Anda di halaman 1dari 19

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Djamal (1993) mengutarakan bahwa hasil analisa dampak lalu lintas diharapkan
memberikan solusi terbaik yang dapat meminimalkan dampak serta memudahkan
pengaturan titik akses ke lahan pembangunan yang baru. Analisa ini akan
menganalisa dampak perkembangan kawasan terhadap kinerja sistem transportasi
yang sudah ada, dilihat dari segi kapasitas, kemacetan, keterlambatan, polusi,
lingkungan, dan parameter lainnya.

Tamin (2000) mengatakan bahwa analisa dampak lalu lintas atau traffic impact
analysis adalah studi yang mempelajari secara khusus tentang dampak lalu lintas
yang ditimbulkan oleh suatu bangunan yang mempengaruhi sistem transportasi.
Dampak lalu lintas yang timbul tergantung dari ukuran dan jenis bangunannya.

Peraturan Menteri Perhubungan Pasal 10 No. 14 Tahun 2004 tentang


Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di Jalan, menyebutkan bahwa setiap
pengembangan ataupun pembangunan pusat kegiatan dan/atau pemukiman yang
berpotensi menimbulkan dampak lalu lintas yang dapat mempengaruhi tingkat
pelayanan yang diinginkan wajib melakukan analisa dampak lalu lintas. Hasil
analisa dampak lalu lintas tersebut merupakan masukan untuk penyempurnaan
perencanaan lalu lintas.

Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 6 Tahun 2005 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan di Kota Surakarta, pada bagian kelima Pasal 26 menyebutkan
bahwa untuk menghindarkan terjadinya dampak negatif lalu lintas akibat
terjadinya sistem kegiatan pada tata guna lahan tertentu, wajib dilakukan analisa
dampak lalu lintas.

commit to user

4
perpustakaan.uns.ac.id 5
digilib.uns.ac.id

Dalam jurnal Internasional berjudul City of Austin Planning and Development


disebutkan bahwa ANDALALIN (Traffic Impact Analysis) adalah suatu dokumen
yang berisi tentang informasi dan evaluasi dampak kinerja lalu lintas akibat
pengembangan suatu kegiatan yang didalamnya harus mengidentifikasi
permasalahan yang mungkin ditimbulkan akibat pengembangan kegiatan tersebut,
beserta rekomendasi terbaik berdasarkan pendekatan masalah dari kegiatan
tersebut. (Ara dan Eres, 2009).

Dalam jurnal Internasional berjudul City of Avondale Engineering menyebutkan


bahwa ANDALALIN mengidentifikasi volume lalu lintas eksisting, memprediksi
pertambahannya, dan mencari penanganan terbaik yang bisa direkomendasikan
yang berguna untuk identifikasi awal dari suatu kemungkinan masalah lalu lintas.
(Bury and partners, 2009).

Tujuan dari studi evaluasi dampak lalu lintas adalah untuk dapat mengantisipasi
dampak yang ditimbulkan oleh suatu kawasan pengembangan terhadap lalu lintas
di sekitarnya dan memprediksi dampak yang ditimbulkan suatu pembangunan
kawasan, beberapa penelitian yang berkaitan dengan evaluasi dampak lalu lintas:

Arief (2007) dalam tesis yang berjudul Analisa Dampak Lalu-Lintas


(ANDALALIN) pada Pusat Perbelanjaan Yang telah Beroperasi Ditinjau dari
Tarikan Perjalanan (Studi Kasus pada Pacific Mall Tegal) menyebutkan bahwa
pembangunan Pacific Mall Tegal menyebabkan perubahan derajat kejenuhan pada
Jalan Mayjen Sutoyo Tegal menjadi 0,84 dan membebani ruas jalan sebesar
4,21% (198,24 smp/jam) pada tahun 2008.

Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tangerang


(2010) melakukan Analisa Dampak Lalu Lintas Pembangunan SPBU Cisoka Desa
Solear, Kecamatan Solear, Kabupaten Tangerang yang menyimpulkan bahwa
dalam kondisi tanpa pembangunan SPBU Cisoka, pada tahun 2010 ruas jalan
disekitar lokasi mempunyai V/C ratio dibawah 0,60 dan kecepatan jaringan
sebesar 36,0 km/jam. Sedangkan dengan pembangunan SPBU Cisoka pada tahun
2010, ruas jalan disekitar lokasi mempunyai V/C ratio 0,63 dan kecepatan
jaringan sebesar 35,4 km/jam. Pada
commit
tahun
to 2015,
user dengan mengasumsikan tingkat
perpustakaan.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id

pertumbuhan lalu lintas sebesar 7% tiap tahunnya, kondisi ruas jalan disekitar
lokasi tanpa pembangunan SPBU Cisoka mempunyai V/C ratio 0,83 dan
kecepatan jaringan sebesar 36,0 km/jam. Dengan asumsi tingkat pertumbuhan lalu
lintas yang sama, pada kondisi dengan pembangunan SPBU Cisoka pada tahun
2015, ruas jalan di sekitar lokasi mempunyai nilai V/C ratio 0,89 dan kecepatan
jaringan sebesar 35,4 km/jam.

