Anda di halaman 1dari 33

REVISI MODEL KEMAS GEOMERI PADATAN

( Makalah Kimia Unsur Logam )

Kelompok 2

1. Retia Rahma Utari 1713023029


2. Nisa Nurfadhila 1713023031
3. Isnaini Alwiyah 1713023055

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI

1. Jenis-Jenis Padatan ................................................................................................... 1

2. Model Susunan Atom-Atom Dalam Kristal Logam (Susunan Bujur Sangkar


dan Heksagonal) dan Selitannya / Intersisinya .................................................... 1

A. Model Susunan Atom-Atom dalam Kristal Logam. .................................... 1

B. Selitan / intersisi Susunan Bujursangkar dan Heksagonal ........................... 2

3. Pola Pengemasan dalam Kristal Logam ................................................................ 2

A. Kemasan Tidak Rapat dan Selitan / Intersisinya ......................................... 2

B. Kemasan Rapat Heksagonal Dan Selitan / Intersisinya ............................... 5

C. Kemasan Rapat Kubus Dan Selitan / Intersisinya ....................................... 7

4. Klas Kristal dan Susunan Atom-Atom Pada Kristal Logam dalam SPU ......... 8

A. Klas Kristal .................................................................................................. 8

1. Sistem Isometrik ....................................................................................... 9

2. Sistem Tetragonal ................................................................................... 11

3. Sistem Hexagonal ................................................................................... 12

4. Sistem Trigonal ...................................................................................... 14

5. Sistem Orthorhombik ............................................................................. 15

6. Sistem Monoklin .................................................................................... 16

7. Sistem Triklin ......................................................................................... 17

B. Pola Susunan Atom-Atom Pada Kristal Logam dalam SPU ..................... 18

5. Unit sel, Kisi Kristal dan Pengindeksan Bidang Kristal dengan Indeks hkl .. 20

A. Unit Sel ...................................................................................................... 20

B. Kisi kristal .................................................................................................. 22

C. Pengindeksan Bidang Kristal dengan Indeks hkl ....................................... 24

ii
6. Faktor Tumpukan dan Perhitungan Geometri Pengemasan Kristal ................ 26

A. Faktor tumpukan sel satuan kubus sederhana ............................................ 26

B. Faktor tumpukan sel satuan kubus berpusat badan .................................... 27

C. Faktor tumpukan sel satuan kubus berpusat muka..................................... 28

D. Faktor tumpukan sel satuan heksagonal..................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA

iii
1. Jenis-Jenis Padatan

Secara umum material berfasa padat berdasarkan struktur kristalnya terdiri


atas padatan kristalin, semikristalin, dan non kristralin. Kristalin atau biasa
disebut kristal merupakan material yang memiliki keteraturan sususan
partikelnya (dapat berupa atom, ion atau kombinasi keduanya). Susunan
partikel kristalin tersebut berulang secara periodic dan memiliki jarak tertentu
dalam ruang tiga dimensi. Lain halnya dengan material non kristalin. Material
ini memiliki susunan yang berlawana dengan material kristalin susunannnya
yakni acak sehingga bersifat amorf. Material semikristalin memiliki susunan
teratur namun tidak seteratur kristalin serta sedikit acak naamun tidak seacak
non kristalin. Material ini dianggap sebagai dengan material peralihan antara
material kristalin dan non kristalin

Kristalin Semikristalin nonkristalin

Gambar 1. Perbedaan susunan atom untuk partikel padatan kristalin,


semikristalin dan non kristalin.

2. Model Susunan Atom-Atom Dalam Kristal Logam (Susunan Bujur


Sangkar dan Heksagonal) dan Selitannya / Intersisinya

A. Model Susunan Atom-Atom dalam Kristal Logam.


Atom-atom yang menyusun suatu material kristalin dianggap sebagai bola
pejal. Atom –atom tersebut terkemas bersama dalam suatu kristal yang
tertata dalam rangkaian berulang dalam kisi kristal. Ada yang membentuk
dasar berupa susunan bujursangkar dan adapula yang berupa susunan
heksagonal.

