Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG

Hepatitis merupakan inflamasi dan cedera pada hepar, penyakit ini dapat
disebabkan oleh infeksi atau oleh toksin termasuk alkohol dan dijumpai pada
kanker hati. Hepatitis virus adalah istilah yang digunakan untuk infeksi hepar oleh
virus, identifikasi virus penyakit dilakukan terus menerus, tetapi agen virus A, B,
C, D, E, F dan G terhitung kira-kira 95% kasus dari hepatitis virus akut. (Ester
Monica, 2012 : 93)
Penyakit hepatitis merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati
diseluruh dunia. Penyakit ini sangat berbahaya bagi kehidupan karena penykit
hepatits ataupun gejala sisanya bertanggung jawab atas 1-2 juta kematian setiap
tahunnya. (Aru, w sudoyo, 2006 : 429).
Infeksi virus hepatitis bisa berkembang menjadi sirosis atau pengerasan hati
bahkan kanker hati. Masalahnya, sebagian besar infeksi hepatitis tidak
menimbulkan gejala dan baru terasa 10-30 tahun kemudian saat infeksi sudah
parah. Pada saat itu gejala timbul, antara lain badan terasa panas, mual, muntah,
mudah lelah, nyeri diperut kanan atas, setelah beberapa hari air seninya berwarna
seperti teh tua, kemudian mata tampak kuning dan akhirnya seluruh kulit tubuh
menjadi kuning. Pasien hepatitis biasanya baru sembuh dalam waktu satu bulan
(Depkes RI, 2011)
Indonesia merupakan Negara dengan endemisitas tinggi Hepatitis B,
terbesar kedua di Negara South East Asian Region (NSEA) setelah Myanmar.
Berdarakan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), studi dan uji saring darah
donor PMI maka diperkirakan diantara 100 orang Indonesia, 10 diataranya
terinfeksi Hepatitis B atau C. Sehingga diperkirakan terdapat 28 juta penduduk
Indonesia terinfeksi Hepatitis B dan C, 14 juta diantaranya berpotensi untuk
menjadi kronis dan dari yang kronis tersebut 1,4 juta berpotensi untuk menderita
kanker hati. Masalah ini akan berdampak sangat besar pada masalah kesehatan
masyarakat, produktivitas, umur harapan hidup dan dampak social ekonominya.
(Info Dantin, 2017).

1.2.TUJUAN PENULISAN
1.2.1. TUJUAN UMUM

Tujuan penulisan makalah adalah untuk mampu memahami konsep


dalam memberikan Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Usia Sekolah
Dengan Masalah Hepatitis.

1.2.2. TUJUAN KHUSUS


1. Untuk mengetahui konsep dari keluarga
2. Untuk mengetahui konsep dari penyakit hepatitis
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan kepada anak
yang menderita hepatitis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Keluarga

1. Pengertian keluarga
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena ikatan
tertentu untuk saling membagi pengalaman dan melakukan pendekatan emosional,
sert mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman,
2010). Sedangkan menurut Departemen Kesehatan Tahun 1988 dalam Sudiharto
(2012), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam
keadaan saling ketergantungan.

Keluarga menurut Harnoko (2012) adalah perkumpulan data atau lebih


individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan tiap-tiap
anggota keluarga selalu berinteraksi satu sama lain. Dari beberapa pengertian
diatas lebih individu yang diikat oleh hubungan darah untuk saling membagi
pengalaman dan melakukan pendekatan emosional yang berkumpul dan tinggal di
satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

2. Bentuk keluarga

Beberapa bentuk keluarga dapat diklasifikasikan menjadi keluarga


tradisional dan keluarga non tradisional adalah sebagai berikut :

a. Keluarga Tradisional

1) Keluarga inti

Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari seorang ayah yang mencari nafkah,
seorang ibu yang mengurusi rumah tangga dan anak (Friedman ,2010). Sedangkan
menurut Harmoko (2012), keluarga inti yang terdiri atas ayah,ibu dan anak yang
tinggal dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan
perkawinan, satu atau keduanya dapat bekerja diluar rumah.

2) Keluarga Adopsi

Keluarga adopsi adalah dengan menyerahkan secara sah tanggung jawab sebagai
orang tua seharusnya dari orang tua seterusnya dari orang tua kandung ke orang
tua adopsi, biasanya menimbulkan keadaan yang saling menguntungkan baik bagi
orang tua maupun anak. Disitu pihak orang tua adopsi mampu memberi asuhan
dan kasih sayangnya bagi anak adopsinya, sementara anak adopsi diberi sebuah
keluarga yang sangat menginginkan mereka (Friedman, 2010).

3) Keluarga besar (extended family)

Keluarga besar adalah keluarga dengan pasangan yang berbagi pengaturan rumah
tangga dan pengeluaran keuangan dengan orang tua, kakak/adik, dan keluarga
dekat lainya. Anak-anak kemudian dibesarkan oleh generasi dan memiliki pilihan
model pola perilaku yang akan membentuk pola perilaku mereka (Friedman,
2010). Sedangkan menurut Harmoko (2012), keluarga besar adalah keluarga inti
ditambah dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara
sepupu, paman, bibi, dan sebagainya.

4) Keluarga dengan Orang tua Tunggal

Keluarga dengan orang tua tunggal adalah keluarga dengan kepala rumah tangga
duda/janda yang bercerai, ditelantarkan, atau berpisah. Keluarga orang tua tunggal
nontradisional adalah keluarga yang kepala keluarganya tidak menikah (Friedman,
2010).

5) Dewasa Lajang yang Tinggal Sendiri

Kebanyakan individu yang tinggal sendiri adalah bagian dari beberapa bentuk
jaringan keluarga yang longgar. Jika jaringan ini tidak terdiri atas kerabat,
jaringan ini dapat terdiri atas teman-teman seperti mereka yang sama-sama tinggal
dirumah pensiun, rumah jompo, atau hidup bertetangga. Hewan pemeliharaan
juga menjadi anggota keluarga yang penting (Friedman, 2010).

6) Keluarga Orang Tua Tiri

Keluarga yang pada awalnya mengalami proses penyatuan yang kompleks dan
penuh dengan stress. Banyak penyesuaian yang perlu dilakukan dan sering kali
individu yang berbeda atau subkelompok keluarga yang baru terbentuk ini
beradaptasi dengan kecepatan yang tidak sama. Walaupun seluruh anggota
keluarga harus menyesuaikan diri dengan situasi keluarga yang baru, anak-anak
seing kali memiliki masalah koping yang lebih besar karena usia dan tugas
perkembangan mereka (Friedman, 2010)

7) Keluarga Binuklir

Keluarga binuklir adalah keluarga yang terbentuk setelah perceraian yaitu anak
merupakan anggota dari sebuah sistem keluarga yang terdiri atas dua rumah inti,
maternal dan paternal dengan keragaman dalam hal tingkat kerjasama dan waktu
yang dihabiskan dalam setiap rumah tangga (Friedman, 2010).

