Anda di halaman 1dari 79

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN INFARK MIOKARD AKUT

(IMA) DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN AMAN DAN NYAMAN

PROPOSAL
KARYA TULIS ILMIAH

DISUSUN OLEH :

ISTANTIA PUTRI WERDANI


NIM. P17079

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2020
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN INFARK MIOKARD AKUT
(IMA) DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN AMAN DAN NYAMAN

Proposal Karya Tulis Ilmiah


Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma 3 Keperawatan

DISUSUN OLEH :

ISTANTIA PUTRI WERDANI


NIM. P17079

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA

1
2020SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Istantia Putri Werdani

NIM : P17079

Program Studi : D3 Keperawatan

Judul Karya Tulis Ilmiah :Asuhan Keperawatan Pasien Infark Miokard

Akut (AMI) dalam Kebutuhan Aman dan

Nyaman

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa proposal yang saya tulis ini

benar- benar hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau

pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa proposal ini adalah

hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut

sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku.

Surakarta, Januari 2020

Yang Membuat Pernyataan

1
Istantia Putri Werdani

NIM. P17079

MOTTO

“Sebuah tindakan adalah dasar dari sebuah keberhasilan,

maka lakukan yang terbaik disertai doa”

2
LEMBAR PERSETUJUAN

PROPOSAL
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN INFARK MIOKARD AKUT (IMA)
DALAM KEBUTUHAN AMAN DAN NYAMAN

Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar


Ahli Madya Keperawatan (Amd. Kep.)

Oleh :
ISTANTIA PUTRI WERDANI
NIM. P17079

Surakarta, Februari 2020

Menyetujui,
Pembimbing

Mutiara Dewi Listiyanawati, S.Kep., M.Si.Med.

1
NIK. 201889190KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat

rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya tulis Ilmiah

dengan judul “Asuhan Keperawatan Pasien Infark Miokard Akut (IMA) dalam

Pemenuhan Aman dan Nyaman.”

Dalam penyusunan proposal ini penulis banyak mendapat bimbingan dan

dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang

terhormat :

1. Allah SWT atas berkat kenikmatan yang diberikan saya dapat

menyelesaikan karya tulis ilmiah ini

2. Nabi Muhammad SAW selaku suri tauladan dan menjadi tolak ukur saya

dalam berkehidupan

3. Setiyawan, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku Ketua STIKes yang telah

memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma

Husada Surakarta
4. Erlina Windyastuti, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku Ketua Program Studi D3

Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu

di STIKes Kusuma Husada Surakarta


5. Mellia Silvy I, S.Kep., Ns., MPH., selaku Sekretaris Program Studi D3

Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu

di STIKes Kusuma Husada Surakarta

1
6. Mutiara Dewi Listiyanawati, S.Kep., M.Si.Med., selaku dosen

pembimbing sekaligus sebagai penguji yang telah membimbing dengan baik,

memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan

serta memfasilitasi demi sempurna proposal ini.


7. Setiyawan, S.Kep.,Ns.,M.Kep., selaku dosen penguji yang telah

membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,

perasaan nyaman dalam bimbingan, serta memfasilitasi demi sempurnanya

studi kasus ini


8. Semua dosen Program Studi D3 Keperawatan STIKes Kusuma Husada

Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya

serta ilmu yang bermanfaat


9. Kedua orang tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan

semangat untuk menyelesaikan pendidikan


10. Teman-teman mahasiswa Program Studi D3 Keperawatan STIKes

Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan

satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual

Semoga proposal ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan

dan kesehatan. Amin.

Surakarta, Februari 2020

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN......................................................ii
HALAMAN MOTTO.........................................................................................iii

2
LEMBAR PERSETUJUAN...............................................................................iv
LEMBAR PENETAPAN DEWAN PENGUJI .................................................v
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................vi
KATA PENGANTAR........................................................................................vii
DAFTAR ISI........................................................................................................ix
DAFTAR TABELxi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................xii
DAFTAR DIAGRAM ......................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1.................................................................................Latar Belakang1
1.2............................................................................Rumusan Masalah4
1.3..............................................................................Tujuan Penulisan4
1.4............................................................................Manfaat Penulisan5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1..................................................................................Tinjauan Teori
...........................................................................................................10
2.1.1. Konsep IMA............................................................................10
2.1.2. Asuhan Keperawatan Pasien IMA..........................................19
2.1.3 Konsep nyeri dalam kebutuhan aman dan nyaman..................26
2.1.4. Konsep Oksigenasi..................................................................33
2.2.................................................................................Kerangka Teori
...........................................................................................................42
2.3.............................................................................Kerangka Konsep
...........................................................................................................43

BAB III METODOLOGI STUDI KASUS


3.1 Rancangan Studi Kasus.....................................................................44
3.2 Subjek Studi Kasus............................................................................44
3.3 Fokus Studi Kasus..............................................................................45
3.4 Definisi Operasional..........................................................................45
3.5 Tempat dan Waktu..............................................................................46
3.6 Pengumpulan Data.............................................................................47
3.7 Penyajian Data...................................................................................48
3.8 Etika Studi Kasus...............................................................................48

3
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

4
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Kerangka Teori .......................................................................... 45


Gambar 2.2. Kerangka Konsep ..................................................................... 46

5
6
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jurnal Utama

Lampiran 2. Lembar Informed Consent

Lampiran 3. Standar Operational Prosedur (SOP)

Lampiran 4. Lembar Observasi

Lampiran 5. Asuhan Keperawatan

Lampiran 6. Format Pendelegasian Pasien

Lampiran 7. Daftar Riwayat Hidup

7
Lampiran 8. Lembar KonsultasiBAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit jantung merupakan penyakit utama penyebab kematian di dunia

salah satunya Infark Miokard Akut (IMA) (Pratiwi, 2012). IMA adalah

nekrosis miokard akibat ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan

oksigen otot jantung. Penyebab IMA yang paling banyak adalah trombosis

sehubungan dengan plak ateroma yang pecah dan ruptur (Prasetyo, 2014).
Data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012 sebesar

17,5 juta (31%) orang meninggal dikarenakan penyakit kardiovaskuler dan

penyebab kedua terbesar adalah IMA (WHO, 2012). Di ASEAN salah satu

negaranya yakni Indonesia menduduki peringkat kedua dengan jumlah 371

ribu jiwa (WHO, 2014).


Sebanyak 478 ribu pasien di Indonesia terdiagnosis penyakit jantung

koroner menurut Departemen Kesehatan pada tahun 2013. Prevalensi IMA

dengan ST-Elevasi saat ini meningkat dari 25% ke 40% (Kemenkes RI,

2013). Prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia tahun 2013 pada usia

≥ 15 tahun berdasarkan wawancara sebesar 0,5 % dan berdasarkan diagnosis

dokter atau gejala sebesar 1,5 %. Prevalensi penyakit jantung koroner

berdasarkan jenis kelamin yang didiagnosis dokter atau gejala lebih tinggi

pada perempuan yaitu 0,5% dan 1,5%, sedangkan pada laki-laki adalah 0,4%

dan 1,3%. Prevalensi IMA tertinggi berada di Nusa Tenggara Timur (4,4%)

diikuti Sulawesi Tengah (3,8%), sedangkan di Jawa Tengah mencapai 0,5 %

1
2

berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter dan 1,4% diagnosis dokter atau

gejala (Riskesdas, 2013).


IMA sangat mengkhawatirkan karena sering berupa serangan mendadak

dan tanpa ada keluhan sebelumnya (Farissa, 2012). IMA menyebabkan

ancaman hidup yang berbahaya karena timbulnya nyeri dada umum,

kolaps dan kematian yang mendadak. Kemungkinan kematian akibat

komplikasi selalu disertai IMA. Tujuan kolaborasi utama antara lain

pencegahan komplikasi yang mengancam jiwa atau paling tidak mengenali

gejalanya (Joyce, 2014). Tindakan perawatan kesehatan pengurangan nyeri

dada seperti pemberian terapi oksigenasi diharapkan dapat mencegah

terjadinya komplikasi lebih buruk (Kartika, 2013).


Nyeri yang timbul merupakan tanda yang muncul saat adanya infark

yang disebabkan oleh iskemia yang berlangsung selama kurang lebih 30-

45 menit. Iskemia terjadi akibat kebutuhan oksigen yang melebihi

kapasitas suplai oksigen di pembuluh darah sehingga menyebabkan

gangguan karena adanya trombosis (plak ateroma) pada arteri koroner. Plak

dapat menyebabkan penyempitan arteri koroner sehingga bisa terjadi iskemia

miokard. Nyeri timbul saat manifestasi hemodinamika tiak stabil yaitu

peningkatan ringan tekanan darah dan denyut jantung. IMA dapat

menyebabkan disritmia, gagal jantung kongestif dan syok kardiogenik,

tromboemboli, perikarditis, ruptur miokardium, dan aneurisma ventrikel

(Price&Wilson, 2016).
Nyeri akut merupakan permasalahan utama pada pasien IMA. Nyeri

merupakan suatu rasa sensorik tidak nyaman yang sifatnya subjektif dan

emosional yang tidak menyenangkan berhubungan dengan rusaknya


3

jaringan aktual, potensial, ataupun menggambarkan kondisi terjadinya

kerusakan. Nyeri akut merupakan nyeri yang terjadi setelah cedera akut,

penyakit atau intervensi bedah, dan dimulai sangat cepat dengan intensitas

ringan sampai berat dalam waktu yang singkat atau kurang dari 6 bulan

(Andarmoyo, 2013). Penanganan nyeri akut dapat dilakukan dengan

asuhan keperawatan seperti manajemen nyeri dan monitor tanda-tanda vital

serta terapi oksigenasi (Bulechek, 2013).


Penatalaksanaan pasien IMA dengan cara pengobatan farmakologis dan

non farmakologis. Pengobatan farmakologis dengan terapi oksigenasi, obat

trombolitik, Beta Blocker, Angiotensin Converting Enzyme (ACE),

Antikoagulan, atau Antiplatelet. Pengobatan non farmakologis yang dapat

dilakukan oleh pasien IMA yaitu aktivitas, diet, bowel training, sedasi (Idrus,

2014).
Hasil peneltian yang dilakukan Khoshnood (2018), pada 160 pasien yang

mengalami infark miokardia dengan ST-Elevasi diberikan terapi oksigenasi

dengan data dari hasil observasi dan wawancara, didapatkan hasil nilai

sesudah pemberian terapi oksigenasi dengan oxymask 10 liter per menit

merelaksasikan tubuh dan sistem saraf yang terkait dengan rasa nyeri.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan

studi kasus dengan judul “Asuhan keperawatan pada pasien Infark Miokard

Akut (IMA) dengan terapi oksigenasi dalam pemenuhan kebutuhan aman

nyaman di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Salatiga“.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan penjelasan latar belakang dapat dikemukakan rumusan

masalah “Bagaimana gambaran asuhan keperawatan pada pasien Infark


4

Miokard Akut (IMA) dengan terapi oksigenasi dalam pemenuhan kebutuhan

aman nyaman di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Salatiga?”

