PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan professional yang
merupakan bagian internal dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu
dan kiat keperawatan dengan bentuk pelayanan biologis, psikologis, social,
dan masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit dan mencakup seluruh
proses kehidupan manusia (Depkes, 2000).
Oleh karena itu dalam makalah ini penulis akan membahas tentang salah
peralatan medis yaitu DC Syok.
B. Tujuan Penulisan
Untuk memperoleh gambaran dan wawasan pengetahuan tentang peralatan
DC Syok.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Panduan d.c defibrillator
Terdiri dari trafo berkekuatan besar dan pada sekundernya terdapat
penyearah dan capastor.Penyearah ini akan megisi energi listrik pada
kapasitor, besarnya energi listrik akan dikontrol oleh mikrokontrol. Pada saat
discharge (pemberian) energi pada pasien dengan menekan switch yang
berada pada ujung elektroda. Bila memilih jenis sinkron, dapat dilakukan
dengan menekan key board (sinkron).
\
3
2. Bila tombol charge ditekan maka akan terjadi pengisian kapasitor C1, dan
tegangan pada kapasitor C1, dideteksi oleh detector A1 melalui pembagi
tegangan R1 dan R2yang bersesuaian dengan tegangan pada C1.
3. Bila tegangan pada pembagi tegangan telah lebih besar dari tegangan R3,
maka A1 keluarannya akan menyebabkan High-voltage DC supply tidak
lagi mensupply tegangan ke kapasitror C1.
4. Bila ditekan tombol discharge tegangan pada kapasitor C1 akan berpindah
sehingga tubuh atau jantung akan mendapatkan energi listrik dari kapasitor
C1. Bentuk tegangan yang diberikan pada pasien dipengaruhi oleh adanya
induktor
4
DC syok mempunyai 2 buah elektroda yang telah terpasang pada dada pasien
(pads electrode)
1. Strenum
2. Apeks
Metode defibrillator
1. Asinkron
Pemberian shock listrik jika jantung sudah tidak berkontraksi lagi, secara
manual setelah pulsa R.
2. Sinkron
Pemberian shock listrik harus disinkornkan dengan signal ECG dalam
keadaan berfibrasi, jadi bila tombol discharge ditekan kapanpun maka
akan membuang setelah pulsa R secara otomatis.
5
Pada alat ini terdapat beberapa indicator pengukuran
1. Monitor :SPO2, NIBP, ECG, Trend Display
2. Defibrilasi
3. Pacemaker
4. Paddle
Siklus Pemeliharaan
6
Maintenance
Pengecekan secara fisik
1. Apakah chasing dalam keadaan baik
2. Kabel elektroda rusak
3. Pengepakan elektroda yang sudah kadaluarsa
7
B. Indikasi Pasien
Kardioversi darurat
1. Takikardi supraventrikular, fluter atrial, dan fibrilasi atrial dengan
hipotensi, hipoperfusi sistemik, gagal jantung kongestif, atau iskemia
miokard.
2. Takikardia ventrikel dengan nadi palpasi gagal berubah ke irama sinus
dengan lidokain atau amiodaron.
Kardioversi elektif.
Kardioversi dilakukan elektif pada takikardia supraventrikuler, fluter atrial,
dan fibrilasi atrial, yang gagal berubah ke irama sinus dengan digitalis,
propranolol, adrofonium, fenilefrin, kuinidin, atau verapanil.
Irama sinus lebih baik daripada aritmia karena curah jantung lebih banyak
dan lebih rendah angka embolisme.
C. Kontraindikasi
1. Intoksikasi digitalis. Fibrilasi ventrikel dapat terjadi walaupun
dilakukan kardioversi sinkron, Stimulasi cepat atrium dengan pemacu
temporer (TPM) dapat merubah atritmia supraventrikular.
2. Penyakit sistem konduksi. Blok atrioventrikular dipasang profilaktik
Temporer Pace Maker (TPM).
3. Pasien dengan tidak mampu bertahan pada irama sinus.
4. Fibrilasi atrial yang telah lama atu bertahun.
5. Kardioversi dengan fibrilasi atrial cepat berulang, dengan dosis kuinidin
profilaktik.
6. Post operasi baru katup jantung, kardioversi ditunda 10-14 hari, TPM
dapat menghentikan takiaritmia.
