Buku Ispa, Isi PDF
Buku Ispa, Isi PDF
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan
karuniaNya penyusunan revisi buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) telah dapat diselesaikan. ISPA telah menjadi
salah satu penyebab utama kematian balita, baik secara global maupun
nasional. Permasalahan ini menuntut perhatian pemerintah untuk memastikan
tingginya akses masyarakat terhadap pelayanan pencegahan dan pengendalian ISPA
yang komprehensif dan berkualitas.
i
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
KATA SAMBUTAN
DIREKTUR JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
Hal serupa terjadi di Indonesia, dominasi kematian balita masih disebabkan oleh
pneumonia . Bangsa Indonesia dihadapkan pada masalah ganda, di satu sisi masih
berhadapan dengan penyakit menular yang belum tuntas, dan pada saat yang sama
kita dihadapkan juga pada masalah PTM. Fasilitas pelayanan kesehatan menghadapi
tantangan dalam penyediaan pelayanan bagi penyakit akut dan juga penyakit kronis
yang membutuhkan pelayanan untuk jangka waktu yang lama dan mahal.
Saya menyampaikan apresiasi dan penghargaan kepada semua pihak yang telah
memberikan kontribusi dalam penyusunan buku ini. Semoga Allah SWT meridhoi
segala upaya kita dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat dan berdaya
saing.
Jakarta, Juli 2016
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
iii
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................................... i
KATA SAMBUTAN ..................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ iv
DAFTAR BAGAN DAN TABEL .................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. vi
PENGERTIAN ............................................................................................................ vii
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................ 2
B. Ruang Lingkup ................................................................................................ 2
C. Dasar Hukum .................................................................................................. 3
BAB II SITUASI EPIDEMIOLOGI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT ....... 5
A. Gambaran Morbiditas dan Mortalitas ............................................................ 5
B. Pengendalian Faktor Risiko ISPA ................................................................... 8
C. Capaian Hasil Kegiatan Pencegahan dan Pengendalian ISPA Periode
2010 - 2014 ................................................................................................... 9
D. Tantangan Pencegahan dan Pengendalian ISPA .......................................... 12
BAB III TUJUAN DAN STRATEGI PROGRAM ......................................................... 14
A. Tujuan Program Pencegahan dan Pengendalian ISPA ............................... 15
B. Strategi Pencegahan dan Pengedalian ISPA ............................................... 15
1. Penemuan dan Tata Laksana Kasus Pneumonia Balita ........................... 16
2. Kesiapsiagaan dan Respon Terhadap Pandemi Influenza ....................... 21
3. Pengendalian Faktor Resiko ..................................................................... 22
4. Penguatan Sistem Informasi, Surveilans dan Kajian ................................ 23
5. Penguatan Dukungan Manajemen ........................................................... 23
BAB IV KEGIATAN POKOK PENCEGAHAN PENGENDALIAN ISPA .................... 25
A. Penemuan dan Tatalaksana Kasus Pnemonia Balita .................................... 23
B. Kesiapsiagaan & Respon Terhadap Pandemi ............................................... 26
C. Pengendalian Faktor Risiko ISPA .................................................................. 26
D. Sistem Informasi, Surveilans, dan Kajian/Riset ............................................. 27
E. Penguatan Dukungan Manajemen Program ................................................. 28
BAB V MONITORING DAN EVALUASI .................................................................... 26
A. Pencatatan dan Pelaporan Rutin ................................................................... 29
B. Laporan Surveilans Sentinel .......................................................................... 32
BAB VI PERAN JAJARAN KESEHATAN, PEMANGKU KEPENTINGAN DAN
MASYARAKAT DALAM PENGENDALIAN ISPA ..................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 39
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................................ 41
KONTRIBUTOR............. ........................................................................................... 65
v
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
vi
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Perkiraan Angka insidens Penumonia Balita....................................... 43
Lampiran 2 Data Sasaran Program ISPA ............................................................... 44
Lampiran 3 Form Puskesmas.................................................................................. 45
Lampiran 4 Form Kabupaten .................................................................................. 46
Lampiran 5 Form Provinsi ....................................................................................... 47
Lampiran 6 Stempel Tatalaksana ISPA ................................................................... 48
Lampiran 7 Form PWS ............................................................................................ 49
Lampiran 8 Kuesioner Bimtek ISPA Provinsi .......................................................... 50
Lampiran 9 Kuesioner Bimtek ISPA Kabupaten/Kota ............................................. 54
Lampiran 10 Kuesioner Bimtek ISPA Puskesmas .................................................... 58
Lampiran 11 Poster ................................................................................................... 63
vii
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
PENGERTIAN
Untuk memudahkan pemahaman dan kesamaan persepsi terhadap pedoman ini,
perlu dijelaskan beberapa pengertian istilah dibawah ini yaitu:
2. Pneumonia
Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli).
Pneumonia Balita ditandai dengan adanya gejala batuk dan atau kesukaran
bernapas seperti napas cepat, tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
(TDDK), atau gambaran radiologi foto thorax/dada menunjukkan infiltrat paru
akut. Demam bukan merupakan gejala yang spesifik pada Balita. Dalam
penatalaksanaan pencegahan dan pengendalian ISPA semua bentuk pneumonia
seperti bronkopneumonia, bronkiolitis disebut “pneumonia” saja.
