Anda di halaman 1dari 12

Distribusi adalah penyebaran aktivitas zat terlarut yang dilarutkan dalam dua pelarut yang

tidak saling melarutkan. Menurut hukum distribusi yang dinyatakan oleh Nernst pada tahun
1891, bahwa suatu zat yang terlarut akan membagi diri antara dua pelarut yang tidak saling
melarutkan sedemikian rupa, sehingga perbandingan aktivitas pada keadaan setimbang dan
suhu tertentu adalah tetap. Hukum distrirbusi berlaku apabila :
1. Larutan encer.
Apabila konsentrasi zat terlarut tinggi, misalnya asam asetat dalam air dan kloroform, maka
asam asetat dalam air cenderung untuk mengalami asosiasi. Asosiasi tersebut dapat
digambarkan dengan terbentuknya ikatan hidrogen antara molekul asam asetat.
2. Zat terlarut mempunyai molekul relatif yang sama untuk pelarut tersebut karena angka
konstan.
Angka perbandingan distribusi tidak bergantung pada spesies atau jenis molekul yang mungkin
ada. Hanya perbandingan berubah dengan sifat dasar dari zat terlarut serta temperatur,
sedangkan angka berubah apabila konsentrasi zat berubah dalam kedua pelarut setelah tercapai
kesetimbangan pada temperatur tertentu pada larutan tertentu.
Hukum distribusi banyak dipakai dalam proses ekstraksi pelarut dalam analisa, antara lain :
1. Mengeluarkan brom dan iod dalam larutan air .
Apabila larutan iod dalam air dikocok dengan karbon disulfida. Konsentrasi ion dalam disulfida
dapat dipisahkan dengan corong pisah dan dilakukan berulang kali. Dengan cara ini,
konsentrasi iod dalam air menjadi kecil.
2. Uji dalam analisa kuantitatif
3. Studi hidrolisis. Dalam hidrolisis suatu garam dari basa lemah dengan asam lemah atau asam
lemah dengan basa kuat terdapat kesetimbangan antara garam, basa, atau asam bebas.

Dalam hukum distribusi menyatakan bahwa bila suatu sistem terdiri dari dua lapisan
yang tidak tercampur atau sebagian, jika ditambahkan zat ketiga yang larut dalam kedua lapisan
tersebut, maka zat terlarut tersebut akan terdistribusi diantara kedua lapisan dengan
perbandingan tertentu.
Kesetimbangan reaksi merupakan suatu keadaan dimanakecepatan reaksi dari kiri ke
kanan sama dengan kecepatan dari kanan ke kiri.
Titrasi redoks merupakan suatu cara analisis yang memungkinkan untuk mengukur
jumlah pasti dari suatu larutan dengan mereduksinya dengan larutan lain yang konsentrasinya
lebih diketahui dan didasarkan pada proses pemindahan elektron antara zat pengoksidasi dan
pereduksi.
Prinsip Le Chatelier menyatakan bahwa bila suatu sistem yang berada dalam
kesetimbangan dinamik dipengaruhi oleh sesuatu dari luar, sehingga kesetimbangan terganggu,
maka sistem akan memeberikan rekasi perubahan pada arah yang akan mengurangi pengaruh
gangguan dan bila memungkinkan akan dikembalikannya sistem menuju keadaan
setimbangan.
(Syahrul, 2014)
Pandang konsentrasi Zn2+ dalam sel Zn/Cu di turunkan dari nilai efektif standarnya
1M menjadi nilai yang lebih kecil, misalnya = 0,01 M. Diagram sel untuk kondisi tersebut bisa
dituliskan sebagai:
Karena Zn dan Cu berupa padatan maka konsentrasinya (aktivitasnya) dalam larutan adalah
nol. Pangkat pada konsentrasi adalah koefisien stoikiometri dari masing – masing komponen.
Jadi dengan turunan Q, reaksi menjadi lebih spontan atau mendorong reaksi 2.2 ke kanan
sebagaimana diperkirakan oleh prinsip Le Chatelier.
Pada sistem heterogen, reaksi berlangsung antara dua fase atau lebih. Jadi, pada
sistem heterogen dapat dijumpai reaksi antara padat dan gas, atau antara padat dan cairan. Cara
yang paling mudah untuk menyelesaikan persoalan pada sistem heterogen adalah menganggap
komponen – komponen dalam reaksi bereaksi pada fase yang sama.
Kesetimbangan heterogen ditandai dengan adanya beberapa fase. Antara lain fase
kesetimbangan fisika dan kesetimbangan kimia. Kesetimbangan heterogen dapat dipelajari
dengan 3 cara :
a. Dengan mempelajari tetapan kesetimbangan
b. Dengan hukum distribusi nernst
c. Dengan hukum fase

