Anda di halaman 1dari 26

Co-Asistensi Bidang Reseptir

FELINE RHINOTRACEITIS VIRUS INFECTION

TIARA SRIWAHYUNI KOMBONG LANGI


C 024 182 007

PEMBIMBING

Drh. Fedri Rell, M.Si

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2019
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN MANDIRI BIDANG RESEPTIR

Co-Asistensi Bidang : Reseptir

Angkatan : IV (Empat)

Tahun Ajar : 2019

Nama Mahasiswa : Tiara S. Kombong Langi

NIM : C024182007

Makassar, 2019

Me
nge
Pembimbing, Koordinator Bidang Reseptir
tah
ui,

Drh. Fedri Rell, M.Si. Abd. Wahid Jamaluddin, S.Farm, M.Si, Apt.
NIP.19900208 201803 1 001 NIP. 19880828 201404 1 002

Menyetujui,
Ketua Program Profesi Dokter Hewan

Drh. A. Magfira Satya Apada, M. Sc


NIP. 19850807 201012 2 008
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat TuhanYang Maha Kuasa atas segala berkat dan
kasih-Nya saya dapat menyelesaikan laporan ini sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan co-asistensi bidang Reseptir.
Dalam penyusunan laporan ini, tidak sedikit hambatan yang saya hadapi.
Namun saya menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan laporan ini tidak
lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan dari dosen pembimbing, sehingga
kendala-kendala yang saya hadapi dapat teratasi.
Laporan ini, masih jauh dari kata sempurna. Oleh kerena itu saya
harapkan kritik serta saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan laporan
ini.

Makassar, 22 Februari 2019

Tiara Sriwahyuni Kombong Langi


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kucing (Felis catus) merupakan hewan kesayangan yang sangat digemari
oleh manusia karena memiliki kemampuan yang baik, daya reproduksi yang
tinggi dan perawatan yang mudah. Namun kucing juga menjadi salah satu
hewan yang sangat rentan dengan berbagai penyakit seperti penyakit respirasi,
urogenital, dan pencernaan. Penyakit – penyakit ini rentan pada kucing
khususnya pada kucing usia neonatal yang sangat rentan terhadap agen
penyebab penyakit pada inangnya (Sumantri, 2013).
Kesehatan kucing harus selalu diperhatikan dengan melakukan beberapa
tindakan seperti memberikan obat cacing, melakukan vaksinasi, menjaga
kebersihan tempat makan dan minum, menjaga kebersihan kandang apabila
kucing kerap kali dikandangkan, merawat kebersihan rambut kucing seperti
melakukan grooming tiap ± 2 minggu sekali agar kucing dapat terawat dengan
baik. Beberapa tindakan tersebut merupakan cara yang dapat dilakukan untuk
mencegah penyakit, agar kucing dapat selalu sehat dan terbebas dari penyakit .
Beberapa penyakit yang banyak menyerang kucing antara lain Feline
Upper Respiratory Infection (URI), Feline Leukemia Virus (FELV), Feline
Infectious Peritonities (FIP), Feline panleukopenia, Feline herpesvirus type 1,
toxoplasma gondii (Leah, 2015). Feline Upper Respiratory Infection (URI)
merupakan penyakit infeksi yang sangat menular dengan satu atau lebih virus
dan bakteri (Dunham dan Lynn, 2011). Feline Leukemia Virus, secara umum,
anak kucing di bawah umur 16 minggu lebih mudah terpapar ketika terinfeksi
virus dan infeksinya lebih parah (Scherk, 2013). Feline Infectious Peritonities
merupakan penyakit yang disebabkan oleh mutasi coronavirus dan dapat
menyebabkan kematian pada kucing. Feline parvovirus adalah penyakit
infeksi pada kucing yang disebabkan oleh parvovirus.
Salah satu penyakit pernapasan yang sering kali menginfeksi kucing ialah
penyakit Feline Rhinotraceitis Virus Infection. Feline Rhinotraceitis
merupakan penyakit yang menyebabkan peradangan pada hidung (rhinitis)
dan pada trakea (tracheitis). Penyakit disebabkan oleh virus Feline
Herpesvirus 1 (FeHV-1) menyerang saluran pernafasan bagian atas dan
menyebabkan infeksi pada mata (Maes, 2012).
1.2 Masalah
Masalah yang ingin dibahas adalah mengetahui gambaran singkat, gejala
klinis, patogenesis dan pengobatan apa yang diberikan pada kucing yang
terinfeksi penyakit Feline rhinotracheitis.
1.3 Tujuan
Tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai penyakit
Feline rhinotracheitis yang menyerang saluran perkemihan pada kucing
sehingga meminimalisir kejadian penyakit tersebut pada kucing.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Gambaran Singkat Feline Rhinotraceitis


