Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Petrografi merupakan salah satu cabang dari ilmu geologi. Petrografi ini juga

merupakan tingkat lanjutan dari mata kuliah sebelumnya yaitu mineral optik. Dalam

prakteknya, petrografi mengamati sayatan tipis batuan menggunakan mikroskop

polarisasi. Pengamatan yang dilakukan berupa pengamatan keseluruhan komponen

yang terdapat pada sayatan tipis tersebut. Keseluruhan komponen yang telah di amati

nantinya akan menjadi acuan untuk penamaan batuan.

Pada praktikum petrografi kali ini, sayatan tipis batuan yang di amati

merupakan sayatan tipis batuan piroklastik. Pada pengamatan mikroskopisnya, di

amati beberapa komponen dasar pada batuan piroklastik, misalnya kandungan ash,

crystal, rock fragmen, dan lain – lain. Dari komponen – komponen tersebut nantinya

dapat menjadi acuan untuk penamaan batuan.

1.2 Maksud dan Tujuan

1.2.1 Maksud

Maksud dilakukan praktikum ini yaitu sebagai salah satu metode atau cara

untuk membantu praktikan dalam menentukan batuan piroklastik.

1.2.2 Tujuan

Tujuan dilakukan praktikum ini yaitu :

1. Praktikan dapat mengetahui cara menentukan nama batuan piroklastik

berdasarkan analisis petrografi.


2. Praktikan dapat menentukan persentase mineral, ash, dan rock fragmen pada

suatu sayatan tipis batuan.

1.3 Alat dan Bahan

1.3.1 Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu

1. Mikroskop polarisasi
2. Lap kasar
3. Lap halus
4. Penggaris
5. Penghapus
6. Pulpen
7. Pensil
8. Kertas A4
9. Buku penuntun praktikum
10. Buku Rocks and Mineral
11. Pensil warna, dan
12. LKP (Lembar Kerja Praktikum)
1.3.2 Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu

1. Sampel sayatan tipis HAS/ST 8, ST 16 Tufa, ST 2 Tufs

1.4 Prosedur Kerja

Tahapan – tahapan yang dilakukan dalam melaksanakan praktikum ini yaitu

sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan
Melengkapi alat dan bahan yang akan digunakan pada praktikum

kemudian menyiapkan alat – alatnya yang akan digunakan dalam praktikum.


2. Tahap Praktikum

Meletakkan sayatan tipis pada meja preparat kemudian menggunakan

nikol sejajar dan nikol silang. Kemudian menentukan material – material

yang terkandung di dalam sayatan tipis batuan. Kemudian menentukan


presentase material – material yang terkandung pada sayatan tipis batuan

tersebut.

3. Tahap Pengerjaan Laporan

Membuat laporan setelah kegiatan praktikum selesai. Laporan

pertama diasistensikan di laboratorium petrografi kemudian asistensi

selanjutnya kepada asisten masing – masing kelompok.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batuan Piroklastik

Batuan piroklastik adalah suatu batuan yang berasal dari letusan gunungapi,

sehingga merupakan hasil pembatuan daripada bahan hamburan atau pecahan magma

yang dilontarkan dari dalam bumi ke permukaan. Itulah sebabnya dinamakan sebagai

piroklastika, yang berasal dari kata pyro berarti api (magma yang dihamburkan ke

permukaan hampir selalu membara, berpendar atau berapi), dan clast artinya

fragmen, pecahan atau klastika. Dengan demikian, pada prinsipnya batuan

piroklastika adalah batuan beku luar yang bertekstur klastika. Hanya saja pada proses

pengendapan, batuan piroklastika ini mengikuti hukum-hukum di dalam proses

pembentukan batuan sedimen. Misalnya diangkut oleh angin atau air dan membentuk

struktur - struktur sedimen, sehingga kenampakan fisik secara keseluruhan batuannya

seperti batuan sedimen. Pada kenyataannya, setelah menjadi batuan, tidak selalu
mudah untuk menyatakan apakah batuan itu sebagai hasil kegiatan langsung dari

suatu letusan gunungapi (sebagai endapan primer piroklastika), atau sudah

mengalami pengerjaan kembali (reworking) sehingga secara genetik dimasukkan

sebagai endapan sekunder piroklastika atau endapan epiklastika. Berdasarkan ukuran

butir klastikanya, sebagai bahan lepas (endapan) dan setelah menjadi batuan

piroklastika.