8
D. Evaluasi Pasien
Evaluasi tentang hipertiroidisme, intake, digitalis, hipoksemia, stress
psikologik, anemia, hipokalemia, hiperkalemia, hipokalsemia,
hipomagnesemia, atau gangguan metabolic autonom lain yang
menyebabkan aritmia.
E. Persiapan
persiapan alat :
Persiapan Pasien:
1. Jelaskan prosedur secara penuh kepada keluarga, termasuk komplikasi
potensialnya dan dapatkan izin tertulis.
2. Berikan antikoagulan profilaktik, dianjurkan pada pasien atrial fibrilasi
dengan riwayat embolisme, stenosis mitral, gagal jantung kongestif, atau
pembesaran atrium kiri.
3. Hentikan digitalis, 24 jam sebelum kardioversi dan 48-72 jam pada
pasien tua. Digoxin bekerja selama 2-5 hari.
9
4. Berikan kuinidin(300 mg tiap 6 jam) selama 2 hari sebelum kardioversi,
menurunkan 40% pemulihan ke irama sinus, tetapi kadang pencetus VT
atau VF.
5. Puasakan pasien 6 jam sebelum tindakan kardioversi.
6. Rawat pasien dengan monitor EKG, untuk evaluasi irama dan evaluasi
EKG 12 lead.
7. Letakkan lempeng resusitasi jantung di bawah dada pasien.
Personalia:
Dokter atau perawat terampil kardioversi, anestesi dibutuhkan untuk
penatalaksanaan intubasiendotrakeal.
Persiapan Alat:
1. Kardioverter arus searah (DC) dengan monitor osiloskop, modus
sinkronisasi tombol seleksi tingkat energi, pedal elektroda dan jelly
elektroda.
2. Obat sedasi: amnesia atau anastesi selama kardioversi dengan diazepam
(valium), pentothal atau brevithal.
3. Resusitasi: Lempeng dipunggung, section, oksigen, intubasi set(ETT,
lavingoskope, guidel, jelly, spatel) ambubag dan obat atropine serta
antiaritmia.
10
ada keraguan tentang ada/tidaknya nadi, kompresi dada harus segera
dilanjutkan.
Defibrilator Manual
Pada defibrilator manual, bila ritme yang terlihat adalah VT/VF, pelaksana
pertama melanjutkan RJP dan pelaksana kedua melakukan charge pada alat.
Sesudah charge dilakukan, RJP dihentikan untuk memastikan area
sekeliling pasien clear dan pelaksana kedua memberi kejut secepatnya.
Pelaksana pertama segera memulai kembali RJP selama dua menit, setelah
itu baru pemeriksaan ritme jantung.
11
[16]. Kalau VF berhenti setelah pemberian shock tapi kemudian muncul
lagi, berikan jumlah energi yang sama dengan shock yang berhasil.
F. Penatalaksanaan Kardioversi
Pada henti jantung (cardiac arrest) dengan fibrilasi ventrikel energi yang
dibutuhkan 200-400 Joule.
Paddle pertama diberi jelly secukupnya dan diletakkan di dada bagian depan
sedikit sebelah kanan sternum di sela iga III, paddle kedua setelah diberi jelly
diletakkan di sebelah kiri apeks kordis.
Alat defibrilator dinyalakan dan dipilih tingkat energi yang ditentukan, alat untuk
sinkronisasi gelombang R juga dinyalakan lalu kedua paddle diberi tekanan yang
cukup dan alat dinyalakan dengan energi yang dibutuhkan, misalnya untuk
fibrilasi ventrikel diberikan energi 200 Joule.
Bila belum berhasil dinaikkan menjadi 300 Joule sampai 400 Joule. Pasien yang
menderita cardiac arrest paling sedikit harus dicoba 3 kali, sebagai awal tindakan
resusitasi.
12
5. Berikan obat sedative perlahan, pantau frekuensi jantung, respirasi dan
tekanan darah.
6. Berikan jelly pada pedal elektroda kardioversi, bantalan kasa larutan
garam tidak dipakai karena menyebabkan lengkungan arus.
7. Tipe kardioverter anteroapikal, elektroda pertama diletakkan di bawah
klavikula kanan tepat lateral sternum dan elektroda kedua diletakkan di
bawah putting susu anterior aksilaris.