1
Susunan Bujursangkar Susunan Heksagonal

Pada susunan bujursangkar setiap atom logam bersinggungan dengan


empat atom sejenis, sedangkan pada susunan heksagonal setiap atom
logam bersinggungan dengan enam atom sejenis.

B. Selitan / intersisi Susunan Bujursangkar dan Heksagonal


Pada susunan tersebut diantara lapisan-lapisan atom terdapat celah / ruang
terbuka / rongga yang disebut selitan atau intersisi. Apabila dilihat gambar
tersebut maka akan terlihat jelas bahwa ukuran selitan pada susunan
bujursangkar lebih besar dibandingkan ukuran selitan pada susunan
heksagonal. Hal ini menunjukkan bahwa selitan pada susunan heksagonal
lebih rapat dibandingkan dengan selitan pada susunan bujursangkar.
Dengan demikian, susunan heksagonal disebut kemasan rapat atau
susunan rapat (close packing), sedangkan susunan bujursangkar bukan
merupakan susunan rapat.

3. Pola Pengemasan dalam Kristal Logam

A. Kemasan Tidak Rapat dan Selitan / Intersisinya


Pada susunan atom-atom dalam kemasan terdapat model susunan atom
bujur sangkar dan model susunan heksagonal. Kemasan tidak rapat
merupakan pola pengemasan dengan meletakkan atom-atom logam
sejenis tepat diatas atom-atom logam pada susunan bujur sangkar
maupun heksagonal. Pada kemasan tidak rapat, selitan b pada lapisan A
di bawah ini tidak tertutup oleh atom-atom sejenisnya.

2
Atom-atom logam yang berada tepat di atas atom logam di lapisan A
membentuk lapisan A kembali yang ditunjukan dengan lapisan berwarna
hijau (warna hijau digunakan sebagai pembeda antara lapisan A dengan
lapisan A lainnya).

Lapisan A

Lapisan A

Lapisan A dan lapisan A tersusun secara berulang membentuk pola


susunan -----AAA-----.

Gambar a Gambar b

Gambar di atas menunjukan pembentukan susunan tidak rapat kubus


(bujur sangkar). Pada gambar (a) menunjukkan lapisan-lapisan A
dipisahkan untuk mengetahui bahwa atom-atom pada lapisan A (hijau)
berada lurus di atas lapisan A (biru). Dalam susunan tidak rapat kubus
setiap atom logam bersinggungan dengan empat atom sejenis pada
lapisan yang sama, sebuah atom sejenis pada lapisan diatasnya dan
sebuah atom sejenis pada lapisan dibawahnya.

3
Untuk kemasan tidak rapat heksagonal susunannya sama hal nya dengan
kemasan tidak rapat kubus. Pada kemasan tidak rapat heksagonal setiap
atom logam bersinggungan dengan enam atom logam lainnya pada
lapisan yang sama, dan sebuah atom logam lain dilapisan atas dan
sebuah atom logam lain di lapisan bawahnya.

Pada kemasan tidak rapat kubus dan kemasan tidak rapat heksagonal
terdapat selitan yang terbuka. Selitan tersebut memiliki rongga sebagai
titik pusat bangun oktahedron. Jadi selitan pada kemasan tidak rapat
heksagonal dan kemasan tidak rapat kubus adalah selitan oktahedral.

4
B. Kemasan Rapat Heksagonal Dan Selitan / Intersisinya

Tempat-tempat yang terdapat di depan selitan b pada lapisan A pada


gambar di bawah atas dapat ditempati oleh atom-atom sejenis. Atom-
atom yang menempati selitan b digambarkan sebagai bola-bola biru yang
membentuk lapisan B seperti pada gambar di bawah ini. Lapisan B
memiliki dua macam selitan yaitu selitan yang tertutup dan selitan yang
terbuka. Pada gambar dibawah ini selitan yang terbuka ditandai dengan
huruf c dan selitan yang terbuka ditandai dengan huruf a.

Selitan a yang terdapat pada lapisan B dapat ditempati oleh atom-atom


pada lapisan A. begitu pula sebaliknya selitan b yang terdapat pada
lapisan A ditempati oleh atom - atom pada lapisan B. Lapisan A dan B
dapat tersusun secara berulang membentuk pola susunan ---ABABAB---
Pada pola susunan berulang ini disebut susunan rapat heksagonal
(hexagonal closest packing = hcp) seperti yang ditunjukkan pada
gambar.

