Anda di halaman 1dari 45

V.

Dampak kehamilan terhadap status kesehatan mental perempuan

A. Kesehatan Mental /Psikis Ibu Hamil

Pemantauan kesehatan psikis ibu selama masa kehamilan sangat dibutuhkan

karena regulasi emosi dengan kecemasan pada ibu hamil sangat berhubungan.

Semakin baik kemampuan regulasi emosi ibu hamil, maka semakin rendah

kecemasan yang dirasakan. Selama kehamilan terjadi peningkatan hormon

estrogen dan progesteron sehingga menyebabkan emosi selama kehamilan

cenderung berubah-ubah, terkadang tanpa sebab ibu hamil merasa sedih, mudah

tersinggung, marah atau justru sebaliknya merasa sangat bahagia.

Kesehatan mental yang baik seperti merasa tenang dan bahagia, sangat

diperlukan saat masa kehamilan, karena sangat mempengaruhi kesehatan seorang

ibu hamil dan bayi dalam kandungannya. Munculnya gangguan kesehatan mental

saat hamil dapat memicu perilaku berisiko bagi kehamilan seperti merokok,

konsumsi alkohol, asupan nutrisi yang tidak sesuai, menghindari pemeriksaan

kehamilan, atau memicu perilaku berbahaya bagi ibu dan kandungannya.

Masalah kesehatan mental pada ibu hamil juga dapat bertahan hingga beberapa

waktu setelah melahirkan. Tidak hanya itu, masalah kesehatan mental yang lebih

ringan seperti gangguan mood dan merasa cemas, bisa menjadi lebih serius pada

waktu tersebut. Akibatnya, hal tersebut tidak hanya mempengaruhi kesehatan

mental dan fisik seorang ibu pasca melahirkan, namun juga dapat mengganggu

kedekatan antara ibu dan bayi yang baru lahir.

B. Masalah yang Dapat memicu Kesehatan mental Saat Hamil

Hal yang dapat memicu ibu hamil mengalami gangguan mental, di antaranya:

1. Kehamilan pada usia remaja


2. Pengalaman mengalami trauma – fisik, emosi ataupun kekerasan seksual

3. Riwayat ketergantungan obat, termasuk perilaku merokok

4. Kurangnya dukungan sosial

5. Menjadi orang tua tunggal saat hamil

6. Memiliki tingkat sosio-ekonomi rendah

7. Pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga

8. Pengobatan depresi yang tidak tuntas

9. Mengalami kesulitan finansial

10. Memiliki pemikiran yang bertentangan akan kehamilannya

C. Masalah Kesehatan Mental Yang Mungkin Terjadi Saat Hamil

1. Depresi

Depresi merupakan gangguan kesehatan mental pada masa kehamilan seperti

gangguan kecemasan, obsessive-compulsive disorder, dan gangguan pola

makan. Depresi pada ibu hamil pada trimester pertama dan ketiga cendrung

lebih berat dari pada trimester kedua hal ini dapat ditangangi dengan terapi

perilaku kognitif dan terapi kejiwaan interpersonal.

2. Panic disorder

Gangguan ini dapat muncul di awal kehamilan meskipun tidak memiliki

riwayat panic disorder, hal ini muncul dari rasa cemas dan stress yang ditandai

dengan peningkatan hormon kortisol. Jika tidak ditangani, hormon kortisol

akan meningkat dan dapat mempengaruhi perkembangan janin dalam

kandungan. Hal ini dapat ditangani dengan cara terapi perilaku kognitif dan

supportif, menerapkan teknik relaksasi, penerapan sleep hygiene ,serta

pengaturan pola makan.


3. Obsessive-compulsive disorder (OCD)

Gangguan berupa obsesi dan kebiasaan berulang yang sulit dikendalikan

biasanya muncul pada awal kehamilan, dan meningkat hingga pasca

melahirkan. OCD saat hamil dapat mengganggu aktivitas ibu hamil dan perlu

ditangani dengan terapi perilaku atau dengan konsumsi obat.

4. Gangguan pola makan

Gangguan pola makan akan meningkatan risiko depresi pascamelahirkan serta

dapat berdampak melahirkan bayi berat lahir rendah.

5. Gangguan bipolar

Bipolar disorder merupakan gangguan yang terjadi secara kambuhan pada ibu

hamil, namun kejadiannya lebih sering terjadi pasca melahirkan. Hal ini dapat

diatasi dengan menggunakan obat mood stabilizer, namun memerlukan

pemeriksaan serta pertimbangan risiko beserta manfaat. Meskipun demikian,

pengawasan kondisi kejiwaan dan perilaku dari ibu hamil dengan bipolar

adalah hal yang paling penting.

6. Skizofrenia

Skizofrenia merupakan gangguan psikosis yang dapat meningkat atau

menurun pada masa kehamilan. Ibu hamil dengan gangguan ini membutuhkan

pengawasan dan penanganan oleh dokter.

Skizofrenia berdampak pada kesehatan ibu dan bayi akibat mendapat

perawatan yang tidak sesuai, bisa memicu lahir prematur dan berat lahir

rendah, hingga kematian janin dan ibu hamil.Terapi elektroconvulsive juga

diperlukan untuk menangani gejala depresi pada penderita.


D. Penyebab Stres selama kehamilan

Stres yang terjadi pada ibu hamil dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan

janin, hingga bisa mengakibatkan janin mengalami keterlambatan perkembangan.

Stres ini di bagi menjadi 2 yaitu:

1. Stres internal

Faktor psikologis yang mempengaruhi ibu hamil yaitu kepribadian ibu

seperti memiliki sifat introvet (tidak mau bersosialisasi) dan pengaruh

perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan.

2. Stres eksternal

Berasal dari orang lain, misalnya terjadinya keretakan dalam rumah tangga,

pengangguran atau adanya kematian.

Dukungan keluarga merupakan peranan yang besar dalam menentukan

status kesehatan ibu sebab selama kehamilan ibu mengalami perubahan fisik

dan psikologis sehingga membuat emosi ibu labil.

Stres yang dialami oleh ibu selama kehamilan akan berpengaruh terhadap

janin yang dikandungnya, sehingga membuat ibu merasa khawatir tehdap

kehamilannya. Seorang wanita hamil rentan terhadap komplikasi disebabkan

karena keadaan emosional yang tidak stabil dan psiklogis yang terganggu,

keadaan ini disebabkan adanya perubahan hormon, namun setiap ibu hamil

memiliki respon yang berbeda-beda untuk menanggapi respon stres yang

dialaminya. Hal ini disebabkan karena pada saat tubuh bertrmu denga

stressor, tubuh akan mengaktifkan sistem saraf dan hormon untuk

melaksakan pertahan mengatasi tindakan darurat, Sherwood (2011).


E. Resiko stres dalam mempengaruhi kehamilan

Gejala stres dapat menyebabkan peningkatan produksi adrenalin dan

menyebabkan kondisi wapada (state of alarm), namun hal ini dapat diatasi, tetapi

apabila stres terus berlanjut maka akan terjadi resistensi melalui mekanisme

coping secara mental yang dapat menyebabkan gangguan mental dan fisik,

Nurdin (2013).

Stres dapat merangsang hipotalamus untuk menghasilkan Corticotropic

Releasing Hormone (CRH) yang akan menyebabkan pelepasan Adreno

Cortiicotropin Hormone (ACTH) di hipofisis. Pelepasan ACTH akan

menimbulkan rangsangan pada korteks adrenal yang pada akhirnya akan

melepaskan hormon kortisol. Dalam keadaan normal, kortisol dilepaskan dalam

jumlah yang sangat kecil sepanjang hari, namun dalam keadaan stres kadar

hormon kortisol akan meningkat secara drastis bahkan dapat meningkat 20 kali.

Kadar kortisol yang tinggi tidak dapat menginhibisi sekresi CRH dan ACTH

dikarenakan reseptor glukokortikoid menurun pada saat mengalami stres,

Sherwood (2011).

Stres yang terjadi secara berulang dan terus menerus mengakibatkan

hipotalamus mensekresikan Corticotropin Releasing Hormone (CRH) yang akan

menginduksi hipofisis antrior untuk mensekresi ACTH. ACTH yang adekuat

dapat merangsang adrenal untuk mensekresikan hormon kortisol, epinefrin dan

nor-epinefrin dalam tanggapan tubuh untuk menekan stres yang diterimanya.10

Respon penolakan tubuh ibu dengan cara peningkatan kadar kortisol dalam darah

untuk meningkatkan proses katabolisme energi dapat secara langsung

mempengaruhi plasenta dan janin. Pada keadaan lanjut, hormon kortisol akan
meningkatkan katabolisme dalam tubuh ibu hamil yang nantinya akan berujung

pada penurunan nutrisi ibu yang akan diterima janin, Pudjonarko (2008).

