Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PENGENDALIAN VEKTOR LALAT

Dosen Pengampu :
Dewi Titah, S.Si., Apt.

Kelompok 2 :
Genta Aditya B (201805014)
Herni Nadilah (201805015)
I Gusti Ngurah Putu A.P (201805016)
I Kadek Dwi Ferry Artawan (201805017)
Ikova Temmyta Fuji I (201805018)
Intan Ulandari (201805019)
Mega Tri Wulandari (201805020)
Navilatul Imami (201805021)
Ni Kadek Maya Ardianda (201805022)
Ni komang Dina Yanti (201805023)
Niken Suciani (201805024)

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................................................................................2
BAB 1. PENDAHULUAN....................................................................................................................................3
1.1 Pengertian Vektor Lalat.........................................................................................................................3
1.2 Pertumbuhan Vektor Lalat....................................................................................................................3
1.3 Jenis-Jenis Lalat.....................................................................................................................................3
1.3.1 Lalat rumah (Musca domestica).....................................................................................................3
1.3.2 Lalat rumah kecil (jenis Fannia)......................................................................................................4
1.3.3 Bottle flies dan Blow flies................................................................................................................4
1.3.4 Lalat daging (Genus Sarcophaga)....................................................................................................5
BAB 2. PEMBAHASAN......................................................................................................................................6
2.1 Penyakit Yang Ditimbulkan Akibat Vektor Lalat.....................................................................................6
2.1.1 Kolera.............................................................................................................................................6
2.1.2 Diare...............................................................................................................................................6
2.1.3 Thypoid...........................................................................................................................................6
2.1.4 Disentri...........................................................................................................................................6
2.2 Penanganan Secara Mekanik.................................................................................................................7
2.3 Penangananan Secara Kimia..................................................................................................................7
2.4 Penanganan Secara Biologi....................................................................................................................7
BAB 3. PENUTUP.............................................................................................................................................8
3.1 Jurnal Terkait Vektor Lalat.....................................................................................................................8
3.2 Kesimpulan............................................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................................9
LAMPIRAN JURNAL TERKAIT VEKTOR LALAT.................................................................................................10

2
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Pengertian Vektor Lalat
Lalat merupakan salah satu insekta (serangga) yang termasuk ordo diphtera,
mempunyai sepasang sayap berbentuk membran. Lalat juga merupakan species yang
berperan dalam masalah kesehatan masyarakat, yaitu sebagai vector penularan penyakit
saluran pencernaan seperti: kolera, typhus, disentri, dan lain lain. Pada saat ini dijumpai ±
60.000 – 100.000 spesies lalat, tetapi tidak semua species perlu diawasi karena beberapa
diantaranya tidak berbahaya terhadap kesehatan masyarakat. Penularan penyakit dapat
terjadi melalui semua bagian dari tubuh lalat seperti : bulu badan, bulu pada anggota gerak,
muntahan serta faecesnya.
Dalam upaya pengendalian penyakit menular tidak terlepas dari usaha peningkatan
kesehatan lingkungan, salah satu kegiatannya adalah pengendalian vektor penyakit.
Pengendalian vektor penyakit merupakan tindakan pengendalian untuk mengurangi atau
melenyapkan gangguan yang ditimbulkan oleh binatang pembawa penyakit, seperti lalat.
Saat ini banyak sekali metode pengendalian lalat yang telah dikenal dan dimanfaat kan oleh
manusia. Prinsip dari metode pengendalian lalat adalah pengendalian itu dapat mencegah
perindukan lalat yang dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan manusia.

1.2 Pertumbuhan Vektor Lalat


Pada umumnya siklus hidup lalat melalui 4 stadium yaitu : telur > larva > pupa >
lalat dewasa. Pada beberapa jenis lalat telur-telur tetap dalam tubuh lalat dewasa sampai
menetap dan baru kemudian dilahirkan larva. Lamanya siklus hidup dan kebiasaan tempat
bertelur bisa berbeda antara berbagai jenis lalat. Demikian pula terdapat
perbedaanperbedaan dalam hal suhu dan tempat hidup yang biasanya untuk masing-masing
jenis lalat.

1.3 Jenis-Jenis Lalat


1.3.1 Lalat rumah (Musca domestica)
Ini jenis lalat yang paling banyak terdapat diantara jenis-jenis lalat rumah. Karena
fungsinya sebagai vektor tranmisi mekanis dari berbagai bibit penyakit disertai jumlahnya
yang banyak dan hubungannya yang erat dengan lingkungan hidup manusia, maka jenis
lalat musca domestica ini merupakan jenis lalat yang terpenting ditinjau dari sudut
3
kesehatan manusia. Dalam waktu 4-20 hari setelah muncul dari stadium larva, lalat betina
sudah bisa mulai bertelur. Telur-telur putih, berbentuk oval dengan ukuran panjang ± 1 mm.
Setiap kali bertelur diletakkan 75-150 telur. Seekor lalat biasanya diletakkkan dalam retak-
retak dari medium pembiakan pada bagian-bagian yang tidak terkena sinar matahari. Pada
suhu panas telur-telur ini menetas dalam waktu 12-24 jam dan larva-larva yang muncul
masuk lebih jauh ke dalam medium sambil memakannya. Setelah 3-24 hari, biasanya 4-7
hari, larva-larva itu berubah menjadi pupa. Larva-larva akan mati pada suhu yang terlalu
panas. Suhu yang disukai ± 30-3500C, tetapi pada waktu akan menjadi pupa mereka
mencari tempat-tempat yang lebih dingin dan lebih kering. Pupa berbentuk lonjong ± 7 mm
panjang, dan 2 merah coklat tua. Biasanya pupa terdapat pada pinggir medium yang kering
atau didalam tanah. Stadium pupa berlangsung 4-5 hari, bisa juga 3 hari pada suhu 350C
atau beberapa minggu pada suhu rendah. Lalat dewasa keluar dari pupa, kalau perlu
menembus keluar dari tanah, kemudian jalan-jalan sampai sayap-sayapnya berkembang,
mengering dan mengeras. Ini terjadi dalam waktu 1 jam pada suhu panas sampai 15 jam
untuk ia bisa terbang. Lalat dewasa bisa kawin setiap saat setelah ia bisa terbang dan
bertelur dalam waktu 4-20 hari setelah keluar dari pupa.
Jangka waktu minimum untuk satu siklus hidup lengkap 8 hari pada kondisi yang
menguntungkan. Lalat rumah bisa membiak disetiap medium yang terdiri dari zat organik
yang lembab dan hangat dapat memberi makan pada larva-larvanya. Medium pembiakan
yang disukai ialah kotoran kuda, kotoran babi dan kotoran burung. Yang kurang disukai
ialah kotoran sapi. Lalat rumah juga membiak di excreta manusia yang terdapat dikakus
atau tempat-tempat lain, dan karena excreta manusia ini juga mengandung organisme
patogen maka ia merupakan medium pembiakan yang paling berbahaya. Juga sludge dari
air kotor yang digesti sempurna bisa menjadi medium pembiakan lalat rumah.
Disamping itu sampah yang ditumpuk di tempat terbuka karena mengandung zat-zat
organic merupakan medium pembiakan lalat rumah yang penting. Lalat rumah bisa terbang
jauh dan bisa mencapai jarak 15 km dalam waktu 24 jam. Sebagian terbesar tetap berada
dalam jarak 1,5 km di sekitar tempat pembiakannya, tetapi beberapa bisa sampai sejauh 50
km. Lalat dewasa hidup 2-4 minggu pada musim panas dan lebih lama pada musim dingin,
mereka paling aktif pada suhu 32,50C dan akan mati pada suhu 450C. Mereka melampaui
musim dingin (over wintering) sebagai lalat dewasa, dan berkembang biak di tempat-tempat
yang relatif terlindung seperti kandang ternak dan gudang-gudang.

1.3.2 Lalat rumah kecil (jenis Fannia)


Lalat rumah kecil ini menyerupai lalat rumah biasa, tetapi ukuran mereka jauh lebih
kecil. Mereka membiak di kotoran manusia dan hewan danjuga dibagian-bagian tumbuhan
yang membusuk, misalnya di tumpukan rumput yang membusuk. Lalat kandang yang
menggigit (= biting stable fly) = stomaxys caleitrans Mereka menyerupai lalat rumah biasa,
tetapi meraka mempunyai kebiasaan untuk menggigit. Tempat pembiakan hanya di
4
tumbuhan-tumbuhan yang membusuk. Siklus hidupnya 21-25 hari. Jenis lalat ini tidak
penting untuk tranmisi penyakit manusia tetapi mereka bisa memindahkan penyakit-
penyakit pada binatang.
1.3.3 Bottle flies dan Blow flies
Jenis-jenis ini meletakkan telur-telur mereka pada daging. (Dalam hubungan ini
mereka dikatakan mem ”bottle” atau ”blow” daging itu). Jenis-jenis ini mencakupi :
 Black blowfly (jenis Phormia)
 Green dan bonze bottle flies (jenis phaenicia dsb)
 Blue bottle flies (jenis Cynomyopsis dan Calliphora).
Jenis-jenis lalat ini lebih jarang masuk dalam rumah-rumah dan restoran-restoran
daripada lalat rumah biasa, karena itu mereka dianggap tidak terlalu penting sebagai vektor
penyakit manusia. Mereka biasanya membiak di bahan binatang yang membusuk, tetapi
mereka juga bisa bertelur ditumbuhan-tumbuhan segar dan membusuk kalau tidak ada
daging binatang. Siklus hidup jenis-jenis lalat ini sangat menyerupai siklus hidup lalat
rumah biasa. Mereka juga dapat terbang jauh 3 Larva dari banyak jenis-jenis lalat ini
menyebabkan myasis pada binatang dan manusia.
1.3.4 Lalat daging (Genus Sarcophaga)
Jenis-jenis lalat ini termasuk dalamgenus Sarcophaga, artinya pemakan daging.
Ukuran mereka besar dan terdapat bintik meraka pada ujung badan mereka. Larva dari
banyak jenis-jenis lalat ini hidup dalam daging, tetapi pembiakan bisa juga terjadi dalam
kotoran binatang. Beberapa jenis tidak bertelur tetapi mengeluarkan larva. Mereka jarang
masuk dalam rumah-rumah dan restoran-restoran dan karena itu mereka tidak penting
sebagai vektor mekanis penyakit manusia. Tetapi mereka bisa menyebabkan myiasis pada
manusia.

