Disusun oleh :
KELOMPOK I
PUSDIK LANTAS
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, karena berkat taufiq
dan hidayah-Nya lah penulisan makalah ini dapat disesuaikan. Kami selaku
penulis sadar bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
sebab itu, penulis selalu mengharapkan kritik dan saran dari Anda demi perbaikan
selanjutnya.
Terlepas dari semua kekurangan penulisan makalah ini, baik dalam
susunan dan penulisannya yang salah, penulis memohon maaf dan berharap
semoga penulisan makalah ini bermanfaat khususnya kepada kami selaku penulis
dan umumnya kepada pembaca.
i
DASAR TEORI
Tujuan dari rekayasa lalu lintas adalah untuk mendapatkan atau memberikan
kondisi lalu lintas yang selancar dan seaman mungkin tanpa biaya yang besar bagi
pergerakan manusia, barang dan jasa dengan kondisi geometrik/jaringan dan lalu
lintas yang ada melalui system pengaturan, penataan dan regulasi (anonim, 2011).
Keinginan manusia untuk senantiasa bergerak dan kebutuhan mereka akan barang
telah menciptakan kebutuhan akan transportasi, preferensi manusia dalam hal
waktu, uang, kenyamanan, dan kemudahan mempengaruhi moda (cara)
transportasi apa yang akan dipakai, tentu saja sejauh moda transportasi tersebut
tersedia bagi si pengguna (Khisty, C.J dan Lall, B.K., 2005, 5).
Persoalan dasar lalu lintas sebenernya sederhana, yakni terlalu banyak kendaraan
yang menggunakan dan terlalu sedikit atau sempit jalan. Penanggulan persoalan
pun tidak perlu sulit dipilih dari tiga kemungkinan berikut :
a) Membangun jalan secukupnya dengan ukuran sesuai dengan kebutuhan.
b) Batasi permintaan akan jalan dengan membatasi jumlah kendaraan yang
bisa menggunakan jalan.
c) Gabungkan antara (a) dan (b), yakni membangun jalan tambahan,
menggunakan jalan itu serta jaringan jalan yang sudah ada sampai batas
1
maksimum, dan pada saat yang sama melakukan pengendalian
perkembangan permintaan sejauh mungkin dapat dilakukan (Wells, G.R.,
1993, 4).
MKJI (1997) menyatakan bahwa angka kecelakaan pada simpang tak bersinyal
diperkirakan sebesar 0,60 kecelakaan/juta kendaraan, dikarenakan kurangnya
perhatian pengemudi terhadap rambu YIELD dan rambu STOP, sehingga
mengakibatkann perilaku pengemudi melintasi simpang mempunyai perilaku
tidak menunggu celah dan memaksa untuk menempatkan kendaraan pada ruas
jalan yang akan dimasukinya, hal ini mengakibatkan konflik arus lalu lintas yang
mengakibatkan kemacetan lalu lintas bahkan berpotensi untuk terjadinya
kecelakaan.
2
kinerja jaringan jalan di sekitarnya meningkat. Data hasil survei asal-tujuan diolah
menjadi model sebaran pergerakan, kemudian model pemilihan rutenya dibuat
dengan bantuan software perencanaan transportasi dan dibebankan pada idealisasi
jaringan jalan. Setelah itu, dilakukan analisis untuk menemukan alternatif
manajemen lalu lintas yang menghasilkan kinerja jaringan jalan lebih baik
daripada kondisi aktual. Dari sekian alternatif yang dianalisis, terdapat empat
alternatif yang memberikan hasil positif terhadap peningkatan kinerja jaringan
jalan secara umum. Bahkan ada alternatif yang mampu mengurangi nilai derajat
kejenuhan lalu lintas hingga 17%. Pada akhirnya dipilih dua alternatif yang
menghasilkan kinerja terbaik dan stabil selama jangka waktu perencanaan. Salah
satu dari dua alternatif tersebut yaitu usulan membuat jembatan layang dua tingkat
untuk kendaraan yang ingin menyeberang dari Jalan Raya Jemursari menuju Jalan
Margorejo Indah dan sebaliknya. Sedangkan alternatif lainnya yaitu usulan
membuat pelebaran jalan di beberapa ruas Jalan Raya Jemursari untuk
mengakomodasi kendaraan yang melakukan putar balik kanan langsung pada
persimpangan. Indicator yang digunakan dalam perencanaan manajemen dan
rekayasa lalu lintas ini antara lain jumlah arus lalu lintas, waktu tempuh,
kecepatan tempuh, waktu tundaan, rasio kemacetan, derajat kejenuhan,
penggunaan bahan bakar, serta emisi karbon monoksida.