a. Etiologi
Feline Rhinotracheitis merupakan penyakit pernapasan atas yang
disebabkan oleh feline herpesvirus type I. Feline herpesvirus type I
merupakan anggota dari subfamily alphaherpesvirinae, family
herpesviridae (Gaskell et al., 2007). FeHV-I merupakan virus dengan
double-stranded DNA dengan kapsid icosahedral yang dikeliling oleh
amplop lipid (Henzel et al., 2015). Virus ini dapat bertahan hingga 18 jam
di lingkungan lembab, kurang dalam kondisi kering dan relatif tidak stabil
sebagai aerosol. FHV-1 umumnya ditemukan menyerang saluran
pernapasan atas dan dapat menyerang kucing pada semua umur (Gaskell et
al., 2007). Pada kitten atau kucing yang mengalami penyakit kronis
lainnya lebih rentan terhadap infeksi virus tersebut. Kitten yang lahir dari
kucing carrier dapat terinfeksi setelah lahir. Kitten akan menunjukkan
gejala beberapa minggu setelah lahir dan biasanya mengalami infeksi
berat. Virus ini memiliki masa inkubasi 2-5 hari namun pada kucing
dengan daya tahan tubuh yang kuat, masa inkubasi virus ini menjadi 10-20
hari (Yuill, 2010).
b. Patogenesa
Rute yang dilalui oleh FeHV-1 untuk masuk ke dalam tubuh hewan
adalah melalui hidung, secara oral, dan selaput lender konjungtiva. Pada
kucing betina bunting, saluran intravagina oleh virus dapat menyebabkan
vaginitis dan penyakit kongenital yang menginfeksi kitten dan inokulasi
intravena dapat menyebabkan infeksi transplasenta dan abortus. Masa
inkubasi virus ini adalah 2-6 hari dan bisa lebih lama (Gaskell et al.,
2007).
c. Gejala Klinis
Gejala klinis yang biasanya terlihat pada kucing yang terinfeksi
FHV-1 adalah terdapat ulser pada daerah sekitar mulut dan wajah. Kucing
juga biasanya menunjukkan gejala klinis berupa depresi, demam, anoreksia,
konjungtivitis dan nasal discharge. Tanda gatal-gatal atau pruritus pada
kucing biasanya disalah artikan dengan dermatitis, ulser atau keratitis
interstisial dapat terlihat (Hnillca dan Adam, 2017). Selain itu gejala seperti
bersin-bersin, batuk, dan sesak napas dapat terlihat dan pada daerah mata
biasa ditemukan cairan mukopurulent dan terjadi pengerasan pada kelopak
mata. Pada kucing bunting infeksi virus ini dapat menyebabkan terjadinya
abortus (Gaskell et al., 2007).

1. 2.

3.

Gambar 1. (1) Ocular discharge dan erosi superficial pada kelopak mata
kucing muda, (2) alopesia dan lesi erosi pada hidung, (3) alopesia, eritema,