Bom gunungapi adalah klastika batuan gunungapi yang mempunyai struktur-

struktur pendinginan yang terjadi pada saat magma dilontarkan dan membeku secara

cepat di udara atau air dan di permukaan bumi. Salah satu struktur yang sangat khas

adalah struktur kerak roti (bread crust structure). Bom ini pada umumnya

mempunyai bentuk membulat, tetapi hal ini sangat tergantung dari keenceran magma

pada saat dilontarkan. Semakin encer magma yang dilontarkan, maka material itu

juga terpengaruh efek puntiran pada saat dilontarkan, sehingga bentuknya dapat

bervariasi. Selain itu, karena adanya pengeluaran gas dari dalam material magmatik

panas tersebut serta pendinginan yang sangat cepat maka pada bom gunungapi juga

terbentuk struktur vesikuler serta tekstur gelasan dan kasar pada permukaannya. Bom

gunungapi berstruktur vesikuler di dalamnya berserat kaca dan sifatnya ringan

disebut batuapung (pumice). Batuapung ini umumnya berwarna putih terang atau

kekuningan, tetapi ada juga yang merah daging dan bahkan coklat sampai hitam.

Batuapung umumnya dihasilkan oleh letusan besar atau kuat suatu gunungapi dengan

magma berkomposisi asam hingga menengah, serta relatif kental. Bom gunungapi

yang juga berstruktur vesikuler tetapi di dalamnya tidak terdapat serat kaca, bentuk

lubang melingkar, elip atau seperti rumah lebah disebut scoria (scoria). Bom
gunungapi jenis ini warnanya merah, coklat sampai hitam, sifatnya lebih berat

daripada batuapung dan dihasilkan oleh letusan gunungapi lemah berkomposisi basa

serta relatif encer. Bom gunungapi berwarna hitam, struktur masif, sangat khas

bertekstur gelasan, kilap kaca, permukaan halus, pecahan konkoidal (seperti botol

pecah) dinamakan obsidian. Blok atau bongkah gunungapi dapat merupakan bom

gunungapi yang bentuknya meruncing, permukaan halus gelasan sampai hipokristalin

dan tidak terlihat adanya struktur – struktur pendinginan. Dengan demikian blok

dapat merupakan pecahan daripada bom gunungapi, yang hancur pada saat jatuh di

permukaan tanah/batu. Bom dan blok gunungapi yang berasal dari pendinginan

magma secara langsung tersebut disebut bahan magmatik primer, material esensial

atau (juvenile). Blok juga dapat berasal dari pecahan batuan dinding (batuan

gunungapi yang telah terbentuk lebih dulu, sering disebut bahan aksesori), atau

fragmen non-gunungapi yang ikut terlontar pada saat letusan (bahan aksidental).

“Batuan – batuan piroklastik adalah batuan yang dihasilkan oleh proses litifikasi

bahan – bahan lepas yang dilemparkan dari pusat vulkanik selama erupsi yang

bersifat explosif. Bahan tersebut jatuh kemudian mengalami litifikasi baik sebelum di

transport maupun “reworking” oleh media air atau es”.

Batuan piroklastik adalah batuan yang tersusun atas fragmen – fragmen hasil

erupsi vulkanik secara explosive, Williams, Turner and Guilbert (1954). Menurut

Heinrich (1956), batuan piroklastik terdiri atas bahan rombakan yang diletuskan dari

lubang vulkanik, diangkut melalui udara sebagai bahan maupun awan pijar,

kemudian diendapkan di atas tanah yang dalam kondisi kering ata dalam tubuh air.
Fisher (1961) lihat Carozi (1975), mengartikan batuan piroklastik sebagai bagian dari

batuan vulkanoklastik.

