki bengkak (-), riwayat konsumsi
alkohol disangkal (-), namun riwayat peradangan dihati tidak pernah dikeluhkan
seblumnya.
Secara teoritis lengkap terjadinya perdarahan saluran cerna bagian atas
disebabkan oleh ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor defensif, dimana
faktor agresif meningkat atau faktor defensifnya menurun. Yang dimaksud dengan
faktor agresif antara lain asam lambung, pepsin, refluks asam empedu, nikotin,
obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan obat kortikosteroid, infeksi
Helicobacter pylori dan faktor radikal bebas , khususnya pada pasien lanjut usia.
Yang dimaksud dengan faktor defensif yaitu aliran darah mukosa yang baik, sel
epitel permukaan mukosa yang utuh, prostaglandin, musin atau mukus yang
cukup tebal, sekresi bikarbonat, motilitas yang normal, impermeabilitas mukosa
terhadap ion H+ dan regulasi pH intra sel.7,8
Namun salah satu penyebab perdarahan saluran makanan bagian atas
diakibatkan pecahnya varises esofagus merupakan yang terbanyak di Indonesia,
penyakit sirosis hati. Sirosis hati di Indonesia masih banyak disebabkan oleh
infeksi virus hepatitis B dan hepatitis C. Varises esofagus adalah vena collateral
yang berkembang sebagai hasil dari hipertensi sistemik ataupun hipertensi
segmental portal. Saat ini, faktor-faktor terpenting yang bertanggung jawab atas
terjadinya perdarahan varises adalah: tekanan portal, ukuran varises, dinding
varises dan tegangannya, dan tingkat keparahan penyakit hati.
Hal ini sesuai dengan keluhan pasien yang menunjukkan ada keterkaitan
antara PSMBA dengan gangguan hati. Sesuai dengan keluhan pasien dengan
badan terasa sering demam, perut yang semakin membesar dengan terasa nyeri
dan sesak, badan terasa kuning, dan nafsu makan serta BB menurun.

4.2 Pembahasan Objektif


Pemeriksaan awal perdarahan saluran cerna, adanya stigmata penyakit hati
kronik, suhu badan dan perdarahan di tempat lain, tanda – tanda Langkah awal
menentukan beratnya perdarahan dengan memfokuskan status hemodinamiknya.
Pemeriksaan meliputi Tnda vital, tingkat kesadaran dan masalah yang berkaitan.
31

Pada saat pemeriksaan pasien dalam kondisi keadaan umum sakit sedang,
kesadaran kompos mentis (E4M6V5), Hr 120 x/i, RR 22 x/i, TD : 110/70
mm/Hg, Suhu Afebris, BB 60 kg dan TB 170 cm.
Pemeriksaan Head to Toe di dapatkan permasalahan Sklera Ikterik (+),
abdomen Distensi yang menggambarkan terdapatnya cairan (Asites), Hepar teraba
5 Cm, Hepar Teraba 5 Cm dari Prosecus Xypodeus, Tidak rata, Konsistensi
Keras, tepi Tumpul.
Pemeriksaan Labotarium ditemukan, penurunan hematokrit dengan 33%,
gambaran diftel yang sift to the right, hipokalemi. Pada fungsi hati ditemukan
peningkatan fungsi hati sebanyak 3 x lipat dari nilai normal, hiperuremia, dan
hipoalbumin. Pada USG Abdomen ditemukan Cirrhosis Hepatis dengan dan
Asites Serta Tumor Trhombus di Vena Aorta. Sludge di Gallbleder.
Pada pemeriksaan diatas menunjukkan kondisi pasien yang relative stabil,
tanpa mengalami penurunan kesadaran, serta gangguan tanda vital. Hal ini
menunjukkan tidak massifnya perdarahan. Penyebab perdarahan akibat pecahnya
varises esofagus merupakan yang terbanyak di Indonesia, disebabkan oleh
penyakit sirosis hati.
Gangguan hati hingga sirosis ditemukan dari sklera ikterik, asites, Hepar
teraba 5 Cm, Hepar Teraba 5 Cm dari Prosecus Xypodeus, Tidak rata, Konsistensi
Keras, tepi Tumpul, hingga pada pemeriksaan Labotarium ditemukan, penurunan
hematokrit dengan 33%, gambaran diftel yang sift to the right, hipokalemi, fungsi
hati meningkat sebanyak 3 x lipat dari nilai normal, hiperuremia, dan
hipoalbumin, dan Pada USG Abdomen ditemukan Cirrhosis Hepatis dengan dan
Asites Serta Tumor Trhombus di Vena Aorta. Sludge di Gallbleder. Merupakan
penyebab PSMBA pada pasien disebabkan ruptur varises esophagus.
Pada gagal hepar seperti sirosis hepatis kronis, kematian sel dalam hepar
mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk
saluran kolateral dalam submukosa esophagus dan rektum serta pada dinding
abdomen anterior untuk mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar.
Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi
mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah dan timbul varises. Varises bisa
pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif.
32