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien IMA

dengan terapi oksigenasi dalam pemenuhan kebutuhan aman nyaman di

IGD RSUD Salatiga


1.3.2. Tujuan Khusus
1. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien

IMA dalam pemenuhan kebutuhan aman nyaman di IGD RSUD

Salatiga
2. Penulis mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada pasien

IMA dalam pemenuhan kebutuhan aman nyaman di IGD RSUD

Salatiga
3. Penulis mampu menyusun rencana keperawatan pada pasien IMA

dalam pemenuhan kebutuhan aman nyaman di IGD RSUD Salatiga


4. Penulis mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien IMA

dalam pemenuhan kebutuhan aman nyaman di IGD RSUD Salatiga


5. Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien IMA

dalam pemenuhan kebutuhan aman nyaman di IGD RSUD Salatiga

1.4. Manfaat
1.4.1. Bagi Pasien
Membantu pasien yang mengalami penyakit infark miokard akut melalui

asuhan keperawatan dengan cara menyelesaikan masalah rasa aman

nyaman secara mandiri dengan terapi oksigenasi


1.4.2. Bagi Institusi
1. Rumah sakit
Meningkatkan mutu pemberian asuhan keperawatan pada pasien IMA

dalam mengatasi nyeri dengan terapi oksigenasi dalam pemenuhan

kebutuhan aman nyaman


5

2. Institusi pendidikan
Menambah referensi untuk intitusi pendidikan, teruatama pengetahuan

tentang tindakan asuhan keperawatan pada pasien IMA dalam

mengatasi nyeri
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teori


2.1.1. Konsep Infark Miokard Akut (IMA)
1. Definisi
Infark Miokard Akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot jantung.

Infark miokardium dapat disebabkan oleh arterosklerosis, spasme arteri

koroner atau trombosis (Stillwell, 2011 ; Prasetyo, 2014).


2. Etiologi
IMA terjadi jika suplai oksigen yang tidak sesuai dengan kebutuhan

tidak tertangani dengan baik sehingga menyebabkan kematian sel-sel

jantung tersebut (Kasron, 2012). Beberapa hal yang menimbulkan

gangguan oksigenasi tersebut diantaranya:


a. Suplai oksigen ke miokardium berkurang yang disebabkan

oleh 3 faktor:
1) Faktor pembuluh darah:
a) Aterosklerosis
Suatu keaadan yang ditandai dengan hilangnya elstisitas dari

arteri atau terjadi pengerasan arteri karena penebalan dinding

pembuluh nadi yang akan menyebabkan penyakit jantung.

b) Spasme
Gangguan muskuloskeletal (otot dan tulang) yang dapat

menimbulkan nyeri
c) Arteritis
Salah satu penyakit langka yang merupakan peradangan

dinding pembuluh darah


2) Faktor sirkulasi:
a) Hipotensi
Keadaan dimana tekanan darah dalam arteri lebih rendah

6
7

b) Stenosis aorta
Gangguan pada pembukaan katup aorta jantung yang tidak

terbuka secara penuh atau menyempit


c) Isufisiensi
Suatu kondisi saat katup jantung tidak menutup dengan benar
3) Faktor darah:
a) Anemia
Kondisi ketika darah tidak memiliki sel darah merah sehat

yang cukup
b) Hipoksemia
Rendahnya kadar oksigen dalam darah, khususnya di arteri
c) Polisitemia
Jenis kanker langka darah yang terjadi ketika sumsum tulang

menghasilkan sel darah merah dengan jumlah yang berlebihan


b. Curah jantung yang meningkat:
1) Aktivitas yang berlebihan
Apabila melakukan aktivitas atau kegiatan yang berlebihan
2) Emosi
Kedaan dimana perasaan intens yang di tunjukan pada seseorang

atau sesuatu
3) Makan yang banyak
Terpenuhi kebutuhan nutrisi dan gizi yang seimbang
4) Hipertiroidisme
Istilah medis untuk kondisi dimana kadar lipid atau lemak dalam

darah meningkat tinggi atau tidak normal.


c. Kebutuhan oksigen miokardium meningkat pada:
1) Kerusakan miokardium
Penyumbatan otot jantung atau kondisi terhentinya aliran darah

dari arteri koroner.


2) Hipertropi miokardium
Pembesaran bilik (ventrikel) kiri jantung
3) Hipertensi diastolik
Kondisi dimana Tekanan darah diastolik lebih dari rentang

normal.

Faktor predisposisi:

a. Mayor
8

1) Hiperlipidemia
Dimana kadar lipid atau lemak dalam darah meningkat tinggi atau

tidak normal
2) Hipertensi
Kekuatan aliran darah dari jantung yang mendorong dinding

pembuluh darah arteri.


3) Merokok
Suatu kebisaan menghisap rokok yang dilakukan dalam

kehidupan sehari-hari
4) Diabetes
Penyakit berlangsung lama atau kronis serta ditandai dengan

kadar gula(glukosa) darah yang tinggi atau di atas nilai normal


b. Minor
1) Usia
Satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau

makluk baik yang hidup maupun yang mati


2) Jenis kelamin
Banyak dari spesies terbagi menjadi laki-laki dan perempuan

yang di sebut jenis kelamin (seks)


3) Riwayat keluarga
Catata informasi kesehatan tentang seseorang dan kerabat

dekatnya
4) Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius,

kompetitif)
Suatu penyatuan struktur yang multidimensi
5) Stres psikologis berlebihan
Tuntutan terhadap sistem biopsikososial yang menghasilkan

ketegangan, kecemasan.
3. Menifestasi Klinis
Tidak semua serangan mulai secara tiba-tiba disertai nyeri yang

sangat parah seperti yang sering kita lihat pada tayangan televisi atau

sinema. Tanda dan gejala dari serangan jantung tiap orang tidak sama.

Banyak serangan jantung berjalan lambat sebagai nyeri ringan atau


9

perasaan tidak nyaman. Bahkan beberapa orang tanpa gejala sedikitpun

(silent heart attack). Akan tetapi pada umumnya serangan IMA ini

ditandai oleh beberapa hal berikut:


a. Nyeri dada
Mayoritas pasien IMA datang dengan keluhan nyeri dada.

Perbedaan dengan nyeri pada angina adalah nyeri pada IMA lebih

panjang yaitu minimal 30 menit, sedangkan pada angina kurang dari

itu. Di samping itu, pada angina biasanya nyeri akan hilang dengan

istirahat akan tetapi pada infark tidak. Nyeri dan rasa tertekan pada

dada tersebut bisa disertai dengan keluarnya keringat dingin atau

perasaan takut. Meskipun IMA memiliki ciri nyeri yang khas yaitu

menjalar ke lengan kiri, bahu, leher, sampai ke epigastrium, akan

tetapi pada orang tertentu nyeri yang terasa hanya sedikit. Hal

tersebut biasanya terjadi pada manula, atau penderita diabetes

melitus berkaitan dengan neuropati.


Gambaran klinis bisa bervariasi dari pasien yang datang untuk

melakukan pemeriksaan rutin, sampai pada pasien yang merasakan

nyeri di substernal yang hebat dan secara cepat berkembang menjadi

syok dan oedema pulmonal, ada pula pasien yang baru saja tampak

sehat lalu tiba-tiba meninggal. Serangan IMA biasanya akut, dengan

rasa sakit seperti angina dimana terdapat rasa penekanan yang luar

biasa pada area dada atau perasaan akan datangnya kematian. Bila

pasien sebelumnya pernah mendapat serangan angina, sesuatu yang

berbeda dari serangan angina sebelumnya sedang berlangsung.


10

b. Sesak nafas
Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak

tekanan diastolik ventrikel kiri, di samping itu perasaan cemas bisa

menimbulkan hiperventilasi. Pada infark yang tanpa gejala nyeri,

sesak nafas merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang

bermakna.
c. Gejala gastrointestinal
Peningkatan aktivitas menyebabkan mual dan muntah, dan

biasanya lebih sering pada infark inferior dan stimulasi diafragma

pada infak inferior juga bisa menyebabkan cegukan berlebih.


d. Gejala lain termasuk palpitasi, rasa pusing dari aritmia

ventrikel, dan gejala akibat emboli arteri (misalnya stroke, iskemia

ekstrimitas)
e. Bila diperiksa, pasien sering memperlihatkan wajah pucat

bagai abu, berkeringat, dan akral dingin, walaupun tanda-tanda klinis

dari syok tidak dijumpai


f. Nadi cepat, kecuali bila ada hambatan atrioventrikuler yang

komplit atau inkomplit. Dalam beberapa jam, kondisi klinis pasien

mulai membaik, tetapi demam sering berkembang. Suhu meninggi

untuk beberapa hari, sampai 102 derajat fahrenheid atau lebih tinggi,

dan kemudian perlahan-lahan turun kembali normal pada akhir dari

minggu pertama
4. Patofisiologi
IMA terjadi ketika iskemia yang terjadi berlangsung cukup lama

yaitu lebih dari 30-45 menit, sehingga menyebabkan kerusakan seluler

yang irreversibel. Bagian jantung yang terkena infark akan berhenti


11

berkontraksi selamanya. Iskemia yang terjadi paling banyak disebabkan

oleh penyakit arteri koroner/Coronary Artery Disease (CAD).


Penyakit ini terjadi karena terdapat materi lemak (plak) yang telah

terbentuk dalam beberapa tahun di dalam lumen arteri koronaria (arteri

yang mensuplai darah dan oksigen pada jantung). Plak dapat pecah

sehingga menyebabkan terbentuknya bekuan darah pada permukaan

plak. Jika bekuan menjadi cukup besar, maka bisa menghambat aliran

darah baik total maupun sebagian pada arteri koroner. Terbendungnya

aliran darah menghambat darah yang kaya oksigen mencapai bagian

otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut.


Kurangnya oksigen akan merusak otot jantung. Jika sumbatan

tidak ditangani dengan cepat, otot jantung yang rusak akan mulai mati.

Selain disebabkan oleh terbentuknya sumbatan oleh plak ternyata infark

juga bisa terjadi pada orang dengan arteri koroner normal (5%).