4. Influenza
Influenza adalah infeksi akut yang menyerang saluran pernapasan, disebabkan
oleh virus influenza.
6. ISPA
Adalah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dengan gejala demam atau demam
≥38°C, dan batuk tidak lebih dari 10 hari sejak timbul gejala dan memerlukan
perawatan rumah sakit.
ix
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
8. Sinyal Epidemiologi
Klaster penderita atau klaster kematian karena Pneumonia yang tidak jelas penyebabnya
dan terkait erat dengan faktor waktu dan tempat dengan rantai penularan yang
berkelanjutan atau Klaster penderita Flu Burung dengan dua generasi
penularan atau lebih tanpa hubungan darah antar generasi dan atau adanya
penularan kepada petugas kesehatan yang merawat penderita.
9. Sinyal Virologi
Adanya jenis virus influenza baru yang berasal dari percampuran materi genetik 2
virus influenza atau lebih (reassortment) dan atau berasal dari mutasi adaptif virus
influenza unggas atau manusia. Untuk jelasnya dapat dibaca pada pedoman
Penanggulangan Episenter Pandemi Influenza yang diterbitkan oleh Direktorat
Jenderal PP & PL, Kementerian Kesehatan Tahun 2008.
11. Wabah
Wabah menurut UU RI Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang
jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim
pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.
x
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
DAFTAR SINGKATAN
AI = Avian Influenza
AIDS = Acquired Immune Deficiency Syndrome
APBD = Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN = Anggaran Pndapatan dan Belanja Negara
APD = Alat Pelindung Diri
APEC = Asian Pacific Economy Country
ARI = Acute Respiratory Infection
Balita = Bawah Lima Tahun
BBLR = Berat badan lahir rendah
BNPB = Badan Nasional Penanggulangan Bencana
BSL = Bio Security Level
CDC = Communicable Disease Control
CFR = Case Fatality Rate
DBD = Demam Berdarah Dengue
Ditjen P2P = Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
DPRD = Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
DVD = Digital Video Disc
FB = Flu Burung
HN = Hemagglutinin, Neuraminidase (contoh H5N1, H1N1)
ICU = Intensive Care Unit
IDAI = Ikatan Dokter Anak Indonesia
ILI = Influenza Like Illnes
IRA = Infeksi Respiratorik Akut
ISPA = Infeksi Saluran Pernapasan Akut
Kemenkes = Kementrian Kesehatan
KIE = Komunikasi, Informasi dan Edukasi
KLB = Kejadian Luar Biasa
LP/LS = Lintas Sektor/Lintas Program
LSM = Lembaga Swadaya Masyarakat
MDGs = Millenium Developments Goals
MTBS = Manjemen Terpadu Balita Sakit
Ormas = Organisasi Masyarakat
PHEIC = Public Health Emergency of International Concern
Poskesdes = Pos Kesehatan Desa
Posyandu = Pos Pelayanan Terpadu
PP = Peraturan Pemerintah
Puskesmas = Pusat Kesehatan Masyarakat
PWS = Pemantauan Wilayah Setempat
xi
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
xii
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan merupakan aspek penting dari hak asasi manusia (HAM), sebagaimana
disebutkan dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
tahun 1948 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang
memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya. Hak
atas kesehatan juga dapat ditemukan di instrumen nasional yang diatur dalam UU no
36 tahun 2009 tentang kesehatan. Sesuai dengan norma HAM, maka negara
berkewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak asasi kesehatan
tersebut. Kewajiban tersebut antara lain dilakukan dengan cara menyediakan
pelayanan kesehatan berkualitas yang aksesibel bagi seluruh rakyat (inklusif), upaya
pencegahan menurunnya status kesehatan masyarakat, melakukan langkah-langkah
legislasi yang dapat menjamin perlindungan kesehatan masyarakat, dan
mengembangkan kebijakan kesehatan, serta menyediakan anggaran memadai.
ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. Dari semua kasus yang
terjadi di masyarakat, 7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit.
Episode batuk-pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 2-3 kali per tahun
(Rudan et all Bulletin WHO 2008). ISPA merupakan salah satu penyakit utama dengan
kunjungan pasien yang tinggi di Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%).
Menurut hasil Riskesdas 2007, proporsi kematian balita karena pneumonia
menempati urutan kedua (15,2%) setelah diare.
Salah satu penyakit ISPA yang perlu mendapat perhatian juga adalah penyakit
influenza, karena penyakit influenza merupakan penyakit yang dapat menimbulkan
wabah sesuai dengan Permenkes Nomor 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang Jenis
Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
Beberapa kondisi telah ditengarai menjadi faktor risiko terhadap timbulnya ISPA,
antara lain kurangnya pemberian ASI eksklusif, gizi buruk, polusi udara dalam ruangan
(indoor air pollution), berat badan bayi lahir rendah (BBLR), kepadatan penduduk
serta imunisasi campak. Berbagai upaya telah dilakukan untuk penanggulangan ISPA
yang diawali pada tahun 1984, bersamaan dengan diawalinya pengendalian ISPA di
tingkat global.