4.
dan dermatitis erosi pada kucing dengan kemungkinan infeksi herpesvirus,
(4) erosi dermatitis pada wajah kucing terinfeksi (Hnilca dan Adams, 2017).
d. Diagnosa Feline Rhinotraceitis
Diagnosa Feline Rhinotracheitis virus infection dapat dilakukan
dengan cara memperhatikan anamnesa dan gejala klinis yang ditunjukkan
oleh kucing pada saat dilakukan pemeriksaan. Isolasi virus (swab
orofaring) untuk mengetahui keberadaan herpesvirus. Flourescent
antibody (conjunctival smears) untuk mendeteksi adanya antigen dari
virus rhinotracheitis (Hnilca dan Adams, 2017). Salah satu peneguhan
diagnosa dari Feline Rhinotracheitis virus infection dengan melakukan uji
Rapid-Test. Antigen Rapid Ag Test Kit adalah test kit untuk mendeteksi
antigen Feline Rhinotracheitis virus pada kucing.
II.2. Pencegahan dan Pengobatan Feline Rhinotraceitis
Penanganan atau perawatan untuk kucing yang positif terinfeksi FRV-
1 dapat dilakukan dengan memberikan antibiotik berspektrum luas seperti
ampicilin atau amoxicillin untuk mencegah kemungkinan terjadinya infeksi
sekunder. Untuk ulser keratitis obat tetes antiviral dapat membantu
(trifluridine atau idoxuridine, 1 tetes q 2-6 jam. Namun beberapa laporan
mengatakan bahwa pengobatan dengan menggunakan antiviral sebagai obat
tunggal ataupun kombinasi dapat menurunkan gejala klinis. Perawatan dapat
dilakukan dengan mencoba salah satu dari obat berikut (Hnilica dan Adam,
2017) :
a. Famcyclovir dengan dosis 125 mg/ ekor setiap 12 jam
b. Lysine 200-500 mg/ekor PO q12-24 jam.
c. Amoxicillin untuk kucing dapat diberikan dengan dosis 10-20 mg/kg
diberikan secara PO 2x sehari selama 5-7 hari.
Perawatan intensif yang diberikan untuk kucing dengan penyakit
Feline Rhinotracheitis diperkirakan dapat pulih dalam jangka waktu 10-20
hari. Kucing dengan infeksi laten gejala klinis dapat muncul kembali
berupa stres dan imunosupresif. Penyakit ini dapat menulari kucing lain
namun tidak untuk anjing dan kucing. Pencegahan dapat dilakukan dengan
memberikan vaksinasi dan vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh
hewan. Vaksin untuk kucing yang biasa digunakan antara lain (AOHI,
2017) :
- Felocell 3
Indikasi : Vaksinasi untuk mencegah kucing sehat terhadap
infeksi Feline viral rhinotracheitis (FVR) yang disebabkan oleh
FHV-1, gangguan pernapasan yang disebabkan oleh FCV dan FPL
yang disebabkan oleh FPV.
Dosis dan cara pemakaian : Vaksinasi dilakukan pada kucing
yang sehat. Secara aseptis campurkan pelarut yang sudah
disediakan ke dalam vaksin kering beku, kocok hingga rata.
Berikan 1 mL secara SC atau IM. Untuk vaksinasi primer : Kucing
sehat berumur 12 minggu atau lebih harus disuntikkan 2 dosis
vaksin secara terpisah dengan jangka waktu 3-4 minggu. Untuk
vaksinasi ulang dilakukan setiap tahun dengan menggunakan dosis
tunggal.
Peringatan : Vaksinasi hanya boleh dilakukan pada kucing yang
sehat dan kucing yang sedang tidak bunting.
- Felocell 4
Indikasi : Vaksinasi pada kucing untuk mencegah Feline viral
rhinotracheitis yang disebabkan oleh Feline herpesvirus-1; Feline
respiratory disease yang disebabkan oleh Feline calicivirus;
Feline panleukopenia yang disebabkan oleh feline parvovirus dan
feline chlamydiosis yang disebabkan oleh Chlamydia psitacci.
Dosis dan Cara Pemakaian : Vaksinasi dilakukan pada kucing
yang sehat. Secara aseptis campurkan pelarut yang sudah
disediakan ke dalam vaksin kering beku, kocok hingga rata.
Berikan 1 mL secara SC atau IM.
- Rabisin.
Indikasi : Pencegahan terhadap penyakit rabies.
Dosis dan cara pemakaian : Secara SC atau IM dengan dosis 1
ml tiap hewan.
a. Jenis pengobatan
Beberapa jenis terapi pengobatan untuk penyakit Feline rhinotracheitis :
Antivirus : Famciclovir
Famciclovir setelah pemberian oral, tingkat puncak penciclovir kurang
dari konsentrasi penghambatan in vitro 50 (IC-50) untuk FHV-1. Pada
manusia, konversi famciclovir ke penciclovir membutuhkan oksidasi oleh
aldehida oksidase hati. Karena kucing memiliki sedikit aldehida oksidase hati,
mereka mungkin memerlukan dosis yang lebih tinggi daripada yang
digunakan pada manusia ataupun spesies lain. Makanan dapat menurunkan
kadar puncak, tetapi tidak secara signifikan mempengaruhi kemanjuran klinis.
Penciclovir hanya terbatas pada protein plasma. Waktu paruh intrinseluler
penciclovir dalam sel yang terinfeksi secara signifikan membutuhkan waktu