Dari sekian macam tipe atau bentuk keluarga, menurut Harnoko (2012) secara
umum di Negara Indonesia dikenal dua tipe atau bentuk keluarga, yaitu :

1) Tipe keluarga Tradisional

a) Keluarga inti : satu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri dan anak
( kandung / angkat)
b) Keluarga besar : keluarga inti ditambah keluarga lain yang mempunyai
hubungan darah misalnya kakek, nenek, paman, dan bibi.
c) Single parent : satu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua dengan
anak (kandung/angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh kematian/
perceraian.
d) Single adult : suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang dewasa
e) Keluarga lanjut usia : terdiri dari suami istri usia lanjut.
2) Tipe keluarga Non Tradisional

a) Commune family : lebih satu keluarga tanpa pertalian darah hidup


serumah
b) Orang tua (ayah ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak hidup
bersama dalam satu rumah tangga.
c) Homosexual : dua individu yang sejenis hidup bersama dalam satu rumah
tangga.

3. Fungsi keluarga

Menurut Friedman (2010), ada lima fungsi keluarga menjadi saling


berhubungan erat pada saat mengkaji dan melakukan intervensi dengan keluarga,
yaitu :

a. Fungsi Afektif
Fungsi afektif merupakan dasar utama baik untuk pembentukan maupun
berkelanjutan unit keluarga itu sendiri, sehingga fungsi afektif merupakan salah
satu keluarga yang paling penting. Saat ini, sebagian besar upaya keluarga
difokuskan pada pemenuhan kebutuhan pemenuhan anggota keluarga akan kasih
sayang dan perhatian.
Peran pertama orang dewasa dalam keluarga adalah fungsi afektif, fungsi
ini berhubungan dengan persepsi keluarga dan kepedulian terhadap kebutuhan
sosioemosional semua anggota keluarganya. Manfaat fungsi afektif didalam
anggota keluarga dijumpai paling kuat diantara keluarga kelas menengah dan
kelas atas, karena pada keluarga tersebut mempunyai lebih banyak pilihan.
Sedangkan keluarga kelas bawah, fungsi afektif sering terhiraukan. Anak yang
seharusnya mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang cukup, pada keluarga
kelas bawah hal tersebut tidak didapatkan balita terutama pada aktivitas
bermainny. Sehingga dapat menyebabkan infeksi saluran pernafasan akut pada
balita karena orang tua tidak memperhatikan atau tidak memantau cara bermain
pada balita tersebut (Friedman, 2010).
b. Fungsi Sosialisasi dan Status Sosial
Sosialisasi anggota keluarga adalah fungsi yang universal dan litas buday
yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup masyarakat. Sosialisasi merujuk pada
banyak pengalaman belajar yang diberikan dalam keluarga yang ditunjukan untuk
mendidik anak-anak tentang cara menjalankan fungsi dan memikul peran sosial
orang dewasa seperti peran diberikan disekolah, fasolitas rekreasi dan perawatan
anak, serta lembaga lain di luar keluarga, peran sosilisasi yang dimainkan
keluarga menjadi berkurang, tetapi tetap penting.
Orang tua tetap menyediakan pondasi dan menurunkan warisan budayanya
ke anak-anak mereka. Dengan kamauan untuk bersosialisasi dengan orang lain,
keluarga bisa mendapatkan informasi tentang infeksi saluran pernafasan akut,
penyebab dan pencegahan terjadinya infeksi saluran pernafasan akut untuk anak
khususnya balita (Friedman, 2010).
c. Fungsi Perawatan Kesehatan
Fungsi fisik keluarga dipenuhi oleh orang tua yang menyediakan makanan,
pakaian, tempat tinggal, perawatan kesehatan, dan perlindungan terhadap bahaya.
Pelayanan dan praktik kesehatan (yang mempengaruhi satutus kesehatan anggota
keluarga secara individual) adalah fungsi keluarga yang paling relevan bagi
perawat keluarga. Kurangnya kemampuan keluarga untuk memfasilitasi
kebutuhan balita terhadap lingkungan dapat menyebabkan balita mengalami
infeksi saluran pernafasan akut (Friedman, 2010).
d. Fungsi Reproduksi
Salah satu fungsi dasar keluarga adalah untuk menjamin kotinuitas antar-
generasi keluarga masyarakat yaitu menyedaikan anggota baru untuk masyarakat.
Banyaknya jumlah anak dalam suatu keluarga menyebabkan kebutuhan keluarga
juga meningkat dan padatnya anggota keluarga didalam rumah dapat
menyebabkan udara yang dihirup menjadi berkurang sehingga bisa
mengakibtakan anak mengalami infeksi saluran pernafasan akut (Friedman,
2010).
e. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi melibatkan penyediaan keluarga akan sumber daya yang
cukup finansial, ruang dan materi serta alokasinya yang sesuai melalui proses
pengambilan keputusan. Pendapatan keluarga yang terlalu rendah menyebabkan
keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan fasilitas rumah seperti jendela yang
cukup akan ventilasi udara, lantai yang bersih atau tidak menyebabkan adanya
debu dan kebutuhan lainnya sehingga balita bisa mengalami infeksi saluran
pernafasan akut (Friedman, 2010)

4. Peran Perawat Keluarga


Sebuah peran didefinisikan sebagai kumpulan dari prilaku yang secara
relatif homogen dibatasi secara normatif dan diharapkan dari seorang yang
menempati posisi sosial yang diberikan (Friedman, 2010).
Dalam melakukan asuhan keperawatan keluarga, perawat keluarga perlu
memperhatikan prinsip-prinsip berikut : (a) melakukan kerja bersama keluarga
secara kolektif, (b) memulai pekerjaan dari hal yang sesuai dengan kemampuan
keluarga, (c) menyesuaikan rencana asuhan keperawatan dengan tahap
perkembangan keluarga, (d) menerima dan mengakui struktur keluarga, dan (e)
menekan pada kemampuan keluarga (Sudiharto,2007).

Adapun peran perawat keluarga menurut Sudiharto (2012) adalah sebagai berikut:
a. Sebagai Pendidik
Perawat bertanggung jawab memeberikan pendidikan kesehatan kepada
keluarga, tertama untuk memdirikan keluarga dalam merawat anggota keluarga
yang memiliki masalah kesehatan. Terutama dengan infeksi saluran pernafasan
akut, perawat memberikan pendidikan kesehatan tentang pengertian, penyebab,
tanda dan gejala, akibat yang ditimbulkan dan cara pengobatan pada penderita
infeksi saluran pernafasan akut.