Rahman (2010), menganalisis dampak lalu lintas dengan studi kasus berupa studi
kemacetan di Jalan Ngagel Madya Surabaya. Dari analisa lalu lintas didapatkan
hasil tingkat pelayanan jalan : untuk ruas jalan (kon disi lalu lintas pukul 06.00 –
07.00 WIB didapat DS = 0.320, kondisi lalu lintas pukul 13.00 – 14.00 WIB
didapat DS = 0.355), sedangkan untuk tingkat pelayanan simpang (kondisi lalu
lintas pukul 06.00 – 07.00 WIB didapat DS = 0.413, kondisi lalu lintas pukul
13.00 – 14.00 WIB didapat DS = 0.471). Dengan kondisi tingkat pelayanan (DS)
ruas dan simpang kurang dari 0.85, disimpulkan jalan Ngagel Madya tidak terjadi
kemacetan. Pada analisa antrian didapatkan hasil nilai tingkat kedatangan (λ)
kurang dari tingkat pelayanan (µ), kondisi ini menjelaskan kondisi antrian Jl.
Ngagel Madya masih baik atau tidak terjadi antrian yang berarti. Untuk
memperbaiki kondisi lalu lintas di masa mendatang disarankan kepada pihak
Santa Clara untuk menyediakan dan mengelolah sarana antar jemput siswa,
sehingga penutupan jalan Ngagel Madya dari arah Selatan ke Utara pada pukul
06.00 – 07.30 tidak perlu dilakukan lagi.

Studi evaluasi dampak lalu lintas ini juga erat kaitannya dengan tarikan dan
bangkitan suatu kawasan. Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan
tarikan dan bangkitan:

Dwijayani (2009) melakukan anlisis pemodelan tarikan pergerakan Department


Store dimana studi kasus di wilayah Surakarta. Analisis dan pembahasan
menghasilkan kesimpulan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi tarikan
pergerakan kendaraan department store di wilayah Surakarta dan merupakan
variabel bebas yaitu jumlah karyawan, total luas dasar bangunan, total luas
bangunan, total luas komersiil dan total luas area parkir. Semua variabel bebas
commit to user
mempunyai pengaruh baik terhadap tarikan kendaraan maupun variabel bebas.
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

Variabel bebas yang mempunyai pengaruh paling kuat terhadap tarikan


pergerakan kendaraan adalah totak luas bangunan. Dari analisis yang dilakukan
diperoleh model terbaik tarikan pergerakan di department store wilayah Surakarta
adalah Y= 82,224 + 0,008X4, dimana Y adalah tarikan pergerakan kendaraan
(smp/ jam) dan X4 merupakan total luas bangunan (m2).

Halomoan (2009) dalam penelitannya terhadap pemodelan tarikan pergerakan


pada profil hotel berbintang di daerah Surakarta mendapatkan kesimpulan bahwa
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tarikan pergerakan ke hotel yang
merupakan variabel bebas yaitu luas lahan, luas bangunan, luas parkir, total
jumlah kamar yang tersedia, jumlah ruang rapat, dan luas maksimum ruang rapat.
Luas maksimum ruang rapat merupakan faktor yang sangat kuat berpengaruh
terhadap tarikan pergerakan kendaraan ke hotel. Selain itu, diperoleh model
terbaik yang didapatkan setelah dilakukan anlisis persamaan regresi dan pengujian
terhadap masing-masing model adalah Y= 35,904 + 0,019X5, dimana Y adalah
tarikan pergerakan ke hotel yang bersangkutan (smp/ jam) dan X5 merupakan luas
maksimum ruang rapat (m2).

Munawar (2006) dalam Dokumen Analisa Dampak Lalulintas SPBU Jalan Ring
Road Selatan Jadan, Tamantirto, Kasihan, Bantul memodelkan tarikan pergerakan
menuju SPBU dengan persamaan Y1= 66,972 + 0,06905X, Y2= 33,38 + 0,155X,
dan Y3= 0,1X. Dimana Y1= tarikan pergerakan motor (kendaraan/jam), Y2=
tarikan pergerakan mobil (kendaraan/jam), Y3= tarikan pergerakan bus/truk
(kendaraan/jam), dan X= volume lalu lintas di ruas jalan searah dengan lokasi
SPBU (kendaraan/jam).

