Anda di halaman 1dari 9

HOMOSISTINURIA

A. PENDAHULUAN
Metabolisme merupakan proses pengolahan (pembentukan dan
penguraian) zat-zat yang diperlukan oleh tubuh agar tubuh dapat menjalankan
fungsinya. Kelainan metabolisme sering kali disebabkan oleh kelainan genetik
yang mengakibatkan hilangnya enzim tertentu yang diperlukan untuk merangsang
suatu proses metabolisme, salah satunya adalah kelainan pada metabolisme asam
amino. Asam amino merupakan komponen pembentuk protein dan mempunyai
banyak fungsi di dalam tubuh. Asam amino yang berlebihan dari yang diperlukan
untuk sintesis protein dan biomolekul lain tidak dapat disimpan dalam tubuh
maupun diekskresi keluar tubuh, tidak seperti asam lemak dan glukosa. Kelebihan
asam amino condong digunakan untuk bahan bakar. Gugus -amino dibebaskan
dan rangka karbon yang dihasilkan diubah menjadi zat antara metabolisme.
Sebagian besar gugus amino dari kelebihan asam amino diubah menjadi urea,
sedangkan rangka atom karbonnya diubah menjadi asetil-KoA, asetoasetil-KoA,
piruvat atau salah satu zat antara pada daur asam sitrat. Jadi, asam lemak, zat
keton dan glukosa dapat dibentuk dari asam amino.
Banyak koenzim memainkan peranan kunci pada degradasi asam amino.
Misalnya piridikal fosfat, membentuk zat antara basa Schiff yang memungkinkan
gugus -amino dapat dipindah dari asam amino ke asam keto dan sebaliknya,
Vitamin B12 (kobalamin) kofaktor yang mirip dengan porfirin dan mengandung
kobalt, berperan sebagai sumber radikal bebas pada penataan ulang rangka
karbonnya.
Penyakit keturunan pada pengolahan asam amino dapat menyebabkan
gangguan pada penguraian asam amino, baik kerusakan asam amino atau
kemampuan tubuh untuk memindahkan asam amino ke dalan sel. Salah satu
penyakit yang diakibatkan oleh kelainan pada metabolisme asam amino adalah
homosistinuria. Anak dengan homosistinuria tidak dapat melakukan metabolisme
asam amino homosistein, dimana dengan adanya produk sampingan yang beracun
yang menimbulkan berbagai macam gejala. Homosistein adalah molekul alami
dalam tubuh dan diperlukan dalam beberapa reaksi yang terjadi dalam sel-sel yang

1
membentuk tubuh manusia. Gejala yang diitmbulkan mungkin ringan atau berat
bergantung pada cacat enzim tertentu.
Mempelajari metabolisme asam amino sangat menguntungkan karena
metabolisme asam amino sangat banyak mengandung kaitan antara biokimia dasar
dan kedokteran klinik

B. PENGERTIAN HOMOSISTINURIA
Homosistinuria merupakan salah satu jenis penyakit gangguan asam
amino, dimana penderita tidak dapat melakukan metabolisme asam amino
homosistein. Dinamakan homosistinuria karena terdapat banyak homosistein di
dalam urin. Penyakit ini dianggap sebagai kesalahan yang menurunkan
metabolisme, dimana sintase sistationin penderita rusak. Sintase sistationin
merupakan suatu enzim yang mengandung piridoksil fosfat. Dalam hal ini terjadi
defisien atau tidak adanya sintetase sistation, menyebabkan akumulasi metabolit
metionin; homosistein yang diekskresi dalam jumlah banyak urin pada bentuk
homosistin (dimer).
Homosistein yang menimbun dioksidasi untuk membentuk senyawa
disulfid homosistein, yang strukturnya analog dengan struktur sistin. Pada
sistationinuria kerusakan melibatkan langkah pemecahan untuk menghasilkan
sistein; akibatnya, banyak sistationin terdapat dalam darah dan urin. Kerusakan
genetik sistationinuria menarik perhatian, karena suatu protein enzim aktif
dihasilkan, tetapi protein tersebut mempunyai afinitas yang sangat kurang untuk
koenzim esensialnya, piridoksal fosfat. Sistein, disamping dibutuhkan untuk
sintesis protein juga digunakan untuk membuat tripeptid glutation (𝛾-glutamil
sisteiniglisin) dan asam amino sulfonat, taurin.
Homosistinuria dapat diakibatkan karena kekurangan Cystathionine β-
synthase (CBS) atau dapat juga diakibatkan karena kekurangan transferase
adenosil metionin hati. Seseorang dengan kondisi seperti ini memiliki masalah
dengan asam amino metionin, dimana penderita dilarang memakan makanan yang
mengandung asam amino metionin (prekursor homosistein).
Penderita homosistinurik umumnya mati di akhir masa kanak-kanak atau
awal adolescence. Seseorang dengan homosistinuria tidak bisa memecah metionin

