Tiga Hukum Rahasia Agung
Tiga Hukum Rahasia Agung
Tiga Hukum
Rahasia Agung
Oleh YM.Bhiksu.Shokai Kanai
Tiga Hukum Rahasia Agung adalah sesuatu yang sangat unik. Namun, para guru agung
seperti T’ien-t’ai di China dan Dengyo di Japan tidak menyebarluaskannya meskipun
mereka terkenal sebagai pelaksana dari Saddharma Pundarika Sutra. Tiga Hukum Rahasia
Agung ini diwariskan oleh Buddha Sakyamuni kepada mereka yang hidup di Masa Akhir
Dharma (Mappo). Nichiren Shonin mengungkapkan hal tersebut kepada kita dalam masa
Mappo ini.
Lima aksara Myo-Ho-Ren-Ge-Kyo adalah Intisari Ajaran yang penting dari Penerangan
yang dicapai oleh Buddha Sakyamuni Abadi. Ketika kita dapat menyadari hal ini, kita
juga dapat mencapai tingkatan yang sama sebagai Buddha Sejati. Bagaimanapun dalam
dunia yang materialistis ini, kita telah lupa tentang kenyataan ini bahwa kita pada asal
mulanya kita telah mengenal hal ini dalam kehidupan masa lampau yang tidak terbatas
dan kemudian kita tidak lagi mampu melihat semua kebenaran ini.
Subjek dan Objek sering dipisahkan dalam kehidupan kita sehari-hari begitu juga dalam
beberapa agama, tetapi ajaran Nichiren menyadari kesatuan dari kedua-duanya, objek
dan subjek.
Tiga Hukum Rahasia Agung dimulai dalam “Jangka Waktu Hidup Tathagata,” Bab XVI
Saddharma Pundarika Sutra. Diantaranya adalah:
2. Honmon no Daimoku (Judul Suci dari Intisari Ajaran Saddharma Pundarika Sutra)
3. Honmon no Kaidan (Dasar Utama untuk Penerimaan Ajaran dan Tempat Pelaksanaan
dari Intisari Ajaran Saddharma Pundarika Sutra)
Perhimpunan Buddhis Nichiren Shu Indonesia 2
TIGA HUKUM RAHASIA AGUNG (SANDAIHIHO)
Bagaimanapun, Beliau tidak menjelaskan tentang Buddha Abadi sampai ketika Beliau
dibuang ke Pulau Sado. Dalam Kaimoku-sho yang ditulis Beliau di Pulau Sado, Nichiren
Shonin menjelaskan prinsip dari Yang Patut Dimuliakan dan Odaimoku; disini dijelaskan
hubungan antara Buddha Sakyamuni Abadi dan Tiga Ribu Gejala dalam Sekejap Pikiran,
ajaran utama dari Bab.XVI Saddharma Pundarika Sutra. Setahun setelah menulis Kaimoku
Sho, Beliau menulis “Honzon Sho” dan membabarkan arti sebenarnya dari Odaimoku
dan Bentuk Objek Pemujaan.
Pada tanggal 14 Januari 1274, Nichiren Shonin menuliskan dalam kalimat sebagai berikut:
“Honmon no Honzon, Empat Bodhisattvas Muncul Dari Bumi, Kaidan, dan Lima Aksara
Myo-Ho-Ren-Ge-Kyo.”
Pada bulan Mei 1274, setelah Nichiren Shonin memasuki Gunung Minobu, Beliau menulis
sebuah surat kepada Nyonya Toki, yang mana Nichiren Shonin menyebut “Kaidan” dalam
kalimat “Yang Patut Dimuliakan, Kaidan, dan Daimoku dari Intisari Ajaran Saddharma
Pundarika Sutra. “
Dalam tahun yang sama, Beliau menuliskan dalam Ho-on-jo:
“Tiga Hukum Rahasia Agung tidak pernah dibabarkan sekalipun oleh T’ien-t’ai dan
Dengyo.”
Beliau melanjutkan,
“Pertama adalah Honmon no Honzon. ... kedua adalah Honmon no Daimoku. Ketiga
adalah Honmon no Kaidan. Seluruh orang di Jepang, China, dan seluruh dunia, tidak
masalah apakah ia bijaksana atau bodoh, harus menyebut “Namu Myoho Renge Kyo”
dengan sungguh hati.”
Satu tahun sebelum Ia meninggal, Nichiren Shonin mengirimkan sebuah surat dengan
judul “Tiga Hukum Rahasia Agung” kepada Tuan Otah tertanggal 18 April 1281.
