Anda di halaman 1dari 14

MANAGEMEN FARMASI DAN AKUNTANSI

“Manajemen Obat dan Perbekalan Farmasi di PBF’

Kelompok 4 :
1. Ajeng Kusuma Wardhani
2. Annisa Afifah
3. Annisa Tri Haryani
4. Diah Desmi Wahyu N.
5. Eliska Putri
6. Lala Mustika
7. Lusi Wulandari
8. Rizki Asri Rahayu

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI


POLTEKES KEMENKES BENGKULU
TAHUN AJARAN 2019/2020
0
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pedagang Besar Farmasi atau PBF merupakan perusahaan berbentuk badan
hukum yang memiliki ijin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau
bahan obat dalam jumlah besar sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Menkes
RI, 2011). Dalam menjalankan perusahaan, petunjuk teknis dan standar prosedur
operasional mengenai Pedagang Besar Farmasi telah diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 dan telah dilakukan perubahan pada
beberapa pasalnya yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34
Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi.
Pedagang Besar Farmasi dapat dikatakan sebagai distributor yang bergerak dalam
penyaluran barang yang berkaitan dengan kefarmasian (Menkes RI, 2011). PBF sebagai
tempat yang menyediakan dan menyimpan perbekalan farmasi yang meliputi obat,
bahan obat, dan alat kesehatan. Perbekalan farmasi didistribusikan ke sarana pelayanan
kesehatan masyarakat yang meliputi : apotek, rumah sakit, toko obat berizin dan sarana
pelayanan kesehatan masyarakat lainnya. PBF wajib membuat laporan dengan lengkap
pada setiap proses pengadaan, penyimpanan, penyaluran, perbekalan farmasi sehingga
dapat di pertanggungjawabkan apabila dilakukan pemeriksaan.
Setiap bahan obat dan/atau obat yang didistribusikan oleh PBF harus sesuai
dengang Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), sehingga untuk mencapai hal
tersebut diperlukan adanya suatu sistem manajemen untuk menjamin segala proses
operasionalnya dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan harapan. Manajemen
berperan dalam memastikan proses produksi, distribusi, dan penjualan berlangsung
dengan baik sehingga mendatangkan hasil pekerjaan yang produktif karena pengawasan
berlangsung secara efektif, pekerjaan atau usaha memiliki deskripsi yang jelas, proses
operasional yang berjalan terstruktur dan tepat sasaran serta sesuai dengan strategi yang
direncanakan. Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan-permasalahan yang muncul
saat atau setelah suatu kegiatan dapat diminimalisir. Prinsip manajemen dapat
dimanfaatkan dalam mengatur dan mengintegrasikan berbagai kegiatan dalam
kehidupan sehari-hari dan dalam berbagai perusahaan termasuk pada Pedagang Besar
Farmasi (PBF). Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia yang

1
berkompeten serta sarana dan prasarana yang memadai. Oleh karena itu, dibutuhkan
adanya suatu sistem pengaturan atau manajemen secara terstruktur dalam mewujudkan
pelayanan yang berkualitas sesuai dengan CDOB.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi menegemen farmasi di PBF ?
2. Apa saja aspek-aspek operasional managemen farmasi dalam PBF ?

C. Tujuan
1. Mengetahui menegement farmasi di PBF.
2. Mengetahui apa saja aspek-aspek operasional managemen farmasi dalam PBF.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Managemen Farmasi di PBF


Berdasarkan PERMENKES RI No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang
Pedagang Besar Farmasi yang selanjutnya disingkat PBF tercantum bahwa PBF
merupakan perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan,
penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai
ketentuan peraturan perundangundangan. Selain mendistribusikan obat, PBF juga
dapat menyalurkan alat kesehatan. PBF yang akan melakukan usaha sebagai Penyalur
alat kesehatan (PAK) harus memiliki izin PAK. Dalam pelaksanaan kegiatannya, PBF
harus mengacu kepada Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). CDOB adalah cara
distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan mutu
sepanjang jalur distribusi / penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya.
Manajemen diartikan sebagai suatu rangkaian aktivitas yang menghasilkan nilai
dalam bentuk barang dan jasa dengan mengubah input menjadi output. Keberhasilan
suatu manajemen operasional dapat didukung oleh beberapa faktor yaitu mampu
bersaing dalam diferensiasi (keunikan), bersaing dalam biaya, serta bersaing dalam
memberikan respon kepada konsumen (Heizer, 2011). Keberhasilan suatu sistem
manajemen memerlukan satu atau lebih input, mengubah dan menambah nilai input
tersebut, sehingga dapat memberikan satu atau lebih output bagi konsumen. Input
terdiri atas sumber daya manusia (tenaga kerja), modal (peralatan dan fasilitas),
pembelian bahan baku dan jasa, tanah, energi. Sedangkan outputnya adalah barang dan
jasa (Hatani, 2008).