 Pembagian bahan-bahan piroklastik

Pembagian bahan-bahan piroklastik yang berikut didasarkan atas macam

proses-proses yang dialaminya sejak pelemparan dari pusat erupsi. Bahan-bahan

piroklastik dapat terjadi dalam 6 cara sebagai berikut :

Tipe I : Bahan-bahan piroklastik setelah dilemparkan dari pusat vulkanik jatuh

langsung ke darat yang kering melalui udara saja. Jikalau bahan tersebut

jatuh pada lereng kerucut gunung api yang curam, maka dapat terjad

pergerakan yang disebabkan oleh gravitasi (misalnya longsor

“avalanche”). Onggokan dari jatuhan piroklastik tersebut kalau mengalami

litifikasi akan menghasilkan batuan beku vulkanik “fragmental”.

Tipe II : Bahan-bahan piroklastik setelah dilemparkan dari pusat vulkanik, diangkut

ketempat pengendapan di dalam medium gas yang dihasilkan dari magma

sendiri : maksudnya bahan-bahan piroklastik tersebut di bawa oleh

mekanisme-mekanisme “glowing avalanche” atau aliran abu.

Tipe III : Bahan-bahan piroklastik setelah dilemparkan dari pusat vulkanik yang

dapat terletak di bawah muka laut/danau atau didarat, jatuh langsung ke

dalam air tenang. Bahan-bahan tersebut tidak bercampur dengan bahan-

bahan yang bukan bahan piroklastik dan juga tidak mengalami

“reworking”.

Tipe IV : Bahan-bahan piroklastik setelah dikeluarkan dari pusat vulkanik (baik di

darat maupun di bawah muka laut/danau) jatuh langsung melalui air yang
aktif. Sebelum mengalami litifikasi, bahan-bahan tersebut mengalami

“reworking” dan dapat bercampur dengan bahan yang bukan bahan

piroklastik.

Tipe V : Bahan-bahan piroklastik yang telah jatuh, kemudian sebelum litifikasi dia

diangkut dan kemudian diendapkan kembali di tempat lain oleh air (misal

aliran lumpur/lahar, sungai dll).

Tipe VI : Bahan-bahan piroklasik yang jatuh ke bawah mengalami litifikasi,

kemudian mengalami pelapukan dan tererosi, selanjutnya di angkut dan

diendapkan kembali ditempat lain.

Dari proses ini akan membentuk 2 endapan piroklastik yaitu :

1. Piroklastik flow deposit.

a) Breksi aliran piroklastik


Menurut fisher (1960) breksi dengan penyusun utama terdiri atas fragmen runcing –
runcing hasil endapan piroklastik.
b) Welded tuff
Welded tuff yang istilah biasa digunakan di Amerika dan Australia diartikan sebagai

bagian dari ignimbrit yang terelaskan.

c) Ignimbrit.
Ignimbrit menurut MacDonald (1972), adalah suatu batuan yang terbentuk dari aliran

abu panas, yang dalam sayatan tipis terlihat kristal-kristal yang rusak (broken crystal)

terelaskan oleh gelas satu dengan lainnya.

2. Pyroklastik fall dimana pada endapan ini akan membentuk batuan :

a) Aglomerat : menurut Fisher (1961) sebagai batuan yang terbentuk dari hasil

konsolidasi material yang mengandung bom, (tuff-aglomerat merupakan batuan

yang jumlah kandungan bom dan abu sebanding atau dominan terdiri atas abu

vulkanik.
b) Breksi piroklastik menurut Mac Donald (1972) dan Fisher (1958) diartikan

sebagai batuan yang mengandung blok lebih dari 50%.


c) Tuff pyroclastic breccia : penamaan ini diberikan oleh Norton (1917) dan Mac

Donald (1972) sebagai batuan yang mengandung blok sebanding dengan dengan

abu vulkanik atau, lebih dominan tersusun atas abu vulkanik.


d) Lapillistone : menurut Fisher (1961), batuan yang penyusun utamanya terdiri atas
ukuran lapili (2-64 mm)
e) Lapilli tuff, menurut Fisher (1961) dan Mac Donald (1972), batuan yang

kandungan lapilli – abu vulkanik hampir sama atau abu volkanik lebih dominan.
f) Tuff : batuan yang tersusu atas abu vulkanik (2mm), yang dapat dibagi lagi

menjadi tufa kasar dan halus.