Hukum distribusi adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan aktivitas zat
terlarut dalam satu pelarut jika aktivitasnya zat terlarut dalam pelarut lain diketahui, asalkan
kedua pelarut tidak tercampur sempurna satu sama lain. Faktor – faktor yang memperngaruhi
koefisien distribusi diantaranya :
1. Temperatur yang digunakan
2. Jenis pelarut
3. Jenis terlarut
4. Konsentrasi
Hukum distribusi banyak dipakai dalam proses ekstraksi, analisis dan penentuan
kesetimbangan.
Proses ekstraksi untuk definisi pemisahan kimia merupakan cara memisahkan zat
terlarut melalui dua buah pelarut (biasanya cair) yang dapat melarutkan zat tersebut namun
kedua pelarut ini tidak dapat saling melarutkan (immiscible). Sampel dilarutkan dalam ‘fafinat’
yang berada dalam kontak dengan ‘ekstraktan’ sehingga terjadi perpindahan molekul zat
terlarut karena perbedaan kelarutan didalam kedua jenis pelarut. Dengan demikian, pemisahan
cara kimia terjadi secara alami dalam dua pelarut cair – cair. Pada pembahasan teoritis
mengenai ekstraksi, biasanya zat terlarut diekstrak oleh pelarut organik dari fase air. Dapat juga
terjadi sebaliknya namun jaranag dibicarakan. Dengan demikian, penjelasan mengacu pada
fase organik sebagai ekstraktor utama.
Dalam proses ekstraksi ada beberapa peristiwa yang dapat menggambarkan
terjadinya peristiwa mikro yang mungkin ada dalam sistem. Beberapa peristiwa adalah :
a. Distribusi dari senyawa – senyawa yang dapat larut dalam dua jenis pelarut yang tidak dapat
tercampur. Jika interaksi zat terlarut berjalan normal dan tidak ada penyimpangan maka
distribusi solut akan mengikuti harga konstanta distribusinya. Namun yang sering terjadi
adalah distribusi karena banyaknya kemungkinan interaksi antara pelarut dan zat terlarut.
Proses ini terjadi secara spontan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Keadaan berubah jika
temperatur dan tekanan berubah. Biasanya kelarutan akan meningkat pada temperatur yang
lebih tinggi dan juga jika tekanan dinaikkan.
b. Interaksi kimia pada fase air. Dalam pelarut polar seperti air kemungkinan senyawa organik
yang polar untuk bermuatan dalam pelarut air sangat besar. Dengan demikian, interaksi yang
terjadi di fase air harus diperhitungkan karena jumlah komponen akan berkurang karen aadanya
interaksi. Permainan pH biasanya membantu penyimpangan namun dalam hal ini pH juga
harus diperhitungkan dalam perhitungan – perhitungan.