B. Manajemen Farmasi di PBF


Manajemen mencakup pengelolaan atau pelaksanaan semua faktor produksi
yang meliputi SDM atau tenaga kerja, sarana dan prasarana, serta strategi
pelaksanaan.
1. Pemilihan lokasi PBF
Salah satu faktor penting dalam kelancaran jalannya suatu perusahaan adalah
pemilihan lokasi yang tepat untuk membangun gedung PBF. Lokasi yang dipilih
sedapat mungkin strategis, sehingga akan memudahkan dalam proses distribusi
produk.
2. Struktur organisasi

3
Dalam menjalankan manajemen operasional dibutuhkan adanya struktur
organisasi dengan pembagian tugas yang jelas. Setiap individu dalam organisasi
harus menjalankan tugasnya dengan baik dan selalu berkoordinasi jika
menemukan suatu permasalahan. Struktur organisasi menggambarkan fungsi
dalam suatu organisasi yang mana setiap orang dibagi berdasarkan divisi dan
keahliannya masing-masing. Struktur organisasi di PBF biasanya meliputi :

Gambar 1. Struktur organisasi PBF.

Berdasarkan struktur organisasi di atas Penanggung Jawab PBF (seorang


apoteker) mempunyai garis koordinasi dengan Branch Manager, sedangkan
Supervisor Logistik, Supervisor Administrasi, Supervisor Sales bertanggung
jawab langsung kepada Branch Manager bukan kepada Penanggung Jawab. Tugas
Penanggung Jawab di sini sebagai penanggung jawab terhadap segala hal-hal
eksternal misalnya: pembuatan laporan yang dikirim ke Dinas Kesehatan Propinsi
maupun Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan. Apoteker adalah tenaga
kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik
kefarmasian termasuk penyimpanan dan pendistribusian obat. Penangggung jawab
PBF bertanggung jawab mengawal sediaan farmasi dimana jaminan kemanan,
khasiat, dan mutu sediaan farmasi dituntut dari proses awal sampai akhir.
C. Aspek Oprasional Managemen Farmasi di PBF
Berikut aspek-aspek operasional managemen farmasi dalam PBF atau pembekalan
Farmasi:
1. Penerimaan

4
Proses penerimaan bertujuan untuk memastikan bahwa kiriman obat dan/atau
bahan obat yang diterima benar, berasal dari pemasok yang disetujui, tidak rusak
atau tidak mengalami perubahan selama transportasi. Obat dan/atau bahan obat
tidak boleh diterima jika kedaluwarsa, atau mendekati tanggal kedaluwarsa
sehingga kemungkinan besar obat dan/atau bahan obat telah kedaluwarsa sebelum
digunakan oleh konsumen. Obat dan/atau bahan obat yang memerlukan
penyimpanan atau tindakan pengamanan khusus, harus segera dipindahkan ke
tempat penyimpanan yang sesuai setelah dilakukan pemeriksaan. Nomor bets dan
tanggal kedaluwarsa obat dan/atau bahan obat harus dicatat pada saat penerimaan,
untuk mempermudah penelusuran. Jika ditemukan obat dan/atau bahan obat diduga
palsu, bets tersebut harus segera dipisahkan dan dilaporkan ke instansi berwenang,
dan ke pemegang izin edar. Pengiriman obat dan/atau bahan obat yang diterima dari
sarana transportasi harus diperiksa sebagai bentuk verifikasi terhadap keutuhan
kontainer / sistem penutup, fisik dan fitur kemasan serta label kemasan.
2. Pembelian dan Penyediaan
Pembelian merupakan rangkaian proses pengadaan barang dalam suatu
perusahaan. Pengadaan meliputi kegiatan untuk menyediakan perbekalan sesuai
dengan kebutuhan, baik berkaitan dengan jenis dan spesifikasi, jumlah, waktu
maupun tempat dengan harga dan sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.
Persediaan meliputi segala macam barang yang menjadi objek pokok aktivitas
perusahaan yang tersedia untuk di olah dalam proses produksi atau di jual.
Persediaan adalah bagian utama dalam neraca dan seringkali merupakan perkiraan
yang nilainya cukup besar yang melibatkan modal kerja yang besar. Tanpa adanya
persediaan barang dagangan, perusahaan akan menghadapi resiko dimana pada
suatu waktu tidak dapat memenuhi keinginan dari para pelanggannya.
Sistem farmasi dalam pbf terkait proses pembelian dan persediaan obat di PBF
harus memperhitungkan faktor-faktor sebagai berikut :