Adanya peningkatan kadar kortisol tubuh maka akan mempengaruhi

semua aktivitas fisiologi tubuh sampai ke tingkat biomolekuler yang

menyebabkan pertumbuhan janin menjadi terganggu seperti berat badan lahir

rendah dan panjang badan yang tidak normal, hal ini disebabkan oleh peningkatan

kadar kortisol sebagai respon terhadap peningkatan kadar progesteron pada

kehamilan yang diperlukan untuk keadaan homeostasis, dengan adanya

peningkatan hormon kortisol dapat mempengaruhi seluruh metabolisme tubuh.

Hal inilah yang dapat menyebabkan selama kehamilan banyak terjadi perubahan

peningkatan hormon untuk mempertahankan hasil konsepsi sampai terjadinya

kelahiran, Cunningham (2012).

Menurut hasil penelitian Shaikh Kiran et al (2013) yang mengatakan

peningkatan CRH, ACTH dan kortisol akan menyebabkan insufisiensi

uteroplasenta dan stres pada janin sehingga oksitosin dan sekresi prostaglandin

yang menyebabkan ketuban pecah dini akhirnya terjadi kelahiran premature dan

pertumbuhan janin terganggu.

Beberapa resiko stres yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan janin:

1. Pertumbuhan janin terganggu sehingga mengakibatkan gangguan pada

berat badan lahir dan panjang badan yang tidak normal. Halni ini

dibuktikan dari data yaitu 75,3 % mengalami hipotermia, 69,8%

mengalami malnutrisi, 54,3% mengalami gangguan pertumbuhan dan

45,78% terjadi gangguan imun


2. Meningkatkan resiko alergi pada janin akibat stres yang dialami oleh ibu,

karena saat ibu stres janin akan menyerap hormon kortisol yang di

produksi ibu. Bayi dengan kadar hormon kortisol yang tinggi beresiko

mengidap alergi.

3. Sistem kekebalan bayi berkurang, ibu hamil yang sering mengalami

kepanikan, dan kecemasan yang berlebihan dapat menurunkan sistem

kekebalan pada bayi ketika berusia 6 bulan.

4. Kesehatan ibu akan terganggu jika mengalami stres sehingga akan

menurunkan nafsu makan dan menyebabkan nutrisi ibu berkurang, yang

berdampak pada kesehatan ibu seperti diare, pusing, lemas, lesu, dan

gangguan metabolisme lainnya.

F. Cara Mengurangi Tingkat Stres Selama Kehamilan

Pada wanita hamil jika tidak bisa beradaptasi terhadap perubahan pada

dirinya maka akan membuatnya mudah stres. Berikut cara untuk menguraangi

tingkat stres selama kehamilan:

1. Dukungan suami

Dukungan yang diberikan suami ke istri dengan menumbuhkan rasa

percaya dirinnya, menumbuhkan rasa aman dan nyaman dapat membuat

mentalnya lebih kuat kemudian stres akan menghilang dan timbul rasa

bahagia.

2. Menghindari pekerjaan yang berisiko

Pekerjaan yang berisiko misalnya ahli do laboratorium, bertani, polisi lalu

lintas, juru masak, pekerjaan yang membutuhkan waktu lama duduk


didepan layar komputer dan pekerjaan rumah tangga yang membuat ibu

merasa lelah, menguras tenaga serta pikiran.

3. Melakukan yoga

Yoga merupakan sejenis olahraga tubuh, pikiran dan mental yang

membantu ibu hamil melenturkan persendian dan menenangkan pikiran.

Menurut hasil penelitian Galih dkk (2016) mengatakan bahwa tingkat

stres setelah dilakukan prenatal yoga lebih rendah dibanding tingkat stres

sebelum prenatal yoga. Jadi prenatal yoga dapat menurunkan secara

signifikan tingkat stres pada ibu hamil terutama trimester 3. Hal ini

disebabkan karena prenatal yoga memberikan pengaruh relaksasi dan

menghambat aktivitas saraf simpatik.

4. Mengikuti senam hamil

Senam hamil merupakan bentuk latihan pada ibu hamil untuk memperkuat

dan mempertahankan elastisitas otot-otot dinding perut, ligamen-ligamen

serta otot panggul yang berhubungan denga proses persalinan, Yuliarti

(2010). Hasil penelitian Farida dkk (2016) menjelaskan bahwa senam

hamil berpengaruh terhadap penurunan tingkat kecemasan pada ibu hamil.

DP

1. Yuliarti N. Panduan Lengkap Olahraga bagi Wanita Hamil dan

Menyusui.Yogyakarta: Andi Offset; 2010.

2. Sherwood, Laurance. Fisiologi manusia: dari sel kesistem. Edisi ke-6.

Yesdelita N, editor penterjemah. Jakarta: EGC; 2011.hlm.356-89.


3. Nurdin AE. Tumbuh kembang prilaku manusia.Edisi ke-5. Jakarta: EGC;

2013.hlm.50-65.

4. Pudjonarko D, Pudjonarko MN, Jenie ED. Nyeri yang diprovokasi

electric foot shock, daya bunuh makrofag dan penggunaan imunomodulator

bcg pada mencit. Media Medika Indonesian. 2008;43(3):107-17.

5. Cunningham FG. Obstetri Wiliam.Edisi ke-23.Setia R, editor

penterjemah. Jakarta: EGC;2012.hlm.46-82.

6. Shaikh K, Shahirose P, Khurshid K, Suzanne T, Ambreen K. The

relationship between prenatal stress, depression, cortisol and preterm

birth. A Review Journal Of Depresion. 2013;2(3):24-31.


VI. Dampak Persalinan Terhadap Status Kesehatan Mental

Perempuan

A. Persalinan

Persalinan merupakan proses pengeluaran janin yang terjadi pada

kehamilan yang cukup bulan (37-42 minggu), disusul dengan pengeluaran

plasenta dan selaput janin dari ibu. Persalinan normal yaitu pengeluaran hasil

konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar secara

spontan tanpa bantuan alat dan tidak melukai ibu dan janin dengan letak janin

belakang kepala, Varneys, (2003).

Masa post partum merupakan perubahan yang terjadi pada wanita baik

kondisi biologis, psikologis dan adaptasi dari sorang wanita. Perubuhana fisik dan

emosional tersebut memerlukan adpatasi terhadap pola hidup dengan proses saat

kehamilan. Perubahan ini dialami oleh wanita dalam menghadapi aktivitas dan

peran barunya sebagai ibu pada minggu pertama setelah melahirkan, baik dari segi

fisik maupun segi psikologi, Shinta (2014).

B. Kesehatan Mental

Kesehatan mental merupakan kondisi ketika batin berada dalam keadaan

tentram dan tenang, sehingga memungkinkan kita untuk menimati kehidupan

sehari-hari dan menghargai orang disekitar.

C. Dampak persalinan terhadap kesehatan mental

Melahirkan dan memiliki anak adalah salah satu kebahagiaan yang

diimpikan oleh setiap wanita. Namun ada beberapa syndroma yang perlu kita kita

kenali gejalanya, karena sifat dari syndoroma ini ada yang biasa dan ada pula yang

berbahaya.
Menurut WHO (2012) sekitar 25% - 85% ibu pasca melahirkan akan

mengalami baby blues. 7% dan 17% mengalami depresi post partum, 0,2%

menjadi psikosis pos partum. Kejadian depresi post partum di negara berkembang

prevalensi kejadiannya 10-15%, Burgut et al. (2011). Namun kenyataan lebih dari

50% depresi post partum tidaj terdiagnosa karena stigma masyarakat dengan

gangguan mental, Beck (2002).

Ibu yang mengalami postpartum blues dipengaruhi oleh beberapa faktor

yaitu perubahan hormonal, waktu tidur kurang dan proses menyusui. Tidak

adanya dukungan dari orang terdekat, kurang informasi dan tidak ada

pendampingan pada tahap ini membuat psikologis ibu lebih buruk. Depresi

pospartum dapat mempengaruhi status kesehatan ibu, Elizabeth (2012).