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Analisa Dampak Lalu Lintas

Dari beberapa pengertian diperoleh intisari pengertian analisis dampak lalu lintas
(pada penelitian ini selanjutnya disebut studi evaluasi dampak lalu lintas). Studi
evaluasi dampak lalu lintas adalah kajian yang menilai efek – efek yang
ditimbulkan akibat pengembangan tata guna lahan terhadap sistem pergerakan
commit to user
arus lalu lintas pada suatu ruas jalan terhadap jaringan transportasi di sekitarnya.
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

Berdasarkan Pedoman Teknis Penyusunan Analisa Dampak Lalu Lintas


Departemen Perhubungan, ukuran minimal peruntukan lahan yang wajib
melakukan ANDALALIN dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Ukuran Minimal Peruntukan Lahan yang wajib ANDALALIN
Peruntukan Lahan Ukuran Minimal Kawasan
Permukiman 50 unit
Apartemen 50 unit
Perkantoran 1.000 m2 Luas Lantai Bangunan
Pusat Perbelanjaan 500 m2 Luas Lantai Bangunan
Hotel/ Mote /Penginapan 50 kamar
Rumah Sakit 50 tempat tidur
Sekolah Universitas 500 siswa
Tempat Kursus Bangunan dengan kapasitas 50 siswa per waktu
Industri/ Perdagangan 2500 m2 Luas Lantai Bangunan
Restaurant 100 tempat duduk
Tempat Pertemuan/ Tempat Kapasitas 100 tamu/ 100 tempat duduk
Hiburan/ Pusat Olah Raga
Terminal/ Pool Kendaraan/ Wajib
Gedung Parkir
Pelabuhan/ Bandara Wajib
SPBU 4 Selang Pompa
Bengkel Kendaraan Bermotor 2000 m2 Luas Lantai Bangunan
Drive Through Bank/ Wajib
Restaurant/ Pencucian Mobil
Sumber: Pedoman Teknis Analisa Dampak Lalu Lintas Pembangunan Pusat Kegiatan pada Ruas
Jalan Nasional di Wilayah Perkotaan (2009)

Berdasarkan tinjauan-tinjauan tersebut, evaluasi dampak lalu lintas SPBU


Manahan Surakarta menarik untuk dikaji. Disamping karena sudah memenuhi
Pedoman Teknis Andalalin Departemen Perhubungan, juga karena belum adanya
penelitian yang mengkaji evaluasi dampak lalu lintas pembangunan SPBU di
Surakarta. Letak SPBU Manahan yang strategis juga menjadi pembeda penelitian
commit to user
ini dengan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya.
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

Lebih lanjut dikatakan bahwa dampak lalu lintas terjadi pada dua tahap, yaitu:
1. Tahap konstruksi/ pembangunan, pada tahap ini akan terjadi bangkitan lalu
lintas akibat angkutan material dan mobilitas alat berat yang membebani ruas
jalan pada rute material.
2. Tahap pasca konstruksi/ saat beroperasi, pada tahap ini akan terjadi bangkitan
lalu lintas dari pengunjung, pegawai, dan penjual jasa transportasi yang akan
membebani ruas – ruas jalan tertentu, serta timbulnya bangkitan parker
kendaraan.

Perkiraan banyaknya lalu lintas yang dibangkitkan oleh fasilitas pembangunan


dan pengembangan kawasan merupakan hal yang mutlak penting untuk dilakukan,
termasuk dalam proses analisis dampak lalu lintas adalah dilakukannya
pendekatan manajemen lalu lintas yang dirancang untuk menghadapi dampak dari
perjalanan terbangkitkan terhadap jaringan yang ada. (Tamin, 2000).

The Institution of Highways and Transportation (1994) menyatakan bahwa


besar – kecilnya dampak kegiatan terhadap lalu lintas dipengaruhi oleh hal – hal
sebagai berikut:
1. Bangkitan / Tarikan perjalanan.
2. Menarik tidaknya suatu pusat kegiatan.
3. Tingkat kelancaran lalu lintas pada jaringan jalan yang ada.
4. Prasarana jalan di sekitar pusat kegiatan.
6. Jenis tarikan perjalanan oleh pusat kegiatan.
7. Kompetisi beberapa pusat kegiatan yang berdekatan.

Sasaran analisis dampak lalu lintas ditekankan pada:


1. Penilaian dan formulasi dampak lalu lintas yang ditimbulkan oleh daerah
pembangunan baru terhadap jaringan jalan di sekitarnya, khususnya ruas-ruas
jalan yang membentuk sistem jaringan utama.
2. Upaya sinkronisasi terhadap kebijakan pemerintah dalam kaitannya dengan
penyediaan sarana dan prasarana jalan, khususnya rencana peningkatan
prasarana jalan dan persimpangan di sekitar pembangunan utama yang
diharapkan dapat mengurangi konflik, kemacetan, dan hambatan lalu lintas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

3. Penyediaan solusi yang dapat meminimalkan kemacetan lalu lintas yang


disebabkan oleh dampak pembangunan baru, serta penyusunan usulan indikatif
terhadap fasilitas tambahan yang diperlukan guna mengurangi dampak yang
diakibatkan oleh lalu lintas yang dibangkitkan oleh pembangunan baru
tersebut, termasuk upaya untuk mempertahankan tingkat pelayanan prasarana
sistem jaringan jalan yang telah ada.