b. Sebagai Koordinator Pelaksana Pelayanan Keperawatan


Perawat bertanggung jawab memberikan pelayanan keperawatan yang
komprehensif. Pelayanan keperawatan yang berkesinambungan di berikan untuk
menghindari kesenjangan. Kemampuan mengkoordinir pelaksana pelayanan
kesehatan dengan baik mengakibatkan keluarga dapat terintervensi dengan baik
sewhingga angka infeksi saluran pernafasan akut dapat berkurang.
c. Sebagai Pelaksana Pelayanan Perawatan
Pelayanan keperawatan dapat diberikan kepada keluarga melalui kontak
pertama dengan anggota keluarga yang sakit yang memiliki masalah kesehatan.
Dengan demikian, anggota keluarga yang sakit dapat menjadi “entry point” bagi
perawat untuk memberikan asuhan keperawatan keluarga secara komprehensif.
Memberiakn pelayanan yang maksimal untuk keluarga sehingga dapat
mengurangi angka kejadian infeksi saluran pernafasan akut.
d. Sebagai Supervisor Pelayanan Kesehatan
Perawat melakukan supervisi atau pembinaan terhadap keluarga melalui
kungjungan rumah secara teratur, baik terhadap keluarga berisiko tinggi maupun
yang tidak. Kunjungan ruamah tersebut dapat direncanakan terlebih dahulu atau
secara mendadak. Terutama pada kelurga yang mempunyai bayi dan balita dengan
infeksi saluran pernafasan akut karena banyak orang tua menganggap infeksi
saluran pernafasan akut bisa sembuh tanpa harus dibawa ke pelayanan kesehatan.
e. Sebagai pembela (Advokat)
Perawat berperan sebagai advokat keluarga untuk melindungi hak-hak
keluarga sebagai klien. Perawat diharapkan mampu mengetahui harapan serta
memodifikasi sitem pada perawatan yang diberikan untuk memenuhi hak dan
kewajiban meraka sebagai klien mempermudah tugas perawat untuk
memandirikan keluarga.
f. Sebagai Fasilitator
Perawatan dapat menjadi tempat bertanya individu, keluarga dan
masyarakat untuk memecahkan masalah kesehatan di keperawatan yang mereka
hadapi sehari-hari serta dapat membantu memberikan jalan keluar dalam
mengatasi masalah. Keluarga dengan infeksi saluran pernafasan akut dapat
bertanya pada perawat tentang pencegahan agar tidak terjadi lagi infeksi saluran
pernafasan akut di keluarga.
g. Sebagai Peneliti
Perawat keluarga melatih keluarga untuk dapat memahami masalah
kesehatan yang dialami oleh anggota keluarga. Masalah kesehatan yang muncul
didalam keluarga biasanya terjadi menurut siklus atau budaya yang dipraktikan
keluarga. Peran sebagai peneliti difokuskan kepasa kemampuan keluarga dengan
infeksi saluran pernafasan akut untuk mengidentifikasi penyebab, cara
menanggulangi dan melakukan promosi kesehatan kepada anggota keluarganya.
2.2. KONSEP DASAR HEPATITIS

1. PENGERTIAN

Hepatitis adalah peradangan hati yang bisa berkembang menjadi fibrosi


(jaringan parut), sirosis/kanker hati. Hepatitis disebabkan oleh berbagai faktor
seperti infeksi virus, zat beracun (misalnya alcohol, obat – obatan tertentu), dan
penyakit autoimmune. (Info Dantin, 2017)

Hepatitis adalah semua jenis peradangan pada sel – sel hati, yang bisa
disebabkan oleh infeksi (virus, bakteri dan parasit, obat – obatan (termasuk obat –
obat tradisional), konsumsi alkohol, lemak yang berlebih dan penyakit
autoimmune. Hepatitis terdiri dari Hepatitis A, B, C, D dan E. (Info Dantin, 2015)

Hepatitis adalah suatu proses peradangan pada jaringan hati. Hepatititis


dalam bahasa awam sering disebut dengan istilah lever atau sakit kuning. Padahal
definisi lever itu sendiri sebenarnya berasal dari bahasa belanda yang berarti organ
hati,bukan penyakit hati. Namun banyak asumsi yang berkembang di masyarakat
mengartikan lever adalah penyakit radang hati. sedangkan istilah sakit kuning
sebenarnya dapat menimbulkan kercunan, karena tidak semua penyakit kuning
disebabkan oleh radang hati, teatapi juga karena adanya peradangan pada kantung
empedu. (M. Sholikul Huda,2011)
2. ANATOMI FISIOLOGI

Hati terletak di bawah diafragma kanan, dilindungi bagian bawah tulang


iga kanan. Hati normal kenyal dengan permukaannya yang licin (Chandrasoma,
2006). Hati merupakan kelenjar tubuh yang paling besar dengan berat 1000-1500
gram. Hati terdiri dari dua lobus utama, kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi
menjadi segmen anterior dan posterior, lobus kiri dibagi menjadi segmen medial
dan lateral oleh ligamentum Falsiformis (Noer, 2002).

Setiap lobus dibagi menjadi lobuli. Setiap lobulus merupakan badan


heksagonal yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati berbentuk kubus
mengelilingi vena sentralis. Diantara lempengan terdapat kapiler yang disebut
sinusoid yang dibatasi sel kupffer. Sel kupffer berfungsi sebagai pertahanan hati
(Price, 2006). Sistem biliaris dimulai dari kanalikulus biliaris, yang merupakan
saluran kecil dilapisi oleh mikrovili kompleks di sekililing sel hati. Kanalikulus
biliaris membentuk duktus biliaris intralobular, yang mengalirkan empedu ke
duktus biliaris di dalam traktus porta (Chandrasoma, 2006)
Fungsi dasar hati dibagi menjadi :

1. Fungsi pembentukan dan ekskresi empedu.


2. Fungsi metabolic
3. Fungsi pertahanan tubuh
4. Fungsi vaskular hati

a. Fungsi Pembentukan dan Ekskresi Empedu


Hal ini merupakan fungsi utama hati. Saluran empedu mengalirkan,
kandungan empedu menyimpan dan mengeluarkan ke dalam usus halus
sesuai yang dibutuhkan. Hati mengekskresikan sekitar 1 liter empedu tiap
hari. unsur utama empedu adalah air (97%), elektrolit, garam empedu
fosfolipid, kolesterol dan pigmen empedu (terutama bilirubin
terkonjugasi). Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorbsi
lemak dalam usus halus. Oleh bakteri usus halus sebagian besar garam
empedu direabsorbsi dalam ileum, mengalami sirkulasi ke hati, kemudian
mengalami rekonjugasi dan resekresi. Walaupun bilirubin (pigmen
empedu) merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak
mempunyai peran aktif, ia penting sebagai indikator penyakit hati dan
saluran empedu, karena bilirubin cenderung mewarnai jaringan dan
cairan yang berhubungan dengannya.

b. Fungsi Metabolik
Hati memegang peranan penting pada metabolisme karbohidrat,
protein, lemak, vitamin dan juga memproduksi energi dan tenaga. Zat
tersebut di atas dikirim melalui vena porta setelah diabsorbsi oleh usus.
Monosaksarida dari usus halus diubah menjadi glikogen dan di simpan
dalam hati (glikogenesis). Dari depot glikogen ini mensuplai glukosa
secara konstan ke darah (glikogenesis) untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan unuk
menghasilkan panas atau tenaga (energi) dan sisanya diubah menjadi
glikogen, disimpan dalam otot atau menjadi lemak yang disimpan dalam
jaringan subcutan. Hati juga mampu menyintetis glukosa dari protein dan
lemak (glukoneogenesis).
Peran hati pada metabolisme protein penting untuk hidup. Protein
plasma, kecuali globulin gamma, disintetis oleh hati. Protein ini adalah
albumin yang diperlukan untuk mempertahankan tekanan osmotik
koloid, fibrinogen dan faktor-faktor pembekuan yang lain.

c. Fungsi Pertahanan Tubuh


Terdiri dari fungsi detoksifikasi dan fungsi perlindungan, dimana
fungsi detoksifikasi oleh enzim-enzim hati yang melakukan oksidasi,
reduksi, hidrolisis atau konjugasi zat yang memungkinkan
membahayakan dan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis
tidak aktif. Fungsi perlindungan dimana yang berperanan penting adalah
sel kuffer yang berfungsi sebagai sistem endoteal yang berkemampuan
memfagositosis dan juga menghasilkan immunolobulin.