3
skenario 2 sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu solusi untuk mengurangi
konflik di Kawasan Dakota Mataram. Namun perlu dicermati kembali, disisi lain
penerapan manajemen ini menyebabkan waktu tempuh perjalanan beberapa
pergerakan menjadi lebih besar. Sehingga pada penelitian ini, digunakan beberapa
indikator antara lain, kinerja lalu lintas dan waktu tempuh kendaraan.
4
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pengertian Jalan
Menurut Undang-Undang No.28 Tahun 2004, jalan sebagai bagian system
transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung
bidang ekonomi, social dan budaya serta lingkungan dan dikembangkan melalui
pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan perataan
pembangunan antar daerah, membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional
untuk memantapkan pertahanan dan keamanan nasional, serta membentuk struktur
ruang dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional.
Klasifikasi menurut fungsi jalan terbagi atas (Bina Marga, 1997) :
a) Jalan Arteri: Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk
dibatasi secara efisien,
b) Jalan Kolektor: Jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi
dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan
jumlah jalan masuk dibatasi,
c) Jalan Lokal: Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk
tidak dibatasi.
5
Tabel Kecepatan Rencana, Vr, Sesuai Klasifikasi Fungi dan Klasifikasi
Medan Jalan
Kecepatan Rencana, VR Km/jam
Fungsi
Datar Bukit Pegunungan
Arteri 70 - 120 60 - 80 40 - 70
Kolektor 60 - 90 50 - 60 30 - 50
Lokal 40 - 70 30 - 50 20 - 30
Sumber: Bina Marga, 1997
2.2.3 Lajur
1. Lajur adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang, dibatasi oleh marka
lajur jalan, memiliki lebar yang cukup untuk dilewati suatu kendaraan
bermotor sesuai kendaraan rencana.
2. Lebar lajur tergantung pada kecepatan dan kendaraan rencana, yang dalam
hal ini dinyatakan dengan fungsi dan kelas jalan seperti ditetapkan dalam
Tabel 2.2.
3. Jumlah lajur ditetapkan dengan mengacu kepada MKJI berdasarkan
tingkat kinerja yang direncanakan, di mana untuk suatu ruas jalan
dinyatakan oleh nilai rasio antara volume terhadap kapasitas yang nilainya
tidak lebih dari 0.80.
4. Untuk kelancaran drainase permukaan, lajur lalu lintas pads alinemen
lurus memerlukan kemiringan melintang normal sebagai berikut :
a) 2-3% untuk perkerasan aspal dan perkerasan beton;
b) 4-5% untuk perkerasan kerikil (Bina Marga, 1997).
6
2.2.4 Ketentuan-Ketentuan Perencanaan Persimpangan Sederhana
Persimpangan sederhana adalah persimpangan jalan sebidang yang
merupakan pertemuan tiga atau empat ruas jalan dua jalur, untuk satu arah atau
dua arah didalam wilayah perkotaan yang melayani arus lalu lintas dengan volume
konflik tidak melebihi 1500 kend/jam. Ketentuan-ketentuan untuk merencanakan
persimpangan sederhana ini antara lain (Bina Marga, 1991) :
7
Jarak Pandang Henti Untuk Perencanaan Persimpangan Sederhana (LPH)
Kecepatan Kendaraan Jarak Pandang Henti pada
(Km/jam) persimpangan sederhana
(meter)
20 20
30 30
40 40
50 55
60 75
Sumber : Bina Marga, 1991
8
Gambar Jarak Pandang Bebas ke Samping (JPBS)
Jarak pandang bebas ke samping minimum ditentukan seperti pada table berikut.