5
Gambar di atas menunjukkan pembentukan susunan rapat heksagonal
dari lapisan A dan B. Pada gambar kiri lapisan-lapisan A dan B
dipisahkan untuk mempermudah dalam melihat tempat-tempat selitan
yang ditempati oleh atom-atom sejenis. Dalam susunan rapat heksagonal
setiap atom logam bersinggungan dengan enam atom sejenis pada
lapisan yang sama, tiga atom sejenis pada lapisan diatasnya dan tiga
atom sejenis pda lapisan dibawahnya.

Dalam susunan rapat heksagonal terdapat dua macam tempat selitan,


yaitu tempat selitan tetrahedral (T) dan tempat selitan oktahedral (O)
tempat selitan tetrahedral terbentuk dari tiga atom pada lapisan B dan
satu atom dari lapisan A atau sebaliknya seperti ditunjukkan pada
gambar di bawah ini. Beberapa logam seperti berilium dan zink
mengkristal dengan susunan rapat heksagonal.

Gambar selitan tetrahedral (T)

6
Tempat selitan oktahedral terbentuk dari tiga atom pada lapisan A dan
tiga atom pada lapisan B seperti ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Volume tempat selitan oktahedral adalah lebih besar dibandingkan
dengan volume tempat selitan tetrahedral.

Gambar selitan oktahedral (O)

C. Kemasan Rapat Kubus Dan Selitan / Intersisinya

Selitan c pada lapisan B dapat ditempati oleh atom-atom sejenis yang


digambarkan dengan bola-bola berwarna coklat. Atom-atom yang
menempati tempat-tempat selitan c membentuk lapisan C seperti
ditunjukkan pada gambar berikut ini.

Lapisan C memiliki tempat-tempat selitan a dan b. Tempat-tempat


selitan a pada lapisan C dapat ditempati oleh atom-atom pada lapisan A.
Tempat-tempat selitan b pada lapisan A dapat ditempati oleh atom-atom
pada lapisan B. Tempat-tempat selitan c pada lapisan B dapat ditempati
oleh atom-atom pada lapisan C dan seterusnya sehingga diperoleh
susunan ......ABCABCABC.......

7
Susunan berulang tersebut disebut susunan rapat kubus (cubic closest
packing = ccp). Seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut ini.

Gambar diatas menunjukkan pembentukan susunan rapat kubus dari


lapisan-lapisan A, B, dan C. Pada gambar kiri lapisan-lapisan A, B, dan
C dipisahkan untuk mempermudah dalam melihat tempat-tempat selitan
yang ditempati oleh atom-atom sejenis. Dalam susunan rapat
kubussetiap atom logam bersinggungan dengan 6 atom sejenis pada
lapisan yang sama, 3 atom sejenis pada lapisan diatasnya, 3 atom sejenis
pada lapisan dibawahnya. Bilangan koordinasi setiap atom logam baik
yang berada di lapisan A maupun lapisan B adalah 12. Beberapa logam
seperti tembaga, perak, dan emas mengkristal dengan susunan rapat
kubus.

4. Klas Kristal dan Susunan Atom-Atom Pada Kristal Logam dalam SPU

A. Klas Kristal
Mineral yang terdapat di alammemiliki beragam ciri dan karakteristik,
perbedaan ini dapat tampak secara langsung ataupun tidak langsung,

8
namun bentuk dari kristal-kristal mineral kadamg memperlihatkan
kesamaan pada berbagai mineral, sehingga muncul klasifikasi umum
dari sistem kristal, yang saat ini mempunyai 7 sistem utama dan dari
tiap sistem di bagi lagi menjadi beberapa kelas. Pembagian sistem ini
di dasarkan kepada pembagian dari ruang kosong yang berdasarkan
simetri dari struktur dalam bentuk tiga dimensi dengan simetri translasi
di tiga arah, mempunyai ciri-ciri tersendiri pada setiap kelas. Sistem
kristal terbagi menjadi 7 sistem kristal :

1. Sistem Isometrik
Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula
dengan sistem kristal kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya
ada 3 dan saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Dengan
perbandingan panjang yang sama untuk masing-masing sumbunya.