2.2.2. Konsep Perencanaan Transportasi

Konsep perencanaan transportasi yang paling populer adalah Model Perencanaan


Transportasi Empat Tahap (Four Stages Transport Model), yang terdiri dari:
1. Bangkitan dan tarikan pergerakan (Trip Generation)
2. Distribusi pergerakan lalu lintas (Trip Distribution)
3. Pemilihan moda (Modal Choice/ Modal split)
4. Pembebanan lalu lintas (Trip Assignment)

Bangkitan dan Tarikan Pergerakan


(Trip Generation).

Distribusi Pergerakan
(Trip Distribution)

Pemilihan Moda
(Modal Split).

Pembebanan Lalu Lintas


(Trip Assignment)

Gambar 2.1 Tahap Perencanaan Transportasi

2.2.2.1. Bangkitan dan Tarikan Pergerakan (Trip Generation and Trip


Distribution)

Bangkitan/tarikan perjalanan dapat diartikan sebagai jumlah/banyaknya tambahan


perjalanan/pergerakan/lalu lintas yang dibangkitkan maupun ditarik oleh suatu
zona (kawasan) per satuan waktu (pertodetik,
commit user menit, jam, hari, minggu, dan
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

seterusnya). Sehingga bangkitan perjalanan dapat disimpulkan sebagai tahapan


pemodelan transportasi yang memperkirakan dan meramalkan jumlah
(banyaknya) perjalanan yang berasal (meninggalkan) suatu zona dan datang
(tertarik) menuju zona lain pada masa yang akan datang (tahun rencana) per
satuan waktu. Dengan kata lain dapat diartikan bahwa jumlah perjalanan adalah
fungsi dari tata guna lahan/kawasan/zona yang menghasilkan perjalanan. Hal ini
dapat dibentuk dalam persamaan fungsional berikut:

Jumlah Trip (Qtrip) = f (TGL) (2-1)


Dimana:
Qtrip : Jumlah perjalanan yang timbul dari suatu tata guna lahan (zona) per
satuan waktu.
f : Fungsi matematik.
TGL : Karakteristik-karakteristik dan sosial-ekonomi tata guna lahan (zona)
dalam lingkup wilayah kajian.

Bangkitan perjalanan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :


a. Bangkitan pergerakan (Trip Production) merupakan suatu pergerakan berbasis
rumah yang mempunyai tempat asal dan/atau tujuan rumah atau pergerakan
yang dibangkitkan oleh pergerakan berbasis bukan rumah.
b. Tarikan pergerakan (Trip Attraction) merupakan suatu pergerakan berbasis
rumah yang mempunyai tempat asal dan/atau tujuan bukan rumah atau
pergerakan yang dibangkitkan oleh pergerakan berbasis bukan rumah.
(Tamin, 2000)

Penggambaran dari dinamika bangkitan dan tarikan perjalanan dapat dilihat pada
gambar berikut:

commit to
Gambar 2.2 Bangkitan danuser
Tarikan Perjalanan
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

2.2.2.2. Distribusi Pergerakan Lalu Lintas (Trip Distribution)

Distribusi pergerakan lalu lintas adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan


sebaran pergerakan yang meninggalkan suatu zona yang menuju suatu zona
lainnya.

Pola distribusi lalu lintas antara zona asal dan tujuan adalah hasil dari dua hal
yang terjadi secara bersamaan, yaitu:
Ø Lokasi dan intensitas tata guna lahan yang akan menghasilkan lalu lintas.
Ø Spatial separation (pemisahan ruang), interaksi antara dua buah tata guna lahan
akan menghasilkan pergerakan

2.2.2.3. Pemilihan Moda (Modal Choice/Modal Split)

Jika terjadi interaksi antara dua tata guna tanah, seseorang akan memutuskan
bagaimana interaksi tersebut dilakukan. Biasanya interaksi tersebut mengharuskan
terjadinya perjalanan. Dalam kasus ini keputusan harus ditentukan dalam hal
pemilihan moda yang mana:
Ø Pilihan pertama biasanya antara jalan kaki atau menggunakan kendaraan.
Ø Jika kendaraan harus digunakan, apakah kendaraan pribadi (sepeda, sepeda
motor, mobil, dll) atau angkutan umum (bus, becak, dll).
Ø Jika angkutan umum yang digunakan, jenis apa yang akan digunakan (angkot,
bus, kereta api, pesawat, dll).

