Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

PENURUNAN TITIK BEKU LARUTAN

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK C-12

NAMA:

Surya Agung 6103016103

Retnaningtyas 6103016118

Masita Saraswati 6103016138


TANGGAL PRAKTIKUM: RABU, 3 OKTOBER 2017
NAMA ASISTEN :

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS

TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK

WIDYA MANDALA SURABAYA 2017


I. TUJUAN
Menentukan tetapan penurunan titik beku molal pelarut.

II. DASAR TEORI


Pencampuran dua zat cair menghasilkan larutan ideal dapat dihitung menggunakan
persamaan Gibbs:
mix G = Gf-Gi = nRT (xA ln xA + xB ln xB)
Di mana x = fraksi mol dan n = mol = molA + molB (Atkins, 1987).

Pencampuran terjadi karena adanya peningkatan entropi sistem ketika partikel berbaur,
di mana entalpi dan energi dalam campuran sama dengan nol, dan tidak ada perubahan volume.
Pencampuran di mana zat terlarut sempurna dalam pelarut (miscible) menghasilkan larutan
sejati. Zat terlarut yang ada dalam larutan ini akan mempengaruhi sifat-sifat koligatif larutan.
Pengaruh yang diberikan hanya tergantung dari konsentrasi zat tersebut, bukan dari jenis dan
sifat khemis zat tersebut (Atkins, 1987).
Kata koligatif berarti “ kumpulan” dan menunjuk pada sekumpulan sifat-sifat umum
yang dimiliki larutan encer. Apabila ke dalam suatu pelarut murni dicampurkan zat yang non-
volatil, maka larutan tersebut akan mengalami perubahan sifat:
a. Penurunan tekanan uap (ΔP)
b. Kenaikan titik didih (ΔTb)
c. Penurunan titik beku (ΔTf)
d. Tekanan osmotik (π)
Sifat-sifat tersebut bergantung pada jumlah molekul zat terlarut yang ada, dan tidak
bergantung pada ukuran ataupun berat molekul zat terlarut. Larutan yang mengandung banyak
partikel zat terlarut, akan mempunyai harga ΔP, ΔTb, ΔTf, dan π yang semakin besar. (Bird,
1987)
Dalam praktikum ini, dilakukan pengamatan penurunan titik beku larutan akibat
adanya solute di dalam solvent (pelarut). Pencampuran mengakibatkan turunnya tekanan uap
larutan berikut titik bekunya, seperti tampak pada diagram fase berikut.
Gambar 1. Diagram Fase Zat dan Kurva Triple Point

Dalam diagram fase tersebut ditunjukkan bahwa tekanan uap pelarut dalam fase gas
sebesar 1 atm mengakibatkan titik didih zat tersebut menjadi tertentu. Air pada tekanan 1 atm
berubah menjadi uap pada suhu 1000C dan berubah menjadi padat pada suhu 00C. Bila ke
dalamnya ditambahkan zat terlarut, tekanan uapnya akan menurun dan mengakibatkan
perubahan pada titik beku dan titik didih yang dicapai. Dengan kata lain, titik triple point-nya
bergeser ke arah suhu dan tekanan uap yang lebih rendah. Hal ini terjadi pada pelarut yang
diberi zat terlarut nonvolatil (Roberts, 1984). Tekanan uap larutan lebih rendah daripada larutan
pelarut sehingga larutan belum membeku pada 00C. Jika suhu terus diturunkan, pelarut padat
mengalami penurunan tekan uap yang lebih cepat daripada larutan, sehingga pada suatu suhu
di bawah titik beku pelarut, tekanan uap larutan sama dengan tekanan uap padat.
Untuk larutan encer, penurunan titik beku larutan sebanding dengan kemolalan
larutan, yang dapat dihitung dengan mengindahkan rumus larutan ideal, yang ditulis dalam
Mortimer (2008) sebagai:
ΔTf = Kf. m