Diasumsikan bahwa spasme arteri koroner berperan dalam beberapa

kasus ini. Spasme yang terjadi bisa dipicu oleh beberapa hal, antara

lain: mengkonsumsi obat-obatan tertentu, stress emosional, merokok,

dan paparan suhu dingin yang ekstrim. Spasme bisa terjadi pada

pembuluh darah yang mengalami aterosklerosis, sehingga bisa

menimbulkan oklusi kritis dan menyebabkan infark jika terlambat

dalam penangananya.
Letak infark ditentukan juga oleh letak sumbatan arteri koroner

yang mensuplai darah ke jantung. Terdapat dua arteri koroner besar

yaitu arteri koroner kanan dan kiri. Kemudian arteri koroner kiri

bercabang menjadi dua yaitu desenden anterior dan arteri sirkumpleks


12

kiri. Arteri koronaria desenden anterior kiri berjalan melalui bawah

anterior dinding ke arah apeks jantung. Bagian ini menyuplai aliran dua

pertiga dari septum intraventrikel, sebagaian besar apeks, dan ventrikel

kiri anterior. Sedangkan cabang sirkumpleks kiri berjalan dari koroner

kiri kearah dinding lateral kiri dan ventrikel kiri. Daerah yang disuplai

meliputi atrium kiri, seluruh dinding posterior, dan sepertiga septum

intraventrikel posterior. Arteri koroner kanan berjalan dari aorta sisi

kanan arteri pulmonal ke arah dinding lateral kanan sampai ke posterior

jantung.
Bagian jantung yang disuplai meliputi: atrium kanan, ventrikel

kanan, nodus sinoatrial, nodus antrioventikuler, septum interventrikel

posterior superior, bagian atrium kiri, dan permukaan diafragmatik

ventrikel kiri. Berdasarkan hal di atas maka dapat diketahui jika infark

anterior kemungkinan disebabkan gangguan pada cabang desenden

anterior kiri, sedangkan infark inferior bisa disebabkan oleh lesi pada

arteri koroner kanan. Berdasarkan ketebalan dinding otot jantung yang

terkena maka infark bisa dibedakan menjadi infark transmural dan

subendokardial.
Kerusakan pada seluruh lapisan miokardium disebut infark

transmural, sedangkan jika hanya mengenai lapisan bagian dalam saja

disebut infark subendokardial. Infark miokardium akan mengurangi

fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis akan kehilangan daya

kotraksinya begitupun otot yang mengalami iskemik (di sekeliling

daerah infark). Secara fungsional infark miokardium menyebabkan


13

perubahan-perubahan sebagai berikut: daya kontraksi menurun, gerakan

dinding abnormal (daerah yang terkena infark akan menonjol keluar

saat yang lain melakukan kontraksi), perubahan daya kembang dinding

ventrikel, penurunan volume sekuncup, penurunan fraksi ejeksi.


Gangguan fungsional yang terjadi tergantung pada beberapa faktor

ukuran infark akut, jika mencapai 40% bisa menyebabkan syok

kardiogenik. Lokasi infark dinding anterior mengurangi fungsi mekanik

jantung lebih besar dibandingkan jika terjadi pada bagian inferior,

sirkulasi kolateral berkembang sebagai respon terhadap iskemik kronik

dan hiperperfusi regional untuk memperbaiki aliran darah yang menuju

miokardium. Semakin banyak sirkulasi kolateral, maka semakin besar

mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dan

perfusi perifer. Gangguan akan mulai terasa ketika mekanisme

kompensasi jantung tidak berfungsi dengan baik.


5. Komplikasi
a. Disfungsi ventrikular
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran dan

ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark.

Proses ini disebut remodelling ventricular yang sering mendahului

berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan

atau tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara

keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark,

dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang

mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering

terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.


b. Gangguan hemodinamika
14

Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama

kematian di rumah sakit pada IMA. Perluasan nekrosis iskemik

mempunyai korelasi dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas,

baik pada awal (10 hari infark) maupun sesudahnya.


c. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan

90% terjadi selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang

menjadi syok kardiogenik mempunyai penyakit arteri koroner

multivesel.
d. Infark ventrikel kanan
Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan

yang berat (distensi vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali)

dengan atau tanpa hipotensi.


e. Aritmia paska IMA
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan

sistem saraf autonom, gangguan elektrolit, iskemik, dan

perlambatan konduksi di zona iskemik miokardium. Ekstrasistol

ventrikel depolarisasi prematur sporadis terjadi pada hampir semua

pasien IMA dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta

efektif dalam mencegah aktivitas ektopik ventrikel pada pasien

IMA.
f. Takikardia dan fibrilasi ventrikel
Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya aritmia

sebelumnya dalam 24 jam pertama.

g. Fibrilasi atrium
h. Aritmia supraventrikular
i. Asistol ventrikel
j. Bradiaritmia dan Blok
k. Komplikasi Mekanik
15

Pecahnya muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, dan ruptur

dinding ventrikel.
6. Pemeriksaan penunjang
Penegakan diagnosa serangan jantung berdasarkan gejala, riwayat

kesehatan pribadi dan keluarga, serta hasil tes diagnostik.


a. Elektrokardiografi (EKG)
Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan

menghasilkan perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat

aliran listrik diarahkan menjauh dari jaringan iskemik, pada keadaan

lebih serius jaringan iskemik akan mengubah segmen menjadi ST-

Depresi. Pada infark, miokardium yang mati tidak mengkonduksi

listrik dan gagal untuk repolarisasi secara normal, mengakibatkan

ST-Elevasi. Saat nekrosis terbentuk, dengan penyembuhan cincin

iskemik di sekitar area nekrosis, gelombang Q terbentuk. Area

nekrosis adalah jaringan parut yang tidak aktif secara elektrikal,

tetapi zona nekrosis akan menggambarkan perubahan gelombang T

saat iskemik terjadi lagi. Pada awal IMA, ST-Elevasi disertai dengan

gelombang T tinggi. Selama berjam-jam atau berhari-hari

berikutnya, gelombang T membalik. Sesuai dengan umur IMA,

gelombang Q menetap dan segmen ST kembali normal.


b. Tes darah
Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga

protein-protein tertentu keluar masuk aliran darah


1) Laktat Dehidrogenisasi (LDH) terjadi pada tahap lanjut

IMA yaitu setelah 24 jam kemudian dan mencapai puncak dalam

3-6 hari. Masih dapat dideteksi sampai dengan 2 minggu,

isoenzim LDH lebih spesifik dibandingkan CPK-MB akan tetapi


16

penggunaan klinisnya masih kalah akurat dengan nilai Troponin,

terutama Troponin T. Seperti yang kita ketahui bahwa ternyata

isoenzim CPK-MB maupun LDH selain ditemukan pada otot

jantung juga bisa ditemukan pada otot skeletal.


2) Troponin T & I merupakan protein sekaligus tanda paling

spesifik cedera otot jantung, terutama Troponin T (TnT) yang

sudah terdeteksi 3-4 jam pasca kerusakan miokardium dan masih

tetap tinggi dalam serum selama 1-3 minggu. Pengukuran serial

enzim jantung dilakukan setiap selama tiga hari pertama,

peningkatan bermakna jika nilainya 2 kali batas tertinggi nilai

normal.
c. Coronary angiography
Merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung

dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk

menemukan letak sumbatan pada arteri koroner. Dokter memasukan

kateter melalui arteri pada lengan atau paha menuju jantung.

Prosedur ini dinamakan kateterisasi jantung, yang merupakan bagian

dari angiografi coroner. Zat kontras yang terlihat melalui sinar x

diinjeksikan melalui ujung kateter pada aliran darah. Zat kontras itu

memungkinkan dokter dapat mempelajari aliran darah yang

melewati pembuluh darah dan jantung. Jika ditemukan sumbatan,

tindakan lain yang dinamakan angioplasty dapat dilakukan untuk

memulihkan aliran darah pada arteri tersebut. Kadang-kadang akan

ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori) dalam arteri untuk

menjaga arteri tetap terbuka.


17

d. Pemeriksaan penunjang lain


1) Elektrolit
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan

kontraktilitas, seperti hipokalemi atau hiperkalemi


1. Sel darah putih/leukosit (10.000 – 20.000) biasanya

tampak pada hari ke-2 setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi
2) Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA, menunjukkan

inflamasi
3) Kimia
Mayoritas normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi

organ akut atau kronis

4) Oksimetri
Nadi dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru

akut atau kronis


5) Kolesterol atau trigliserida serum meningkat, menunjukkan

ateriosklerosis sebagai penyebab IMA


6) Foto dada (Rontgen)
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung, diduga

gagal jantung koroner atau aneurisma ventrikuler


7) Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup

atau dinding ventrikuler, dan konfigurasi atau fungsi katup


8) Pemeriksaan pencitraan nuklir
a) Talium: mengevaluasi aliran darah miokardium dan

status sel miokardium, seperti lokasi atau luasnya IMA


b) Technetium: terkumpul dalam sel iskemik di sekitar

area nekrosis
9) Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan

dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah)


10) Digital Subtraksion Angiography (PSA)
11) Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
18

Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau

katup ventrikel, lesi vaskuler, pembentukan plak, area nekrosis

atau infark dan bekuan darah


12) Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktivitas atau

sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan


7. Penatalaksanaan
Tujuan dari penanganan pada IMA adalah menghentikan

perkembangan serangan jantung, menurunkan beban kerja jantung

(memberikan kesempatan untuk penyembuhan), dan mencegah

komplikasi lebih lanjut. Berikut ini adalah penanganan yang dilakukan

pada pasien dengan IMA:


a. Memberikan oksigen meskipun kadar oksigen di dalam

darah normal. Persediaan oksigen yang melimpah untuk jaringan

dapat menurunkan beban kerja jantung. Oksigen diberikan 5-6 liter

per menit melalui nasal kanul


b. Memasang monitor EKG karena aritmia dapat terjadi pasca

serangan jantung
c. Pasien dalam kondisi tirah baring untuk menurunkan kerja

jantung sehingga mencegah kerusakan otot jantung lebih lanjut,

mengistirahatkan jantung berarti memberikan kesempatan kepada

sel-selnya untuk memulihkan diri


d. Pemasangan infus untuk memudahkan pemberian obat-

obatan dan nutrisi yang diperlukan. Pada awal serangan pasien tidak

diperbolehkan mendapatkan asupan nutrisi lewat mulut karena akan

meningkatkan kebutuhan tubuh terhadap oksigen, sehingga bisa

membebani jantung
19

e. Pasien yang dicurigai atau dinyatakan mengalami infark

seharusnya mendapatkan aspirin (antiplatelet) untuk mencegah

pembekuan darah, sedangkan bagi pasien yang alergi terhadap

aspirin dapat diganti dengan clopidogrel


f. Nitrogliserin dapat diberikan untuk menurunkan beban kerja

jantung dan memperbaiki aliran darah yang melalui arteri koroner.