Di lain pihak, ekstraksi anorganik akan bergantung pada fase air, justru karena besarnya
interaksi senyawa anorganik yang cenderung ionik dengan air. Pembentukan kompleks dengan
molekul air sebagai ligand seringkali menambah kelarutan senyawa anorganik pada pelarut
organiknya.
c. Interaksi kimia pada fase organik. Biasanya senyawa yang diambil lebih larut dalam pelarut
organik dibandingkan dengan pelarut air. Dalam kenyataannya, dimerisasi adalah gejala utama
yang sering terjadi pada solut yang berupa senyawa organik polar seperti asam – asam organik
dalam pelarut organik. Yang akan digunakan sebagai contoh adalah asam butirat dalam pelarut
benzena.
Proses ekstraksi modern melibatkan lebih banyak fase operasionalnya. Dengan demikian,
parameter pemisahan yang harus diperhatikan juga lebih banyak. Salah satu ciri khas ekstraksi
modern adalah analisis dalam jumlah kecil. Dengan demikian, penggunaan kata “mikro
ekstraksi” sudah sangat umum. Banyak sekali keuntungan yang didapat dari pengurangan
jumlah ini. Hal ini juga dimungkinkan karena berkembangnya keperluan yang mendukung,
seperti sensitivitas detektor dan piranti lunak komputer yang sanggup untuk mendeteksi.

Redoks
Reaksi reduksi-oksidasi atau redoks berlangsung dalam sel elektrokimia. Ada dua jenis
sel elektrokimia. Reaksi spontan terjadi pada sel galvani (volta); Reaksi nonspontan terjadi
pada sel elektrolisis. Kedua jenis sel mengandung elektroda di mana reaksi oksidasi dan reduksi
terjadi. Oksidasi terjadi pada anoda dan reduksi terjadi pada katoda.
Anoda dari sel elektrolisis bermuatan positif karena anoda menarik anion dari larutan,
sedangkan katoda negatif, . Namun, anoda dari sebuah sel galvani bermuatan negatif, karena
oksidasi spontan pada anoda adalah sumber elektron sel atau muatan negatif. Katoda dari sel
galvani adalah bermuatan positif. Dalam kedua sel galvani dan elektrolisis, oksidasi
berlangsung di anoda dan elektron mengalir dari anoda ke katoda.
Sel Galvani (Sel Volta)
Reaksi redoks dalam sel galvani adalah reaksi spontan. Untuk alasan ini, sel-sel galvani
biasanya digunakan sebagai baterai. Reaksi sel Galvani memasok energi yang digunakan untuk
melakukan usaha atau kerja. Energi yang dimanfaatkan dengan menempatkan oksidasi dan
reduksi dalam wadah terpisah, bergabung dengan suatu alat yang memungkinkan elektron
mengalir. Sebuah sel galvani umum adalah sel Daniell.
Sel Elektrolisis
Reaksi redoks dalam sel elektrolisis adalah nonspontan. Energi listrik diperlukan untuk
menginduksi reaksi elektrolisis. Contoh dari sel elektrolisis pada NaCl cair, di
mana elektrolisis NaCl cair untuk membentuk natrium cair dan gas klorin. Ion-ion natrium
bermigrasi ke arah katoda, di mana mereka direduksi menjadi logam natrium. Demikian pula,
ion klorida bermigrasi ke anoda dan dioksidasi untuk membentuk gas klor. Jenis sel digunakan
untuk memproduksi natrium dan klorin. Gas klorin dapat dikumpulkan sekitar sel. logam
natrium kurang padat daripada garam cair dan dihapus seperti mengapung ke atas wadah reaksi.
Perbedaan antara Sel Volta (Sel Galvani) dan Sel Elektrolisis
1. Anoda dari sel elektrolisis bermuatan positif karena anoda menarik anion dari larutan,
sedangkan katoda negatif.
2. Anoda dari sebuah sel galvani bermuatan negatif, karena oksidasi spontan pada anoda adalah
sumber elektron sel atau muatan negatif. Katoda dari sel galvani adalah bermuatan positif.
3. Reaksi redoks dalam sel galvani adalah reaksi spontan.

