Anda di halaman 1dari 14

NamaDosen : Ashar Prima, S.Kep.,Ns.,M.

Kep
Mata Kuliah : Sistem Kardiovaskuler

KATETERISASI JANTUNG

Oleh :
KELOMPOK 2

PROGRAM STUDI STRATA 1 KEPERAWATAN B


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
NAMA-NAMA KELOMPOK 2

 Andi Marlina
 Andini Dian Pratiwi
 DesyHariati B
 Erna
 Exra Riska P
 Fitria Syarif
 Hakbar
 Hernawati
 Irmawati
 Irtawati
 Justus Mirulewan
 Khaeriyah Rahmani
 Merlin M Baba
 Musdalifa
 Novianti Hamundu
 NurLaila
 Nurjanna
 Nurul Niswa
 Putri Ija Ayu L. N
 Ratnawti
 Rumi Tandipayung
 Sulfi Basnam
 Tabita
 Upik Sartika Putri
 Widyawati
 Yuliam Febrianti
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kami, sehingga penulis dapat

menyelesaikan Makalah ini sebagai salah satu tugas kelompok pada mata kuliah

Sistem kardiovaskuler dengan judul “kateterisasi jantung”.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari

kesempurnaan dan masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi materi

maupun dari segi penyusunan. Oleh sebab itu, demi perbaikan kami

mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun.

Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mengalami hambatan. Namun

semuanya itu bisa teratasi berkat bantuan serta partisipasi teman-teman sehingga

kami dapat menyelesaikan dengan tepat waktu. Akhir kata kami mengucapkan

terima kasih atas segala kebaikan dan bantuan yang diberikan kepada kami

semoga diberi balasan oleh Allah SWT.