Konstanta krioskopik (Kf) bernilai tertentu untuk suatu pelarut tertentu pada suhu

tertentu yang merupakan suhu di mana pelarut tersebut tepat beku. Pada suhu 00C, Kf air 1,86
dan pada suhu 16,60C, Kf asam cuka 3,57 (Castellan, 1983). Dalam percobaan ini digunakan
asam cuka galsial (pekat) sebagai pelarut.
Penurunan titik beku umumnya didasarkan dari hasil eksperimen, meskipun dapat
pula dihitung dari entalpinya. Karena itu, konstanta dapat dicari menggunakan rumus di atas:

Kf = ΔTf
m
Kf = ΔTf
mol zat terlarut : massa pelarut (kg)

Mol zat terlarut dapat dicari menggunakan perhitungan stoikiometri dasar sebagai
hasil bagi massa zat dengan massa molekul relatif (Mr) zat tersebut.
Sementara perhitungan menggunakan data entalpi dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus berikut:
Kf = MRT2
ΔHfusion

Dalam percobaan ini digunakan zat terlarut berupa naftalen dan KCl, dengan Mr
masing-masing 74,55 dan 128. Keduanya merupakan kristal putih, namun bentuk kristalnya
berbeda. Naftalen yang digolongkan sebagai hidrokarbon aromatik polisiklik benzena ini
bersifat volatil (mudah menyublim). KCl sendiri merupakan senyawa yang tidak berbau dengan
titik lebur dan titik didih yang tinggi, namun tidak stabil pada kondisi ruang akibat sifatnya
yang higroskopis. Dari penimbangan keduanya, dapat dicari mol dan kemudian molalitasnya
masing-masing. Besarnya molalitas akan mempengaruhi besarnya nilai Kf, di mana keduanya
berbanding terbalik.

III. ALAT DAN BAHAN

Alat Bahan
- Timbangan analitis - Asam cuka glasial
- Beaker glass - Naftalen
- Termometer - Air
- Tabung gelas sesuai skema alat - Es batu
- Stopwatch - Garam
IV CARA KERJA