4. Reaksi redoks dalam sel elektrolisis adalah nonspontan.

E°sel
Potensial standar sel adalah nilai daya gerak listrik sel yang besarnya sama dengan selisih potensial
reduksi standar elektroda yang mengalami reduksi dengan potensial reduksi standar elektroda yang
mengalami oksidasi.
Eosel = Eoreduksi – Eooksidasi

Adanya arus listrik berupa aliran elektron pada sel volta disebabkan oleh adanya beda potensial
antara kedua elektrode yang disebut juga dengan potensial sel (Esel) ataupun gaya gerak listrik
(ggl) atau electromotive force (emf). Potensial sel yang diukur pada keadaan standar (suhu
25°C dengan konsentrasi setiap produk dan reaktan dalam larutan 1 M dan tekanan gas setiap
produk dan reaktan 1 atm) disebut potensial sel standar (E°sel). Nilai potensial sel sama dengan
selisih potensial kedua elektrode. Menurut kesepakatan, potensial elektrode standar mengacu
pada potensial reaksi reduksi.
E°sel = E°katode – E°anode
Katode adalah elektrode yang memiliki nilai E° lebih besar (positif), sedangkan anode adalah
elektrode yang memiliki nilai E° lebih kecil (negatif).

Pada persamaan Nernst, K bukanlah suatu tetapan kesetimbangan karena


larutan-larutan yang diperikan adalah pada konsentrasi-konsentrasi awal dan bukan
konsentrasi kesetimbangan. Bila suatu sel volta telah mati atau terdiscas habis,
barulah sistem itu berada dalam kesetimbangan. Pada kondisi ini Esel = 0 dan faktor
K dalam persamaan Nernst setara dengan tetapan kesetimbangan. Jadi persamaan
nernst merupakan persamaan yang menyatakan hubungan antara potensial dari
sebuah elektron ion-ion metal dan konsentrasi dari ion dalam sebuah larutan.
E0reduksi merupakan potensial reduksi zat yang mengalami reduksi sedangkan
E0oksidasi merupakan potensial reduksi zat yang mengalami oksidasi.
Kegunaan potensial reduksi standar, E0, di table Data E0 di tabel mempunyai
kegunaan, tiga di antaranya adalah: Meramalkan kemampuan oksidasi dan reduksi
dari zat. Semakin positif nilai E0, semakin bertambah daya oksidasi zat, atau zat
merupakan oksidator yang baik. Sebaliknya, semakin negatif nilai E 0, semakin
bertambah daya reduksi zat, atau zat merupakan reduktor yang baik.

Persamaan Nernst adalah persamaan yang berkaitan dengan tegangan dari sel kimia untuk
potensial sel standar dan konsentrasi reaktan dan produk.
Rumus Persamaan Nernst adalah:
Esel = E0sel – (RT / nF) x log10Q
atau
Esel = E0sel – (RT / nF) lnQ
dimana
Esel adalah potensial sel
E0sel mengacu potensial sel standar
R adalah konstanta gas
T adalah temperatur absolut
n adalah jumlah mol elektron yang ditransfer oleh reaksi sel
F adalah konstan Faraday
Q adalah hasil bagi reaksi, di mana
Q = [C] c · [D] d / [A] a · [B] b
dimana A, B, C, dan D adalah spesi kimia; dan a, b, c, dan d adalah koefisien dalam persamaan
yang seimbang:
aA + b B → c C + d D
contoh:
Pada 25 °C, persamaan Nernst dapat dinyatakan sebagai:
Esel = E0sel – 0,0591 / n x log10Q
Atau

Esel = E0sel – (0,0591 V / n) log Q

Hukum distribusi adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan aktivitas zat terlarut
dalam satu pelarut jika aktivitas zat terlarut dalam pelarut lain diketahui, asalkan kedua pelarut
tidak tercampur sempurna satu sama lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien
distribusi diantaranya:
1. Temperatur yang digunakan.
Semakin tinggi suhu maka reaksi semakin cepat sehingga volume titrasi
menjadi kecil, akibatnya berpengaruh terhadap nilai k.
2. Jenis pelarut.
Apabila pelarut yang digunakan adalah zat yang mudah menguap maka akan sangat
mempengaruhi volume titrasi, akibatnya berpengaruh pada perhitungan nilai k.
3. Jenis terlarut.
Apabila zat akan dilarutkan adalah zat yang mudah menguap atau higroskopis, maka akan
mempengaruhi normalitas (konsentrasi zat tersebut), akibatnya mempengaruhi harga k.
4. Konsentrasi
Makin besar konsentrasi zat terlarut makin besar pula harga k.

