Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

ABSES GINJAL

Penyusun:
Adinda Farsyadhia 030.15.006
Intan Aru Palaka 030.13.232
Hana Putantri 030.14.077
Herlina 030.14 .086

Pembimbing:
dr. Christien Aghita R., Sp.U

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOESELO, SLAWI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 18 AGUSTUS – 26 OKTOBER 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kemudahan
dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas referat dalam Kepaniteraan
Klinik Ilmu Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soeselo, Slawi, Kabupaten Tegal
dengan judul “Abses Ginjal”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr.
Christien Aghita R., Sp.U selaku pembimbing atas pengarahannya selama penulis
menyusun referat dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah.
Semoga referat ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan para
pembaca. Penulis menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan dan masih perlu
banyak perbaikan, oleh karena itu kritik dan saran diharapkan dari pembaca.

Slawi , Oktober 2019

Penulis

i
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT DENGAN JUDUL


“Abses Ginjal”

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soeselo, Slawi
Periode 19 AGUSTUS – 26 OKTOBER 2019

Slawi, Oktober 2019.


Mengetahui:

dr. Christien Aghita R., Sp.U

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................................
i
KATA PENGANTAR........................................................................................................
ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................................
iv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................
2
2.1 Anatomi.........................................................................................................................
2
2.2 Histologi........................................................................................................................
2.3 Fisiologi.........................................................................................................................
2.4 Definisi..........................................................................................................................
2.5 Epidemiologi.................................................................................................................
2.6 Etiologi..........................................................................................................................
2.7 Klasifikasi......................................................................................................................
2.8 Patofisiologi...................................................................................................................
2.9 Penegakan diagnosis......................................................................................................
2.10 Tatalaksana...................................................................................................................
BAB III KESIMPULAN...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................

iii
DAFTAR GAMBAR

HALAMAN
Gambar 1. Anatomi ginjal..................................................................................................
2
Gambar 2. Rongga perirenal dan pararenal yang membatasi ginjal .................................
3
Gambar 3. Nefron...............................................................................................................
4
Gambar 4. Irisan longitudinal ginjal..................................................................................
4
Gambar 5. Vaskularisasi ginjal...........................................................................................
5
Gambar 6. Histologi ginjal.................................................................................................
6
Gambar 7. Histologi ginjal (2)...........................................................................................
9
Gambar 8. Histologi ginjal (3)...........................................................................................
9

1
2
3

iv
4 BAB I
PENDAHULUAN

Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati)
yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya
oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka
peluru, atau jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan
untuk mencegah penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain
Abses ginjal menyumbang kurang lebih 0,2% dari total kasus abses intra-
abdomen. Jumlah kasus abses ginjal di Amerika Serikat berkisar 1-10 kasus per 10.000
pasien yang ditangani di Rumah Sakit. Dengan tingkat kematian 1,5% hingga 15%.
Abses ginjal bisa disebabkan oleh bakteri yang berasal dari suatu infeksi yang
terbawa ke ginjal melalui aliran darah atau akibat suatu infeksi saluran kemih yang
terbawa ke ginjal dan menyebar ke dalam jaringan ginjal. Abses dipermukaan ginjal
(abses perinefrik) hampir selalu disebabkan oleh pecahnya suatu abses didalam ginjal,
yang menyebarkan infeksi kepermukaan dan jaringan disekitarnya
Gejala yang dapat timbul pada pasien adalah nyeri pinggang, demam, disertai
menggigil, teraba ,massa di pinggang ( pada abses peri atau pararenal), keluhan miksi
jika fokus infeksinya berasal dari saluran kemih, selain timbul gejala anoreksia, pasien
akan tampak lemah.
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menunjang diagnostik pasti dari abses ginjal
dilakukan pemeriksaan antara lain pemeriksaan urinalisis, kultur urine, pemeriksaan
darah, dan dilakukan pemeriksaan foto polos abdomen, pemeriksaan USG
Pada prinsipnya abses pada ginjal harus dilakukan drainase, dan sumber infeksi
diberantas dengan pemberian antibiotika yang adekuat. Drainase abses dapat
dilakukan melalui pembedahan terbuka ataupun perkutan, melalui insisi kecil pada
kulit.