2
dalam makanan. Metionin dan homosistin adalah asam amino yang dibutuhkan
untuk perkembangan dan pertumbuhan, tapi terlalu banyak dapat menyebabkan
masalah kesehatan serius. Dalam kasus klasik homosistinuria, kelebihan metionin
dalam darah, dapat menyebabkan penumpukan homosistin. Tingginya kadar
metionin dan homosistin dapat menembus dan merusak otak. Tingkat tinggi
akhirnya menyebabkan keterbelakangan jiwa dan masalah kesehatan serius.
Penderita homosistinuria dapat ditolong dengan membatasi konsumsi metionin
dan protein, beberapa diantaranya mempunyai respons terhadap konsumsi vitamin
B6 yang tinggi. Homosistinuria terjadi pada individu dengan diet berprotein tinggi
dan relatif defisien vitamin B6 oleh karena sintetase sistation membutuhkan
vitamin tersebut sebagai kofaktor.
Perbandingan metabolisme normal dan penderita homosistinuria dapat
dilihat pada gambar 1. Dapat dilihat terjadi gangguan pada pembentukan enzim
Cystathionine β-synthase (CBS) sehingga sistein tidak dapat terbentuk hal ini
mengakibatkan terjadi peningkatan kadar homosistein dan menimbulkan masalah
kesehatan.

3
Gambar 1. Perbandingan Metabolisme Normal dan Homosistinuria
Sumber : http://www.newbornscreening.co.za/PDFs/PDFsParents/Homocystinuria.pdf

C. METABOLISME HOMOSISTEIN
Senyawa homosistein pertama kali ditemukan tahun 1932 dan diberi nama
oleh du Vigneaud. Homosistein (2 amino 4 mercaptobutanoic acid) merupakan
non protein sulfhydryl amino acid, yang metabolismenya terletak pada
persimpangan antara jalur transsulfurasi dan remetilasi biosintesis metionin.
Homosistein merupakan senyawa antara yang dihasilkan pada metabolisme
metionin, suatu asam amino esensial yang terdapat dalam beberapa bentuk
diplasma. Sulfhidril atau bentuk tereduksi dinamakan homosistein, dan disulfida
atau bentuk teroksidasi dinamakan homosistin. Bentuk disulfida juga terdapat
bersama-sama dengan sistein dan protein yang mengandung residu sistein reaktif
(homosistein yang terikat protein), bentuk ini dinamakan disulfida campuran.

4
Bentuk teroksidasi merupakan bagian terbesar (98-99%) dalam plasma sedangkan
bentuk tereduksi hanya 1% dari total homosistein dalam plasma.
Metionin merupakan asam amino esensial yang mengandung sulfur yang
didapat dari makanan. Asupan metionin yang tinggi dalam waktu lama akan
meningkatkan kadar total homosistein dalam plasma (15-25 μM/L) dan sudah
merupakan risiko PKV. Homosistein bukan merupakan konstituen diet normal.
Satu-satunya sumber homosistein adalah metionin yaitu suatu asam amino
esensial yang mengandung sulfur yang diperoleh melalui asupan protein.
Biosintesis metionin akan menghasilkan produk antara yaitu homosistein.
Metabolisme homosistein dipengaruhi oleh asam folat, vitamin B6 dan B12 serta
aktivitas berbegai enzim yang berperan pada jalur metabolismenya.