a. Waktu pembelian yang tepat


Pembelian dilakukan sebelum barang habis total. Pembelian dapat dilakukan
apabila jumlah persediaan diawal tersisa 20%. Tanggal kadaluarsa obat harus
diperhatikan agar tidak menimbulkan kerugian apabila stok obat tersebut masih
banyak dalam tempat penyimpanan.
b. Produsen yang tepat
Sebagai produsen hendaknya mampu menghasilkan sediaan farmasi yang
paling sering dicari oleh para konsumen. Maka dari itu, untuk mempertahankan
5
eksistensi dari perusahaan. Pilih suatu produsen yang produktif dan
menghasilkan produk unggulan yang banyak menarik minat konsumen
sehingga akan menguntungkan bagi perusahaan.
c. Barang yang tepat
Perencanaan yang matang perlu dilakukan agar nantinya pembelian barang
sesuai dengan kebutuhan pelayanan di perusahaan. Pembelian produk obat dari
suatu industri farmasi perlu diutamakan pada pembelian obat yang lebih
diminati konsumen. Pembelian dengan jumlah yang tidak tetap, disesuaikan
dengan kebutuhan tergantung situasi dan kondisi. Pengawasan stok obat atau
barang melalui kartu stok sangat penting, dengan demikian dapat diketahui
persediaan yang telah habis dan yang kurang laku.
3. Penyimpanan obat di PBF
Sediaan obat jadi di gudang obat disimpan di atas rak-rak yang dibeda-bedakan
menurut bentuk sediaannya. Rak dengan ukuran lebar yang lebih luas digunakan
untuk penyimpanan sediaan obat solid dan semisolid, sementara rak dengan ukuran
lebar yang lebih kecil untuk sediaan obat cair. Penyusunan obat pada rak-rak
tersebut dilakukan berdasarkan alfabetis nama generik obat yang diurutkan dari atas
ke bawah. Pada rak penyimpanan sediaan obat solid dan semisolid, masing-masing
tingkat ditempati obat dari dua jenis alfabet. Sementara, pada rak penyimpanan
sediaan cair, masing-masing tingkat ditempati oleh obat dari dua atau tiga jenis
alfabet, tergantung jumlah stok obat untuk masing-masing alfabet. Hal ini
dikarenakan pada umumnya sediaan obat cair memiliki bentuk kemasan
memanjang ke atas, sehingga secara luas hanya memerlukan lot yang lebih sedikit
untuk penyimpanannya dibandingkan dengan sediaan obat solid atau semisolid.
Selain itu, penyusunan tiap deret obat adalah berdasarkan aturan FIFO (First In
First Out). Tidak ada penanda khusus untuk posisi obat dari masingmasing alfabet
di rak penyimpanan, sehingga peletakan dapat dilakukan secara fleksibel sesuai
dengan jumlah stok obat yang ada untuk tiap alfabet. Penyimpanan obat yang tidak
memerlukan perlakuan khusus diletakkan pada rak di gudang pada suhu antara 15 o-
25o C. Obat-obat yang memerlukan suhu lebih rendah, seperti vaksin, diletakkan di
dalam lemari es yang suhunya diatur agar tetap berada di antara 2o-8oC.
Penyimpanan obat pada tiap rak di dalam lemari es tersebut juga disusun
berdasarkan urutan alfabet dari atas ke bawah dan tiap deretnya disusun secara
FIFO. Suhu lemari es yang selama ini digunakan berkisar antara 3o-4oC.

