Anda di halaman 1dari 74

MATEMATIKA

DISKRIT

Oleh:

Dr. teguh herlambang, s.si., m.si.

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
TAHUN 2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ………………………………….…………………... i

BAB 1 LOGIKA MATEMATIKA…………………………………. 1

BAB 2 HIMPUNAN .........…………………………………. 16

BAB 3 MATRIKS .........…………………………………. 21

BAB 4 TEORI PELUANG .........…………………………………. 25

BAB 5 RELASI DAN FUNGSI.....…………………………………. 31

BAB 6 TEORI BILANGAN .........…………………………………. 54

BAB 7 TEORI GRAF DAN PENERAPANNYA…………………. 63

DAFTAR PUSTAKA .........…………………………………. 72


BAB 1
LOGIKA MATEMATIKA

1.1 PENDAHULUAN

Logika adalah dasar dan alat berpikir yang logis dalam bidang sains dan pelajaran-
pelajaran lainnya khususnya bidang matematika, sehingga dapat membantu dan memberikan
bekal tambahan untuk menyampaikan pelajaran di sekolah. Dalam Logika dipelajari metode-
metode dan prinsip-prinsip yang dapat dipakai untuk membedakan cara berpikir benar
(correct) atau tidak benar (incorrect), sehingga dapat membantu menyatakan ide-ide tepat dan
tidak mempunyai arti ganda. Jadi, dalam ilmu logika hanya mempelajari atau memperhatikan
kebenaran dan kesalahan dari penalaran, dan penarikan kesimpulan dari sebuah pernyataan
atau lebih.

1.2 PERNYATAAN
Pernyataan adalah suatu kalimat yang mempunyai nilai kebenaran benar saja atau
salah saja dan tidak kedua-duanya.
Istilah-istilah lain dari pernyataan adalah kalimat matematika tertutup, kalimat tertutup,
kalimat deklaratif, statement atau proposisi.

1.3 PERNYATAAN TUNGGAL DAN MAJEMUK


Suatu kalimat selain dibedakan atas pernyataan dan bukan pernyataan, kalimat juga
dibedakan pula atas pernyataan tunggal dan pernyataan majemuk. Pernyataan tunggal atau
pernyataan sederhana adalah pernyataan yang tidak memuat pernyataan lain atau sebagai
bagiannya, sedangkan pernyataan majemuk dapat merupakan kalimat baru yang diperoleh
dengan cara menggabungkan beberapa pernyataan tunggal.
Dua pernyataan tunggal atau lebih dapat digabungkan menjadi sebuah kalimat baru
yang merupakan pernyataan majemuk, sedangkan tiap pernyataan bagian dari pernyataan
majemuk disebut komponen-komponen pernyataan majemuk. Komponen-komponen dari
pernyataan majemuk itu tidak selamanya harus pernyataan tunggal, tetapi mungkin saja
pernyataan majemuk. Namun yang terpenting adalah bagaimana menggabungkan pernyataan-
pernyataan tunggal menjadi pernyataan majemuk.

1
Untuk menggabungkan pernyataan-pernyataan tunggal menjadi pernyataan majemuk
dapat dipakai kata gabung atau kata perangkai yang disebut operasi-
operasi logika matematika.

Contoh:
1. Jakarta adalah ibukota negara RI
2. Merah putih adalah bendera negara RI
3. 2 adalah bilangan prima yang genap
4. Jika suatu bilangan habis dibagi dua maka bilangan itu genap

Soal:
Buatlah contoh pernyataan tunggal dan majemuk, kemudian tentukan nilai kebenarannya!

