Anda di halaman 1dari 11

Penerapan Konsep Smart School 

di SMAN 15 Bandung

SMAN 15 Bandung adalah salah satu sekolah di kota ini yang menganut konsep smart school. Konsep
yang bisa dibilang modern ini, membuat SMAN 15 Bandung menjadi lebih maju dibandingkan beberapa
sekolah lainnya. Tetapi sebelumnya, apa itu smart school? Apa yang menjadikan konsep smart school
modern?

Smart school merupakan konsep sekolah yang berbasis teknologi yang digunakan dalam proses belajar-
mengajar di kelas. Karena berbasis teknologi inilah, smart school dianggap konsep sekolah yang modern.
penggunaan teknologi dalam pendidikan adalah untuk membantu proses belajar dan meningkatkan
kinerja, serta membantu komunitas pendidikan dalamn menjalankan fungsinya masing-masing.
Contohnya bisa ditemukan dalam kegiatan presentasi di kelas. Untuk membuat sebuah presentasi,
dewasa ini ada banyak program yang menawarkan kemudahan dan efektivitas dalam proses
pembuatannya, baik online maupun offline. Untuk menunjukkannya, berlembar-lembar kertas pun
sudah tidak dibutuhkan. Cukup dalam bentuk digital saja menggunakan layar dan projektor.

Keberadaan smart school  ini sangat terasa manfaatnya di dunia pendidikan. Perbedaan yang dibawa
pun cukup signifikan. Dulu, untuk mencari tahu suatu informasi, kita mengandalkan pengetahuan dari
orang lain, dari buku, berimprovisasi, berpacu pada pengalaman yang dulu-dulu, ataupun dari sumber-
sumber lain. Sekarang, kita punya internet - penyedia berbagai macam data - mudah dan gratis untuk
diakses.

Tetapi konsep smart school  adalah konsep modern yang masih terbilang hijau. Setidaknya, di Indonesia
masih dianggap begitu. Belum seluruh sekolah di kota ini menganutnya, apalagi di seluruh penjuru
Indonesia. Dan yang sudah menganutnya pun masih baru-baru ini menerapkannya. Begitupun di SMAN
15 Bandung. Smart school masih merupakan hal baru di sekolah ini. Malahan, topik ini belum pernah
dirambah dan diteliti dan ditindaklanjuti oleh kakak kelas, alumni atau pendahulu lain sebelumnya di
sekolah ini. Dan seperti semua hal baru, masih terdapat beberapa kekurangan yang perlu ditelaah dan
diperbaiki dalam konsep sistem ini. Beberapa hal yang patut disorot, contohnya adalah koneksi wifi yang
tidak memadai untuk digunakan seluruh warga sekolah, fasilitas-fasilitas yang kurang baik secara
kuantitas maupun kualitas, dan beberapa hal lain yang perlu lebih diperhatikan, akan dijelaskan dan
lebih diperdalam nanti.

Dengan penulisan artikel ini, penulis berharap dapat dijadikan acuan untuk pengajaran mengenai topik
ini, bagi para guru yang membacanya. Untuk para siswa, penulis harap artikel ini dapat dijadikan sumber
informasi mengenai topik pembahasan, juga acuan penulisan artikel di masa mendatang. Dan untuk
masyarakat umum yang membacanya, penulis berharap artikel ini bermanfaat dan menambah
pengetahuan mengenai topik pembahasan artikel ini.

Rumusan masalah yang terkandung pada artikel yang berjudul "Penerapan Konsep Smart School di
SMAN 15 Bandung" penulis urutkan sebagai berikut:

1. Apa saja permasalahan yang muncul dari penerapan konsep smart school di lingkungan sekolah
SMAN 15 Bandung?

2. Apa saja penyebab permasalahan tersebut?

3. Apa saja akibat dari permasalahan tersebut?

4. Apa solusi yang harus digunakan untuk menanggulangi permasalahan tersebut?

Tujuan penulis menguraikan artikel yang berjudul "Penerapan Konsep Smart School di SMAN 15


Bandung" adalah sebagai berikut:

1. Ingin mengetahui permasalahan-permasalahan yang muncul diakibatkan oleh penerapan


konsep smart school di SMAN 15 Bandung.

