Anda di halaman 1dari 18

Otitis Media Efusi pada Anak: Patofisiologi, Diagnosis, Terapi.

Sebuah Tinjauan Pustaka

Abstrak

Otitis media efusi (OME) adalah gangguan telinga yang sering terjadi pada

anak. Kondisi ini seringkali tidak menunjukkan gejala, dan dengan demikian

dapat dengan mudah dilewatkan. Namun, OME dapat menyebabkan gangguan

pendengaran yang mengganggu bahasa dan perkembangan perilaku pada anak.

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan klinis, dan pemeriksaan otoskopi dan

(dalam beberapa kasus) timpanometri. Endoskopi hidung hanya diindikasikan

pada kasus OME unilateral atau ketika diduga terjadi hipertrofi adenoid. Otitis

media efusi didefinisikan dengan adanya efusi pada telinga tengah dalam

pengamatan pada konsultasi tiga bulan terpisah. Pendengaran harus dievaluasi

(menggunakan teknik audiometri yang sesuai dengan usia) sebelum dan setelah

perawatan, agar penyebab lain yang mendasari ketulian (misalnya persepsi tuli)

dapat dievaluasi. Dismorfisme kraniofasial, alergi pernapasan, dan refluks gastro-

esofagus meningkatkan kejadian OME. Meskipun sejumlah obat (antibiotik,

kortikoid, antihistamin, agen mukokinetik, dan dekongestan hidung) dapat

digunakan untuk mengobati OME, namun obat-obatan tersebut tidak efektif dan

andal dalam memberikan bantuan jangka panjang. Pengobatan yang

direkomendasikan untuk OME adalah penempatan tabung timpanostomi/

tympanostomy tubes (TTs) dan (dalam beberapa kasus) dilakukan adenoidektomi.

TTs dapat dengan cepat memperbaiki pendengaran dan secara efektif mencegah

1
2

perkembangan kolesteatoma di telinga tengah. Sebaliknya, TTs tidak dapat

mencegah perkembangan menuju atrofi timpani atau kantong retraksi.

Adenoidektomi meningkatkan efektivitas TT. Pada anak-anak dengan hipertrofi

adenoid, adenoidektomi diindikasikan sebelum usia 4 tahun tetapi dapat dilakukan

setelahnya ketika OME diidentifikasi dengan endoskopi hidung. Anak-anak harus

mendapatkan terapi hingga OME dapat diatasi sepenuhnya, sehingga segala

komplikasi tidak terlewatkan.


3

1. Pendahuluan

Pada tahun 1976, Mawson mendefinisikan otitis media efusi (OME, juga

disebut sebagai otitis media sero-mukosa) sebagai adanya cairan di rongga telinga

tengah, dan tidak adanya tanda-tanda infeksi akut. Otitis media efusi adalah

bentuk kronis dari otitis media di mana membran timpani tidak berlubang.

Peradangan lokal menyebabkan metaplasia epitel dan pengumpulan cairan di

rongga telinga tengah. Efusi telinga tengah bersifat lendir atau sero-lendir tetapi

tidak bernanah. Kondisi ini berlangsung setidaknya selama tiga bulan; hal ini yang

membedakannya dari efusi persisten setelah otitis media akut, yang menghilang

setelah dua bulan pada 90% kasus.

Anak-anak dengan usia paling muda dapat dipengaruhi oleh OME: 50%

kasus terjadi pada bayi di bawah usia 1 tahun, dan 60% terjadi pada bayi di bawah

usia 2 tahun. Prevalensi sangat tinggi (antara 60 dan 85%) pada anak-anak dengan

malformasi kraniofasial (khususnya trisomi 21 dan sumbing pada langit-langit

mulut). Otitis media efusi persisten menyebabkan komplikasi seperti gangguan

pendengaran dan kerusakan membran timpani (atrofi, retraksi, dan kolesteatoma).

Hal ini juga dapat mengakibatkan terlambatnya penguasaan bahasa dan gangguan

perilaku.

Ulasan ini didasarkan pada pencarian PubMed dan Science Direct untuk

artikel yang diterbitkan antara tahun 1976 dan 2018. Kata kunci yang digunakan,

yaitu: “otitis serosa”, “otitis media efusi”, “tabung timpanostomi”, “grommet”,

“tabung ventilasi” dan “anak”. Artikel yang berhubungan dengan OME pada

orang dewasa atau dengan otitis media akut dikeluarkan.