Nitrogliserin juga dapat membedakan antara infark atau angina, pada

infark biasanya nyeri tidak hilang dengan pemberian nitrogliserin


g. Morphin merupakan anti nyeri golongan obat narkotik yaitu

analgesik opioid akan tetapi sangat mendepresi aktivitas pernafasan,

sehingga tidak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat

gangguan pernafasan. Sebagai gantinya maka digunakan petidin.


h. Pada prinsipnya jika mendapatkan korban yang dicurigai

mendapatkan serangan jantung, segera hubungi 118 untuk

mendapatkan pertolongan segera. Karena terlambat 1-2 menit saja

nyawa korban mungkin tidak terselamatkan

8. Pengobatan farmakologis
a. Obat-obatan trombolitik
Obat-obatan ini ditujukan untuk memperbaiki kembali aliran

darah pembuluh darah koroner, sehingga referfusi dapat mencegah

kerusakan miokardium lebih lanjut. Obat-obatan ini digunakan untuk

melarutkan bekuan darah yang menyumbat arteri koroner. Waktu

paling efektif pemberiannya adalah 1 jam setelah timbul gejala


20

pertama dan tidak boleh lebih dari 12 jam pasca serangan. Selain itu

tidak boleh diberikan pada pasien diatas 75 tahun. Contoh obat

trombolitik adalah streptokinase


b. Beta Blocker
Obat-obatan ini menurunkan beban kerja jantung. Bisa juga

digunakan untuk mengurangi nyeri dada atau ketidaknyamanan dan

juga mencegah serangan jantung tambahan. Beta blocker juga bisa

digunakan untuk memperbaiki aritmia. Terdapat dua jenis beta

blocker yaitu kardioselektif (metoprolol, atenolol, acebutol) dan non-

kardioselektif (propanolol, pindolol, nadolol).


c. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitors
Obat-obatan ini menurunkan tekanan darah dan mengurangi cedera

pada otot jantung. Obat ini juga dapat digunakan untuk

memperlambat kelemahan pada otot jantung, seperti captropil.

d. Obat-obatan antikoagulan
Obat ini mengencerkan darah dan mencegah pembentukan bekuan

darah pada arteri, seperti heparin dan enoksaparin.


e. Obat-obatan antiplatelet (aspirin dan clopidogrel)

2.1.2. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan suatu proses pengumpulan data secara

sistematis dari bebagai sumber guna menentukan status kesehatan

pasien saat ini. Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif terkait

dengan aspek biologis, psikologis, sosial, maupun spiritual pasien

(Asmadi, 2019).
Pengkajian pada pasien IMA menurut Judha & Rahil (2011),

adalah sebagai berikut:


a. Identitas
21

Identitas pasien meliputi: nama, jenis kelamin, alamat, umur, agama,

pendidikan, pekerjaan, status perkawinan


b. Keluhan utama
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari nyeri

dada tembus sampai belakang, gelisah sampai penurunan kesadaran,

sesak nafas, tidak selera makan (anoreksia), mual dan muntah, mulut

terasa kering, dan rasa lelah.

c. Riwayat penyakit dahulu


Kaji adanya penyakit IMA, infeksi saluran kemih, payah jantung,

penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benigna Prostatik Hyperplasia

(BPH), dan prostektomi. Kaji adanya riwayat sistem kardiovaskuler

yang berulang, penyakit diabetes melitus, dan penyakit hipertensi

pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting

untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan

adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.


d. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji ada atau tidaknya anggota keluarga yang mengalami penyakit

serupa, bagaimana pola hidup yang biasa diterapkan dalam keluarga,

ada atau tidaknya riwayat infeksi sistem perkemihan yang beulang,

penyakit hereditas, atau penyakit menular pada keluarga.


e. Riwayat kesehatan lingkungan
Kaji faktor-faktor lingkungan tempat tinggal pasien yang dapat

dilihat dalam beberapa aspek, yaitu: sumbar pengeluaran, adanya

polusi udara, pencemaran lingkungan, perubahan iklim, situasi dan

kondisi lingkungan yang meningkatkan resiko trauma.


f. Fokus pengkajian
1) B1 (Breathing)
22

Klien bernafas dengan bau urin (fetor uremik) sering didapatkan

pasa fase ini. Respons tremia didapatkan adanya pernapasan

kusmaul. Pola nafas cepat dan dalam merupakan upaya untuk

melakukan pembuangan karbondioksida yang menumpuk di

sirkulasi.
2) B2 (Blood)
Pada kondisi uremia berat, tindakan auskultasi perawat akan

menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi

pericardial, didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif,

tekanan darah meningkat, akral dingin, Capilary Refill Time

(CRT) kurang dari 3 detik, palpitasi, nyeri dada atau angina dan

sesak nafas, gangguan irama jantung, oedema penurunan perfusi

perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat hiperkalemi,

dan gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel. Pada sistem

hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai

akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal

uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah

dari saluran gastrointestinal, kecenderungan mengalami

perdarahan sekunder dari trimbositopenia.


3) B3 (Brain)
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral

seperti perubahan proses pikir dan disorientasi. Pasien sering

kejang, neuropati perifer, burning fest syndrome, restless leg

syndrome, kram otot, atau nyeri otot.


4) B4 (Bladder)
Penurunan urin output kurang dari 400ml/hari sampai anuri,

terjadi penurunan libido berat.


23

5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, diare sekunder,

bau mulut amonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran

cerna sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari

kebutuhan.
6) B6 (Bone)
Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri

kaki (memburuk saat malam hari), kulit gatal, infeksi berulang,

pruritus, demam (sepsis dan dehidrasi), ptekie, area ekimosis pada

kulit, fraktur tulang, defosit fosfat kalsium pada kulit, jaringan

lunak, dan sendi, serta keterbatasan gerak sendi.


Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum: pasien terlihat lemah, sakit berat dan

letargi
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan adanya

perubahan yaitu pada fase oliguri didapatkan suhu tubuh meningkat,

frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan dimana frekuensi

meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh, tekanan darah

terjadi perubahan dari hipertensi ringan menjadi berat


c. Dada: dispnea sampai pada oedema pulmonal, dada

berdebar-debar, terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak

simetris, terdengar suara nafas tambahan (ronkhi basah), terdapat

pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung


d. Abdomen: terjadi peningkatan nyeri, penurunan

peristaltik, turgor kulit jelek, perut buncit


e. Integumen: turgor kulit jelek, terjadi oedema, kulit

menghitam, kulit bersisik dan mengkilat akibat uremia


24

f. Ekstremitas: didapatkan kelemahan fisik, aktivitas

pasien dibantu, terjadi oedema, CRT > 2 detik


2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan keputusan klinik tentang

respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan

aktual atau potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan

pengalamannya, perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi

dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan,

membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan klien (Carpenito

cit Dian Husada, 2012).

Adapun diagnosa keperawatan yang muncul menurut Standar

Diagnosis Keperawatan Indonesia, (2017) adalah :


a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

(iskemia) dibuktikan dengan mengeuh nyeri, tampak meringis,

bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi meningkat dan sulit

tidur, tekanan darah meningkat, pola nafas berubah nafsu

makan berubah proses berfikir terganggu, menarik diri,

berfokus pada diri sendiri, diaforesis (D.0077).


b. Risiko penurunan curah jantung dibuktikan dengan

gangguan katup jantung (D.0011).


c. Risiko perfusi miokard tidak efektif dibuktikan dengan

temponade jantung (D.0014).


3. Intervensi keperawatan.
a.Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai

dengan pola nafas berubah dibuktikan dengan tampak meringis,

gelisah, frekuensi nadi meningkat dan sulit tidur (D.0077)


25

Tujuan : setelah dilakukan intervensi selama 1x8 jam tingkat nyeri

menurun (L.08063). Dengan kriteria hasil :


1) Keluhan nyeri menurun
2) Meringis menurun
3) Sikap protektif menurun
4) Gelisah menurun
5) Kesulitan tidur menurun
6) Menarik diri menurun
7) Berfokus pada diri sendiri menurun
8) Diaphoresis menurun
9) Perasaan depresi menurun
10) Perasaan takut mengalami cedera berulang menurun
11) Anoreksia menurun
12) Perineum terasa tertekan menurun
13) Uterus teraba membulat menurun
14) Ketegangan otot menurun
15) Pupil dilatasi menurun
16) Mual menurun
17) Muntah menurun
18) Frekuensi nadi membaik
19) Pola nafas membaik
20) Tertekanan darah membaik
21) Proses berfikir membaik
22) Focus membaik
23) Fungsi berkemih membaik
24) Perilaku membaik
25) Pola tidur membaik
Intervensi : Manajemen nyeri (I.08238)
Observasi :
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas

dan intensitas nyeri


2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respon nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan

nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6) Idnentifikasi pengaruh budaya terhadap nyeri
7) Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup
8) Monito keberhasilan terapi komplementer yang sudah

diberikan
9) Monitor efek samping penggunaan analgetik
26

Terapeutik :

1) Berikan teknik non farmakologi untk mengurangi nyeri


2) Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri
3) Fasilitasi istirahat tidur
4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemiihan

strategi meredakan nyeri


Edukasi :
1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa

nyeri

Kolaborasi :

1) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu


b. Risiko penurunan curah jantung ditandai dengan perubahan

irama jantung dibuktikan dengan gangguan katup jantung (D.0011)


Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x8 jam

curah jantung meningkat (L.02008). Dengan kriteria hasil :


1) Kekuatan nadi perifer meningkat
2) Ejection Fractian (EF) meningkat
3) Left ventricular stroke work index (LVSWI) meningkat
4) Stroke volume index (SVI) meningkat
5) Palpitasi menurun
6) Bradikardia menurun
7) Takikardia menurun
8) Gambaran EKG aritmia menurun
9) Lelah menurun
10) Edema menurun
11) Distensi vena jugularis menurun
12) Dyspnea menurun
13) Oliguria menurun
14) Pucat/ sianosis menurun
15) Proxysmal nocturnal dyspnea (PND) menurun
16) Ortopnea menurun
17) Babtuk menurun
18) Suara jantung S3 menurun
19) Suara jantung S4 menurun
20) Murmur jantung menurun
27