5
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Penyakit Yang Ditimbulkan Akibat Vektor Lalat
Lalat adalah jenis serangga yang sering kita temui di lingkungan kita , lingkungan
dapur dan lingkungan terutama tempat kotor, lalat memang berkembang dan hidup di
lingkungan-lingkungan kotor sehingga lalat membawa berbagai sumber penyakit. Lalat
dikenal sebagai penyebar bakteri penyakit perut seperti Shygella
disentriae (disentri), Escheria coli (Muntaber), hingga Salmonella thypiosa (tipes).
Kita pasti juga pasti sudah sering mendengar bahaya dari lalat. Namun kita kerap
mengganggap sepele dan tidak menghiraukannya. Kuman, bakteri, dan virus yang
menempel pada kaki dan bulu – bulu halus lalat akan tersebar ke dalam makanan yang
dihinggapinya.  Berikut adalah penyakit yang dibawa oleh Lalat :
2.1.1 Kolera
Penyakit kolera (Asiatic cholera) adalah penyakit menular di saluran pencernaan yang
disebabkan oleh bakterium Vibrio cholerae. Bakteri ini biasanya masuk ke dalam tubuh melalui air
minum yang terkontaminasi oleh sanitasi yang tidak benar atau dengan memakan ikan yang tidak
dimasak benar, terutama kerang. Gejalanya termasuk diare, perut keram, mual, muntah, dan
dehidrasi. Kematian biasanya disebabkan oleh dehidrasi. Kalau dibiarkan tak terawat, maka
penderita berisiko kematian tinggi. Perawatan dapat dilakukan dengan rehidrasi agresif "regimen",
biasanya diberikan secara intravena secara berkelanjutan sampai diare berhenti.

2.1.2 Diare
Diare adalah keadaan di mana kita keluar masuk toilet karena buang air besar dan
encer sehingga rasanya tidak tertahankan dalam diare peran lalat sangat besar karena lalat
hinggap di sampah yang kotor yang penuh kuman kemudian hinggap lagi pada makanan
dan sejenisnya sehingga kuman dan bakteri kemudian beraksi menyebabkan diare ini.
2.1.3 Thypoid
Typhoid Abdominalis (tipes, demam typhoid, enteric fever) adalah penyakit infeksi
akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dan hanya didapatkan pada manusia.
Sumber penularan penyakit ini adalah melalui air dan makanan. Kuman Salmonella dapat
bertahan lama dalam makanan. Penggunaan air minum secara massal yang tercemar bakteri
sering menyebabkan terjadinya (KLB) kejadian luar biasa.
Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat. Apabila orang tersebut
kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti tidak mencuci tangan dan makan
makanan yang tercemar kuman S. Typhi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut
kemudian masuk ke lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limfoid.
Masa inkubasi gejala tipes biasanya 1-2 minggu, dan durasi penyakit adalah sekitar
3-4 minggu. Gejalanya antara lain: Demam, Ruam (bintik-bintik berwarna merah terutama
di leher dan perut), Nafsu makan menurun, Sakit kepala, Sakit dan nyeri di seluruh tubuh,
Demam di atas 37,5 derajat celcius, Lemas dan mudah lelah, Diare, Konstipasi, Pingsan.
2.1.4 Disentri
Seperti diare , disentri adalah penyakit atau gangguan pada proses bab pada disentri
bab bercampur dengan lendir bahkan mengandung darah, peran lalat juga penting
,prosesnya seperti penyebab diare tadi , lalat hinggap di kotoran kemudian hinggap di
makanan yang menyebabkan penyakit disentri ini.

6
2.2 Penanganan Secara Mekanik
Dilakukan dengan kontrol manajemen, seperti penanganan feses dengan baik
sehingga feses tetap kering, serta pembersihan feses minimal 1x seminggu sehingga dapat
memutus siklus perkembangbiakan lalat. Perlu diperhatikan juga mengenai sistem sirkulasi
udara (ventilasi). Kondisi ventilasi kandang yang baik dapat mempercepat proses
pengeringan feses. Perbaikan pada atap yang bocor dan sanitasi kandang dengan baik juga
menjadi langkah tepat untuk mengendalikan perkembangbiakan lalat. Pengendalian vector
lalat secara mekanik bisa dilakukan dengan cara :
 Pemasangan kasa (jendela tetap dapat dibuka dan dibersihkan secara berkala)
 Fly traps
 Electric fan
 Penggelontoran saluran-saluran

2.3 Penangananan Secara Kimia


Dilakukan dengan memberikan obat pembasmi lalat. Penggunaan insektisida hanya
untuk periode yang sigkat apabila sangat diperlukan. Pemberian obat lalat (kontrol kimiawi)
bukan merupakan inti dari teknik pengendalian lalat, melainkan menjadi penyempurna dari
teknik pengendalian lalat melalui teknik pengendalian secara fisik. Oleh karenanya, kita
tidak bisa menggantungkan pembasmian lalat hanya dari pemberian obat lalat dan teknik
pemberian obat lalat juga harus dilakukan dengan tepat. Dapat dilakukan melalui cara
penyemprotan dengan efek residu (residual spraying) dan pengasapan (space spraying).
2.4 Penanganan Secara Biologi
Dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami/predator lalat seperti kumbang, kutu,
dan lebah. Parasit lalat biasanya membunuh lalat pada saat fase larva dan pupa. Dan
memanfaatkan aroma beberapa tanaman seperti : cengkeh, pandan, lavender, tembakau.

7
BAB 3. PENUTUP
3.1 Jurnal Terkait Vektor Lalat
Menurut jurnal dengan judul “Lalat: Vektor yang Terabaikan Program?” dapat
disimpulkan bahwa lalat merupakan hama rumah tangga yang tidak hanya mengganggu
tetapi juga dapat menjadi perantara penularan dari orang sakit ke orang yang sehat. Diare,
myiasis, kecacingan, anthrax dan beberapa penyakit infeksi lainnya berpotensi ditularkan
oleh lalat. Lalat juga berperan nyata dalam penyebaran bakteri yang resisten terhadap
antibiotik. Penggunaan insektisida rumah tangga secara luas di masyarakat berpotensi
terhadap resistensi lalat terhadap insektisida. Hal ini menjadikan lalat merupakan salah satu
vektor utama yang harus menjadi perhatian penting pemangku program dan masyarakat
pada umumnya. Sementara, dukungan dana program masih kurang maksimal dalam
mengimplementasikan programnya. Peningkatan pendanaan dan kolaborasi dengan sektor
lain menjadi salah satu solusi dukungan program. Namun demikian, masyarakat juga
diharapkan berperan aktif dalam meningkatkan kualitas kesehatan di lingkungannya
masing-masing. Budaya hidup bersih dan sehat, perbaikan sanitasi, dan penggunaan
insektisida alami dianggap sebagai upaya paling efektif dalam mengendalikan populasi lalat
di lingkungan kita (Andiarsa, 2018).
3.2 Kesimpulan
Lalat merupakan hewan yang dapat menganggu kesehatan dan banyak sekali macam
dari lalat yaitu : lalat rumah, lalat daging, bottle fliesm dan lainnya. Pengendalian lalat
merupakan tindakan pengendalian untuk mengurangi atau melenyapkan gangguan yang
ditimbulkan oleh lalat tersebut. Penyakit yang ditimbulkan vektor lalat seperti : kolera,
diare, thypoid, dan disentri. Saat ini banyak sekali metode pengendalian lalat yang telah
dikenal dan dimanfaatkan manusia, prinsip dari suatu metode pengendalian lalat adalah
pengendalian itu dapat mencegah perindukan lalat yang dapat menimbulkan gangguan
terhadap kesehatan dan kehidupan manusia. Pengendalian lalat dapat dilakukan dengan cara
mempersulit tempat mencari makan dan tempat berkembang biak dan juga dengan
penggunaan bahan kimia ataupun secara mekanis.