9
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Isometrik memiliki axial
ratio (perbandingan sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a
sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu c. Dan juga
memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada
sistem ini, semua sudut kristalnya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu
sama lain (90˚).

Gambar 1 Sistem Isometrik

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal,


sistem isometrik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3.
Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b
ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c juga ditarik garis dengan
nilai 3 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar
sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu
a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem isometrik dibagi menjadi 5 Kelas :
 Tetaoidal
 Gyroida
 Diploida
 Hextetrahedral
 Hexoctahedral
Contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini adalah gold
dan Fluorite

10
2. Sistem Tetragonal
Sama dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3
sumbu kristal yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan
b mempunyai satuan panjang sama. Sedangkan sumbu c berlainan,
dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi pada umumnya lebih
panjang. Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a = b ≠ c , yang artinya panjang sumbu a
sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga
memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada
sistem ini, semua sudut kristalografinya ( α , β dan γ ) tegak lurus
satu sama lain (90˚).

Gambar 2 Sistem Tetragonal

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal,


sistem kristal Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1
: 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada
sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis
dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan
sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa
antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem tetragonal dibagi menjadi 7 kelas:

11
 Piramid
 Bipiramid
 Bisfenoid
 Trapezohedral
 Ditetragonal Piramid
 Skalenohedral
 Ditetragonal Bipiramid
Contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah autunite
dan pyrolusite

3. Sistem Hexagonal
Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus
terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing
membentuk sudut 120˚ terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d
memiliki panjang sama. Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih
panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial


ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang
sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi
tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α
= β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β
saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.

12
Gambar 3 Sistem Hexagonal

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal,


sistem
Hexagonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6.
Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b
ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6
(nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar
sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa
antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu
dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.
Sistem ini dibagi menjadi 7:
 Hexagonal Piramid
 Hexagonal Bipramid
 Dihexagonal Piramid
 Dihexagonal Bipiramid
 Trigonal Bipiramid
 Ditrigonal Bipiramid
 Hexagonal Trapezohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini
adalah quartz dan calcite.

13
4. Sistem Trigonal
Jika kita membaca beberapa referensi luar, sistem ini mempunyai
nama lain yaitu Rhombohedral, selain itu beberapa ahli
memasukkan sistem ini kedalam sistem kristal Hexagonal.
Demikian pula cara penggambarannya juga sama.
Perbedaannya, bila pada sistem Trigonal setelah terbentuk bidang
dasar, yang terbentuk segienam, kemudian dibentuk segitiga dengan
menghubungkan dua titik sudut yang melewati satu titik sudutnya.
Pada kondisi sebenarnya, Sistem Trigonal memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a
sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama
dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ;
γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak
lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.

Gambar 4 Sistem Trigonal

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal,


sistem kristal Trigonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 :
3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada
sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis
dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan
sudut antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini
menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap
sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.

14
Sistem ini dibagi menjadi 5 kelas:
 Trigonal piramid
 Trigonal Trapezohedral
 Ditrigonal Piramid
 Ditrigonal Skalenohedral
 Rombohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini
adalah tourmaline dan cinabar.

5. Sistem Orthorhombik
Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu
simetri kristal yang saling tegak lurus satu dengan yang lainnya.
Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang berbeda.

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik memiliki


axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang
sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu
sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚.
Hal ini berarti, pada sistem ini, ketiga sudutnya saling tegak lurus
(90˚).

Gambar 5 Sistem Orthorhombik

15
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal,
sistem Orthorhombik memiliki perbandingan sumbu a : b : c =
sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran
panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar
sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ. Sistem ini dibagi menjadi 3
kelas:
 Bisfenoid
 Piramid
 Bipiramid
Contuh mineral denga sistem kristal Orthorhombik ini adalah
belerang, aragonite dan witherite.

6. Sistem Monoklin
Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari
tiga sumbu yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu
n; n tegak lurus terhadap sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus
terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang
tidak sama, umumnya sumbu c yang paling panjang dan sumbu b
paling pendek.
Pada kondisi sebenarnya, sistem Monoklin memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-
sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain.
Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ≠ γ. Hal ini
berarti, pada ancer ini, sudut α dan β saling tegak lurus (90˚),
sedangkan γ tidak tegak lurus (miring).