4

2. Patofisiologi OME

2.1 Hipotesis Inflamasi

Patologi ini diperkirakan didasari oleh reaksi inflamasi dan kekebalan

terhadap infeksi rinofaringeal. Peradangan menyebabkan produksi sitokin dan

sekresi eksudat yang kaya akan protein dan mediator inflamasi. Vasodilatasi

terkait bertanggung jawab untuk peningkatan pertukaran gas di telinga tengah,

yang menginduksi penurunan tekanan endotimpanik. Penurunan tekanan ini

mempengaruhi rongga yang dindingnya tetap, dengan pengecualian membran

timpani. Karena pars flaksid adalah area yang paling rapuh (mengingat tidak

adanya lapisan fibrosa), retraksi paling sering dimulai pada daerah ini. Jika

penurunan tekanan tidak diperbaiki, atelektasis timpani berkembang dengan

mengorbankan pars tensa, dan dapat menyebabkan atelektasis lengkap dari

membran timpani.

Peradangan mukosa telinga tengah yang berkepanjangan menyebabkan

diferensiasi sel dan peningkatan jumlah sel lendir. Eksudat mengisi rongga telinga

tengah. Lendir yang terperangkap dalam tabung Eustacii menginduksi penurunan

tekanan di telinga tengah, yang selanjutnya mencegah lendir dievakuasi.

Hipotesis inflamasi didasarkan pada adanya agen infeksi di rongga telinga

tengah. Di masa lampau, OME dianggap infeksi steril karena sampel cairan efusi

memberikan kultur bakteri negatif. Pada tahun 1990-an, tes PCR menunjukkan

bahwa DNA dan RNA dari patogen utama dalam otitis media akut juga hadir

dalam sampel OME. Pada tahun 2006, Stoodley dkk. menunjukkan bahwa 92%
5

dari populasi anak-anak yang menderita OME memiliki bakteri hidup

(Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza, dan Moraxella catarrhalis)

dalam biopsi mukosa yang dilihat melalui mikroskop konfokal. Bakteri yang aktif

secara metabolik ini mungkin ada dalam setidaknya setengah dari semua kasus

OME dengan kultur bakteri steril, dan diperkirakan berpartisipasi dalam

pembentukan biofilm.

2.2 Biofilm

Beberapa peneliti memperkirakan bahwa 65% infeksi kronis melibatkan

biofilm. Pembentukan biofilm pada mukosa telah dibuktikan pada OME. Biofilm

dihasilkan dari sel-sel yang terperangkap dalam matriks yang melekat pada

permukaan hidup yang lembam. Film ini dapat mengandung sel bakteri atau jamur

yang bersentuhan satu sama lain. Matriks tersebut mengandung polisakarida, asam

nukleat, dan protein. Biofilm dibuat dari "jangkar" bakteri yang tumbuh menjadi

mikrokoloni dan kemudian berkembang. Matriks ekstraseluler melindungi bakteri

terhadap antibodi, fagositosis, dan antibiotik. Bakteri ini juga membutuhkan lebih

sedikit oksigen dan nutrisi. Mereka dapat mentransfer DNA melalui plasmid atau

melakukan diversifikasi melalui mutasi adaptif yang memberi resistensi

antibiotik. Bahkan, penelitian terbaru menunjukkan bahwa pengobatan antibiotik

sistemik tidak efektif dalam pemberantasan biofilm.

2.3 Refluks Gastro-Esofagus dan Alergi

Beberapa faktor lain dianggap berperan dalam OME, yaitu refluks gastro-

esofagus/ gastro-oesophageal reflux (GOR), polusi, alergi pada saluran

pernafasan, dan faktor genetik.


6

Telah dicurigai adanya hubungan antara GOR dan OME sejak pepsin dan

Helicobacter pylori ditemukan dalam sampel efusi telinga tengah. Namun,

hubungan sebab akibat langsung antara GOR dan OME belum dapat dijelaskan.

Selain itu, sejumlah penelitian telah menyoroti hubungan antara alergi

pada saluran pernapasan dan OME. Sekali lagi, hubungan sebab akibat belum

terbukti, dan adanya pengobatan alergi tidak memperbaiki perkembangan kejadian

OME. Namun, anak-anak dengan rinitis kronis, hipertrofi turbinate, asma atau

alergi harus dilakukan skrining OME. Sebaliknya, skrining alergi hanya

dibenarkan ketika OME terjadi bersamaan dengan asma atau rinitis kronis.