1.4 OPERASI LOGIKA

Adapun operasi-operasi yang dapat membentuk pernyataan majemuk adalah


Operasi Logika Penghubung Lambang

Negasi/ Ingkaran Tidak, non ~ atau -


Konjungsi Dan 
Disjungsi Atau 
Implikasi Jika….maka…. 
Biimplikasi Jika dan hanya jika 

Contoh pernyataan majemuk:


1. Bunga mawar berwarna merah dan bunga melati berwarna putih
2. Adi dan eko adalah putra dari Pak Budi
3. Cuaca hari ini mendung atau cerah
2
4. Jika x = 0 maka x  x
5. Suatu segitiga dikatakan segitiga sama kaki jika dan hanya jika kedua sisinya sama

2
1.5 TABEL KEBENARAN

1. Operasi Negasi
Operasi negasi atau ingkaran adalah operasi yang dikenakan hanya pada sebuah
pernyataan. Operasi negasi dilambangkan “ ~ “
Jika p adalah pernyataan tunggal, maka ~p adalah pernyataan majemuk.
Negasi dari suatu pernyataan yang bernilai benar adalah salah dan negasi dari suatu
pernyataan yang bernilai salah adalah benar.

Definisi: Suatu pernyataan dan negasinya mempunyai nilai kebenaran yang berlawanan

Definisi diatas dapat ditulis dalam tabel kebenaran sbb:


p ~p
B S
S B

Contoh:
p : Jember terletak di Provinsi Jawa Timur
~ p : : Jember tidak terletak di Provinsi Jawa Timur

2. Operasi Konjungsi

Suatu pernyataan majemuk yang dibentuk dengan cara menggabungkan dua


pernyataan tunggal dengan memakai kata perangkai dan disebut konjungsi. Operasi konjungsi
dilambangkan dengan “  “
Definisi: Sebuah konjungsi bernilai benar jika komponen-komponennya bernilai
benar, dan bernilai salah jika salah satu dari komponennya bernilai salah
Definisi diatas dapat ditulis dalam tabel kebenaran sbb:
p q 𝑝∧𝑞
B B B
B S S
S B S
S S S

3
3. Operasi Disjungsi
Operasi disjungsi juga merupakan operasi binary yang dilambangkan dengan tanda
”  ”. Operasi ini menggabungkan dua pernyataan menjadi satu dengan kata
hubungan “atau”.
Jika p dan q dua pernyataan maka p  q bernilai benar jika p dan q keduanya
bernilai benar atau salah salah satu dari p atau q bernilai benar, sebaliknya p  q
bernilai salah jika keduanya bernilai salah.

Definisi: Sebuah disjungsi inklusif bernilai benar jika paling sedikit salah satu
komponennya bernilai benar, sedangkan disjungsi eksklusif bernilai benar
jika paling sedikit komponennya bernilai benar tetapi tidak kedua-duanya.

Definisi diatas dapat ditulis dalam tabel kebenaran sbb:

Disjungsi Inklusif:
p q 𝑝⋁𝑞
B B B
B S B
S B B
S S S

Disjungsi Eksklusif:
p q 𝑝⋁𝑞
B B S
B S B
S B B
S S S

4. Operasi Implikasi
Operasi implikasi (kondisional) adalah operasi penggabungan dua pernyataan yang
menggunakan kata hubung “ jika …. Maka ….” Yang dilambangkan “  “.
Implikasi dari pernyataan p dan q ditulis p  q dan dibaca “ jika p maka q”.
Pernyataan bersyarat p  q juga dapat dibaca “ p hanya jika q” atau “ p adalah
4
syarat cukup bagi q atau “ q adalah syarat perlu bagi p”.
Dalam pernyataan p  q
p disebut hipotesa / anteseden / sebab
q disebut koklusi / konequen / akibat

Jika p dan q dua buah pernyataan maka p  q salah jika p benar dan q
salah,dalam kemungkinan lainnya p  q benar.
Tabel nilai kebenaran operasi implikasi
p q 𝑝⇒𝑞
B B B
B S S
S B B
S S B

5. Operasi Bi-implikasi
Biimplikasi yaitu pernyataan majemuk yang menggunakan kata hubung “……jika
dan hanya jika …..” dinotasikan “  ” .
Biimplikasi dari pernyataan p dan q ditulis p  q dibaca p jika dan hanya jika q.
Pernyataan p  q dapat juga dibaca :
1) p ekuivalen q
2) p adalah syarat perlu dan cukup bagi q