2. Ingin mengetahui apa yang menyebabkan permasalahan yang tak kunjung selesai.

3. Ingin mengetahui apa saja upaya-upaya dari pihak sekolah untuk menangani masalah tersebut.

4. Ingin mengetahui apa saja solusi yang dilakukan untuk menangani permasalahan tersebut.

5. Ingin mengetahui dampak-dampak atau akibat-akibat yang ditimbulkan dari permasalahan


tersebut.

Penulis membatasi artikel ini hanya sebatas meliputi penerapan konsep smart school di SMAN 15
Bandung, termasuk di dalamnya permasalahan-permasalahan yang muncul, penyebab permasalahan-
permasalahan tersebut, upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah untuk menangani permasalahan-
permasalahan tersebut, solusi yang dilakukan oleh pihak sekolah untuk menangani permasalahan-
permasalahan tersebut, serta dampak atau akibat apa saja yang ditimbulkan. Penulis tidak membahas
yang lain dikarenakan keterbatasan waktu dan informasi.

Teori pada artikel penulis yang berjudul "Penerapan Konsep Smart School di SMAN 15 Bandung"
menguraikan definisi, ciri-ciri, jenis, fungsi; dan akan diuraikan pada Bab II.

Agar penulis dapat melengkapi artikel secara faktual, penulis butuh sumber data yang akurat berupa
jawaban dari penyebaran angket yang meliputi pertanyaan berisi permasalahan, penyebab, upaya-
upaya yang dilakukan, solusi dan dampak-dampak atau akibat yang ditimbulkan dari penerapan
konsep smart school  di SMAN 15 Bandung. Penulis juga mencari informasi dari buku teks dan internet.
Metode yang digunakan penulis dalam artikel ini adalah metode deskriptif, yaitu
menggambarkan permasalahan, penyebab, upaya-upaya yang dilakukan, solusi dan dampak-dampak
atau akibat yang ditimbulkan dari penerapan konsep smart school  di SMAN 15 Bandung.

Teknik yang digunakan penulis dalam aartikel ini adalah teknik penyebaran angket, yang berisi
pertanyaan-pertanyaan mengenai permasalahan, penyebab, upaya-upaya yang dilakukan, solusi dan
dampak-dampak atau akibat yang ditimbulkan dari penerapan konsep smart school di SMAN 15
Bandung.

Pada teori ini, penulis mencoba menguraikan definisi, ciri-ciri dan fungsi, serta hal-hal lainnya yang bisa
digunakan sebagai pedoman untuk topik makalah ini. 

Sekolah pintar atau smart school merupakan suatu konsep sekolah yang berbasis teknologi yang
digunakan dalam proses belajar-mengajar di kelas. Penggunaan teknologi pendidikan mencakup suatu
sistem terintegrasi yang membantu komunitas pendidikan dalam menjalankan fungsinya masing-masing
dengan tujuan mengembangkan potensi peserta didik. 

Karakteristik dari sekolah yang menganut konsep sekolah pintar dapat dilihat dari kekayaan budaya dan
ilmunya, murid-muridnya yang terbiasa berpikir kritis dan kreatif, serta terpusat pada pelajar, yang
berarti pelajar harus mampu beroperasi sendiri dan fleksibel dalam pembelajarannya, contohnya dalam
mengakses informasi, pelajar harus mampu bergerak mandiri dan tidak bergantung ataupun menunggu
guru. Sekolah penganut konsep smart school berkonteks global, dan didalamnya memanfaatkan
penggunaan teknologi untuk memberi kemudahan dalam pengajaran dan pembelajaran. Karakteristik
lain yang menentukan suksesnya program smart school (ambil contoh smart school  di Malaysia, karena
konsep smart school disana sudah berjalan lancar dan baik) adalah faktor kepala sekolah yang
berkualitas (Puteh dan Vicziany, 2004).