Otitis media efusi dapat dimulai dengan aktivasi gen musin, dengan 12

jenis gen telah diidentifikasi hingga saat ini. MUC1, MUC3 dan MUC4 adalah

protein yang terikat membran, dan mungkin memiliki peran dalam adhesi

mikroorganisme. Selain itu, MUC5AC dan MUC5B mungkin terlibat dalam

akumulasi lendir di rongga telinga tengah.

Tingginya prevalensi OME pada anak-anak (relatif terhadap orang

dewasa) dijelaskan oleh ketidakmatangan tuba Eustachius; yang tidak dapat secara

memadai melindungi telinga tengah dari variasi tekanan nasofaring yang

berhubungan dengan kontaminasi telinga tengah oleh kuman rinofaringeal.

Disfungsi ini disebabkan oleh tiga faktor yang berhubungan dengan usia: sudut,

panjang tabung Eustachius, dan kemampuan untuk menutup.


7

3. Diagnosis

3.1 Aspek Klinis

Dokter harus mempertimbangkan diagnosis OME pada anak-anak dengan

gangguan pendengaran, keterlambatan dalam belajar (khususnya penguasaan

bahasa), kesulitan di sekolah, dan gangguan perilaku dan/ atau tidur. Yang

terakhir sering dilaporkan oleh orang tua anak.

Sebagian besar kasus OME didiagnosis secara klinis setelah pemeriksaan

otoskopik. Penggunaan otoskop pneumatik memungkinkan dokter untuk

mendeteksi efusi telinga tengah dan memeriksa aspek membran timpani.

Penggunaan mikroskop binokular atau otoskopi teleskop video dapat

meningkatkan penglihatan melalui otoskopi, terutama pada anak-anak. Film yang

cair, bergelembung, sifat tidak bening, warna oker atau kebiruan, dan retraksi

sentral dari membran timpani mungkin terlihat jelas. Diagnosis OME

dikonfirmasi jika tanda-tanda yang sama hadir dalam tiga bulan kemudian

pemeriksaan.

Timpanogram memberikan penilaian kesesuaian membran timpani.

Timpanogram tipe B (yaitu kurva yang diratakan) adalah sugestif dari OME.

Penggunaan endoskopi hidung harus dibatasi pada kasus obstruksi hidung atau

OME persisten berat, dan digunakan dengan tujuan untuk mengkonfirmasi ada

atau tidak adanya hipertrofi adenoid. Endoskopi hidung juga memungkinkan

diagnosis diferensial dari tumor rinofaringeal.

Penting untuk melakukan skrining untuk kelainan palatum terkait (uvula

bifida atau sumbing pada submukosa langit-langit) karena yang terakhir dapat
8

mempersulit perawatan OME. Demikian pula, dismorfisme kraniofasial dan

sindrom polimalformasi adalah faktor risiko untuk onset, persistensi dan

kekambuhan OME.

3.2 Evaluasi Ambang Batas Pendengaran

Sangat penting untuk mengevaluasi dampak OME pada pendengaran anak,

mengingat seringnya gangguan tersebut terjadi selama periode perkembangan

bahasa. Pada frekuensi 500, 1000, 2000 dan 4000 Hz, sekitar 50% anak-anak

dengan OME mengalami penurunan pendengaran lebih dari 20 dB, 20% terjadi

penurunan pendengaran lebih dari 35 dB, dan 5-10% lebih dari 50 dB. Gangguan

pendengaran yang lebih besar dari 50 dB harus membuat dokter untuk

mempertimbangkan kemungkinan terjadinya kerusakan telinga bagian dalam.

Idealnya, penilaian pendengaran harus mencakup audiometri tonal dengan

konduksi udara dan tulang, dan audiometri vokal yang sesuai usia.

Gangguan pendengaran yang terkait dengan OME lebih besar pada anak-

anak dengan sumbing pada bibir dan langit-langit mulut. Dalam sebuah penelitian

yang diterbitkan pada tahun 2009, Flynn dkk. mengamati penurunan pendengaran

rata-rata 35,71 dB pada anak-anak dengan adanya sumbing pada bibir atau langit-

langit mulut dan 26,41 dB pada anak-anak tanpa sumbing.