1
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
2. Lokakarya ISPA Nasional 1988, disosialisasikan pola baru tatalaksana kasus ISPA
dengan tiga klasifikasi: pneumonia, pneumonia berat dan batuk bukan pneumonia.
3. Lokakarya Nasional III 1990 di Cimacan disepakati menerapkan pola baru tatalak-
sana kasus ISPA di Indonesia dengan memfokuskan kegiatan pengendalian
pneumonia Balita.
6. Tahun 2007 telah dilaksanakan Seminar Perkembangan ISPA yang dihadiri oleh
Ikatan Dokter Ahli Anak Indonesia (IDAI) dan Dokter Spesialis Anak dari 14 Fakultas
Kedokteran di Indonesia untuk merevisi pedoman tatalaksana pneumonia Balita
sesuai dengan perkembangan terbaru khususnya perubahan pemberian antibiotika
dari 5 hari menjadi 3 hari pengobatan.
7. Review terhadap pedoman ini juga telah dilaksanakan pada tahun 2011 namun
tidak mengalami perubahan substansi.
2
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
1. Pneumonia Balita, yang difokuskan pada penemuan dan tata laksana kasus;
2. Influenza, yang difokuskan pada kesiap-siagaan dan repons terhadap pandemi
influenza;
3. Pengendalian faktor risiko ISPA, dengan fokus penanganan gangguan pernapasan
akibat kabut asap
4. Penguatan Sistem Informasi, Surveilans dan Riset/Kajian
5. Penguatan Dukungan manajemen.
C. DASAR HUKUM
3
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/ Kota.
14. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional.
15. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.
16. Peraturan Kepala BNPB Nomor 6A Tahun 2011 tentang pedoman penggunaan
dana siap pakai pada status keadaan darurat bencana.
17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 949/MENKES/PER/VIII/2004 tentang
Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa.
18. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741/MENKES/PER/VII/2008 Tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota18. Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 Tentang Organisasi Dan Tata
Kerja Kementerian Kesehatan.
19. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010 Tentang Jenis
Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah Dan Upaya
Penanggulangan.
20. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1537A/MENKES/SK/XII/2002 tentang
Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut Penanggu-
langan Pneumonia Pada Balita.
21. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1116/MENKES/SK/VIII/2003 Tentang
Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan.
22. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 300/MENKES/SK/IV/2009 tentang
Pedoman Penanggulangan Episenter Pandemi Influenza.
23. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 311/MENKES/SK/V/2009 Tentang
Penetapan Penyakit Flu Baru H1N1 (Mexican Strain) Sebagai Penyakit Yang Dapat
Menimbulkan Wabah.
24. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 375/MENKES/SK/V/2009 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025.
25. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.03.01/160/I/2010 tentang Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014.
26. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 021/MENKES/SK/I/2011 Tentang Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014.
27. Permenkes No 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan tata kerja Kementerian
Kesehatan.
4
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
BAB II
SITUASI EPIDEMIOLOGI
INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
A. GAMBARAN MORBIDITAS DAN MORTALITAS
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering terjadi
pada anak. Insidens menurut kelompok umur Balita diperkirakan 0,29 episode
per anak/tahun di negara berkembang dan 0,05 episode per anak/tahun di negara
maju. Ini menunjukkan bahwa terdapat 156 juta episode baru di dunia per tahun
dimana 151 juta episode (96,7%) terjadi di negara berkembang. Kasus terbanyak terjadi
di India (43 juta), China (21 juta) dan Pakistan (10 juta) dan Bangladesh, Indonesia,
Nigeria masing-masing 6 juta episode. Dari semua kasus yang terjadi di masyarakat,
7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. Episode batuk-pilek pada
Balita di Indonesia diperkirakan 2-3 kali per tahun (Rudan et al Bulletin WHO 2008).
ISPA merupakan salah satu penyakit utama dengan kunjungan pasien di Puskesmas
sebesar 40%-60% dan kunjungan rumah sakit sebesar 15%-30%.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, proporsi kematian
Balita akibat pneumonia menempati urutan kedua yaitu 15,5% setelah diare (25,2%).
Dengan demikian, penurunan kematian balita hanya dapat dicapai melalui upaya
intensifikasi penurunan kejadian pneumonia.
Gambar 2.1
Proporsi Kematian Balita akibat Pneumonia (Riskesdas 2007)
5
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
Menurut Riskesdas, prevalensi ISPA di Indonesia pada 2013 adalah 25,0%. Angka
ini tidak jauh berbeda dengan hasil Riskesdas 2007 yaitu 25,5%. Prevalensi yang
dihitung adalah period prevalence ISPA yang dihitung dalam kurun waktu 1 bulan
terakhir. Pada 2013, lima provinsi dengan prevalensi ISPA tertinggi adalah Nusa
Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%)
dan Jawa Timur (28,3%).