Pemilihan moda transportasi sangat tergantung dari:


1. Tingkat ekonomi/ income kepemilikan
2. Biaya transport

2.2.2.4. Pembebanan Lalu Lintas (Trip Assignment)

Pemilihan rute tergantung dari alternatif terpendek, tercepat, termurah, dan juga
diasumsikan bahwa pemakai jalan mempunyai informasi yang cukup (misalnya
tentang kemacetan jalan) sehingga mereka dapat menentukan rute terpendek.
Hasil akhir dari tahap ini adalah diketahuinya volume lalu lintas pada setiap rute.
Ø Kendaraan pribadi, rute yang dipilih sembarang
commit to user
Ø Kendaraan umum, rute sudah tertentu
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

2.2.3. Analisa Tarikan

Analisa tarikan akibat pembangunan SPBU Manahan menggunakan model


pergerakan dimana model yang digunakan berdasarkan pemodelan tarikan
pergerakan dari bangunan yang diasumsikan sama dengan SPBU Manahan.
Dalam penelitian ini model yang digunakan adalah model tarikan dari Analisa
Dampak Lalulintas SPBU Jalan Ring Road Selatan Jadan, Tamantirto, Kasihan,
Bantul yang dilakukan oleh Prof. Dr. Ing. Ir. Ahmad Munawar M,Sc. Hal ini
dilakukan mengingat kemiripan karakteristik antara daerah studi (Surakarta dan
Yogyakarta), baik dari segi sosial, ekonomi, maupun budaya.

Tarikan Sepeda Motor: Y = 66,972 + 0,06905X (2-2)


Tarikan Mobil: Y = 33,38 + 0,155X (2-3)
Tarikan Bus/Truk: Y = 0,1X (2-4)
Dimana:
X: Prediksi tarikan lalu lintas.
Y: Volume lalu lintas di ruas jalan searah dengan lokasi SPBU.
Sumber: Dokumen Analisis Dampak Lalu Lintas Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Jalan
Ringroad Selatan, Jadan, Tamantirto, Kasihan, Bantul (Munawar, 2006)

2.2.4. Catchment Area

Catchment area diartikan sebagai wilayah/daerah yang terkena dampak lalu lintas
suatu daerah yang ditinjau. Dalam penjabarannya, catchment area dibagi menjadi
dua bagian, yaitu Ruas Simpang dan Ruas Jalan.

2.2.4.1. Ruas Simpang

Pignataro (1973) mendefinisikan simpang sebagai suatu area yang kritis pada
suatu jalan raya yang merupakan tempat titik konflik dan tempat kemacetan
karena bertemunya dua ruas jalan atau lebih. Karena merupakan tempat terjadinya
konflik dan kemacetan maka hampir semua simpang terutama di perkotaan
membutuhkan pengaturan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

2.2.4.2. Ruas Jalan

MKJI (1997) mendefinisikan ruas jalan sebagai daerah jalan yang dilalui
kendaraan, dimana tidak terpengaruh dengan keberadaan simpang terdekatnya.
Pendekatannya adalah sekitar 200 meter setelah maupun sesudah simpang.
Besarnya kapasitas ruas jalan didefinisikan sebagai volume lalu lintas maksimum
yang dapat dilayani oleh suatu ruas jalan pada kondisi tertentu, yang dinyatakan
dalam satuan mobil penumpang per jam (smp).

2.2.5. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan dan Persimpangan

2.2.5.1. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan

Menurut buku “Standart Desain Geometrik Jalan Perkotaan” yang dikeluarkan


oleh Ditjen Bina Marga, Kapasitas Dasar didefinisikan sebagai volume
maksimum per jam yang dapat lewat suatu potongan lajur jalan (untuk jalan multi
jalur) atau suatu potongan jalan (untuk jalan dua lajur) pada kondisi jalan dan arus
lalu lintas ideal. Satuan mobil penumpang (smp) yang digunakan untuk jalan kota
berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) ditunjukkan dalam tabel
berikut:
Tabel 2.2 Tabel Satuan Mobil Penumpang untuk berbagai jenis jalan kota
EMP
Arus lalu lintas
Tipe Jalan Kendaraan Sepeda Motor
Total Dua Arah
Berat ≤ 6m ≥ 6m
2 lajur tidak dipisah 0 1,3 0,5 0,4
(2/2 UD) ≥ 1800 1,2 0,35 0,25
4 lajur tidak dipisah 0 1,3 0,4
(4/2 UD) ≥ 3700 1,2 0,25
2 lajur satu arah lajur 0 1,3 0,4
(3/1) dan 4 lajur
terpisah (4/2D) ≥ 1050 1,2 0,25
3 lajur satu arah (3/1) 0 1,3 0,4
dan 6 lajur dipisah
(6/2D) ≥ 1100 1,2 0,25
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