Jika p dan q dua buah pernyatan maka p  q benar bila kedua pernyataan tersebut
mempunyai nilai kebenaran yang sama, sebaliknya p  q salah bila salah satu salah , atau
salah satu benar .
Definisi: Sebuah pernyataan biimplikasi bernilai benar jika komponen-koponennya
mempunyai nilai kebenaran sama, dan jika komponen-koponennya
mempunyai nilai kebenaran tidak sama maka biimplikasi bernilai salah.

5
Definisi diatas dapat ditulis dalam tabel kebenaran sebagai berikut:
p q 𝑝⇔𝑞
B B B
B S S
S B S
S S B

1.6 Mendeskripsikan Invers, Konvers Dan Kontraposisi


Dari suatu pernyataan bersyarat “ p  q ” yang diketahui dapat dibuat pernyataan lain
sebagai berikut :
1) q  p disebut pernyataan Konvers dari p  q
2) ~p  ~q disebut pernyataan Invers dari p  q
3) ~q  ~p disebut pernyataan Kontraposisi dari p  q
Untuk semua kemungkinan nilai kebenaran pernyataan-pernyataan komponen p dan q,
hubungan nilai kebenaran konvers, invers, dan kontraposisi dengan implikasi semula,
dapat ditunjukkan dengan memakai tabel kebenaran .
Tabel hubungan nilai kebenaran q  p, ~p  ~q , ~q  ~p dengan p  q
Implikasi Konvers Invers Kontraposisi
p q ~p ~q p q q p ~p  ~q ~q  ~p

B B S S B B B B
B S S B S B B S
S B B S B S S B
S S B B B B B B
1.7 Negasi Pernyataan Majemuk
Untuk menentukan negasi dari pernyataan majemuk dapat digunakan sifat-sifat negasi
pernyataan majemuk pada tabel berikut ini:
Operasi Lambang Negasi
Konjungsi pq ~ p ~ q

Disjungsi pq ~ p ~ q

Implikasi pq p ~ q

Biimplikasi pq p ~ q atau ~ p  q

6
1.8 Menerapkan Modus ponens, modus tollens dan prinsip silogisme Dalam Menarik
Kesimpulan
Dasar-dasar logika matematika yang telah kita pelajari pada subbab terdahulu akan
diterapkan lebih lanjut dalam proses penarikan kesimpulan . Suatu proses penarikan
kesimpulan terdiri atas beberapa pernyataanyang dikeahui (disebut premis), Kemudian
dengan memakai prinsip logika dapat diturunkan suatu pernyataan baru yang ditarik dari
premis-premis semula (disebut kesimpulan / konklusi). Penarikan seperti itu disebut
argumentasi. Kalau konjungsi dari premis-premis berimplikasi konklusi maka argumentasi itu
dikatakan berlaku atau sah.Sebaliknya, kalau konjungsi dari premis-premis tidak berimplikasi
konklusi maka argumentasi itu dikatakan tidak sah. Jadi suatu argumentasi dikatakan sah
kalau premis-premisnya benar maka konklusinya juga benar.
Dalam subbab ini kita akan mempelajari beberapa cara penarikan kesimpulan,
diantaranya adalah Modus Ponens, Modus Tollens, dan Silogisme.
1. Modus Ponens
Jika p  q benar dan p benar maka q benar.
Skema argumen dapat ditulis sebagai berikut :
pq . . . . . . premis 1

p . . . . . . premis 2
q . . . . . kesimpulan / konklusi
Dalam bentuk implikasi, argumentasi tersebut dapat dituliskan sebagai
 p  q  p  q . Argumentasi ini dikatakan sah kalau pernyataan implikasi
 p  q  p  q merupakan tautologi. Tautologi adalah sebuah pernyataan
majemuk yang selalu benar untuk semua kemungkinan nilai kebenaran dari
pernyataan-pernyataan komponennya.
Tabel nilai kebenaran dari  p  q  p  q
p q pq  p  q   p  p  q  p  p
B B B B B
B S S S B
S B B S B
S S B S B

Dari tabel pada kolom (5) tampak bahwa  p  q  p  q merupakan


7
tautologi,jadi argumen tersebut sah.