8
DAFTAR PUSTAKA

https://www.medion.co.id/id/kendalikan-lalat-pengganggu-kesehatan-ayam/

https://protonpest.com/protonpedia/lalat/

https://media.neliti.com/media/publications/57427-ID-uji-efikasi-ekstrak-daun-babadotan-
sebag.pdf

https://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/viewFile/298/285

https://www.slideshare.net/InoyTrisnaini/pengendalian-vektor-lalat

9
LAMPIRAN JURNAL TERKAIT VEKTOR LALAT

Lalat: Vektor yang Terabaikan Program?

Flies: Vector Abandoned by Program?

Dicky Andiarsa*
Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Tanah Bumbu Jalan Loka
Litbang Kawasan Perkantoran Pemda Tanah Bumbu,
Kelurahan Gunung Tinggi, Kecamatan Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu,
Kalimantan Selatan, Indonesia
*E_mail: andiarsa@gmail.com

Received date: 10-07-2018, Revised date: 19-11-2018, Accepted date: 28-11-2018

ABSTRAK
Lalat merupakan serangga yang kehidupannya dekat dengan manusia dan seringkali dikaitkan dengan
masalah sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Dukungan program masih kurang dalam hal
pengendalian vektor lalat. Artikel ini berupa studi literature review yang membahas peranan lalat sebagai
hama pengganggu dan vektor penyebar berbagai penyakit, kepentingannya sebagai target program,
pencegahan dan pengendalian lalat, serta situasi program terkait pengendalian lalat. Beberapa studi
menyebutkan bahwa lalat dapat mengandung banyak jenis mikroba patogen dalam tubuhnya sekaligus.
Sebagian besar patogen pada tubuh lalat adalah bakteri, jamur, virus, dan parasit cacing. Lalat juga
berkontribusi terhadap penyebaran bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Strategi paling efektif dalam
menurunkan populasi lalat adalah perbaikan sanitasi lingkungan dan perbaikan pola perilaku hidup bersih
dan sehat. Dukungan program diharapkan dapat meningkatkan layanan pengendalian vektor lalat dan peran
serta masyarakat pada umumnya diharapkan lebih aktif terhadap penanggulangan masalah ini.

Kata kunci: lalat, vektor penyakit, dukungan program, pengendalian lalat

ABSTRACT
Flies coexist with humans since long times ago are associated with sanitation problems and also clean and
healthy living behavior (PHBS). Program support in term of fly control should be improved. This article is
a literature review which discussed the role of flies as pest and vectors that spread various diseases and
their interests as program targets and the latest program situation also all aspects as well as how to
control them. Some studies said that flies can contain many types of pathogenic microbes in their bodies.
Most pathogens in the body of flies are bacteria, fungi, viruses, and worm parasites. Flies also contribute
to the spread of antibiotic-resistant bacteria. The most effective strategy in reducing the population of flies
is the improvement of environmental sanitation and improvement of hygiene behavior. Program support is
expected to improve fly vector control services and the participation of the community, in general, is
expected to be more active in overcoming this problem.

Keywords: flies, vector, program support, flies control


PENDAHULUAN manajemen pengendalian penyakit bersumber
lalat ini dilihat dari kurangnya kegiatan
Lalat telah lama hidup berdampingan dengan
monitoring dan surveilans keberadaan lalat di
manusia terutama di lingkungan dengan
masyarakat.1 Beberapa aturan dan panduan
sanitasi buruk dan seringkali menimbulkan
teknis sudah dibuat untuk mengatasi
masalah kesehatan bagi manusia. 2–4
permasalahan lalat ini. Namun demikian,
Permasalahan yang ditimbulkan lalat ini
belum banyak ditemukan aktivitas konkret
nyaris tidak mendapatkan perhatian
terkait penyelesaian masalah pengendalian lalat.
dari pengelola program di jajaran kesehatan
Lalat merupakan vektor foodborne
dan sektor lainnya terutama masalah
diseases5,6 antara lain, diare, disentri, muntaber,
10
typhus dan beberapa spesies dapat nyamuk, dan pengendalian kimia yang masih
menyebabkan myiasis.7 Aktivitas fokus pada nyamuk.11 Adapun di beberapa
transmisi agen patogen dari lalat ke penjelasan terkait pengendalian vektor terpadu
manusia sangat ditentukan oleh kemampuan tersebut termasuk upaya pengendalian lalat,
lalat dalam memindahkan agen namun proporsi kegiatan sebagian besar masih
infeksius kepada inangnya atau yang biasa diprioritaskan pada kegiatan pengendalian
disebut dengan vector competence.8 Lalat nyamuk sebagai vektor malaria, Demam
memindahkan agen penyakit dengan Berdarah Dengue (DBD), dan filariasis.11
mengkontaminasi makanan yang Artikel review ini akan membahas bagaimana
dihinggapinya, melalui muntahan, kotoran, lalat merupakan salah satu hama penting pada
maupun hanya memindahkan kuman yang manusia yang juga perlu mendapatkan
berada di permukaan tubuhnya. 9 Lalat perhatian dan pengendalian baik dari program
penyebab myiasis meletakkan telur pada luka di sektor kesehatan, sektor terkait bahkan
sehingga saat menetas larva masuk ke dalam masyarakat luas diharapkan juga ikut terlibat.
luka dan menimbulkan luka yang lebih besar Artikel ini akan membahas lingkup lalat dan
(wound myiasis).10 Masih tingginya kasus peranannya bagi penyebaran foodborne
penyakit foodborne di Indonesia menjadi disease, kemampuannya dalam
tugas berat bagi pemerintah dan mengembangbiakkan bakteri dalam tubuhnya,
Kementerian Kesehatan sebagai leading peranannya dalam transfer bakteri yang
sector dalam pengendalian penyakit ini. resisten terhadap antimikroba, situasi program
Sayangnya, hingga saat ini masalah terkait pengendalian lalat serta strategi
pengendalian vektor lalat masih belum pengendalian efektif efisien terhadap serangga
menjadi prioritas bagi program. ini.
Kondisi saat ini, progam kesehatan telah
melakukan program pengendalian vektor METODE
terpadu yang dilaksanakan oleh Direktorat
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Artikel ini merupakan sebuah literature
Vektor (P2PTVZ), Kementerian Kesehatan RI. review12 dari beberapa literatur terkait dengan
Berdasarkan metode yang dilakukan hanya menggunakan peramban ilmiah dan
terkonsentrasi kepada modifikasi dan institusional. Penelusuran menggunakan kata
manipulasi tempat perindukan, pemberantasan kunci “filth fly” atau “lalat vektor penyakit
sarang nyamuk, metode pengendalian alami pada manusia” dan “program pengendalian
lalat”. Kepustakaan didapatkan dengan
mengunduh jurnal dalam peramban ilmiah
seperti Google scholar, NCBI, Elsevier, PlOS,
Springer dan Willey serta laman situs
entomologi, situs kesehatan, dan situs
internasional resmi serta situs terkait lainnya
seperti WHO, FAO, dan sebagainya. Literatur
yang terkait dan relevan dengan pokok
bahasan tentang beberapa hal berikut:
kepentingan lalat sebagai vektor mekanik
berbagai patogen, penyakit yang mungkin
dapat ditularkan, potensi epidemi dan
resistensi antimikroba, situasi program dan
dukungannya terhadap permasalahan yang
ditimbulkan oleh lalat, serta upaya
penggerakan program dan masyarakat dalam
upaya pengendalian lalat akan dimasukkan
11
dalam pembahasan artikel ini.
Literatur yang relevan dan dimasukkan dalam mengkontaminasinya termasuk makanan dan
pembahasan artikel ini berjumlah 82 literatur minuman.1 Perilaku memakan bahan organik
dengan beberapa pembagian jenis literatur yang berada pada kotoran hewan maupun
sebagai berikut: manusia dan sampah organik lainnya
merupakan tahapan awal seekor lalat memulai
Tabel 1. Dukungan Literature Review mencemari tempat apapun yang
dihinggapinya. Lalat juga memiliki kebiasaan
Jenis literatur Jumlah
defekasi dan muntah di setiap tempat
Jurnal 73
Buku teks 3 hinggapnya. Perilaku ini mendukung
Legal dokumen 3 munculnya penyakit emerging dan penyebaran
Institusional 3 penyakit menular lainnya.8 Bakteri yang
Jumlah 82 termakan lalat mampu berkembang dalam
tubuh lalat dan menjadi sumber kontaminan
PEMBAHASAN yang dikeluarkan melalui muntahan dan
kotoran lalat. Semakin padat populasi lalat
Kepentingan Lalat sebagai Vektor Mekanik
biasanya akan diikuti oleh munculnya kasus
Banyak Patogen
terkait vektor foodborne disease ini.19
Beberapa lalat dari Famili Syrphidae, Beberapa studi menyebutkan bahwa lalat
Calliphoridae, Tachinidae, Empididae, dan dapat mengandung banyak jenis mikroba
Muscidae berguna dalam penyerbukan dan pathogen dalam tubuhnya sekaligus (Tabel 2).
membantu keseimbangan ekosistem dengan Sebagian besar patogen pada tubuh lalat
menguraikan ekskreta makhluk hidup lain adalah bakteri,20 jamur,21 virus,22,23 dan parasit
menjadi bahan organik yang berguna bagi
cacing.24 Lalat yang tertangkap sebagian besar
organisme lain yang membutuhkan seperti
tanaman.13–15 Namun demikian, sebagian besar berada di tempat sampah, sekitar pasar, sekitar
lalat memiliki kebiasaan hidup yang selalu rumah makan, kandang ternak, dan
berpindah dari kotoran dan mengkontaminasi pemukiman yang kumuh. Adapun lalat yang
seluruh permukaan yang dihinggapinya didapatkan dari hasil pembiakan di
termasuk makanan dan minuman manusia.16,17 laboratorium menunjukkan bahwa lalat juga
Hal itu menjadikan lalat sebagai vektor utama memiiki kemampuan membawa agen penyakit
foodborne disease yang dapat
yang sangat patogen seperti E. coli O157:H7,
menyebarluaskan bakteri, jamur, parasit, dan
virus.18 Kebiasaan ini didasari sifat lalat yang Salmonella enterica, Cronobacter sakazakii,
suka memakan kotoran, dan bahan organik dan Listeria monocytogenes tanpa mengalami
lainnya (coprophagic dan omnivora), serta gangguan fisiologis di tubuhnya sekalipun.25
kemampuannya beradaptasi dan dapat hidup Sepanjang pencarian literatur terkait mikroba
berdampingan dengan manusia hingga masuk dalam tubuh lalat, hanya satu penelitian yang
ke dalam rumah (synanthropic dan pernah dilakukan di Indonesia namun hanya
endhophilic).1
sebatas kualitatif sehingga tidak menyebutkan
Lalat terbukti kuat berperan sebagai vektor
jenis dan spesies mikroba yang berada dalam
mekanik penyebaran berbagai mikroorganisme
tubuh lalat.1
pathogen melalui tubuhnya dengan terbang
dan hinggap di berbagai permukaan dan