16
Gambar 6 Sistem Monoklin

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal,


sistem kristal Monoklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c =
sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran
panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar
sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 45˚terhadap sumbu bˉ.
Sistem Monoklin dibagi menjadi 3 kelas:
 Sfenoid
 Doma
 Prisma
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin ini adalah
azurite, gypsum dan colemanite

7. Sistem Triklin
Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang
lainnya tidak saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing-
masing sumbu tidak sama.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Triklin memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-
sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain.

17
Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β ≠ γ ≠ 90˚. Hal ini
berarti, pada system ini, sudut α, β dan γ tidak saling tegak lurus
satu dengan yang lainnya.

Gambar 7 Sistem Triklin

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal,


Triklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya
tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-
sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 45˚ ;
bˉ^c+= 80˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki
nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ dan bˉ membentuk sudut 80˚ terhadap
c+. Sistem ini dibagi menjadi 2 kelas:
 Pedial
 Pinakoidal
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah
kaolinite dan microcline

B. Pola Susunan Atom-Atom Pada Kristal Logam dalam SPU

Sebagian logam mengkristal dalam satu pola susunan atom-atom, sebagian


yang lain mengkristal dalam dua atau tiga pola susunan atom-atom. Pola
susunan atom-atom logam dan semilogam (metaloid) ditunjukkan pada
gambar berikut :

18
Gambar Pola Susunan Atom-Atom Pada Kristal Logam dalam SPU

pada gambar diatas, logam yang berada dalam lingkaran seperti Ni


mengkristal dalam susunan rapat kubus (ccp); logam yang berada
segienam seperti Zn mengkristal dalam susunan rapat heksagonal (hcp);
logam yang berada pada bujursangkar seperti Nd mengkristal dalam
susunan kubus berpusat bada (bcc) ; logam yang berada di segilima seperti
Sn mengkristal seperti struktur kristal intan ; logam yang berada dalam
segitiga seperti Bi mengkristal dalam susunan rhombohedral(R); logam
yang berada dalam elipsoid Po mengkristal dalam susunan kubus primitif
(P). Logam yang berada pada segienam hitam dan lingkaran putih seperti
Co , La, dan Pr mengkristal dalam susunan gabungan dari ccp dan hcp
dengan pola ................ABCABABCAB.................

Logam Sr berada di dalam lingkaran, segienam dan bujursangkar. Hal ini


menunjukkan bahwa logam Sr dapat mengkristal dalam susunan rapat
kubus (ccp), susunan rapat heksagonal (hcp) , dan susunan kubus berpusat
badan (bcc). Pada temperatur 25˚C susunan yang lebih stabil digambarkan
dalam daerah yang lebih luas. Untuk Sr kestabilan susunan ccp>hcp>bcc.

19
Sekitar 70% logam mengkristal dalam susunan rapat hcp atau ccp , sekitar
25% mengkristal dalam susunan bcc dan sekitar 5% sisanya mengkristal
dalam susunan yang lain seperti rhombohedral,susunan kubus sederhana,
susunan seperti struktur kristal dan susunan yang lainnya.
Pola susunan atom – atom pada setiap logam akan berpengaruh pada sifat
logam yang mudah ditempa. Pada logam yang memiliki pola susunan
atom – atom yang beragam akan mudah di tempa, karena saat dipanaskan
bentuk pola susunan atom – atomnya akan berubah. Sedangkan logam
yang hanya mempunyai satu pola susunan atom – atom dalam Kristal. Jika
ditempa akan langsung menjadi hancur.

5. Unit sel, Kisi Kristal dan Pengindeksan Bidang Kristal dengan Indeks hkl

A. Unit Sel
Unit sel adalah tatanan bola-bola paling sederhana yang apabila pada
pengulangan diperoleh seluruh bangun kristal. Unit sel yang paling mudah
dilihat adalah kubus sederhana yang dibangun oleh delapan bola yang
menempati kedelapan titik sudut kubus. Berikut ini adalah gambar satuan
sel sistem kristal :

Penetapan suatu titik tempat unit sel dapat dilakukan secara sembarang,
namun sekali ditentukan harus konsisten diterapkan pada seluruh kristal.
Berdasarkan sifat simetrinya menurut arah dua dimensi, ada tiga
kemungkinan unit sel pada suatu kristal yang dibentuk.