2. Modus Tollens
Jika p  q benar dan ~ q benar maka p benar
Skema argumen dapat ditulis sebagai berikut:
p  q . . . . . premis 1
~q . . . . . premis 2

~p . . . . . . kesimpulan / konlusi

Dalam bentuk implikasi, modus tollens dapat dituliskan sebagai  p  q ~ q ~ p


,sah atau tidaknya modus tollens dapat diuji dengan tabel kebenaran sebagai berikut !
Tabel nilai kebenaran  p  q ~ q ~ p
q ~p ~q pq  p  q  p  q ~ q
p
~q ~ p

B B S S B S B
B S S B S S B
S B B S B S B
S S B B B B B

Dari tabel pada kolom 7 tampak bahwa  p  q ~ q ~ p merupakan tautologi. Jadi
modus tollens merupakan argumentasi yang sah .

3. Silogisme
Dari premis-premis p  q dan q  r dapat ditarik konklusi p  r . Penarikan
kesimpulan seperti ini disebut kaidah silogisma . Skema argumnya dapat dinyatakan
sebagai berikut :
pq ..... premis 1
qr ..... premis 2
pr... kesimpulan / konklusi

8
Dalam bentuk implikasi, silogisme dapat dituliskan sebagai
 p  q  q  r    p  r  sah atau tidaknya silogisme dapat diuji dengan tabel
kebenaran sebagai berikut :
Tabel nilai kebenaran  p  q  q  r    p  r .
p q r pq q  r p  r  p  q  q  r   p  q  q  r    p  r 

B B B B B B B B
B B S B S S S B
B S B S B B S B
B S S S B S S B
S B B B B B B B
S B S B S B S B
S S B B B B B B
S S S B B B B B

Dari tabel pada kolom (8) tampak bahwa  p  q  q  r    p  r  merupakan


tautologi. Jadi silogisme merupakan argumentasi yang sah.

1.9 BENTUK-BENTUK PERNYATAAN


Bentuk-bentuk pernyataan dalam logika dibedakan dalam:
1. Kontradiksi
2. Tautologi
3. Kontingensi

Kontradiksi adalah suatu bentuk pernyataan yang hanya mempunyai contoh substitusi yang
salah, atau sebuah pernyataan majemuk yang salah dalam segala hal tanpa memandang nilai
kebenaran dari komponen-komponennya.
Tautologi adalah sebuah pernyataan majemuk yang benar dalam segala hal, tanpa
memandang nilai kebenaran dari komponen-komponennya.
Kontingensi adalah sebuah pernyataan majemuk yang bukan suatu tautologi maupun
kontradiksi.

Contoh:
9
Selidiki pernyataan di bawah ini apakah suatu tautologi, kontradiksi atau kontingensi!
( ~p  q ) v ( q  p )
p q ~𝑝 ~𝑝⋀𝑞 𝑞⇒𝑝 ~𝑝⋀𝑞 ⋁ 𝑞 ⇒ 𝑝
B B S S B B
B S S S B B
S B B B S B
S S B S B B

1.10 PENGERTIAN KUANTOR


Suatu Kuantor adalah suatu ucapan yang apabila dibubuhkan pada suatu kalimat
terbuka akan mengubah kalimat terbuka tersebut menjadi suatu kalimat tertutup atau
pernyataan.
Kuantor dibedakan atas:
1. Kuantor Universal/ Umum ( Universal Quantifier ), notasinya : “  ”
2. Kuantor Khusus ( Kuantor ( Eksistensial Quantifier ), notasinya : “  “