8. Pilih tingkatan energi 100 joule.
9. Pastikan tidak ada kontak operator, orang lain dan pasien terhadap bahan
konduktor (logam, air, ventrikulator).
10. Berikan renjatan listrik bila sedasi pasien memadai dengan tekanan
mantap 11,25 kg pada pedal elktroda.
11. Periksa nadi pasien, EKG, dan jalan napas segera setelah renjatan listrik
kardioversi. Reaksi kardiovaskuler setelah renjatan listrik tampak vagal
dengan bradikardia disusul takikardia 30 detik reaksi simpatis.
Aritmia ventrikel atau kelainan gelombang ST dapat menunjukkan
kerusakan miokard akibat renjatan atau interaksi obat denga renjatan
listrik.
12. Bila renjatan gagal, tingkatkan dosis energi secara bertahap 100, 200,
300, 360 joules sampai aritmia dikonversi atau sampai 360 mjoules
gagal, Biarkan 2 menit di antara renjatan listrik untuk supraventrikular
takikardia, karena lambat berkonversi.
13
14
G. Asuhan Keperawatan Post Kardioversi
1. Lakukan pemeriksaan singkat, kaji komplikasi segera seperti hipotensi,
embolisasi sistemik, edema paru, dan aspirasi.
2. Periksa EKG 12 lead dan pantau irama EKG pasien selama beberapa
jam.
3. Pasien bedrest total.
4. Lanjutkan obat antiaritmia maintenance amiodaron 450 mg/24 jam.
H. Komplikasi kardioversi.
Salah satu komplikasi kardioversi yang umum adalah aritmia. Aritmia dapat
timbul sesudah kardioversi secara listrik, karena sinkronisasi terhadap
gelombang R tidak cukup sehingga shock listrik terjadi pada segmen ST atau
gelombang T dan dapat menimbulkan fibrilasi ventrikel. Kalau kamu
menemui kondisi ini, kamu dapat melakukan DC countershock sekali lagi.
Selain itu komplikasi lain yang dapat timbul adalah bradiaritmia atau asistol,
sehingga di IGD-mu perlu disiapkan obat atropin dan pacu jantung sementara.
Hal ini terutama untuk pasien dengan stenosis mitral dengan atrium kiri yang
membesar dan terjadi fibrilasi atrial yang baru.
15
4. Pembesaran jantung.
5. Edema paru. Diduga paralisis atrial kiri.
6. Embolisasi sistemik, sekitar 0,8% lebih tinggi pada atrium kiri besar,
stenosis mitral, CHF, atau emboli sebelumnya.
7. Hipotensi. Singkat dan berakhir beberapa jam.
8. Pneumonia aspirasi.
Obat antiaritmia lini pertama untuk henti jantung adalah amiodarone, yang telah
dibuktikan secara klinis dapat meningkatkan ROSC pada pasien dengan
refractory VF/pulseless VT. Amiodarone dapat dipertimbangkan bila ritme gagal
diperbaiki oleh defibrilasi, RJP, atau terapi vasopressor. Kalau amiodarone tidak
tersedia, pasien juga dapat diberikan lidocaine walaupun lidocaine belum terbukti
untuk meningkatkan ROSC. Obat magnesium sulfate hanya boleh diberikan
kepada pasien dengan torsades de pointes dengan interval QT yang memanjang.
16
Tujuan pemberian pengobatan ACLS saat henti jantung adalah untuk mencapai
ROSC atau hospital admission. Namun penggunaan obat-obatan ini belum
dibuktikan dapat meningkatkan survival rate hingga hospital discharge atau
outcome neurologis yang baik.