Makassar, 24 November 2018

Kelompok 2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latat Belakang
Gangguan jantung bisa bermacam-macam. Karena itu tindakan
penanganan untuk menyelamatkan jantung, perlu disesuaikan dengan
kondisi jantung penderita. Untuk mengetahui kondisi jantung tersebut
secara akurat, kuncinya adalah melakukan kateterisasi jantung/cardiac
catheterization [ CITATION drB14 \l 1057 ]
Pada tahun 2014 dilaporkan juga bahwa PJK merupakan salah satu
penyebab kematian pada laki-laki maupun perempuan, dimulai pada
kelompok umur 25-29 tahun dan meningkat terus sejalan dengan
bertambahnya umur. Prevalensi PJK sebagai penyebab kematian tertinggi
pada kelompok umur 60-64 tahun dan pada kelompok umur 70-74 tahun
[ CITATION Jul18 \l 1057 ] . Menurut statistik dunia, ada 9,4 juta kematian
setiap tahun yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler dan 45%
kematian tersebut disebabkan oleh penyakit jantung koroner. Diperkirakan
angka tersebut akan meningkat hingga 23,3 juta pada tahun 2030
[ CITATION Lan16 \l 1057 ] . Menurut Riskesdas 2013, prevalensi PJK
berdasarkan wawancara yang pernah didiagnosis oleh tenaga kesehatan
atau mempunyai gejala subyektif PJK di Indonesia sebesar 1,6%
[ CITATION Jul18 \l 1057 ].
Dari berbagai informasi yang kami dapatkan tentang penyakit
kardiovaskular di atas khususnya penyakit jantung koroner maka kami
menyusun makalah tentang Kateterisasi Jantung sebagai tindakan
diagnostik dan penanganan pada penyakit jantung yang sangat erat
kaitannya bagi proses penyembuhan pasien.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memberikan gambaran tentang kateterisasi jantung.
2. Tujuan Khusus
a. Memperoleh pengetahuan tentang pengertian kateterisasi jantung.
b. Memperoleh pengetahuan tentang indikasi tindakan kateterisasi
jantung.
c. Memperoleh pengetahuan tentang kontraindikasi tindakan
kateterisasi jantung.
d. Memperoleh pengetahuan tentang prosedur pelaksanaan
kateterisasi jantung.
e. Memperoleh pengetahuan tentang intervensi keperawatan
kateterisasi jantung.
f. Memperoleh pengetahuan tentang komplikasi tindakan kateterisasi
jantung.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Kateterisasi jantung adalah metode invasif untuk memeriksa
struktur dan fungsi jantung, termasuk ruang jantung, katup jantung, otot
jantung, dan pembuluh darah jantung, termasuk pembuluh koroner.
Kateterisasi jantung sebenarnya bisa digunakan untuk memeriksa berbagai
gangguan jantung. [ CITATION drB14 \l 1057 ].
Katetertisasi jantung merupakan prosedur diagnostik invasive
dimana menggunakan satu atau lebih keteter yang dimasukkan ke jantung
dan pembuluh darah tertentu untuk mengukur tekanan dalam berbagai
ruang jantung, menetukan saturasi oksigen dalam darah dan ruang jantung
serta banyak dilakukan untuk menentukan derajat penyempitan koroner
[ CITATION Fat14 \l 1057 ].
B. Indikasi
Kateterisasi jantung dapat berupa diagnostik atau prosedur terapeutik.
Prosedur ini dilakukan dalam evaluasi dan perawatan kondisi berikut :
1. Penyakit arteri coroner
2. Mengukur hemodinamik di sisi kanan dan kiri jantung
3. Evaluasi fungsi ventrikel kiri
4. Evaluasi dan pengobatan aritmia jantung
5. Evaluasi dan pengobatan penyakit katup jantung
6. Penilaian penyakit perikardial dan miokardial
7. Penilaian penyakit jantung bawaan
8. Evaluasi gagal jantung [ CITATION Yug18 \l 1057 ]
C. Kontraindikasi
Tidak ada kontraindikasi definitif mutlak untuk prosedur
kateterisasi jantung. Sebagian besar kontraindikasi relatif tergantung pada
indikasi untuk prosedur dan komorbiditas terkait pasien. Ketika risiko
komplikasi diperkirakan lebih dari apa yang dianggap dapat diterima
untuk prosedur, mode pencitraan dan penilaian alternatif dapat digunakan
untuk menjawab pertanyaan klinis. Operator yang berpengalaman akan