Besarnya kapasitas suatu ruas jalan dapat dihitung dengan persamaan berikut:
C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs x FCks (2-5)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

Dimana:
C : Kapasitas (smp/jam)
Co : Kapasitas dasar untuk kondisi tertentu atau ideal (smp/jam)
FCw : Faktor penyesuaian lebar efektif jalan
FCsp : Faktor penyesuaian pemisah arah
FCsf : Faktor penyesuaian hambatan samping
FCcs : Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota
FCks : Faktor penyesuaian dengan kerb dan bahu jalan

a. Kapasitas dasar jalan perkotaan (Co)


Kapasitas dasar adalah kapasitas segmen jalan untuk kondisi tertentu sesuai
kondisi geometric, pola arus lalu lintas, dan faktor lingkungan. Jika kondisi
sesungguhnya sama dengan kasus dasar (ideal) tertentu, maka semua faktor
penyesuaian menjadi 1,0 dan kapasitasnya menjadi sama dengan kapasitas dasar
(Co). Kapasitas dasar jalan tergantung kepada tipe jalan, jumlah lajur, dan apakah
jalan dipisah dengan pemisah fisik atau tidak.
Tabel 2.3 Kapasitas dasar jalan perkotaan (Co)
Kapasitas Dasar
No. Tipe Jalan Keterangan
(smp/jam)
1. Empat lajur terbagi atau Jalan satu arah 1650 Per lajur
2. Empat lajur tidak terbagi 1500 Per lajur
3. Dua lajur tidak terbagi 2900 Total dua arah
Sumber: MKJI (1997)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

b. Faktor penyesuaian lebar efektif jalan (FCw)


Faktor penyesuaian kapasitas untuk lebar jalur lalu lintas jalan perkotaan adalah
faktor penyesuai untuk kapasitas dasar akibat lebar jalur lalu lintas.
Tabel 2.4 Faktor Penyesuaian Kapasitas (FCw) untuk Pengaruh Lebar Jalur Lalu
Lintas Jalan Perkotaan

Tipe jalan Lebar jalur lalu lintas efektif (WC) (m) FCw

Perlajur
3,00 0,92
Empat lajur
3,25 0,96
terbagi atau jalan
3,50 1,00
satu arah
3,75 1,04
4,00 1,08
Perlajur
3,00 0,91
Empat lajur tak 3,25 0,95
terbagi 3,50 1,00
3,75 1,05
4,00 1,09
Total dua arah
5 0,56
6 0,87
Dua lajur tak 7 1,00
terbagi 8 1,14
9 1,25
10 1,29
11 1,34
Sumber: MKJI (1997)

c. Faktor penyesuaian arah lalu lintas (FCsp)


Faktor penyesuai kapasitas untuk pemisahan arah lalu lintas adalah faktor
penyesuai kapasitas dasar akibat pemisahan arah lalu lintas (hanya pada jalan dua
arah tak terbagi). Faktor ini mempunyai nilai paling tinggi pada prosentase
pemisahan arah 50%-50% yaitu bilamana arus pada kedua arah adalah sama pada
periode waktu yang dianalisa (umumnya satu jam). Besarnya faktor penyesuaian
untuk jalan pada jalan raya tanpa menggunakan pemisah tergantung kepada
besarnya split kedua arah.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

Tabel 2.5 Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Pemisah Arah (FCsp)


Pemisah Arah
50-50 60-40 70-30 60-20 90-10 100-0
SP %
2/2 1,00 0,94 0,88 0,82 0,76 0,70
FCsp
4/2 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88 0,85
Sumber: MKJI (1997)

d. Faktor penyesuaian hambatan samping (FCsf)


Faktor penyesuai kapasitas untuk hambatan samping adalah faktor penyesuai
kapasitas dasar akibat hambatan samping sebagai fungsi lebar bahu. Hambatan
samping ini dipengaruhi oleh berbagai aktifitas disamping jalan yang berpengaruh
terhadap arus lalu lintas. Hambatan samping yang terutama berpengaruh pada
kapasitas dan kinerja jalan perkotaan:
· Jumlah pejalan kaki berjalan atau menyebrang sisi jalan.
· Jumlah kendaraan berhenti diparkir.
· Jumlah kendaraan masuk dan keluar ke/dari lahan samping jalan dan jalan sisi.
· Jumlah kendaraan yang bergerak lambat yaitu arus total (kend/jam).
Tabel 2.6 Faktor Penyesuaian Kapasitas (FCsf) untuk Pengaruh Hambatan
Samping dan Lebar Bahu