Deteksi dini dan pengobatan awal yang baik sangat diperlukan untuk

mencegah tingkat depresi yang lebih berat. Upaya yang dilakukan biasanya hanya

dalam bentuk saran dan nasehat agar ibu dan bayi menjaga kesehatan diri dan

bayi, namun upaya tidak dilakukan secara komprehensif pada saat ANC,

Mahfoedz & Suryani (2003).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah memberikan konseling

kepada ibu saat kehamilan, dengan harapan mdapat memberi informasi dan

mendampingi ibu lebih untuk persiapan persalinan yang akan dialamai ibu dan

dapat mengetahui kebutuhan yang dibutuhkan ibu selama proses kehamilan,

persalinan dan pasca salin, Janiwarty & Herri (2013)


VII. Dampak Nifas Terhadap Status Kesehatan Mental Perempuan

A. Nifas

Periode nifas merupakan satu periode krisis dalam proses kehidupan

seorang perempuan, khusunya pada kehamilan peratama, Yanita (2001). Periode

nifas berkaitan dengan kesakitan ibu (Symon, 2003). Wanita mengaami

serangkian gejalan fisiik, perubahn fisik, emosional, dan sosial yang berhubungan

dengan bayi dan keluarga, Bahadoran et al. (2009).

Perubahan fisiologis tubuh dan rasa sakit yang diderita mengakibatkan

perasaan tegang dalam hari-harinya. Perasaan bahagia yang timbul pun sering

diiringi perasaan takut karena gelisah menghadapi kenyataan akan hadirnya

tangis bayi dalam keluarga ataupun khawatir terhadap kesehatan dan keadaan

bayi yang akan lahir. Selain itu, menjadi seorang ibu juga berarti melepas masa

lalu seorang wanita, melepas masa kanak-kanak dan remaja yang begitu

menyenangkan dan merubahnya menjadi masa yang penuh tanggung jawab

(Marshall, 2004).

Sakit punggung dan sakit kepala merupakan prevalensi yang tinggi selama

tahun pertama setelah melahirkan. Kondisi fisik yang juga berdampak terhadap

kesehatan fisik dan sosial ibu yaitu kelelahan, gangguan perineum,

seksiocesarean, gangguan punggung, wasir, sakit kepala, sembelit, inkontinensia

uri, gangguan tidur, kurang gairah seksual, Ansera et al (2005).

Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam menghadapi aktivitas

dan peran barunya sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan-bulan pertama

setelah melahirkan, baik dari segi fisik maupun segi psikologis. Sebagian ibu
dapat menyesuaikan diri dengan baik, tetapi sebagian lainnya tidak berhasil

menyesuaikan diri dan mengalami gangguan psikologis. Secara umum sebagian

besar wanita mengalami gangguan emosional setelah melahirkan (Saryono dan

Ryan, 2010).

Gangguan mood selama periode postpartum merupakan salah satu

gangguan yang paling sering terjadi pada wanita baik primipara maupun

multipara (Regina dkk, 2001cit., Saryono dan Ryan, 2010).

Faktor mental dapat menimbulkan masalah kesehatan dan potensi

komplikasi, bahadoran et al (2009). Tanggung jawab perawatan anak kurang

pengetahuan dan persiapan dapat menjadi sumber frustrasi dan kelelahan bagi ibu

baru. Persepsi negatif Ibu terhadap kesehatan mereka sendiri juga dapat

berdampak negatif pada perilaku pe rawatan bayi mereka, Aston, (2002).

Depresi pasca persalinan memiliki dampak negatif yang begitu besar

(Regina dkk, 2001 cit., Saryono dan Ryan, 2010).Pada ibu yang mengalami

depresi pasca persalinan, minat dan ketertarikan terhadap bayinya berkurang,

sering tidak tidak berespons positif karena ibu tidak mampu mengenali kebutuhan

bayinya,tidak mampu merawat bayi secara optimal karena merasa tidak berdaya

atau tidak mampu sehingga akan menghindar dari tanggung jawabnya (Elvira,

2006). Proses menyusui pun menjadi terganggu. Jika demikian maka, hubungan

yang terjalin antara ibu dan bayi menjadi tidak erat. Yang akhirnya dapat

menyebabkan gangguan kognitif, psikologis, emosi, dan sosial sang anak

(Rahman et al., 2008). Apabila kondisi tersebut terus berlangsung maka status

perkawinan dan kemampuan untuk berperan dalam kehidupan sosial pun akan

terganggu (Marshall,2004).
Faktor sosial pada periode nifas juga dapat menimbulkan masalah

kesehatan dan potensi komplikasi (MacArthur et al., 2002). Faktor lain yang

dapat meningkatkan kematian ibu adalah rendahnya akses dan kualitas

pelayanan ibu dan anak, kurangnya perilaku hidup bersih dan sehat,

ketidaksetaraan gender, nilai budaya, rendahnya perekonomian, rendahnya

perhatian suami terhadap ibu hamil dan melahirkan, faktor sosial ekonomi

rendah, seperti tinggal di daerah pedesaan, pengangguran, kurang kebersihan,

kemiskinan dan tidak tersedianya perawatan kehamilan dan adat kebiasaan

masyarakat dalam keterampilan perawatan segera setelah melahirkan. Faktor

sosial pada periode nifas juga dapat menimbulkan masalah kesehatan dan

potensi komplikasi (MacArthur et al., 2002).

Kesejahteraan psikologi ibu menetukan awal hubungan ibu dan bayi

dan kesehatan bayi. Memberikan perhatian pada aspek ini sangat penting

terutama pada awal periode paska melahirkan . Persepsi negatif Ibu terhadap

kesehatan mereka sendiri juga dapat berdampak negatif pada perilaku

perawatan bayi mereka. Informasi dan adat/kebiasaan di masyarakat dinilai

cenderung tidak rasional dan membuat bingung para ibu nifas. Kesalahan

informasi dan kurangnya pengetahuan terjadi terutama pada ibu yang pertama

kali melahirkan (primipara) (Turner et al. 2010).

Pengalaman ibu dalam perawatan bayi baru lahir, kondisi selama

sebelum persalinan dan pendidikan sebelum persalinan penting untuk kesiapan

perawatan diri dan bayi baru lahir (Escobar et al., 2001). Persiapan masa nifas

yang tidak diberikan sejak masa kehamilan, menyebabkan ibu tidak mengetahui

perawatan diri dan bayinya dengan baik. Ibu merasa kurang waktu dan ruang
pribadi dan kurang dapat mengendalikan kehidupan mereka, sehingga

persiapan menghadapi kondisi pospartum perlu dilakukan sejak dini, yaitu sejak

masa kehamilan (Escobar et al, 2001).

Dukungan sosial dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental dan

kesejahteraan/kualitas hidup ibu (WHO, 2005). Dukungan sosial berpengaruh

positif terhadap pengalaman perempuan bersalin dan terbukti menjadi faktor

pencegahan depresi postpartum (Evans et al., 2011). Kurangnya dukungan

sosial dapat menimbulkan depresi postpartum sedangkan menurut Leahy-

Warren et al., (2011) prevalensi depresi nifas cukup tinggi sebesar 13,2% pada 6

minggu psotpartum dan 9,8% pada 12 minggu postpartum. Dukungan sosial

dapat berupa bantuan dalam pekerjaan rumah tangga dan perawatan bayi.

Dukungan sosial dapat diterima ibu nifas dari suami dan ibu mereka. Dukungan

terhadap ibu nifas perlu diperhatikan oleh tenaga kesehatan.

Selain dukungan sosial, perawatan masa nifas juga dipengaruhi

oleh efikasi diri ibu nifas (keyakinan ibu dalam kemampuan mereka sebagai ibu

baru). Seorang ibu dengan efikasi diri yang tinggi lebih mandiri dan mampu

memecahkan masalah perawatan (Leahy-Warren et al., 201


VIII. Deteksi Dini Gangguan Psikologi Pada Kehamilan

A. KEHAMILAN

Kehamilan merupakan periode episode dramatis pada kondisi biologis wanita

yang menimbulkan berbagai perubahan psikologis serta membutuhkan upaya

adaptasi dari wanita yang mengalaminya. Sebagian besar wanita menganggap

kehamilan sebagai peristiwa kodrati yang harus di lalui, sedangkan sebagian

lain menganggapnya sebagai peristiwa khusus yang sangat menentukan

kehidupan selanjutnya.

B. Pasangan Infertil

1. Definisi

Infertilitas merupakan suatu kondisi yang menunjukkan ketidakmampuan

suatu pasangan untuk mendapatkan atau menghasilkan keturunan. Istilah

kemandulan selalu ditunjukan kepada wanita akibat ketidakmampuannya untuk

melahirkan anak. Kemandulan juga dianggap sebagai inferioritas dari seorang

wanita, sebab wanita itu baru bisa menerima status warga masyarakat

manakala dia mampu melahirkan anak.