Gambar 2. Siklus Metionin dan Jalur Metabolisme Homositein


Sumber : http://heart.bmj.com/content/83/2/127.full

Tahap pertama metabolisme homosistein adalah pembentukan S adenosil


metionin (Gambar 2), yang merupakan donor metil terpenting pada reaksi

5
transmetilasi. S adenosilmetionin, selanjutnya mengalami demitilasi membentuk S
adenosil homosistein, yang kemudian dihidrolisis menjadi adenosin dan
homosistein. Homosistein selanjutnya memasuki jalur transsulfurasi atau jalur
remetilasi. Sekitar 50% homosistein yang memasuki jalur ini dan secara
irreversibel berikatan dengan serin melalui pengaruh enzim sistasionin β sintase,
untuk membentuk sistasionin. Sistasionin ini selanjutnya dimetabolisme menjadi
sistein dan α ketobutirat melalui pengaruh enzim γ sistasionase. Sistein yang
terbentuk dari homosistein ini akhirnya dirubah menjadi sulfat dan diekskresikan
ke dalam urin. Pada jalur remetilasi, homosistein akan mengalami daur ulang
menjadi metionin melalui 2 reaksi yang berbeda. Reaksi pertama memerlukan
enzim 5 metiltetrahidrofolat homosistein metiltransferase (metionin sintase).
Untuk aktivitas enzim ini dibutuhkan metilkobalamin sebagai kofaktor dan
metiltetrahidrofolat sebagai kosubstrat.
Metiltetrahidrofolat dibentuk dari tetrahidrofolat oleh pengaruh enzim
metiltetrahidrofolat reduktase (MTHFR). Reaksi ini terjadi di semua jaringan.
Jalur kedua dikatalisir oleh enzim betain homosistein metil transferase. Reaksi
dengan betain ini terutama terbatas di dalam hati. Proses daur ulang serta
penyimpanan homosistein akan menjamin penyediaan metionin yang cukup. Pada
keadaan kelebihan metionin, dimanfaatkan jalur transfulfurasi dengan
meningkatkan regulasi sistasionin β sintase dan mengurangi regulasi jalur
remetilasi, sedangkan bila terdapat defisiensi metionin dimafaatkan jalur
remetilasi.
Reaksi rinci dalam gambar di atas, menghasilkan pembentukan sistein dan
metionin, yang dapat lebih digunakan oleh tubuh. Jika jalur pembentukan sistein
atau metionin terhambat, maka kadar homosistein dapat meningkat. Pada gambar
di atas terdapat tiga enzim yang memiliki peranan yang sangat penting, karena
terkait dengan peningkatan kadar homosistein yaitu reduktase
methylenetetrahydrofolate (MTHFR), cystathionine beta-sintase (CBS) dan
metionin sintase (MS).
Enzim reduktase methylenetetrahydrofolate MTHFR diperlukan untuk
membentuk 5-metil tetrahydrofolate (seperti digambarkan di atas). Senyawa ini
berfungsi mengubah homosistein untuk metionin. Jika hal ini tidak dapat

6
dibentuk, maka tingkat homosistein akan meningkat. Enzim cystathionine beta-
sintase (CBS) diperlukan untuk mengubah homosistein untuk sistein. Jika enzim
ini tidak ada, maka tingkat homosistein akan meningkat. Sedangkan enzim
metionin sintase (MS) membutuhkan vitamin B12 (methylcobalamin) untuk
melakukan reaksinya. Jika seorang pasien tidak memiliki pasokan vitamin
B12yang cukup, maka homosistein tidak akan dikonversi menjadi metionin dan
hasil bersih adalah peningkatan homosistein.

D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HOMOSISTEIN


Dalam keadaan normal homosistein dalam darah relatif sangat sedikit,
dengan kadar antara 5 - 15 umol/L. Kadar homosistein di kompartemen ekstrasel
ditentukan oleh beberapa hal yaitu pembentukannya di dalam sel, metabolisme
dan eksresinya. Bila produksi homosistein intrasel melebihi kapasitas
metabolisme, maka homosistein akan dilepaskan ke ruang ekstrasel, sebaliknya
bila produksi berkurang maka pelepasan dari sel akan berkurang. Keadaan ini
membantu mempertahankan agar kandungan homosistein intrasel tetap rendah.
Keseimbangan ini dapat terganggu pada keadaan gangguan aktivitas enzim atau
akibat jumlah kofaktor yang berperan dalam metabolismenya berkurang.
Penyebab hiperhomosisteinemia adalah multifaktorial diantaranya :
a. Genetik
Pada homosistinuria homozigot aktivitas enzim sistasionin β sintase sangat
rendah bahkan tidak terdeteksi, sedang kadar homosistein darah meningkat.
Karena gen untuk enzim sistasionin β sintase terletak pada kromosom 21, maka
pada sindroma Down atau trisomi 21 dapat dijumpai keadaan yang sebaliknya
yaitu peningkatan enzim sistasionin β sintase. Penurunan kadar homosistein
plasma dijumpai pada 8 anak dengan sindroma Down. Pengaruh genetik pada
konsentrasi homosistein plasma juga terlihat pada orang normal dan pada pasien
dengan penyakit vaskuler.
b. Umur
Kadar homosistein plasma meningkat seiring dengan peningkatan usia.
Penyebabnya kemungkinan adanya penurunan kadar kofaktor atau adanya
kegagalan ginjal yang sering dijumpai pada pasien lanjut usia. Selain itu aktivitas
enzim sistasionin β sintase juga menurun seiring dengan meningkatnya usia.