memodifikasi teknik prosedur dengan cara untuk mendapatkan hasil
terbaik bagi pasien dengan risiko paling sedikit [ CITATION Yug18 \l 1057 ].
D. Prosedur Tindakan
Kateterisasi jantung dilakukan di dalam laboratorium kateterisasi,
yang dilengkapi sinar–X dan alat pencitraan khusus. Metode ini dilakukan
dengan cara memasukkan selang kecil (kateter) ke dalam pembuluh vena
atau arteri di lipat paha, leher, lengan, atau pergelangan tangan. Sebelum
kateter dimasukkan, rambut di bagian tubuh tempat masuknya kateter
dicukur. Bagian tersebut kemudian dibius lokal, sehingga pasien tetap
sadar selama tindakan. Kesadaran pasien diperlukan, karena saat tindakan
terkadang pasien diminta untuk mengambil napas dalam, menahan napas,
batuk atau menempatkan tangan pada berbagai posisi. Sedang di dada
pasien dipasang elektroda untuk memeriksa detak jantung selama
tindakan. Setelah kateter dimasukkan, kateter diputar melalui pembuluh
darah hingga sampai ke jantung. Kemudian disuntikkan zat warna melalui
kateter. Zat warna itu ditangkap sinar–X sehingga bisa didapatkan
gambaran pembuluh koroner dari beberapa sudut. Setelah tindakan selesai,
kateter dikeluarkan dari dalam tubuh pasien. Pembuluh darah kemudian
ditekan untuk menghentikan perdarahan [ CITATION drB14 \l 1057 ].
E. Intervensi Keperawatan
1. Perawatan Sebelum Tindakan
a. Menjelaskan prosedur kerja dan tujuannya.
b. Menunda makan dan minum pasien setelah tengah malam.
c. Memeriksa tanda vital basal dan palpasi denyut nadi perifer.
d. Meminta suat pesetujuan terrtulis yang dituangkan dalam rekam
medik.
e. Memberikan informasi kepeda pasien tentang kemungkinan
nausea, nyeri dada, muka merah, atau iritasi tenggorokan akibat
injeksi zat warna radio-opak.
f. Mencatat adanya riwayat alergi pasien terhadap makanan laut,
iodium atau zat warrna radio-opak.
g. Mencukur dan menggosok tempat insersi, seperti yang
diperintahkan.
h. Memberi penanda denyut perifer dengan tanda “X”.
i. Melepas semua perrhiasan dan alat prostetik.
j. Memastikkan jalur masuk IV yang paten [ CITATION DrL14 \l 1057 ].
2. Perawatan Selama Tindakan
a. Mengkaji keluhan yang dirasakan pasien
Adanya nyeri dada memerlukan tindakan segera karena hal
tersebut dapat merupakan indikasi adanya vasospasme atau
penyumbatan secara tiba-tiba. Pasien dapat menggambarkan angina
seperti perasaan terbakar, tertekan benda berat atau rasa nyeri
seperti di tusuk-tusuk pada daerah midsternal. Jika perubahan itu
merupakan episode vasospasme sementara, maka akan segera
membaik dengan pemberian terapi vasodilatasi.
b. Monitor tanda-tanda vital 1 jam pertama selama 15 menit, 1 jam
kedua selama 30 menit sampai keadaan umum baik.
c. Monitor adanya perdarahan, hematoma dan bengkak disekitar area
penusukan dengan cara:
1) Penekanan dengan bantal pasir dan imobilisasi pada daerah
penusukan selama 6 jam.
2) Jelaskan pentingnya mempertahankan tungkai tetap lurus
dengan posisi kepala tidak lebih dari 450C.
3) Bila perlu bekerjasama dengan keluarga pasien untuk
mengamati perdarahan
d. Monitor adanya tanda-tanda dari efek samping zat kontras
Perawat perlu mengenali tanda dan gejala hipersensitifitas terhadap
zat kontras seperti: adanya urtikaria, menggigil, mual, muntah,
ansietas dan spasme laring
.
e. Observasi volume cairan yang masuk dan keluar.
Hidrasi yang baik dengan terapi intravena sangat penting pasca
prosedur kateterisasi jantung. Selain itu, pasien juga dianjurkan
untuk minum yang banyak, hal ini bertujuan untuk mengeliminasi
zat kontras yang terdapat dalam tubuh pasien.
f. Monitor adanya tanda infeksi
Melakukan observasi terhadap adanya perubahan warna, suhu pada
area sekitar puncture. Selalu mengganti balutan dengan
memperhatikan prinsip septik dan antiseptik.
g. Monitor tanda-tanda gangguan sirkulasi
Melakukan palpasi pada arteri poplitea, dorsalis pedis kanan dan