lama (Plumb,2011).
Famciclovir merupakan antivirus dengan nama lain Famvir.
Famciclovir merupakan analog purin sintetik (acyclic nucleoside analogue).
Famciclovir ini akan dikonversi menjadi obat antivirus penciclovir melalui
diasetilasi dan oksidasi. Penciclovir memiliki aktivitas antivirus terhadap
virus herpes tipe 1 dan 2. Pada sel-sel yang tidak rentan terhadap virus herpes,
efek konsentrasi penciclovir dari penciclovir triphosphate sangat kecil -
indeksnya cenderung nol. Dengan demikian, farmakodinamik obat tidak
dapat mempengaruhi sel sehat tubuh dan berinteraksi hanya dengan lokasi
yang terinfeksi (Papich, 2011). Mekanisme kerja dari obat famciclovir adalah
sebagai berikut :
Gambar 1. Mekanisme kerja Famciclovir
Mekanisme kerja dari Famciclovir berkaitan dengan afinitas
Tinidin Kinase (TK) yang mengubah famciclovir menjadi penciclovir
monofosfat. Selanjutnya kinase sel akan mengubah senyawa ini menjadi
penciclovir triphosphate yang nantinya akan menghambat polimerasi DNA
virus sehingga mencegah perpanjangan rantai DNA virus (Plumb, 2011).
Antibiotik : Amoxicillin
Amoxicillin merupakan antibiotik berspektrum luas yang efektif
membunuh bakteri gram positif, gram negatif, dan bakteri anaerob sehingga
memiliki beberapa indikasi terapeutik (Bosmans, 2014). Amoxicillin dapat
membunuh bakteri tergantung dari konsentrasi pemberian atau dosis
pemberian dan lamanya bakteri terpapar amoxicillin (Rebuelto, 2011).
Mekanisme kerja dari amoxicillin dengan menghambat sintesis dinding sel
dari bakteri yang menginfeksi. Pemberian antibiotik ditujukan untuk
mencegah kemungkinan terjadinya infeksi sekunder.
Setelah pemberian oral, itu sekitar 74-92% diserap pada manusia dan
hewan monogastrik. Makanan akan menurunkan efek kerja obat, tetapi tidak
sejauh penyerapan oral. Obat ini disarankan untuk diberikan dengan
makanan, terutama jika ada gangguan GI. Kadar serum amoksisilin umumnya
1,5-3 kali lebih besar daripada ampisilin. Setelah penyerapan, volume
distribusi untuk amoksisilin sekitar 0,2 L / kg pada anjing. Obat ini
didistribusikan secara luas ke banyak jaringan, termasuk hati, paru-paru, otot,
empedu, dan cairan asites, pleural, dan sinovial. Amoksisilin akan
menyeberangi CSF ketika selamut meninges mengalimi peradangan dalam
konsentrasi yang berkisar antara 10-60% dari yang ditemukan dalam serum.
Amoksisilin dieliminasi terutama melalui mekanisme ginjal, terutama melalui
sekresi tubular, tetapi beberapa obat dimetabolisme oleh hidrolisis menjadi
asam penicilloic (tidak aktif) dan kemudian diekskresikan dalam urin.
Eliminasi amoksisilin pada anjing yakni 45-90 menit pada anjing dan
kucing, dan 90 menit pada sapi (Papich, 2011).
Amoksisilin adalah bakterisidal yang rentan terhadap organisme
melalui penghambatan biosintesis dinding sel mukopeptida selama tahap
penggandaan bakteri. Amoksisilin lebih efektif melawan mikroorganisme
gram positif dibanding gram negatif, dan mendemonstrasikan efikasi lebih
baik dibanding penisillin dan dibanding antibiotik lain dalam pengobatan
penyakit atau infeksi yang beragam.
Terapi Supportif:
1. Lysine
Untuk menambah nafsu makan dan menjaga ketahanan tubuh. Lysine
(Viralys®) merupakan suplemen yang cocok untuk diformulasikan untuk
mendukung sistem kekebalan tubuh dan direkomendasikan untuk kondisi
yang responsif terhadap L-Lysine. Lysine adalah asam amino esensial yang
tidak diproduksi tubuh. Suplemen lysine biasanya digunakan sebagai terapi
tambahan dalam pengobatan herpes. Komposisi dari Viralys® antara lain Air
Murni, L-Lisin HCl, Sodium Carboxymethylcellulose, Potassium Sorbate,
Sodium Benzoate, Pemanis Buatan, Rasa Maple, Asam Sitrat, dan Riboflavin
5'-Phosphate Sodium.
2. Biodin
Obat ini diberikan secara intramuscular sebanyak 1 ml 1 kali sehari.
Komposisi : Biodin, larutan injeksi steril yang setiap 100 ml mengandung:
ATP 0.100, Indikasi : Untuk stimulasi tubuh secara umum terutama pada
tonus otot dari semua species hewan seperti pada keadaan berikut:
Kelemahan otot akibat kerja keras, kelemahan otot akibat transportasi,
kelemahan otot akibat melahirkan, menjaga stamina kuda pacu dan anjing,
serta kelemahan diakibatkan oleh kekurangan makanan atau adanya infeksi
(Daris, 2017).
b. Dosis dan Lama pengobatan
Pada kasus feline rhinotracheitis harus diberikan obat secara tepat, baik