Tetapi, pandangan tersebut telah berubah seiiring dengan perkembangan

teknologi dan kemajuan. Kemandulan tidak lagi dianggap inferioritas wanita.

Secara umum timbulnya kemandulan pada wanita atau pria adalah akibat

kegagalan pada fungsi organ reproduksi dan kondisi psikisnya, seperti depresi

atau stress berat.

2. Faktor Penyebab Kemandulan


1) Faktor Fisik

Merupakan kegagalan fungsi ginekologis pada salah satu pasangan atau

keduanya. Gangguan funsi ginekologis berkaitan dengan gangguan hormone

kehamilan, kegagalan reproduksi pria untuk memberikan sel-sel sperma

optimal, impotensi, dan abnormalitas psikogenesis.

2) Faktor Psikis

Merupakan kemandulan yang disebabkan kompensasi takut hamil,

ketakutan yang berhubungan dengan organ reproduksi wanita, perasaan

berdosa, sterilisasi psikogenesis dan neorotic obsesive, psikosomatis, ketakutan

pembedahan, persalinan, infantilisme, defence mechanism, karier atau

ketakutan kehilangan dalam keharmonisan pada hubungan coitus.

3. Tipe Wanita yang Berkaitan pada Kemandulan

1) Tipe Unmarried

Merupakan tipe kemandulan yang disebabkan wanita atau pria yang sama

sekali tidak menginginkan perkawinan secara biologis. Tipe ini lebih

banyak terjadi pada wanita akibat ketakutan akan kehamilan, rasa sakit

melahirkan, penderitaan saat kehamilan, atau melahirkan. Wanita yang

mandul pun unmarried lebih senang mencari profesi sehingga cenderung

alcoholic work dan sebagai untuk dari konpensasi ketakutan danm perasaan

berdosa jika ia menikah.

2) Tipe Wanita Karier


Perbedaan antara kemandulan tipe wanita karier dengan tipe unmarried

ialah bahwa wanita karier dia menikah dan masih mau melakukan

hubungan perkawina biologis. Akan tetapi, lebih mengutamakan kegiatan

profesi dan karier sehingga dia tidak mengiginkan untuk hamil. Secara

sadar atau tidak sadar mereka ingin menghinadri konflik interes atau

profesinya sebagai ibu.

3) Tipe Agresif Maksulin

Merupakan kemandulan yang ditandai adanya sikap menolak penuh sifat

kewanitaan dan tidak menghendaki anak. Awalnya dia mandul secara

psikis, namun lambat laun menjadi mandul fisik.

4) Tipe Steril Akibat Gangguan Emosional

Merupakan tipe kemandulan akibat ketakutan kehadiran anak kerena

dianggap menambah beban, obsesif, kompulsif terhadap ketidakmampuan

diri wanita, takut menjalani kehamilan, perasaan impotensi pda kehamilan

dan takut tak mampu memelihara anak.

a) Pengaruh Psikis pada Kemandulan

1) Ketakutan-ketakutan yang tidak disadari (dibawah alam sadar).

2) Ketakutan yang bersifat inflantile (kekanak-kanakan).

Ketakutan tersebut tidak hanya berkaitan dengan fungsi reproduksi saja,

akan tetapi berhubungan dengan segala aspek kegiatan seksual. Adapun

sebab-sebab dari ketakutan tersebut biasanya dipengaruhi oleh pengalaman-

pengalaman sejak pubertas.

b) Contoh ketakutan tersebut berupa:


1) Ketakutan oleh fantasi-fantasi kehamilan, antara lain berupa gejalah

muntah-muntah dan perut menjadi kembung.

2) Ketakutan pada menstruasi hingga merasakan gejala nyeri dan sakit waktu

mendapatkan menstruasi.

Sehingga faktor-faktor ketakutan tersebut ialah rasa bersalah disadari dan

mempengaruhi kehidupan psikis pada masa kemandulan.Banyak faktor yang

menyebabkan mengapa sepasang suami –istri tidak atau sukar menjadi hamil

satelah kehidupan seksual normal yang cukup lama. Pada umumnya faktor-faktor

organic atu fisiologi yang menjadi sebab utama. Tapi telah menjadi pendapat

umum bahwa ketidakseimbangan jiwa dan kecemasan atau ketakutan yang

berlebihan (emotional stress) dapat pula menurunkan derajat kesuburan wanita

atau suaminya. Ketegangan jiwa dalam hal ini menyebabkan spasme dari deretan

antara uterus dan tuba.

Menurut penyelidikan oleh Dinie dkk pada 678 kasus dengan keluhan

mandul, mereka menemukan bahwa pada 554 kasus (81,6%) infertilitas

disebabkan oleh kelainan organic, dan pada 124 kasus (18,4%) oleh psikologi.

Setelah diketahui dan ditemukan sebabnya, maka kemudian dengan psikoterapi

suami-istri dibebaskan dari tekanan psikologi atau emosional, maka kemudian si

istri menjadi hamil.

Kesulitan psikologis biasanya mengakibatkan ketidakmampuan wanita

untuk menjadi hamil atau menjadi seorang ibu. Sumber-sumber utama

kemandulan disini dikatakan sebagai akibat gangguan psikologis yang kemudia

sering menggangu proses fisiologis. Contoh: gejala sterilisasi npsikogenesis pada


diri wanita memyebabkan kemandulan. Gejala tesebut banyak distimulir oleh

peristiwa psikis, yaitu sistem hormonal yang tidak stabil.

C. Kehamilan Palsu (Pseudociecys)

Pseudosiesis adalah kehamilan imaginer atau kehamilan palsu, secara

psikis lebih berat gangguannya dari peristiwa abortus. Pseudosiesis adalah wanita

yang tidak hamil tapi merasa bahwa dirnya hamil diikuti dengan munculnya gejala

dan tanda (dugaan) kehamilan. Gejala dan tanda (dugaan) yang muncul adalah

amenorrhea (tidak datang haid), mual muntah dan gejala kehamilan yang tidak

pasti karena adanya gejala dan tanda itu, maka wanita itu merasa ia benar-benar

hamil. Hal ini banyak dijumpai pada wanita yang diinginkan sekali mempunyai

anak dan juga terhadap seorang istri yang infertile yang ingin tetap dicintai oleh

suaminya.

Tanda-tanda kehamilan pseoudosiesis:

a. Berhentinya haid

b. Membesarnya perut

c. Payudara besar dan ASI

d. Panggul melebar

e. Terjadi perubahan pada kelenjar endokrin

Wanita dengan pseudocyesis memiliki kondisi psikologis seperti berikut ini

a. Adanya sikap yang ambivalen terhadap kehamilannya, yaituingin

sekali menjadi hamil, sekaligus tidak ingin menjadi hamil. Ingin

memiliki anak yang dibarengi dengan rasa takut untuk menteralisasi

keinginan mempunyai anak.


b. Keinginan untuk menjadi hamil terutama sekali tidak timbul dari

dorongan keibuan, akan tetapi khusus dipacu oleh dendam, sikap

bermusuhan, dan harga diri. Sebagai contoh pada wanita yang steril.

c. Secara bersamaan muncul kesediaan untuk menyadari, sekaligus

kesediaan untuk tidak mau menyadari bahwa kehamilannya adalah

ilusi belaka.

d. Wanita dengan pseudocyesis tidak terlepas dari pseudologi, yaitu

fantasi-fantasi kebohongan yang selalu ditampilkan ke depan untuk

mengingkari ha-hal yang tidak menyenangkan.

D. Kehamilan di Luar Nikah

Hamil di luar nikah adalah hamil di luar ikatan perkawinan. Pada

umumnya terdapat pada wanita pubertas atau odolescen. Prosesnya adalah

permainan seksual yang belum matang yang merupakan perbuatan seksual sebagai

eksperimen atau coba-coba yang dilakukan para remaja. Kehamilan di luar nikah

biasanya diakibatkan oleh pergaulan bebas yang diakibatkan oleh didikan dari

keluarganya berupa:

a) Kekurangan kasih sayang yang di berikan oleh keluarga terhadap anak

perempuannya akibat orang tua sibuk kerja, perceraian, dan broken

home.

b) Keluarga yang terlalu disiplin sehingga anak tersebut memberontak

untuk menunjukkan kedewasaanya.

Wanita yang mengalami hamil di luar nikah mengalami reaksi psikologi

dan emosional pertma-tama terhadap segala akibat yang akan ditimbulkannya.

Dapat dipahami bahwa mereka yang hamil sebelum menikah menolak


kehamilannya dan mencari pertolongan untuk menggugurkan kandungannya atau

mereka menjadi putus asa dan berusaha bunuh diri.