21) Berat badan menurun


22) Hepatomegai meurun
23) Pulmonary escular resistance (PVR) menurun
24) Systernic escular resistance (SVR) menurun
25) Tekanan darah membaik
26) Capillary refill time (CPT) membaik
27) Pulmonary artery wedge pressure (PAWP) membaik
28) Central venous pressure membaik
Intervensi :
Perawatan jantung (I.02075)
Observasi :
a) Identifikasi tanda/ gejala primer penurunan curah jantung

(dispnea, kelelahan, edema, ortopnea)


b) Identifikasi tanda/ gejala sekunder penurunan curah jantung

(peningkatan bb, hepatomegali, distensi vena jugularis, ronchi

basah)
c) Monitor tekanan darah
d) Monitor saturasi oksigen
e) Monitor intake input
f) Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama
g) Monitor saturasi oksigen
h) Monitor keluhan nyeri dada
i) Monitor EKG 12 sadapan
j) Monitor aritmia
k) Monitor fungsi alat pacu jantung
l) Periksa tekanan darah dan alat pacu jantung
m) Periksa tekanan darah dan tekanan nadi sebelum dan

sesudah aktivitas
n) Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan

sesudah pemberian obat

Terapeutik :

a) Posisikan pasien semi fowler/ fowler dengan posisi

nyaman
b) Gunakan terapi relaksasi.
c) Berikan diet jantung yang sesuai
d) Gunakan stocking elastis
e) Fasilotasi pasien memodifikasi gaya hidup
28

f)Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress


g) Berikan dukungan emosiona dan spiritual
h) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi

oksigen >94%

Edukasi :

a) Anjurkan beraktifitasi fisik sesuai toleransi


b) Anjurkan beraktifitas fisik secara bertahap
c) Anjurkan berhenti merokok
d) Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan

haarian
e) Ajarkan mengukur intake utput harian

Kolaborasi :

a) Rujuk ke program rehabilitasi jantung


b) Kolaboradi pemberian atiaritmia jika perlu
c.Risiko perfusi miokard tidak efektif ditandai dengan riwayat

penyakit kardiovaskuler (D.0014).

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x8 jam

perfusi miokard meningkat (L.02011). Kriteria hasil :


a) Gambaran EKG aritmatis meningkat
b) Nyeri dada meningkat
c) Diaphoresis meningkat
d) Mual meningkat
e) Muntah meningkat
f) Arteri apika membaik
g) Tekanan rata-rata membaik
h) Takikardi membaik
i) Bradikardi membaik
j) Denyut nadi radikal membaik
k) Tekanan darah membaik
l) Fraksi ejeksi membaik
m) Tekanan arteri pulmonal membaik
n) Cariac index (CI) membaik
29

Intervensi : Terapi oksigen (I.08250)


Observasi :
a) Monitor kecepatan aliran oksigen
b) Monitor posisi alat terapi oksigen
c) Monitor aliran oksigen secara periodic
d) Monitor efektifitas terapi oksigen
e) Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
f) Monitor tanda-tanda hipoventilasi
g) Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelectasis
h) Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
i) Monitor integritas mukosa hidung akibat oemasangan

oksigen

Terapeutik :

a) Pertahankan ketepatan jalan nafas


b) Bersihkan secret pada mulut hidung dan trakea
c) Pertahankan kepatenan jalan nafas
d) Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
e) Berikan oksigen tambahan
f) Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
g) Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat

mobilitas pasien
Edukasi :
a). Ajarkan penggunaan oksigen di rumah
Kolaborasi :
a) Kolaborasi penentuan dosis oksigen
b) Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan atau tidur
4. Implementasi
Implementasi atau pelaksanaan merupakan pengelolaan atau

tindakan yang dilakukan perawat sesuai dengan apa yang telah

direncanakan, dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah pemenuhan

kebutuhan aman dan nyaman pada pasien (Judha & Rahil, 2011).
5. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik

dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang ditetapkan,

dilakukan dengan cara berkesinambungan melibatkan pasien, keluarga,


30

dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat

kemampuan pasien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan

kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi,2012).


a. Subjektif: pasien mengeluh nyeri dada sebelah kiri sampai

tembus ke belakang, pasien mengeluh sesak nafas


b. Objektif: pasien tampak menahan nyeri, pasien tampak

meringis kesakitan, tekanan darah: 130/90 mmHg, Respirasi Rate

(RR): 28x/menit, Nadi: 88x/menit


c. Assesment: monitor kecepatan aliran oksigen, pertahankan

kepatenan jalan nafas, ajarkan pasien dan keluarga menggunakan

oksigen di rumah, kolaborasi penentuan dosis oksigen


d. Planning: terapi oksigenasi

2.1.3. Konsep Kebutuhan Aman Nyaman Nyeri


1. Definisi
Nyeri merupaakan kondisi berupa perasaan yang tidak

menyenangkan, bersifat sangat subjektif. Perasaan nyeri pada setiap

orang berbeda dalam hal skala ataupu tingkatannya, dan hanya orang

tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang

dialaminya. Definisi keperawatan tentang nyeri adalah apapun yang

menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang

ada kapanpun individu mengatakkannya. Nyeri sering sekali dijelaskan

dengan istilah destruktif jaringan seperti ditusuk-tusuk, panas terbakar,

atau melilit. Terlebih, setiap perasaan nyeri dengan intensitas sedang

sampai berat disertai oleh rasa cemas dan keinginan kuat untuk

melepaskan diri atau meniadakan perasaan itu. Rasa nyeri merupakan

mekanisme pertahanan tubuh, timbul bila ada jaringan rusak dan hal ini
31

akan menyebabkan individu bereaksi dengan memindahkan stimulus

nyeri (Tetty, 2015).

2. Teori nyeri
a. Teori Intensitas (The Intensity Theory)
Nyeri adalah hasil rangsangan yang berlebihan pada reseptor. Setiap

rangsangan sensori punya potensi untuk menimbulkan nyeri jika

intensitasnya cukup kuat (Saifullah, 2015).


b. Teori Kontrol Pintu (The Gate Control Theory)
Menyatakan bahwa impuls nyeri dapat diatur dan dihambat oleh

mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat, dimana

impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls

dihambat saat sebuah pertahanan ditutup (Andarmoyo, 2013).


c. Teori Pola (Pattern Theory)
Menjelaskan bahwa nyeri disebabkan oleh berbagai reseptor sensori

yang dirangsang oleh pola tertentu, dimana nyeri ini merupakan

akibat dari stimulasi reseptor yang menghasilkan pola dari

impuls saraf (Saifullah, 2015). Teori pola menjelaskan bahwa

rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal medulla

spinalis dan rangsangan aktifitas sel T. Hal ini mengakibatkan suatu

respon yang merangsang bagian yang lebih tinggi yaitu korteks

serebr dan menimbulkan persepsi, lalu otot berkontraksi sehingga

menimbulkan nyeri. Persepsi dipengaruhi oleh modalitas respon dari

reaksi sel T (Margono, 2014).


d. Endogenous Opiat Theory
Teori ini dikembangkan oleh Avron Goldstein, ia mengemukakan

bahwa terdapat subtansi seperti opiet yang terjadi secara alami di

dalam tubuh, subtansi ini disebut endorphine yang mempengaruhi

transmisi impuls yang diinterpretasikan sebagai nyeri. Endorphine


32

mempengaruhi transmisi impuls yang diinterpretasikan sebagai

nyeri. Endorphine kemungkinan bertindak sebagai neurotransmitter

maupun neuromodulator yang menghambat transmisi dari pesan

nyeri (Hidayat, 2014).


3. Jenis-jenis nyeri
Secara umum nyeri dibagi menjadi dua yaitu:
a. Nyeri akut
Nyeri akut merupakan nyeri yang berlangsung dari beberapa detik

hingga kurang dari 6 bulan biasanya dengan awitan tiba-tiba dan

umumny berkaitan denga cedera fisik. Nyeri akut mengindikasikan

bahwa kerusakan atau cidera telah terjadi. Jika kerusakan tidak

lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut biasanya

menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan. Nyeri ini

umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang

dari satu bulan. Salah satu nyeri akut yang terjadi adalah nyeri

pasca pembedahan (Meliala & Suryamiharja, 2017).


b. Nyeri kronik
Nyeri kronik merupakan nyeri konstan atau intermitten yang

menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung

di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak

dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera fisik. Nyeri kronisk

dapat tidak memiliki awitan yang ditetapkan dengan tepat dan

sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini sering tidak

memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada

penyebabnya (Strong, dkk. 2012). Nyeri kronik ini juga sering di

definisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan


33

atau lebih, meskipun enam bulan merupakan suatu periode

yang dapat berubah untuk membedakan nyeri akut dan nyeri

kronis (Potter & Perry, 2015).


Menurut Sulistyo (2013)., nyeri dapat dibedakan menjadi:
a. Nyeri perifer
Nyeri ini ada tiga macam, yaitu:
1) Nyeri superfisial, yaitu nyeri yang muncul akibat

rangsangan pada kulit dan mukosa


2) Nyeri viseral, yaitu rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi

dari reseptor nyeri di rongga abdomen, kranium dan toraks


3) Nyeri alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah lain

yang jauh dari penyebab nyeri


b. Nyeri Sentral
Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis, batang

otak, dan talamus


c. Nyeri Psikogenik
Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya, dengan kata lain

nyeri ini timbul akibat pikiran si penderita itu sendiri


4. Teori Pengukuran Skala Nyeri Visual Analog Scale (VAS)
VAS merupakan suatu garis lurus atau horizontal sepanjang 10 cm,

yang mewakili intensitas nyeri yang terus-menerus dan pendeskripsi

verbal pada setiap ujungnya.Pasien diminta untuk membuat tanda pada

garis tersebut dan nilai yang didapat ialah jarak dalam mm atau cm dari

tanda di sebelah kiri skala sampai tanda yang dibuat.VAS adalah skala

yang paling sering digunakan untuk mengukur intensitas nyeri.VAS

dinilai dengan kata tidak nyeri di ujung kiri dan sangat nyeri di ujung

kanan. Dinilai tidak ada nyeri apabila nilai VAS 0-5mm, nyeri ringan

apabila panjang garis menunjukkan angka 5-44 mm, 45-74 mm

dinyatakan sebagai nyeri sedang, dan lebih dari 70 mm dinilai sebagai


34

nyeri berat. VAS sudah terbukti merupakan skala linear yang diterapkan

pada pasien dengan nyeri akut pasca operasi.


Alat bantu untuk mengukur intensitas nyeri sangat bervariatif dan

sangat subjektif penilaiannya tergantung dari pasien. VAS merupakan

skala pengukuran yang lebih sensitif terhadap intensitas nyeri

dibandingkan skala pengukuran lainnya.Secara statistik VAS paling

kuat rasionya karena dapat menyajikan data dalam bentuk rasio.