12
Tabel 2. Komposisi Mikroba yang Dapat Ditemukan pada Tubuh Lalat

Spesies Lalat Mikroorganisme yang Negara Tempat Koleksi Referensi


Terkandung
Musca domestica Cronobacter spp., Salmonella USA Tempat sampah rumah Pava-Ripoll et
spp., Listeria monocytogenes makan/restoran al.5

Musca domestica E. coli O157:H7, Salmonella USA Laboratorium Pava-Ripoll et


enterica, Cronobacter al.25
sakazakii, Listeria
monocytogenes
Musca domestika E. coli, Klebsiella Iran Rumah sakit, Rumah Nazari M et
spp.,Citrobacter spp., potong hewan, dan pasar al.26
Enterobakter spp., buah.
Staphylococcus aureus, CoNS,
Bacillus spp., Proteus spp.,
Psudomonas spp., Enterococci
spp.
Musca domestika Aspergilus spp., Pennicillium Iran Rumah sakit Kasiri H et
spp., Mucorales spp., Candida al.27
spp., Rhodotorula spp.
Musca domestica, Bacillus sp., Citrobacter sp., Thailand Pasar, tempat sampah, Chaiwong T et
Chrysomya Coagulase-negative restoran, kantin sekolah, al.28
megacephala staphylococci, Enterobacter dan sawah padi
sp., Enterococcus sp.,
Escherichia coli, Escherichia
coli O157:H7(EHEC),
Klebsiella sp., Morganella sp.,
Proteus sp., Providencia sp.,
Pseudomonas aeruginosa,
Salmonella sp., Salmonella
typhi, Shigella sp.,
Staphylococcus aureus,
Streptococcus group D non-
enterococci.
Muscidae family Norovirus Vellore, Dapur rumah tangga Collinet-Adler S
Salmonella spp. India et al.22
Rotavirus
E.coli
Phlebotomus Edwardsiella, Enterobacter, Iran Laboratorium Maleki-
papatasi Escherichia, Klebsiella, Ravasan et
Kluyvera, Leminorella, al.29
Pantoea, Proteus,
Providencia, Rahnella,
Serratia, Shigella, Tatumella,
Yersinia, Bacillus,
Staphylococcus,
Pseudomonas
Necrophagous flies Bacillus anthracis Texas, Peternakan Blackburn J et
USA al.30
Musca domestika Campylobacter jejuni Denmark Laboratorium Bahrndorff S
et al.31
Chrysomya Ascaris lumbricoides, Nigeria Area kumuh, pasar, Adenusi A,
megachepala, Trichuris trichiura, tempat sampah Adewoga T24
Musca domestica, hookworms, Hymenolepis
Musca sorbens, nana, Taenia spp. and
Lucina cuprina, Strongyloides stercoralis,
Sarcophaga sp., Entamoeba histolytica/dispar,
Calliphora vicina, Entamoeba coli, Giardia
Wohlfahrtia sp. lamblia, Cryptosporidium sp.