Harga K berubah dengan naiknya konsentrasi dan temperatur. Harga k tergantung jenis
pelarutnya dan zat terlarut. Menurut Walter Nersnt, hukum diatas hanya berlaku bila zat terlarut
tidak mengalami disosiasi atau asosiasi, hukum di atas hanya berlaku untuk komponen yang
sama.

Dalam sel volta pada pengukuran standar, pasti digunakan konsentrasi yang sama pada kedua
gelas kimia yaitu pada anode dan katode. Namun, jika salah satu atau kedua gelas kimia
tersebut konsentrasinya diubah, maka perhitungan potensial selnya tidak akan sama dengan
perhitungan potensial sel volta biasa (Eºsel = Eºkatode – Eºanode)

Jadi, persamaan nernst adalah persamaan ketika konsentrasi dan tekanan pada kedua
elektrode (anode dan katode) berbeda jenis pada kedua elektrode. Konsep ini dikemukakan
oleh Walther Nernst. Rumus Potensialnya yaitu :

Sel konsentrasi adalah sel volta yang kedua elektrodenya (anode dan katode) berjenis sama,
tetapi konsentrasinya berbeda. Biasanya, sel konsentrasi terjadi pada larutan asam (H+), yang
pada reaksi anode dan katodenya atom hidrogen akan habis bereaksi. Rumus untuk sel
konsentrasinya yaitu
Angka 0 (nol) pada rumus sel konsentrasi menunjukkan Eºsel antara anode dan katode bernilai
sama karena pada kedua elektrode tersebut menggunakan zat yang sama. Nah, pada sel
konsentrasi berlaku hal berikut.
1. Konsentrasi di anode pasti lebih encer
2. Konsentrasi di katode pasti lebih pekat
3. Jika sel konsentrasi digunakan sebagai sumber arus listrik, perbedaan konsentrasi akan
dipersempit karena pengaruh pekat atau tidaknya suatu konsentrasi larutan di kedua elektrode

Aplikasi persamaan nernst


E = E° - ln Q
E = E° - logQ
(pada 25°C)
Pengukuran tetapan kesetimbangan
log K = E°
(pada 25°C)
0,0592 nRT n F / 0,0592 n
Aplikasi pada persamaan nernst :
• Saat Q < 1 sehingga [reaktan] > [produk] maka Esel > Eosel
• Saat Q = 1 sehingga [reaktan] = [produk] maka Esel = Eosel
• Saat Q > 1 sehingga [reaktan] < [produk] maka Esel < Eosel
• Jika kita memasukkan nilai R dan T pada 298
Esel = Eosel – (0,0592 V/n) log Q (pada 25oC)

Reaksi redoks adalah reaksi kimia yang disertai perubahan bilangan oksidasi. Reaksi redoks ada
yang dapat berlangsung secara spontan, ada juga yang tidak spontan.

## Reaksi redoks spontan adalah reaksi yang dapat langsung terjadi dan potensial sel yang
dihasilkannya bertanda positif. Reaksi redoks spontan terjadi jika E red – E oks > 0. Ciri-
cirinya yaitu dihasilkannya endapan, terjadi gelembung, perubahan warna, dan perubahan
suhu. Reaksi redoks spontan dapat digunakan sebagai sumber arus, yaitu dalam sel volta,
baterai dan aki.
##Reaksi redoks tak spontan adalah reaksi yang tidak dapat mereduksi unsur-unsur disebelah
kanannya dan potensial sel yang dihasilkannya bertanda negatif. Reaksi redoks tak spontan
dapat dilangsungkan dengan menggunakan arus listrik, yaitu dalam reaksi elektrolisis.
Elektrolisis banyak diterapkan dalam industri, misalnya pengolahan aluminium, produksi
NaOH dan klorin, dan dalam penyepuhan (electroplating).
Kespontanan suatu reaksi redoks dapat ditentukan menggunakan deret volta. Urutan logam-logam
dalam deret volt adalah :
K-Ba-Ca-Na-Mg-Al-Mn-Zn-Cr-Fe-Cd-Co-Ni-Sn-Pb-(H2)-Sb-Bi-Cu-Hg-Ag-Pt-Au
Jika suatu logam dapat mereduksi unsur-unsur disebelah kanannya, reaksi tersebut berlangsung
spontan.