Dengan terjadinya hamil di luar nikah ini mengakibatkan timbulnya

dampak buruk. Demikian juga kehamilan pra nikah yang terjadi pada remaja

dapat megakibatkan timbulnya masalah-masalah sebagai berikut ini:

1. Masalah Kesehatan Reproduksi

Kesehatan reproduksi sangat penting bagi remaja (putri) yang kelak akan

menikah dan menjadi orang tua. Kesehatan reproduksi yang prima akan

menjadi generasi yang sehat dan berkualitas. Di kalangan remaja telah terjadi

semacam revolusi hubungan seksual yang menjurus kearah liberalisasi dan

berakibat timbulnya berbagai penyakit menular seksual yang merugikan alat

reproduksi antara lain sifilis, gonorhoe, herpes alat kelamin, condiloma

akuminata, HIV dan pada akhirnya AIDS.

Jika suatu saat ingin hamil normal maka besar kemungkinan alat

reproduksi sudah tidak baik dan menimbulkan berbagai komplikasi dalam

kehamilan baik bagi ibu maupaun janin yang dikandung.

2. Masalah Psikologi pada Kehamilan Remaja

Remaja yang hamil di luar nikah, menghadapi berbagai masalah tekanan

psikologis. Yaitu katakutan, kecewa, menyesal dan rendah diri. Dampak

terberat adalah ketika pasangan yang menghamili tidak mau bertanggung

jawab. Perasaan bersalah membuat mereka tidak berani berterus terang pada

orang tua. Pada beberapa kasus seringkali ditemukan remaja yang hamil pra

nikah menjadi frustasi. Lalu nekad berusaha melakukan pengguguran

kandungan dengan pijat ke dukun. Biasanya mereka mendapat referansi dari


teman-teman sebaya agar minum obat-obatan tertentu untuk menggugurkan

kandungan padahal mereka tidak tahu bahwa obat tersebut sangat berbahaya

bagi keselamtan jiwa. Sementara dampak psikologis dari pihak orang tua

adalah perasaan malu dan kecewa. Mersa gagal untuk mendidik putri mereka

terutama dalam hal normal dan agama. Kehamilan di luar nikah masih belum

bisa diterima di masyarakat Indonesia. Sehingga anak yang dilahirkan

nantinya juga akan mendapat stigma sebagai anak haram hasil perzinahan.

Kendati ada juga yang kemudian dinikahkan, kemungkinan besar pernikahan

tersebut banyak yang gagal karena belum ada persiapan mental dan jiwa yang

matang.

3. Masalah Sosial Ekonomi

Keputusan untuk melangsungkan pernikahan diusia dini yang berprovacut

tujuan menyelesaikan masalah pasti tidak akan lepas dari kemelut seperti:

penghasilan terbatas atau belum mampu mandiri dalam membiayai kelurga

baru, putus sekolah, tergantung pada orang tua. Remaja yang hamil dan tidak

menikah seringkali mendapat gunjing dari tetangga. Masyarakat di Indonesia

masih belum bisa menerima single parent.kontrol sosial dan moral dari

masyarakat ini memang tetap diperlukan sebagai rambu-rambu dalam

pergaulan.

4. Dampak Kebidanan

Penyulit pada remaja lebih tinggi dibandingkan denga “kurun waktu

reproduksi sehat” antara umur 20 sampai dengan 30 tahun. Hal ini Karen

abelum matangnnya sistem reproduksi yang berpengaruh besar tehadap

kesehatan ibu maupaun janin.


E. Kehamilan yang tidak Dikehendaki

1. Permasalahan pada Kehamilan Yang Tidak Dikehendaki

1) Kalangan Remaja

Kehamilan yang tidak dikehendaki biasanya terjadi pada remaja akibat

hubungan yang terlampau bebas, tetapi juga pada wanita yang telah menikah

sebagai akibat dari kegagalan kontrasepsi dan penolakan pada jenis kelamin

bayi yang ia kandung.

Remaja bisa bilang kalau seks bebas pra nikah itu aman untuk di lakukan.

Akan tetapi, bila remaja melihat, memahami ataupun merasakan akibat dari

perilaku itu, ternyata hasilnya lebih banyak merugikan. Salah satu resiko dari

seks pranikah atau seks bebas itu adalah kehamilan yang tidak di harapkan

(KTD) . Kehamilan yang tidak di rencankan sebelumnya bisa merampas

“Kenikmatan” masa remaja yang seharusnya di nikmati oleh remaja laki-laki

maupun perempuan. Walaupun kehamilan itu sendiri dirasakan langsung oleh

perempuan, tetapi remaja pria juga akan merasakan dampaknya karena harus

bertanggung jawab. Ada dua hal yang bisa dan biasa dilakukan remaja jika

mengalami KTD (Kartini, 1992):

a) Mempertahankan Kehamilan

Semua dampak tersebut dapat membawa resiko baik fisik, psikis maupun

sosial. Bila kehamilan dipertahankan resiko psikis yang timbul yaitu ada

kemungkinan pihak perempuan menjadi ibu tunggal karena pasangan tidak

mau menikahinya atau tidak mempertanggungjawabkan

perbuatannya.Kalau mereka menikah, hal ini juga bisa mengakibatkan

perkawinan bermasalah yang penuh konflik karena sama-sama belum


dewasa dan belum siap memikul tanggung jawab sebagai orang tua. Selain

itu, pasangan muda terutama pihak perempuan akan sangat di bebani oleh

berbagai perasaan yang tidak nyaman, seperti dihantui rasa malu yang terus

menerus, rendah diri, bersalah atau berdosa, depresi atau tertekan, pesimis

dan lain-lain.

b) Mengakhiri Kehamilan (aborsi)

Bila kehamilan di akhiri bisa mengakibatkan dampak negatif secara psikis.

Oleh karena itu, pelaku aborsi sering kali mengalami perasaan-perasaan

takut, panik, tertekan atau stress, trauma mengingat proses aborsi dan

kesakitan, kecemasan karena rasa bersalah atau dosa akibat aborsi.

2) Wanita Dewasa atau Ibu Yang Sudah Menikah

Seorang ibu yang tidak menghendaki kehadiran anak disebabkan karena

mereka merasa akan mengganggu karirnya karena akan membuatnya

terikat atau karena ia sudah terlampau sibuk merawat anak-anak yang lain.

Selain itu, mereka merasa tidak dapat membagi waktu antara kesibukan

pekerjaan dengan merawat anak. Penyebab terjadinya KTD pada wanita

atau ibu yang telah menikah antara lain karena kegagalan alat kontrasepsi

yang dipakai.

2. Tanda dan Gejala Gangguan Psikologis pada Wanita dengan Kehamilan

yang Tidak Dikehendaki

1) Pada kehamilan yang tidak dikehendaki, wanita merasa bahwa janin yang

dikandungnya bukanlah bagian dari dirinya dan berusaha untuk

mengeluarkan dari tubuhnya melalui tindakan seperti aborsi.


2) Beberapa wanita bersikap aktif-agresif mereka sangat marah dan dendam

pada kekasih atau suaminya serta merasa sanggup menanggung konsekuensi

dari tindaknnya. Selain itu, calon bayinya dianggap sebagai beban dan

malapetaka bagi dirinya.

F. Kehamilan dengan Keguguran

1. Konsep Keguguran / Abortus

Abortus spontan adalah suatu keadaan terputusnya suatu kehamilan

dimana fetus belum sanggup hidup sendiri di luar uterus (berat 400 -1.000

gram atau usia kehamilan kurang dari 28 minggu), sedangkan abortus

kriminalis adalah abortus yang terjadi karena tindakan-tindakan yang tidak

legal atau tidak berdasarkan indikasi medis (Rustam, M, 1998)

2. Faktor Penyebab Abortus

1) Kemiskinan atau ketidakmampuan ekonomi.

2) Ketakutan terhadap orang tua.

3) Moralitas sosial.

4) Rasa malu dan aib.

5) Hubungan cinta yang tidak harmonis

6) Pihak pria yang tidak bertanggung jawab.

7) Kehamilan yang tidak diinginkan.

3. Tanda dan Gejala Gangguan Psikologis pada Abortus

1) Reaksi psikologis wanita terhadap keguguran bergantung konstitusi

psikisnya sendiri.

2) Menimbulkan Sindrom Pasca-Abortus yang meliputi menangis terus-

menerus, depresi berkepanjangan, perasaan bersalah, ketidakmampuan


untuk memaafkan diri sendiri, kesedihan mendalam, amarah, kelumpuhan

emosional, problem atau kelainan seksual, kekacauan pola makan, perasaan

rendah diri, penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang, mimpi-

mimpi buruk dan gangguan tidur lainnya, dorongan untuk bunuh diri,

kesulitan dalam relasasi, serangan gelisa dan panik, serta selalu melakukan

kilas balik.