Jika pemeriksaan audiometri tidak memungkinkan, direkomendasikan

untuk merekam potensi yang timbul dari pendengaran atau kondisi stabil

pendengaran.
9

4. Terapi

4.1 Terapi Obat-obatan

Mengingat adanya (menggunakan PCR) genom bakteri (terutama

Haemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae, dan Moraxella catarrhalis)

dalam sampel cairan efusi, maka disarankan pengobatan OME dengan antibiotik.

Meskipun banyak obat antibiotik telah diuji, tidak ada yang membuktikan

kemanjuran jangka panjang pada gejala OME. Faktanya, studi kolaborasi

Cochrane dari 23 studi baru baru ini (dengan kursus pengobatan antibiotik mulai

dari 10 hari hingga 6 bulan) tidak menemukan efek positif pada pendengaran atau

penurunan rekomendasi penempatan tabung timpanostomi/ tympanostomy tube

(TT). Demikian juga, efusi berkurang hanya dalam 13% kasus.

Meskipun pengobatan antibiotik tidak direkomendasikan dalam pedoman

saat ini, penelitian telah menunjukkan bahwa terapi diagnosis OME sering diikuti

dengan resep antibiotik oral terutama di ruang gawat darurat, lebih dari di

departemen THT. Sebagai contoh, beberapa pusat meresepkan pengobatan dengan

antibiotik makrolida jika OME dikombinasikan dengan rinosinusitis, karena

rinosinusitis dianggap menjadi pemicu untuk OME. Hasil penelitian terbaru

menunjukkan kemanjuran anti-inflamasi dari makrolida seperti eritromisin,

klaritromisin, azitromisin dan roksitromisin pada efusi telinga tengah pada

marmut. Para peneliti menyarankan bahwa antibiotik makrolida dapat digunakan

sebagai antibakteri, pengobatan antiinflamasi pada OME. Namun, pedoman

internasional tidak merekomendasikan penggunaan makrolida dalam pengobatan

OME.
10

Kortikoid sistemik dan intranasal juga telah digunakan untuk mengurangi

peradangan lokal yang menyebabkan disfungsi tuba Eustachius pada OME. Obat-

obatan ini mungkin menghambat sintesis asam arakidonat dan mediator inflamasi

pada tuba Eustachius dan telinga tengah. Obat-obatan tersebut juga dapat

mengurangi jaringan limfoid di sekitar tabung Eustachius, meningkatkan sekresi

surfaktan, dan mengurangi viskositas efusi dari telinga tengah. Pada tahun 2011,

tinjauan literatur dari 12 studi menemukan bahwa kortikoid memiliki manfaat

jangka pendek (tetapi tidak jangka panjang) dalam pengobatan OME. Sebuah

percobaan klinis prospektif, double-blind, acak terbaru dari kortikoid oral pada

389 anak-anak berusia 2 hingga 8 tahun mengkonfirmasi tidak adanya

peningkatan pendengaran yang signifikan pada perawatan yang dilakukan. Selain

itu, kortikoid sistemik dikaitkan dengan berbagai reaksi yang merugikan, seperti

diare, mual, hiperaktif, dan epistaksis. Pemberian kortikoid topikal tidak memiliki

bukti efek jangka panjang. Oleh karena itu, rasio risiko-manfaat agak menentang

penggunaan obat-obatan ini.

Karbosistein adalah satu-satunya agen mukokinetik yang saat ini

direkomendasikan (hanya dalam pedoman Jepang).Hal ini digunakan secara

opsional dengan maksud untuk mengurangi produksi lendir, mendorong

ekskresinya, dan mengurangi peradangan organ-organ yang berdekatan sambil

menunggu perawatan bedah. Agen mukokinetik mungkin meringankan gejala

OME tetapi tidak memiliki bukti khasiat jangka panjang. Sebuah tinjauan literatur

menemukan bahwa 1-3 bulan perawatan dengan agen mukokinetik dapat


11

menghindari perlunya penempatan TT pada 20% anak-anak yang terkena OME.

Namun, perawatan ini tidak direkomendasikan dalam pedoman internasional.

Analisis 16 studi (total 1.880 pasien) dari efek antihistamin dan

dekongestan hidung (digunakan sendiri atau dalam kombinasi) tidak menyoroti

nilai klinis dalam pengobatan OME. Analisis yang dikumpulkan dari data dari

enam studi yang mengevaluasi efek samping terkait pengobatan menemukan

frekuensi 17% pada kelompok yang diobati dan 6% pada kelompok plasebo.