2.1.1 KOMPONEN MATERIAL PENYUSUN BATUAN PIROKLASTIK


- Rock Fragmen
Fragmen pada batuan pyroklastik bisa berupa batuan kristalin dan rock

fragmen yang bersumber dari berbagai jenis batuan.

RF RF

RF
Foto Rock fragmen pada tufa lapili.

- Matrix
Merupakan bahan detrital halus yang terendap bersama-sama dengan

fragmen, dan selalunya terletak di ruang yang terdapat di antara fragmen.


- Vitric
Semen pada batuan piroklastik bisa berupa gelas vulkanik.

2.1.2 TEKSTUR BATUAN PIROKLASTIK

1. Volcanic breccia
This breccia is composed of fragments of a variety of volcanic materials.

2. Spherulites in rhyolite

Spherulites are radiating masses of fibrous crystals in a glassy matrix. These

spherulites are probably composed of alkali feldspars and some polymorph of

SiO2, and in this cross-polarized shot, appear as round objects with dark

crosses. Note the large phenocryst which forms the nucleus of one of the

spherulites at center-left.

3. Vitrophyre

A vitrophyre is another name for a phenocryst-bearing obsidian. The

phenocrysts in the above photomicrograph are mostly plagioclase. The

groundmass is obsidian glass. Can you think of some possible explanations to

account for the extremely large difference in grain size in this rock?

4. Poorly-welded tuff
In this sample, the glass shards are starting to get deformed. Note the

phenocrysts of quartz (clear) and biotite (dark red) in this rock.

5. Lightly-compacted tuff

In this tuff, the irregularly-shaped glass shards are still relatively undeformed.

Also note the phenocryst of quartz (clear) and biotite (dark red) in this slide.

2.1.3 KLASIFIKASI BATUAN PIROKLASTIK

a. Klasifikasi batuan piroklastik berdasarkan ukuran dari fragmen.


Klasifikasi batuan piroklastik dari wentworth dan williams (1932) lihat

pettijohn (1975) banyak dipakai oleh para ahli geologi. Skala ukuran yang dipakai,

skala ukuran batuan sedimen yang dibuat oleh wentworth, hanya saja batas kisaran

yang dipakai tidak sama antara batuan sedimen dan piroklastik.

Breksi Vulkanik : tersusun dari fragmen-fragmen diameter lebih besar 32 mm.

bentuk fragmen meruncing.

Aglomerat : fragmen berupa bom-bom dengan ukuran lebih besar 32 mm.

Lapili/tufa lapilli : fragmen tersusun atas lapili yang berukuran antara 4 mm

sampai 32 mm.
Tufa kasar : fragmen-fragmen tersusun atas abu kasar dengan ukuran butir

terletak antara 0.25 mm sampai 4mm.

Tufa halus : fragmen-fragmen berupa abu halus, dengan ukuran butir

lebih kecil dari 0.25 mm.

b. Klasifikais berdasarkan komposisi material.


Klasifikasi yang mendasarkan pada komposisi dari fragmen, telah dibuat

untuk tufa. Tufa dapat diklasfikasi pada klasifikasi (Pettijohn,1975) menjadi

sebagai berikut lihat gambar di bawah:


1. Vitric tuff : tufa dengan penyusun utama terdiri dari gelas. Tufa vitric

umumnya bertekstur ”vitroclastic”, yaitu kepingan-kepingan gelas terletak

dalam matriks yang berupa abu gelas yang sangat halus.


Macam-macam tufa vitric :
- Tufa palagonit, tersusun terutama gelas basa, dengan warna kuning

kehijauan sampai coklat tua. Tufa palagonit umumnya mengandung

kristal-kristal plagioklas, olivin, piroksin dan biji besi, lubang-lubang

banyak terisi kalsit dan zeolit.


- Tufa Porselanit atau batu cina, tersusun atas abu gelas yang sangat
- halus, sering juga disebut tufa lempungan.
- ”Welded tuff atau ignimbrit, tersusun atas kepingan-kepingan gelas

yang terelaskan.
- Tufa pisolit, tersusun atas pisolit-pisolit abu gelas yang sangat halus.
2. Lithic tuff : tufa dengan penyusun utama fragmen batuan.Gelas dijumpai

dalam jumlah yang relatif sedikit. Fragmen biasa menyusun batuan ini

yaitu fragmen-fragmen basalt scoria, obsidian, andesit, basalt. Batuan

beku ini hipo-abisik bertekstur porpiritik atau halus. Kadang-kadang

didapatkan juga fragmen-fragmen batuan plutonik.


3. Cristal tuff: tufa dengan penyusun utama kristal dan pecahan-pecahan

kristal. Gelas dijumpai dalam jumlah sedikit. Tufa kristal riolitik, kristal-

kristal terdiri dari kuarsa, sanidin, biotit, hornblende kadang dijumpai juga

augit. Beberapa tufa kristal mengandung tridimik. Tufa kristal dasitik,

kristal-kristalnya yaitu hornblende, hipersten, andesin, magnetit. Tufa

basaltik tersusun atas olivin, augit, dan labradorit.

Glass

Vitric tuf 50
50

Lithic tuf Cristal


Rock tuf Crystal
Fragmen 50
Pettijohn (1975) membuat klasifikasi tufa, dengan membandingkan

persentase gelas dan kristal, lihat gambar di bawah ini :


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Sampel 1

Nomor Peraga : HAS / ST. 8 Nama : Dian Dwi P


Acara : Batuan Piroklastik NIM : D611 13 311
Tipe Batuan (Rock Type) : Batuan Piroklastik
Tipe Stuktur (Type of Structure) : Massif
Klasifikasi (Classification) : Pettijohn, 1975
Mikroskopis (Microscopic) :
Warna absorbsi colorless- coklat, warna interferensi coklat kehitaman, tekstur poorly welded tuff,
ukuran 0,2 mm – 0,4 mm, komponen terdiri dari kristal yang berupa kuarsa 90% dan ash 10%
Deskripsi Material
Komposisi Material Jumlah Keterangan Optik mineral
Amount Description of Optical Mineralogy
(%)
Warna absorbs tidak berwarna , nikol silang abu
kecoklatan, pleokroisme -, belahan 1 arah, relief
Kuarsa 90
rendah, indeks bias Nmin>Ncb, sudut gelapan 12 o,
jenis gelapan miring
Warna absorbsi colorless, warna interferensi berwarna
Ash 10
hitam

Berdasarkan pen gamatan mineral pada sampel I diketahui bahwa komposisi

material yang terdapat pada sampel batuan ini antara lain kristal yang berupa kuarsa

dan Ash dengan persentase mineral sebagai berikut:

Rata-Rata
Material I (%) II (%) III (%)
(%)
Kuarsa 90 95 85 90
Ash 10 5 15 10
Pada kenampakan mikroskopik dari batuan ini, hampir sebagian besar

komponen penyusun batuan terdiri dari kristal yaitu sekitar 90 %, selebihnya

disusun oleh gelas vulkanik, dengan bentuk umum euhedral - anhedral dan sebagian

broken. Proses pembentukan batuan ini dimulai dengan terjadinya pembekuan

magma pada suhu sekitar 375oC membentuk mineral kuarsa. Pada saat terjadi

letusan gunung berapi yang berupa letusan eksplosif material-material ini terlempar

keluar dan terakumulasi pada sutau cekungan terendapkan dan terlitifikasi

membentuk Crystal Tuff. Berdasarkan proses yang dialaminya maka material-

material vulkanik ini terbentuk berdasarkan cara yang ketiga dimana material

vulkanik setelah dilemparkan dari pusat vulkanik jatuh langsung diatas darat atau di

dalam air yang tenang dan tidak mengalami percampuran dengan material-material

non vulkanik yang terdapat dalam cekungan tersebut. Hal ini dapat diamati pada

kenampakan mikroskopis nampak jelas bahwa material-material vulkanik penyusun

batuan ini tidak memperlihatkan / menunjukkan adanya gejala reworking oleh air.