5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1
2.1 Anatomi ginjal
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya
menghadap ke medial. Cekungan ini disebut sebagai hilus renalis, yang di dalamnya
terdapat apeks pelvis renalis dan struktur lain yang merawat ginjal, seperti pembuluh
darah, sistem limfatik, dan sistem saraf. (1)
Besar dan berat ginjal sangat bervariasi; hal ini tergantung pada jenis kelamin,
umur, serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Dalam hal ini, ginjal lelaki relatif
lebih besar ukurannya daripada perempuan. Pada orang yang mempunyai ginjal
tunggal yang didapat sejak usia anak, ukurannya lebih besar daripada ginjal normal.
Pada autopsi klinis didapatkan bahwa ukuran rerata ginjal orang dewasa adalah
11,5cm (panjang) x 6cm (lebar) x 3.5cm (tebal). Beratnya bervariasi antara 120 – 170
gram, atau kurang lebih 0.4 % dari berat bedan. (1)

Gambar 1. Anatomi ginjal


Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous tipis dan mengkilat yang disebut
kapsula fibrosa (true capsule) ginjal, yang melekat pada parenkim ginjal. Di luar
kapsul fibrosa terdapat jaringan lemak yang di sebelah luarnya dibatasi oleh fasia
Gerota. Diantara kapsula fibrosa ginjal dengan kapsul Gerota terdapat rongga
perirenal. (1)
Di sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal
atau disebut juga kelenjar suprarenal yang berwarna kuning. Kelenjar adrenal

2
bersama-sama ginjal dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh fasia Gerota. Fasia
ini berfungsi sebagai barrier yang menghambat meluasnya perdarahan dari parenkim
ginjal serta mencegah ekstravasasi urine pada saat erjadi trauma ginjal. Selain itu, fasia
Gerota dapat pula berfungsi sebagai barrier dalam menghambat penyebaran infeksi
atau menghambat metastasis tumor ginjal ke organ di sekitarnya. Di luar fasia Gerota
terdapat jaringan lemak retroperitoneal yang terbungkus oleh peritoneum posterior.
Rongga di antara kapsula Gerota dan peritoneum ini disebut rongga pararenal. (1)
Di sebelah posterior, ginjal dilindungi oleh berbagai otot punggung yang tebal
serta tulang rusuk ke XI dan XII, sedangkan di sebelah anterior dilindungi oleh organ
intraperitoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon, dan duodenum; sedangkan
ginjal kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pancreas, jejenum, dan kolon. (1)

Gambar 2. Rongga perirenal dan pararenal yang membatasi ginjal


Secara anatomis ginjal terbagi kepada 2 bagian, yaitu korteks dan medula
ginjal. Korteks ginjal terletak lebih superfisial dan di dalamnya terdapat berjuta – juta
nefron. Nefron merupakan unit fungsional terkecil ginjal. Medulla ginjal yang terletak
lebih profundus banyak terdapat duktuli atau saluran kecil yang mengalirkan hasil
ultrafiltrasi berupa urin. (1)
Nefron terdiri dari glomerulus, tubulus kontortus (TC) proksimalis, Loop of
Henle, tubulus kontortus (TC) distalis, dan duktus kolegentes.

3
Gambar 3. Nefron
Sistem pelvikalises ginjal terdiri dari kaliks minor, infundibulum, kaliks major,
dan pielum/pelvis renalis. Mukosa sistem pelvikalises terdiri atas epitel transisional
dan dindingnya terdiri dari otot polos yang mampu berkontraksi untuk mengalirkan
urin sampai ke ureter. (1)

Gambar 4. Irisan longitudinal ginjal


Ginjal mendapatkan  aliran  darah dari arteri renalis  yang merupakan cabang

langsung dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena renalis

4
yang bermuara ke dalam vena kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah  end arteries

yaitu arteri yang tidak mempunyai anastomosis dengan cabang–cabang dari arteri lain,

sehingga   jika   terdapat   kerusakan   salah   satu   cabang   arteri   ini,   berakibat   timbulnya

iskemia/nekrosis pada daerah yang dilayaninya. (1) 

Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum dan kemudian bercabang­ cabang

secara progresif membentuk arteri interlobaris, arteri arkuarta, arteri interlobularis, dan

arteriol aferen yang menuju ke kapiler glomerulus tempat sejumlah besar cairan dan

zat   terlarut   difiltrasi   untuk   pembentukan   urin.   Ujung   distal   kapiler   pada   setiap

glomerulus bergabung untuk membentuk arteriol eferen, yang menuju jaringan kapiler

kedua, yaitu kapiler peritubulus yang mengelilingi tubulus ginjal. Kapiler peritubulus

mengosongkan isinya ke dalam pembuluh sistem vena, yang berjalan secara paralel

dengan pembuluh arteriol secara prorgesif untuk membentuk vena interlobularis, vena

arkuarta, vena interlobaris, dan vena renalis, yang meninggalkan ginjal di samping

arteri renalis dan ureter. (2)