Gambar 2.2
Prevalensi ISPA menurut provinsi (2007 & 2013)
50,0
40,0
30,0
20,0
10,0
0,0
Jambi
Riau
Malut
Lampung
Kalbar
Kep. Riau
Sumut
Sumsel
Bengkulu
Sulbar
Sultra
Bali
Kaltim
Gorontalo
DIY
Babel
Sulteng
Sulut
Jabar
Sulsel
Maluku
Kalteng
Indonesia
DKI
Sumbar
Banten
Pabar
Jateng
Kalsel
Jatim
NTB
Aceh
Papua
NTT
2007 2013
Gambar 2.3
Prevalensi Pneumonia menurut provinsi (2007 & 2013)
8,0
6,0
4,0
2,0
0,0
DIY
Gorontalo
Indonesia
Jabar
Jateng
Malut
Kalteng
Sultra
NTB
Sulut
Maluku
Babel
Kalsel
DKI
Papua
Aceh
Sulsel
Sulbar
Sulteng
NTT
Lampung
Bengkulu
Riau
Sumsel
Jambi
Kaltim
Kalbar
Sumbar
Pabar
Sumut
Kep. Riau
Banten
Bali
Jatim
2007 2013
6
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
Lima provinsi yang mempunyai prevalensi pneumonia balita tertinggi adalah Nusa
Tenggara Timur (35,5%), Aceh (35,6%), Bangka Belitung (34,8%), Sulawesi Barat
(34,8‰) dan Kalimantan Tengah (32,7%).
Gambar 2.4
Prevalensi Pneumonia per 1000 balita menurut kelompok umur (2013)
25
21,7 21
20 18,2 17,9
15 13,6
10
0
0-11 bulan 12-23 bulan 24-35 bulan 36-47 bulan 48-59 bulan
Gambar 2.5
Prevalensi Pneumonia per 1000 balita menurut Tingkat Ekonomi (2013)
30 27,4
25 22,5
20 17,5
16
15 12,4
10
0
Terbawah Menengah Menengah Menengah Atas Teratas
Bawah
Pada gambar 2.4 dan 2.5 didapatkan bahwa prevalensi pneumonia tertinggi
terdapat pada kelompok umur 12-23 bulan (21,7%) , dan pneumonia lebih banyak
dialami oleh kelompok penduduk dengan status ekonomi terendah (27,4%), yang
digambarkan melalui indeks kepemilikan.
7
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 melaporkan hal
yang berbeda. Dilaporkan sekitar 5% balita mengalami gejala-gejala ISPA berdasarkan
informasi yang disampaikan ibu balita, dan 75% diantaranya dibawa ke fasilitas
pelayanan kesehatan. Tidak ada perbedaan prevalensi ISPA pada balita diantara
kelompok pendidikan ibu, tingkat ekonomi, status merokok orang tua, serta jenis
kelamin. Hanya dilaporkan bahwa prevalensi ISPA terendah didapati pada kelompok
balita usia di bawah 6 bulan.
Data morbiditas dan mortalitas ISPA dan Pneumonia yang dapat menggambarkan
besaran masalah secara nasional masih terbatas. Data nasional berbasis masyarakat
yang tersedia bersumber dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Survey
Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI) yang menggunakan metode recall,
didasarkan pada pertanyaan atas gejala-gejala penyakit kepada responden saat
penelitian. Sebagian kalangan menilai metode seperti ini menghasilkan data yang
bias. Oleh karena itu ada upaya yang dilakukan untuk mengetahui besaran masalah
pneumonia, antara lain menggunakan faktor risiko penyakit. Angka yang dihasilkan
merupakan estimasi sasaran pada tingkat provinsi atau kabupaten. Data estimasi
pneumonia balita dapat dilihat pada Lampiran 1.
8
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
Kabut asap yang dihasilkan dari kebakaran hutan dan lahan mengandung material
yang dapat berdampak negative bagi kesehatan. Dampak tersebut bisa berupa iritasi
mata, iritasi kulit, iritasi dan peradangan saluran pernapasan yang bisa berlanjut menjadi
infeksi saluran pernapasan, dan lain-lain. Jika kita mengerti cara melindungi diri dan
melakukannya dengan baik, maka dampak negatif tersebut dapat dikurangi. Semua
orang berisiko terkena dampak kabut asap dan harus melakukan upaya pencegahan.
Bayi, Balita, ibu hamil, orang lanjut usia, orang dengan penyakit kronis seperti penyakit
paru kronik, jantung, asma mempunyai risiko lebih besar terkena
sehingga harus lebih berhati-hati.
Pada saat kejadian kebakaran hutan subdit ISPA melakukan surveilans kasus ISPA
untuk melihat kecenderungan kasus akibat asap.
9
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
100.00
80.00
63.45
60.00
40.00
29.47
23.98 23.42 24.79
20.00
0.00
2011 2012 2013 2014 2015
CAKUPAN TARGET
Pada akhir tahun 2015 Subdit ISPA bersama Litbangkes dan FKM UI membuat
modifikasi baru terkait estimasi pneumonia Balita sehingga ditetapkan bahwa estimasi
setiap daerah berbeda sesuai dengan faktor resiko masing-masing daerah. Angka
tersebut diharapkan dapat mendekati gambaran kondisi penemuan kasus pneumonia
Balita didaerah tersebut
Kasus flu burung (FB) pada manusia di Indonesia pertama kali ditemukan pada
Juni 2005. Kasus FB pada manusia kumulatif sudah tersebar di 15 propinsi (Sumut,
Sumsel, Sumbar, Lampung, Riau, Banten, DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim, Yogya-
karta, Sulsel, NTB, Bengkulu dan Bali) dan 58 kabupaten/kota. Klaster terbesar
ditemukan di Kabupaten Karo, Sumut dimana 6 orang meninggal dari 7 kasus positif
(confirmed). Pada tahun 2011, kasus FB masih ditemukan di 4 provinsi yaitu DKI
Jakarta, Jabar, DI Yogyakarta dan Bali. Di Indonesia kasus masih menular dari hewan
ke manusia, belum ada bukti penularan antar manusia yang efisien. Indonesia adalah
yang terbanyak kasus FB di dunia dengan kematian 167 orang dari 199 kasus positif
(CFR 83,9%) dan 17 klaster (Oktober 2016).