d. Fungsi Vaskuler Hati


Setiap menit mengalir 1200 cc darah portal ke dalam hati melalui
sinusoid hati, seterusnya darah mengalir ke vena sentralis dan menuju ke
vena hepatika untuk selanjutnya masuk ke dalam vena kava inferior.
Selain itu dari arteria hepatika mengalir masuk kira-kira 350 cc darah.
Darah arterial ini akan masuk dan bercampur dengan darah portal. Pada
orang dewasa jumlah aliran darah ke hati diperkirakan mencapai 1500 cc
tiap menit.
3. ETIOLOGI

1. Hepatitis A
a. Virus hepetitis A (HAV) terdiri dari RNA berbentuk bulat tidak
berselubung berukuran 27 nm
b. Ditularkan melalui jalur fekal – oral, sanitasi yang jelek, kontak antara
manusia, dibawah oleh air dan makanan
c. Masa inkubasinya 15 – 49 hari dengan rata – rata 30 hari
d. Infeksi ini mudah terjadi didalam lingkungan dengan higiene dan
sanitasi yang buruk dengan penduduk yang sangat padat.
2. Hepetitis B (HBV)
a. Virus hepatitis B (HBV) merupakan virus yang bercangkang ganda yang
memiliki ukuran 42 nm
b. Ditularkan melalui parenteral atau lewat dengan karier atau penderita
infeksi akut, kontak seksual dan fekal-oral. Penularan perinatal dari ibu
kepada bayinya.
c. Masa inkubasi 26 – 160 hari dengan rata- rata 70 – 80 hari.
d. Faktor resiko bagi para dokter bedah, pekerja laboratorium, dokter gigi,
perawat dan terapis respiratorik, staf dan pasien dalam unit hemodialisis
serta onkologi laki-laki biseksual serta homoseksual yang aktif dalam
hubungan seksual dan para pemaki obat-obat IV juga beresiko.
3. Hepatitis C (HCV)
a. Virus hepatitis C (HCV) merupakan virus RNA kecil, terbungkus lemak
yang diameternya 30 – 60 nm.
b. Ditularkan melalui jalur parenteral dan kemungkinan juga disebabkan
juga oleh kontak seksual.
c. Masa inkubasi virus ini 15 – 60 hari dengan rata – 50 hari
d. Faktor resiko hampir sama dengan hepetitis B
4. Hepatitis D (HDV)
a. Virus hepatitis B (HDP) merupakan virus RNA berukuran 35 nm
b. Penularannya terutama melalui serum dan menyerang orang yang
memiliki kebiasaan memakai obat terlarang dan penderita hemovilia
c. Masa inkubasi dari virus ini 21 – 140 hari dengan rata – rata 35 hari
d. Faktor resiko hepatitis D hampir sama dengan hepatitis B.
5. Hepattitis E (HEV)
a. Virus hepatitis E (HEV) merupakan virus RNA kecil yang diameternya
+ 32 – 36 nm.
b. Penularan virus ini melalui jalur fekal-oral, kontak antara manusia
dimungkinkan meskipun resikonya rendah.
c. Masa inkubasi 15 – 65 hari dengan rata – rata 42 hari.
d. Faktor resiko perjalanan kenegara dengan insiden tinggi hepatitis E dan
makan makanan, minum minuman yang terkontaminasi.
4. MANIFESTASI KLINIS

Menifestasi klinik dari semua jenis hepatitis virus secara umum sama.
Manifestasi klinik dapat dibedakan berdasarkan stadium. Adapun manifestasi
dari masing – amsing stadium adalah sebagai berikut.
1. Stadium praicterik berlangsung selama 4 – 7 hari. Pasien mengeluh sakit
kepala, lemah, anoreksia, muntah, demam, nyeri pada otot dan nyeri
diperut kanan atas urin menjadi lebih coklat.
2. Stadium icterik berlangsung selama 3 – 6 minggu. Icterus mula –mula
terlihat pada sklera, kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan – keluhan
berkurang, tetapi klien masih lemah, anoreksia dan muntah. Tinja mungkin
berwarna kelabu atau kuning muda. Hati membesar dan nyeri tekan.
3. Stadium pascaikterik (rekonvalesensi). Ikterus mereda, warna urin dan
tinja menjadi normal lagi. Penyebuhan pada anak – anak menjadi lebih
cepat pada orang dewasa, yaitu pada akhir bulan ke 2, karena penyebab
yang biasanya berbeda
5. PATOFISIOLOGI

Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh


infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia.
Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki
suplai darah sendiri. Sering dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola
normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-
sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat
masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem
imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian
besar klien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan
suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak
nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya
rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah
billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal,
tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka
terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam hati. Selain itu juga
terjadi kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak sempurna
dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel
ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi
(bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin
direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran
dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin. Tinja mengandung sedikit
sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat (abolis). Karena bilirubin konjugasi
larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke dalam kemih, sehingga
menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar
bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam
darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.

6. KLASIFIKASI
Terdapat dua jenis virus yang menjadi penyebab yaitu RNA (Ribo Nucleic
Acid) dan DNA (Deoksi Nucleic Acid).
1. HepatitisA/Hepatitis infeksius

Sering kali infeksi hepatitis A pada anak-anak tidak menimbulkan gejala,


sedangkan pada orang dewasa menyebabkan gejala mirip flu, rasa lelah, demam,
diare, mual, nyeri perut, mata kuning dan hilangnya nafsu makan. Penyakit ini
ditularkan terutama melalui kontaminasi oral fekal akibat higyne yang buruk atau
makanan yang tercemar.Gejala hilang sama sekali setelah 6-12 minggu. Orang
yang terinfeksi hepatitis A akan kebal terhadap penyakit tersebut. Berbeda dengan
hepatitis B dan C, infeksi hepatitis A tidak berlanjut ke hepatitis kronik. Masa
inkubasi 30 hari.Penularan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi
feces pasien, misalnya makan buah-buahan, sayur yang tidak dimasak atau makan
kerang yang setengah matang. Minum dengan es batu yang prosesnya
terkontaminasi.

Saat ini sudah ada vaksin hepatitis A, memberikan kekebalan selama 4


minggu setelah suntikan pertama, untuk kekebalan yang panjang diperlukan
suntikan vaksin beberapa kali. Pecandu narkotika dan hubungan seks anal,
termasuk homoseks merupakan risiko tinggi tertular hepatitis A.

2. HepatitisB/hepatitis serum

Virus hepatitis B adalah suatu virus DNA untai ganda yang disebut partikel
dane. Virus ini memiliki sejumlah antigen inti dan antigen permukaan yang telah
diketahui secara rinci dapat diidentifikasikan dari sampel darah hasil pemeriksaan
lab.hepatitis B memiliki masa tunas yang lama, antara 1 – 7 bulan dengan awitan
rata-rata 1-2 bulan. Sekitar 5-10% orang dewasa yang terjangkit hepatitis B akan
mengalami hepatitis kronis dan terus mengalami peradangan hati selama lebih
dari 6 bulan. Gejalanya mirip hepatitis A, mirip flu, yaitu hilangnya nafsu makan,
mual, muntah, rasa lelah, mata kuning dan muntah serta demam. Penularan dapat
melalui jarum suntik atau pisau yang terkontaminasi, transfusi darah dan gigitan
manusia.