Vasopressor
Epinephrine
Vasopressin
17
Amiodarone
1. Dosis awal 300 mg IV/IO, kemudian diikuti oleh satu dosis lanjutan 150
mg IV/IO
2. Amiodarone memiliki pengaruh terhadap channel sodium, kalium, dan
kalsium dan dapat blok reseptor α dan β
Lidocaine
1. Dosis awal adalah 1 – 1.5 mg/kg IV, jika ritme bertahan dapat diberi dosis
tambahan 0.5 – 0.75 mg/kg IV dengan interval 5-10 menit, hingga dosis
maksimal 3 mg/kg
2. Lidocaine dapat diberikan bila amiodarone tidak tersedia; obat ini belum
dibuktikan efektif untuk meningkatkan survival jangka pendek atau jangka
panjang pasien henti jantung
Magnesium Sulfat
18
intervensi lain dilakukan bersamaan dengan RJP atau di jeda saat pengecekan
ritme jantung
J. Follow up
Pasien dengan henti jantung yang diresusitasi harus dirawat di ruang intensif
dengan pengawasan ketat karena memiliki resiko tinggi rekurensi. Perlu dilakukan
pemeriksaan lengkap dari sistem saraf pusat, miokardium, dan sistem tubuh
lainnya untuk mengetahui kerusakan yang disebabkan oleh hipoksemia, iskemia
dan reperfusi yang terjadi saat resusitasi. Pemeriksaan juga harus dilakukan untuk
mencari etiologi henti jantung. Secara lebih detil, terdapat guideline spesifik untuk
post-cardiac arrest care yang disediakan oleh ACLS yang mencakup perawatan
jantung, suhu, neurologi, respiratorik, sedasi dan penatalaksanaan gawat lainnya
Sekitar setengah dari pasien dengan henti jantung memiliki tanda-tanda infark
miokard akut, yang memerlukan terapi segera. Konsultasi ke bagian kardiologi
harus dilakukan untuk semua pasien yang selamat dari henti jantung, dan
revaskularisasi dipertimbangkan. RJP yang dilakukan lebih dari sepuluh menit
dianggap kontraindikasi untuk terapi trombolisis. Pasien dengan resiko tinggi
rekurensi VF dapat dilakukan pemasangan automated implantable cardioverter
defibrillators (AICDs).
19
menyebabkan kegagalan multiorgan dan brain injury. Tujuan awal post cardiac
arrest care adalah untuk meningkatkan perfusi sistemik, mengembalikan
homeostasis metabolik, dan mendukung fungsi organ agar fungsi neurologis
dipertahankan.
20
Pengaturan Suhu Tubuh
Pengaturan dan pemantauan suhu tubuh secara ketat adalah hal yang penting
dilakukan pada pasien pasca henti jantung. Pasien yang koma setelah resusitasi
dapat diberikan terapi hipotermia selama 12-24 jam (penurunan suhu hingga 32-
34 C). Di beberapa penelitian klinis, hipotermia dapat meningkatkan fungsi
neurologis dan mengurangi mortalitas.[8] Pengaturan suhu tubuh dapat dilakukan
melalui metode hipotermi terinduksi. Terapi ini dapat meningkatkan kondisi
neurologis pada pasien yang selamat dari henti jantung. Walau demikian,
penelitian mengenai detail spesifik terapi ini seperti indikasi, waktu memulai dan
durasi, cara menginduksi, dan kapan mengembalikan kembali suhu tubuh masih
inkonklusif dan memerlukan penelitian lebih lanjut.[5,8,12
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
DC Syok adalah suatu cara memberikan renjatan arus listrik
langsung ke jantung lewat sepasang elektroda yang diletakkan pada dinding
toraks untuk menghentikan takikardia ventricular dan supraventrikuler.
Oleh karena itu, sangat penting bagi perawat untuk memiliki
pengetahhuan aplikasi tentang fungsi dan cara kerja DC syok dan
komplikasinya bagi pasien sehingga dalam penerapannya dapat
dilaksanakan dengan baik.
B. Saran
Untuk meningkatkan kulaitas pelayanan keperawatan maka penulis
memberikan saran-saran sebagai berikut;
1. Agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta sikap profesional
2. Diharapkan kerja sama yang baik dari berbagai pihak dari tim kesehatan
lainnya khususnya tim tenaga medis lainnya untuk berbagi pengetahuan
tentang fungsi dan manfaat peralatan medis yang digunakan di fasilitas
kesehatan.
22
DAFTAR PUSTAKA
Mittal S, S Ayati, Stein KM, Knight BP, Morady F, Schwartzman D, et
al. Perbandingan gelombang Biphasic baru kotak dengan gelombang gelombang
sinus teredam monophasic untuk defibrilasi ventrikel transthoracic. Zoll
Penyidik. J Am Coll Cardiol 1999; 34: 1595-601.
Walker RG, Melnick SB, Chapman FW, Walcott GP, PW Schmitt, Ideker
RE. Perbandingan enam defibrillator eksternal klinis digunakan pada
babi. Resusitasi 2003; 57: 73-83.
23