13
Kemampuan bakteri untuk tetap berada dalam Virus penyebab diare biasanya dari golongan
tubuh lalat dan berkembang biak serta Norovirus dan Rotavirus.22
mengkontaminasi semua permukaan yang Semua agen patogen di atas dapat dengan mudah
dihinggapi lalat sangat dipengaruhi oleh sistem terbawa oleh lalat melalui permukaan tubuh
imun dari tubuh lalat itu sendiri.31–33 Clostridium maupun termakan oleh lalat. Lalat kemudian
jejuni dilaporkan mengalami penurunan koloni mencemari makanan manusia dengan hinggap di
pada pupa lalat setelah 24 jam dan diikuti dengan atas permukaan dan menyebarkan patogen tersebut
peningkatan beberapa zat antimikrobial dalam melalui muntahan, kotoran, dan permukaan tubuh
tubuh pupa.31 Pada fase dewasa lalat juga lalat.22
mengalami kondisi serupa, peningkatan jumlah
bakteri pada sekitar 4 jam setelah lalat Myiasis
mengingesti kuman tersebut dan mengalami
penurunan pada 8 jam setelahnya.34 Keadaan ini Myiasis merupakan penetrasi larva lalat pada
menjelaskan mengapa lalat dapat mengandung jaringan kulit hewan maupun manusia.45 Myiasis di
banyak patogen dalam tubuhnya namun tidak Indonesia terutama di Pulau Jawa diakibatkan oleh
mengalami gangguan fisiologis. Hal ini juga jenis lalat Crysomnia bezziana,45 namun demikian
menunjukkan bahwa lalat lebih cenderung bersifat spesies lalat lain juga dapat menimbulkan penyakit
sebagai vektor mekanik bagi bakteri patogen yang ini. Tahun 2013 dilaporkan adanya orang berusia 37
dibawanya.34,35 tahun menderita oral myiasis dan ditemukan 43
larva lalat Lucillia sericata dalam rongga
Penyakit yang Dapat Diakibatkan oleh Lalat mulutnya.46
Myiasis dibagi menjadi empat secara klinis, yaitu:
Beberapa penyakit yang ditimbulkan oleh lalat (1) myiasis sanguinivorus (penyedot darah), (2)
dapat ditularkan langsung maupun tidak langsung. kutaneus (furunkular dan migratorik), (3)
Penularan langsung misalnya larva migrans dan myiasis pada luka (wound
trypanosomiasis melalui penetrasi larva dan myiasis), serta (4) myiasis pada kavitas.10 Pada
gigitan lalat dewasa.36,37 Penularan tidak langsung kasus di daerah Niki, Nusa Tenggara Timur
diantaranya melalui pemindahan agen patogen ditemukan seorang anak perempuan 10 tahun
oleh lalat melalui makanan dan minuman yang menderita wound myiasis pada kulit kepala.10
kita konsumsi, misalnya diare,38 difteri,39
salmonellosis,35 kecacingan, dan sebagainya. Kecacingan
Berikut ini beberapa penyakit yang bisa ditularkan
melalui lalat terutama di Indonesia. Penyakit kecacingan biasanya terjadi pada anak-
anak yang memiliki perilaku higiene yang
Diare kurang.47 Perilaku tidak mencuci tangan sebelum
makan merupakan faktor risiko bagi tertularnya
Diare merupakan suatu gejala buang air besar penyakit kecacingan. Lalat juga berpotensi
(BAB) cair dengan frekuensi tidak normal karena menularkan kecacingan ini dengan membawa telur
pergerakan usus yang berlebihan. 40 Penderita dapat cacing yang infektif dan mengkontaminasi
menderita dehidrasi dan dapat menyebabkan makanan atau minuman.48,24 Meskipun demikian
kematian apabila tidak mendapatkan pertolongan potensi penularan kecacingan yang ditularkan oleh
segera. lalat sangat jarang dilaporkan.
Diare bisa disebabkan oleh protozoa misalnya dari
genus Cryptosporidium, Entamoeba coli dan Anthrax
Giardia.24,41 Penyebab lain bisa dari bakteri seperti
Cronobacter sakazaki,25 Listeria monocytogenes,25 Penyakit anthrax lebih sering menyerang hewan
E. coli O157:H7,42 Campylobacter jejuni,43 ternak, namun penyakit ini merupakan zoonosis
Staphylococcus aureus,28 Streptococcus spp.,44 dan dan sangat kontagius menginfeksi manusia. 49
lain-lain. Penyakit yang disebabkan oleh Bacillus anthracis
ini menular melalui kotoran
14
ternak, karkas, produk peternakan lainnya, bahan berkembangbiak yang tergantung iklim dan kondisi
makanan yang terkontaminasi spora kuman lingkungan, kemampuan membawa dan menyebarkan
anthrax, maupun melalui spora kuman di udara.49 beberapa agen penyakit tanpa mempengaruhi kondisi
tubuhnya, dan buruknya sanitasi.59 Beberapa kasus
Lalat berpotensi menjadi vektor mekanik kuman
polio dilaporkan mengalami epidemik di masa lalu di
ini.30,50 Belum ada penelitian yang membuktikan beberapa wilayah di dunia dan lalat diduga sebagai
potensi kapasitas lalat sebagai penyebar penyakit vektornya.59 Tahun 2004 telah terjadi wabah anthraks
anthrax, namun demikian penelitian di Texas dan menewaskan 124 ekor sapi di peternakan Italia,
Barat yang dilaksanakan selama outbreak anthrax infeksi ini diyakini melibatkan lalat dalam
menunjukkan bahwa semua jenis sampel termasuk penyebaran kumannya.60
karkas, larva lalat, dan lalat dewasa yang Saat ini dunia sedang menghadapi masalah
ditangkap di sekitar lokasi positif mengandung resistensi antibiotik yang banyak tersebar di
kuman B. anthracis dengan genotip yang sama.30 pasaran. Kemampuan bakteri bertahan hidup dari
pengobatan antibiotik61,62melibatkan beberapa gen
Potensi Epidemi dan Resistensi Antimikroba resisten yang bervariasi, dan dapat diturunkan
Di beberapa wilayah di Indonesia seringkali secara horizontal26. Penelitian skala laboratorium
dilanda kejadian luar biasa beberapa penyakit di Iran membuktikan bahwa lalat Musca
diantaranya diare, muntaber, dan disentri. domestica memiliki peran penting dalam
Kejadian ini seringkali dilaporkan bahwa menyebarluaskan beberapa bakteri yang resisten
diakibatkan oleh faktor makanan dan sanitasi.51 terhadap antibotik.26,63,64 Risiko menjadi lebih
Kejadian ini dapat dihipotesiskan bahwa secara besar saat bakteri yang berada dalam kotoran dan
langsung maupun tidak langsung disebabkan oleh dengan mudah tertelan dan masuk dalam tubuh
peningkatan jumlah lalat yang dapat mencemari lalat, lalat dapat meningkatkan transmisi resistensi
makanan dan minuman. antimikroba pada bakteri yang berkembang biak
Hipotesis ini dapat dibuktikan dengan melakukan dalam saluran pencernaan, bagian mulut dan
beberapa surveilans lalat secara intensif dan rutin, muntahan lalat.8
dengan melihat keterkaitan antara meningkatnya
populasi lalat pada suatu masa dan munculnya Pencegahan dan Pengendalian Lalat
kejadian luar biasa kasus foodborne disease ini, Keberadaan lalat sangat mengganggu kehidupan
maka dapat dilakukan pencegahan dini pada makhluk hidup lainnya termasuk manusia. Pilihan
musim berikutnya.19 Beberapa penelitian pengendalian populasi lalat sebenarnya bisa
diantaranya di Bangladesh dan Denmark dilakukan dengan bahan kimia insektisida, namun
menyebutkan adanya korelasi peningkatan pilihan ini sangat tidak disarankan oleh penulis
populasi lalat dengan peningkatan kasus diare karena selain masalah resistensi,65 dan juga secara
serta penurunannya dengan upaya kontrol umum insektisida dapat menimbulkan masalah
lalat.19,52 kesehatan baru terhadap manusia dan hewan lain
Sementara itu penelitian tentang upaya kontrol yang seharusnya bukan menjadi sasaran
serangga ini di Indonesia antara lain penggunaan penggunaan bahan kimia berbahaya ini. 66,67
ekstrak kemangi untuk larvasida lalat53 dan Beberapa strategi pengendalian tradisional dan
karakterisasi Bacillus thuringiensis untuk upaya sederhana misalnya menggunakan perangkap yang
kontrol lalat myiasis di Jawa dan Sulawesi berisi umpan organik berbahan protein, yeast dan
Selatan54 dan beberapa penelitian skala sempit insektisida alami dianggap mampu setidaknya
lainnya55–58 bisa menjadi tolak awal gerakan mengendalikan melonjaknya populasi lalat pada
pengendalian hama lalat di Indonesia. suatu musim tertentu yang menjadi puncak
Potensi epidemik penyakit yang dibawa oleh lalat pertumbuhan populasi lalat di suatu wilayah.68
sangat dipengaruhi dengan kemampuan lalat
Insektisida alami misalnya minyak essensial hitam‟ (Hermetia illucens) dapat dimanfaatkan
monoterpen (dari ekstrak tanaman Conifer resins sebagai agen pengurai kotoran yang cukup efektif
(sejenis pinus)) bisa menjadi salah satu alternatif dalam upaya perbaikan sanitasi. 70 Strategi utama
dalam kontrol serangga ini.69 Larva lalat „tentara tentu perbaikan sanitasi lingkungan dan perbaikan
15
pola perilaku hidup bersih sudah cukup signifikan bersih dan sehat. Inti dari perbaikan sanitasi dan
dalam menurunkan populasi lalat. perubahan perilaku ini adalah mengurangi
Kondisi yang sangat mendukung kesempatan lalat untuk makan dan
perkembanganbiakan lalat hingga menjadi berkembangbiak di lingkungan sekitar kita.
populasi yang cukup meresahkan lingkungan kita Strategi pengendalian populasi lalat lain dapat
antara lain kelembaban tinggi, suhu hangat, dan menggunakan perangkap atau umpan yang dapat
melimpahnya sumber makanan bagi lalat yaitu dibuat dengan sederhana dan memanfaatkan bahan
sampah organik sisa rumah tangga dan kotoran yang ada di sekitar kita. Contoh yang dapat
hewan. Kondisi tersebut sangat ideal bagi dilakukan dengan membuat perangkap
perkembangbiakan lalat dan hanya bisa terjadi menggunakan botol plastik yang dipotong bagian
pada suatu wilayah yang memiliki sanitasi yang atasnya dan dipasangkan kembali secara terbalik
buruk dan cenderung kumuh.28 Hal ini dapat dan selanjutnya diberikan umpan di dalamnya dan
terjadi di wilayah pinggiran kota, daerah dekat dipasang pada daerah yang banyak lalatnya.
dengan pasar tradisional, daerah dekat dengan Manitoba trap juga dianggap cukup efektif dalam
pemukiman padat, daerah peternakan, tempat menangkap banyak jenis lalat. 76 Alat ini berbentuk
umum, rumah sakit,26 dan area pembuangan seperti kubah terbuat dari kain kasa dengan botol
sampah.71 Keadaan ini dapat ditanggulangi dengan perangkap yang terpasang diatasnya.76 Penggunaan
melakukan beberapa upaya pengelolaan sampah perangkap lalat berperekat dengan bantuan
secara rutin sehingga mengurangi jumlah makanan atraktan lampu berwarna biru juga cukup efektif
dan tempat bertelur bagi lalat dan akhirnya dalam pengendalian populasi lalat. 77 Cara lain
populasi lalatpun dapat diturunkan. Menyediakan dapat menggunakan perangkap berperekat dengan
predator alami lalat di alam misalnya Carcinops bahan atraktan lalat yang sudah banyak dijual.
pumilio dan tungau dari famili Macrochelidae Cara sederhana dan murah masih banyak lagi dan
merupakan cara yang cukup ramah lingkungan ini cukup efektif mengurangi populasi lalat di
untuk mengendalikan hama ini.72,73 wilayah tersebut.
Perbaikan infrastruktur yang mendukung seperti
pembuatan drainase yang baik dan tempat sampah Situasi Program dan Dukungannya terhadap
yang memadai dan tertutup pada tempat-tempat Pengendalian Lalat
umum74 seperti pasar sehingga mampu
mengurangi kelembaban, dan mencegah lalat Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 64
untuk berkembangbiak di area tersebut. Hal lain Tahun 2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja
yang perlu menjadi perhatian adalah kesadaran Kementerian Kesehatan, kegiatan pencegahan dan
masyarakat dalam perilaku hidup bersih dan tidak pengendalian penyakit tular vektor dan zoonosis
membuang sampah sembarangan. 75 Upaya ini menjadi tugas dan fungsi dari Direktorat P2PTVZ.
harus senantiasa dikomunikasikan oleh sektor Tugas yang dimaksud antara lain merumuskan dan
kesehatan dan sektor terkait sehingga masyarakat melaksanakan kebijakan, menyusun norma,
selalu dipahamkan dan diingatkan tentang hidup standar, prosedur dan kriteria, melakukan
bimbingan teknis dan supervisi, serta pemantauan
dan evaluasi.78
Dalam melaksanakan tugasnya Direktorat
P2PTVZ menyusun sebuah rencana aksi selama 5
tahun mulai tahun 2015 hingga 2019 terkait
pencegahan dan pengendalian penyakit tular
vektor dan zoonosis, sehingga diusulkan kerangka
pendanaan pada tiap tahun tersebut sebagaimana
pada tabel di bawah ini.