Fungsi penerapan smart school  di sekolah tidak lepas dari fungsi penggunakaan teknologi di sekolah.
Penggunaan teknologi dalam konsep sekolah pintar dapat terlihat dari beberapa hal. Dari sisi guru,
pengelolaan administrasi lebih mudah dilakukan. Misalnya, penulisan, penyusunan maupun
perencanaan rencana pembelajaran dapat dibandingkan dengan rencana pembelajaran guru-guru lain
yang tergabung dalam komunitas pendidikan. Memasukan nilai siswa juga bisa dilakukan secara online
dan data tiap guru dapat disimpan di server sekolah dengan menggunakan jaringan LAN. Teknologi
berbasis internet juga dapat digunakan dalam membangun media komunikasi sekolah. Informasi dan
sosialisasi program sekolah ke pihak orang tua dapat dilakukan lewat website. Begitu juga dengan
agenda online siswa yang dapat diakses melalui multi platform. Komunikasi antar guru dan siswa juga
semakin mudah dengan adanya sosial media, seperti Facebook, Line dan WhatsApp yang
menghubungkan guru dengan siswa tanpa mengenal waktu dan tempat. Selain itu manfaat penggunaan
teknologi ini juga bertujuan untuk menghemat pemakaian kertas (paperless), penyampaian informasi
lebih cepat dan lebih mudah didapat, ketrampilan menggunakan teknologi terasah dan kinerja sekolah
dan individu lebih baik. Sekolah Bintang Mulia di kawasan Mekar Wangi, Bandung, merupakan contoh
sekolah yang mengembangkan pendidikan berbasis teknologi informasi. Pihak sekolah memberikan
dukungan dengan memberikan pelatihan kepada para guru dan siswa untuk dapat menggunakan tablet
dalam mengerjakan administrasi dan tugas-tugas sekolah.

Tujuan penerapan konsep ini di sekolah dapat dijelaskan dengan perspektif payung Grant. Perspektif
payung Grant dapat menjelaskan konsep sekolah pintar ini dimana penggunaan software dan hardware
komputer oleh pengguna pribadi membentuk kelompok individu yang melayani kepentingan
masyarakat. Sekolah, sebagai salah satu institusi sosial, juga terpengaruh oleh perkembangan teknologi
dan informasi. Organisasi ini kemudian yang membentuk sistem informasi dan komunikasi di
masyarakat. Perspektif ini merupakan sintesis dari Rogers (1986) yang mendefinisikan teknologi
komunikasi sebagai struktur organisasi dan kumpulan nilai-nilai masyarakat berbasis perangkat keras di
mana individu saling mengumpulkan, memproses dan menukar informasi. Sedangkan tujuan utama
teknologi dalam pembelajaran adalah untuk memecahkan masalah belajar atau memfasilitasi
pembelajaran; dan untuk meningkatkan kinerja. Penggunaan teknologi berbasis internet dalam bidang
pendidikan ini membantu interaksi antara komunitas sekolah, siswa dan guru misalnya semakin lebih
mudah.

Sasaran dari penerapan konsep ini, pada dasarnya, adalah begini: penggunaan teknologi dalam bidang
pendidikan adalah untuk membantu proses belajar dan meningkatkan kinerja dengan membuat,
menggunakan, dan mengelola proses dan sumber teknologi yang memadai. 

Penerapan konsep smart school di SMAN 15 Bandung sudah sangat terlihat dan bisa dibilang berjalan
cukup lancar, kendati banyak masalah yang dijumpai, yang akan dibahas lebih lanjut di paragraf-paragraf
selanjutnya.

Bisa dilihat dari bergantungnya proses belajar-mengajar SMAN 15 Bandung kepada teknologi dan
internet, betapa penerapan konsep smart school di sekolah ini sudah begitu lekat.