kiri setiap 15 menit sekali bila nadi lemah konfirmasi dokter untuk
pemberian obat anti koagulan [ CITATION Dev13 \l 1057 ].
3. Perawatan Setelah Tindakan
a. Memonitor tanda vital, denyut nadi perifer, dan tempat insersi
terhadap adanya perdarahan.
b. Mempertahankan balut tekan dan tirah baring selama 4 sampai 8
jam atau seperti yang diperintahkan.
c. Meningkatkan asupan cairan kecuali ada kontra indikasi.
d. Menenangkan kekhawatiran yang dialami pasien.
e. Monitor adanya keluhan nyeri dada, yaitu merupakan salah satu
tanda infak miokardium (IM) yang mungkin ditemukan salah satu
komplikasi kateterisasi jantung yang serius dan melaporkan dengan
segera ke dokter.
f. Mempertahankan tungkai yang digunakan dalam prosedur tetap
dalam keadaan ekstensi.
g. Menilai denyut nadi perifer pada kedua tungkai dan
membandingkan dengan nilai basal.
h. Monitor produksi urine.
i. Monitor adanya reaksi yang lambat terhadap zat warna radio-opak
[ CITATION DrL14 \l 1057 ].
F. Komplikasi
1. Komplikasi Vaskular Lokal
a. Hematoma / Perdarahan Retroperitoneal
Ini adalah salah satu komplikasi paling umum yang terlihat
setelah prosedur kateterisasi jantung. Hematoma biasanya
terbentuk setelah hemostasis yang tidak terkontrol pasca pelepasan
selubung. Kebanyakan hematoma bersifat self-limiting dan jinak,
tetapi hematom besar yang berkembang pesat dapat menyebabkan
ketidakstabilan hemodinamik yang membutuhkan resusitasi
dengan cairan dan darah. Insiden komplikasi ini berkurang secara
signifikan dalam akses transradial. Pada pasien dengan akses
transfemoral, perdarahan retroperitoneal harus dicurigai jika ada
perubahan mendadak dalam stabilitas hemodinamik pasien dengan
atau tanpa nyeri punggung karena mungkin tidak ada
pembengkakan terlihat di selangkangan untuk beberapa pasien ini.
Insiden komplikasi ini kurang dari 0,2%. Kecurigaan klinis yang
kuat bersamaan dengan pencitraan langsung, biasanya dengan CT
scan, membantu menegakkan diagnosis masalah ini. Identifikasi
sumber perdarahan sangat penting untuk pasien dengan kerusakan
hemodinamik lanjutan. Pendarahan yang mengancam jiwa ini lebih
sering terjadi ketika arteri tertusuk di atas ligamentum inguinalis.
Kebanyakan pasien dikelola dengan pembalikan antikoagulan,
penerapan kompresi manual dan resusitasi volume dan observasi.
Pasien dengan kerusakan lanjutan dengan kebutuhan penggulungan
pembuluh darah yang berdarah, atau angioplasti balon atau stent
yang tertutup untuk perdarahan dari pembuluh darah yang lebih
besar [ CITATION Yug18 \l 1057 ].
b. Pseudoaneurysm
Ketika hematoma mempertahankan kontinuitas dengan
lumen arteri, itu menghasilkan pembentukan massa pulsatil secara
lokal, yang didefinisikan sebagai pseudoaneurysm. Ini akan
dikaitkan dengan bruit saat pemeriksaan. Mereka terjadi setelah
akses rendah di arteri femoralis superfisial dibandingkan dengan
arteri femoralis umum. Ini biasanya didiagnosis dengan pencitraan
USG Doppler atau CT angiografi. Pseudoaneurisma kecil dengan
ukuran kurang dari 2 hingga 3 cm dapat sembuh secara spontan
dan dapat diikuti dengan pemeriksaan Doppler serial.
Pseudoaneurysms gejala besar dapat diobati dengan kompresi
ultrasound dipandu dari leher pseudoaneurysm atau injeksi
perkutan trombin menggunakan petunjuk ultrasound atau mungkin
memerlukan intervensi bedah [ CITATION Yug18 \l 1057 ].
c. Fistula arteriovenus
Komunikasi langsung antara situs tusukan arteri dan vena
dengan perdarahan yang sedang berlangsung dari situs akses arteri
mengarah ke pembentukan fistula dan berhubungan dengan sensasi
atau bruit kontinu pada pemeriksaan. Ini biasanya akan
memerlukan eksplorasi bedah, karena mereka tidak mungkin
sembuh secara spontan dan dapat berkembang seiring waktu
[ CITATION Yug18 \l 1057 ].
d. Diseksi
Ini adalah komplikasi yang jarang terjadi dan terjadi pada