Manuver Politzer adalah cara untuk meredakan disfungsi tabung

Eustachius. Dengan meniupkan udara ke lubang hidung (menggunakan balon atau

alat lain), anak dapat membuka kembali sebagian tabung Eustachius. Namun,

penelitian yang dilakukan hingga saat ini tidak homogen. Secara khusus, tidak ada

uji coba double-blind yang dilakukan. Namun demikian telah ditunjukkan bahwa

pada anak-anak di atas usia 2 tahun, empat minggu Politzerisasi dikaitkan dengan

peningkatan tekanan telinga tengah dan ambang batas pendengaran. Sebuah

tinjauan literatur dari delapan uji coba terkontrol dan acak baru-baru ini

(menampilkan total 702 pasien) menemukan kecenderungan perbaikan gejala

yang cepat. Namun, hasil audiometri dan timpanometri tidak signifikan secara

statistik. Terakhir, perawatan ini memiliki dua keunggulan potensial: biaya yang

relatif murah, dan tidak adanya efek samping.

Perawatan aerosol juga telah dievaluasi dalam perawatan OME. Baik

aerosol konvensional maupun aerosol manosonik telah diterapkan. Keuntungan

dari terapi aerosol adalah meningkatkan difusi senyawa aktif ke mukosa hidung

dan sinus. Dalam teknik aerosol manosonik, kompresor menyediakan aksi


12

mekanis tambahan dan membantu membuka tabung Eustachius. Rata-rata, 12,5

sesi terapi aerosol dengan kombinasi kortikoid, antibiotik dan agen mukokinetik

diperlukan untuk menormalkan hasil audiometri pada lebih dari 75% pasien.

Sekali lagi, perawatan ini belum dievaluasi dalam uji prospektif acak.

4.2 Tabung Timpanostomi/ Tympanostomy Tubes (TTs) dan

Adenoidektomi

Penempatan TT (juga disebut sebagai grommet dan tabung ventilasi)

adalah pengobatan acuan untuk OME persisten dengan dampak fungsional pada

pendengaran atau dengan kerusakan pada membran timpani. Indikasi untuk

penempatan TT adalah gangguan pendengaran audiometri antara 25 dan 40 dB.

Penting juga untuk memperhitungkan kesulitan individu terkait dengan gangguan

pendengaran ini, yang bervariasi dari satu anak ke anak lainnya dan tidak selalu

berkorelasi dengan ambang pendengaran.

Tabung timpanostomi membantu ventilasi lubang di telinga tengah dan

menyeimbangkan tekanan di setiap sisi membran timpani. Berbagai jenis TT

dapat digunakan dalam pengobatan OME. Tabung Shepard (terutama digunakan

di Eropa, Cina, dan Afrika Selatan) biasanya rapuh sekitar 6 bulan setelah

penempatan. Tabung Armstrong lebih disukai di Amerika Utara, dan memiliki

masa pemakaian hingga 14 bulan. Terakhir, tabung-T memiliki masa pakai yang

lebih panjang dan umumnya tidak rapuh secara spontan.


13

Tinjauan literatur Hellstrom dkk. dari 63 publikasi menemukan bahwa

pendengaran dan kualitas hidup telah meningkat setidaknya sembilan bulan

setelah penempatan TT. Sebaliknya, belum dapat ditunjukkan efek jangka

panjang.

Tinjauan literatur lain dari 10 studi acak menemukan bahwa ambang

dengar telah meningkat setelah penempatan TT, dengan keuntungan [95% CI] dari

12 dB dalam tiga bulan pertama dan 4 dB dari 6 hingga 9 bulan. Namun, tinjauan

tersebut tidak menemukan bukti efek jangka panjang TT pada perkembangan

bahasa yang komprehensif dan ekspresif.

Tabung timpanostomi jangka pendek digunakan untuk pengobatan lini

pertama, dan dapat rapuh setelah antara 6 dan 18 bulan. Dengan demikian, risiko

komplikasi lebih rendah. Tabung timpanostomi jangka panjang tetap di tempatnya

selama dua tahun atau lebih. Meskipun tingkat komplikasi meningkat dengan

durasi penggunaan TT, perangkat ini masih diindikasikan ketika kejadian OME

berulang pada anak yang telah memiliki TT jangka pendek. Selain itu juga

direkomendasikan pada anak-anak dengan disfungsi tuba Eustachius kronis.