20
 Untuk unit sel A, titik-titik kisi terletak pada atom atau ion yang
bersangkutan. Satu unit sel tersusun oleh dua lingkaran besar dan dua
lingkaran kecil.
 Unit sel B adalah titik-titik kisi terletak diantara atom-atom atau ion-
ion. Sama halnya dengan unit sel A, satu unit sel tersusun oleh dua
lingkaran besar dan dua lingkaran kecil.
 Kemungkinan unit sel C, letak titik-titik kisinya sama seperti unit sel B.
Namun, unit selnya tersusun oleh masing-masing hanya satu lingkaran
besar dan satu lingkaran kecil.

Dengan demikian, ukuran unit sel A dan B adalah sama dan lebih besar dari
unit sel C. Dari ketiganya, kemungkinan unit sel A mempunyai sifat simetri
paling tinggi atau paling simetri karena ia mempunyai (jumlah dan atau
jenis) unsur-unsur simetri maksimum, dan dalam hal ini unit sel dipilih bagi
sel yang me sebagimpunyai sifat simetri tertinggi.
Dengan cara yang sama, unit sel dalam arah tiga dimensi dapat ditentukan.
 Pada kubus sederhana, unit sel dibangun oleh delapan bola yang
menempati kedelapan titik sudut kubus. Namun, apabila bangun kubus
diulang ke arah tiga dimensi, maka setiap bola sesungguhnya merupakan
titik sudut persekutuan dari delapan kubus. Dengan kata lain, tiap bola
hanya memberikan kontribusi 1/8 bagian saja pada tiap unit sel. Jadi,
satu unit sel kubus dibangun dari satu atom saja (1/8 x 8).

21
 Untuk kubus pusat badan terdapat satu bola (atom) interior tambahan
yaitu sebagai pusat bangun kubus, sehingga dalam satu unit sel terdapat
1 + [8(1/8)] = 2 atom.
 Untuk bangun kubus pusat muka terdapat enam atom tambahan yang
menempati keenam muka kubus, sehingga tiap unit sel kubus pusat
muka terdapat 6(1/2) + [8(1/8)] = 4 atom.
 Jumlah atom dalam sel satuan heksagonal = 1/6 x jumlah atom di pojok
pojok sel satuan + ½ x jumlah atom di puat muka + jumlah atom di
dalam sel satuan = 1/6 x 12 + ½ x 2 +3 = 6

Kubus Primitive Kubus Pusat Badan Kubus Pusat Muka

Heksagonal

B. Kisi kristal
Konsep kemasan krital mengasumsikan bahwa atom-atom berupa bola
keras dan tentunya mempunyai ukuran yang sama untuk atom yang sama.
Dalam suatu kristal logam, atom-atom tertata dalam rangkaian terulang,
yang disebut kisi kristal. Kisi kristal juga merupakan kumpulan dari sel
satuan yang teratur. Parameter dari sel satuan dapat dinyatakan oleh sisi
sel satuan (a,b,dan c) dan sudut diantaranya (α, β, dan γ)

22
Gambar sumbu dan sudut dalam suatu bangun kristal

Dalam beberapa hal sumbu c diarahkan sejajar dengan arah unit kristal
yang bersangkutan, misalnya arah memanjang atau memendek. Sumbu-
sumbu a dan b yang keduanya tidak sebidang dengan sumbu c mewakili
arah terpilih kristal yang bersangkutan. Bidang-bidang kristal dilukis
menurut perpotongannya dengan sumbu-sumbu tersebut.
Struktur kristal dapat dibedakan berdasarkan tipe kisi Bravais atau kisi
ruang yang dibangun berdasarkan pada sifat simetri unit sel dalam
translasi yang diperlukan dalam memperoleh titik-titik ekuivalen di dalam
unit sel yang bersangkutan. Hasilnya adalah 14 macam bangun geometri
kisi Bravis sebagaimana ditunjukkan pada gambar berikut.
7 Sistem Kristal dan 14 Kisi Bravais Kristal