Contoh:
Jika p(x) kalimat terbuka: x + 3 > 5
Apabila pada kalimat terbuka di atas dibubuhi kuantor, maka:  x, x + 3 > 5 ( S )
atau  x, x + 3 > 5 ( B )

Jika x  bilangan bulat, maka tentukan nilai kebenaran dari pernyataan-pernyataan di bawah
ini!
1. (  x) (  y ) ( x + 2y = 7 )
2. (  x) (  y) (x + 2y = x)
3. (  x) (  y) ( x > y )
4. (  x) (  y) ( x.y = 1 )

Contoh pernyataan berkuantor:


1. Semua manusia fana
2. Semua mahasiswa mempunyai kartu mahasiswa
3. Ada bunga mawar yang berwarna merah

10
4. Tidak ada manusia yang tingginya 3 meter

Untuk memberikan notasi pada pernyataan berkuantor maka harus dibuat fungsi proposisinya
terlebih dahulu, misalnya untuk pernyataan “Semua manusia fana” maka kita buat fungsi
proposisi untuk manusia M(x) dan fana F(x), sehingga notasi dari semua manusia fana adalah
 x, M(x)  F(x)

1.11 NEGASI PERNYATAAN BERKUANTOR


Negasi pernyataan berkuantor adalah lawan/ kebalikan dari pernyataan berkuantor
tersebut.
Contoh:
Negasi dari pernyataan: “ Semua mahasiswa tidak mengerjakan tugas “ adalah
“ Ada mahasiswa yang mengerjakan tugas “

Jika diberikan notasi, maka pernyataan di atas menjadi:


 x, M(x)  T ( x) , negasinya  x, M(x)  T(x)

1.13 ATURAN PENGGANTIAN


1. De Morgan
a. ~ ( p  q )  ~ p V ~ q
b. ~ ( p V q )  ~ p  ~ q
2. Komutatif
a. ( p  q )  ( q  p )
b. ( p V q )  ( q V p )
3. Asosiatif
a. ( p V q ) V r  p V ( q V r )
b. ( p  q )  r  p  ( q  r )
4. Distributif
a. ( p V q )  r  ( p  r ) V ( q  r )
b. ( p  q ) V r  ( p V r )  ( q V r )
5. Dobel Negasi
~(~p)p

11
6. Implikasi
pq~pVq
7. Material Equivalen
a. p  q  ( p  q )  ( q  p )
b. p  q  ( p  q ) V ( ~ p  ~ q )
8. Eksportasi
p(qr)(pq)r
9. Transposisi
pq~q~p
10. Tautologi
a. ( p v p )  p
b. ( p  p )  p

12
LATIHAN SOAL 1A

p q r ~𝑝 ~𝑞 ~𝑟 𝑝⋀𝑞 𝑝⋀~𝑟 𝑝 ∨ ~𝑞 𝑞 ∨ ~𝑟 ~𝑝 ∨ 𝑟 ~𝑞⋀𝑟 𝑝⋀𝑞 ∨ ~𝑟 𝑝→𝑞


B B B
B B S
B S B
B S S
S B B
S B S
S S B
S S S

p q r ~𝑝 → 𝑟 ~𝑞 → ~𝑟 ~𝑟 → 𝑝 ~𝑝 → ~𝑞 𝑞 → ~𝑟 𝑝↔𝑞 𝑞 ↔ ~𝑟 ~𝑝 ↔ 𝑟
B B B
B B S
B S B
B S S
S B B
S B S
S S B
S S S