Baik guru maupun murid tidak bisa lepas dari penggunaan teknologi dan internet. Teknologi yang
banyak dijumpai adalah projektor dan hotspot di tiap kelas serta laptop dan ponsel yang dimiliki
sebagian besar murid. Belum lagi teknologi internet yang memudahkan komunikasi antar guru dengan
siswa maupun orangtua siswa.
Tetapi SMAN 15 Bandung, yang notabenenya adalah sekolah limpahan, memiliki fasilitas, sarana dan
prasarana yang kurang canggih dan kurang memadai. Contohnya, tidak semua kelas memiliki projektor,
dan bahkan kelas yang memiliki projektor pun belum tentu mendapat projektor yang bekerja dengan
baik. Kemudian, komputer yang tersedia yang digunakan pada saat pelaksanaan UNBK tingkat SMA
kemarin, nyatanya tidak mencukupi secara kuantitas. Banyak sekali siswa yang terpaksa membawa
laptop masing-masing dari rumah. Bahkan, jumlah komputer yang tersedia di SMAN 15 Bandung sering
kali jarang mencukupi untuk pembelajaran satu kelas. Belum lagi, tidak semua murid memiliki akses ke
teknologi gadget (seperti laptop atau ponsel) maupun internet.

Salah satu masalah yang dihadapi dari penerapan konsep modern ini adalah para generasi tua (orangtua
ataupun guru) menolak dengan alasan tidak paham/sulit/tidak mau belajar, belum semua sekolah
difasilitasi koneksi internet atau belum terbiasa dengan sistem e-learning dan e-assessment adalah
contoh tantangan dalam membangun konsep sekolah pintar ini. Menurut Marwan & Sweeney, berhasil
tidaknya integrasi teknologi pendidikan dalam kegiatan belajar-mengajar dipengaruhi oleh berbagai
faktor, yaitu perencanaan strategis, rasa memiliki, sumberdaya yang ada dan pengembangan
profesional. Beberapa faktor yang mempengaruhi individu dalam menyikapi penggunaan teknologi yaitu
keterbukaan terhadap teknologi, sikap guru, pengetahuan dan ketrampilan, dan waktu dan beban kerja
guru. Jika salah satu faktor ini tidak mendukung atau tidak berjalan dengan baik maka berpotensi
menghambat integrasi pembelajaran. (Abubakar et al., 2008; Marwan & Sweeney, 2010). Selain itu,
berhasil atau tidaknya implementasi penggunaan teknologi di sekolah juga berhubungan dengan
perencanaan strategis, rasa memiliki, sumberdaya yang ada dan pengembangan profesional. Sebagai
contoh, program smart school di Malaysia perlu waktu untuk diimplementasikan sehubungan dengan
proses sosialisasi di kalangan birokrasi dan perencanaan strategis departemen yang bersangkutan
(Bajunid, 2008). Adapula masalah orangtua yang menolak atau tidak mampu memfasilitasi anak-
anaknya, walaupun tidak bisa dipungkiri faktor finansial turut ambil andil dalam hal ini.

Masalah ini menciptakan jurang kelas baru yang kebanyakan terjadi pada murid-murid kurang mampu:
mereka tidak mampu menikmati dan mengakses layanan internet. Ditambah sarana dan prasarana dari
sekolah tidak selalu dapat diandalkan. Maka, proses belajar-mengajar pun menjadi terhambat.

Penyebab utama permasalahan dari penerapan konsep smart school di SMAN 15 Bandung adalah faktor
finansial. Entah itu dari sekolah maupun murid. Subsidi dari pemerintah yang kurang untuk memenuhi
kebutuhan dan demand para warga sekolah pun turut menjadi hambatan. Contohnya, jumlah komputer
yang amat sangat kurang.

Kemudian, dari para murid itu sendiri. Tidak semuanya mampu mengakses layanan internet dan/atau
teknologi yang terbilang cukup sederhana di era ini. Yang memengaruhi hal ini adalah faktor finansial,
kesenjangan sosial, dan faktor personal lainnya yang mungkin memengaruhi.
Sosialisasi kepada orangtua mengenai implementasi penerapan konsep ini pun kurang, malah non-
eksisten. Sehingga menjadi syok tersendiri bagi kebanyakan orangtua.

Akibat yang jelas dari permasalahan-permasalahan diatas adalah terhambatnya proses belajar-
mengajar. Contohnya, dikarenakan para guru mulai menggunakan aplikasi belajar online, sedangkan
tidak sedikit murid yang tidak dapat mengakses internet, dan seperti disebutkan sebelumnya
bahwa sarana dan prasarana dari sekolah tidak selalu dapat diandalkan, maka kegiatan belajar-mengajar
menjadi tidak efektif dan efisien, Murid yang tidak beruntung (tidak mendapat jatah komputer atau
akses layanan internet) terpaksa bekerja lebih keras untuk mengerjakan tugas, misalnya dengan
menumpang ke teman. Mereka pun menjadi telat mengumpulkan tugas atau malah tidak
mengumpulkan tugas sama sekai, sehingga nilai yang didapat menjadi tidak maksimal.