Pengobatan dengan interferon alfa-2b dan lamivudine, serta imunoglobulin


yang mengandung antibodi terhadap hepatitis-B yang diberikan 14 hari setelah
paparan. Vaksin hepatitis B yang aman dan efektif sudah tersedia sejak beberapa
tahun yang lalu. Yang merupakan risiko tertular hepatitis B adalah pecandu
narkotika, orang yang mempunyai banyak pasangan seksual.

3. Hepatitis C

Hepatitis c diidentifikasi pada tahun 1989.cara penularan virus RNA tersebut


sama dengan hepatitis B dan terutama ditularkan melalui transfusi darah
dikalangan penduduk amerika serikat sebelum ada penapisan. Virus ini dapat
dijumpai dalam semen dan sekresi vagina tetapi jarang sekali pasangan seksual
cukup lama dari pembawa hepatitis C terinfeksi dengan virus ini. Masa tunas
hepatitis C berkisar dari 15 sampai 150 hari, dengan rata-rata 50 hari. Karena
gejalanya cenderung lebih ringan dari hepatitis B, invidu mugkin tidak menyadari
mereka mengidap infeksi serius sehingga tidak datang ke pelayanan kesehatan.
Antibody terhadap virus hepatitis C dan virus itu sendiri dapat di deteksi
dalam darah, sehingga penapisan donor darah efektif. Adanya antibody terhadap
virus hepatitis C tidak berarti stadium kronis tidak terjadi saat ini belum tersedia
vaksin hepatitis C.
4. Hepatitis D
Hepatitis D Virus ( HDV ) atau virus delta adalah virus yang unik, yang tidak
lengkap dan untuk replikasi memerlukan keberadaan virus hepatitis B. Penularan
melalui hubungan seksual, jarum suntik dan transfusi darah. Gejala penyakit
hepatitis D bervariasi, dapat muncul sebagai gejala yang ringan (ko-infeksi) atau
amat progresif. agen hepatitis D ini meningkatkan resiko timbulnya hepatitis
Fulminan, kegagalan hati dan kematian.

Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari virus hepatitis B.

5. Hepatitis E

Virus ini adalah suatu virus RNA yang terutama ditularkan melalui ingesti air
yang tercemar. Gejala mirip hepatitis A, demam pegel linu, lelah, hilang nafsu
makan dan sakit perut. Penyakit yang akan sembuh sendiri ( self-limited ), keculai
bila terjadi pada kehamilan, khususnya trimester ketiga, dapat mematikan.
Penularan melalui air yang terkontaminasi feces.
Tabel Virus Hepatitis (Depkes RI, 2012)

Jenis Penularan Prognosis Diagnosis


Hepatitis A Oral atau fekal Biasanya sembuh Antibody hepatitis
sendiri A ; IgM(stadium
dini),IgG(stadium
lanjut)
Hepatitis B Ditularkan melalui Biasanya sembuh Antigen permukaan
darah,khususnya dari sendiri.10% hepatitis B (HbsAg)
ibu ke anak. Juga diantaranya dapat dan antigen
ditularkan melalui menjadi hepatitis B inti(HbeAg) yang
hubungan seksual kronis atau diikuti dengan
fulminan. antibody terhadap
antigen permukaan
hepatits B dan
antigen inti.
Heparitis C Ditularkan melalui 50% dapat menjadi Antibody hepatitis
darah ( angkat infeksi kronis C
penularan melalui
hubungan kelamin
rendah).
Hepatitis D Ditularkan melalui Meningkatkan Antigen hepatitis D,
darah.ko-infeksi kemungkinan antibody hepatitis
hanya dengan perburukan D.
hepatitis B hepatitis B
Hepatitis E Air tercemar, oral Biasanya sembuh Pengukuran virus
atau fekal sendiri, tetapi hepatitis E
menimbulkan angka
kematian tinggi
pada wanita hamil
6. KOMPLIKASI
Hepatitis fulminan ditandai dengan gejala dan tanda gagal hati akut,
penciutan hati, kadar bilirubin serum meningkat cepat,pemanjangan waktu
protrombin dan koma hepatikum. Prognosis adalah kematian pada 60-80% pasien.
Komplikasi tersering adalah perjalanan klinis yang lebih lama hngga berkisar dari
2-8 bulan. Sekitar 5-10% paasien heatitis virus mengalami kekambuhan setelah
sembuh dari serangan awal. Sejumlah kecil pasien akan mengalami hepatitis
agresif atau kronis aktif bila terjadi kerusakan hati seperti digerogoti (piece meal)
dan terjadi sirosis. Terapi kortikosteroid dapat memperlambat perluasan cidera
hati namun prognosisnya tetap buruk. Komplikasi lanjut hepatitis yang bermakna
adalah berkembangnya karsinoma heatoseluler sekunder.
Komplikasi hepatitis menurut (Sudoyo, 2007)adalah:
1. Ensefalopati hepatic terjadi pada kegagalan hati berat yang disebabkan
oleh akumulasi amonia serta metabolik toksik merupakan stadium lanjut
ensefalopati hepatik.
2. Kerusakan jaringan paremkin hati yang meluas akan menyebabkan
sirosis hepatis, penyakit ini lebih banyak ditemukan pada alkoholik.
3. Komplikasi yang sering adalah serosis, pada serosis kerusakan sel hati
akan diganti oleh jaringan parut (sikatrik) semakin parah kerusakan,
semakin beras jaringan parut yang terbentuk dan semakin berkurang
jumlah sel hati yang sehat.

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. ASR (SGOT) / ALT (SGPT)
Awalnya meningkat. Dapat meningkat 1-2 minggu sebelum ikterik
kemudian tampak menurun. SGOT/SGPT merupakan enzim – enzim intra
seluler yang terutama berada dijantung, hati dan jaringan skelet, terlepas
dari jaringan yang rusak, meningkat pada kerusakan sel hati
2. Darah Lengkap (DL)
SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM (gangguan
enzim hati) atau mengakibatkan perdarahan.
3. Leukopenia
Trombositopenia mungkin ada (splenomegali)
4. Diferensia Darah Lengkap
Leukositosis, monositosis, limfosit, atipikal dan sel plasma.
5. Alkali phosfatase
Agaknya meningkat (kecuali ada kolestasis berat)
6. Feses
Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati)
7. Albumin Serum
Menurn, hal ini disebabkan karena sebagian besar protein serum disintesis
oleh hati dan karena itu kadarnya menurun pada berbagai gangguan hati.
8. Gula Darah
Hiperglikemia transien / hipeglikemia (gangguan fungsi hati).
9. Anti HAVIgM
Positif pada tipe A
10. HbsAG
Dapat positif (tipe B) atau negatif (tipe A)
11. Masa Protrombin
Mungkin memanjang (disfungsi hati), akibat kerusakan sel hati atau
berkurang. Meningkat absorbsi vitamin K yang penting untuk sintesis
protombin.
12. Bilirubin serum
Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis buruk, mungkin
berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler)
13. Tes Eksresi BSP (Bromsulfoptalein)
Kadar darah meningkat.
BPS dibersihkan dari darah, disimpan dan dikonyugasi dan diekskresi.
Adanya gangguan dalam satu proses ini menyebabkan kenaikan retensi
BSP.
14. Biopsi Hati
Menujukkan diagnosis dan luas nekrosis
15. Skan Hati
Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkin hati.
16. Urinalisa
Peningkatan kadar bilirubin.
Gangguan eksresi bilirubin mengakibatkan hiperbilirubinemia
terkonyugasi. Karena bilirubin terkonyugasi larut dalam air, ia dsekresi
dalam urin menimbulkan bilirubinuria.

8. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Pengobatan yang dilakukan bersifat supportif dan mencakup istirahat,
hidrasi, asupan makanan yang adekuat. Obat – obat yang dapat
digunakan :
1) Immunoglobin (Ig) digunakan sebagai profilaksis sebelum dan
sesudah terpajan Hepatitis A (diberikan dalam waktu 2 minggu
setelah terpajan)
2) HBIG diberikan sebagai profilaksis setelah terpajan
3) Vaksin hepatitis B (Recombivax HB atau engerik – B)
digunakan untuk mencegah munculnya hepatitis B. Kedua
vaksin tersebut diberikan dengan 3 dosis. Untuk anak – anak
yang tidak divaksinasi yang berusia 11 tahun atau lebih
diberikan 2 dosis. (Perhatikan anak yang menjalankan
hemodialisis jangka panjang dan anak dengan anak sindrom
down harus divaksinasi secara rutin karena tingginya resiko
memperoleh infeksi hepatitis B ini).
b. Hospitalisasi di indikasi bila terdapat muntah hebat, dehidrasi, kadar
faktor pembekuan abnormal, atau tanda – tanda gagal hati yang
membahayakan (gelisah, perubahan kepribadian, letargi, penurunan
tingkat kesadaran, perdarahan).
c. Terapi IV, studi laboratorium yang berulang kali, pemeriksaan fisik
terhadap perkembangan penyakit adalah tujuan utama penatalaksaan di
Rumah sakit.
9. PENANGGULANGAN VIRUS HEPATITIS
a. Promosi Kesehatan
Peningkatan pengetahuan masyarakat terhadap gejala, cara penularan, cara
pencegahan, penanganan penderita, dan resistensi obat Hepatitis virus.
Menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan Hepatitis virus.

Peningkatan pengetahuan masyarakat dalam pencegahan hepatitis virus.


Dan peningkatan komitmen pemangku kepentingan untuk kesinambungan
pelaksanaan kegiatan penanggulangan Hepatitis virus. ( Info Dantin, 2015)

b. Perlindungan khusus Hepatitis virus


Perlindungan khusus dilakukan paling sedikit dengan penggunaan
kondom, penggunaan alat pelindung diri dan /atau mencegaha penggunaan jarum
suntik yang terkontaminasi. ( Info Dantin, 2015)

c. Pemberian imunisasi untuk mencegah Hepatitis virus


Pemberian imunisasi hanya dilaksanakan untuk hepatitis A melalui
imunisasi secara aktif, dan Hepatitis B melalui imunisasi secara aktif dan pasif.
Pemberian Imunisasi Hepatitis A dianjurkan diberikan kepada pelaku perjalanan
ke daerah endemis, petugas kesehatan,penjamah makanan, atau masyarakat yang
mempunyai resiko tertular dan menularkan. ( Info Dantin, 2015)

Pemberian imunisasi Hepatitis B aktif wajib diberikan pada bayi baru lahir
segera setelah kelahiran. Pemberian imunasisai Hepatitis B pasif diberikan pada
bayi baru lahir dari ibu segera setelah kelahirannya. (Cecily Lynn Betz, 2009)

d. Surveilens Hepatitis virus


Surveilens Hepatitis virus dilaksanakan berbasis faktor resiko dan berbasis
kejadian dengan melakukan analisis terhadap data yang dikumpulkan melalui
penemuan penderita secara aktif dan pasif. ( Info Dantin, 2015)

e. Pengendalian faktor resiko


Peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat. Peningkatan kualitas
lingkungan. Skrining darah donor. Skrining organ untuk tranplantasi. Penggunaan
alat – alat medis yang berpotensi terkontaminasi virus Hepatitis. Deteksi dini dan
penemuan kasus dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan atau dilakukan
secara khusus dilapangan secara aktif. ( Info Dantin, 2015)

f. Penangganan kasus
Ketersediaan sumber daya kesehatan yaitu sumber daya kesehatan
manusia, pendanaan, tekonologi, sarana dan prasarana. Kordinasi, jejaring kerja
dan kemitraan. Peran serta masyarakat, penilitian dan pengembangan, pemantauan
dan evaluasi, pencatatan dan pelaporan dan pembinaan dan pengawasan. ( info
Dantin, 2015)

2.3. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK USIA SEKOLAH DENGAN


HEPATITIS

1. Pengkajian
a. Identifikasi Data
1) Data Keluarga
Keluarga memiliki nama sesuai dengan kepala keluarga. Pada data
anggota keluarga biasanya terdiri dari nama Kepala Keluarga, umur
Kepala Keluarga, alamat, nomor telepon, pekerjaan, pendidikan, susunan
anggota keluarga, agama, suku, status gizi, status imunisasi, TTV,
riwayat kesehatan, status kesehatan saat ini, masalah kesehatan, dan
status sosial ekonomi.
2) Genogram
Genogram adalah peta atau riwayat keluarga yang menggunakan simbol-
simbol khusus untuk menjelaskan hubungan, peristiwa penting, dan
dinamika keluarga dalam beberapa generasi.
3) Tipe Keluarga
4) Latar Belakang Kebudayaan
5) Identifikasi Religius
kepercayaan yang dianut yang berhubungan dengan kesehatan, maupun
kebiasaan dari keluarga yang berhubungan dengan kesehatan.
6) Status kelas social
7) Mobilitas kelas sosial
8) Keluhan Utama
Gejala yang muncul demam ringan atau demam akut, ikterus muncul
setelah demam mereda, mual dan muntah, penurunan nafsu makan dan
nyeri perut sebelah kanan dan pada anak usia kurang dari 7 tahun, 70%
tidak menunjukkan gejala hepatitis.
9) Riwayat kesehatan Keluarga
Pada keluarga dengan hepatitis, lebih ditekankan pada riwayat kesehatan
keluarga seperti faktor penyebab keluarga dengan masalah hepatitis,
penyakit dari keluarganya, dan sarana pelayanan kesehatan yang
digunakan oleh keluarga dengan hepatitis seperti Puskesmas, Rumah
Sakit, maupun klinik.

10) Riwayat Psikososial


Akan didapatkan peningkatan kecemasan.
b. Pemeriksaan Fisik
1) TTV dalam batas normal
2) Kepala
Inspeksi :
1) Pada umumnya bentuk muka simetris, warna muka ikterik, rambut hitam,
bentuk kepala normal, tidak ada peradagan tumor maupun bekas luka.
Palpasi :
Tidak ada edema, dan tidak nyeri tekan.
2) Mata
Inspeksi :
Sklera tampak ikterik, konjungtiva merah muda, tidak terdapat ptosis,
pertumbuhan bulu mata baik, reaksi pupil isokor terhadap cahaya
Palpasi :
Tidak terdapat edema dan nyeri tekan
3) Telinga
Inspeksi : bentuk simetris, tidak terdapat lesi, tidak edema, tidak ada
serumen/ kotoram maupun darah
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan
4) Hidung
Inspeksi :
Tidak ada lesi, tidak ada pembengkakan, tidak ada tanda cuping hidung,
sianosis
Palpasi :
Tidak mengalami nyeri tekan
5) Mulut
Mukosa bibir kering, tidak ada lesi, warna lidah pucat, tidak ada kecacatan
pada lidah
6) Leher
Inspeksi :

Tidak terdapat pembengkakan dan pembesaran tiroid

Palpasi :

Tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat pembesran limfe

7) Dada:
Inspeksi:
Bentuk dada simetris kanan dan kiri, tidak terdapat odem,tidak terdapat
peradangan

Palpasi:

Tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat massa, kesimetrisan ekspansi dada
normal.