10
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
Subdit ISPA bekerjasama dengan Lintas program dan lintas sektor telah melak-
sanakan simulasi penanggulangan episenter pandemi influenza di Bali (April 2008)
dan Makassar (April 2009), Table¬top Exercise di 6 provinsi (Jawa barat, Sumatera
Utara, Jambi, Bengkulu, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah), penyusunan rencana
kontijensi penanggulangan episenter di 11 propinsi (Sumatera Utara, Sumatera Selatan,
Sumatera Barat, Lampung, Riau, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur dan Sulawesi Selatan) dan 80 kabupaten/kota, penyusunan pedoman dan
modul, sosialisasi H1N1 ke 33 provinsi dengan melibatkan lintas program dan lintas
sektor.
11
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
Bila kondisi ini terus terjadi, maka hal ini dapat menjadi penghambat upaya
pemerintah dan masyarakat dalam percepatan penurunan angka kematian balita. Hal
ini mengindikasikan bahwa upaya-upaya intensifikasi penemuan kasus perlu dilakukan
dan upaya inovatif perlu terus dikembangkan.
Saat ini telah dikembangkan rumah singgah yang ditujukan guna melindungi penduduk
yang berisiko terserang penyakit karena asap, seperti bayi, ibu hamil, lanjut usia,
anak-anak, dan penderita penyakit kronis. Namun demikian, rumah singgah belum
diupayakan standarisasi tentang luasnya, tata-laksana penanganan kasus ISPA, dan
ketersediaan logistik yang diperlukan di rumah tersebut.
12
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
Melihat kejadian pandemi pada beberapa tahun terakhir, semua negara di dunia
tetap mewaspadai kemungkinan tersebut dengan strategi yang disesuaikan dengan
situasi negara masing-masing. Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya-
upaya penguatan kesiapsiagaan dan respon (core capacity) untuk mengantisipasi
terjadinya pandemi. Upaya-upaya telah dilakukan melalui penyusunan rencana kontijensi,
table top exercise dan simulasi lapangan. Namun demikian, skala yang dilakukan
dinilai masih terlalu kecil, belum banyak kabupaten/kota yang menyelenggarakan hal
tersebut. Di samping itu, rencana kontijensi belum mengindikasikan kegiatan yang
terstruktur dan terkoordinasi. Oleh karena itu masih perlu dilakukan penguatan kapasitas
dan mekanisme kerja secara lintas program maupun lintas sektor.
13
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
BAB III
TUJUAN DAN STRATEGI PROGRAM
A. TUJUAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN ISPA
Pencegahan dan pengendalian ISPA merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari program pembangunan kesehatan yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas
hidup manusia, sehingga setiap individu menjadi produktif, berdayasaing dan
bermanfaat bagi pembangunan nasional. Dengan demikian, tujuan pencegahan dan
pengendalian ISPA ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan (morbiditas), angka
kematian (mortalitas) dan disabilitas serta mengurangi beban ekonomi akibat ISPA
dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan kesehatan dan pembangunan nasional.
Tabel 3.1. Indikator dan Target Pencegahan dan Pengendalian ISPA 2015-2019
Base- Target
No Indikator
line 2016 2017 2018 2019
RPJMN:
Persentase
1 14,8 30 40 50 60
kabupaten /kota dengan cakupan penemuan
(2015)
pneumonia balita minimal 80%
Renstra Kemenkes:
Persentase kabupaten / kota yang 50%
2 puskesmasnya melaksanakan tata-laksana 14,8 30 40 50 60
pneumonia balita sesuai standar (2015)
15
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
Strategi yang dikembangkan dalam pencegahan dan pengendalian ISPA, terdiri dari
5 pilar yang meliputi:
1. Penemuan dan tata laksana kasus pneumonia balita;
2. Kesiapsiagaan dan respon terhadap pandemi influenza;
3. Pengendalian faktor risiko, dan
4. Penguatan sistem informasi dan kajian, serta
5. Penguatan manajemen program
Sumber: Adopsi dari Global Action Plan for Prevention and Control of Pneumonia, 20091)
16
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
Kasus pneumonia balita yang ditemukan segera ditindak lanjuti dengan tatalaksana
kasus yang efektif, melalui upaya-upaya sebagai berikut:
17
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
• Umur < 2 bulan klasifikasinya bila tidak ada TTDK dan Napas Cepat hanya
Batuk Bukan Pneumonia saja. Untuk tindakan rujuk segera pada anak < 2 bulan
bila ada tanda bahaya di masuk katagori penyakit sangat berbahaya
• Umur 2 bulan sampai 59 bulan klasifikasi ada tiga pembagian yaitu Pneumonia
Berat, Pneumonia dan batuk Bukan Pneumonia. Bila ada indikasi salah satu
tanda bahaya masukan ke pada katagori penyakit sangat berat
2. Tatalaksana penderita batuk dan atau kesukaran bernapas umur < 2 Bulan
Anak umur < 2 bulan yang mempunyai salah satu tanda bahaya diatas, dikelompokan
pada PENYAKIT SANGAT BERAT dan perlu tindakan segera rujuk → untuk tindakan
rujukan harus ditentukan diagnosa terlebih dahulu oleh dokter.