Tabel Jarak Pandang Bebas ke Samping (JPBS) Kecepatan Rencana Pada
Kaki Jalan Utama
Kecepatan (Km/jam) 60 50 40 30 20
Fasilitas pengaturan lalu lintas jalan raya sangat berperan dalam menciptakan
ketertiban, kelancaran dan keamanan bagi lalu lintas jalan raya, sehingga
keberadaannya sangat dibutuhkan untuk memberikan petunjuk dan pengarahan
bagi pemakai jalan raya. Pengaturan lalu lintas tersebut adalah rambu dan marka
jalan, diantaranya :
1. Marka Garis Stop
Marka Garis Stop adalah garis melintang pada perkerasaan jalan yang
dijadikan sebagai batas perhentian kendaraan sebelum memasuki
persimpangan.
2. Marka Garis Henti
Marka Garis Henti adalah garis penuh menerus yang melintang jalan pada
perkerasan jalan sebagai tanda bahwa kendaraan harus berhenti sebelum
garis tersebut. Marka ini bertujuan untuk memberikan petunjuk terhadap
posisi kendaraan untuk berhenti sebelum memasuki persimpangan guna
mengamati persimpangan agar pengemudi dapat memutuskan tindakannya
memasuki persimpangan dengan aman. Marka garis henti dipersimpangan
9
sederhana selalu disertai dengan Rambu Stop dan harus dipasang pada
kaki persimpangan kedua.
3. Marka Garis Menerus
Marka Garis Menerus adalah marka yang sejajar jalur jalan, berfungsi
mengarahkan dan membatasi pergerakan kendaraan agar kendaraan tetap
berjalan pada jalurnya. Tanda garis menerus menunjukan bahwa garis
tersebut tidak diperbolehkan dilintasi kendaraan, marka ini harus dibuat
disetiap kaki persimpangan sederhana.
4. \Marka Garis Lurus Terputus-putus
Marka garis lurus terputus-putus adalah marka yang sejajar dengan jalur
jalan berfungsi sebagai batas jalur, tetapi garis ini masih diijinkan untuk
dilintasi kendaraan.Marka garis lurus terputus-putus disarankan untuk
dipasang sebagai pembatas jalur untuk jalur jalan yang masih cukup jauh
dari persimpangan, sehingga pengemudi memiliki kesempatan mengatur
kendaraan pada jalur yang dikendakinya dan benar.
5. Rambu Pemberitahuan Adanya Persimpangan
Rambu Pemberitahuan Adanya Persimpangan adalah rambu yang
memberitahukan adanya persimpangan didepan pada jarak sesuai dengan
jarak pandangan henti (LPH).
6. Rambu Stop
Rambu Stop adalah rambu yang mengisyratkan kepada pengemudi yang
akan memasuki persimpangan untuk berhenti terlebih dahulu sebelum
memasuki areal konflik dipersimpangan.
7. Rambu Penunjuk Arah
Rambu Penunjuk Arah berupa rambu tanda panah yang menuntun
kendaraan agar memilih jalur sesuai dengan tujuan pergerakan pengemudi
di persimpangan.
10
desain pulau atau kanalisasi.Prasarana pemutaran ditengah ruas jalan, ujung
pemisah tengah harus dibentuk sesuai dengan kebutuhan geometrik.Jalur
perlambatan menuju bukaan dapat dibuat bilalebar pemisah tengah mencukupi
(Nizar, C., 2011).