6
Penyimpanan untuk obat-obatan yang memiliki nama, tampilan, dan ucapan
yang mirip, atau sering disebut dengan look alike sound alike (LASA), tetap
disimpan di dalam satu deret rak yang sama. Akan tetapi, peletakan antara masing-
masing kemasan obat-obat LASA tersebut diselingi dengan peletakan produk obat
yang lain. Tujuan cara peletakan seperti ini adalah agar dapat mencegah terjadinya
kesalahan dalam pengambilan obat-obat tersebut. Kartu stok obat yang memuat
rekaman kejadian mutasi dan stok obat di dalam gudang tidak tersedia secara
manual.
4. Pemisahan Obat /atau Bahan Obat

Jika diperlukan, obat dan/atau bahan obat yang mempunyai persyaratan khusus
harus disimpan di tempat terpisah dengan label yang jelas dan akses masuk dibatasi
hanya untuk personil yang berwenang. Sistem komputerisasi yang digunakan dalam
pemisahan secara elektronik harus dapat memberikan tingkat keamanan yang setara
dan harus tervalidasi. Harus tersedia tempat khusus dengan label yang jelas, aman
dan terkunci untuk penyimpanan obat dan/atau bahan obat yang ditolak,
kedaluwarsa, penarikan kembali, produk kembalian dan obat diduga palsu. Obat
dan/atau bahan obat yang ditolak dan dikembalikan ke fasilitas distribusi harus
diberi label yang jelas dan ditangani sesuai dengan prosedur tertulis .
5. Pengambilan
Proses pengambilan obat dan/atau bahan obat harus dilakukan dengan tepat
sesuai dengan dokumen yang tersedia untuk memastikan obat dan/atau bahan obat
yang diambil benar. Obat dan/atau bahan obat yang diambil harus memiliki masa
simpan yang cukup sebelum kedaluwarsa dan berdasarkan FEFO. Nomor bets obat
dan/atau bahan obat harus dicatat. Pengecualian dapat diizinkan jika ada kontrol
yang memadai untuk mencegah pendistribusian obat dan/atau bahan obat
kedaluwarsa.
6. Pengemasan Obat dan/atau bahan
Obat harus dikemas sedemikian rupa sehingga kerusakan, kontaminasi dan
pencurian dapat dihindari. Kemasan harus memadai untuk mempertahankan
kondisi penyimpanan obat dan/atau bahan obat selama transportasi. Kontainer obat
dan/atau bahan obat yang akan dikirimkan harus disegel.
7. Pengiriman
Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus ditujukan kepada pelanggan yang
mempunyai izin sesuai dengan peraturan perundangundangan. Untuk penyaluran
7
obat dan/atau bahan obat ke orang / pihak yang berwenang atau berhak untuk
keperluan khusus, seperti penelitian, special access dan uji klinik, harus dilengkapi
dengan dokumen yang mencakup tanggal, nama obat dan/atau bahan obat, bentuk
sediaan, nomor bets, jumlah, nama dan alamat pemasok, nama dan alamat
pemesan / penerima. Proses pengiriman dan kondisi penyimpanan harus sesuai
dengan persyaratan obat dan/atau bahan obat dari industri farmasi. Dokumentasi
harus disimpan dan mampu tertelusur. Prosedur tertulis untuk pengiriman obat
dan/atau bahan obat harus tersedia. Prosedur tersebut harus mempertimbangkan
sifat obat dan/atau bahan obat serta tindakan pencegahan khusus. Dokumen untuk
pengiriman obat dan/atau bahan obat harus disiapkan dan harus mencakup
sekurang-kurangnya informasi berikut:
a. Tanggal pengiriman.
b. Nama lengkap, alamat (tanpa akronim), nomor telepon dan status dari
penerima (misalnya Apotek, rumah sakit atau klinik) .
c. Deskripsi obat dan/atau bahan obat, misalnya nama, bentuk sediaan dan
kekuatan (jika perlu), nomor bets dan tanggal kedaluwarsa.
d. Kuantitas obat dan/atau bahan obat, yaitu jumlah kontainer dan kuantitas per
kontainer (jika perlu).
e. Nomor dokumen untuk identifikasi order pengiriman.
f. Transportasi yang digunakan mencakup nama dan alamat perusahaan ekspedisi
serta tanda tangan dan nama jelas personil ekspedisi yang menerima (jika
menggunakan jasa ekspedisi) dan kondisi penyimpanan.
8. Ekspor dan Impor
Ekspor obat dan/atau bahan obat dapat dilakukan oleh fasilitas distribusi yang