23
C. Pengindeksan Bidang Kristal dengan Indeks hkl

Indeks Miller Dalam sistem tiga dimensi, kisi kristal akan membentuk
pasangan bidang-bidang sejajar dan berjarak sama yang disebut bidang-
bidang kisi. Bidang-bidang kisi inilah yang akan menentukan arah

24
permukaan dari suatu kristal. Bidang-bidang kisi pada kristal sangat
mempengaruhi perilaku dan sifat bahan. Bidang-bidang yang paling
mudah digambarkan adalah bidang yang membatasi sel satuan dengan
bidang lainnya. Arah suatu bidang dapat dinyatakan dengan parameter
numeriknya, yang selanjutnya dibuat menjadi bilangan bulat terkecil.
Bilangan ini disebut indek Miller, yang biasanya dinyatakan dengan
simbol (h k l). Untuk arah bidang digunakan simbol atau lambang [h k l]
dan untuk bidang kristal digunakan lambang (h k l). Sebagai contoh
penentuan suatu bidang dengan indeks Miller (332) seperti langkah-
langkah berikut ini (Wiendartun, 2012: 7)

a. Menentukan titik potong antara bidang yang bersangkutan dengan


sumbu-sumbu (a1, a2, a3 )/ sumbu-sumbu primitif atau konvensional
dalam satuan konstanta lattice (a1, a2, a3).
b. Menentukan kebalikan (reciproc) dari bilangan-bilangan tadi, dan
kemudian tentukan tiga bilangan bulat (terkecil) yang mempunyai
perbandingan yang sama. Indeks (h k l).
c. Bidang ABC pada Gambar.4 memotong sumbu-sumbu a1, di 2a1, a2 di
2a2 dan a3 di 3a3. Bila diambil kebalikannya diperoleh , dan selanjutnya
ketiga bilangan tersebut dikalikan dengan bilangan 6 (KPK dari
penyebut bilangan) dan diperoleh 3 3 2. Indek Miller dari bidang ABC
tersebut adalah (3 3 2).

25
6. Faktor Tumpukan dan Perhitungan Geometri Pengemasan Kristal

Faktor tumpukan atau efisiensi kemasan menyatakan fraksi dari volume sel
satuan yang ditempati oleh atom-atom logam. Didalam menghitung besarnya
faktor tumpukan, atom-atom logam dianggap sebagai bola-bola keras. Untuk
struktur logam dapat diterapkan konsep tumpukan atom atau faktor
tumpukan, yaitu:

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑡𝑜𝑚
Faktor tumpukan = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑒𝑙 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛

Dimana :

Volume atom = jumlah atom dalam satu unit sel x volume bola
Volume atom sel satuan = volume kubus

A. Faktor tumpukan sel satuan kubus sederhana

Apabila a adalah sisi kubus dan R adalah jari-jari atom logam, maka
1
a = 2R atau R = 2 𝑎.

Dimana :
Jumlah atom dalam sel satuan kubus sederhana = 1/8 x jumlah atom
dipojok-pojok sel satuan = 1/8 x 8 = 1
Volume atom = 1 atom dalam unit sel kubus sederhana x volume bola
4
(3 𝜋𝑟 3 )

Volume kubus = a3
Jadi, faktor tumpukan dari kubus sederhana dapat dihitung sebagai berikut:
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑡𝑜𝑚
Faktor tumpukan (APF) = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑒𝑙 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛

26
1 4
( 𝑥8) 𝑥 𝜋𝑟 3
8 3
= 𝑎3
4 1
1𝑥 𝜋( 𝑎)3
3 2
= 𝑎3

= 0.523
Jadi, faktor tumpukan untuk kubus sederhana adalah 0.523 atau 52,3%.