Tabel Jarak Minimum antar Bukaan
Jarak
No Deskripsi Minimum
1 Untuk pemutaran normal 500 m
2 Dengan jalur khusus belok kanan dari persimpangan 100 m
3 Di daerah belum terbangun (di luar kota) 1000 m
Secara lebih rinci, prosedur perhitungan analisis kinerja simpang tak bersinyal
meliputi formulir – formulir yang digunakan untuk mengetahui kinerja simpang
pada simpang tak bersinyal sebagai berikut.:
Pada tahap ini akan diuraikan secara rinci tentang kondisi – kondisi yang
diperlukan untuk mendapatkan data masukan dalam menganalisis simpang tak
bersinyal di antaranya adalah:
1. Kondisi Geometrik
Kondisi lalu lintas yang dianalisa ditentukan menurut Arus Jam Rencana
atau Lalu Lintas Harian Rata – Rata Tahunan dengan faktor – k yang
11
sesuai untuk konversi LHRT menjadi arus per jam. Pada survei tentang
kondisi lalu lintas ini, sketsa mengenai arus lalu lintas sangat diperlukan
terutama jika akan merencanakan perubahan sistem pengaturan simpang
dari tak bersinyal ke simpang bersinyal maupun sistem satu arah.
3. Kondisi lingkungan
Yaitu ukuran besarnya jumlah penduduk yang tinggal dalam suatu daerah
perkotaan seperti pada Tabel
12
Tabel Tipe Lingkungan Jalan
13
Lebar rata-rata pendekat minor Jumlah lajur
dan (total
utama WAC, WBD untuk kedua
arah)
WBBD B = < 5.5 2
(b+d/2)/2
> 5.5 4
WBAC B = < 5.5 2
(a/2+c/2)/2
> 5.5 4
1. Perhitungan rasio arus minor PMI yaitu arus jalan minor dibagi arus
total dan dimasukkan hasilnya pada formulir USIG-I
PMI = QMI/QTOT (2.1)
Dimana:
PMI = Rasio arus jalan minor.
QMI = Volume arus lalu lintas pada jalan minor.
Perhitungan rasio arus belok kiri dan belok kanan (PLT, PRT)
14
PLT = QLT/QTOT ; PRT = QRT/QTOT (2.2)
Dimana:
PLT = Rasio kendaraan belok kiri.
QLT = Arus kendaraan belok kiri
QTOT = Volume arus lalu lintas pada persimpangan.
Dimana:
PUM = Rasio kendaraan tak bermotor
QUM = Arus kendaraan tak bermotor
QTOT = Volume arus lalu lintas pada persimpangan.
2.2.6.4 Kapasitas
Dimana:
C = Kapasitas (smp/jam)
Co = Nilai Kapasitas Dasar (smp/jam)
15
FLT = Faktor koreksi persentase belok kiri
FRT = Faktor koreksi persentase belok kanan
FMI = Faktor koreksi rasio arus jalan minor
2) (2.5) Dimana:
WC = Lebar pendekat jalan minor. WBD = Lebar pendekat
jalan mayor. WI = Lebar pendekat jalan rata – rata.
3) Perhitungan lebar rata –pendekat.
16
Tabel 2.10 dibawah ini :
19
Gambar Faktor penyesuaian belok kanan (FRT)
20
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997
21
dari kurva empiris antara DTi dan DS, lihat Gambar
Dimana:
DTMI = Tundaan untuk jalan minor.
DTMA = Tundaan untuk jalan mayor.
QTOT = Volume arus.
QMA = Volume arus lalu lintas pada jalan mayor.
QMI = volume arus lalu lintas pada jalan minor.
22
Tundaan geometrik simpang adalah tundaan geometrik rata-
rata seluruh kendaraan bermotor yang masuk simpang. DG dihitung
dari rumus berikut:
Untuk DS < 1,0
DG = (1- DS) × (PT × 6 + (1- PT) × 3) + DS × 4 (det/smp) (2.9)
Untuk DS ≥ 1,0: DG = 4
Dimana:
DG = Tundaan geometrik simpang.