G. Kehamilan dengan Janin Mati

Hamil dengan janin mati adalah kematian janin dalam kandung yang dapat

disebabkan oleh beberapa hal seperti;

a. Kurang gizi

b. Stres yang berkepanjangan

c. Infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya

Ibu dari janin yang meninggal pada periode perinatal akan mengalami

penderitaan. Selama kehamilan mereka telah mullai untuk mengenali mereka telah

mulai untuk mengenali dan merasa dekatan dengan janinnya, ibu yang mengalami

proses kehilangan atau kematian janin dalam kandungan akan mereka kehilangan.

Pada proses berduka ibu memperlihatkan perilaku yang khas dan merasa

emosianal tertentu. Hal ini di kelompokkan kdedalam berbagai tahapan meliputi :

1) Syok dan menyangkal, ketika di sampaikan janinnya mati reaksi orang tua

atau ibu pertama kali adalah syok, tidak percaya dan menyangkal.

2) Marah dan bergeming, beberapa ahli menyebut ini sebagai tahap pencarian

karena orang tua mencari alasan tentang kematian. Mereka biasanya

mencari hal-hal yang mungkin mereka lakukan dengan berbeda


3) Disorientasi dan depresi, emosi predomininan pada fase ini adalah

kesedihan berduka dibarengi dengan kehilangan, mereka menolak dan

menarik diri, orang tua mungkin mengalami kesulitan untuk kembali ke

kehidupan normal sehari – hari.

4) Reorganisasi dan penerimaan, fase akhir berduka meliputi penerimaan rasa

kehilangan dan kembali beraktvitas normal sehari – hari. Hal yang sangat

individu ini mungkin membutuhkan waktu beberapa bulan. Energi

emosianal ditinggalkan dan dikurangi serta mengalami kembali hubungan

baru serta aktivitas baru.

H. Kehamilan dengan Ketergantungan Obat

Ketergantungan obat adalah salah satu keadaan kebutuhan fisik atau

mental (psikologis) atau kedua – duanya yang terjadi sebagai akibat. Kondisi ini

dapat terjadi akibat pergaulan bebas, kurang perhatian dan kasih sayang dari

suami dan keluarga, serta kurang rasa percaya diri.

Penggunaan obat–obatan oleh wanita hamil dapat menyebabkan masalah

baik pada ibu maupun janinnya. Janin akan mengalami catat fisik dan emosinal.

Pertumbuhan janin akan terhambat, sehingga dapat menyebabkan bayi lahir

dengan berat badan rendah (BBLR). Bahkan dapat menyebabkan anak terhambat

proses belajarnya nantinya dan bahkan ibu–ibu yang ketergantungan obat maka

anaknya juga bisa ketergantungan obat. Selain itu penggunaan obat–obatan atau

ketergantungan obat ini juga dapat menyebabkan terjadinya abortus, partus

premartus, dan abortio plasenta. Tidak hanya itu, wanita dengan ketergantungan

obat ini memiliki efek stres yang tinggi karena pemikiran–pemikiran yang berupa
khayalan yang bukan–bukan terhadap janinnya. Memikirkan janinnya lahir nanti

dalam keadaan cacat dan atau meninggal dalam perutnya.

a) Jenis-jenis Obat yang Menimbulkan Ketergantungan

1) Antikolinergik

Yaitu jenis obat yang memberingkan efek menenangkan, membuat

pemakai tidak atau kurang mampu merasakan sensi. Banyak digunakan

dalam tindakan medis seperti anestesi (pembiusan), meliputi Atropine,

Beladona, dan Skpolamin.

2) Kanabis/Ganja

Yaitu jenis-jenis obat yang tergolong dalam kelas cannabis sativa atau

tanaman rami. Tanaman semak/perdu yang tumbuh secara liar di hutan

yang mana daun, bunga, dan biji kanabis berfungsi untuk relaksan dan

mengatasi kercunan ringan (intoksikasi ringan). Jenisnya antara lain

Mariyuana, Tetra hidrocanabinol (THC), dan ganja.

3) Sedative pada susunan sistem saraf pusat

Yaitu berbagai jenis obat yang mampu menenangkan atau menjadikan

fase relaksasi pada sistem saraf pusat, yaitu Barbiturat, Klordiazepoksid,

Diazepam, Flurazepam, Glutetiiida, dan Meprobanmat.

4) Stimulant pada susunan sisitem saraf pusat

Yaitu berbagai jenis obat-obatan yang mampu menstimulasi kerja sistem

saraf pusat yang terdiri atas antiobesitas, Amfetamin, Kokain,

Metilfedinat, Metaqualon, dan Fenmetrazin.

i. Halusinogen
Yaitu berbagai jenis obat-obatan yang memberikan efek rasa

sejahtera dan eurofia ringan, serta membuat pemakainya

berhalusinasi, yaitu LSD, Ketamin, Meskalin, Dimetiltriptamin,

dan Fensiklidin.

ii. Opiat/Narkotik

Opiate atau opium adalah bubuk yang dihasilkan oleh tanaman

yang bernama Poppy/Papaver somniferum dimana di dalam bubuk

haram tersebut terkandung morfin yang sangat baik untuk

menghilangkan rasa sakit dan kodein yang berfunngsi segai obat

antitusif. Jenisnya antara lain adalah Kodein, Heroin,

Hidromorfom, Meperidin, Morfin, Opium, Pentazosin, dan

Tripelenamin.

b) Tanda dan Gejala Gangguan Psikologis pada Kehamilan dengan

Ketergantungan Obat.

1) Wanita dengan ketergantungan obat cenderung memiliki angka depresi,

kepanikan, dan fobia yang lebih tinggi dari pria, sehingga jika ia dalam

masa kehamilan akan memberikan dampak yang buruk bagi janinnya.

2) Wanita dengan ketergantungan obat merasa dirinya tidak layak untuk

hami, sehingga ia cenderung megingkari kehamilannya.

3) Wanita hamil dengan ketergantungan obat sangant beresiko terlambat

dalam melakukan perawatan prenatal. Mereka enggan berinteraksi

dengan sisitem perawatan kesehatan, terutama jika mereka obat-obat

terlarang yang menyebabkan mereka ketakutan terhadap impikasi

hukum.
4) Terdapat perasaan berdosa dalam dirinya karena kehamilannya,

sehinnga ia takut bayi yang ia kandungnya juga akan mengalami hal

seperti dirinya.

5) Bagi wanita dengan adiksi yang tidak mau bergerak ke siklus

pemulihan, setiap kekhawatiran pada bayinya mungkin

dikesampingkan oleh kekhawatirannya mendapatkan obat.

I. Pengelolaan Gangguan Psikologi

a. Pengelolaan Gangguan Psikologis pada Infertilitas

Gangguan psikologis pada infertilitas merupakan siklus yang tidak

terputus. Infertilitas dapat disebabkan oleh adanya gangguan psikologis

yang menghambat proses reproduksi itu sendiri dan dampak dari

infertilitas ini juga mengakibatkan gangguan psikologis. Adapun

penanganannya dapat dilakukan dengan konseling pasangan, mengingat

kondisi ini melibatkan kedua belah pihak, yaitu suami dan istri.

b. Pengelolaan Gangguan Psikologis pada Kehamilan Palsu

(Pseudocyesis)

Peristiwa pseudocyesis merujuk pada peristiwa pseudologia, yaitu

fantasi-fantasi kebohongan yang selalu ditampilkan ke depan untuk

mengingkari atau menghindari realitas yang tidak menyenangkan. Wanita

pseudocyesis ingin sekali menonjolkan egonya untuk menutupi

kelemahan dirinya, oleh karena itu dipilhlah aliran konseling

psikoanalisis dengan menekankan pentingnya riwayat hidup klien,

pengaruh dari pengalaman diri pada kepribadian individu, serta

irasionalitas dan sumber-sumber tak sadar dari tingkah laku manusia.


Peran konselor dalam hal ini adalah menciptakan suasana senyaman

mungkin agar klien merasa bebas untuk mengekspresikan pikiran-pikiran

yang sulit. Proses ini bisa dilakukan dengan meminta klien berbaring di

sofa dan konselor di belakang (sehingga tidak terlihat). Konselor

berupaya agar klien mendapat wawasan dengan menyelami kembali dan

kemudian menyelesaikan pengalamn masa lalu yang belum terselesaikan.