memiliki izin. Pengadaan obat dan/atau bahan obat melalui importasi dilaksanakan
sesuai peraturan perundang-undangan. Di pelabuhan masuk, pengiriman obat
dan/atau bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai dalam waktu
sesingkat mungkin Importir harus memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat
ditangani sesuai dengan persyaratan penyimpanan pada saat di pelabuhan masuk
agar terhindar dari kerusakan. . Jika diperlukan, personil yang terlibat dalam
importasi harus mempunyai kemampuan melalui pelatihan atau pengetahuan
khusus kefarmasian dan harus dapat dihubungi.
.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pedagang Besar Farmasi atau PBF merupakan perusahaan berbentuk badan
hukum yang memiliki ijin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat
dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai dengan peraturan perundang-
undang. Pedagang Besar Farmasi dapat dikatakan sebagai distributor yang bergerak
dalam penyaluran barang yang berkaitan dengan kefarmasian. PBF sebagai tempat
yang menyediakan dan menyimpan perbekalan farmasi yang meliputi obat, bahan
obat, dan alat kesehatan. Perbekalan farmasi didistribusikan ke sarana pelayanan
kesehatan masyarakat yang meliputi : apotek, rumah sakit, toko obat berizin dan
sarana pelayanan kesehatan masyarakat lainnya. PBF wajib membuat laporan
dengan lengkap pada setiap proses pengadaan, penyimpanan, penyaluran,
perbekalan farmasi sehingga dapat di pertanggungjawabkan apabila dilakukan
pemeriksaan.
Setiap bahan obat dan/atau obat yang didistribusikan oleh PBF harus sesuai
dengang Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Manajemen berperan dalam
memastikan proses produksi, distribusi, dan penjualan berlangsung dengan baik
sehingga mendatangkan hasil pekerjaan yang produktif karena pengawasan
berlangsung secara efektif, pekerjaan atau usaha memiliki deskripsi yang jelas,
proses operasional yang berjalan terstruktur dan tepat sasaran serta sesuai dengan
strategi yang direncanakan. Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan-
permasalahan yang muncul saat atau setelah suatu kegiatan dapat diminimalisir.
Prinsip manajemen dapat dimanfaatkan dalam mengatur dan mengintegrasikan
berbagai kegiatan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam berbagai perusahaan
termasuk pada Pedagang Besar Farmasi (PBF).

Lampiran :
9
1. Surat izin PBF

2. Surat pemesanan

10
3. Surat pemesanan psikotropika

4. Copy faktur pembelian

5. Nota retur penjualan

11
6. Formulir retur barang

12
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2012. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan RI. No. HK.03.1.34.11.12.7542 tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara
Distribusi Obat yang Baik. Jakarta: Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia.

Danar, Mutia Ghariza. 2013. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Pedagang Besar
Farmasi (PBF) Tramedifa Jl. Cipinang Muara I No. 23C, Pondok Bambu, Duren Sawit,
Jakarta Timur Periode 18 Februari – 28 Maret 2013. Laporan. Depok: Universitas Indonesia .

Dirjen Binfar RI. 2011. Pedoman Pembinaan Pedagang Besar Farmasi. Jakarta: Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

Hatani, L.A., 2008. Buku Ajar Manajemen Operasional. Kendari: Bagian Penerbitan Fakultas
Ekonomi Universitas Haluoleo.

Heizer, J. dan B. Render. 2011. Operation Management. 10th Edition. Pearson Prentice.

Kementrian Kesehatan RI. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia No.


1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.

Kementrian Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34
Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/Menkes/Per/Vi/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.

13

Anda mungkin juga menyukai