Atau pada saat pelaksanaan UNBK kemarin, dikarenakan jumlah komputer yang tersedia yang digunakan
pada saat pelaksanaan UNBK tingkat SMA kemarin tidak mencukupi, banyak sekali siswa yang terpaksa
membawa laptop masing-masing dari rumah.

Solusi untuk permasalahan-permasalahan ini adalah diperlukannya sarana dan prasarana yang jauh lebih
canggih dan memadai secara kuantitas dan kualitas yang disediakan sekolah untuk para muridnya.
Karena untuk meminta para murid menyediakannya sendiri adalah hampir mustahil, dikarenakan
kondisi dan latar belakang tiap murid berbeda dan beragam.

Penulis membuat angket yang berisi seputar topik penerapan konsep smart school di SMAN 15 Bandung
ini untuk mengetahui bagaimana penerapannya selama ini dari sudut pandang para murid. Angket ini
penulis tujukan untuk siswa-siswi kelas XI dan XII, karena notabenenya mereka telah lebih lama
merasakan penerapan konsep smart school ketimbang murid kelas X.

Penulis membuat angket ini dalam bentuk tabel supaya para murid yang mengisinya dimudahkan dan
merasa tertarik untuk mengisi. Jadi para murid akan mengisi angket dengan senang hati.

KETERANGAN
NO. PERTANYAAN
YA TIDAK
Saya memiliki akses ke fasilitas yang
1. berhubungan dengan smart school (laptop,
ponsel, internet).
Saya tidak merasa terbebani secara
2. finansial untuk mencukupi kebutuhan yang
berhubungan dengan smart school.

Orangtua saya mendukung dan membantu


3. saya memenuhi kebutuhan yang
berhubungan dengan smart school.
Fasilitas yang berhubungan dengan smart
school di SMAN 15 Bandung sudah bagus
4.
dan mencukupi secara kuantitas dan
kualitas.

Smart school membantu proses


5.
pembelajaran saya.
Orangtua saya sudah sebelumnya
6. diberitahu bahwa SMAN 15 Bandung sudah
berbasis smart school.

Tuntutan kebutuhan belajar yang


7. berhubungan dengan smart school mudah
saya penuhi.
Jumlah komputer di SMAN 15 Bandung
8. mencukupi setidaknya untuk pembelajaran
kelas saya.

Fasilitas hotspot di SMAN 15 Bandung


9.
mudah diakses.
Fasilitas hotspot di SMAN 15 Bandung
10. memadai setidaknya untuk pembelajaran
kelas saya.
Pembelajaran online memudahkan proses
11.
pembelajaran.
12. Pembelajaran online mudah saya akses.

13. Pembelajaran online mudah saya ikuti.


Kekurangan sejumlah fasilitas yang
14. tersedia (projektor, komputer, wifi)
menghambat proses pembelajaran saya.

Fasilitas sekolah tidak selalu ada dan/atau


15. bisa diandalkan untuk digunakan dalam
proses pembelajaran.
Penambahan jumlah fasilitas untuk
16. mencukupi lebih banyak siswa akan sangat
membantu.

Perubahan dan perbaikan kualitas fasilitas


17. untuk mencukupi lebih banyak siswa siswa
akan sangat membantu.
Memastikan para guru juga memahami
18. kegiatan belajar-mengajar berbasis smart
school.

Tidak pukul rata dan menganggap semua


murid dapat memenuhi tuntutan
19.
kebutuhan belajar yang berhubungan
dengan smart school.
Menawarkan bantuan kepada murid yang
kurang mampu untuk mencukupi tuntutan
20. kebutuhan belajar yang berhubungan
dengan smart school akan sangat
membantu.