13
LATIHAN SOAL 1B E. ~ (p  q)
1. Pernyataan majemuk dalam bentuk “p
5. Jika pernyataan p bernilai benar dan q
dan q” disebut …
A. disjungsi bernilai salah, ma ka pernyataan di
B. negasi bawah ini yang bernilai salah adalah …
C. konjungsi
D. relasi (1) q  ~p
E. implikasi (2) ~p  ~q
(3) ~q  p
(4) ~p  ~q
2. Dari suatu implikasi (pernyataan
bersyarat) “p  q” , maka pernyataan- 6. Jika pernyataan p bernilai salah dan q
pernyataan berikut benar kecuali … bernilai benar, maka pernyataan di
A. q  p disebut pernyataan konversi dari bawah ini yang bernilai benar adalah …
pernyata-an p  q
B. ~p  q disebut pernyataan inversi dari (1) p  ~q
pernyataan p  q (2) pq
C. ~q  ~q disebut pernyataan kontra positif (3) pq
dari pernyataan p  q (4) pq
D. ~q  p disebut pernyataan kontra dari
pernyataan p  q 7. Diberikan 4 pernyataan p, q, r, dan s.
E. A , B , C benar
Jika tiga pernyataan berikut benar,
p  q
3. Jika pernyataan p bernilai salah dan
pernyataan q bernilai benar, maka q  r

pernyataan berikut yang bernilai r  s

SALAH adalah … dan s pernyataan yang salah, maka

A. pq diantara pernyataan berikut yang salah


B. pq adalah …
C. ~p  ~q
A. p
D. ~p  q
B. q
E. ~p  ~q C. r
D. pr
4. Jika hipotesa p benar dan konklusi q E. pr
salah maka … mempunyai nilai 8. Jika pernyataan p bernilai benar dan q
kebenaran salah. Titik-titik di atas dengan bernilai salah, maka pernyataan di
simbol bawah ini yang bernilai benar …
A. qp (1) ~pq
B. pq (2) ~p~q
C. pq (3) qp
D. pq (4) ~qp
14
B. (~p  q)  r
9. Nilai x yang menyebabkan pernyataan C. p  q  ~r
D. ~ p  ~q  r
“Jika x2 + x = 6 maka x2 + 3x < 9” E. (~p  ~q)  r
bernilai salah adalah ...
A. –3 13. Pernyataan (~p  q)  (p  ~q) ekivalen
B. –2 dengan per-nyataan …
C. 1
D. 2 A. p→q
E. 6 B. p→q
C. p→q
D. p→q
10. Jika p bernilai salah, q bernilai benar,
E. pq
sedangkan ~p dan ~q berturut-turut
ingkaran dari p dan q, maka diantara 14. Nilai kebenaran dari p  ~q ekuivalen
pernyataan berikut yang benar adalah : … (setara) dengan nilai kebenaran dari …
A. ~p  ~q benilai benar A. pq
B. ~q  ~p benilai benar B. ~p  ~q
C. q  p benilai benar C. q  ~p
D. p  q benilai salah D. p~q
E. ~p  q benilai salah E. ~ (p  q)

11. Jika ~p menyatakan ingkaran p dan ~q 15. ~ p  q mempunyai nilai kebenaran


menyatakan ingkaran q , maka kalimat p sama dengan ...
 q senilai dengan … (1) pq
(1) qp (2) pq
(2) ~q  ~p (3) ~qp
(3) ~p  ~q (4) ~q~p
(4) ~p  q

12. Ingkaran dari (p  q)  r adalah …


A. ~p  ~ q  r

15
BAB 2
HIMPUNAN

2.1 PRINSIP INKLUSI DAN EKSKLUSI


Misalkan A dan B sembarang himpunan. Penjumlahan A+B menghitung
banyaknya elemen A yang tidak terdapat dalam B dan banyaknya elemen B yang tidak
terdapat dalam A tepat satu kali, dan banyaknya elemen yang terdapat dalam A  B
sebanyak dua kali. Oleh karena itu, pengurangan banyaknya elemen yang terdapat dalam A 
B dari A+B membuat banyaknya anggota A  B dihitung tepat satu kali. Dengan
demikian,

A  B= A+B - A  B.

Generalisasi dari hal tersebut bagi gabungan dari sejumlah himpunan dinamakan prinsip
inklusi-eksklusi.