Perkusi:

Terdapat suara paru sonor pada RIC 1-5

Auskultasi:

Terdapat suara vesikuler.

8) Perut:
Inspeksi:

Bentuk perut flat, tidak ada lesi, tidak ada odem

Auskultasi:

Terdapat suara bising usus 10-12 kali/menit

Perkusi:

Terdapat suara timpani

Palpasi:

Tidak terdapat nyeri tekan, dan tidak terdapat massa

9) Genetalia :
Inspeksi:

Tidak terdapt lesi, tidak terdapat perdangan, pertumbuhan rambut pubis


merata, tidak tedapat odem

Palpasi:
Tidak terdapat nyeri tekan,tidak terdapat massa

10) Alat gerak :


Inspeksi:

Tidak terdapat atrofi maupun hipertrofi, tidak terdapat kontraktur, tidak


terjadi tremor tidak terdapat kelemahan(paralisi)

Palpasi:

Tidak terdapat odem,atau nyeri tekan,tidak terdapat krepitasi.

Perkusi:

Kekuatan otot bisep dan trisep normal.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.


b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan masukan metabolik, anoreksia, mual/muntah.
c. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan yang berlebihan melalui muntah dan diare.
d. Isolasi sosial berhubungan dengan perawatan isolasi.
e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer
tidak adekuat.
f. Resiko infeksi pada orang lain berhubungan dengan kontak pada anak
yang terinfeksi.
g. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
akumulasi garam empedu dalam jaringan.
h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
dengan proses penyakit.
i. Hipertermi berhunbungan dengan proses infeksi.
j. Diare berhubungan dengan peningkatan peristaltik usus.
k. Konstipasi berhubungan dengan kurangnya aktifitas.
l. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan hepar.
m. Kehilangan kontrol berhubungan dengan perubahan aktifitas rutin.

3. Rencana keperawatan.
DX.I . Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.
Tujuan : Klien menunjukkan perbaikan terhadap aktifitas.
Kriteria hasil :
a. Mengekspresikan pemahaman tentang pentingnya perubahan
tingkat aktifitas.
b. Meningkatkan aktifitas yang dilakukan sesuai dengan
perkembangan kekuatan otot.

Intervensi Tujuan
1. Tingkatkan tirah Meningkatkan ketenangan istirahat
baring, ciptakan dan menyediakan energi yang
lingkunga yang tenang. digunakan untuk penyembuhan.
2. Tingkat aktifitas sesuai Tiarah baring lama dapat menurunkan
toleransi kemampuan. Ini dapat terjadi karena
keterbatasan aktifitas yang
mengganggu periode istirahat.
3. Awasi kadar enzim Membantu menurunkan kadar aktifitas
hepar. tepat, sebagai peningkatan prematur
pada potensial resiko berulang.

DX . II. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan
kegagalan masukan metabolik, anoreksia, mual/ muntah
Tujuan : Klien menunjukkan status nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil :
a. Nafsu makan baik.
b. Tidak ada keluhan mual/muntah.
c. Mencapai BB , mengarah kepada BB normal .

Intervensi Tujuan
1. Awasi keluhan Berguna dalam mendefinisikan derajat
anoreksia, luasnya masalah dan pilihan intervensi
mual/muntah. yang tepat.
Makan banyak sulit untuk mengatur
2. Awasi pemasukan bila klien anoreksia. Anoreksia juga
diet/jumlah kalori. paling buruk pada siang hari, membuat
Berikan makanan masukan makanan sulit pada sore hari.
sedikit dalam frekwensi Menghilangkan rasa tidak enak dan
sering. meningkatkan nafsu makan.
3. Lakukan perawatan Penurunan BB menunjukkan tidak
mulut sebelum makan. adekuatnya nutrisi klien.
4. Timbang berat badan. Memperbaiki kekurangan dan
membantu proses penyembuhan.
5. Berikan obat vit. B
kompleks, vit c dan
tambahan diet lain
sesuai indikasi.

DX. III. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan


dengan kehilangan berlebihan melalui muntah dan diare.
Tujuan : Klien akan menunjukkan status cairan adekuat.
Kriteria hasil :
a. Tanda – tanda vital stabil :
TD : 90/50 – 120/70 mmhg
N : 85 – 100 x/mnt
S : 36 – 37
P : 15 – 25 x/mnt
b. Turgor kulit normal ( cepat kembali )
c. Intake dan output seimbang.
Intervensi Tujuan
1. Monitor intake dan Memberikan informasi tentang
output penggantian /efek terapi.
Indikator volume sirkulasi / perfusi .
2. Kaji tanda vital, nadi
perifer, pengisian
kapiler , turgor kulit
dan membran mukosa . Mmmmemberikan cairan dan
3. Berikan cairan IV penggatian elektrolit.
(biasanya glukosa),
elektrolit.

DX. IV. Isolasi sosial berhubungan dengan perawatan isolasi.


Tujuan : Klien memperlihatkan prilaku yang menimbulkan
interaksi
sosial.
Kriteria hasil :
a. Klien berpartsipasi dalam aktifitas.
b. Klien dapat mengungkapkan perasaan / persepsi.
Intervensi Tujuan
1. Tingkatkan hubungan Partisipasi orang lain dapat
sosial. meningkatkan rasa kebersamaan.
2. Jelaskan tentang tujuan Pemahaman alasan untuk
dari perawatan . perlindungan dari mereka sendiri dan
oranmg lain dapat mengurangi
3. Dorong klien / keluarga perasaan isolasi.
untuk mengeksperisikan Membantu mengidentiufikasi dan
perasaan dan memperjelas alasan kesulitan
permasalahan berinteraksi

DX. V. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan


primer tidak adekuat.
Tujuan : Klien akan menunjukkan tehnik melakukan perubahan
pola
hidup untuk menghindari infeksi ulang dan transmisi
ke orang
lain.
Kriteria hasil :
a. Memperlihatkan pengertian tentang tindakan
kewaspadaan dengan mengikuti petunjuk.
b. Mempertahankan suhu tubuh yang normal , pernapasan
jelas dengan tidak ada bukti lain terjadinya infeksi.
Intervensi Tujuan
1. Lakukan tehnik isolasi Mencegah transmisi virus ke orang
untuk infeksi enterik lain. Melalui cuci tangan efektif dalam
dan pernapasan sesuai mencegah transmisi virus.
kebijakan rumah sakit
termasuk cuci tangan
efektif.
2. Awasi / batasi Klien terpajan terhadap proses infeksi
pengunjung sesuai (khususnya respiratorius) dan potensial
indikasi resiko komplikasi sekunder.
Pemahaman alasan untuk perlindungan
3. jelaskan prosedur diri sendiri dan orang lain.
isolasi pada Pengobatan hepatitis virus dan bacterial
klien/orang terdekat. untuk mencegah/membatasi infeksi
4. Berikan antibiotik sekunder
untuk agen
pencegahan.