dosis maupun aturan pakai. Pemberian dosis dan lama pengobatan ditentukan
dengan tingkat keparahan.
 Famcyclovir :
Untuk kucing dapat diberikan 62,5 mg/ ekor PO q8h selama 3
minggu. Dosis yang lebih tinggi yakni 125 mg/ekor q8h diperkirakan
lebih efektif. Dosis yang lebih rendah harus digunakan pada anak
kucing (30-50 mg/kg oral q12h) (Papich, 2011).
 Amoxicilin :
Untuk kucing, dosis 10 mg/kg diberikan secara per oral (PO) setiap 2
kali sehari selama 5-7 hari (Ramsey,2008).
 Biodin
Biodin dapat diberikan pada kucing dengan dosis pemberian 1 mL
sekali sehari selama 2-5 hari (AOHI, 2017).
 Lysine :
Lysine dapat diberikan pada kucing dengan dosis 400 mg/ekor/hari
diberikan PO sebagai suplemen harian yang ditambahkan ke dalam
makanan kucing. Sediaan formulasi pasta 1-2 mL untuk kucing
dewasa dan 1 mL untuk anak kucing. Untuk kucing, sediaan kapsul, 1
kapsul diberikan secara per oral setiap 2 kali sehari selama 7 hari
(Papich, 2011).
c. Alasan Pemilihan Obat
Famciclovir
 Efektif dan efisien dalam penangan gejala -gejala klinis yang
muncul akibat infeksi virus herpes (FHV-1).
 Tidak menimbulkan resistensi terhadap kucing.
 Pemilihan Famciclovir untuk penanganan FHV-1 lebih dianjurkan
karena obat antiviral lain seperti acyclovir dan valacyclovir
resisten terhadap FHV-1 (Papich, 2011).
Amoxicillin
Amoxicillin merupakan antibiotik berspektrum luas yang bersifat
bakterisidal dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri. Pemberian
amoxicillin sebagai antibiotik bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi
sekunder akibat penyakit Feline rhinotracheitis. Pemberian amoxicillin
yang berspektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder dari bakteri gram
negatif maupun positif. Selain itu pemberian antibiotik perlu
mempertimbangkan fungsi fisiologis sistem tubuh serta kontraindikasi
atau interaksi yang merugikan (Pramirtha dan Subagiartha,2017).
Amoksisilin diserap dengan baik dari traktus gastrointestinal, dengan
atau tanpa adanya makanan, berbeda dengan obat golongan penisilin
lainnya yang lebih baik diberikan setidaknya 1-2 jam sebelum atau
sesudah makan. Obat ini banyak digunakan karena bioavailabilitas oral
yang tinggi, dengan puncak konsentrasi plasma dalam waktu 1-2 jam.
Bioavilabilitas dari amoksisilin adalah sebasr 70-90% (Kaur et al., 2011).
Biodin
Biodin merupakan vitamin yang dapat diberikan pada hewan
dengan tujuan untuk menjaga ataupun meningkatkan stamina
Lysine
Lysine sering digunakan sebagai perangsang nafsu makan pada
kucing. Perawatan dengan Lysine dapat menurunkan proteosintesis dan
menunjukkan beberapa efek inhibitor terhadap FeHV-1 (Gaskell et al.,
2007). Hal ini dikarenakan Lysine mempunyai mekanisme kerja sebagai
antagonis arginine dimana arginine merupakan asam amino esensial dari
FHV-1. Arginin diperlukan untuk proses transkripsi DNA, apabila tidak
terjadi proses transkripsi maka virus juga tidak dapat berkembang (Papich,
2011).
d. Interaksi Obat
Famciclovir
 Famciclovir tidak dianjurkan untuk pasien dengan penyakit disfungsi
ginjal dikarenakan famciclovir ekskresi utamanya terjadi di ginjal dan
apabila diberikan pada pasien dengan disfungsi ginjal dapat membuat
famciclovir tidak dapat diekskresikan dan menumpuk di dalam tubuh
(Plumb, 2011).
 Probenecid. Pemberian famciclovir dapat menurunkan jumlah
penciclovir yang diekskresikan oleh ginjal. Hal ini dapat
menyebabkan penumpukan penciclovir di dalam tubuh (Plumb, 2011).
Amoxicillin
Amoxicillin, pemberian bersama antibiotik golongan bakteriostatik
(Chloramphenicol, Erythromycin, Macrolida, Tetracycline, Sulfonamide)
berpotensi bekerja antagonis. Antagonis adalah obat yang berikatan
dengan reseptor tanpa mengaktifkan reseptor tersebut. Antagonis
menghalangi kerja agonis dengan mencegah agonis berikatan dengan
reseptor sehingga efek obat tidak bisa dihasilkan (Pramita dan
Subagiartha, 2017). Namun interaksi obat Amoxicillin dengan obat
bakteriostatik (Chloramphenicol, Erythromycin, Macrolida, Tetracycline,
Sulfonamide) masih belum diketahui dan sedang dalam penelitian.
e. Kegagalan Terapi
 Kegagalan obat yang singkat atau tidak sesuai resep
 Dosis yang tidak tepat
 Resistensi antibiotik
 Penggunaan obat yang tidak sesuai secara bersama.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kasus Feline Rhinotracheitis

