TINJAUAN PUSTAKA
2. Klasifikasi PPOK
Menurut Puspasari (2019), berdasarkan kesepakatan para pakar
Perkumpulan Dokter Paru Indonesia (PDPI) tahun 2011, PPOK
dikelompokan ke dalam:
a. PPOK ringan ( Derajat 0 – 1)
Gejala klinis adalah klien dengan atau tanpa batuk, dengan atau
tanpa produksi sputum dan dengan sesak nafas derajat 0 (tidak
terganggu oleh sesak saat berjalan cepat atau sedikit mendaki)
sampai 1 (terganggu oleh sesak saat bejalan cepat atau sedikit
mendaki). Sementara itu, pemeriksaan spirometernya menunjukkan
VEP ( 1 ≥ 80% prediksi (normal) dan VEP1 / KVP < 70%.
b. PPOK sedang
Gejala klinis adalah klien dengan atau batuk, dengan atau produksi
sputum dan sesak napas dengan derajat 2 (jalan lebih lambat
dibanding orang seumuran karena sesak saat berjalan biasa).
7
Poltekkes Kemenkes Padang
8
3. Etiologi
Ketiga penyakit yang menjadi penyebab PPOK adalah asma, bronkitis
kronik dan emfisema.
a. Asma
Faktor pencetus atau faktor penyebab asma menurut Soemantri
(2012) sebagai berikut :
1) Alergen adalah zat – zat tertentu yang bila dihisap atau
dimakan dapat menimbulkan serangan asma, seperti debu,
spora, jamur, bulu binatang, makanan laut dan sebagainya.
2) Infeksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus.
3) Kegiatan jasmani yang berlebihan.
4) Iritan seperti asap dan polutan.
5) Emosi atau stress.
b. Bronkitis Kronis
Faktor penyebab bronkitis kronis menurut Manurung (2018) ada
3 jenis yaitu :
1) Infeksi disebabkan oleh virus, yaitu virus stafilokokus,
Sterptokokus, pneumokokus dan haemophilus influenzae.
2) Alergi
3) Rangsangan, seperti asap yang berasal dari pabrik, polusi,
rokok dan lain-lain.
c. Emfiema Paru
Faktor penyebab emfisema paru menurut Tarqiyyah (2013)
sebagai berikut :
1) Rokok
Pada perokok mengalami hipersekresi mukus serta
mengalami terhambat aktivitas sel rambut getar. Iritasi
kronis akibat merokok menimbulkan peningkatan jumlah
neutrofil dan secara langsung mendorong pelepasan
protease (elastase) dari neutrofil, sehingga pada perokok
terjafi peningkatan enzim protealitik yang berasal dari
leukosit. Enzim proteolitik ini akan menginaktivasi
antiprotease (alfa-1 anti tripsin), sehingga terjadi
ketidakseimbangan aktivitas antara keduanya.
2) Infeksi
Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru
lebih berat dan juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan
paru.
3) Polusi
Seperti polusi industri dan udara. Polusi udara seperti
halnya asap tembakau.
4) Faktor Genetik
Faktor genetik yang mempengaruhi terjadinya PPOK adalah
autosomal recessive disorder, mutasi pada gen SERPINA1
yang terletak pada kromosom 14 yang menyebabkan
4. Patofisiologi
PPOK terdiri dari penyakit asthma, bronchitis, dan emfisema paru. Asma
terjadi akibat alergi yang bergantung kepada respon IgE yang
dikendalikan oleh limfosit T dan B serta diaktifkan oleh interaksi antara
antigen dengan molekul IgE yang berikatan dengan sel mast. Sebagian
besar alergen yang mencetuskan asma bersifat airbone dan agar dapat
menginduksi keadaan sensitivitas, maka alergen tersebut harus tersedia
dalam jumlah banyak untuk periode waktu tertentu.
Antagonis B-adrenergik biasanya menyebabkan obstruksi jalan nafas
pada klien asma dapat menyebabkan peningkatan reaktivitas jalan nafas
dan hal tersebut harus dihindarkan. Adanya faktor pencetus terjadinya
asma sehingga akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan
antibodi. Reaksi antigen dan antibodi akan mengeluarkan substansi
pereda alergi dan zat yang dikeluarkan dapat berupa histamin, bradikinin,
dan anafilatoksin. Hasil dari reaksi tersebut akan timbulnya otot polos
berkonstraksi, peningkatan permeabilitas kapiler dan peningkatan sekret
mukus (Soemantri, 2012).
Pada saat alveoli dan septa kollaps, udara akan tertahan diantara ruang
alveolar dan ruang diantara parenkim paru (disebut bullae). Proses ini
akan menyebabkan ventilatory pada “dead space” atau area yang tidak
mengalami pertukaran gas atau darah. Kerja nafas meningkat
dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru untuk melakukan
pertukaran oksigen dengan karbondioksida. Emfisema juga menyebabkan
destruksi kapiler paru, lebih lanjut terjadi penurunan perfusi oksigen dan
penurunan ventilasi. Pada beberapa tingkat emfisema dianggap norma
sesuai dengan usia, tetapi jika timbul pada awal kehidupan (usia muda),
biasanya berhubungan dengan bronchitis kronis dan merokok
(Manurung,2018).
Hilangnya Elastisitas
Paru Batuk Produktif Pembentukan Mukus Melepaskan Histamin, Bradikinin dan Anafilaktosin
MK : Ketidakseimbangan Nutrisi
Kerusakan Jaringan Paru Penyempitan Saluran Nafas Dekstruksi Parenkim Hipersekresi Mulut Perokok Aktif dan Pasif
Kurang dari Kebutuhan Tubuh
Sesak Nafas Eksaserbasi Akut Produksi Sputum Nafsu Makan Kurang Asupan Makanan
MK : Bersihan Jalan
Tekanan Hidrostastik Pulmonal Dinding Alveoli Rusak Akibat Infeksi Kompensasi Vaskular Nafas Tidak Efektif
Cairan Transudat ke Alveolus Hipoksemia Gagal Jantung Pulmonal Gagal Pompa Ventrikel Kanan
Edema Pulmonal Eliminasi CO2 Mengalami Kerusakan Gagal Pompa Ventrikel Kiri
5. Manifestasi Klinis
Menurut Manurung (2018), tanda dan gejala PPOK mengarah pada dua
tipe pokok yaitu mempunyai gambaran klinik dominant ke arah
bronchitis kronis dan mempunyai gambaran klinik dominant ke arah
emfisema. Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut :
a. Kelemahan badan.
b. Batuk.
c. Sesak napas.
d. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi.
e. Mengi atau Wheeze.
f. Ekspirasi yang memanjang.
g. Penggunaan otot bantu pernapasan.
h. Suara napas melemah.
i. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal.
j. Edema kaki, asites dan jari tabuh (Manurung, 2018).
6. Komplikasi
a. Hipoxemia
Penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi
oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan
mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul
sianosis.
b. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang
muncul anatara lain : nyeri kepala, fatique, letargi, dizznes, tachipnea.
c. Infeksi Respiratory
Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi
mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema
mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan
timbulnya dyspnea.
d. Gagal Jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru),
harus diobservasi terutama pada klien dyspnea berat. Komplikasi ini
sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan
emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini. (Soemantri, 2012)
e. Cardiac Distritmia
Timbul akibat hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat, atau
asidosis respiratory.
f. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma
bronkial penyakit ini sangat berat, potensia mengancam kehidupan
dan seringkali tidak berespon terhadap terapi yang diberikan.
Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali
terlihat (Manurung, 2018).
b. Sistem Pencernaan
1) Nafsu makan menurun
2) BB menurun
Karena pada pasien PPOK membutuhkan energi ekstra yang
diperlukan untuk memberi tenaga pada beban kerja (paru) yang
meningkat (Francis,2011).
Pasien PPOK juga mengalami penurunan kemampuan pencernaan
sekunder karena tidak cukup oksigenasi sel dalam sistem
gastrointestinal (Padila,2012).
c. Sistem Kardiovaskuler
Pada Pasien PPOK terjadi perburukan tanda dan gejala yaitu sesak
nafas meningkat dan produksi sputum meningkat sehingga
menyebabkan dinding alveoli rusak di akibatkan infeksi sehingga
terjadi kerusakan difusi O2 yang menyebabkan hipoksemia (kadar
O2 dalam darah berkurang) sehingga terjadi kompensasi vaskular
yang menyebabkan kinerja paru-paru meningkat begitu juga dengan
kinerja jantung yang menyebabkan pasien PPOK bisa terkena gagal
jantung
9. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah :
a. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya
pada fase akut tetapi juga fase kronik.
b. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas
harian.
c. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat
dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut :
a. Menghilangkan faktor etiologi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
b. Membersihkan sekresi bronchus dengan pertolongan berbagai cara.
c. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberikan antimikroba harus
tepat dan sesuai dengan kuman penyebab infeksi.
d. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator.
Penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi.
e. Penanganan terhadap komplikasi komplikasi yang timbul.
f. Pengobatan oksigen bagi yang memerlukan. Oksigen harus
diberikan dengan aliran lambat 1-2 Liter/Menit.
Tindakan Rehabilitasi Meliputi :
a. Fisioterapi
Bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
b. Latihan pernapasan. Untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernafasan yang paling efektif.
c. Latihan dengan olahaga tertentu dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
Pencegahan : mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara.
c. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan PPOK menurut Muttaqin (2008) sebagai berikut :
1) Keluhan Utama
Biasanya pasien PPOK mengeluh sesak nafas dan batuk yang
disertai sputum.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien PPOK mengeluh sesak nafas bertambah berat
saat beraktivitas dan batuk yang disertai sputum.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya memiliki riwayat merokok dan riwayat batuk kronis.
Bertempat tinggal atau bekerja di area dengan polusi udara berat
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya mempunyai riwayat alergi (asma) karena asma
merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan PPOK.
e. Data Psikologis
1) Status emosional
biasanya pasien merasa tidak tenang dengan kondisinya.
2) Kecemasan
Biasanya pasien merasa cemas dan takut mengenai kondisinya.
3) Gaya Komunikasi
Pasien mampu berkomunikasi dengan baik
4) Pola Koping
Biasanya proses penyakit membuat klien merasa tidak berdaya
sehingga menyebabkan pasien tidak mampu menggunakan
mekanisme koping dengan baik.
5) Konsep Diri
Pasien merasa takut dengan kondisinya.
f. Data Spiritual
Biasanya ada perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi
tubuh mempengaruhi pola ibadah pasien.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Gambaran Umum
kesadaran pasien compos mentis
2) Pemeriksaan fisik head to toe
a) Kepala
Biasanya rambut tidak bersih karena pasien dengan PPOK
mengalami penurunan terhadap toleransi terhadap aktivitas
fisik.
b) Paru – paru
Inspeksi : biasanya terlihat klien memiliki bentuk dada
barrel chest dan adanya penggunan otot bantu
pernafasan
Palpasi : ekspansi meningkat dan fremitus biasanya
menurun
Perkusi : biasanya hipersonor
Auskultasi : biasanya terdapat ronkhi dan wheezing sesuai
tingkat keparahan obstruktif
c) Jantung
Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya irama jantung teratur
d) Abdomen
Inspeksi : biasanya tidak ada asites
Palpasi : biasanya hepar dan limfe tidak teraba
Perkusi : biasanya timphany
Auskultasi : biasanya bising usus normal
e) Ekstremitas
Biasanya didapatkan adanya jari tubuh (Clubbing finger
sebagai dampak dari hipoksemia yang berkepanjangan
(Francis, 2011).
h. Pemeriksaan Penunjang
1) Pengukuran Fungsi Paru
a) Kapasitas inspirasi menurun dengan nilai normal 3500 ml
b) Volume residu meningkat dengan nilai normal 1200 ml
c) FEV1 (forced expired volume in one second) selalu menurun
untuk menentukan derajat PPOK dengan nilai normal 3,2 L
d) FVC (forced vital capacity) awalnya normal kemudian
menurun dengan nilai normal 4 L
e) TLC (kapasitas paru total) normal sampai meningkat sedang
dengan nilai normal 6000 ml. TLC meningkat pada bronkitis
berat dan asma, namun menurun pada emfisema (soemantri,
2012).
2) Analisa Gas Darah
PaO2 menurun dengan nilai normal 75 – 100 mmHg, PCO2
meningkat dengan nilai normal 35 – 45 mmHg, dan nilai pH
normal dengan nilai normal 7,35 – 7,45 dan SaO2 menurun
dengan nilai normal >95%.
3) Chest X- ray
Dapat menunjukkan hiperinflation paru, flattened diafragma,
peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda vaskular /
bullae (emfisema), peningkatan suara bronkovaskuler (bronkitis),
normal ditemukan saat periode remisi (asma) (soemantri, 2012).
4) Pemeriksaan Laboratorium
3. Rencana Keperawatan
Pemantauan Respirasi
1. Monitor kecepatan, irama,
kedalaman dan kesulitan
bernafas
2. Monitor pola napas
3. Monitor kemampuan batuk
efektif
4. Monitor adanya produksi
sputum
5. Monitor adanya sumbatan
jalan napas
6. Auskultasi bunyi napas
7. Monitor saturasi oksigen
8. Monitor nilai AGD
9. Dokumentasikan hasil
pemantauan
dan disposibel
7. Lakukan pengisapan lebih
dari 15 detik
8. Hentikan pengisapan dan
beri terapi oksigem jika
mengalami kondisi-kondisi
seperti bradikardi,
penurunan saturasi
9. Anjurkan melakukan teknik
napas dalam, sebelum
melakukan pengisapan