Gambar 5. Vaskularisasi ginjal

5
2.2 Histologi ginjal
Unit   kerja   fungsional   ginjal   disebut   sebagai   nefron.   Dalam   setiap   ginjal

terdapat sekitar 1 juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang

sama. Dengan demikian, kerja ginjal dapat dianggap sebagai jumlah total dari fungsi

semua nefron tersebut. Setiap nefron terdiri atas bagian yang melebar yakni korpuskel

renalis,   tubulus   kontortus   proksimal,   segmen   tipis,   dan   tebal   ansa   henle,   tubulus

kontortus distal, dan duktus koligentes. (3)

Darah yang membawa sisa–sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di dalam

glomeruli   kemudian   di   tublus   ginjal,   beberapa   zat   masih   diperlukan   tubuh   untuk

mengalami reabsorbsi dan zat–zat hasil sisa metabolisme mengalami sekresi bersama

air   membentuk   urin.   Setiap   hari   tidak   kurang   180   liter   cairan   tubuh   difiltrasi   di

glomerulus   dan   menghaslkan   urin   1­2   liter.   Urin   yang   terbentuk   di   dalam   nefron

disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalis ginjal untuk kemudian disalurkan ke

dalam ureter. (1) 

6
Gambar 6. Histologi ginjal

 Korpuskel renalis 

Setiap korpuskel renalis terdiri atas seberkas kapiler, yaitu glomerulus yang

dikelilingi oleh kapsul epitel berdinding ganda yang disebut kapsula bowman.

Lapisan dalam kapsul ini (lapisan visceral) menyelubungi kapiler glomerulus.

Lapisan   luar   membentuk   batas   luar   korpuskel   renalis   dan   disebut   lapisan

parietal kapsula bowman. Lapisan parietal kapsula bowman terdiri atas epitel

selapis gepeng yang ditunjang lamina basalis dan selapis tipis serat retikulin. (3)

Sel viseral membentuk tonjolan–tonjolan atau kaki–kaki yang dikenal sebagai

podosit,   yang   bersinggungan   dengan   membran   basalis   pada   jarak–jarak

tertentu  sehingga   terdapat  daerah– daerah   yang  bebas   dari   kontak  antar   sel

epitel.   Sel   endotel   kapiler   glomerulus   merupakan   jenis   kapiler   bertingkap

namun tidak dilengkapi diafragma tipis yang terdapat pada kapiler bertingkap

lain. (3) 

Komponen  penting lainnya  dari glomerulus  adalah mesangium, yang terdiri

dari sel mesangial dan matriks mesangial. Sel mesangial aktivitas fagositik dan

menyekresi   prostatglandin.   Sel   mesangial   bersifat   kontraktil   dan   memiliki

reseptor untuk angiotensin II. Bila reseptor ini teraktifkan, aliran glomerulus

akan berkurang. Sel mesangial juga memiliki beberapa fungsi lain, sel tersebut

memberi tunjangan struktural pada glomerulus, menyintesis matriks ekstrasel,

mengendositosis   dan   membuang   molekul   normal   dan   patologis   yang

terperangkap   di   membran   basalis   glomerulus,   serta   menghasilkan   mediator

kimiawi seperti sitokin dan prostaglandin. (3)

 Tubulus Kontortus Proksimal 

Pada   kutub   urinarius   di   korpuskel   renalis,   epitel   gepeng   di   lapisan   parietal

kapsula   bowman   berhubungan   langsung   dengan   epitel   tubulus   kontortus

7
proksimal yang berbentuk kuboid atau silindris rendah. Filtrat glomerulus yang

terbentuk   di   dalam   korpuskel   renalis,   masuk   ke   dalam   tubulus   kontortus

proksimal yang merupakan tempat dimulainya proses absorbsi dan ekskresi.

Selain aktivitas tersebut, tubulus kontortus proksimal mensekresikan kreatinin

dan   subsatansi   asing   bagi   organisme,   seperti   asam   para   aminohippurat   dan

penisilin, dari plasma interstitial ke dalam filtrat. (3)

 Ansa Henle 

Ansa henle adalah struktur berbentuk huruf U yang terdiri atas segmen tebal

desenden,   segmen   tipis   desenden,   segmen   tipis   asenden   dan   segmen   tebal

asenden.   Ansa   henle   terlibat   dalam   retensi   air,   hanya   hewan   dengan   ansa

demikian dalam ginjalnya yang mampu menghasilkan urin hipertonik sehingga

cairan tbuh dapat dipertahankan. (3)

 Tubulus Kontortus Distal 

Segmen tebal asenden ansa henle menerobos korteks, setelah menempuh jarak

tertentu,   segmen   ini   menjadi   berkelak–kelok   dan   disebut   tubulus   kontortus

distal. Sel–sel tubulus kontortus distal memiliki banyak invaginasi membran

basal dan mitokondria terkait yang menunujukkan fungsi transpor ionnya. (3)

 Tubulus Duktus Koligentes 

Tubulus koligentes yang lebih kecil dilapisi oleh epitel kuboid. Di sepanjang

perjalanannya, tubulus dan duktus koligentes terdiri atas sel–sel yang tampak

pucat   dengan   pulasan   biasa.   Epitel   duktus   koligentes   responsif   terhadap

vasopressin arginin atau hormon antidiuretik yang disekresi hipofisis posterior.

Jika masukan air terbatas, hormon antidiuretik disekresikan dan epitel duktus

koligentes mudah dilalui air yang diabsorbsi dari filtrat glomerulus. (3) 

 Aparatus Jukstaglomerulus 

Aparatus   jukstaglomerulus   (JGA)   terdiri   dari   sekelompok   sel   khusus   yang

letaknya   dekat   dengan   kutub   vaskular   masing– masing   glomerulus   yang

8
berperan   penting   dalam   mengatur   pelepasan   renin   dan   mengontrol   volume

cairan ekstraseluler dan tekanan darah. JGA terdiri dari tiga macam sel yaitu: 

1. Jukstagomerulus atau sel glanular 

2. Makula densa tubulus distal 

3. Mesangial ekstraglomerular atau sel lacis 

Sel   jukstaglomerulus   menghasilkan   enzim   renin,   yang   bekerja   pada   suatu

protein   plasma   angiotensinogen   menghasilkan   suatu   dekapeptida   non   aktif

yakni   angiotensin   I.   Sebagai   hasil   kerja   enzim   pengkonversi   yang   terdapat

dalam jumlah besar di dalam sel–sel endotel paru, zat tersebut kehilangan dua

asam   aminonya   dan   menjadi   oktapeptida   dengan   aktviitas   vasopresornya,

yakni angiotensin II. (3) 

Gambar 7. Histologi ginjal (2)

9
Gambar 8. Histologi ginjal (3)

2.3 Fisiologi ginjal


Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi
kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekresikan zat terlarut dan air
secara selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi plasma darah melalui
glomerulus dengan reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah yang sesuai
di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air di eksresikan keluar tubuh
dalam urin melalui sistem pengumpulan urin. (4)
Menurut Sherwood pada tahun 2011, ginjal memiliki fungsi yaitu: (5)
1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.
2. Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan
dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri.
3. Membantu memelihara keseimbangan asam basa pada tubuh.
4. Mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme tubuh.
5. Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan.
Ginjal mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri. Ginjal
kemudianakan mengambil zat-zat yang berbahaya dari darah. Zat-zat yang diambil
dari darah pun diubah menjadi urin. Urin lalu akan dikumpulkan dan dialirkan ke
ureter. Setelah ureter, urin akan ditampung terlebih dahulu di kandung kemih. Bila

10
orang tersebut merasakan keinginan berkemih dan keadaan memungkinkan, maka urin
yang ditampung dikandung kemih akan di keluarkan lewat uretra. (5)
Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin, yaitu
filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah
besar cairan yang hampir bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsula Bowman.
Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali protein, di filtrasi secara bebas sehingga
konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsula bowman hampir sama dengan
plasma. Awalnya zat akan difiltrasi secara bebas oleh kapiler glomerulus tetapi tidak
difiltrasi, kemudian di reabsorpsi parsial, reabsorpsi lengkap dan kemudian akan
dieksresi. (5)

2.4 Definisi abses ginjal


Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati)
yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi
(biasanya oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya
serpihan, luka peluru, atau jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi
perlindungan oleh jaringan untuk mencegah penyebaran/perluasan infeksi ke
bagian tubuh yang lain. (6)
Abses ginjal yaitu peradangan ginjal akibat infeksi. Ditandai dengan
pembentukan sejumlah bercak kecil bernanah atau abses yang lebih besar yang
disebabkan oleh infeksi yang menjalar ke jaringan ginjal melalui aliran darah. (6)

2.5 Epidemiologi
Abses ginjal menyumbang kurang lebih 0,2% dari total kasus abses intra-
abdomen. Jumlah kasus abses ginjal di Amerika Serikat berkisar 1-10 kasus per
10.000 pasien yang ditangani di Rumah Sakit. Dengan tingkat kematian 1,5%
hingga 15%. Sekitar 75% dari total kasus, abses ginjal lebih sering terjadi pada
laki-laki. Meskipun perempuan juga memiliki tingkat risiko yang sama tergantung
faktor predisposisi yang dimiliki. (7)
Berdasarkan sebuah penelitian retrospektif dari China yang mencakup 98
pasien dengan abses ginjal atau perinefrik selama periode 10 tahun, patogen
penyebab utama adalah Escherichia coli (51,4%), S. aureus (10,0%), dan
Klebsiella pneumoniae (8,6%). (7)

11
2.6 Etiologi
Abses ginjal bisa disebabkan oleh bakteri yang berasal dari suatu infeksi yang
terbawa ke ginjal melalui aliran darah atau akibat suatu infeksi saluran kemih yang
terbawa ke ginjal dan menyebar ke dalam jaringan ginjal. Abses dipermukaan
ginjal (abses perinefrik) hampir selalu disebabkan oleh pecahnya suatu abses
didalam ginjal, yang menyebarkan infeksi kepermukaan dan jaringan disekitarnya.
(3)

a. Bakteri Gram Negatif


Abses ginjal paling sering disebabkan oleh bakteri gram negatif seperti
E.coli dan Proteus. Infeksi saluran kemih yang meningkat (pielonefritis),
obstruksi tubulus, dan nefrolitiasis adalah faktor risiko yang umum untuk
terjadinya abses ginjal. Abses perinefrik dapat terjadi akibat ruptur abses
ginjal dengan lokasi kortikal. (3)
b. Bakteri Gram Positif
Sebelum era antibiotik, abses ginjal sering disebabkan oleh penyebaran
stafilokokus secara hematogen. Kelompok risiko saat ini untuk penyebaran
stafilokokus hematogen antara lain adalah penyalahgunaan obat secara
intravena, perawatan intensif, pasien yang menjalani dialisis, penyakit
katup jantung dan endokarditis. (3)

2.7 Klasifikasi
Menurut Basuki B Purnomo, abses ginjal dibedakan menjadi 2 yaitu: (1)
1. Abses Korteks Ginjal/Karbunkel ginjal
Umumnya disebabkan oleh penyebaran infeksi kuman stafilokokus aureus
yang menjalar secara hematogen dari fokus infeksi diluar sistem saluran kemih
(antara lain kulit).

12
Gambar 9. Karbunkel ginjal

2. Abses Kortiko-medular
Merupakan penjalaran infeksi secara ascending oleh bakteri E.coli, proteus,
atau Klebsiella spp. Abses ini seringkali merupakan penyulit dari pielonefritis
akut

2.8 Patofisiologi

13
14
Gambar 10. Patofisiologi abses ginjal
2.9 Manifestasi Klinis
Pasien mengeluh nyeri pinggang, demam, disertai menggigil, teraba ,massa di
pinggang ( pada abses peri atau pararenal), keluhan miksi jika fokus infeksinya berasal
dari saluran kemih, selain timbul gejala anoreksia, pasien akan tampak lemah.
Nyeri dapat dirasakan juga pada derah yaitu :
1. Pleura karena pleuritis akibat penyebaran infeksi ke subprenik dan
intrathiorakal,
2. Pada inguinal dan
3. Abdominal akibat iritasi pada peritoneum posterior.
Nyeri pada saat hiperekstensi pada sendi panggul adalah tanda dari penjalaran infeksi
ke otot psoas. (1)

2.10 Pemeriksaan Diagnostik


A. Anamnesis
Biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri pada derah pinggang atau
kostovertebra, dengan disertai demam hingga menggigil. Pasien juga biasanya
mengeluhkan adanya massa pada daerah pinggang, disuria, dan disertai

15
penurunan nafsu makan. Keluhan lainnya biasanya antara lain nyeri perut,
disuria, penurunan berat badan, malaise, dan gejala mual muntah. (1)
Pada riwayat penyakit dahulu untuk menanyakan apakah ada riwayat penyakit
seperti adanya bisul atau karbunkel pada derah tubuh lainya, ada riwayat
demam menggil sebelumnya.(1)
B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat kesadaran
composmentis. Pada pemeriksaan tanda vital ditemukan tekanan darah dalam
batas normal, nadi meningkat, perubahan suhu tubuh meningkat. Terabanya
massa pembesaran ginjal di kostovertebra.(1)
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menunjang diagnostik pasti dari abses
ginjal dilakukan pemeriksaan antara lain pemeriksaan urinalisis, kultur urine,
pemeriksaan darah, dan dilakukan pemeriksaan foto polos abdomen,
pemeriksaan USG.(1)
1. Pemeriksaan urinalisis
Pada pemeriksaan urinalisis akan menunjukkan adanya piuria dan
hematuria
2. Kultur urine
Untuk menunjukkan kumam penyebab infeksi
3. Pemeriksaan darah
Akan ditemukannya leukositosis dan laju endap darah yang meningkat
4. Pemeriksaan foto polos abdomen
Didapatkan kekaburan pada daerah pinggang, bayangan psoas menjadi
kabur, terdapat bayangan gas pada jaringan lunak, skoliosis atau
bayangan opak dari suatu batu di saluran kemih. Adanya proses pada
subdiafragma akan tampak pada foto thoraks sebagai atelektasis, efusi
pleura, empiema, atau elevasi diafragma.
5. Pemeriksaan USG
Dalam USG ginjal, akan ditemukan tanda – tanda abses ginjal yaitu :
- Tampak adanya cairan abses
- Fokus Hipoekoik di parenkim dengan dimensi dari 10 – 15 mm ke
atas (refleks echogenic dengan bayangan dorsal)
- Tidak ratanya dan membengkaknya kontur eksternal ginjal di lokasi
abses
- Penurunan ekogenisiti parenkim

16
Gambar 11. USG abses ginjal
6. CT scan
Pada pemeriksaan dapat ditemukan cairan nanah di dalam intrarenal,
perirenal, maupun pararenal.

Gambar 12. Abses ginjal dengan pielonefritis

Gambar 13. Abses ginjal

17
Gambar 13. Abses kortikomedullar

2.11 Tatalaksana
Penanganan awal dari abses ginjal adalah pengobatan dengan antibiotik yang
sesuai. Oleh karena sering terjadi kesulitan dalam mengenali organisme penyebab dari
urin ataupun darah, biasanya direkomendasikan diberikan terapi empiris dengan
antibiotik spektrum luas (ampicillin atau vancomycin dengan kombinasi
aminoglycoside atau cephalosporin generasi ketiga). (1)
Jika dalam 48 jam pengobatan tidak ada perbaikan,merupakan indikasi
dilakukannya drainase percutaneous dengan panduan CT atau ultrasound. Cairan
drainase sebaiknya di kultur untuk mencari organisme penyebab. Jika abses masih
tidak teratasi maka perlu dilakukan open surgical drainage atau nephrectomy. (1)
Aspirasi drainase perkutan dengan panduan ultrasonografi memberikan
manifestasi kerusakan jaringan minimal. Hasil drainase dilakukan kultur untuk
mengatahui organisme penyebab. Keuntungan drainase perkutan meliputi :
menghindari anestesi umum dan bedah, lebih diterima baik fisik maupun psikososial
oleh pasien, biaya rendah, mempermudah perawat pascaprosedur, serta
memperpendek hari rawat. (1)
Follow-up imaging dibutuhkan untuk konfirmasi penyembuhan abses. Pasien
dengan abses ginjal juga membutuhkan evaluasi untuk menyingkirkan adanya
abnormalitas traktus urinarius seperti batu atau obstruksi setelah infeksi sembuh. (1)

18
Gambar 14. Drainase perkutan

Gambar 15. Nefrektomi


2.12 Diagnosis Banding

Pielonefritis akut adalah reaksi inflamasi akibat infeksi yang terjadi pada
pielum dan parenkim ginjal, biasanya terjadi demam yang timbul mendadak,
menggigil, malaise, muntah, sakit panggul atau perut, nyeri tekan di daerah
kostovertebral, leukositosis, pyuria dan bacteriuria. Penegakan diagnosis di
lihat dari gejala dan tanda yang biasanya didahului oleh disuaria, urgensi dan
sering berkemih yang menunjukan bahwa infeksi dimulai dari bagian bawah
atraktur urinarius, adanya silinder leukosit membuktikan infeksi terjadi di
dalam ginjal. (7)

2.13 Komplikasi

19
Komplikasi mayor dari abses adalah penyebaran abses ke jaringan sekitar atau
jaringan yang jauh dan kematian jaringan setempat yang ekstensif. Pada sebagian
besar bagian tubuh, abses jarang dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tindakan
medis secepatnya diindikasikan ketika terdapat kecurigaan akan adanya abses. Suatu
abses dapat menimbulkan konsekuensi yang fatal. Pielonefritis Emfisematosa (EPN)
adalah komplikasi serius yang menyebabkan kerusakan kondisi umum dan kerusakan
jaringan ginjal secara cepat. Komplikasi biasanya muncul pada pasien diabetes. Dan
dapat terjadi Pendarahan, Abses panggul, Fistula abdomen, Abses Subphrenic dan
kemungkinan pecah ke peritoneum. (7)
2.14. Prognosis
Abses Ginjal adalah entitas yang mengancam jiwa, maka angka mortalitas
dapat direduksi tergantung cepat tidaknya dalam mendiagnosa, tindakan drainase, dan
penggunaan antibiotic. (10)

20
BAB III
KESIMPULAN

Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yang
terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya oleh
bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka peluru,
atau jarum suntik).
Abses ginjal bisa disebabkan oleh bakteri yang berasal dari suatu infeksi yang
terbawa ke ginjal melalui aliran darah atau akibat suatu infeksi saluran kemih yang
terbawa ke ginjal dan menyebar ke dalam jaringan ginjal.
Gejala yang dapat timbul pada pasien adalah nyeri pinggang, demam, disertai
menggigil, teraba ,massa di pinggang ( pada abses peri atau pararenal), keluhan miksi
jika fokus infeksinya berasal dari saluran kemih, selain timbul gejala anoreksia, pasien
akan tampak lemah.
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menunjang diagnostik pasti dari abses ginjal
dilakukan pemeriksaan antara lain pemeriksaan urinalisis, kultur urine, pemeriksaan
darah, dan dilakukan pemeriksaan foto polos abdomen, pemeriksaan USG
Pada prinsipnya abses pada ginjal harus dilakukan drainase, dan sumber infeksi
diberantas dengan pemberian antibiotika yang adekuat. Drainase abses dapat
dilakukan melalui pembedahan terbuka ataupun perkutan, melalui insisi kecil pada
kulit.

DAFTAR PUSTAKA

21
1. Basuki B. Prunomo, 2011, Dasar-Dasar Urologi, Perpustakaan Nasional RI,
Katalog Dalam Terbitan (KTO) Jakarta.
2. Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta : EGC, 1022
3. Junqueira L.C., J.Carneiro, R.O. Kelley. 2007. Histologi Dasar. Edisi ke-5.
Tambayang J., penerjemah. Terjemahan dari Basic Histology. EGC.
Jakarta.
4. Price SA, Wilson LM. 2012. Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit, edisi ke-6. Jakarta: EGC.
5. Sherwood L. 2011. Fisiologi Manusia, edisi ke-6. Jakarta: EGC.
6. United nations office on drugs and crime. Abscess prevention and
management among infecting drug users. [Internet] Accessed at
https://www.unodc.org/documents/southasia/punlications/sops/abcess-
prevention-and-management-among-injecting-drug-users.pdf
7. UptoDate medical professionals. [Internet] 2019. Accessed at
https://www.uptodate.com/contents/renal-and-perinephric-abscess
8. Renal abscess. [Internet] 2019. Accessed at http://www.urology-
textbook.com/renal-abscess.html
9. Hao, Lyh-Jyh Wang, et al. Proper diagnosis and treatment of renal abscess:
A case report. International Journal of Case Reports and Images. 5. 854.
10.5348/ijcri-2014148-CR-10459.
10. Cronan, John & Amis, E & Dorfman, G. Percutaneous drainage of renal
abscess. AJR. American journal of roentgenology. 142. 351-
4.10/2214/ajr.142.2.351

22

Anda mungkin juga menyukai