Tabung timpanostomi tidak mencegah perkembangan OME menuju atrofi

timpani, dan dampaknya pada perkembangan retraksi belum dijelaskan.

Sebaliknya, mereka mencegah munculnya otitis media kronis kolesteatomatosa.

Prevalensi anomali timpani meningkat dengan penempatan TT; namun, tidak

mungkin untuk menentukan tanggung jawab masing-masing antara OME dan TT.

Wallace dkk. telah menunjukkan bahwa TT mencegah kambuhnya OME

setelah tabung dipasang atau dikeluarkan. Para peneliti menemukan bahwa risiko
14

OME pada 2 tahun adalah 13% lebih rendah daripada pendekatan “menunggu dan

melihat” untuk parasentesis. Namun, tidak ada penelitian mengenai efek yang

ditimbulkan dalam lebih dari 2 tahun.

Pada anak-anak yang berisiko terjadinya gangguan belajar dan bahasa,

pengobatan cepat dianjurkan untuk membatasi dampak tuli tambahan. Hal ini

menyangkut anak-anak dengan gangguan spektrum autis, ketulian persepsi yang

tidak terkait dengan OME, keterlambatan bicara, sindrom kraniofasial atau

malformasi, kebutaan (atau gangguan visual lainnya), sumbing pada langit-langit

atau keterlambatan perkembangan global.

Timpanostomi dipasang dibawah anestesi umum, dan berhubungan dengan

risiko iatrogenik. Otorea adalah komplikasi yang paling sering, dan terjadi pada 3-

50% kasus segera setelah operasi. Dalam kebanyakan kasus, otorea biasanya

terisolasi dan tidak mengarah pada gejala sisa.

Pengeluaran dengan paksa, obstruksi, atau pengangkatan TT terkait

dengan pertumbuhan dan migrasi progresif epitel timpani. Insiden obstruksi

bervariasi dari 0% hingga 37,3%, tergantung pada penelitian (median: 6,7%), dan

insiden pengeluaran dengan paksa adalah sekitar 3,9%. Dalam 0,5% kasus, TT

bermigrasi ke rongga telinga tengah. Kemungkinan komplikasi ini tergantung

pada jenis TT, tingkat pengalaman operator, dan ukuran stoma. Untuk TT secara

keseluruhan, frekuensi perforasi residual bervariasi dari 1-10%. Faktor risiko yang

diketahui adalah adanya flensa internal yang besar, penempatan TT sebelumnya,

dan masa pakai TT. Miringosklerosis sangat sering terjadi; Fenomena ini sesuai

dengan proliferasi fibroblas di lapisan fibrosa membran timpani, dengan deposisi


15

bersamaan dari kristal kalsium fosfat. Dalam kebanyakan kasus, miringosklerosis

tidak memiliki konsekuensi klinis; Namun, kasus yang sangat parah dapat

menyebabkan tuli transmisi dengan memblokir osikel (timpanosklerosis).

Kolesteatoma iatrogenik sangat jarang terjadi.

Pedoman Amerika Utara dan Prancis merekomendasikan periode 3 bulan

untuk menunggu dan melihat klinis sebelum penempatan TT.

Adenoidektomi dapat meningkatkan efektivitas klinis TT pada OME

(relatif terhadap pengobatan dengan obat-obatan atau TT saja) setidaknya selama

dua tahun. Risiko kekambuhan OME mungkin lebih rendah, dan waktu untuk

penempatan TT berikutnya mungkin secara signifikan lebih lama. Kemungkinan

penempatan TT berikutnya dianggap 40% lebih rendah dalam konteks ini.

Menurut Mikals dan Brigger, kombinasi adenoidektomi dengan

penempatan TT mengurangi proporsi anak yang membutuhkan penempatan TT

berikutnya dari 36% menjadi 17%, meskipun ini hanya terjadi pada anak di atas

usia 4 tahun.

Pedoman Amerika merekomendasikan adenoidektomi untuk pengobatan

OME. Untuk anak-anak di bawah 4 tahun, adenoidektomi hanya boleh dilakukan

pada kasus obstruksi hidung atau infeksi berulang. Pada anak di atas 4 tahun,

dapat dikombinasikan dengan penempatan TT.