                                                                                                  sumber: pribadi

Penulis menyebar angket diatas ke 20 orang murid SMAN 15 Bandung, dimana diantaranya terdiri dari
lima orang murid kelas 12 dan  dan 15 orang murid kelas 11. Dari angket yang kembali, penulis
mendapatkan jawaban yang bervariasi.

Untuk pernyataan pertama, hasil yang didapat adalah 100% YA, dari kelas 11 dan kelas 12.

Untuk pernyataan kedua, hasil yang didapat adalah 70% YA dan 30% TIDAK; 14 orang mengatakan YA
dan enam orang mengatakan TIDAK. 14 orang terdiri dari 12 orang murid kelas 11 dan dua orang murid
kelas 12; enam orang terdiri dari tiga orang murid kelas 11 dan tiga orang murid kelas 12.

Untuk pernyataan ketiga, hasil yang didapat adalah 100% YA, dari kelas 11 dan kelas 12.

Untuk pernyataan keempat, hasil yang didapat adalah 20% YA dan 80% TIDAK, empat orang mengatakan
YA dan 16 orang mengatakan TIDAK. Empat orang terdiri dari dua orang murid dari masing-masing kelas
11 dan 12; 16 orang terdiri dari 13 orang murid kelas 11 dan tiga orang murid kelas 12.
Untuk pernyataan kelima, hasil yang didapat adalah 60% YA dan 40% TIDAK; 12 orang mengatakan YA
dan delapan orang mengatakan TIDAK. 12 orang terdiri dari sembilan orang murid kelas 11 dan tiga
orang murid kelas 12; delapan orang terdiri dari enam orang murid kelas 11 dan dua orang murid kelas
12.

Untuk pernyataan keenam, hasil yang didapat adalah 50% YA dan 50% TIDAK; 10 orang mengatakan YA
dan 10 orang mengatakan TIDAK. Kubu “YA” terdiri dari delapan orang murid kelas 11 dan dua orang
murid kelas 12. Kubu “TIDAK” terdiri dari tujuh orang murid kelas 11 dan tiga orang murid kelas 12.

Untuk pernyataan ketujuh, hasil yang didapat adalah 80% YA dan 20% TIDAK; 16 orang mengatakan YA
dan empat orang mengatakan TIDAK. 16 orang terdiri dari 12 orang murid kelas 11 dan empat orang
murid kelas 12; empat orang terdiri dari tiga orang murid kelas 11 dan seorang murid kelas 12.

Untuk pernyataan kedelapan, hasil yang didapat adalah 50% YA dan 50% TIDAK; 10 orang mengatakan
YA dan 10 orang mengatakan TIDAK. Kubu “YA” terdiri dari tujuh orang murid kelas 11 dan tiga orang
murid kelas 12. Kubu “TIDAK” terdiri dari delapan orang murid kelas 11 dan dua orang murid kelas 12.

Untuk pernyataan kesembilan, hasil didapat adalah 30% YA dan 70% TIDAK; enam orang mengatakan YA
dan 14 orang mengatakan TIDAK. Enam orang terdiri dari seorang murid kelas 11 dan lima orang murid
kelas 12; 14 orang semuanya terdiri dari murid kelas 11.

Untuk pernyataan ke-10, hasil yang didapat adalah adalah 30% YA dan 70% TIDAK; enam orang
mengatakan YA dan 14 orang mengatakan TIDAK. Enam orang terdiri dari empat orang murid kelas 11
dan dua orang murid kelas 12; 14 orang yang mengatakan terdiri dari 11 orang murid kelas 11 dan tiga
orang murid kelas 12.

Untuk pernyataan ke-11, hasil yang didapat adalah 80% YA dan 20% TIDAK; 16 orang mengatakan YA
dan empat orang mengatakan TIDAK. 16 orang terdiri dari 12 orang murid kelas 11 dan empat orang
murid kelas 12; empat orang terdiri dari empat orang murid kelas 11 dan seorang murid kelas 12.