DS = Derajat kejenuhan.
PT = Rasio belok total.
Dimana :
DG = Tundaan geometrik simpang.
DTI = Tundaan lalu-lintas simpang.
23
2.2.6.8 Penilaian Perilaku Lalu Lintas
24
dalam mengatasi jumlah kendaraan yang dilewatkan. Standar untuk
menentukan tingkat derajat kejenuhan (DS) menurut Pignataro, L.J. 1973
diperlihatkan pada Tabel 2.15 dan berdasarkan Departemen Perhubungan
(2006).
Dimana :
TT = Waktu tempuh rata-rata (jam)
L = Panjanglintasan (km)
V = Kecepatan tempuh (km/jam)
(Waktu tempuh rata-rata dalam detik dapat dihitung dengan TT × 3.600).
25
adalah yang dipertimbangkan dapat diterapkan untuk kota-kota di
Indonesia seperti berikut:
Titik awal dan titik akhir dari rute yang disurvei perlu diidentifikasi
terlebih dahulu untuk memperkirakan kondisi lalu-lintas yang ada. Titik-
titik antara di sepanjang rute perlu juga diidentifikasi yang dapat dipakai
sebagai titik kontrol. Stopwatch dimulai pada titik awal survei.
Selanjutnya kendaraan contoh dikendarai di sepanjang rute sesuai dengan
perkiraan kriteria operasi yang diambil. Ketika kendaraan berhenti atau
terpaksa bergerak sangat lambat, karena kondisi yang ada, maka
stopwatch kedua digunakan untuk mencatat waktu hambatan yang
dialami. Masing-masing lokasi, lamanya dan penyebab hambatan dicatat
pada lembar kerja lapangan. Pada akhir rute, stopwatch dihentikan dan
waktu total perjalanan dicatat. Jarak rute serta jarak pada masing-masing
seksi dapat diperoleh dari odometer kendaraan contoh. Dianjurkan untuk
melakukan survai 6 kali perjalanan untuk tiap arah. Apabila jumlah
26
tersebut tidak dapat dicapai, di dalam praktek dapat dilaksanakan selama
3 kali perjalanan untuk setiap arah.
27
40-65 50
>65 75
Sumber: Panduan survei dan perhitungan waktu
perjalanan lalu lintas (No.001/T/BNKT/1990)
2.2.8 Macam-Macam Bentuk Pertemuan Sebidang
Dilihat dari bentuknya ada beberapa macam jenis
persimpangan sebidang yaitu antara lain:
- Pertemuan/persimpangan sebidang bercabang 3
- Pertemuan/persimpangan sebidang bercabang 4
- Pertemuan/persimpangan sebidang bercabang banyak
- Bundaran ( Rotary Intersection )
Bentuk dari bermacam-macam persimpangan tersebut dapat
dilihat pada gambar berikut :
28
Gambar Persimpangan Bercabang Tiga
a. Diverging (Memisah)
Diverging adalah peristiwa memisahnya kenderaan dari suatu arus yang
sama kejalur yang lain.
29
Gambar Diverging (memisah)
b. Merging (Menggabung)
Merging adalah peristiwa menggabungnya kenderaan dari satu jalur kejalur
yang lain.
30
d. Weaving (Menyilang)
Weaving adalah pertemuan dua arus latu lintas atau lebih
yang berjalan menurut arah yang sama sepanjang suatu lintasan
dijalan raya tanpa bantuan rambu lalu lintas. Gerakan ini sering
terjadi pada suatu kenderaan yang berpindah dari suatu jalur kejalur
lain misalnya pada saat kenderaan masuk kesuatu jalan raya dari
jalan masuk, kemudian bergerak kejalur lainnya untuk mengambil
jalan keluar dari jalan raya tersebut keadaan ini juga akan
menimbulkan titik konflik pada persimpangan tersebut.
31