Anamnesa
Seekor kucing domestic short hari (DSH) jantan berumur 2 tahun
bernama Bong dengan berat 4 kg selama 4 minggu menunjukkan gejala
sneezing, terdapat discharge pada mata dan hidung yang berwarna
kecokelatan. Kemudian ditemukan adanya eritema pada daerah sekitar
wajah. Kucing tersebut belum pernah di vaksin. Nafsu makan berkurang
serta sering menggaruk daerah wajah dimana pada wajah kucing tersebut
mulai terlihat ada ulcer.
Setelah dilakukan pemeriksaan, suhu kucing tersebut 39,8ºC, nafas
10 kali/menit, denyut jantung 130 kali/menit, turgor kulit ± 3 detik.
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, untuk memperkuat hasil diagnosa
sementara maka dilakukan pengujian dengan teknik isolasi virus dengan
swab orofaring dan didapatkan hasil yang positif. Berdasarkan hasil
temuan dari swab orofaring, maka kucing tersebut didiagnosa menderita
Feline Viral Rhinotracheitis. Langkah selanjutnya adalah melakukan
penanganan dengan memberikan terapi pengobatan berupa pemberian
antiviral famciclovir, antibiotik amoxicillin, dan lysine yang digunakan
untuk terapi suportif.
3.2 Tata Laksana
a. Terapi Obat
ANTIVIRAL (Famciclovir)
Nama Obat Famciclovir
Indikasi Penggunaan famciclovir yang paling umum dalam
kedokteran hewan adalah untuk mengobati FHV1 yang
terkait dengan konjungtivitis, rinosinusitis, keratitis, dan
dermatitis.