Gelas vulkanik yang merupakan salah satu komponen penyusun batuan ini terbentuk

dari ash/debu vulkanik. Material-material vulkanik yang telah terakumulasi tadi

kemudian disemen oleh debu vulkanik


3.2 Sampel 2

Nomor Peraga : ST 11/ TF Nama : Dian Dwi P


Acara : Batuan Piroklastik NIM : D611 13 311
Tipe Batuan (Rock Type) : Batuan Piroklastik
Tipe Stuktur (Type of Structure) : Massif
Klasifikasi (Classification) : Pettijohn, 1975
Mikroskopis (Microscopic) :
Warna absorbsi colorless-orange, warna interferensi kehitaman, tekstur lightly compacted tuff,
ukuran 0,1 mm – 0,4 mm, komponen terdiri dari kristal yang berupa piroksen 20%, ortoklas 15%
dan ash 65%
Deskripsi Mmineral
Komposisi Mineral Jumlah Keterangan Optik mineral
Amount Description of Optical Mineralogy
(%)
Warna absorbs tidak berwarna, nikol silang orange –
hijau, pleokroisme monokroik, belahan 1 arah,
Piroksen 20
pecahan uneven, indeks bias Nmin>Ncb, sudut
gelapan 35o, jenis gelapan miring
Warna absorbs tidak berwarna, nikol silang
kecoklatan, pleokroisme -, belahan 1 arah, relief
Ortoklas 15
rendah, pecahan uneven, indeks bias Nmin>Ncb, sudut
gelapan 20o, jenis gelapan miring
Warna absorbsi colorless, warna interferensi berwarna
Ash 65
hitam

Berdasarkan pengamatan mineral pada sampel II diketahui bahwa komposisi

material yang terdapat pada sampel batuan ini antara lain kristal yang berupa

piroksen, ortoklas dan Ash dengan persentase mineral sebagai berikut:

Mineral I (%) II (%) III (%) Rata-Rata


(%)
Piroksen 25 15 20 20
Ortoklas 15 20 10 15
Ash 60 65 70 65

Pada kenampakan mikroskopik dari batuan ini, hampir sebagian besar

komponen penyusun batuan terdiri dari gelas vulkanik yaitu sekitar 65 %, selebihnya

disusun oleh kristal-kristal mineral yang ukurannya relatif kecil, dengan bentuk

umum euhedral - anhedral dan sebagian broken. Proses pembentukan batuan ini

dimulai dengan terjadinya pembekuan magma pada suhu sekitar 1000 oC - 1200oC

membentuk mineral Augite, disusul pembentukan Ortoklas pada suhu sekitar 500oC –

600oC.. Pada saat terjadi letusan gunung berapi yang berupa letusan eksplosif

material-material ini terlempar keluar dan terakumulasi pada sutau cekungan

terendapkan dan terlitifikasi membentuk Vitric Crystal Tuff.. Berdasarkan proses

yang dialaminya maka material-material vulkanik ini terbentuk berdasarkan cara

yang ketiga dimana material vulkanik setelah dilemparkan dari pusat vulkanik jatuh

langsung diatas darat atau di dalam air yang tenang dan tidak mengalami

percampuran dengan material-material non vulkanik yang terdapat dalam cekungan

tersebut. Hal ini dapat diamati pada kenampakan mikroskopis nampak jelas bahwa

material-material vulkanik penyusun batuan ini tidak memperlihatkan / menunjukkan


adanya gejala reworking oleh air. Gelas vulkanik yang merupakan salah satu

komponen penyusun batuan ini terbentuk dari ash/debu vulkanik. Material-material

vulkanik yang telah terakumulasi tadi kemudian disemen oleh debu vulkanik
3.3 Sampel 3