Untuk pernyataan ke-12, hasil yang didapat adalah 50% YA dan 50% TIDAK; 10 orang mengatakan YA
dan 10 orang mengatakan TIDAK. Kubu “YA” terdiri dari tujuh orang murid kelas 11 dan tiga orang murid
kelas 12. Kubu “TIDAK” terdiri dari delapan orang murid kelas 11 dan dua orang murid kelas 12.
Untuk pernyataan ke-13, hasil yang didapat adalah 60% YA dan 40% TIDAK; 12 orang mengatakan YA
dan delapan orang mengatakan TIDAK. 12 orang terdiri dari sembilan orang murid kelas 11 dan tiga
orang murid kelas 12; delapan orang terdiri dari enam orang murid kelas 11 dan dua orang murid kelas
12.

Untuk pernyataan ke-14, hasil yang didapat adalah 100% YA, dari kelas 11 dan kelas 12.

Untuk pernyataan ke-15, hasil yang didapat adalah 100% YA, dari kelas 11 dan kelas 12.

Untuk pernyataan ke-16, hasil yang didapat adalah 100% YA, dari kelas 11 dan kelas 12.

Untuk pernyataan ke-17, hasil yang didapat adalah 100% YA, dari kelas 11 dan kelas 12.

Untuk pernyataan ke-18, hasil yang didapat adalah 100% YA, dari kelas 11 dan kelas 12.

Untuk pernyataan ke-19, hasil yang didapat adalah 100% YA, dari kelas 11 dan kelas 12.

Untuk pernyataan ke-20, hasil yang didapat adalah 90% YA dan 10% TIDAK; 18 orang mengatakan YA
dan dua orang mengatakan TIDAK. 18 orang terdiri dari 13 orang murid kelas 11 dan lima orang murid
kelas 12; dua orang semuanya terdiri dari kelas 12.

Jawaban yang masuk cukup bervariasi dan menarik, serta memungkinkan penulis untuk menyimpulkan
berdasarkan jawaban yang diterima, bahwa penerapan konsep smart school di SMAN 15 Bandung baru
mencapai tingkat memadai/mencukupi yang menjangkau sebagian kecil target pengguna. Ini
menyisakan banyak ruang untuk perbaikan di masa depan, demi proses pembelajaran yang lebih baik
lagi.

Smart school, atau sekolah pintar, merupakan suatu konsep sekolah yang berbasis teknologi yang
digunakan dalam proses belajar mengajar di dalam kelas.
SMAN 15 Bandung sudah menerapkan konsep ini dalam proses pembelajaran mereka, dan sudah
berlangsung cukup lancar.

Dan seperti halnya hal baru yang masih hijau, ada banyak permasalahan yang ditemukan didalamnya.
Meski berjalan relatif lancar, masih banyak hambatan yang memperhambat proses belajar-mengajar di
sekolah ini.

Tetapi, bukan berarti problem-problem ini tidak dapat diperbaiki. Dengan mendengarkan aspirasi para
pengguna dan penikmatnya, niscaya, smart school di SMAN 15 Bandung dapat dimanfaatkan sampai
potensi maksimalnya. Dukungan dan feedback yang didapat pun cukup baik, menandakan bahwa smart
school diterima di sekolah ini. Maka, membuka jalan lebih lebar untuk perbaikan dan peningkatan, demi
proses pembelajaran yang lebih baik lagi.

Saran dari penulis adalah sebagai berikut: kepada para guru, pastikan Anda pun mengerti tata cara dan
cara kerja proses pembelajaran berbasis online dan teknologi, agar tidak salah kaprah dan bertabrakan
dengan para muridnya; untuk sekolah, penulis sarankan untuk terus melakukan peningkatan dan
perbaikan menuju yang terbaik, dimulai dari yang ada dan masalah yang dikira paling urgent; dan yang
terakhir untuk para murid, gunakanlah apa yang sekarang dengan sebaik mungkin sampai pada potensi
maksimalnya, juga jangan malu untuk meminta tolong dan mencari alternatif.

Penulis seraya menghimbau untuk seluruh warga sekolah sekolah SMAN 15 Bandung, agar senantiasa
menerima kritik dan masukan agar bisa terus mengembangkan diri. Penulis juga menghimbau agar pihak
sekolah dan guru bersikap realistis dalam proses pembelajaran berbasis smart school, agar bisa
diselarasikan dengan fasilitas, sarana dan prasarana yang ada. 

Anda mungkin juga menyukai