Kontraindikasi Tidak cocok diberikan pada pasien dengan


hipersensitivitas terhadap famciclovir itu sendiri atau
terhadap penciclovir serta tidak diberikan pada pasien
yang mengalami gangguan disfungsi ginjal.
Dosis Anjuran 62,5 mg/ ekor

Rute Per Oral (PO)

Frekuensi q8h ( setiap 3 kali sehari )

Dosis Sediaan 250 mg

Nama Paten Famvir®


Dosis Pemberian DP = DA x Frekuensi Pemberian x Lama pemberian
DS
= 62,5 mg/ekor x 3 kali sehari x 21 hari
250 mg
= 3937,5
250
= 15,75 = 16 tablet

Maka, 16 tablet Famvir diberikan q8h selama 3 minggu


pemberian.

Gambar Obat

ANTIBIOTIK (amoxicillin)
Amoxicillin KETERANGAN
Indikasi Antibiotik golongan penicillin yang digunakan
sebagai antibiotik spektrum luas pada berbagai
spesies.

Kontraindikasi Tidak disarankan untuk pasien dengan


hipersensitifitas terhadap golongan Penicillin

Dosis Kucing 10-20 mg/kg BB

Dosis pemberian DP = DA x BB x JP
DS
= 10 mg/kg BB x 4 kg x 14 kali pemberian
100 mg
= 560
100
1
= 5,6 = 52 tablet

1
Maka, 52 Tablet amoxicillin dibagi ke dalam 14

kapsul dan diberikan q12h selama 7 hari


pemberian.
Rute Per Oral (PO)

Frekuensi q12h (2 kali sehari/ 2x1)

Dosis sediaan 250 mg

Sediaan Tablet

Nama paten Amoxicillin

b. Terapi Supportif

BIODIN
Nama Obat Biodin
Indikasi Untuk stimulasi tubuh secara umum terutama pada tonus
otot dari semua species hewan seperti pada keadaan
berikut: Kelemahan otot akibat kerja keras, kelemahan
otot akibat transportasi, serta kelemahan otot akibat
melahirkan

Kontraindikasi -

Dosis Anjuran 1 mL per hari

Rute IM atau IV

Frekuensi q24h ( sekali sehari)

Dosis Sediaan 50 ml dan 100 ml

Nama Paten Biodin®

Dosis Pemberian 1 x 1 selama 2-5 hari

Gambar Obat

LYSINE
Nama Obat Lysine
Indikasi Penambah nafsu makan untuk penanganan terhadap
FHV-1.
Kontraindikasi -

Dosis Anjuran 500 mg per harinya

Rute Per oral (PO)

Frekuensi q24h ( sekali sehari)

Komposisi Air Murni, L-Lisin HCl, Sodium


Carboxymethylcellulose, Potassium Sorbate, Sodium
Benzoate, Pemanis Buatan, Rasa Maple, Asam Sitrat, dan
Riboflavin 5'-Phosphate Sodium.

Dosis Sediaan 250 mg/1,25 mL

Nama Paten Viralys®

Dosis Pemberian 1 x 1 selama seminggu

Gambar Obat
3.3 Resep

KLINIK HEWAN PENDIDIKAN FAKULTAS KEDOTERAN


UNIVERSITAS HASANUDDIN
Drh. Fedri Rell, M.Si
Jl. Al Markas Al Islami Kompleks Perum Dosen Unhas blok IX
Telp. (0401) 123456
SIP: 9942495397
No : 001 Makassar, 22 Februari 2018

R Famvir 3937,5 mg

m.f.pulv da in caps No. LXIII

S 3.d.d tab 1
paraf

R Amoxicillin 560 mg

m. f. pulv. da in caps No. XIV

S 2.d.d caps 1
Paraf

R Biodin 50 mL fls No.I


S i. m. m.
Paraf

R Viralys tube. No. 1


S 1.d.d. q.s
Paraf

Pro : Milo (Kucing, jantan, 4 kg, 2 tahun)