Contoh 2.1.
Dalam sebuah kelas terdapat 25 mahasiswa yang menyukai matematika diskrit, 13
mahasiswa menyukai aljabar linier dan 8 orang diantaranya menyukai matematika diskrit dan
aljabar linier. Berapa mahasiswa terdapat dalam kelas tersebut ?
Jawab :
Misalkan A himpunan mahasiswa yang menyukai matematika diskrit dan B himpunan
mahasiswa yang menyukai aljabar linier. Himpunan mahasiswa yang menyukai kedua mata
kuliah tersebut dapat dinyatakan sebagai himpunan A  B. Banyaknya mahasiswa yang
menyukai salah satu dari kedua mata kuliah tersebut atau keduanya dinyatakan dengan A 
B. Dengan demikian A  B = A+B - A  B
= 25 + 13 – 8
= 30.
Jadi, terdapat 30 orang mahasiswa dalam kelas tersebut.

16
Contoh 2.2.
Berapa banyak bilangan bulat positif yang tidak melampaui 1000 yang habis dibagi
oleh 7 atau 11 ?
Jawab :
Misalkan P himpunan bilangan bulat positif tidak melampaui 1000 yang habis dibagi 7
dan Q himpunan bilangan bulat positif tidak melampaui 1000 yang habis dibagi 11.
Dengan demikian P  Q adalah himpunan bilangan bulat positif tidak melampaui
1000 yang habis dibagi 7 atau habis dibagi 11, dan P  Q himpunan bilangan bulat
positif tidak melampaui 1000 yang habis dibagi 7 dan habis dibagi 11.

1000 
P =    142
 7 

1000 
Q =    90
 11 

 1000  1000 
P  Q =     12
 kpk (7,11)   77 

P  Q = P + Q -P  Q = 142 + 90 – 12 = 220.

Jadi, terdapat 220 bilangan bulat positif tidak melampaui 1000 yang habis dibagi 7
atau habis dibagi 11. Ilustrasi dari penghitungan tesebut dapat dilihat pada diagram di
bawah ini.

P Q
PQ


P = 142 P  Q = 12 Q= 90

17
LATIHAN SOAL 2A
1. Berapa banyak elemen yang terdapat dalam himpunan A1 A2 jika terdapat 12 elemen
dalam A1 dan 18 elemen dalam A2 , dan
a. A1  A2 = 
b. A1  A2 = 6
c. A1  A2 = 1
d. A1  A2
2. Pada sebuah sekolah tinggi terdapat 345 siswa yang mengambil mata kuliah kalkulus, 212
siswa mengambil kuliah matematika diskrit dan 188 siswa mengambil kedua mata kuliah
tersebut. Berapa siswa yang mengambil kalkulus saja atau matematika diskrit saja ?

Jika A, B dan C adalah sembarang himpunan, maka

A  B  C = A + B + C - A B - A C-B C + A B  C

Contoh 2.3.
Berapa banyak bilangan bulat positif yang tidak melampaui 1000 yang habis dibagi
oleh 5, 7 atau 11 ?
Jawab :
Misalkan P himpunan bilangan bulat positif tidak melampaui 1000 yang habis dibagi
5, Q himpunan bilangan bulat positif tidak melampaui 1000 yang habis dibagi 7, dan
R himpunan bilangan bulat positif tidak melampaui 1000 yang habis dibagi 11.
Dengan demikian P  Q  R adalah himpunan bilangan bulat positif tidak
melampaui 1000 yang habis dibagi 5 atau 7 atau 11, dan himpunan P  Q  R adalah
himpunan bilangan bulat positif tidak melampaui 1000 yang habis dibagi 5, 7 dan 11.
Himpunan P  Q adalah himpunan bilangan bulat positif tidak melampaui 1000 yang
habis dibagi 5 dan 7, P  R adalah himpunan bilangan bulat positif tidak melampaui
1000 yang habis dibagi 5 dan 11, dan Q  R adalah himpunan bilangan bulat positif
tidak melampaui 1000 yang habis dibagi 7 dan 11.