Dengan begitu klien diharapkan dapat memperoleh kesadaran diri,

kejujuran dan hubungan pribadi yang lebih efektif, dapat menghadapi

ansietas dengan realistis, serta dapat mengendalikan tingkah laku

irasional (Lesmana,2006).

c. Pengelolaan Gangguan Psikologis pada Kehamilan di Luar Nikah

Penatalaksanaan yang bisa dilakukan guna menangani permasalahan ini

adalah dengan konseling humanistik, di mana manusia sebagai individu

berhak menentukan sendiri keputusannya dan selalu berpandangan

bahwa pada dasarnya manusia itu adalah baik (Rogers, 1971). Sebagai

konselor yang ingin memberikan konseling perlu memiliki tiga karakter

seperti berikut ini.

1) Empati, adalah kemampuan konselor untuk merasakan bersama

dengan klien, usaha berpikir bersama tentang, dan untuk mereka

(klien).

2) Positive regard (acceptance), yaitu menghargai klien dengan

berbagai kondisi dan keberadaannya.

3) Congruence(genuineness), adalah kondisi transparan dalam

hubungan terapeutik.
d. Pengelolaan Gangguan Psikologis pada Kehamilan Yang Tidak

Dikehendaki

Penanganan dalam permasalahan ini tidak jauh berbeda dengan penanganan

pada kehamilan di luar nikah. Perbedaannya hanya pada teknik

konselingnya-karena kehamilan ini terjadi pada wanita yang telah menikah-

yaitu dengan konseling pasangan.

e. Pengelolaan Gangguan Psikologis pada Kehamilan dengan Keguguran

Sindrom pasca-abortus berada dalam kategori “kekacauan akibat stress

pasca-trauma”. The American Psychiatric (APA) menjelaskan bahwa

kekacauan akibat stress pasca-trauma terjadi apabila orang mengalami suatu

peristiwa yang melampaui batas pengalaman manusia biasa, di mana

pengalaman ini hampir dipastikan akan mengguncangkan jiwa siapa saja.

Sindrom Pasca-abortus ditangani dengan konseling kejiwaan dan psikologis.

Pada dasarnya terapi konselinng untuk wanita post-aborsi tidak jauh berbeda

dengan konseling karena kehilangan, di mana dalam konseling in harus

memperhatikan setiap fase dalam penerapannya.

f. Pengelolaan Gangguan Psikologis pada Kehamilan dengan Janin Mati

Dalam memberikan bantuan dan konseling pada ibu dengan janin mati harus

disesuaikan dengan fase di mana ia berada. Dengan memperhatikan hal itu

diharapkan bantuan yang diberikan adalah bantuan yang tepat, bukan

bantuan yang justru membuat keadaan semakin kacau.

g. Pengelolaan Gangguan Psikologis pada Kehamilan dengan

Ketergantungan Obat
1) Ketergantungan obat merupakan suatu kondisi yang tercipta karena

adanya pengaruh lingkungan dan faktor kebiasaan.

2) Dalam penanganan permasalahan ini perlu dilakukan konseling dengan

pendekatan behavioristik, di mana konselor membantu klien untuk belajar

bertindak dengan cara-cara yang baru dan pantas, atau mebantu mereka

untuk memodifikasi atau mengeliminasi tingkah laku yang berlebih atau

maladaptif.

3) Tujuan dari konseling yang diberikan adalah untuk mengubah tingkah

laku yang maladaptif dan belajar tingkah laku yang lebih efektif.

Memfokuskan pada faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku dan

menemukan cara untuk mengatasi tingkah laku yang bermasalah. Dalam

hal ini bidan harus mampu membantu klien untuk mengubah tingkah laku

maladaptifnya, yang tentunya melaui tahapan-tahapan dan proses yang

kontinu.

4) Riwayat pasien yang lengkap dengan pertanyaan secara spesifik sangat

penting diperoleh bertujuan mendeteksi penyalahgunaan zat, sehingga

akan dapat diperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi ketergantungan

obat pada wanita tersebut. Bidan harus mengerti bahwa wanita sering kali

menggunakan lebih dari satu zat, contohnya, wanita yang menggunakan

sedatif mungkin juga menggunakan stimulan.

5) Bidan harus mampu meberikan penguatan/reinforcement dan terus

memberikan dukungan pada wanita dalam setiap tahap perubahan tingkah

laku pemulihannya, dan juga menanamkan pengertian akan berharganya

sang buah hati, yang dapat mendorong wanita untuk melakukan proses
pemulihan. Bidan harus memberikan dukungan kontinu pada wanita saat

melakukan pemulihan dan pola kekambuhan adiksi.

6) Jadilah pendengar yang baik bagi wanita dengan ketergantungan zat,

karena sering kali penerimaan yang baik menimbulkan kepercayaan dan

rasa tenang bagi wanita.

J. Konseling dan Komunikasi Terapeutik pada Masa Kehamilan

Tingginya angka kematian ibu (AKI) merupakan permasalahan,

karena kematian ibu akan berdampak kepada seluruh keluarga. Mengingat

masih tingginya AKI, diperlukan suatu kerja sama yang baik antara bidan

dengan ibu. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh bidan adalah

dengan melakukan konseling. Konseling yang diberikan kepada ibu hamil

maupun keluarga meliputi proses kehamilan, gejala kehamilan, tanda-tanda

kehamilan, taksiran usia kehamilan,perkiraan persalinan, status kesehatan

ibu dan janin, keluhan umum, tanda-tanda komplikasi kehamilan, dan lain-

lain.

Konseling yang diberikan bidan pada trimester pertama dan kedua

adalah pemberian informasi tentang perubahan-perubahan yang akan terjadi

selama perkembangan janin berdasarkan usia kehamilannya, perubahan pada

ibu, dan usaha pencegahannya. Beberapa hal yang diperhatikan dalam

konseling antara lain :

a. Rasa Mual yang Disertai Muntah

Konseling yang dilakukan adalah menganjurkan ibu hamil untuk

memakan enam kali sehari dalam jumlah sedikit demi sedikit atau

makan beberapa keping biskuit sebelum atau saat bangun tidur. Atau
menganjurkan ibu menghindari makanan yang bisa memperburuk

keadaan mual. Bila mual dan pusing muncul di pagi hari, cobalah

minum air hangat sebelum tidur, hindari makanan yang berkadar banyak

lemak, asam, pedas dan beraroma bau-bauan dan makanlah makanan

yang banyak mengandung karbohidrat dan protein.

b. Seringnya Buang Air Kecil

Konseling yang dilakukan bidan adalah menganjurkan ibu saat buang air

kecil untuk memiringkan tubuh ke depan. Posisi ini akan membantu ibu

untuk mengosongkan kandung kemih. Selain itu, batasi cairan masuk ke

dalam tubuh malam dan siang hari sebaiknya minumlah air sedikitnya

delapan gelas sehari. Lakukan senam panggul dengan melakukan

gerakan menarik dan menahan panggul hingga 10 hitungan, dan

menganjurkan ibu agar berkemih kurang-kurangya setiap dua jam.

c. Hidung Tersumbat dan Epistaksis

Untuk mengatasi gangguan ini, bidan dapat menganjurkan pada ibu

hamil untuk lebih banyak minum air hangat atau meletakkan handuk

hangat dan memijit didaerah sekitar hidung.

d. Nyeri pada Daerah Payudara

Untuk mereduksi rasa nyeri daerah payudara, bidan dapat menganjurkan

agar ibu hamil menggunakan bra yang mempu menyokong payudara

atau menggunakan bra tidak terlalu menekan.

e. Kembung
Untuk mereduksi rasa kembung bidan dapat menganjurkan agar ibu

hamil mengatur jumlah makanan yang masuk ke dalam tubuh, jangan

makan dengan porsi banyak karena akan memicu kembung dan ketika

makan jangan tergesa-gesa, karena bisa menimbulkan banyak jumlah

gas yang tertelan. Kemudian, hindari makanan yang mengandung gas

atau merangsang lambung seperti kol, gorengan, kacangan, pedas atau

manis.

f. Hiperpalisipasi ( Pengaruh Estrogen )

Untuk mereduksi keadaan ini bidan dapat menganjurkan agar ibu hamil

sering menggunakan pembersih mulut, mengunyah, atau menghisap

permen karet keras.

g. Sakit Kepala dan Kelelahan

Untuk mereduksinya, bidan menganjurkan agar ibu hamil cukup

istirahat dan rajin olahraga, menghindari gerakan-gerakan yang

mengagetkan, duduk dengan posisi nyaman dan rileks, makan teratur,

jangan lapar, hilangkan beban pikiran, dan selalu berpikir positif.