16
Tabel 3. Kerangka Pendanaan Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor Tahun 2015-2019
Tahun (dalam ribu)
Kegiatan
2015 2016 2017 2018 2019
P2 Malaria
-Pengembangan SDM NA 27.859.940 14.800.000 2.000.000 1.350.000
-Sarana NA 78.671.550 65.000.000 45.850.000 28.579.000
-Kegiatan Pengendalian 83.964.794 55.496.597 48.496.500 36.062.000 92.129.000
P2 Arbovirosis
-Pengembangan SDM NA 3.834.468 1.050.000 500.790 NA
-Sarana NA 48.162.949 32.262.764 32.213.700 21.797.390
-Kegiatan Pengendalian 36.038.328 17.001.011 20.920.000 11.552.575 52.442.350
P2 Filariasis dan Kecacingan
-Pengembangan SDM NA 4.384.040 885.400 1.573.474 2.645.000
-Sarana NA 19.747.650 20.990.000 40.260.507 28.615.000
-Kegiatan Pengendalian 64.248.720 124.385.808 89.898.681 98.530.992 80.476.380
Pengendalian vektor terpadu
dan BPP
-Pengembangan SDM NA 16.610.550 16.000.000 4.141.000 1.184.700
-Sarana NA 31.328.850 8.380.000 6.559.000 8.090.000
-Kegiatan Pengendalian 31.345.380 26.670.710 34.239.966 21.343.000 1.620.000
(vektor diare)
Sumber: Direktorat P2PTVZ, 2017 (Revisi)
Ket: NA: Not Available; P2: Pencegahan dan Pengendalian; BPP: Binatang Penular Penyakit

Tabel 3 diatas hanya mencakup pendanaan


Penyakit.11 Tabel 3 menggambarkan bahwa dari
kegiatan pencegahan dan pengendalian penyakit
tahun ke tahun penganggaran untuk semua
tular vektor saja. Pendanaan Kegiatan
kegiatan P2 mengalami peningkatan, namun
pengendalian pada masing-masing kegiatan P2
porsinya yang berbeda. Kegiatan Pengendalian
dihitung dari semua lingkup kegiatan mencakup
vektor terpadu memiliki porsi dana paling sedikit
misalnya penyusunan standar prosedur, layanan
jika dibandingkan dengan program lainnya.
pengawasan, layanan pengendalian, kajian,
Program pengendalian vektor terpadu dan BPP
pelaksanaan teknologi tepat guna, dan surveilans
dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2018
pengendalian penyakit tular vektor.11 Cakupan
memiliki dana kegiatan yang sudah termasuk dana
dana sudah termasuk untuk dana Pusat, UPT dan
untuk melaksanakan kegiatan surveilans Aedes,
dana dekonsentrasi.
Anopheles, lalat, pinjal, dan tikus. Sementara itu
Dukungan program dapat dilihat dari bagaimana
pada layanan pengendalian terkait malaria dan
kementerian terkait merencanakan pendanaan
arbovirosis juga memiliki dana layanan
untuk program yang mengakomodasi aspek
pengendalian vektor tersendiri karena memiliki
pengembangan sumber daya manusia (SDM),
subdirektorat tersendiri yang mengelola
pengadaan sarana dan implementasi
kegiatannya. Pada tahun 2019, kegiatan layanan
kegiatannya.79,80 Kementerian Kesehatan
pengendalian vektor mulai dianggarkan terpisah
mengalokasikan dana untuk pengendalian
untuk masing-masing vektor DBD, malaria, pes
penyakit tular vektor bervariasi tergantung
dan diare. Anggaran vektor diare (lalat) yang
kebutuhan dan prioritas program dalam
dialokasikan pada tahun 2019 masih relatif kecil
mendukung tujuan pembangunan nasional.
jika dibandingkan kegiatan subdirektorat lainnya.
Pengendalian lalat saat ini dimasukkan ke dalam
Hal ini yang menyebabkan program menjadi
wewenang dan tanggung jawab dari Sub
kurang leluasa menggunakan anggarannya
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Vektor
dan Binatang Pembawa

17
karena harus mempertimbangkan berbagai masyarakat berpotensi terhadap resistensi lalat
kegiatan lain yang dianggap lebih diprioritaskan. terhadap insektisida. Hal ini menjadikan lalat
Kementerian Kesehatan sebenarnya telah merupakan salah satu vektor utama yang harus
berupaya mendukung kegiatan pengendalian menjadi perhatian penting pemangku program dan
vektor lalat ini, namun masih belum adekuat masyarakat pada umumnya. Sementara, dukungan
dalam memaksimalkan kegiatan pencegahan dan dana program masih kurang maksimal dalam
pengendalian vektor lalat. Kedepan diharapkan mengimplementasikan programnya. Peningkatan
program dapat mengusulkan kerangka pendanaan pendanaan dan kolaborasi dengan sektor lain
yang cukup dalam upaya pencegahan dan menjadi salah satu solusi dukungan program.
pengendalian vektor lalat. Kolaborasi dan Namun demikian, masyarakat juga diharapkan
kerjasama dengan sektor lain dalam hal kegiatan berperan aktif dalam meningkatkan kualitas
dan pendanaan juga bisa menjadi salah satu solusi kesehatan di lingkungannya masing-masing.
dalam mengatasi kurangnya dukungan dana ini. Budaya hidup bersih dan sehat, perbaikan sanitasi,
Dana operasional yang cukup akan membantu dan penggunaan insektisida alami dianggap
program dalam melaksanakan kegiatan surveilans sebagai upaya paling efektif dalam mengendalikan
secara rutin dalam upaya pencegahan penyakit populasi lalat di lingkungan kita.
tular vektor khususnya lalat.
Program surveilans juga menjadi data penting bagi DAFTAR PUSTAKA
upaya pengendalian lalat di suatu wilayah.
Kegiatan ini memberikan informasi penting 1. Andiarsa D, Setianingsih I, Fadilly A, Hidayat
S, Setyaningtyas DE, Hairani B. Gambaran
tentang pola perubahan populasi lalat dari waktu
bakteriologis lalat dan culicidae (Ordo:
ke waktu, pola perilaku, pola resistensi, dan Diptera) di lingkungan Balai Litbang P2B2
rekomendasi pengendalian yang efektif Tanah Bumbu. J Vektor Penyakit.
berdasarkan kondisi di atas. Semua upaya 2015;9(2):37-44.
pencegahan dan pengendalian yang dilakukan 2. Kemenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan
secara sinergis, konsisten, dan berkelanjutan Republik Indonesia tentang pengendalian
secara bertahap akan meningkatkan kualitas vektor. Indonesia; 2010 p. 94.
lingkungan, menurunkan populasi lalat, dan
3. Kemenkes RI. Pedoman penyelenggaraan
penyakit yang dapat ditularkan oleh lalat dapat kesehatan lingkungan asrama haji di indonesia.
dicegah hingga menjadi bukan masalah kesehatan Indonesia; 2009 p. 61.
masyarakat lagi. Fakta beberapa penelitian
menyebutkan keterkaitan antara penurunan insiden 4. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia no 50 tahun
kasus penyakit dengan upaya kontrol populasi 2017 tentang standar baku mutu kesehatan
lalat. lingkungan dan peryaratan untuk vektor dan
19,52,81,82
binatang pembawa penyakit serta
pengendaliannya. Indonesia; 2017 p. 83.
KESIMPULAN 5. Pava-Ripoll M, Pearson RE, Miller AK, Ziobro
GC. Detection of foodborne bacterial
Lalat merupakan hama rumah tangga yang tidak pathogens from individual filth flies. J Vis Exp.
hanya mengganggu tetapi juga dapat menjadi 2015;96(e52372):1-9.
perantara penularan dari orang sakit ke orang yang
sehat. Diare, myiasis, kecacingan, anthrax dan 6. Bahrndorff S, De Jonge N, Skovgard H,
Nielsen JL. Bacterial communities associated
beberapa penyakit infeksi lainnya berpotensi with houseflies (Musca domestica L.) sampled
ditularkan oleh lalat. Lalat juga berperan nyata within and between farms. PLoS One.
dalam penyebaran bakteri yang resisten terhadap 2017;12(1): e0169753.
antibiotik. Penggunaan insektisida rumah tangga doi:10.1371/journal.pone.0169753.
secara luas di 7. Hall MJR. Screwworm flies as agents of
wound myiasis. World Anim Rev [Internet].
1991. Available from:

18
http://www.fao.org/docrep/u4220t/u4220T07.h tm. birds. Vet Microbiol. 2014;171(3):290–7.
8. Onwugamba FC, Fitzgerald JR, Rochon K, 19. Farag TH, Faruque AS, Wu Y, Das SK,
Guardabassi L, Alabi A, Kuhne S, et al. The Hossain A, Ahmed S, et al. Housefly
role of filth flies in the spread of antimicrobial population density correlates with shigellosis
resistance. Travel Med Infect Dis. among children in Mirzapur, Bangladesh: a
2018;22(Mar-Apr):8-17. time series analysis. PLoS Negl Trop Dis.
2013;7(6): e2280.
9. Sarwar M. Insect borne diseases transmitted by
some important vectors of class insecta hurtling 20. Pava-Ripoll M, Pearson REG, Miller AK,
public health. Int J Bioinforma Biomed Eng. Ziobro GC. Prevalence and relative risk of
2015;1(3):311-7. Cronobacter spp., Salmonella spp., and
Listeria monocytogenes associated with the
10. Yolanda N, Winata SM. Wound Myiasis pada body surfaces and guts of individual filth flies.
Anak. CDK. 2014;41(8):601-4. Appl Environ Microbiol. 2012;78(22):7891–
902.
11. Kementerian Kesehatan RI. Rencana aksi
kegiatan pencegahan dan pengendalian 21. GunTang W, Kamonvoradej N, Chomchat C,
penyakit tular vektor dan zoonotik tahun 2015- Suriyakan S, Sanit S, Wongwigkarn J, et al.
2019. Jakarta: Direktorat Pencegahan dan Prevalence and virulence factors of Candida
Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan spp. associated with blow flies. Asian Pac J
Zoonotik; 2017. p. 1–58. Trop Biomed. 2017;7(5):428–31.
12. Hart C. Doing a literature review: Releasing 22. Collinet-Adler S, Babji S, Francis M, Kattula
the social science research imagination. 2nd D, Premkumar PS, Sarkar R, et al.
Ed. SAGE Publications. London: SAGE Environmental factors associated with high fly
Publications; 2018. 239 p. densities and diarrhea in Vellore, India. Appl
Environ Microbiol. 2015;81(17):6053–8.
13. Rader R, Bartomeus I, Garibaldi LA, Garratt
MPD, Howlett BG, Winfree R, et al. Non-bee 23. Barin A, Arabkhazaeli F, Rahbari S, Madani
insects are important contributors to global SA. The housefly, Musca domestica, as a
crop pollination. Proc Natl Acad Sci. possible mechanical vector of Newcastle
2016;113(1):146–51. disease virus in the laboratory and field. Med
Vet Entomol. 2010;24(1):88–90.
14. Lalander C, Diener S, Magri ME, Zurbrügg C,
Lindström A, Vinnerås B. Faecal sludge 24. Adenusi AA, Adewoga TOS. Human intestinal
management with the larvae of the black parasites in non-biting synanthropic flies in
soldier fly (Hermetia illucens)-from a hygiene Ogun State, Nigeria. Travel Med Infect Dis.
aspect. Sci Total Environ. 2013;458-460:312– 2013;11(3):181–9.
8.
25. Pava-Ripoll M, Pearson RE, Miller AK, Tall
15. Cickova H, Newton GL, Lacy RC, Kozanek M. BD, Keys CE, Ziobro GC. Ingested Salmonella
The use of fly larvae for organic waste enterica, Cronobacter sakazakii, Escherichia
treatment. Waste Manag. 2015;35:68–80. coli O157:H7, and Listeria monocytogenes:
transmission dynamics from adult house flies
16. Shiell JY. Manure characteristics affecting the to their eggs and first filial (F1) generation
management of house fly (Musca domestica adults Applied microbiology. BMC Microbiol.
L.) populations in duck production facilities. 2015;15(1):1–12.
Guelph, Ontario, Canada; 2015.
26. Nazari M, Mahrabi T, Hosseini SM, Alikhani
17. Barreiro C, Albano H, Silva J, Teixeira P. Role MY. Bacterial contamination of adult house
of flies as vectors of foodborne pathogens in flies (Musca domestica) and sensitivity of these
rural areas. ISRN Microbiol. 2013:1–7. bacteria to various antibiotics, captured from
Hamadan City, Iran. J Clin Diagnostic Res.
18. Guerra B, Fischer J, Helmuth R. An emerging 2017;11(4):DC04–7.
public health problem: Acquired
carbapenemase-producing microorganisms are 27. Kassiri H, Zarrin M, Veys-Behbahani R,
present in food-producing animals, their Faramarzi S, Kasiri A. Isolation and
environment, companion animals and wild Identification of pathogenic filamentous fungi
and yeasts from adult house fly (Diptera:

19
Muscidae) captured from the 36. Shahmoradi Z, Abtahi-Naeini B, Pourazizi M,
hospitalenvironments in Ahvaz City, Southwestern Meidani M. Creeping eruption of the hand in
Iran. J Med Entomol. 2015;52(6):1351–6. an Iranian patient: Cutaneous larva migrans.
Advanced Biomedical Research. 2014;3:263.
28. Chaiwong T, Srivoramas T, Sueabsamran P,
Sukontason K, Sanford MR, Sukontason KL. 37. Chiodini P, David Manser. Parasitology User
The blow fly, Chrysomya megacephala, and manual. Tottenham City, England: Department
the house fly, Musca domestica, as mechanical of Clinical Parasitology Hospital for Tropical
vectors of pathogenic bacteria in Northeast Diseases; 2013. p. 1–27.
Thailand. Trop Biomed. 2014;31(2):336–46.
38. Wang X, Wang J, Sun H, Xia S, Duan R, Liang
29. Maleki-Ravasan N, Oshaghi MA, Hajikhani S, J, et al. Etiology of childhood infectious
Saeidi Z, Akhavan AA, Gerami-Shoar M, et al. diarrhea in a developed region of China:
Aerobic microbial community of insectary Compared to childhood diarrhea in a
population of Phlebotomus papatasi. J developing region and adult diarrhea in a
Arthropod Borne Dis. 2013;8(1):69–81. developed region. PLoS One. 2015;10(11):1–
14.
30. Blackburn JK, Van Ert M, Mullins JC,
Hadfield TL, Hugh-Jones ME. The 39. Hotez PJ, Remme JHF, Buss P, Alleyne G,
necrophagous fly anthrax transmission Morel C, Breman JG. Combating tropical
pathway: empirical and genetic evidence from infectious diseases: Report of the disease
wildlife epizootics. Vector-Borne Zoonotic control priorities in developing countries
Dis. 2014;14(8):576–83. project. Clin Infect Dis. 2004;38(6):871–8.

31. Bahrndorff S, Gill C, Lowenberger C, 40. Schiller LR, Pardi DS, Spiller R, Semrad CE,
Skovgard H, Hald B. The effects of Surawicz CM, Giannella RA, et al. Gastro
temperature and innate immunity on 2013 APDW/WCOG Shanghai Working Party
transmission of Campylobacter jejuni Report: Chronic diarrhea: definition,
(Campylobacterales: Campylobacteraceae) classification, diagnosis. J Gastroenterol
between life stages of Musca domestica Hepatol. 2014;29(1):6–25.
(Diptera: Muscidae). J Med Entomol. 2014
May;51(3):670–7. 41. Squire SA, Ryan U. Cryptosporidium and
Giardia in Africa: current and future
32. Gao Y, Tang T, Gu J, Sun L, Gao X, Ma X, et challenges. Parasit Vectors. 2017;10(1):195.
al. Downregulation of the Musca domestica
peptidoglycan recognition protein SC (PGRP- 42. Butler JF, Garcia-Maruniak A, Meek F,
SC) leads to overexpression of antimicrobial Maruniak JE. Wild florida house flies (Musca
peptides and tardy pupation. Mol Immunol. domestica) as carriers of pathogenic bacteria.
2015 Oct;67(2 Pt B):465–74. Florida Entomol. 2010;93(2):218–23.

33. Tate AT, Graham AL. Dissecting the 43. Hald B, Skovgard H, Pedersen K, Bunkenborg
contributions of time and microbe density to H. Influxed insects as vectors for Campylobacter jejuni
variation in immune gene expression. and Campylobacter coli in Danish broiler houses. Poult
Proceedings Biol Sci. 2017 Jul;284(1859). doi: Sci. 2008;87(7):1428–34.
10.1098/rspb.2017.0727.
44. Nazni WA, Seleena B, Lee HL, Jeffery J, TA
34. Gill C, Bahrndorff S, Lowenberger C. TR, Sofian MA. Bacteria fauna from the house
Campylobacter jejuni in Musca domestica: an fly, Musca domestica (L.). Trop Biomed.
examination of survival and transmission 2005;22(2):225–31.
potential in light of the innate immune
responses of the house flies. Insect Sci. 2017 45. Wardhana AH, Muharsini S. Kasus myiasis
Aug;24(4):584–98. yang disebabkan oleh Chrysomya bezziana di
Pulau Jawa. In: Seminar Nasional Teknologi
35. Soto-Arias JP, Groves RL, Barak JD. Peternakan dan Veteriner. 2005. p. 1078–84.
Transmission and retention of Salmonella
enterica by phytophagous hemipteran insects. 46. Jang M, Ryu SM, Kwon SC, Ha JO, Kim YH,
Appl Environ Microbiol. 2014;80(17):5447– Kim DH, et al. A case of oral myiasis caused
56. by Lucilia sericata (Diptera: Calliphoridae) in
Korea. Korean J Parasitol. 2013;51(1):119–23.
47. Kartini S. Kejadian