7
c. Sex
Secara umum, laki-laki mempunyai kadar homosistein yang lebih tinggi
dari wanita. Sesudah menopause konsentrasi homosistein akan meningkat.
Perbedaan kadar homosistein pada wanita dan pria mungkin disebabkan
perbedaan hormon sex terhadap metabolisme homosistein. Selain itu kadar
kreatinin atau massa otot yang besar pada pria juga berpengaruh.
d. Fungsi ginjal
Terdapat korelasi positif antara kadar homosistein dan kreatinin serum,
walaupun mekanismenya belum jelas. Kelainan arteriosklerosis renovaskuler dan
faktor prerenal juga sangat penting. Pada gagal ginjal kronik kadar homosistein
plasma akan meningkat 2-4 kali dari normal. Konsentrasi ini akan menurun
setelah dialisis. Peningkatan homosistein pada gagal ginjal mungkin disebabkan
gangguan metabolisme.
e. Nutrisi
Kadar homosistein akan sangat meningkat pada defisiensi kofaktor
vitamin B12 atau folat. Korelasi negatif antara kadar folat serum dan B12 telah
terbukti pada orang normal. Hiperhomosisteinemia didapat antara lain disebabkan
oleh defisiensi asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12. Untuk memperoleh kadar
homosistein yang optimal diperlukan kadar yang cukup dari ketiga vitamin itu.
Asupan vitamin B6 yang dianjurkan untuk pria adalah 2 mg / hari sedang pada
wanita 1,6 mg /hari.
f. Penyakit
Terdapat beberapa penyakit yang dihubungkan dengan peningkatan kadar
homosistein plasma yaitu psoriasis, keganasan dan pemakaian obat-obatan.
Psoriasis yang berat dihubungkan dengan peningkatan kadar homosistein plasma.
Pada suatu penelitian didapatkan penderita psoriasis mempunyai kadar folat yang
lebih rendah dari kelompok kontrol. Peningkatan kadar homosistein juga dijumpai
pada leukemia limfoblastik akut. Selain itu beberapa keganasan seperti Ca
mamae, ovarium dan pankreas juga menunjukkan peningkatan kadar homosistein.
Plasma homosistein juga dipengaruhi oleh obat-obatan seperti methotrexate,
nitrous oxide, phenytoin, carbamazepine, azaribine, kontrasepsi oral dan
penicillamine.

8
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2000. Homocystinuria. http://genes-r-


us.uthscsa.edu/resources/newborn/00/ch7_complete.pdf. diakses
pada tanggal 15 Juni 2012
Anonim. 2006. Homocystinuria (Hypermethioninemia) Information For
Parents/Carers.http://www.newbornscreening.co.za/PDFs/PDFsP
arents/Homocystinuria.pdf. Diakses pada tanggal 15 Juni 2012
Anonim. 2009. Homocystinuria – Amino Acid Disorder.
http://www.bcwomens.ca/NR/rdonlyres/776E6BBA-747A-4D9C-
8447-15603FE49955/42605/Hcy3.pdf. diakses pada tanggal 15
Juni 2012
Dasouki, Majed. 2011. Homocystinuria Information for Health Professionals.
http://www.kdheks.gov/newborn_screening/download/ACT/HCY
_Info_for_Health_Professionals.pdf. diakses pada tanggal 15 Juni
2012
Linder, Maria. 2006. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Jakarta : Universitas
Indonesia. Diterjemahkan oleh Aminuddin Parakkasi dengan
judul asli Nutritional Biochemistry and Metabolism
Marie, Jean. 2003. Homocystinuria Due to Cystathionine -Synthase Deficiency.
http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-CbS.pdf. diakses pada
tanggal 15 Juni 2012
Montgomery, Rex, dkk. 1993. Biokimia : Suatu Pendekatan Berorientasi-Kasus.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Diterjemahkan oleh
M. Ismadi dengan judul asli Biochemistry : A Case-Oriented
Approach
Pusparini. 2002. Homosistein faktor risiko baru (non tradisional) penyakit
kardiovaskuler. Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran
Universitas Trisakti
Rivai, Arif. 2012. Homoecystein. http://duniasky.blogspot.com/2012/05/latar-
belakang-pengenalan-du-vigneaud.html. diakses pada tanggal 15
Juni 2012
Stryer, Lubert. 1995. Biokimia. Jakarta : EGC. Diterjemahkan oleh tim
penerjemah bagian biokimia FKUI dengan judul asli
Biochemistry

Anda mungkin juga menyukai