Faktor Penyesuaian Hambatan Samping dan


Kelas
Tipe Lebar Bahu (FCsf)
Hambatan
Jalan Lebar Bahu (m)
Samping
≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0
VL 0,96 0,98 1,01 1,03
ML 0,94 0,97 1,00 1,02
4/2D M 0,92 0,95 0,98 1,00
H 0,88 0,92 0,95 0,98
VH 0,84 0,88 0,92 0,96
VL 0,96 0,99 1,01 1,03
ML 0,94 0,97 1,00 1,02
4/2 UD M 0,92 0,95 0,98 1,00
H 0,87 0,91 0,94 0,98
VH 0,80 0,86 0,90 0,95
2/2 UD VL 0,94 0,96 0,99 1,01
atau ML 0,92 0,94 0,97 1,00
Jalan M 0,89 0,92 0,95 0,98
Satu H 0,82 0,86 0,90 0,95
Arah VH 0,73 0,79 0,85 0,91
Sumber: MKJI (1997) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

Tabel 2.7 Faktor Penyesuaian Kapasitas (FCsf) untuk Pengaruh Hambatan


Samping dan Jarak Kereb-Penghalang (FCsf)

Faktor Penyesuaian Hambatan Samping dan


Kelas
Tipe Lebar Bahu (FCsf)
Hambatan
Jalan
Samping Lebar Kereb-Penghalang (m)
≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0
VL 0,95 0,97 0,99 1,03
ML 0,94 0,96 0,98 1,00
4/2D M 0,91 0,93 0,95 0,98
H 0,86 0,89 0,92 0,95
VH 0,81 0,85 0,88 0,92
VL 0,95 0,97 0,99 1,03
ML 0,93 0,95 0,97 1,00
4/2 UD M 0,90 0,92 0,95 0,97
H 0,84 0,87 0,90 0,93
VH 0,77 0,81 0,85 0,90
2/2 UD VL 0,93 0,95 0,97 0,99
atau ML 0,90 0,92 0,95 0,97
Jalan M 0,86 0,88 0,91 0,94
Satu H 0,78 0,81 0,84 0,88
Arah VH 0,68 0,72 0,77 0,82
Sumber: MKJI (1997)

Untuk mengetahui tingkat hambatan samping pada kolom (2) tabel (2.6 dan
2.7) dengan melihat kolom (3) tabel (2.8) dibawah ini, tetapi apabila data
terinci hambatan samping tersebut tersedia maka hambatan samping dapat
ditentukan dengan prosedur berikut:
1. Periksa mengenai kondisi khusus dari kolom (4) tabel (2.8) dan pilihsalah
satu yang yang paling tepat untuk keadaan segmen jalan yang dianalisa.
2. Amati foto pada gambar A-4:1-5 (MKJI 1997) yang menunjukkan kesan
visual rata-rata yang khusus dari masing-masing kelas hambatan samping.
Dan pilih slah satu yang paling sesuai dengan kondisi rata-rata
sesungguhnya pada kondisi lokasi untuk periode yang diamati.
3. Pilih kelas hambatan samping berdasarkan pertimbangan dari gabungan
langkah 1 dan 2 diatas.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

Tabel 2.8 Penentuan Kelas Hambatan Samping

Frekuensi Kelas
Berbobot Kondisi Khusus Hambatan Kode
Kejadian Samping

Pemukiman, hampir tidak ada Sangat


< 100 VL
kegiatan Rendah

Pemukiman, beberapa
100-299 Rendah L
angkutan umum

Daerah industri dengan toko-


300-499 Sedang M
toko di sisi jalan

Daerah niaga dengan aktifitas


500-899 Tinggi H
di sisi jalan yang tinggi

Daerah niaga dengan aktifitas Sangat


> 900 VH
di sisi jalan yang sangat tinggi Tinggi
Sumber: MKJI (1997)

e. Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota (FCcs)


Berdasarkan hasil penelitian ternyata ukuran kota mempengaruhi kapasitas.
Seperti ditunjukkan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 2.9 Penyesuaian Ukuran Kota (FCcs)
Ukuran kota Faktor Penyesuaian
(juta penduduk) Ukuran Kota (FCcs)
≤ 0,1 0,88
0,1-0,5 0,90
0,5-1,0 0,94
1,0-3,0 1,00
≥ 3,0 1,04
Sumber: MKJI (1997)

f. Faktor Penyesuaian Jalan dan Kerb


Tabel 2.10 Penyesuaian Jalan dengan Kerb (FCks)
Faktor Penyesuaian Jalan dengan Kerb (FCks)
Tipe jalan
0 0,5 1 1,5 >2
2/2 0,85 0,89 0,93 0,96 1,00
4/2 0,96 0,99 1,01 1,04 1,06
1-3/1 0,94 0,98 0,94 0,98 1,02
Sumber: MKJI (1997) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

g. Faktor Penyesuaian Lebar Jalan (FCw)