Terdapat lima jenis interaksi antarmolekul, yang disusun berdasarkan kekuatan, dari yang
terlemah hingga yang terkuat, yaitu:
1. Gaya London atau Gaya Dispersi Jenis gaya tarik yang sangat lemah ini umumnya terjadi di
antara molekul-molekul kovalen nonpolar, seperti N2, H2, atau CH4. Ini dihasilkan oleh
menyurut dan mengalirnya orbital-orbital elektron, sehingga memberikan pemisahan muatan
yang sangat lemah dan sangat singkat di sekitar ikatan. Gaya London meningkat seiiring
bertambahnya jumlah elektron. Gaya London juga meningkat seiiring bertambahnya massa
molar zat, sebab molekul yang memiliki massa molar besar cenderung memiliki lebih banyak
elektron. Adanya percabangan pada molekul akan menurunkan kekuatan Gaya London, sebab
adanya percabangan akan memperkecil area kontak antarmolekul. Titik didih senyawa
sebanding sekaligus mencerminkan kekuatan Gaya London.
2. Interaksi Dipol Terimbas (Dipol Terinduksi) Gaya antarmolekul ini terjadi saat molekul
polar mengimbas (menginduksi) molekul nonpolar. Sebagai contoh, molekul air (H2O) yang
bersifat polar dapat menginduksi molekul oksigen (O2) yang bersifat nonpolar. Dipol terimbas
inilah yang menyebabkan gas oksigen larut dalam air.
3. Interaksi Dipol-Dipol Gaya antarmolekul ini terjadi bila ujung positif dari salah satu molekul
dipol ditarik ke ujung negatif dari dipol molekul lainnya. Gaya ini lebih kuat dari Gaya London,
namun tetap saja sangat lemah. Interaksi ini terjadi pada senyawa kovelen polar, seperti HCl
dan HBr.
4. Interaksi Ion-Dipol Gaya antarmolekul ini terjadi saat ion (kation maupun anion)
berinteraksi dengan molekul polar. Kekuatan interaksi ini bergantung pada muatan dan ukuran
ion serta kepolaran dan ukuran molekul polar. Kation memiliki interaksi yang lebih kuat
dengan molekul polar dibandingkan anion. Salah satu contoh interaksi ini adalah hidrasi
senyawa NaCl dalam air (proses ion-ion dikelilingi oleh molekul air).
5. Ikatan Hidrogen Interaksi dipol-dipol yang sangat kuat, yang terjadi bila atom hidrogen
terikat pada salah satu dari ketiga unsur yang sangat elektronegatif, yaitu F, O, dan N. Ketiga
unsur ini memiliki tarikan yang sangat kuat pada pasangan elektron yang berikatan sehingga
atom yang terlibat pada ikatan mendapatkan muatan parsial yang sangat besar. Ikatan ini sangat
polar, sehingga interaksi antarmolekul menjadi sangat kuat. Akibatnya, titik didih senyawa
yang memiliki ikatan hidrogen relatif tinggi (walapun massa molarnya paling rendah) bila
dibandingkan senyawa lain pada golongan yang sama.

Katoda adalah tempat reduksi karenanya arus katode adalah arus yang timbul dan reduksi.
Anode merupakan tempat oksidasi sehingga arus anode adalah arus yang timbul dari oksidasi

Gambar 1. Ragam Potensial Listrik Secara Linier

Gambar 2. Transisi Dekat dengan bidang dalam

Gambar 3. Transisi dekat dengan bidang luar

Gambar 4. Transisi pada posisi pertengahan

Gambar 5. Isoterm distribusi potensial sel pada arus

Aplikasi persamaan nernst untuk analisa


Sangat banyak bafian kimia yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan
penentuan konsentrasi ion dalam larutan. Salah satu metode yang relatif sederhana untuk
tujuan tersebut adalah metode elektrokimia. Potensial sel cukup mudah untuk diukur.
Meskipun persamaan nernst menghubungkan potensial sel dengan aktivitas ion, bukan
konsentrasi tetapi perbedaannya dapat diabaikan dalam larutan yang konsentrasinya ion
totalnya lebih kecil dari 0,001 M. Kemudian dapat digunakan sebagai penentuan hasil kali
kelarutan, titrasi potensial hasil kali kelarutab, titrasu potensiometri dan pengukurab pH.