Pasien didiagnosa dengan PSMBA ec Varises Eshophagus + Sirosis Hepatis


+ Cancer Pain. Pasien selama perawatan diberi terapi Bed Rest, Diet Sonde hati 6
x 200 cc, Three Way, IVFD Aminofusin 1 fls/ hari, IV. Vit. K 1 Amp/ 8 jam, IV.
Transamin 500 mg/ 8 jam, IV. Lansoprazole 30 mg/12 jam, Ketropen SUPP.
Setelah mengetahui penyebab perdarahan, tatalaksana Pada kondisi
hemodinamik tidak stabil, berikan infus cairan kristaloid (misalnya cairan garam
fisiologis dengan tetesan cepat dengan menggunakan dua jarum berdiameter besar
(minimal 16 G) dan pasang monitor CVP (central venous pressure); tujuannya
memulihkan tanda-tanda vital dan mempertahankan tetap stabil.
Namun penatalaksanaan teurapetik yaitu dengan:
1. Bilasan Lambung
2. Pemberian Vit K
3. Vasopresin
4. Somatostatin dan Analognya
5. Balon Tamponade.
6. Serta Pembedahan.
Dan prognosis akan dipengaruhi dari identifikasi letak perdarahan, yang
merupakan langkah awal yang paling penting dalam pengobatan. Setelah letak
perdarahan terlokalisir, pilihan pengobatan dibuat secara langsung dan kuratif.
Meskipun metode diagnostik untuk menentukan letak perdarahan yang tepat telah
sangat meningkat dalam 3 dekade terakhir, 10-20% dari pasien dengan perdarahan
saluran cerna bagian bawah tidak dapat dibuktikan sumber perdarahannya. Oleh
karena itu, masalah yang kompleks ini membutuhkan evaluasi yang sistematis dan
teratur untuk mengurangi persentase kasus perdarahan saluran cerna yang tidak
terdiagnosis dan tidak terobati
BAB V
KESIMPULAN

Telah diperiksa Laki-Laki berusia 63 tahun pada tanggal 22/11/2017


dengan keluhan utama BAB Hitam Seperti Aspal. Pasien datang rujukan Rumah
sakit Perta Medika dengan keluhan BAB Hitam seperti Aspal sejak 20 hari yang
lalu. Sebelumnya pasien telah dirawat di rumah sakit Rumah Perta Medika selama
5 hari dengan keluhan yang sama. Keluhan BAB Hitam sejak 15 hari sebelum
dirawat, dengan frekuensi 1-2 x/hari, volume ½-1 aqua gelas. Sebelumnya selama
sebulan terakhir pasien merasakan badan terasa sering demam, perut yang
semakin membesar dengan terasa nyeri dan sesak, badan terasa kuning, dan nafsu
makan serta BB menurun. Selama keluhan tersebut badan terasa lemas. Riwayat
kaki bengkak (-), riwayat konsumsi alkohol disangkal (-), namun riwayat
peradangan dihati tidak pernah dikeluhkan seblumnya.

Secara teoritis lengkap terjadinya perdarahan saluran cerna bagian atas


disebabkan oleh ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor defensif, dimana
faktor agresif meningkat atau faktor defensifnya menurun. Namun salah satu
penyebab perdarahan saluran makanan bagian atas diakibatkan pecahnya varises
esofagus merupakan yang terbanyak di Indonesia, penyakit sirosis hati.

Hal ini sesuai dengan keluhan pasien yang menunjukkan ada keterkaitan
antara PSMBA dengan gangguan hati. Sesuai dengan keluhan pasien dengan
badan terasa sering demam, perut yang semakin membesar dengan terasa nyeri
dan sesak, badan terasa kuning, dan nafsu makan serta BB menurun.

33
DAFTAR PUSTAKA
1. Makanan Diet Sehat, sistem pencernaan manusia. Available from:
http://makanandietsehat.com/sistem-pencernaan-manusia/. ( Accessed 7 Mei
2014)
2. Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-6. Jakarta:
EGC
3. Faradillah, Firman, dan Anita. 2009. Gastro Intestinal Track Anatomical
Aspect. Surakarta : Keluarga Besar Asisten Anatomi FKUNS.
4. Price S. Wilson L.2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Ed 6. Vol 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
5. Guyton, AC dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed: ke-9 .
Jakarta: EGC
6. Dubey, S., 2008. Perdarahan Gastrointestinal Atas. Dalam: Greenberg, M.I., et
al. Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan Greenberg Vol 1. Jakarta: Penerbit
Erlangga
7. Djumhana A;Hadi S;Abdurachman SA;Wijojo J;Saketi R: Upper GI bleeding
in Hasan
8. Holster IL, Kuipers EJ. Management of acute nonvariceal upper
gastrointestinal bleeding: current policies and future perspectives. World J
Gastroenteral. 2012; 18:1207-7
9. Porter, R.S., et al., 2008. The Merck Manual of Patient Symptoms. USA:
Merck Research Laboratories
10. de Franchis R. Evolving Consensus in Portal Hypertension Report of the
Baveno IV Consensus Workshop on methodology of diagnosis and therapy in
portal hypertension -Special report. J Hepatology 2005;43:167-176
11. Anand, B.S., Katz, J., 2011. Peptic Ulcer Disease, Medscape Reference,
Professor. Department of Internal Medicine, Division of Gastroenterology,
Baylor College of Medicine. Available from:http://emedicine.medscape.com/
( Accessed 23 April 2011)
12. Jutabha, R., et al. 2003. Acute Upper Gastrointestinal Bleeding. Dalam:
Friedman, S.L., et al. Current Diagnosis & Treatment in Gastroenterology 2
ed. USA: McGraw-Hill Companies, 53 – 67.

34
35

13. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus SK, Setiati S. 2007. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
14. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Available From :
http://www.dokterbedahherryyudha.com/. (Accesed 29 Juni 2009)
15. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Available Form :
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/viewFile/75/78.
(Accesed September 2013)

Anda mungkin juga menyukai