Lebar badan jalan efektif sangat mempengaruhi kapasitas jalan. Seperti
ditunjukkan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 2.11 Penyesuaian Lebar Efektif Jalan (FCw)
Tipe Jalan Lebar Jalan Efektif FCw Keterangan
3 0,92
3,24 0,96
Empat lajur terbagi
3,5 1,00 Per lajur
atau jalan satu arah
3,75 1,04
4 1,08
3 0,91
3,25 0,95
Empat lajur tidak
3,5 1,00 Per lajur
terbagi
3,75 1,05
4 1,09
5 0,58
6 0,87
7 1,00
Dua lajur tidak
8 1,14 Kedua arah
terbagi
9 1,24
10 1,29
11 1,34
Sumber: MKJI (1997)

2.2.5.2. Perhitungan Kapasitas Persimpangan Bersinyal

Untuk menghitung kapasitas pada simpang bersinyal digunakan persamaan:


C= S.g/c (2-6)
Dimana:
C : Kapasitas (smp/jam)
S : Arus jenuh (smp/jam)
g : Waktu hijau efektif
c : Waktu siklus

S= So×FCS×FSF×FG ×FP×FLT×FRT (2-7)


Dimana:
S : Arus jenuh (smp/waktu hijau efektif)
commit to user
So : Arus jenuh dasar (smp/waktu hijau efektif)
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

FCS : Faktor koreksi arus jenuh akibat ukuran kota (jumlah penduduk)
FSF : Faktor koreksi arus jenuh akibat adanya tipe lingkungan jalan,
gangguansamping, dan kendaraan tidak bermotor
FG : Faktor koreksi arus jenuh akibat kelandaian jalan
FP : Faktor koreksi arus jenuh akibat adanya kegiatan perparkiraan dekat
lengan persimpangan
FLT : Faktor koreksi arus jenuh akibat adanya pergerakan belok kiri
FRT : Faktor koreksi arus jenuh akibat adanya pergerakan belok kanan

2.2.6. Analisa Kinerja Lalu Lintas Ruas Jalan dan Persimpangan

Kinerja untuk ruas jalan dan persimpangan dalam penelitian ini dinilai dengan
VCR (Volume Capacity Ratio) atau DS (Degree of Saturation). Dimana DS
(Degree of Saturation) didefinisikan sebagai rasio arus lalu-lintas
(smp/jam) terhadap kapasitas (smp/jam) pada bagian jalan tertentu.
Nilainya didapatkan berdasarkan hasil survei volume lalu lintas dan survei
geometrik untuk mendapatkan besarnya kapasitas suatu ruas jalan. Besarnya DS
dirumuskan sebagai berikut:
DS = V / C (2-8)
Dimana :
DS : Derajat kejenuhan
V : Volume kendaraan (smp /jam)
C : Kapasitas jalan (smp/jam)

Nilai VCR atau DS yang dihasilkan kemudian dikategorikan seperti pada tabel
berikut:
Tabel 2.12 Pengkategorian Nilai VCR atau DS

VCR Keterangan

< 0,8 Kondisi Stabil


0,8-1,0 Kondisi Tidak Stabil
> 1,0 Kondisi Kritis
Sumber: MKJI (1997)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

Bila nilai VCR atau DS ≤ 0,80, maka jalan tersebut masih layak, tetapi jika DS >
0,80 maka diperlukan penanganan pada jalan tersebut untuk mengurangi
kepadatan atau kemacetan.

2.2.7. Analisa Penanganan Dampak Lalu Lintas

Analisa dari penanganan dampak lalu lintas ini diharapkan dapat memberikan
solusi untuk meminimalkan dampak lalu lintas. Adapun langkah-langkah
penanganan masalah adalah sebagai berikut:
a. Do nothing, tidak melakukan kegiatan pada kondisi jaringan jalan yang ada.
b. Do something, melakukan upaya peningkatan perbaikan geometrik ruas dan
simpang, pembangunan jalan baru atau mengoptimalkan prasarana yang
tersedia (manajemen lalu lintas). Sasaran diberlakukannya manajemen lalu
lintas yaitu:
· Mengatur dan menyederhanakan lalu lintas dengan melakukan pemisahan
tipe, kecepatan, dan pemakai jalan yang berbeda untuk meminimumkan
gangguan terhadap lalu lintas.
· Mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas dengan menaikkan kapasitas
atau mengurangi volume lalu lintas pada suatu jalan.
· Melakukan optimasi ruas jalan dengan menentukan fungsi dari jalan dan
kontrol terhadap aktivitas-aktivitas yang tidak cocok dengan fungsi jalan
tersebut.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai