Anda di halaman 1dari 13

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bakso merupakan makanan yang sudah dikenal baik dikalangan masyarakat luas. Selain
karena rasanya yang enak dan gurih, juga karena makanan ini sangat mudah ditemukan. Bakso
tidak perlu susah payah ditemukan karena sebagian besar penjual bakso menjajakan
dagangannya setiap hari ditempat yang sama.

Bakso yang mudah ditemukan adalah bakso yang terbuat dari daging sapi. Teksturnya
kenyal, berwarna abu-abu, aromanya harum dan berbau rempah, serta rasanya gurih. Selain
bakso yang terbuat dari daging, ada juga bakso yang terbuat dari surimi. Bakso ini disebut
dengan bakso ikan. Bakso ikan hampir sama dengan bakso yang terbuat dari daging.
Perbedaannya hanya terletak pada bahan baku, yaitu ikan. Ikan yang digunakan dalam
pembuatan bakso ikan bervariasi, tergantung rasa yang diinginkan. Kekenyalan dapat diatur
berdasarkan tepung tapioka yang digunakan.

Salah satu ikan yang dapat digunakan untuk membuat bakso ikan adalah ikan Patin. Ikan
Patin sangat baik digunakan karena dagingnya yang putih dapat mempengaruhi warna bakso
yang dihasilkan, sehingga bakso yang dihasilkan berwarna putih cerah. Beberapa bahan
tambahan seperti bawang merah, bawang putih, merica, dan garam, bakso ikan dapat dibuat
dengan mudah. Oleh karena itu, praktikum ini perlu dilaksanakan agar dapat diketahui proses
pembuatan dari bakso ikan.

Potensi pasar bakso ikan di Indonesia maupun luar negeri seperti Singapura, Hongkong,
Taiwan dan Kanada cukup tinggi. Apabila kualitas bakso ikan baik, maka dapat dijadikan usaha
yang cukup menjanjikan. Bakso ikan yang bermutu tinggi dapat diperoleh dari penanganan
bahan baku yang baik, hingga ke pemasaran.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :

Untuk mengetahui proses pembuatan bakso ikan guna pengolahan lanjut hasil laut berupa ikan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Bahan pangan olahan daging umumnya mempunyai nilai gizi yang tinggi ditinjau dari
kandungan protein, asam amino, lemak, dan mineral. Zaman yang makin modern dan masyarakat
yang makin sibuk, terutama di kota besar, menyebabkan makin sedikit waktu untuk
mempersiapkan makanan dengan proses yang panjang dan memakan waktu. Di sisi lain,
masyarakat makin terbuka wawasannya terhadap makanan yang sehat dan bergizi tinggi, namun
dapat disajikan dengan cepat, contohnya bakso.
Bakso merupakan jenis makanan yang sangat populer di Indonesia, terutama di Jawa.
Bakso dibuat dari campuran daging tidak kurang dari 50% dan pati atau tepung serealia, dengan
atau tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan. Umumnya bakso berbentuk bulat. Namun
saat ini bentuk bakso makin variatif, begitu pula rasanya. Bakso biasanya disajikan bersama mi
atau bihun, sayuran, dan kuah. Bakso diperkenalkan ke Indonesia oleh perantau dari Cina.
Bakso merupakan produk olahan daging, dimana daging tersebut telah dihaluskan
terlebih dahulu dan dicampur dengan bumbu-bumbu, tepung dan kemudian dibentuk seperti
bola-bola kecil lalu direbus dalam air panas. Produk olahan daging seperti bakso telah banyak
dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat. Secara teknis pengolahan bakso cukup mudah dan
dapat dilakukan oleh siapa saja. Bila ditinjau dari upaya kecukupan gizi masyarakat, bakso dapat
dijadikan sebagai sarana yang tepat, karena produk ini bernilai gizi tinggi dan disukai oleh semua
lapisan masyarakat (Widyaningsih dan Murtini, 2006)
Bahan lain yang diperlukan dalam pembuatan bakso adalah tapioka. Untuk menghasilkan
bakso daging yang lezat dan bermutu tinggi jumlah tepung yang digunakan sebaiknya paling
banyak 15% dari berat daging. Idealnya, tepung tapioka yang ditambahkan sebanyak 10% dari
berat daging. Memang sering dijumpai, terutama yang dijajakan dijalanan, bakso yang tepungnya
mencapai 30-40% dari berat daging. Bakso seperti ini diduga rasa dan mutunya kurang bagus
(Wibowo,2006).
Sebagai sumber bahan pangan, tepung sagu dapat dikonsumsi secara langsung atau
digunakan dalam industri pangan. Tepung sagu mempunyai komponen yang paling dominan
seperti tepung tapioka yaitu kandungan karbohidratnya yang tinggi (Haryanto dan Pangloli,
1992). Dalam pembuatan bakso tepung sagu dapat digunakan sebagai bahan pengikat. Dengan
menambahkan tepung sagu dalam adonan bakso akan mengahsilkan bakso dengan tekstur lebih
kenyal dan padat.
Bakso tanpa pengawet memiliki masa simpan maksimal satu hari pada suhu kamar dan
dua hari pada suhu dingin. Menurut Damiyati (2007), bakso merupakan bahan pangan yang
mudah rusak karena bakso mengadung protein yang tinggi, memiliki kadar air yang tinggi, dan
pH netral.
Proses pembuatan bakso menurut Subarnas (2004) yaitu daging dipotong kecil-kecil,
kemudian dihancurkan selama tiga menit dengan penambahan 0,3% STPP, 20% es batu dan 3%
garam. Adonan selanjutnya dicampur dengan 20% tapioka, 0,3% merica, 0,3% bawang putih dan
digiling kembali selama tiga menit. Adonan bakso yang terbentuk disimpan selama 30 menit.
Setelah disimpan, adonan kemudian dicetak dan dimasukkan ke dalam air panas. Bakso
kemudian direbus hingga pengapung.
Pembuatan bakso menurut Wibowo, (1997), pada prinsipnya terdiri atas empat tahap
yaitu: (1) penghancuran daging, (2) pembuatan adonan, (3) pencetakan bakso dan (4) pemasakan
bakso. Tujuan dari penghancuran daging yaitu untuk memecah serabut otot daging, sehingga
memudahkan protein larut garam seperti aktin dan miosin terekstrak keluar. Menurut Wilson
(1981), penghancuran daging dapat dilakukan dengan cara mencacah, menggiling atau
mencincang sampai halus atau lumat.
Pembuatan bakso dapat dilakukan dengan mencampurkan seluruh bahan kemudian
menghancurkannya atau dengan cara menghancurkan daging terlebih dahulu kemudian
mencampurkannya dengan seluruh bahan lainnya. Menurut Pearson (1984), kenaikan suhu akibat
panas yang dihasilkan selama proses penggilingan daging perlu diperhatikan dalam pembuatan
bakso. Stabilitas emulsi perlu dijaga dengan cara mempertahankan suhu dibawah 20oC karena
suhu diatas 20oC pada saat penggilingan daging akan menyebabkan terjadinya denaturasi protein
sehingga sebagian emulsi akan pecah. Pencetakan bakso umumnya dilakukan dengan cara
membentuk adonan menjadi bulatan-bulatan sebesar kelereng atau lebih besar dengan
menggunakan tangan atau alat pencetak bakso (Wibowo, 1997).
Beberapa penguasaha bakso menggunakan bahan tambahan seperti tepung tapioka,
tepung sagu ataupun campuran dari kedua tepung tersebut sebagai bahan pengikat. Selain itu
bumbu yang digunakan ada campuran bawang putih, merica, garam, dan penyedap. Tetapi ada
juga yang menggunakan bumbu campuran bawang putih, bawang merah, garam, merica, dan
penyedap rasa.
Meskipun bakso sangat memasyarakat, ternyata pengetahuan masyarakat mengenai bakso
yang aman dan baik untuk dikonsumsi masih kurang. Buktinya, bakso yang mengandung boraks
atau formalin masih banyak beredar dan tetap dikonsumsi. Menurut Damiyati (2007), formalin
dapat memperpanjang daya awet bakso, sedangkan boraks dapat mengenyalkan bakso. Tetapi
formalin dan boraks sangat membahayakan kesehatan.
Bakso yang mengandung boraks teksturnya lebih kenyal, bila digigit akan kembali ke
bentuk semula dan warnanya akan tampak lebih putih. Ini berbeda dengan bakso yang baik, yang
biasanya berwarna abu-abu segar merata pada semua bagian, baik dipinggir maupun ditengah.
Bakso dengan warna abu-abu tua menandakan bakso tersebut dibuat dengan tambahan obat
bakso yang berlebihan (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

C. Teknik Pengolahan Bakso Ikan

Teknik pengolahan bakso ikan yaitu jika digunakan bahan baku dari ikan segar, perlu
dilakukan pemisahan daging dari tulang-tulang dan durinya dengan cara menyayat memanjang
pada bagian punggung hingga terbelah. Ambillah bagian dagingnya cara dikerok menggunakan
sendok. Bersihkan hancuran daging tersebut dari komponen-komponen yang tidak dikehendaki
(kulit, duri dan tulang). Siapkan larutan garam (brine) dingin dengan perbandingan antara air,
es dan ikan adalah 4:1:1 dan konsentrasi garam 0,2–0,3 %. Rendam hancuran daging
ikan dalam larutan tersebut selama 15 menit sambil diaduk-aduk. Buanglah jika timbul
lemak yang mengapung di permukaan. Lakukan pengepresan, pemerasaan dengan menggunakan
kain kasa. Lakukan proses perendaman tersebut sebanyak 2–3 kali. Lumatkan daging ikan
tersebut dengan cara digiling dengan menggunakan alat penggiling daging). Haluskan bumbu-
bumbu tersebut ke dalam daging lumat sambil diaduk dan masukkan tapioka sedikit demi sedikit.
Aduk adonan sampai homogen dan tidak lengket di tangan. Aduk adonan sampai homogen dan
tidak lengket di tangan. Elastisitas dapat diperbaiki dengan menambahkan putih telur satu butir
untuk setiap 1 kg adonan. Lakukan pencetakan yaitu dengan membuat bola-bola kecil dengan
cara adonan diletakkan pada telapak tangan, dikepal-kepal, kemudian ditekan sehingga akan
keluar bola-bola bakso dari sela-sela jari dan telunjuk. Bola-bola bakso yang keluar dari
kepalan itu diangkat dengan sendok dan sedikit diratakan. Rebus dalam air mendidih
sampai bakso mengapung sebagai tanda telah matang (sekitar 15 menit). Angkat bakso yang
telah matang dan tiriskan. Bakso ikan data disajikan dalam bentuk rebusan dengan kuah. Bakso
ikan yang disajikan dalam bentuk kuah perlu dipersiapkan kuahnya yaitu dengan merebus sisa-
sisa penyiangan seperti kepala, tulang, kemudian diberikan bumbu yang telah
dihaluskan (merica, bawang putih dan garam), sedangkan bumbu-bumbu penyedap kuah
antara lain, bawang goreng, tongcai, saos tomat, cabe/sambal, kecap, cuka, sayur
caisim (Anonim, 2010c).

D. Standar Nasional Indonesia (SNI)

Kriteria bakso Ikan yang baik dapat dilihat dari syarat mutu bakso yang terdapat didalam SNI
01-3818-1995 berdasarkan Anonim (2010c), adalah :

 Bentuk : bulat halus, berukuran seragam, bersih dan cemerlang, tidak kusam
 Warna : putih merata tanpa warna asing lain
 Rasa : lezat, enak, rasa ikan dominan sesuai jenis ikan yang digunakan
 Aroma : bau khas ikan segar rebus dominan sesuai jenis ikan yang digunakan dan bau
bumbu cukup tajam
 Tekstur : kompak, elastis, tidak liat atau membal, tidak ada serat daging, tanpa
duri atau tulang, tidak lembek, tidak basah berair, dan tidak rapuh.

E. Faktor Yang Mempengaruhi Pembuatan Bakso Ikan

Kualitas bakso ditentukan oleh bahan baku. Bahan baku akan mempengaruhi mutu bakso
yang dihasilkan. Berbagai macam tepung yang digunakan dan perbandingannya didalam adonan,
sedangkan faktor lain yang mempengaruhi kualitas bakso diantaranya adalah bahan-bahan
tambahan yang digunakan serta cara memasaknya (Daniati, 2005). Menghasilkan bakso daging
yang lezat dan bermutu tinggi jumlah tepung yang digunakan sebaiknya paling banyak 15%-30%
dari berat daging. Idealnya, tepung tapioka, yang ditambahkan sebanyak 10% dari berat daging.
III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat Praktikum

Kegiatan Praktikum pembuatan Bakso Ikan dilaksanakan pada hari Selasa, jam 08:00-
12:00 di laboratorium rekayasa pengolahan pangan jurusan ilmu dan teknologi pangan, fakultas
pertanian universitas halu oleo.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut: Pisau, Parang,
Talenan, Panci, Baskom, Lap tangan, Kompor Gas, Timbangan, Cobek, Penggiling daging,
Serok

Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut : Bawang merah,
Bawang Putih, Garam, Lada/ merica, Tepung Tapioka, Ikan Putih, Es, Masako, Air Bersih

C. Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut :

 Siapkan alat dan bahan


 Siangi isi perut ikan dengan hati-hati agar tidak mencemari daging.
 Ikan diletakkan pada talenan dengan posisi miring.
 Potong ikan pada pangkal insang sampai ke tulang, kemudian dilakukan penyayatan daging
ke arah ekor sampai lepas dari tulang.
 Ikan dibalik dan disayat dagingnya dari ekor ke arah kepala.
 Pisahkan kulit ikan dari daging.
 Mencuci daging ikan yang telah bebas dari tulang dan kulit degan air mengalir dan selalu
diberi es.
 Menimbang filet yang telah bersih dan dihitung rendemennya.
 Filet yang telah bersih dilumatkan menggunakan alat penggiling daging atau meat sparator /
food prosessor sehingga diperoleh daging lumat. Jika daging lumat ini masih mengandung
serat dan duri, dipisahkan terlebih dahulu. Daging lumat tersebut, dicuci selama 10 menit
didalam bak /panci menggunakan air dingin atau air es yang bersuhu 5 OC. Suhu air
pencucian dipertahankan dengan menambahkan pecahan es
 Daging lumat yang sudah dicuci ditiriskan. Setelah tiris daging lumat tersebut digiling
dengan garam dan bumbu hingga rata. Selanjutnya ditambahkan tepung tapioka sedikit demi
sedikit sambil diaduk, sampai diperoleh adonan yang homogen. Pada saat pembentukan
adonan bakso ikan ditambahkan es batu sekitar 15%- 20%. Es ini berfungsi untuk
mempertahankan suhu rendah dan menambah air ke dalam adonan.
 Adonan yang sudah homogen dicetak menjadi bola-bola bakso yang siap direbus. Ukuran
dapat dibuat super, sangat besar, besar, sedang dan kecil. Berat setiap butir bakso super
sekitar 40 gram (isi 25 butir / kg), sangat besar 30 gram (ukuran 30), besar 25 gram (ukuran
40), sedang 25 gram (ukuran 50) dan kecil beratnya15 gram (ukuran 60).
 Bola-bola bakso direbus dengan air mendidih hingga matang. Bila bakso sudah mengapung
dipermukaan air, berarti bakso sudah matang dan siap diangkat. Umumnya perebusan bakso
ikan memerlukan waktu sekitar 15 menit. Jika diiris, bekas irisan bakso yang sudah matang
tampak mengkilap agak transparan dan tidak keruh seperti adonan lagi.
 Bakso yang sudah matang diangkat dan ditiriskan, kemudian didinginkan. Pendinginan bisa
dibantu menggunkan kipasa angin.
 Bakso yang telah dingin dapat langsung disajikan ataupun dikemas dengan kantong plastik
dan ditutup rapat.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Adapun hasil dari kegiatan praktikum pembuatan bakso ikan adalah sbb:

No Parameter Hasil Penilaian


1 Bentuk Bulat, Seragam
2 Warna Putih keabu-abuan rata
3 Aroma Aroma khas ikan rebus dominan
4 Tekstur kompak, elastis, tidak liat atau membal,
tidak ada serat daging ikan, tanpa duri
atau tulang, tidak lembek, tidak basah
berair, dan tidak rapuh.
5 Rasa Rasa Ikan dominan

B. Pembahasan

Warna bakso ikan yang dihasilkan adalah berwarna putih keabu-abuan dengan jumlah
bakso sebanyak 23 biji. Tabel hasil penilaian di atas menunjukkan bahwa warna bakso yang
dihasilkan adalah putih keabu-abuan, bentuk bulat dan seragam, aromanya adalah aroma ikan
rebus dominan, tekstur kompak, elastis, tidak liat, tidak membal, tidak ada serat daging, tanpa
duri atau tulang, tidak lembek, tidak basah, berair, dan tidak rapuh, dan rasanya adalah rasa ikan
yang dominan. Aroma bakso ikan yang dihasilkan adalah aroma khas ikan dengan aroma bumbu
tambahan terutama merica, bawang merah dan bawang putih. Aroma bakso adalah bau khas
ikan segar rebus dominan sesuai jenis ikan yang digunakan dan bau bumbu cukup tajam.