20
Kecacingan 51. Pratama RN. Chrysomya Higiene. 2016;2(3):109.
pada Siswa Hubungan antara bezziana. Jitv.
Sekolah Dasar sanitasi 2003;8(4):256– 57. Darmadi, Anita
Negeri lingkungan dan 63. D. Uji mortalitas
Kecamatan personal hygiene lalat runah
Rumbai Pesisir ibu dengan 55. Tariyadi. (Musca
Pekanbaru. J kejadian diare Pengaruh tingkat domestica)
Kesehat pada balita di konsentrasi setelah
Komunitas. Kelurahan efektif pemberian
2016;3(2):53-58. Sumurejo microorganism 4 ekstrak kulit
Kecamatan (EM4) terhadap duku (Lansium
48. Pebriyanti IR, Gunungpati Kota kepadatan lalat di domesticum
Nirmala F, Semarang. J peternakan sapi Corr.). J Anal
Saktiansyah Chem Inf Model. (studi di Desa Kesehat Klin
LOA. 2013;53(9):1689– Sidomukti Sains.
Identifikasi 99. Kecamatan 2018;6(1):18–
kepadatan lalat Badungan 23.
dan sanitasi 52. Bahrndorff S, Kabupaten
lingkungansebag Rangstrup- Semarang). 58. Pinardi T,
ai vektor Christensen L, Universitas Widyanita A.
penyakit Nordentoft S, Diponegara; Variasi kadar
kecacingan di Hald B. 2016. liquid smoke
pemukiman Foodborne tempurung
sekitar rumah disease 56. Aliah N, kelapa memiliki
pemotongan prevention and Susilawaty A, daya tolak
hewan (RPH) broiler chickens Ibrahim IA. Uji terhadap lalat
Kota Kendari with reduced efektivitas ekstrak rumah (Musca
tahun 2017. J Campylobacter daun cengkeh domestica).
Ilm Mhs infection. Emerg (Syzigium Tunas-Tunas Ris
Kesehat Masy. Infect Dis. aromaticum) Kesehat.
2017;2(6):1–10. 2013;19(3):425– sebagai repellent 2018;8(1):11–5.
30. semprot terhadap
49. Kracalik I, lalat rumah 59. Cirillo VJ. “ I
Malania L, 53. H DI, Gunandini (Musca Am the Baby
Tsertsvadze N, DJ, Kardinan A. domestica). Killer! ” House
Manvelyan J, Pengaruh ekstrak flies and the
Bakanidze L, kemangi spread of polio.
Imnadze P, et al. (Ocimum Am Entomol.
Human basilicum forma 2016;62(2):83–
cutaneous citratum) 5.
anthrax, Georgia terhadap
2010-2012. perkembangan 60. Fasanella A,
Emerg Infect lalat rumah Adone R, Hugh-
Dis. (Musca Jones M.
2014;20(2):261– domestica) (L.). J Classification
4. Entomol Indon. and management
2008;5(1):36–44. of animal
50. Von Terzi B, anthrax
Turnbull PCB, 54. Muharsini S, outbreaks based
Bellan SE, Wardhana AH, on the source of
Beyer Rijzaani H, infection. Ann
W. Failure of sterne- and Amirhusein B. Ist Super Sanità.
pasteur-like strains of Karakterisasi 2014;50(2):192–
Bacillus anthracis to isolat Bacillus 5.
replicate and survive in thuringiensis dari
the Urban bluebottle beberapa daerah 61. Liu Y, Yang Y,
blow fly Calliphora di Jawa dan Zhao F, Fan X,
vicina under laboratory Sulawesi Selatan Zhong W, Qiao
conditions. PLoS One. untuk kontrol D, et al. Multi-
2014;9(1):1–7. biologi lalat drug resistant
Myasis gram-negative
21
enteric ad B, and pyrethroid 2013;103(3):296–
bacteria Hafshejani TT, pesticides in New 302.
isolated from Khamesipour York city.
flies at F. Incidence Environ Health 72. Achiano KA,
Chengdu and Perspect. Giliomee JH.
Airport, antimicrobial 2013;121(11- Food-,
China. resistance of 12):1349–56. temperature- and
Southeast Campylobacter crowding-mediated
Asian J Trop and Salmonella 68. Hassan HAA. laboratory
Med Public from houseflies Control of fruit dispersal of
Health. (Musca flies (Diptera: Carcinops pumilio
2013;44(6):98 domestica) in Tephritidae) (Erichson)
8–96. kitchens, using an (Coleoptera:
farms, environmentally Histeridae), a
62. Usui M, hospitals and safe methods in predator of house
Iwasa T, slaughter Shendi area, fly (Diptera:
Fukuda A, houses. Proc Sudan. University Muscidae) eggs
Sato T, Natl Acad Sci, of Shendi; 2015. and larvae. African
Okubo T, India, Sect B Entomol [Internet].
Tamura. Y. Biol Sci. 69. Kumar P, Mishra 2008;16(1):115–
The Role of 2017;87(4):128 S, Malik A, Satya 21. Available from:
flies in 5-91. S. Biocontrol https://journals.co.z
spreading the potential of a/content/ento/16/1
extended- 65. Kavi LAK, essential oil /EJC327 52
spectrum β- Kaufman PE, monoterpenes
lactamase Scott JG. against housefly, 73. de Azevedo L,
gene from Genetics and Musca domestica Emberson R,
cattle. Microb mechanisms of (Diptera: Esteca F, de
Drug Resist. imidacloprid Muscidae). Moraes G.
2013;19(5):41 resistance in Ecotoxicol Macrochelid mites
5-20. house flies. Environ Saf. (Mesostigmata:
Pestic Biochem 2014;100:1–6. Macrochelidae) as
63. Solà-Ginés Physiol. biological control
M, González- 2014;109:64– 70. Banks IJ, Gibson agents. In: Carrillo
López JJ, 9. WT, Cameron D, de Moraes G,
Cameron- MM. Growth Peña J, editors.
Veas K, 66. Roca M, rates of black Prospects for
Piedra- Miralles- soldier fly larvae biological control
Carrasco N, Marco A, Ferré fed on fresh of plant feeding
Cerdà-Cuéllar J, Pérez R, human faeces and mites and other
M, Migura- Yusà V. their implication harmful organisms.
Garcia L. Biomonitoring for improving Progress in
Houseflies exposure sanitation. Trop biological control.
(Musca assessment to Med Int Heal. Cham: Springer;
domestica) as contemporary 2014;19(1):14– 2015.
vectors for pesticides in a 22.
extended- school children 74. Lee Y-K, Lee C-K,
spectrum β- population of 71. Nurita AT, Choi J, Yoon S-M,
lactamase- Spain. Environ Hassan AA. Filth Hart RJ. Tourism‟s
producing Res. flies associated role in urban
Escherichia 2014;131:77– with municipal regeneration:
coli on 85. solid waste and examining the
Spanish 67. McKelvey W, impact of delay in impact of
broiler farms. Jacobson JB, cover soil environmental cues
Appl Environ Kass D, Barr DB, application on on emotion,
Microbiol. Davis M, Calafat adult filth fly satisfaction,
2015;81(11):3 AM, et al. emergence in a loyalty, and
604–11. Population-based sanitary landfill in support for Seoul's
biomonitoring of Pulau Pinang, revitalized
64. Ommi D, exposure to Malaysia. Bull Cheonggyecheon
Hemmatinezh organophosphate Entomol Res. stream district. J

22
Sustain Tour. 2013;7(12):562–6. 80. Simamora H.
2014;22(5):726– Manajemen
49. 76. Andiarsa D, sumber daya
Setyaningtyas manusia. Edisi
75. Setyowati R, DE, Fadily A, 3. Yogyakarta:
Mulasari SA. Hidayat S, STIE YKPN;
Pengetahuan dan Hairani B. 2006. 702 p.
Perilaku ibu Efektivitas
rumah tangga penggunaan 81. Phoku JZ,
dalam Manitoba Trap Barnard TG,
pengelolaan dalam Potgieter N,
sampah plastik. surveilans Dutton MF.
Kesehat Masy penyakit Fungi in
Nas. bersumber lalat housefly
di Kab. Tanah (Musca
Bumbu, domestica L.)
Kalimantan as a disease
Selatan. BALABA.risk indicator-
2016;12(2):79– A case study in
88. South Africa.
Acta Trop.
77. Prasetya RD, 2014;140:158–
Yamtana, 65.
Amalia R.
Pengaruh 82. Acharya N,
variasi warna Seliga RA,
lampu pada Rajote EG,
alat perekat Jenkins NE,
lalat terhadap Thomas MB.
jumlah lalat Persistence and
rumah (Musca efficacy of a
domestica) Beauveria
yang bassiana
terperangkap. biopesticide
BALABA. against the
2015;11(1):29– house fly,
34. Musca
domestica, on
78. Kementerian typical
Kesehatan RI. structural
Permenkes No substrates of
65 Tahun poultry houses.
2017. Biocontrol Sci
Peraturan Technol.
Menteri 2015;25(6):697
Kesehatan –71
Republik
Indonesia, No.
65 Tahun 2017
Indonesia;
2017 p. 32.

79. Sule ET,


Saefullah K.
Pengantar
manajemen.
Edisi 1.
Jakarta:
Kencana PMG;
2008. 426 p.

23
24

Anda mungkin juga menyukai