pasien dengan peningkatan beban aterosklerotik, arteri berliku,
atau penempatan selubung traumatik. Diseksi non-flow limiting
biasanya sembuh secara spontan setelah pelepasan selubung.
Aliran yang membatasi diseksi besar dapat menyebabkan iskemia
ekstremitas akut dan harus segera diobati dengan angioplasty dan
stenting. Pembedahan vaskular biasanya disediakan untuk pasien
dengan teknik perkutan yang gagal [ CITATION Yug18 \l 1057 ].
e. Trombosis dan Embolisme
Komplikasi ini sangat jarang dengan penggunaan kateter
profil rendah dan faktor predisposisi termasuk lumen pembuluh
kecil, dan penyakit arteri perifer terkait, diabetes mellitus, jenis
kelamin perempuan, selubung diameter besar, dan waktu kateter
yang lama. Perawatan melibatkan pengangkatan selubung oklusif,
trombektomi perkutan bersamaan dengan konsultasi bedah
vascular [ CITATION Yug18 \l 1057 ].
2. Komplikasi Vaskular setelah Akses Transradial
Komplikasi yang paling sering terjadi setelah akses transradial
adalah sekitar 5% risiko oklusi arteri radial. Ini adalah komplikasi
yang tidak signifikan secara klinis jika tes Allen normal. Pasien
dengan palmar palm yang tidak lengkap dan tes Allen yang abnormal
mungkin memiliki gejala iskemia tangan setelah oklusi arteri radial.
Spasme arteri radial merupakan komplikasi yang sering terjadi, dan ini
dapat dihindari dengan penggunaan obat vasodilator lokal dan
anxiolytics sistemik. Perforasi arteri radial merupakan komplikasi yang
sangat jarang dan biasanya dikelola dengan kompresi eksternal yang
lama dan jarang memerlukan intervensi bedah vascular [ CITATION
Yug18 \l 1057 ].
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kateterisasi jantung merupakan tindakan untuk memasukkan
kateter melalui arteri atau vena menuju ke jantung atau aorta assendens
dan arteri koronaria yang dituju dengan bantuan fluoroskopi. Tindakan ini
di indikasikan untuk penyakit arteri coroner, mengukur hemodinamik di
sisi kanan dan kiri jantung, evaluasi fungsi ventrikel kiri, evaluasi dan
pengobatan aritmia jantung, evaluasi dan pengobatan penyakit katup
jantung, penilaian penyakit perikardial dan miokardial, penilaian penyakit
jantung bawaan dan evaluasi gagal jantung. Sesuai dengan pengertian dan
indikasi tersebut sebagai perawat harus memperhatikan prosedur sebelum,
selama dan sesudah tindakan untuk memaksimalkan proses kerja tindakan
kateterisasi jantung tersebut.
B. Saran
Kita sebagai perawat yang memiliki peran disetiap bagian
pelayanan kesehatan serta pelaksana asuhan keperawatan sekiranya
mampu menambah referensi dan informasi perihal tindakan kateterisasi
jantung serta materi lainnya agar supaya dalam proses pemberian asuhan
keperawatan, kami mampu menerapkan konsep yang ada serta sesuai
dengan kebutuhan pasien sehingga tercapainya asuhan keperawatan yang
komprehensif dan profesinal.
DAFTAR PUSTAKA

Badriyah, F. L. (2014). Identifikasi tindakan Aff Sheath Radialis dan Aff sheath
femoralis masa inflamasi pada post kateterisasi jantung di ruang ICCU Rsud Dr.
Mohammad Soewandhie Surabaya. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah .

Darliana, D. (2013). Perawatan pasien yang menjalani prosedur. Idea Nursing


Journal , 290-291.

dr. Budi Baktijasa D, S. J. (2014). Kateterisasi jantung kunci penyelamat jantung.


Sehati Rumah Sakit PHC Surabaya , 18-19.

Julianty Pradono, A. W. (2018). Faktor Determinan Penyakit Jantung Koroner


pada Kelompok Umur 25-65 tahun. Buletin Penelitian Kesehatan , 24.

Lannywati Ghani, M. D. (2016). Faktor Risiko Dominan Penyakit Jantung


Koroner di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan , 153.

Manda, Y. R., & Baradhi., K. M. (2018). Cardiac Catheterization, risks and


complication. 1-2.

Saputra, D. L. (2014). Medikal Bedah Kardiovaskular. Tangerang Selatan:


Binarupa Aksara.

Anda mungkin juga menyukai