Selain mengumpulkan data subjektif mengenai nyeri, pengamatan

langsung terhadap perilaku non verbal dan verbal dapat memberikan

petunjuk tambahan mengenai pengalaman nyeri pasien. Signal verbal

dan emosional seperti meringis, 16menangis, ayunan langkah dan

postur yang abnormal bisa menjadi indikator nyeri yang sering

dijumpai, perilaku tersebut dipengaruhi oleh jenis kelamin dan

perbedaan budaya (Potter & Perry, 2015).

Gambar 2.1 Visual Analog Scale

2.1.4. Terapi Oksigenasi


1. Definisi
Terapi O2 adalah upaya-upaya meningkatkan masukan oksigen ke

dalam sistem respirasi, meningkatkan daya angkut hemodinamika, dan

meningkatkan daya ekstraksi O2 jaringan. Dalam pemberiannya sebagai

obat, O2 dikemas dalam tabung bertekanan tinggi dalam bentuk gas,

tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, tidak mudah terbakar


35

namun menunjan proses kebakaran. Sebelum O2 dalam tabung

digunakan dalam terapi oksigen, mutlak diperlukan aksesoris berupa

regulator, sistem perpipaan oksigen sentral, meter aliran, alat

humidifikasi, alat terapi aerosol, dan pipa/kanul/kateter serta alat

pemberinya.
2. Indikasi
Secara fisiologis, tubuh mengkonsumsi oksigen sebanyak 115-

165ml/menit/m2 dari luas permukaan tubuh, sedangkan penyediaan

oksigen sebanyak 550-650 ml/menit/ m2 permukaan tubuh. Sehingga

masih tersedianya cadangan oksigen sebanyak 435-485 ml di dalam

darah, namun akan segera habis digunakan untuk metabolisme

dalam waktu 3-4 menit apabila pasien tidak bernafas atau tidak

diberikan oksigen. Penyediaan dan konsumsi oksigen diupayakan

oleh tubuh agar tetap seimbang melalui sistem respirasi dan sistem

sirkulasi. Jika terjadi gangguan keseimbangan seperti penurunan

penyediaan oksigen atau peningkatan konsumsi oksigen akan terjadi

“hutang” oksigen.
Indikasi klinis secara umum untuk pemberian terapi oksigen

adalah jika terjadi ketidakcukupan oksigenasi jaringan yang terjadi

akibat:
a. Gagal nafas akibat sumbatan jalan napas, depresi pusat

nafas, penyakit saraf otot, trauma thoraks atau penyakit pada

paru seperti misalnya Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)


b. Kegagalan transportasi O2 akibat syok (kardiogenik,

hipovolemik, dan septik), infark otot jantung, anemia atau

keracunan karbon monoksida (CO)


36

c. Kegagalan ekstraksi oksigen oleh jaringan akibat

keracunan sianida
d. Peningkatan kebutuhan jaringan terhadap oksigen, seperti

pada luka bakar, trauma ganda, infeksi berat, penyakit

keganasan, atau kejang demam


e. Pasca anestesi terutama anestesi umum dengan gas

nitrogen oksida
3. Tujuan
Seperti halnya terapi secara umum, terdapat tujuan dari pemberian

oksigen/terapi oksigen, antara lain adalah:


a. Mengkoreksi hipoksemia
Pada keadaan gagal nafas akut, tujuan dari pemberian oksigen

disini adalah upaya penyelamatan nyawa. Pada kasus lain,

terapi oksigen bertujuan untuk membayar “hutang" oksigen jaringan.


b. Mencegah hipoksemia
Pemberian oksigen juga bisa bertujuan untuk pencegahan dengan

menyediakan oksigen dalam darah, seperti pada tindakan

bronkoskopi, atau pada kondisi yang menyebabkan konsumsi

oksigen meningkat (infeksi berat, kejang, dll).


c. Mengobati keracunan karbon monoksida (CO)
Terapi oksigen dapat untuk meningkatkan tekanan parsial

oksigen (PO2) dalam darah dan untuk mengurangi ikatan CO dengan

hemoglobin
4. Jenis
a. Oksigen melalui nasal kanul
Pemberian oksigen pada pasien yang memerlukan oksigen secara

kontinyu dengan kecepatan aliran 1-6 liter/menit serta konsentrasi

20-40%, dengan cara memasukan selang yang terbuat dari plastik ke

dalam hidung dan mengaitkannya di belakang telinga. Panjang

selang yang dimasukan ke dalam lubang dihidung hanya berkisar 0,6


37

– 1,3 cm. Pemasangan nasal kanul merupakan cara yang paling

mudah, sederhana, murah, relatif nyaman, mudah digunakan cocok

untuk segala umur, cocok untuk pemasangan jangka pendek dan

jangka panjang, dan efektif dalam mengirimkan oksigen. Pemakaian

nasal kanul juga tidak mengganggu pasien untuk melakukan

aktivitas, seperti berbicara atau makan (Aryani, 2019).


1) Tujuan
a) Memberikan oksigen dengan konsentrasi relatif rendah saat

kebutuhan oksigen minimal


b) Memberikan oksigen yang tidak terputus saat klien makan

atau minum
2) Indikasi
Pasien yang bernafas spontan tetapi membutuhkan alat bantu

nasal kanul untuk memenuhi kebutuhan oksigen (keadaan sesak

atau tidak sesak) (Suparmi, 2018).

3) Prinsip
a) Nasal kanul untuk mengalirkan oksigen dengan aliran

ringan atau rendah, biasanya hanya 2-3 L/menit


b) Membutuhkan pernafasan hidung
c) Tidak dapat mengalirkan oksigen dengan konsentrasi >40%
b. Pemberian oksigen melalui masker oksigen
Pemberian oksigen kepada pasien dengan menggunakan masker

yang dialiri oksigen dengan posisi menutupi hidung dan mulut

pasien. Masker oksigen umumnya berwarna bening dan mempunyai

tali sehingga dapat mengikat kuat mengelilingi wajah pasien. Bentuk

dari face mask bermacam-macam. Perbedaan antara rebreathing dan

non-rebreathing mask terletak pada adanya vulve yang mencegah

udara ekspirasi terinhalasi kembali (Aryani, 2019).


1) Macam bentuk
38

a) Masker simple face mask mengalirkan oksigen konsentrasi

oksigen 40-60% dengan kecepatan aliran 5-8 liter/menit


b) Rebreathing mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen

60-80% dengan kecepatan aliran 8-12 liter/menit. Memiliki

kantong yang terus mengembang baik, saat inspirasi maupun

ekspirasi. Pada saat inspirasi, oksigen masuk dari sungkup

melalui lubang antara sungkup dan kantung reservoir,

ditambah oksigen dari kamar yang masuk dalam lubang

ekspirasi pada kantong. Udara inspirasi sebagian tercampur

dengan udara ekspirasi sehingga konsentrasi CO2 lebih tinggi

daripada simple face mask (Tarwoto&Wartonah, 2010).

Indikasi: pasien dengan kadar tekanan CO2 yang rendah

(Asmadi, 2019).
c) Non rebreathing mask mengalirkan oksigen konsentrasi

oksigen sampai 80-100% dengan kecepatan aliran 10-12

liter/menit. Pada prinsipnya, udara inspirasi tidak bercampur

dengan udara ekspirasi karena mempunyai 2 katup, 1 katup

terbuka pada saat inspirasi dan tertutup saat pada saat

ekspirasi, dan 1 katup yang fungsinya mencegah udara kamar

masuk pada saat inspirasi dan akan membuka pada saat

ekspirasi (Tarwoto&Wartonah, 2010). Indikasi: pasien dengan

kadar tekanan CO2 yang tinggi (Asmadi, 2019).


5. Penatalaksaan pemberian O2
a. Persiapan alat

Menyiapkan alat antara lain:


39

1) Nasal kanul/masker sederhana/masker NRM, sesuai ukuran

pasien
2) Selang oksigen
3) Tabung oksigen dengan manometernya
4) Humidifier
5) Steril water (aquadest)/ air matang/air mineral
6) Flowmeter (pengukur aliran)
7) Plester
8) Gunting plester

b. Persiapan pasien
1) Memberikan salam dan memperkenalkan diri
2) Menempatkan pasien/keluarga dalam kondisi nyaman dan

kondusif
3) Mengonfirmasikan tujuan dan prosedur pemberian terapi

oksigenasi
4) Menjelaskan tujuan dan proses pemberian terapi oksigenasi

pada keluarga pasien


5) Menilai kesiapan pasien
6) Petugas menyiapkan inform consent untuk ditandatangani
c. Prosedur pemasangan
Mengorganisasikan tindakan pemberian terapi oksigenasi

Cara pemasangan:

1) Alat-alat didekatkan pasien


2) Cuci tangan
3) Pasang manometer pada tabung oksigen
4) Pasang flowmeter dan pastikan alirannya mati terlebih

dahulu
5) Pasang botol humidifier
6) Sambung selang masker oksigen dengan humidifier
7) Buka aliran flowmeter untuk mengecek aliran oksigen
8) Atur aliran oksigen sesuai indikasi
9) Pasang alat terapi oksigen pada pasien
10) Amati respon pasien
11) Pasang plester untuk fiksasi
12) Rapikan pasien dan alat-alat
13) Dokumentasikan prosedur dan respon pasien
40
41

2.2. Kerangka Teori


Aterosklerosis
Trombosis
Kontriksi Arteri Koronaria

Aliran darah ke jantung menurun

Oksigen dan nutrisi menurun

Jaringan Miokard Iskemik

Nekrose lebih dari 30 menit

Suplai dan kebutuhan oksigen ke jantung tidak seimbang

Suplai Oksigen Ke Miokard Turun

Metabolisme An Aerob Seluler Hipoksia

Timbunan Asam Laktat Meningkat Integritas


Membran Sel Berubah

Kontraktilitis Turun
Nyeri Akut
COP Turun
Resiko penurunan
curah jantung
Risiko perfusi
jaringan miokart
Sumber: Price & Wilson (2006),tidak efektif (2013)
Andarmoyo
Gambar 2.1 Kerangka Teori

2.3. Kerangka Konsep

Pemenuhan Kebutuhan Pemberian


Aman & Nyaman Terapi Oksigenasi
42

Gambar 2.2 Kerangka Konsep


BAB III

METODOLOGI STUDI KASUS

3.1. Rancangan Studi Kasus

Studi kasus adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan cara

meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari unit

tunggal. Unit tunggal disini dapat berarti satu orang, sekelompok penduduk

yang terkena suatu masalah, atau sekelompok masyarakat di suatu daerah

(Notoatmodjo, 2010).
Studi kasus ini adalah studi untuk mengeksplorasi masalah asuhan

keperawatan pada pasien yang mengalami IMA dengan gangguan kebutuhan

aman nyaman.