DX. VI. Resiko infeksi pada orang lain berhubungan dengan kontak pada
anak yang terinfeksi.
Tujuan : Keluarga dan orang lain tidak tertular infeksi.
Kriteria hasil :
a. Keluarga mengerti tentang cara penularan.
b. Orang tua menerapkan pola hidup yang sehat dan bersih.
Intervensi Tujuan
1. Ajarkan tehnik mencuci Cuci tangan mencegah transmisi virus.
tangan yang benar.
2. Ajarkan tentang Infeksi hepatitis dapat terjadi didalam
kebersihan perorangan. lingkungan dengan hygiene dan
sanitasi yang buruk.
3. Imunisasi bila indikasi Karena terbatasnya pengobatan
ketularan terhadap hepatitis maka penekanan
lebih diarahkan pada pencegahan
melalui imunisasi.

DX. VII. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan


akumulasi garam empedu dalam jaringan .
Tujuan : Klien menunjukkan jaringan kulit yang utuh.
Kriteria hasil :
a. Melaporkan penurunan proritus atau menggaruk.
b. Ikut serta dalam aktifitas untuk mempertahankan
integritas kulit.
Intervensi Tujuan
1. Lakukan perawatan Mencegah kulit kering berlebihan.
kulit dengan sering, Memberikan penghilang gatal
hindari sabun alkali.
2. Pertahankan kuku klien Untuk menurunkan resiko kerusakan
terpotong pendek. kulit bila menggaruk.
Instruksikan klien
menggunakan ujung
jari atau menggunakan
ujung jari untuk
menekan pada kulit
bila sangat perlu
menggaruk. Pakaian basah dan berkeringat adalah
3. Pertahankan liner dan sumber ketidaknyamanan .
pakaian kering.

DX. VIII. Kurang pengetahuan berhubungan kurangnya informasi tentang


proses penyakit.
Tujuan : Klien dan keluarga mengetahui tentang proses
penyakitnya.
Kriteria hasil :
a. Mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit.
b. Melakukan perubahan perilaku dan berpartisipasi pada
pengobatan
Intervensi Tujuan
1. Kaji tingkat Mengidentifikasi area
pemahaman proses kekurangan/salah informasi dan
penyakit, harapan memberikan informasi tambahan
/prognosis, sesuai keperluan.
kemungkinan pilihan
pengobatan. Kebutuhan atau rekomendasi akan
2. Berikan informasi bervariasi karena tipe hepatitis dan
khusus tentang situasi individu.
penyakitnya. Aktifitas perlu dibatasi sampai hepar
kembali normal.
3. jelaskan pentingnya
istirahat dan latihan

DX. IX. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.

Tujuan : Klien menujukkan suhu tubuh dalam batas normal

Kriteria hasil :

a. Klien tidak mengeluh panas


b. Badan tidak teraba hangat
c. Suhu tubuh 36 – 37 0C

Intervensi Tujuan

1.Kaji adanya keluahan Peningkatan suhu tubuh akan


tanda – tanda peningkatan menujukkan berbagai gejala seperti
suhu tubuh uka merah, badan teraba hangat.
2.Monitor tanda – tanda
Demam disebabkan efek – efek dari
vital terutama suhu tubuh
endotoksin pada hipotalamus dan
efinefrin yang melepaskan pirogen
3.Berikan kompres hangat
Akxila merupakan jaringan tipis
pada aksila/ dahi
dan terdapat pembulu darah
sehingga akan mempercepat pross
konduksi dan dahi berada didekat
hipotalamus sehingga cepat
memberikan respon dalam
mengatur suhu tubuh.

DX. X. Diare berhubungan dengan peningkatan peristaltik usus.

Tujuan : Klien akan menujukkan pola eliminasikembali sperti biasa

Kriteria hasil :

a. Klien tidak mengluh sering buang air besar


b. Feses tidak encer
Intervensi Tujuan

1. Observasi, catat frekwensi Membantu menentukan berat episode


defekasi, karakteritik dan (diare)
jumlah proses penyakit,
harapan / prognosis,
kemungkinanpilihan
pengobatan.
2. berikan diet yang tepat,
hindari makanan tinggi
lemak,makanan dengan
Stimulan GI yang meningkatkan mobilitas/
kandunganserat tinggi
frekensi defekasi.
3. Berikan anti diare yang
ditentukan dan evaluasi
keevektipan
Untuk mengontrol diare. Diare tidak
terkontrol dapat menyebabkan kekurangan
cairan

DX. XI. Konstipasi berhubungan dengan kurangnya aktivitas

Tujuan : Klien akan menujukkan pola eliminasikembali seperti


biasa

Kriteria hasil :

a. Konsistensi feses lembek


b. Buang air besar setiap hari

Intervensi Tujuan

1. Monitor ferkuwensi, Mengidentifikasi derajat gangguan dan


karakteristik dan jumlah kemungkinan bantuan yang diperukan
feses
2. Tingakatkan diet pasien
dengan banyak makan Meningkakan konstintensi fekal untuk dapat
makanan berserat dan melewati usus dengan mudah dan
buah menurunkan konstipasi
3. Tingkatkan pemenuhan
Dapat melembekkan feses dan mefasilitasi
cairan dengan minum
eliminasi
banyak minimal
1.000ml/hari
4. Berikan pelunak feses,
supositoria sesuai
indikasi Mungkin perlu untuk merangsang peristaltik
dengan pelahan / evaluasi feses

DX. XII. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan hepar

Tujuan : klien mengungkapkan nyeri berkurang / teratasi

Kriteria hasil ;

a. Tidak ada keluhan nyeri


b. Ekspresi wajah ceria
c. Tanda – tanda vital dalam batas normal
TD : 90 / 50 - 120 / 70 mmHg

N : 85 – 100 / menit

P : 15 – 25 / menit

SB : 36 – 370 C

Intervensi Tujuan

1. Kaji tingkat nyeri Mengetahui persepsi dan reaksi klien


terhadap nyeri serta sebagai dasar
keefektifan untuk intervensi selanjutnya

Perubahan frekuwensi jantungatau TD


2. Monitor tanda – tanda
menujukkan bahwa pasien mengalami
vital
nyeri, khususnya bila alasan lain untuk
perubahan tanda vital talah terlihat

Tindakan non analgetik diberikan dengan


3. Berikan tindakan sentuhan lembut dapat menghilangkan
kenyamanan misalnya ketidaknyamanan
perubahan posisi relaksasi

DX> XIII. Kehilangan kontrol berhubungan dengan perubahan aktivitas


rutin

Tujuan: Klien akan menujukkan reaksi positif ssuai dengan


tingkat perkembangan.

Kriteria hasil :

a. Klien dapat bermain sesuai toleransi


b. Klien aktif dalam melakukan aktifitas
Intervensi Tujuan

1. Kaji ulang reaksi yang Akibat hopitalisasi pada anak usia sekolah
terjadiakibat akan menimbulkan reaksi regresi,
hospitalisasi negativisme, depresi, cemas dan deniel
2. Kaji aktif\vitas yang
Membantu dalam menentukan pilihan
disenangi oleh klien
intervensi
3. Ajak klien bermain ssuai
toleransi Bermain merupakan aspek yang penting
bagi kesehatan menal, emosional dan social

4. Libatkan keluarga dalam Membantu mengurangi dampak


merencanakan jadwal hospitalisasi akibat prubahan rutinitas
harian sesuai dengan
jadwal dirumah

Anda mungkin juga menyukai