V PEMBAHASAN
Titik beku larutan adalah keadaan seimbang antara padatan (es) dan cairan karena
memiliki tekanan yang sama. Pada mulanya diasumsikan pada titik beku pelarut murni akan
mengalami freeze out ketika larutan membeku, padahal freeze out terjadi ketika suhu larutan /
lingkungan terlalu dingin. Pada temperatur di bawah titik beku, zat cair mempunyai tekanan
uap lebih tinggi daripada zat padat. Oleh karena itu, larutan menjadi memadat / membeku. Pada
percobaan kali ini, terdapat tiga lapisan tabung yang memiliki fungsi yang
berbeda-beda. Tabung yang paling luar diisi dengan es batu, air, dan garam secukupnya dengan
tujuan memberi suasana yang mendukung penurunan suhu. Penambahan garam pada tabung
tersebut bertujuan untuk menurunkan titik lebur es sehingga didapat suhu yang lebih dingin.
Kemudian tabung yang berada didalamnya dikosongkan. Pada tabung yang paling dalam berisi
larutan asam asetat glasial digunakan sebagai zat pelarut, sedangkan naftalen dan zat X
digunakan sebagai zat terlarut.
Penurunan titik beku tersebut diamati perubahan suhunya tiap menit ketika pelarut
murni atau larutan yang ada didalam tabung paling dalam mulai mengalami perubahan wujud
dari wujud cair menjadi padat. Secara teoritis menurut Castellan (1983), titik beku pelarut murni
dari asam cuka glasial (Tfo) sebesar 16,6oC, namun berdasarkan percobaan titik beku asam cuka
glasial mencapai 100C bahkan 150C. Perbedaan tersebut dapat terjadi karena pada saat
pengukuran suhu, termometer terlalu dekat dengan dasar tabung pada tabung yang berisi larutan
asam cuka glasial sehingga suhu yang dihasilkan lebih rendah. Selain itu, data suhu konstan
asam cuka glasial yang tidak selalu sama disebabkan oleh pada pertengahan pengadukan es
yang berada di dalam tabung paling luar sudah melebur semua sehingga dilakukan penambahan
bongkahan es batu yang menyebabkan suhu tidak stabil karena udara luar menaikkan suhu
larutan di dalam tabung paling dalam (berisi asam cuka glasial). Komposisi es pada tiap-tiap
perlakuan juga tidak sama. Setelah pembuangan air berlebih dan penambahan es batu, tidak
selalu ada garam yang ditambahkan. Penyebab lainnya, pada pertengahan praktikum, alat salah
satu kelompok pecah dan menyebabkan distribusi suhu dalam sistem menjadi tidak merata,
yang pada akhirnya menyebabkan fluktuasi pada beberapa data karena percobaan dilanjutkan
tanpa diulang dengan alasan keterbatasan waktu.
Setelah mendapatkan titik beku pelarut (asam cuka glasial), naftalen seberat 0,1010
gram ditambahkan ke dalam pelarut. Penambahan naftalen bertujuan untuk menurunkan titik
beku pelarut murni. Penurunan titik beku larutan dapat terjadi karena pengaruh penurunan
tekanan uap. Pada percobaan ini, diperoleh titik beku larutan yang lebih rendah setelah
penambahan naftalen, kemudian penurunan titik beku larutan (ΔTf) dihitung dengan cara titik
beku asam cuka glasial dikurangi dengan titik beku naftalen.
Setelah ΔTf diketahui, tetapan titik beku molal pelarut (Kf) dicari menggunakan
perhitungan, dan didapat Kf rata-rata gram/mol.0C. Dari data tampak bahwa perubahan
penurunan titik beku (ΔTf) sebanding dengan besarnya penurunan titik molal pelarut (Kf).
Semakin besar ΔTf yang dihasilkan, nilai Kf yang didapat juga semakin besar, dan sebaliknya.
Hal ini juga berlaku untuk penambahan KCl, yang larutannya memiliki Kf sebesar 26,1692
gram/mol.0C.
Penurunan titik beku larutan dapat terjadi karena pengaruh penurunan tekanan uap.
Penurunan tekanan uap terjadi karena penambahan zat nonvolatil, yang pada praktikum ini
dengan menggunakan naftalen. Pada suhu di bawah titik didihnya, partikel – partikel pelarut
yang berada pada permukaan mempunyai kesempatan untuk meninggalkan cairannya dan
berubah menjadi uap. Ketika zat terlarut dimasukkan, maka pada permukaan zat cair terdapat
molekul pelarut dan zat terlarut. Karena zat terlarut tidak menguap, maka zat terlarut akan
menghalangi penguapan pelarut sehingga partikel pelarut yang menjadi uap berkurang. Karena
partikel uap suatu larutan makin sedikit, maka tekanan uap larutan lebih kecil dibandingkan
tekanan uap cairan pelarut murninya.
Jika zat padat dilarutkan dalam cairan yang mengandung zat terlarut, akan timbul
peningkatan energi entropi yang disebabkan pencampuran. Akibatnya, energi entropi larutan
lebih besar daripada pelarut murninya. Energi peleburan tersebut tidak terpengaruh oleh
perubahan kecil temperatur, akan tetapi larutan akan membeku di bawah temperatur pelarut
murninya dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan energi entropi yang diperlukan dalam
proses transisi. Proses tersebut terjadi ketika zat dimasukkan dalam asam asetat glasial sehingga
terjadi penurunan titik beku.

VI. KESIMPULAN

VII. DAFTAR PUSTAKA


Atkins, P.W. 1987. Physical Chemistry, 3rd edition. Great Britain: Oxford University Press.
Bird, Tony. 1987. Kimia Fisika untuk Universitas. Jakarta: PT. Gramedia.
Castellan, G.W. 1983. Physical Chemistry, third edition. USA: Addison-Wesley Publishing
Company.
Mortimer, R.G. 2008. Physical Chemistry, 3rd edition. Canada: Elsevier Academic Press.
Roberts, E.K. 1984. Principles of Physical Chemistry. USA: Allyn and Bacon,Inc.

Anda mungkin juga menyukai