Nomor Peraga : ST 16/Tufa Nama : Dian Dwi P


Acara : Batuan Piroklastik NIM : D611 13 311
Tipe Batuan (Rock Type) : Batuan Piroklastik
Tipe Stuktur (Type of Structure) : Massif
Klasifikasi (Classification) : Pettijohn, 1975
Mikroskopis (Microscopic) :
Warna absorbsi colorless-orange, warna interferensi kehitaman, tekstur welded tuff, ukuran 0,1 mm
– 0,4 mm, komponen terdiri dari kristal yang berupa piroksen 15%, dan ash 85%
Deskripsi Material
Komposisi Material Jumlah Keterangan Optik mineral
Amount Description of Optical Mineralogy
(%)
Warna absorbs tidak berwarna, nikol silang orange –
hijau, pleokroisme monokroik, belahan 1 arah,
Piroksen 15
pecahan uneven, indeks bias Nmin>Ncb, sudut
gelapan 35o, jenis gelapan miring
Warna absorbsi colorless, warna interferensi berwarna
Ash 85
hitam

Berdasarkan pengamatan mineral pada sampel II diketahui bahwa komposisi

material yang terdapat pada sampel batuan ini antara lain kristal yang berupa

piroksen, dan Ash dengan persentase mineral sebagai berikut:

Rata-Rata
Material I (%) II (%) III (%)
(%)
Piroksen 15 15 15 15
Ash 85 85 85 85
Pada kenampakan mikroskopik dari batuan ini, hampir sebagian besar

komponen penyusun batuan terdiri dari gelas vulkanik yaitu sekitar 85 %,

selebihnya disusun oleh kristal-kristal mineral yang ukurannya relatif kecil yaitu

sekitar 15%, dengan bentuk umum euhedral - anhedral dan sebagian broken. Proses

pembentukan batuan ini dimulai dengan terjadinya pembekuan magma pada suhu

sekitar 1000oC - 1200oC membentuk mineral Augit. Pada saat terjadi letusan

gunung berapi yang berupa letusan eksplosif material tersebut terlempar keluar dan

terakumulasi pada sutau cekungan terendapkan dan terlitifikasi membentuk Vitric

Tuff. Berdasarkan proses yang dialaminya maka material-material vulkanik ini

terbentuk berdasarkan cara yang ketiga dimana material vulkanik setelah

dilemparkan dari pusat vulkanik jatuh langsung diatas darat atau di dalam air yang

tenang dan tidak mengalami percampuran dengan material-material non vulkanik

yang terdapat dalam cekungan tersebut. Hal ini dapat diamati pada kenampakan

mikroskopis nampak jelas bahwa material-material vulkanik penyusun batuan ini

tidak memperlihatkan / menunjukkan adanya gejala reworking oleh air. Gelas

vulkanik yang merupakan salah satu komponen penyusun batuan ini terbentuk dari
ash/debu vulkanik. Material-material vulkanik yang telah terakumulasi tadi

kemudian disemen oleh debu vulkanik


BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan prakktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Penentuan nama batuan piroklastik pada pengamatan sayatan tipis batuan

didasarkan kepada material yang dikandung oleh batuan tersebut, material

tersebut berupa kristal, gelas vulkanik, dan rock fragmen.


2. Pada sampel pertama, kedua, dan ketiga tidak ditemukan adanya rock

fragmen tetapi pada sampel pertama komposisi kristal yang dikandung sekitar

90% dan sisanya gelas vulkanik. Pad a sampel kedua komposisi gelas

vulkanik, yaitu sekita 65 % dan sisanya merupakan kristal. Pada sampel

ketiga, komposisi gelas vulkanik sekitar 85%.

4.2 Saran

4.2.1 Saran Untuk Laboratorium

Peralatan yang kurang memadai sebaiknya diganti dan yang masih bisa

digunakan sebaiknya dijaga dan dipelihara dengan baik

4.2.1 Saran Untuk Asisten

Semoga asisten dapat lebih sabar dalam menghadapi praktikan


DAFTAR PUSTAKA

Asisten. 2015. Penuntun praktikum petrografi


Graha, Doddy S. 1987. Batuan dan Mineral. Bandung: Penerbit Nova.
Prazad, R.2013. Batuan Beku Piroklastik. http://prazadr.blogspot.co.id/2013 /

09/batuan-beku-piroklastik.html

Anda mungkin juga menyukai