B. Faktor tumpukan sel satuan kubus berpusat badan

R a
Pada kubus pusat badan, dimisalkan juga sisi kubus dengan a dan jari-jari
r. Dalam kubus pusat badan, kubus disusun oleh dua buah atom yang
terdiri dari satu atom di tengah berbentuk bola utuh dan satu atom sudut
yang terbagi menjadi delapan dan terletak di masing-masing sudut.
Permukaan bola atom pusat dan sudut bersinggungan pada satu titik
sehingga panjang diagonal ruang sama dengan empat kali jari-jari bola,
dengan panjang diagonal ruang sebagai berikut
Panjang diagonal ruang = √(𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑔𝑜𝑛𝑎𝑙 𝑠𝑖𝑠𝑖)2 + (𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑖𝑠𝑖)2

Panjang diagonal sisi = √(𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑖𝑠𝑖)2 + (𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑖𝑠𝑖)2


Panjang sisi = a, maka:
Panjang diagonal sis = √(𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑖𝑠𝑖)2 + (𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑖𝑠𝑖)2

= √𝑎2 + 𝑎2

= √2𝑎2 = 𝑎√2

Panjang diagonal ruang = √(𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑔𝑜𝑛𝑎𝑙 𝑠𝑖𝑠𝑖)2 + (𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑖𝑠𝑖)2

2
= √(𝑎√2) + 𝑎2

27
= √2𝑎2 + 𝑎2

= √3𝑎2

= 𝑎√3

Karena 4r = 𝑎√3, maka setelah mengetahui hubungan r dan a, maka:r =


𝑎√3
4

1 4 𝑎√3 3
[( 𝑥8)+1]𝑥 𝜋( )
8 3 4
Jadi, faktor tumpukan bcc = = 0.68 = 68%
𝑎3

C. Faktor tumpukan sel satuan kubus berpusat muka

2
a
Sama seperti perhitungan sebelumnya, sisi kubus dimisalkan dengan a,
dan jari-jari r. FCC tersusun juga oleh empat buah atom (berbentuk bola)
yang terdiri dari enam bentuk setengah bola di dinding kubus, dan delapan
bentuk seperdelapan bola di sudut kubus. Permukaan seperdelapan bola di
sudut bersinggungan dengan permukaan setengah bola di dinding kubus
sehingga panjang diagonal sisi kubus sama dengan empat kali jari-jari
bola.

Panjang diagonal sisi = √(𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑖𝑠𝑖)2 + (𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑖𝑠𝑖)2

Panjang sisi = a, maka:

Panjang diagonal sisi = √(𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑖𝑠𝑖)2 + (𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑖𝑠𝑖)2

= √𝑎2 + 𝑎2 = √2𝑎2 = 𝑎√2

28
Karena 4r = 𝑎√2, maka setelah mengetahui hubungan r dan a, maka:r =
𝑎√2
4

1 1 4 𝑎√2 3
[( 𝑥8)+( 𝑥 6)]𝑥 𝜋( )
8 2 3 4
Jadi, faktor tumpukan bcc = = 0.74 = 74%
𝑎3

D. Faktor tumpukan sel satuan heksagonal

Jumlah atom dalam sel satuan heksagonal = (1/6 x jumlah atom di pojok
pojok sel satuan + ½ x jumlah atom di pusat muka + jumlah atom di
dalam sel satuan) = 1/6 x 12 + ½ x 2 +3 = 6

Volume 1 atom = 4/3 πr3

Volume heksagonal = luas alas x tinggi


= luas 6 segitiga sama sisi x tinggi

= 6 (r x r √3) x c

= 6 (r x r √3x 1,633 a

= 12 x r x r √3 x 1,633 r

= 33,94 r3

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑡𝑜𝑚
Faktor tumpukan (APF) =
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑒𝑙 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛

29
4
6 𝑥 3𝜋𝑟 3
=
33,94𝑟 3

= 0,7405 = 74.05%

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Mustaghfirin 2014. Batuan. Jakarta :Kementerian Pendidikan dan


Kebudayaan Republik Indonesia

Fauzi, M., Nina Kadaritna dan Noor Fadiawati. 2018. Penuntun Praktikum Kimia
Unsur Non Logam. Lampung : Universitas Lampung.

Miessler, G.L. and Tarr, D.A. 1991. Inorganic Chemistry. London. Prentice-Hall.

Sugiyarto, Kristian H. Dan Retno D. 2010. Kimia Anorganik Logam. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

30

Anda mungkin juga menyukai