Bahan tambahan yang digunakan pada proses pembuatan bakso adalah tepung tapioka,
garam, gula, merica, bawang putih, bawang merah, dan putih telur. Bahan tambahan tersebut
memiliki fungsi masing-masing dalam bakso ikan yang dihasilkan. Tepung tapioka berfungsi
sebagai pengikat bahan lain dan memperbaiki tekstur bakso. Garam berfungsi memberi rasa
gurih pada bakso. Gula, merica, bawang merah, dan bawang putih, berfungsi untuk membentuk
aroma dan cita rasa pada bakso. Hal ini sesuai dengan pendapat Damiyati (2007), bahwa tepung
tapioka berfungsi dalam meningkatkan daya ikat air serta memperbaiki tekstur bakso, dan
bumbu-bumbu sebagai bahan tambahan pembuatan bakso ikan berfungsi sebagai penambah
aroma dan cita rasa bakso yang dihasilkan.
Garam yang digunakan dalam proses pembuatan bakso adalah garam dapur (NaCl).
Garam berfungsi sebagai pemberi rasa gurih dan memantapkan rasa bakso. Hal ini sesuai dengan
pendapat Damiyati (2007), bahwa garam pada umumnya digunakan untuk memantapkan rasa
dalam pembuatan makanan termasuk dalam pembuatan bakso, fungsi garam adalah memberi
rasa gurih pada bakso. Merica dalam pembuatan bakso ikan berfungsi sebagai pemberi rasa
pedas. Merica mengandung filandren yang menghasilkan aroma yang menyengat. Hal ini sesuai
dengan pendapat Damiyati (2007), bahwa minyak atsiri yang terdapat dalam merica, yakni
filandren membuat bau pedasnya menyengat.

Bawang merah baik digunakan karena meski dalam keadaan panas (dimasak), senyawa
berkhasiat didalamnya tidak mengalami kerusakan. Bawang merah yang digunakan dalam
pembuatan bakso ikan berfungsi untuk memberi cita rasa pada bakso ikan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Damiyati (2007), bahwa penggunaan bawang merah pada pembuatan bakso ikan
bertujuan untuk meningkatkan citarasa dari bakso yang dihasilkan.

Bakso ikan yang dibuat juga mengandung bawang putih. Bawang putih mempunyai bau
yang tajam karena mengandung senyawa methyl allyl disulfida. Bawang putih dalam bakso ikan
berfungsi memberi aroma dan sebagai penyedap masakan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat,
bahwa bawang putih digunakan sebagai campuran bumbu masak serta penyedap berbagai
masakan. Pengolahan bakso ikan dimulai dengan pencampuran surimi dengan bahan tambahan.
Penggunaan bahan tambahan dalam proses pencampuran ini harus tepat agar bakso yang
dihasilkan bisa bermutu baik.

Setelah pencampuran selesai, dilakukan pembentukan adonan menjadi bola-bola kecil


kemudian dimasak sampai mengapung yang menunjukkan bahwa bakso sudah matang. Hal ini
sesuai dengan Anonim (2010c), bahwa bakso direbus dalam air mendidih sampai bakso
mengapung sebagai tanda telah matang. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembuatan bakso
yakni bahan tambahan yang digunakan serta proses perebusan atau pemasakan pada bakso. Hal
ini didasarkan pada pernyataan Damiyati (2007), bahwa kualitas bakso ditentukan oleh bahan
baku, berbagai macam tepung yang digunakan dan perbandingannya didalam adonan, sedangkan
faktor lain yang mempengaruhi kualitas bakso diantaranya adalah bahan-bahan tambahan yang
digunakan serta cara memasaknya.
V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :

Proses pembuatan bakso ikan dimulai dari penyiangan ikan, pembuatan fillet ikan hingga
menjadi surimi/ daging ikan yang telah digilaing, pencampuran surimi dengan bahan tambahan
seperti tepung tapioka dan bumbu-bumbu, lalu membentuk adonan menjadi bola dan merebusnya
hingga mengapung yang menandakan bahwa bakso telah matang.
DAFTAR PUSTAKA

Damiyati, N. 2007. Ada Penhenyal Bakso selain boraks. http://www.pikiranrakyat.com. (Diakses


pada tanggal 21 Mei 2013).

Haryanto, P dan P. Pangloli. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius, Yogyakarta.

Pearson, A. M. dan F. W. Tauber. 1984. Processed Meat. The AVI Publishing Co. Innc. Westport,
Connecticut

Wibowo, S. 2006. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Gading. Penebar Swadaya, Jakarta.

Widyaningsih, T.D. dan E.S. Murtini. 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk Pangan.
Trubus Agrisarana, Surabaya.
LAPORAN

TEKNOLOGI PENGOLAHAN IKAN DAN HASIL LAUT

“Pembuatan Bakso Ikan Putih”

Kelompok 3

Zulfyani Putri Sada (D1C1 10 071)

Eko Isro Riyanto (D1C1 11 005)

Lala Tyas Yunias Tuti (D1C1 10 061)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2014

Anda mungkin juga menyukai