3.2. Subjek Studi Kasus


Subjek studi kasus adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti

atau yang menjadi pusat perhatian dan sasaran studi kasus (Arikunto, 2016).

Subjek dalam studi kasus ini adalah 1 pasien dengan diagnosa medis dan

masalah keperawatan Infark Miokard Akut (IMA) dengan masalah nyeri di

ruang IGD RSUD Salatiga.

3.3. Fokus Studi Kasus


Fokus studi kasus identik dengan variabel penelitian yaitu perilaku atau

karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu (Nursalam, 2015).

Fokus studi kasus pada asuhan keperawatan pasien yang mengalami IMA

dalam mengatasi nyeri di ruang IGD RSUD Salatiga, maka penulis hanya

43
44

menjabarkan konsep IMA beserta asuhan keperawatan mulai dari pengkajian

sampai dengan evaluasi yang disusun secara naratif.

3.4. Definisi Operasional


Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah

yang akan digunakan dalam studi kasus secara operasional sehingga akhirnya

mempermudah pembaca dalam mengartikan makna studi kasus (Setiadi,

2013).

3.4.1. Infark Miokard Akut (IMA) dikalangan masyarakat biasa dikenal

dengan sebutan serangan jantung. Penyakit jantung merupakan

penyakit utama penyebab kematian di dunia. IMA merupakan nekrosis

miokard akibat ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

otot jantung. Penyebab IMA yang paling banyak adalah trombosis

sehubungan dengan plak ateroma yang pecah dan rupture.


3.4.2. Nyeri yang timbul merupakan tanda yang muncul saat adanya

infark yang disebabkan oleh iskemia yang berlangsung selama kurang

lebih 30-45 menit. Iskemia terjadi akibat kebutuhan oksigen yang

melebihi kapasitas suplai oksigen di pembuluh darah sehingga

menyebabkan gangguan karena adanya trombosis (plak ateroma) pada

arteri koroner. Plak dapat menyebabkan penyempitan arteri koroner

sehingga bisa terjadi iskemia miokard. Nyeri timbul saat manifestasi

hemodinamika tiak stabil yaitu peningkatan ringan tekanan darah dan

denyut jantung. IMA dapat menyebabkan disritmia, gagal jantung

kongestif dan syok kardiogenik, tromboemboli, perikarditis, ruptur

miokardium, dan aneurisma ventrikel.


45

3.4.3. Terapi oksigen adalah tindakan medis untuk menyalurkan oksigen

ke dalam tubuh melalui alat bantu sehingga kadar oksigen di dalam tubuh

tercukupi dan fungsi organ berjalan dengan lancar. Pada tingkat sel,

oksigen dibutuhkan oleh mitokondria untuk menghasilkan energi. Namun

sebelum mencapai mitokondria, oksigen perlu melewati berbagai

penghalang. Setelah melewati alveolus, pembuluh nadi, pembuluh darah

kapiler, dan interstitium, oksigen akhirnya mencapai mitokondria dalam

tekanan tertentu. Berkurangnya tekanan ini disebut kaskade oksigen dan

menimbulkan masalah bagi kerja sel.

3.5. Tempat dan Waktu Studi Keperawatan

3.5.1. Tempat
Tempat penelitian adalah lokasi yang digunakan oleh peneliti untuk

melaksanakan kegiatan studi kasus atau penelitian (Hidayat, 2018). Pada

Karya Tulis Ilmiah ini rencana tempat pengambilan kasus dilakukan di

ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Salatiga.


3.5.2. Waktu
Waktu penelitian adalah waktu yang digunakan oleh peneliti dalam

melaksanakan kegiatan studi kasus atau penelitian (Nursalam, 2015).

Pengambilan data dilakukan selama 1 hari sesuai dengan pengaplikasian

jurnal terapi oksigen yang dilakukan pada tanggal 17 Februari 2020

sampai dengan 24 Februari 2020.

3.6. Pengumpulan Data


46

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam studi kasus ini

adalah studi kasus lapangan, dilakukan dengan cara mengunjungi langsung ke

subjek penelitian yaitu pasien IGD RSUD Salatiga. Metode pengumpulan

data yang digunakan ada tiga yaitu:


3.8.1. Wawancara
Yakni melakukan tanya jawab dengan pihak-pihak yang berhubungan

dengan masalah studi kasus. Wawancara dinyatakan sebagai suatu

percakapan dengan bertujuan untuk memperoleh kontruksi yang terjadi

sekarang tentang orang, kejadian, aktivitas, organisasi, perasaan, motivasi,

pengakuan, kerisauan dan sebagainya. Peneliti melakukan pengkajian

terhadap pasien (hasil pengkajian berisi tentang identitas pasien, keluhan

utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat

penyakit kelurga, dll.) sumber data dari pasien, keluarga, atau perawat

lainnya. Pengkajian fokus meliputi breathing, blood, brain, bladder, bowel,

dan bone.

3.8.2. Observasi dan pemeriksaan fisik


Dilakukan observasi menyeluruh terhadap sistem tubuh pasien dan

pemeriksaan fisik dengan pendekatan inspeksi, palpasi, perkusi, dan

auskultasi.
3.8.3. Studi dokumentasi
Pengumpulan data dapat diambil dari hasil pemeriksaan diagnostik dan

data lain yang relevan.


47

3.7. Penyajian Data


Penyajian data merupakan cara penyajian studi kasus yang dapat

dilakukan dengan berbagai bentuk. Data yang sudah terkumpul dan telah

diolah akan disajikan dan dibahas dalam bentuk tabel, gambar, bagan maupun

teks naratif (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini akan dijabarkan dalam bentuk

narasi untuk mengetahui hasil studi kasus.

3.8. Etika Studi Kasus

Dalam sebuah studi kasus pada umumnya melibatkan hubungan timbal

balik antara orang sebagai peneliti dan orang sebagai yang diteliti. Oleh sebab

itu harus diperhatikan hubungan antara kedua belah pihak ini secara etika atau

biasa disebut etika studi kasus (Notoatmodjo, 2010). Prinsip etika studi kasus

menurut Maryani & Muliani (2010) sebagai berikut:

3.8.1. Informed consent


Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan

responden studi kasus dengan memberikan lembar persetujuan. Tujuan

informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan studi

kasus serta mengetahui dampaknya. Beberapa informasi yang harus ada

dalam informed consent antara lain : partisipasi pasien, tujuan

dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen, peosedur

pelaksanaan, potensial yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi

yang mudah dihubungi, dan lain-lain (Hidayat, 2018).


3.8.2 Tanpa nama (Anonimity)
Etika studi kasus tanpa nama (anonimity) merupakan masalah yang

memberikan jaminan dalam penggunaan subjek studi kasus dengan cara

tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat


48

ukur, dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data serta

hasil studi kasus yang akan disajikan (Hidayat, 2018). Untuk menjaga

kerahasiaan pada lembar yang telah diisi oleh responden, penulis tidak

mencantumkan nama secara lengkap tetapi cukup mencantumkan nama

inisial.
3.8.3 Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan (confidentiality) merupakan masalah etika dengan

memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun

masalah lain. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan

dilaporkan pada hasil studi kasus (Hidayat, 2018). Peneliti menjelaskan

bahwa data yang diperoleh dari responden akan dijaga kerahasiaannya

oleh peneliti.
3.8.4 Otonomi
Otonomi merupakan sesuatu hal yang berkaitan dengan hak seseorang

untuk mengatur dan mengambil keputusan sendiri, meskipun demikian

masih terdapat keterbatasan, terutama terkait dengan situasi dan kondisi,

latar belakang, individu, campur tangan hukum, dan tenaga profesional

kesehatan yang ada (Nursalam, 2015).


Penulis menjelaskan bahwa responden mempunyai hak untuk menolak

apabila akan dilakukan tindakan keperawatan dan sebagai penulis

menghargai keputusan yang diambil oleh responden dengan

mempertimbangkan situasi dan kondisi.


3.8.5 Kemurahan hati atau nasehat (Beneficience)
Beneficience berkaitan dengan kewajiban untuk melakukan hal yang

baik dan tidak membahayakan orang lain, apabila prinsip kemurahan

mengalahkan prinsip otonomi, maka disebut paternalisme (Asmadi, 2014).


49

Penulis menjelaskan bahwa segala tindakan yang dilakukan oleh penulis

tidak membahayakan dan merugikan responden.


3.8.6 Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan berkaitan dengan kewajiban perawat untuk berlaku

adil pada semua orang dan tidak memihak atau tidak pilih kasih antar

orang (Setiadi, 2011).


Penulis menjelaskan bahwa sebagai tenaga kesehatan harus berpihak

adil, tidak membeda-bedakan responden satu dengan responden lainnya,

agar tidak menimbulkan rasa kurang nyaman antar responden.


50
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, S. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Ar-ruzz. Yogyakarta

Andarmoyo, Sulistyo. 2012. Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi). Tangerang :


Graha Ilmu

Apriani, RY. 2015. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan


Kardiovaskuler Aplikasi NIC Dan NOC. Jakarta: penerbit buku
kedokteran.EGC

Black, JM & Hawks, JH. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta:
Salemba Patria

Bulechek, M.G dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC), 6th


Indonesian edition. Indonesia: Mocomedia.

Farissa, PI. 2012. Komplikasi pada pasien infark miokard akut st-elevasi (STEMI)
yang mendapat maupun tidak mendapat terapi reperfusi. Semarang.
Universitas Diponegoro. Skripsi.

Hidayat, AA. 2014. Metode penelitian keperawatan dan teknis analisis data.
Jakarta : Salemba Medika

Judha, M & Rahil, HN. 2011. Sistem Persarafan Dalam Asuhan Keperawatan.
Yogyakarta: Gosyen Publishing

Karson. 2012. Kelainan Dan Penyakit Jantung Pencegahan Serta Pengobatannya.


Yogyakarta : Naha Medika

Margono,S. 2014. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta : Rienaka Cipta.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Hasil Utama Riskesdes 2018.


Dilihat Desember 2019.
http://www.depkes.go.id/resources/download/info-terkini/hasil-
riskesdas-2018.pdf

Muttaqin, A. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba Medika

Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan Nanda. Yogyakarta : Mediction Publising
Nursalam. 2017. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Selemba
Medika.