h. Kelelahan

Untuk mereduksinya bidan dapat menganjurkan ibu agar cukup istirahat

dan cukup tidur, jangan memaksa melakukan aktivitas, cukup olahraga,

dan tingkatkan gizi, seperti protein dan zat besi.

i. Sakit Gigi

Untuk mereduksinya, bidan bisa menganjurkan agar ibu hamil rajin

membersihkan gigi setiap selesai makan atau mau tidur, dan sering
berkumur agar asam tak tertinggal di gigi, hindari makanan manis dan

banyak makan-makanan yang mengandung serat.

j. Varises Vena

Gangguan ini muncul akibat sirkulasi buruk dan melemahnya dinding

pembuluh darah. Untuk mereduksinya, bidan bisa memberikan anjuran

kepada ibu hamil lebih banyak berolahraga, jalan kaki di pagi hari secara

teratur, dan tidak melipat kaki saat duduk.

k. Kram Kaki

Penyakit ini muncul akibat spase otot grastokemios dan kurangnya

kalsium. Untuk mereduksinya, bidan dapat menganjurkan agar ibu

melakukan kegiatan senam hamil, periksalah darah, mengurangi

makanan yang mengandung kalsium dan magnesium atau mengurut kaki

mulai ujung kaki hingga paha dan jangan mengencangkan otot kaki

secara mendadak dan selalu berolahraga dengan teratur.

l. Nyeri Punggung

Untuk mereduksinya, bidan dapat menganjurkan agar ibu tidak

mengangkat barang-barang berat, tidak menggunakan sepatu hak tinggi

atau ibu bisa berendam dengan air hangat. Jika lagi duduk gunakan

bantal sebagai penyangga dan hindari berdiri dalam waktu lama.

m. Sesak Napas

Cara mengatasi sesak napas masa kehamilan adalah tidur posisi miring,

memeluk bantal posisi kaki sebelah ditumpangkan ke atas bantall

guling. Dengan begitu diafragma dapat dikurangi dibandingkan bila ibu

tidur telentang. Kurangi berat badan dengan tidak berlebihan.


IX. Deteksi Dini Gangguan Psikologi Pada Persalinan

A. Penyebab Gangguan Psikologi pada Ibu Bersalin

1. Perubahan hormon
Perlu diketahui, ketika mengandung bahkan setelah melahirkan terjadi

"fluktuasi" hormonal dalam tubuh. Hal inilah yang antara lain menyebabkan

terjadinya gangguan psikologis pada ibu yang baru melahirkan.

2. Kurangnya persiapan mental

Yang dimaksud di sini adalah kondisi psikis atau mental yang kurang dalam

menghadapi berbagai kemungkinan seputar peran ganda merawat bayi,

pasangan, dan diri sendiri. Terutama hal-hal baru dan "luar biasa" yang bakal

dialami setelah melahirkan. Ini tentunya dapat menimbulkan

masalah. Penderitaan fisik dan beban jasmaniah selama berminggu-minggu

terakhir masa kehamilan itu menimbulkan banyak gangguan psikis dan pada

akhirnya meregangkan jalinan hubungan ibu dan anak yang semula tunggal

dan harmonis. Maka beban inilah yang menjadi latar belakang dari impuls-

impuls emosional yang diwarnai oleh sikap permusuhan terhadap bayinya.

Lalu ibu tersebut mengharapkan jika bayi yang dikandungnya untuk segera

dikeluarkan dari rahimnya.

3. Keinginan narsistis

Keinginan yang narsistis ini cenderung menolak kelahiran bayinya, dan ingin

mempertahankan bayinya selama mungkin di dalam kandungan. Peristiwa ini

disebabkan oleh: Fantasi tentang calon bayinya yang akan menjadi objek kasih

saying dan beban fisik oleh semakin membesarnya bayi dalam kandungan.

B. Cara Pencegahan Gangguan Psikologi Pada Ibu Bersalin


Tugas penting atau yang paling utama dari seorang wanita dalam proses

kelahiran bayinya, khusus pada periode permulaan (periode mulai melebarnya

saluran vagina dan ujung uterus) ialah sebagai berikut:

1. Sepenuhnya patuh mengikuti kekuatan-kekuatan naluriah dari dalam.

2. Memberikan partisipasi sepenuhnya

3. Dengan kesabaran sanggup menderita segala kesakitan. Selanjutnya, jika

proses kesakitan pertama-tama menjelang kelahiran itu disertai banyak

ketegangan batin dan rasa cemas atau ketakutan yang berlebihan, atau

disertai kecenderungan yang sangat kuat untuk bertingkah super aktif, dan

mau mengatur sendiri proses persalinan maka proses kelahiran bayi bisa

menyimpang dari pola normal dan spontan, serta prosesnya akan sangat

terganggu (merupakan kelahiran yang abnormal).

C. Komunikasi Teurapetik

a. Pengertian komunikasi teurapetik

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses

penyembuhan klien (Depkes RI, 1997). Dalam pengertian lain mengatakan

bahwa komunikasi terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat

memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan

kegiatannya dipusatkan pada klien.

Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik

tolak saling memberikan pengertian antara perawat dengan klien.

Persoalan yang mendasar dari komunikasi ini adalah adanya saling

membutuhkan antara perawat dan klien, sehingga dapat dikategorikan ke


dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan klien, perawat membantu

dan klien menerima bantuan.

Menurut Stuart dan Sundeen (dalam Hamid, 1996), tujuan hubungan

terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien meliputi:

a) Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan terhadap

diri.

b) Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.

c) Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan

saling tergantung dengan kapasitas untuk mencintai dan dicintai.

d) Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan

serta mencapai tujuan personal yang realistik.

b. Tujuan komunikasi terapeutik

Tujuan dari komunikasi terapeutik, yaitu:

1. Membantu pasien memperjelas serta mengurangi beban perasaan dan

pikiran selamam proses persalinan.

2. Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk pasien.

3. Membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri

untuk kesejahteraan ibu dan proses persalinan agar dapat berjalan

dengan semestinya.

c. Pendekatan komunikasi terapeutik.

Pendekatan komunikasi terapeutik, seperti

1. Menjalin hubungan yang mengenakkan (rapport) dengan klien

Bidan menerima klien apa adanya dan memberikan dorongan verbal

yang positif.
2. Kehadiran

Kehadiran merupakan bentuk tindakan aktif ketrampilan yang

meliputi mengayasi semua kekacauan/kebingungan, memberikan

perhatian total pada klien. Bila memungkinkan anjurkan pendamping

untuk mengambil peran aktif dalam asuhan.

3. Mendengarkan

Bidan selalu mendengarkan dan memperhatikan keluhan klien.

4. Sentuhan dalam pendampinganklien yang bersalin.

Komunikasi non verbal kadang-kadang lebih bernilai dari pada kata-

kata. Sentuhan bidan terhadap klien akan memberi rasa nyaman dan

dapat membantu relaksasi.

5. Memberi informasi tentang kemajuan persalinan.

Hal ini diupayakan untuk memberi rasa percaya diri bahwa klien dapat

menyelesaikan persalinan. Pemahaman dapat mengerangi kecemasan

dan dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi apa yang akan

terjadi.

6. Informasi yang diberikan diulang beberapa kali dan jika mungkin

berikan secara tertulis

Memandu persalinan dengan memandu intruksi khusus tentang

bernafas, berelaksasi dan posisi postur tubuh. Misalnya : bidan

meminta klien ketika ada his untuk meneran. Ketika his menghilang,

bidan mengatakan pada ibu untuk bernafas pajang dan rileks.

7. Mengadakan kontak fisik dengan klien


Kontak fisik dapat dilakukan dengan menggosok punggung, memeluk

dan menyeka keringat serta membersihkan wajah klien.

8. Memberikan pujian

Pujian diberikan pada klien atas usaha yang telah dilakukannya.

9. Memberikan ucapan selamat pada klien atas kelahiran putranya dan

menyatakan ikut berbahagia

Komunikasi terapeutik pada ibu dengan gangguan psikologi saat

persalinan dilaksanakan oleh bidan dengan sikap sebagai seorang tua

dewasa, karena suatu ketika bidan harus memberikan perimbangan.

d. Sikap komunikasi terapeutik

Lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat

memfasilitasi komunikasi yang terapeutik menurut Egan, yaitu:

1. Berhadapan. Artinya dari posisi ini adalah “Saya siap untuk anda.

2. Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama

berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap

berkomunikasi.

3. Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk

mengatakan atau mendengar sesuatu.

4. Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan

menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.

5. Tetap rileks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan

dan relaksasi dalam memberi respon kepada klien.

Anda mungkin juga menyukai