Bila anak umur < 2 bulan tidak ditemukan tanda bahaya maka anak masuk klasifikasi
ISPA : BATUK BUKAN PNEUMONIA.
18
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
3. Tatalaksana Anak Batuk dan atau Kesukaran Bernapas Umur 2 Bulan - 59 bulan
TANDA BAHAYA UMUR 2 BULAN – 59 BULAN
- Rujuk segera ke
pereda batuk yang
aman - Apabila wheezing
RS - Apabila batuk > 14
-
berulang rujuk
- Obati wheezing
-
hari rujuk Nasihati kapan
kembali segera
-
bila ada Apabila wheezing
berulang rujuk Kunjungan ulang
- Nasihati kapan
kembali segera
dalam 5 hari bila
tidak ada perbaikan
- Kunjungan ulang
dalam 2 hari Obati
- Obati wheezing bila
ada
wheezing bila ada
19
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
Perkiraan kasus pneumonia balita suatu wilayah didasarkan pada angka insidens Pneumonia
Balita dan jumlah Balita.
Angka insidens pneumonia (perkiraan) menggunakan angka estimasi insidens pada provinsi
terkait sebagaimana tercantum pada lampiran 1. Misal estimasi angka insidens di Kabupaten
Donggala Provinsi Sulawesi Tengah adalah 5,19%
Jumlah Balita menurut kabupaten dan provinsi se Indonesia telah dihitung perkiraannya dan
ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 02.02/Menkes/117/2015 tentang
Data Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan 2015-2019.
1.
Contoh:
2.
Contoh:
20
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
21
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
Kejadian KKMMD dapat terjadi secara importasi yaitu sumber kedaruratan berasal
dari luar wilayah dan secara episenter yaitu sumber kedaruratan berasal dari wilayah
kerja. Kedua kondisi tersebut dapat timbul dalam situasi yang tidak dapat diprediksi
sehingga kemampuan pemerintah dan para pemangku kepentingan dalam
mencegah (to prevent), mendeteksi dini (to detect), menangani kasus sedini mungkin
(to response) akan mempengaruhi sejauh mana besaran kejadian kedaruratan dan
penanganan pasca kejadian tersebut.
Indonesia juga merupakan negara rawan bencana seperti banjir, gempa, gunung
meletus, tsunami, dll. Kondisi bencana tersebut menyebabkan kondisi lingkungan
menjadi buruk, sarana dan prasarana umum dan kesehatan terbatas. Penularan
kasus ISPA akan lebih cepat apabila terjadi pengumpulan massa (penampungan
pengungsi). Pada situasi bencana jumlah kasus ISPA sangat besar dan menduduki
peringkat teratas.
22
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
ISPA merupakan salah satu penyebab kematian utama. Di samping itu, dalam
golongan penyakit ini kerap terjadi kejadian yang berpotensi menjadi perhatian dunia
atau Public Health Emergency International Concern (PHEIC) ataupun kejadian yang
dinilai sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat (KKMMD) yang dapat memberikan
ancaman besar terhadap masyarakat. Oleh karena itu, surveilans mutlak diperlukan
untuk menjamin dilaksanakannya pengamatan dan pemantauan terhadap perkem-
bangan kasus kejadian ISPA. Surveilans yang dilakukan dapat berbasis laboratorium
maupun berbasis epidemiologi. Surveilans akan bermanfaat dalam pengembangan
program pengedalian penyakit saluran pernapasan termasuk influenza.
23
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
BAB IV
KEGIATAN POKOK
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN ISPA
Strategi pencegahan dan pengendalian ISPA sebagaimana diuraikan pada bab
terdahulu, diimplementasikan melalui kegiatan atau aksi strategis untuk mencapai
target-target yang ditetapkan pada dokumen: (i) Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 bidang Kesehatan, (ii) Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan, dan (iii) Rencana Program Pencegahan dan Pengendalian
ISPA 2015-2019. Kegiatan pokok yang diidenfikasi pada 5 pilar strategi – sebagaima-
na diuraikan pada bab sebelumnya - merupakan kegiatan-kegiatan lanjutan dan
kegiatan adopsi dari pengembangan baru program yang dinilai dapat memberi kon-
tribusi dalam pencapaian tujuan program.
Indikator:
1. Cakupan penemuan kasus pneumonia balita :
Cara perhitungan : Jumlah Balita batuk dan atau sesak napas yang dihitung napas atau ada TDDK
x 100%
Jumlah kunjungan Balita Batuk dan atau sesak napas
25
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
Kegiatan Pokok:
1. Kegiatan penemuan penderita secara aktif dan pasif.
2. Sosialisasi Care seeking di masyarakat.
3. Sosialisasi Pendekatan Keluarga dalam program P2-ISPA melalui kunjungan rumah.
4. Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dan pengelola ISPA.