Price, Wilson. 2006. Patofisiologi Vol 2 ; Konsep Kllinis Proses-proses


Penyakit.Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta

Riskesdas. 2013. Hasil Riskedes 2013 Departemen Kesehatan Republik


Indonesia. Terdapat pada : http//depkes.go.id/riskesdes2013/.com.
di akses pada 2 Juni 2017

Saifullah, A. 2015. Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat dengan Tindakan


Perawat dalam Managemen Nyeri Post Operasi di Bangsal Bedah
RSUD DR Soehadi Prijonegoro Sragen

Stilwell, SB. 2011. Mosby, S Critical Care Nursing Reference. Mosby.

Tetty, S. 2015. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC


LAMPIRAN
Lampiran 2

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Istantia Putri Werdani


Tempat, tanggal lahir : Pacitan, 24 September 1998
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat rumah : RT. 01/RW. 08 Perumnas Barean, Ploso, Pacitan
Riwayat pendidikan

1. TK Tamanindria (Tahun 2003-2004)


2. SDN Sidoharjo 1 PACITAN (Tahun 2004-2010)
3. MTsN PACITAN (Tahun 2010-2013)
4. MAN PACITAN (Tahun 2013-2016)
Riwayat pekerjaan :-
Riwayat organisasi : Anggota Kusuma Husada Voice Tahun 2017
Publikasi :-
Lampiran 4

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

TERAPI OKSIGENASI

Pengertian:

Terapi O2 adalah upaya meningkatkan masukan oksigen ke dalam system respirasi,

meningkatkan daya angkut hemodinamik dan meningkatkan daya ekstraksi O2 jaringan


Tujuan:

Merelaksasikan pasien Infark Miokard Akut (IMA)


Persiapan:

1. Persiapan alat:
a. Nasal kanul/masker sederhana/masker NRM, sesuai ukuran

pasien
b. Selang oksigen
c. Tabung oksigen dengan manometernya
d. Humidifier
e. Water steril (aquadest)/air matang/air mineral
f. FlowQ1meter (pengukur aliran)
g. Plester
h. Gunting plester
2. Persiapan pasien:
a. Memberikan salam dan memperkenalkan diri
b. Menempatkan pasien dalam kondisi nyaman dan kondusif
c. Mengkonfirmasikan tujuan dan prosedur pemberian terapi

oksigenasi
d. Menjelaskan tujuan dan proses pemberian terapi oksigenasi pada

keluarga pasien
e. Menilai kesiapan pasien
f. Petugas menyiapkan inform consent untuk ditandatangani
Prosedur:

1. Alat-alat didekatkan pasien


2. Cuci tangan
3. Pasang manometer pada tabung oksigen
4. Pasang flowmeter dan pastikan alirannya mati terlebih dahulu
5. Pasang botol humidifier
6. Sambung selang oksigen dengan humidifier
7. Buka aliran flowmeter untuk mengecek aliran oksigen
8. Atur aliran oksigen sesuai indikasi
9. Pasang alat terapi oksigen pada pasien
10. Amati respon pasien
11. Pasang plester untuk fiksasi
12. Rapikan pasien dan alat-alat
13. Dokumentasikan prosedur dan respon pasien

Lampiran 5

FORMAT PENDELEGASIAN PASIEN

1. Identitas (biodata)
____________________________________________________________

____________________________________________________________

____________________________________________________________
2. Masalah yang ditemukan
____________________________________________________________

____________________________________________________________

____________________________________________________________

___________________________________________________________
3. Tindakan yang sudah dilaksanakan
____________________________________________________________

____________________________________________________________

____________________________________________________________

____________________________________________________________
4. Masalah yang sudah teratasi
____________________________________________________________

____________________________________________________________

____________________________________________________________

____________________________________________________________
____________________________________________________________

___________________________________________________________
5. Masalah yang belum teratasi
____________________________________________________________

____________________________________________________________

____________________________________________________________

___________________________________________________________
____________________________________________________________
6. Kondisi pasien saat dioperkan
a. Status kesadaran :_____________________________
b. Status respirasi

:_____________________________
c. Status sirkulasi

:_____________________________
d. Status nutrisi dan cairan :_____________________________
e. Status perkemihan :_____________________________
7. Rencana selanjutnya
____________________________________________________________

____________________________________________________________

____________________________________________________________

____________________________________________________________
Surakarta, _________________

Nama perawat nama mahasiswa

Yang menerima delegasi yang mendelegasika

( ) ( )

Lampiran 7

INFORMED CONSENT

Dengan menandatangani lembar ini saya:

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Alamat :

Bersedia memberikan persetujuan informasi untuk mengisi data. Setelah

menerima informasi saya bersedia menjadi responden pemberian terapi oksigenasi

yang akan dilakukan mahasiswa STIKES Kusuma Husada Surakarta Prodi D3

Keperawatan, dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien Infark Miokard


Akut (IMA) dengan Terapi Oksigenasi dalam Pemenuhan Kebutuhan Aman

Nyaman”.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sadar dan tanpa paksaan dari

pihak manapun.

Responden

( )

Lampiran 8

LEMBAR AUDIENCE SIDANG PROPOSAL KTI

PRODI D3 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA

NAMA MAHASISWA :

NIM :

JUDUL KTI :

NO HARI NAMA JUDUL NAMA &

TANGGAL PENGUJI TTD

PENGUJI
Lampiran 9

FORMAT PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS (IGD)

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN INFARK MIOKARD AKUT

(IMA) DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN AMAN DAN NYAMAN

Tanggal MRS : Jam :

Tanggal Pengkajian : Jam :

Metode Pengkajan :

I. BIODATA
A. Identitas Pasien
Nama :
Umur :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :
Tanggal Masuk RS :
Diagnosa Medis :
No. Registrasi :
Dokter :
B. Identitas Penanggung Jawab
Nama :
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :
Hubungan dengan Klien :
II. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Keluhan Utama :
 Keluhan yang dirasakan klien saat pengkajian
2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Merupakan penjelasan dari permulaan klien merasakan keluhan sampai

dengan dibawa ke rumah sakit

 Lama Keluhan :
 Timbul Keluhan :
 Faktor Pencetus :
 Faktor yang Memperberat :
 Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya dan respon pasien

terhadap tindakan :
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
a.Penyakit yang pernah dialami

 Kanak-kanak :

 Kecelakaan :

 Pernahdirawat :

 Operasi :

b. Alergi :
c.Imunisasi :
d. Kebiasaan :
4. Riwayat Kesehatan Keluarga :
Genogram :
Keterangan :
5. Riwayat Kesehatan Lingkungan :

III. PENGKAJIAN FOKUS


1. Breathing :
Kaji kepatenan jalan nafas, observasi adanya lidah jatuh, adanya benda

asing pada jalan napas (bekas muntah, darah, sekret yang tertahan),

adanya edema pada mulut, faring, laring, disfagia, suara stridor, gurgling

atau wheezing yang menandakan adanya masalah pada jalan nafas.

Kajikeefektifanpolanafas, Respiratory Rate, abnormalitaspernapasan,

polanafas, bunyi nafas tambahan, penggunaan otot bantunafas,

adanyanafascupinghidung, saturasioksigen.

2. Blood :
Kaji heart rate, tekanan darah, kekuatan nadi, capillary refill time, akral,

suhu tubuh, warna kulit, kelembaban kulit, perdarahan eksternal jika ada.
3. Brain :
Berisi pengkajian kesadaran dengan GCS atau AVPU, ukuran dan reaksi

pupil.
4. Blader :
Pola miksi pasien, penggunaan kateter urin.
5. Bowel :
Pola defiaksi pasien, penggunaan alat bantu untuk defikasi.
6. Bone :
Fungsi muskuloskeletal pasien

IV. PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan/penampilan umum :
Kesadaran :

Tanda – tanda vital :

 TD :

 Nadi

- Frekuensi :

- Irama :

- Kekuatan/isi :
 Respirasi

- Frekuensi :

- Irama :

 Suhu :

2. Kepala :

 Bentuk kepala :

 Kulitkepala :

 Rambut :

Muka :

a. Mata :

- Palbebra :

- Konjungtiva :

- Sclera :

- Pupil :

- Diameter ka/ki:

- Reflekterhadapcahaya :

- Penggunaanalat Bantu penglihatan :

b. Hidung :

c. Mulut :

d. Gigi :

e. Telinga :

3. Leher :
Ada tidaknya deviasi trakea, nilai JVP, pemasangan trakeostomi, dll
4. Dada :
a. Paru-paru : b. Jantung :
Inspeksi : Inspeksi :
Palpasi : Palpasi :
Perkusi : Perkusi :
Auskultasi : Auskultasi :

5. Abdomen :

 Inspeksi :

 Auskultasi :

 Perkusi :

 Palpasi :

6. Genetalia :
7. Rektum :
8. Ekstremitas :

Atas
 :  Bawah :
KekuatanOtotka/ki : KekuatanOtotka/ki :
ROM ka/ki : ROM ka/ki :
CapilaryRefill Time ka/ki : CapilaryRefill Time :

ka/ki
Perubahan bentuktulang : Perubahan bentuktulang :
Perabaanakral : Perabaanakral :
9. Balance Cairan
Perbandingan intake dan output cairan pada pasien

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN DATA PENUNJANG

Nilai Keterangan
Tgl/jam JenisPemeriksaan Hasil Satuan
Normal Hasil

VI. TERAPI
Tanggal/jam:
JenisTerapi Dosis Golongan&Kandungan Fungsi&Farmakodinamik
Cairan IV :

ObatPeroral :

Obat Parenteral:

ObatTopikal:

VII. ANALISA DATA

Nama : No. CM :

Umur : DiagnosaMedis :
Hari/Tanggal/ Jam Data Fokus Problem Etiologi

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN :

1. ……………………………………………………

2. ……………………………………………………

3. ……………………………………………………

VIII. RENCANA/INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama : No. CM :

Umur : DiagnosaMedis

:
Tujuan dan Kriteria Tanda
No Diagnosa Intervensi
Hasil Tangan/Nama
Berdasarkan NOC Berdasarkan NIC

(dengan prinsip (dengan prinsip ONEC)


SMART) disertai Kode NIC

IX. TINDAKAN/IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama : No. CM :

Umur : DiagnosaMedis :
Tanda
No Respon
Hari/Tanggal/ Jam Implementasi Tangan/Nam
Diagnosa Klien
a

X. CATATAN PERKEMBANGAN/EVALUASI(dilakukan setiap hari

selama pengelolaan kasus)

Nama : No. CM :

Umur : DiagnosaMedis :
No
Hari/Tanggal/ Tanda
Diagnos Evaluasi
Jam Tangan/Nama
a
S:

O:

A:

P:

Anda mungkin juga menyukai