Sifat Bahan
A. NaOH
Sifat fisika =
1. Massa molar = 39,9921 gram/mol
2. Densitas = 2,1 gram/cm3
3. Titik didih = 1390 C (1663 K)
4. Titik lebur = 318 C (591 K)
5. Berwarna putih
6. Berbentuk serpihan
Sifat kimia =
1. Merupakan larutan basa kuat
2. Mudah larut dalam air
3. Bersifat higroskopis
4. Tidak larut dalam eter

B. Asam oksalat
Sifat fisika =
1. Rumus Senyawa = C2H2O4
2. Massa molar = 90,03 gram/mol
3. Penampilan = kristal putih
4. Densitas = 1,90 gram/cm3
5. Keasaman (pKa) = 1,38 : 4,38
6. Titik Leleh = 187 °C
Sifat kimia =
1. Merupakan asam organik yang relatif kuat, 10.000 kali lebih kuat dari pada asam asetat
2. Dikenal sebagai agen pereduktor
3. Dapat menggantikan hidrogen dalam reaksinya dengan logam aktif. dan membentuk
garam sulfat.
4. Dapat digunakan sebagai pembersih logam
5. Beracun
6. Bersifat korosif pada logam.

C. Aquades
Sifat fisika =
1. Massa molar = 18,0153 gram/mol
2. Densitas = 0,998 gram/cm3 (cairan) 0,92 gram/cm3 (padatan)
3. Titik lebur = 0 C (273,15 K) (32 F)
4. Titik didih = 100 C (373,15 K) (212 F)
5. Tidak berbau
6. Tidak berwarna
Sifat kimia =
1. Pelarut yang baik
2. Memiliki pH 7 (netral)
3. Bukan merupakan zat pengoksidasi kuat
4. Lebih bersifat reduktor dari pada oksidator

D. Phenolphtalein
Sifat Fisika =
1.Rumus molekul : C20H14O4
2.Penampilan : Padatan Kristal tak berwarna
3.Massa jenis : 1,227
4.Berbentuk larutan
5.Merupakan asam lemah
6.Larut dalam air
Sifat kimia =
1.Trayek pH 8,2 – 10
2.Merupakan indikator dalam analisa kimia
3.Tidak dapat bereaksi dengan larutan yang direaksikan, hanya sebagai indikator
4.Larut dalam 95% etil alkohol
5.Asam dwiprotik
6.Tidak berwarna saat asam
7.Berwarna merah rosa saat basa

E. Asam Asetat
Sifat fisika =
1. Keadaan fisik dan penampilan = cairan
2. Bau = seperti cuka
3. Berat molekul = 60,05 gram/mol
4. Tidak berwarna
5. Titik didih = 118,1 C (244,6 F)
6. Titik lebur = 16,6 C (61,9F)
Sifat kimia
1. Merupakan larutan asam lemah
2. Mudah larut dalam air, dietil eter, aseton, gliserol, alkohol, karbon benzene, tetraklorida.
3. Tidak stabil
4. Bersifat korosif

F. Etanol
Sifat fisik
1. Bentuk fisik : air
2. Bau : khas alkohol
3. Warna : tak berwarna
4. Titik didih : > 760C (168,80F)
5. Titik baku : -113,840C (-172,90F)
6. Masa jenis : 0,789 – 0,806
Sifat Kimia
1. Larut dalam air
2. senyawa yang stabil
3. Tidak beracun
4. bersifat basa

Anda mungkin juga menyukai