5. Review Tata-laksana kasus di fasilitas pelayanan kesehatan.
Tujuan :
Terwujudnya kesiapsiagaan dan respon pemerintah bersama masyarakat di suatu
wilayah untuk menghadapi potensi pandemi influenza.
Indikator :
1. Jumlah provinsi yang mempunyai Rencana Kontinjensi Penanggulangan Episenter
Pandemi Influenza.
Kegiatan:
1. Penyusunan revisi Pedoman Kesiapsiagaan dan Respon terhadap Pandemi.
2. Penyusunan Renkon, Table Top Exercise, simulasi lapangan di propinsi.
3. Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan untuk menyusun Rencana Kontijensi;
4. Review upaya-upaya pengembangan kesiapsiagaan pandemi influenza.
5. Koordinasi dan integrasi lintas program dan lintas sektor dalam upaya-upaya
kesiapsiagaan dan respons terhadap pandemi influenza.
Indikator :
1. Tersedianya pedoman pelaksanaan rumah singgah pada wilayah kabut asap.
2. Jumlah penduduk yang memanfaatkan rumah singgah pada wilayah kabut asap.
26
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
Kegiatan:
1. Penanganan kelompok rentan ISPA pada tempat yang dikembangkan menjadi
rumah singgah pada wilayah kabut asap.
2. Penyusunan pedoman tatalaksana penanganan ISPA di rumah singgah, termasuk
standarisasi rumah singgah dan ketersediaan alat air purifier.
3. Penyediaan logistik rumah singgah, termasuk air purifier.
4. Pertemuan koordinasi LP/LS dalam penanganan ISPA pada wilayah kabut asap.
5. Pertemuan koordinasi LP/LS dalam penanganan faktor-faktor risiko ISPA.
Tujuan :
1. Tersedianya data akurat melalui penguatan Sistem Pencatatan dan Pelaporan
2. Terlaksananya surveilans untuk ISPA & faktor risikonya sebagai bagian dari penguatan
Sistem Informasi P2-ISPA
3. Monitoring dan evaluasi implementasi kegiatan pencegahan dan pengendalian
ISPA
4. Pengembangan Riset untuk mendukung kebijakan pencegahan dan pengendalian
ISPA
Indikator :
1. Jumlah kabupaten yang menyampaikan laporan rutin yang akurat, lengkap, tepat
waktu dan berkesinambungan.
2. Jumlah kabupaten yang menyampaikan laporan sentinel surveilan yang akurat,
lengkap, tepat waktu dan berkesinambungan.
3. Jumlah provinsi yang melakukan kajian/riset dalam pencegahan dan pengendalian
ISPA.
Kegiatan:
1. Laporan rutin kegiatan pencegahan dan pengendalian ISPA secara periodik
2. Pelaksanaan surveilans ISPA
3. Peningkatan kapasitas untuk pencatatan dan pelaporan kegiatan P2 ISPA
4. Pelaksanaan kajian terkait faktor risiko ISPA, pencegahan dan pengendalian ISPA
5. Sentinel surveilans pneumonia di Puskesmas dan RS sentinel
6. Pembinaan/monitoring kegiatan
27
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
Tujuan :
1. Terlaksananya perencanaan program P2 ISPA di setiap tingkatan administrasi
2. Terlaksananya penguatan kapasitas manajemen dan teknis bagi tenaga kesehatan
pengelola P2 ISPA
3. Tersedianya dokumen anggaran yang mempunyai konektivitas antara pusat dan
daerah, dan dengan Renstra Kemenkes dan Rencana Program P2 ISPA
4. Terlaksananya pemantauan dan evaluasi program secara periodik
5. Terlaksananya pembinaan dan supervisi efektif secara berjenjang
Indikator :
1. Sumber Daya Manusia
Proporsi Puskesmas dengan tenaga terlatih dalam manajemen dan teknis pengen-
dalian ISPA.
2. Logistik
Proporsi Puskesmas yang memiliki alat bantu hitung napas atau Sound Timer dan
Oksigen Konsentrator
3. Obat-obatan
Ketersediaan antibiotik, antiviral (oseltamivir) dan obat-obat penunjang (penurun
panas, dll)
Kegiatan:
1. Peningkatan kapasitas manajemen pengelola ISPA di kabupaten
2. Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan puskesmas dan rumah sakit dalam
manajemen dan teknis pencegahan dan pengendalian ISPA
3. Penyusunan dokumen perencanaan dan dokumen anggaran sesuai dengan
pedoman dan ketentuan yang berlaku.
4. Penyediaan logistik dan obat-obatan sesuai dengan kewenangan
5. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan Pencegahan dan Pengendalian ISPA
6. Pembinaan dan supervisi terpadu yang efektif.
28
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
BAB V
MONITORING DAN EVALUASI
Monitoring atau pemantauan diproses pelaksanaan program dan kegiatan pencegahan
dan pengendalian ISPA diselenggarakan untuk mencatat perkembangan pelaksanaan
kebijakan secara terus menerus, mengidentifikasi masalah dan penyimpangan yang
muncul. Pemantauan diperlukan untuk menjamin proses pelaksanaan sudah sesuai
dengan strategi yang ditetapkan, dan apabila terdapat ketidaksesuaian maka tindakan
korektif dapat dilakukan dengan segera. Monitoring perlu dilaksanakan secara berkala
yaitu mingguan, bulanan, sesuai dengan kebutuhan.
Data melalui proses pencatatan dan pelaporan dilengkapi dengan data bersumber
dari kajian dari hasil survei atau penelitian terkait ISPA. Analisis data yang dilakukan
akan menjadi bahan pengukuran kinerja, perencanaan, dan pengembangan strategi
pelaksanaan program P2 ISPA di setiap tingkatan administrasi. Analisis data juga akan
dijadikan bahan pembinaan teknis dan manajemen secara berjenjang.
2. Pelaporan surveilans sentinel ISPA untuk semua golongan umur didapatkan dari
lokasi sentinel setiap bulan.
29
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
Format pencatatan dan pelaporan dapat dilihat pada lampiran 2. Mekanisme yang
ditetapkan dalam pencatatatan dan pelaporan meliputi:
- Semua balita yang berkunjung ke Puskesmas dengan gejala batuk dan atau
kesukaran bernapas dicatat dalam register puskesmas,
- Dari hasil hitung napas dan dilihat ada tidaknya TDDK kemudian di klasifikasikan
(pneumonia, pneumonia berat, dan batuk bukan pneumonia) atau didiagnosis
berdasarkan manifestasi klinis, hasil perhitungan napas dan ada tidaknya TDDK
serta klasifikasi/diagnosis dicatat dalam status penderita, yang kemudian di
pindahkan/dicatat kembali dalam register harian ISPA atau register puskesmas.
Umpan balik meliputi capaian indikator unit pealpor, kelengkapan dan ketepatan laporan.
30
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
Dari hasil pencatatan dan pelaporan dapat dilakukan perhitungan indikator sebagai
berikut :
1. Indikator proses
Persentase Kab/Kota yang 50% Puskesmasnya melakukan Tatalaksana Standar
Pneumonia adalah jumlah kabupaten/ kota yang sebagian (50%) puskesmasnya
telah melaksanakan tatalaksana standar minimal 60% dari seluruh kunjungan
balita batuk atau kesukaran bernapas.
Untuk menghitung indikator tersebut dilakukan dalam 3 tahap :
a. Di Puskesmas : Cara menghitung prosentase yang diberikan tatalaksana standar
yaitu jumlah balita batuk dan atau kesukaran bernapas yang dihitung napas
atau dilihat TDDK dibagi seluruh kunjungan balita dengan keluhan batuk dan
atau kesukaran bernapas.
2. Indikator Output
Cakupan Penemuan Pneumonia Balita adalah jumlah kasus pneumonia balita
yang ditemukan pada tempat dan kurun waktu tertentu dibagi dengan jumlah
perkiraan kasus pada tempat dan kurun waktu tertentu
a. Cakupan Penemuan Pneumonia Balita dalam kurun waktu 1 bulan.
Perhitungan cakupan bulanan ini digunakan untuk membuat PWS (Pemantauan
Wilayah Setempat) sehingga dapat ditentukan rencana tindak lanjut guna
mempertahankan atau meningkatkan cakupan bulan berikutnya.
31
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
- Pelaksanaan SIBI merupakan kolaborasi antara Balitbangkes dan Ditjen P2P yang
mempunyai lokasi kegiatan di 2 RS Provinsi dan 4 RS Kabupaten pada 6 Provinsi.
Disadari bahwa data dari hasil surveilans merupakan hasil pada wilayah sentinel
dan belum mewakili Indonesia
- Keterangan rinci dari pencatatan dan pelaporan ini dapat dilihat pada “Petunjuk
Teknis Sistem Surveilans ISPA Berat Indonesia (SIBI) tahun 2013”
32
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
- Keterangan rinci dari pencatatan dan pelaporan ini dapat dilihat pada “Buku
Pegangan Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi dan Virologi Influenza Like Illness
(ILI) di Puksesmas tahun 2015”.
33
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
BAB VI
PERAN JAJARAN KESEHATAN, PEMANGKU KEPENTINGAN
DAN MASYARAKAT DALAM PENGENDALIAN ISPA
Pengendalian ISPA Tidak dapat dilaksanakan hanya dari jajaran kesehatan saja namun
harus didukung pemangku kepentingan dan masyarakat agar dapat mencapai tujuan.
Dukungan tersebut diperlukan dalam berbagai kegiatan pengendalian ISPA baik saran,
prasarana, sumber daya manusia dan dana sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
masing-masing.
6.1
35
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
36
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
37
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
38
PEDOMAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT
DAFTAR PUSTAKA
39
LAMPIRAN
41
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
43
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
44
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
Lampiran 3 Form Puskesmas
45
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
Lampiran 4 Form Kabupaten
46
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
Lampiran 5 Form Provinsi
47
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
48
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
JUMLAH KASUS
PERSEN (%) KASUS
49
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
50
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
51
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
52
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
53
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
54
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
55
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
56
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
57
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
58
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
59
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
60
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
61
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
62
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
KONTRIBUTOR
65