Adenoidektomi berpotensi menghilangkan sumbatan fisik tabung

Eustachius, mengembalikan drainase lendir, dan menyeimbangkan tekanan di

telinga tengah. Namun, studi retrospektif dari 423 anak-anak menemukan bahwa

volume adenoid tidak berkorelasi dengan kemanjuran adenoidektomi. Sebaliknya,


16

adenoidektomi secara signifikan lebih efektif dalam pengobatan OME ketika

adenoid besar bersentuhan dengan torus tubarius daripada ketika adenoid kecil.

Viskositas efusi telinga tengah tidak mempengaruhi efektivitas adenoidektomi.

Oleh karena itu, penyumbatan fisik mungkin bukan faktor risiko utama untuk

OME.

Dalam percobaan hewan, Abi Hachem dkk. menemukan bahwa

pembentukan biofilm berkurang dengan mencuci telinga tengah dengan larutan

saline atau sampo anak-anak. Hydrodebrider dapat digunakan secara efektif untuk

menghilangkan biofilm.

4.3 Anak dengan Risiko OME

Pada anak-anak dengan sumbing pada bibir atau langit-langit mulut, OME

lebih sering dan lebih cenderung berulang (pada 26,8% -59,5% kasus, terlepas

dari jenis TT daripada anak-anak tanpa celah (35%)). Episode otitis ini cenderung

menghilang sekitar usia 5-6 tahun pada populasi umum, dan sekitar 10-12 tahun

untuk anak-anak dengan bibir sumbing.

Meta-analisis yang dilakukan oleh Chin-Lung Kuo dkk. mengkonfirmasi

kemanjuran TT terkait dengan pendengaran dan bahasa. Dalam beberapa

penelitian, pendengaran meningkat secara signifikan. Pada penelitian lain,

peningkatannya tidak signifikan secara statistik, meskipun perolehan audiometri

rata-rata secara signifikan lebih besar pada kelompok TT daripada kelompok yang

tidak diobati. Berkenaan dengan bahasa, Hubbard dkk. (1985) menemukan bahwa

anak-anak yang diobati dengan TT pada usia muda memiliki artikulasi bahasa

yang lebih baik dan memerlukan terapi wicara yang lebih singkat.
17

Beberapa peneliti telah menyarankan penggunaan penempatan TT

profilaksis bersamaan dengan operasi penutupan sumbing. Meskipun tidak ada

gejala, ventilasi awal dapat memungkinkan pneumatisasi mastoid yang normal

dan dengan demikian menghindari komplikasi. Peneliti lain merekomendasikan

penempatan TT hanya ketika OME bergejala (otitis berulang, gangguan

pendengaran lebih dari 30 dB, dan retraksi timpani).

5. Kesimpulan

Otitis media efusi adalah patologi yang sering terjadi pada anak-anak; jika

kondisi ini tidak dipantau dengan hati-hati, dapat berkembang menjadi otitis

kronis kolesteatomatosa. Diagnosis dapat dilakukan dengan relatif mudah

(menggunakan otoskopi) selama konsultasi. Kehilangan pendengaran harus

dievaluasi sebelum dan sesudah perawatan. Meskipun perawatan farmakologis

mungkin memiliki efektifitas simptomatik jangka pendek, namun karena tidak

adanya efektivitas jangka panjang (terutama yang berkaitan dengan ambang

pendengaran), adanya kejadian buruk terkait dan banyaknya biaya berarti bahwa

obat-obatan tersebut tidak dapat direkomendasikan dalam pengobatan OME.

Penempatan tabung timpanostomi adalah satu-satunya perawatan yang telah

divalidasi oleh komunitas ilmiah internasional. Tabung timpanostomi tersebut

telah terbukti manjur sehubungan dengan meningkatnya ambang pendengaran,

mencegah terulangnya OME, dan melindungi terhadap perkembangan terjadinya

kolesteatoma pada telinga tengah. Tabung timpanostomi diindikasikan pada kasus

OME yang diperberat oleh ketulian atau terdapat modifikasi anatomi membran
18

timpani (misalnya retraksi). Adenoidektomi dapat dikombinasikan dengan

penempatan tabung timpanostomi pada anak-anak di atas usia 4 tahun jika

terdeteksi adanya hipertrofi dengan endoskopi hidung atau di bawah usia 4 tahun

jika terjadi sumbatan hidung atau infeksi rinofaringeal berulang. Anak-anak harus

diterapi selama beberapa tahun, sehingga segala komplikasi tidak terlewatkan.

Anak-anak yang berisiko terjadinya gangguan belajar dan bahasa harus dipantau

secara ketat.

Anda mungkin juga menyukai