HONMON NO HONZON
Hal Yang Patut Dimuliakan
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa Honzon atau Yang Patut Dimuliakan
adalah Buddha Sakyamuni Abadi yang dibabarkan dalam Bab XVI Saddharma Pundarika
Sutra. Nichiren Shonin menjelaskan dalam Ho-On-Jo bahwa semua orang di Jepang
seperti hal seluruh dunia harus memuja dan memuliakan Buddha Sakyamuni Abadi yang
dibabarkan dalam Intisari Ajaran Saddharma Pundarika Sutra sebagai Objek Pemujaan.
Untuk anggota Nichiren Shu, hanya ada Buddha Sakyamuni. Seluruh para Buddha yang
lain adalah perwujudan atau penjelmaan dari Buddha Sakyamuni Abadi.
Nichiren Shonin berkata dalam Sho Hokke Daimoku Sho tertanggal 28 Mei 1260:
“Objek Pemujaan harus merupakan perwujudan Daimoku, atau delapan jilid atau satu
jilid atau satu bab dari Saddharma Pundarika Sutra. “
“Odaimoku adalah simbol dari Saddharma Pundarika Sutra. Ketika kita melihat aksara
Odaimoku tertulis di sebuah bendera, panji atau monumen batu, ditempat itu kita dapat
melihat Sang Buddha dan menerima perlindungan dari Nichiren Shonin”
“Jika kamu ingin memuja Go-Honzon, pastikan untuk mengukir sebuah gambaran Buddha
Sakyamuni dalam pahatan kayu. Rupang (Buddha Sakyamuni) ini adalah Go-Honzon.”
Surat ini diberikan kepada Gijobo, murid Nichiren tahun 1270, satu tahun sebelum
Nichiren Shonin menjalani pembuangan di Pulau Sado.
3. Mandala Honzon
Nichiren Shonin menjelaskan secara terperinci bagaimana Mandala Honzon harus dibuat
dan diatur, ini ditulis dalam tulisan Kanjui Honzon Sho.
“Format dari Honzon adalah sebagai berikut : Sebuah Stupa menjulang tinggi diatas
langit sedangkan dibawah dunia saha terdapat Buddha Sakyamuni Abadi. Dalam stupa
ini, Buddha Sakyamuni dan Buddha Taho duduk disisi kiri dan kanan dari Myoho Renge
Kyo. Mereka dilayani oleh Empat Bodhisattva seperti Jogyo…………..”
Kanjin Hon Zon Sho ditulis di Pulau Sado pada tanggal 25 April 1273. Pernyataan Nichiren
Shonin dalam tulisan ini sangat mendalam dan harus menaruh perhatian yang mendalam
terhadap pemikiran Beliau. Bagi Nichiren Shonin, ini adalah tulisan “yang sangat penting.”
Mandala Honzon pertama kali diwujudkan pada tanggal 8 Juli 1272. selanjutnya,
Nichiren Shonin membuat sejumlah honzon dan memberikannya kepada para murid dan
pengikutnya. Lebih dari seratus mandala honzon yang ditulis oleh Nichiren Shonin masih
terawat dan terjaga dengan baik sampai saat sekarang, tersimpan disejumlah kuil-kuil
Nichiren Shu.
Kuil Minobusan Kuon-ji - Nichiren Shu mengabadikan Honzon ini atau Objek Pemujaan
dalam bentuk rupang yang mewakili sepuluh dunia yang dijabarkan dalam Mandala. Altar
seperti ini membutuh tempat yang luas untuk rupang-rupang ini, sehingga banyak Kuil
Nichiren Shu mengabadikan bentuk kaligrafi Mandala Honzon. Anggota Nichiren Shu harus
mengabadikan Mandala Honzon ini dalam Butsudan mereka atau ditempat yang layak.
Mandala berarti sebuah lingkaran simbol dari Dunia Saha dan Alam Semesta, dan juga
sebuah pikiran. Pengambaran dalam Mandala adalah simbol tingkatan pikiran yang ideal,
suci didunia dan alam semesta.
Sebagaimana yang kamu lihat, Odaimoku sebagai Objek Pemujaan dan Rupang Buddha
Sakyamuni sebagai Objek Pemujaan dibabarkan sebelum Nichiren Shonin menjalani
pembuangan di Pulau Sado. Mandala Honzon dibabarkan setelah pembuangan di Pulau
Sado, meskipun Nichiren Shonin menjaga rupang Buddha Sakyamuni bersama selama
hidupNya.
HONMON NO DAIMOKU
Sepuluh Dunia
Mandala Honzon juga sering disebut “Jikkai Mandala Go-Honzon”. “Go” adalah sebuah
gelar kehormatan kepada Honzon, sedangkan Jikkai berarti Sepuluh Dunia diantaranya
adalah:
2. Bodhisattvas,
3. Pratyeka,
4. Shravaka,
5. Mahluk Surgawi,
6. Manusia,
7. Asura,
8. Binatang,
9. Jiwa Kelaparan,
10. Neraka.
Semua ini adalah sepuluh tingkatan keberadaan yang diungkapkan dalam Go-Honzon.
