Anda di halaman 1dari 4

BUDAYA KELUARGA BERENCANA PADA SUKU BATAK

A. Makna Anak pada Suku Batak


Anak memiliki peran penting dalam keluarga dan merupakan sesuatu yang
ditunggu-tunggu oleh pasangan suami istri yang telah menikah. Didalam masyarakat Batak
anak merupakan sesuatu yang sangat diharapkan. Prinsip keturunan masyarakat Batak
Toba adalah Patrilinial, dimana garis keturunan etnis adalah anak laki-laki. Oleh karena itu
keluarga dapat dikatakan punah jika tidak dapat melahirkan anak laki-laki (Sianturi, 2017).
Pada masyarakat Batak, Anak laki-laki memegang peranan penting dalam kelajutan
generasi yang artinya apabila seseorang tidak mempunyai anak laki-laki hal itu dapat
dianggap Nupunu karena tidak dapat melanjutkan silsilah Ayahnya dan tidak akan pernah
diingat atau diperhitungkan dalam silsilah keluraga. Nupunu merupakan istilah yang
mengartikan generasi seseorang yang telah punah dan tidak berkelanjutan lagi pada silsilah
Batak Toba yang disebabkan karena tidak adanya anak laki-laki sebagai pertanda dari
prinsip keturunan Batak Toba adalah Marga. Nilai anak dalam prinsip hidup suku Batak
khususnya Batak Toba meliputi:
1. Hagabeon
Hagabeon adalah keturunan yang banyak (laki-laki dan perempuan). Anak yang banyak
akan membentuk keturunan yang besar yang merupakan kekuatan di hari depan.
2. Hamoraon
Anak menunjukan hamoraon merupakan kekayaan utama bagi suku bangsa Batak
Toba. Hamoraon tidak dilihat dari segi material.
3. Hasangapon..
Anak menunjukan hasangapon (kemuliaan), seorang yang sangap (dimuliankan)
adalah orang yang memiliki prestise yang tinggi, antara lain memahami adat,
menerapkan adat dan aktif dalam kegiatan social masyarakat akan tetapi orang tersebut
harus memiliki anak laki-laki, bila tidak memiliki anak laki-laki maka tidak disebut
sangap
B. Keluarga Berencana (KB) pada Suku Batak
Keluarga Berencana merupakan gerakan atau program pemerintah untuk
membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran. Kebudayaan
serta kepercayaan merupakan salah satu factor yang dapat mempengaruhi fertilitas dan
pemakaian alat kontrasepsi.
Program Keluarga Berencana di suku Batak sendiri sudah mulai berkembang di
daerah perkotaan. Namun didaerah pedesan mengalami tidak terlalu berkembang.
Masyarakat suku Batak memahami Program Keluarga Berencana bukan sebagai program
untuk membatasi jumlah anak, tetapi sebagai program untuk menjarangkan jarak kelahiran
anak (Rosni, 2016). Hal ini juga disebabkan karena masyarakat desa masih memegang
teguh adat dan istiadat mereka. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah adanya
prinsip kehidupan suku Batak yaitu Hagabeon yang artinya keturunan yang banyak (laki-
laki dan perempuan). Bagi orang Batak, Anak yang banyak akan membentuk keturunan
yang besar dan merupakan suatu kekuatan di hari depan. Selain itu juga dikarenakan
adanya sistem Patrineal pada masyarakat suku Batak yang mengakibatkan sesorang harus
mempunyai anak laki-laki agar turunan mereka tidak punah. Maka apabila dalam suatu
kelurga belum memiliki anak laki-laki maka tidak akan mengikuti program pemerintah.
Hasil penelitian yang dilakukan yang dilakukan di Kotamadya Medan dan
Kabupaten Tapanuli Utara menunjukan bahwa ada perbedaan fertilisasi di perkotaan dan
pedesaan. Rata-rata anak yang lahir hidup sebanyak 3,4 anak diperkotaan dan 4,7 anak di
pedesaa. Rata-rata jumlah anak yang diinginkan kelompok umur muda (15-34) tahun
sebanyak 3,6 anak di perkotaan dan 4,7 anak dipedesaa. Pada kelompok umur tua (35-49
tahun) sebesar 4,9 abaj di perkotaan dan 5,9 anak di pedesaaan. Selain itu Tingkat
pemakaian alat kontrasepsi di kota lebih tinggi dibandingkan di pedesaan. Pemakaian alat
kontrasepsi kelompok umur muda (15-34 tahun) sebesar 64,7 % di perkotaan dan 52,7 %
di pedesaan. Pada kelompok umur tua (35-49 tahun) sebesar 84,3 % di perkotaan dan 73,7
% di pedesaan (Pangaribuan, 2007).
Hal ini membuktikan bahwa sistem patrineal masih sangat berpengaruh terhadap
fertilisasi terutama pada suku Batak Toba pedesaan. Selain dipengaruhi oleh sistem
patrineal juga dipengaruhi oleh faktor usia serta pendidikan dimana generasi muda sudah
mulai menerima adannya progran pemerintah yaitu Keluarga Berencana.
DAFTAR PUSTAKA

Pangaribuan, L. (2007). Fertilisasi dan Praktik Keluarga Berencana Suku Batak Toba di Perkotaan dan
Pedesaan . USU Repository, 1-4.

Rosni, M. A. (2016). Pemahaman Nilai Anak Dan Program Keluarga Berencana. Geografi Jurnal , 71-80.

Sianturi, J. N. (2017). Makna Anak Laki-Laki di Suku Batak Toba . JOM Fisip, 1-14.

Wulandari, O. T. (2015, Juni 17). Kompasiana. Retrieved from Kompasiana :


https://www.kompasiana.com/otwulandari/54f91d80a33311fc078b4613/aspek-budaya-
sebagai-salah-satu-faktor-pertumbuhan-penduduk

Anda mungkin juga menyukai