Nama pemilik : Nn. Jessie
Alamat : Jl. Dirgantara, Makassar
No. Telp : 085242321654
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Feline Rhinotraceitis merupakan penyakit yang menyebabkan peradangan
pada hidung (rhinitis) dan pada trakea (tracheitis). Virus penyebab penyakit ini
adalah Feline Herpesvirus 1 (FeHV-1). Semua umur dari family felideae dapat
menjadi inang untuk pertumbuhan FeHV 1 ini, namun resiko tinggi berada pada
anak kucing. Diagnosa FeHV dapat diawali dengan mengamati gejala klinis yang
ditunjukkan oleh pasien lalu dilanjutkan dengan melakukan pemeriksaan fisik,
selanjutnya untuk memperkuat hasil diagnosa dapat dilakukan diagnosa lanjutan
seperti swab atau Rapid test. Terapi utama yang dilakukan untuk pengobatan
FeHV adalah Famciclovir yang merupakan obat antivirus yang mampu melawan
virus herpes. Pengobatan harus dikontrol dengan ketat hingga kondisi pasien
pulih. Hal ini bertujuan untuk mencegah keparahan penyakit dan kegagalan terapi
terhadap pengobatan FeHV.

4.2 Saran

Pencegahan terhadap penyakit kucing seperti Feline Herpes Virus dapat


dilakukan dengan cara melakukan vaksinasi secara rutin.
DAFTAR PUSTAKA
AOHI. 2017. Indeks Obat Hewan Indonesia. Gita Pustaka. Jakarta.
Bosmans, T, S., Melis, H., de Rooster, B., Van Goethem, P., Defauw, I., Van
Soens, I., Polis. 2014. Anaphylaxis after intravenous administration of
amoxicillin/clavulanic acid in two dogs under general anesthesia. Case
report: Universiteit Gent, Salisburylaan 133, B-9820 Merelbeke.
Daris, Murtafian. 2017. Penanganan Kasus Endometritis pada Kucing Di Salah
Satu Klinik Hewan Di Makassar. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Dunham, Anisa. D dan L.F. Guptil. 2011. Feline Upper Respiratory Infection.
Saunders Elsevier : Missouri.
Gaskell, Rosalind., Susan D., Alan R., Etienne T. 2007. Review Article : Feline
Herpesvirus. Vet. Res. 38 (2007) 337–354 337.
Henzel, Andreia, L.T. Lovato, dan R. Weiblen. 2015. Epidemiological status of
felid herpesvirus type-1 and feline calicivirus infections in Brazil. Ciência
Rural, Santa Maria, v.45, n.6, p.1042-1049.
Hnilica, Keith A. dan A. P. Patterson. 2017. Small Animal Dermatology. USA:
Elsevier Saunders.
Kaur, SP, Rao R, dan Nanda S. 2011. Amoxicillin : A Broad Spectrum Antibiotic.
International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences 3(3): 30-
37.
Leah A. Cohn anda Justine A. Lee.2015. Pediatric Critical Care Part 1-
Diagnostic Interventions. Clinician’s Breef. University of Missouri
Maes, Roger. 2012. Review Article : Felid Herpesvirus Type 1 Infection in Cats:
A Natural Host Model for Alphaherpesvirus Pathogenesis. International
Scholarly Research Network, Volume 2012.
Papich, Mark G. 2011. Saunders Handbook of Veterinary Drugs Small and Large
Animal : Fourth Edition. USA :Elsevier.
Plumb, D. C. 2011. Plumb’s : Veterinary Drug Handbook 7th Edition. Stockholm,
Wisconsin, Swedia : PharmaVet Inc.
Pramita, R. D. dan Subagiartha I, Made 2017. Prinsip Dasar Farmakologi.
Fakultas Kedokteran : Universitas Udayana.
Rebuelto M., L. Montoya., A. P. Prados., V. Kreil., P. Quaine., A. Monfrinotti.,
L. Tarragona., R. Hallu. 2011. Lack of interaction of metoclopramide on
oral amoxicillin kinetics in dogs. Journal. vet. Pharmacol. Therap. 34, 621–
624.
Scherk, M.A. 2013. Feline Leukimia Virus. Journal of Feline Medicine and
Surgery 2013. Vol. 15 pp 785-808.
Sumantri Dani Atma. 2013. Penanganan Pada Pasien suspect Feline
Panleukopenia di RSH. Prof Soeparwi pada Periode Tahun 2012.
Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta
Yuill, Cheryl. 2010. Feline Herpesvirus infection or Feline Viral Rhinotracheitis.
Kingsbrook Animal Hospital.

Anda mungkin juga menyukai