Mandala Go-Honzon yang melambangkan Sepuluh Dunia berarti simbol penyelamatan
universal, sekalipun untuk Devadattta jatuh dalam dunia neraka, ketika ia menerima
dan menjaga ajaran Odaimoku, ia dapat diselamatakan. Ini juga mencakup sembilan
dunia lainnya.
Seratus Dunia
Sepuluh Dunia berarti sepuluh tingkatan yang berbeda yang terdapat dalam pikiran
seseorang;
7. kemurkaan (asura),
8. kebodohan (binatang),
“Ketika kita melihat wajah kita sendiri, kita dapat melihat bahwa wajah
kita berubah dari waktu ke waktu. Perwujudan wajah kita kadang-kadang penuh
kegembiraan, kemarahan, atau kedamaian; tetapi pada waktu lain berubah menjadi
ketamakan, ketidaktahuan, atau keteledoran. Kemarahan melambangkan neraka,
Perhimpunan Buddhis Nichiren Shu Indonesia 7
TIGA HUKUM RAHASIA AGUNG (SANDAIHIHO)
Setiap keberadaan dari Sepuluh Dunia berisi Sepuluh tingkatan dalam pikiran, oleh
karena itu, sebuah pikiran mencakup seratus dunia.
8. Nyoze Ka - mempengaruhi
Masing-masing dari seratus dunia itu mempunyai sepuluh aspek. Oleh karenanya,Each
of the one hundred realms has its own ten aspects. Therefore, perkalian antara
seratus dunia dengan sepuluh aspek menghasilkan seribu aspek.
Seribu Aspek mencakupi lagi Tiga Kategori Keadaan (Dunia) antara lain:
Perkalian antara Seribu Aspek dengan Tiga Kategori Keberadaan menghasilkan Tiga Ribu
Aspek .
Kita harus memahami bahwa kedua-duanya pikiran dan badan dimana kita hidup adalah
semuanya bagian dari 3000 aspek gejolak keberadaan terdapat dalam pikiran kita.
Akibatnya, sekalipun telah mencapai KeBuddhaan, hidup kita tetap dilengkapi oleh
kebenaran 3000 aspek gejolak keberadaan dalam sekejap pikiran, badan kita menyatu
dengan seluruh aspek dunia yang ada dialam semesta.
“Tanpa dimunculkannya benih KeBuddhaan yang didasarkan kepada doktrin “3.000 Aspek
Gejolak Keberadaan dalam Sekejap Pikiran,” pencapaian KeBuddhaan bagi semua mahluk
atau pemujaan kepada rupang kayu atau gambar adalah sesuatu yang kosong tanpa ada
gunanya.”
Karena adanya ajaran 3.000 gejolak keberadaan dalam sekejap pikiran, kita bisa memuja
rupang Buddha Sakyamuni dan Mandala Gohonzon. Sebagai hasilnya, kita bisa mencapai
Penerangan melalui penyebutan Odaimoku dihadapan sebuah rupang atau mandala. Ini
bukanlah sebuah pemujaan berhala.
Karena kita adalah putra dari Buddha Abadi, ketika kita menyebut Odaimoku, kita akan
mewarisi semua kebajikanNya. Kita tidak perlu menjadi seorang bhiksu atau membaca
semua lembaran dalam Saddharma Pundarika Sutra, tetapi memelihara dan menjaga hati
kepercayaan kepada Gohonzon, percaya kepada Odaimoku dan menyebut Namu Myoho
Renge Kyo. Kemudian Buddha Sakyamuni Abadi sebagai sesuatu yang sempurna dan
manusia sebagai putra-putri Sang Buddha, secara nyata mempunyai hubungan diantara
mereka. Odaimoku menyatukan antara kenyataan dan kesempurnaan.
Dalam sebuah perumpamaan dalam Bab XVI Saddharma Pundarika Sutra, seorang tabib
yang baik meninggalkan obat yang baik dalam warna, baik dalam rasa dan baik dalam
baunya untuk menyelamatkan anak-anaknya yang menderita karena racun penyakit. Obat
yang baik itu adalah ke-Lima Aksara “Myo Ho Ren Ge Kyo” dimana Buddha tinggalkan
untuk kita. Kita tidak perlu tahu tentang isi dari obat tersebut, kita perlu membaca semua
bab dari Sutra. Kita hanya butuh mempertahankan dan memelihara hati kepercayaan
dan pelaksanaan.