1000  1000  1000 


P =    200 ; Q =    142 ; R =    90
 5   7   11 

18
 1000  1000   1000  1000 
P  Q =     28 ; P  R =     18
 kpk (5,7)   35   kpk (5,11)   55 

 1000  1000 
Q  R =     12
 kpk (7,11)   77 

 1000  1000 
P  Q  R =   2
 kpk (5,7,11)   385 

P  Q  R = 200 + 142 + 90 – 28 – 18 – 12 + 2 = 376.

Jadi, terdapat 376 bilangan bulat positif tidak melampaui 1000 yang habis dibagi 5, 7
atau habis dibagi 11. Ilustrasi dari penghitungan tesebut dapat dilihat pada diagram di
bawah ini.

P = 200 P  Q  R = 2

P  R = 18 PR P  Q = 28
PQ
PQR
R Q
QR

R = 90 Q= 142 


Q  R = 12

19
LATIHAN SOAL 2B
1. Berapa banyak elemen yang terdapat dalam himpunan A1  A2  A3 jika terdapat 100
elemen dalam A1 , 1000 elemen dalam A2 dan 10000 elemen dalam A3 , dan jika
a. A1  A2 dan A2  A3
b. Terdapat dua elemen bersama pada setiap pasang himpunan dan satu elemen bersama
dari setiap pasangan tiga himpunan.
2. Tentukan banyaknya bilangan bulat positif tidak lebih dari 500 yang habis dibagi oleh 2,
5 dan 7.
3. Seorang mahasiswa harus menjawab 8 dari 10 soal ujian Matematika Diskrit. Berapa
banyak pilihan yang ia miliki jika paling sedikit ia harus menjawab 4 dari 5 soal pertama
?
Formulasi prinsip inklusi eksklusi untuk himpunan hingga A1 , A2 , A3 , ... , An ,
adalah sebagai berikut :

A1  A2  ...  An  =  Ai -  Ai  Aj +


1 i  n 1  i j  n

+  Ai  Aj  Ak - ..... +


1  i j  k  n

+ ( -1 )n+1 Ai  Aj  ...  An .

Contoh 2.4
Berdasarkan prinsip inklusi eksklusi, formula untuk menghitung banyaknya anggota
himpunan hasil gabungan empat himpunan hingga.
A1  A2  A3  A4 = A1+A2+A3+A4 - A1  A2 - A1  A3 +
-A1  A4- A2  A3- A2  A3- A3  A4 +
+ A1  A2  A3 + A1  A2  A4 +
+ A1  A3  A4 + A2  A3  A4 +
- A1  A2  A3  A4 .

20
BAB 3
MATRIKS
3.1 Transpose Matriks
a b a c
Jika A =   , maka transpose matriks A adalah AT =  
 c d  b d
3.2 Penjumlahan dan Pengurangan Matriks
Dua matriks dapat dijumlahkan bila kedua matriks tersebut berordo sama. Penjumlahan dilakukan
dengan menjumlahkan elemen–elemen yang seletak

a b  k l a b  k l  ak bl 
Jika A =   , dan B =   , maka A + B =   +  = 
c d  m n c d m n   c  m d  n 

3.3 Perkalian Matriks dengan Bilangan Real n


a b  a b   an bn 
Jika A =   , maka nA = n   =  
c d  c d   cn dn 

3.4 Perkalian Dua Buah Matriks


 Perkalian matriks A dan B dapat dilakukan bila jumlah kolom matriks A sama dengan jumlah
baris matriks B (Am×n × Bp×q, jika n = p) dan hasil perkaliannya adalah matriks berordo m × q.
 Hasil perkalian merupakan jumlah perkalian elemen–elemen baris A dengan kolom B.
a b  k l m
Jika A =   , dan B =   , maka
c d  n o p
a b  k l m  ak  bn al  bo am  bp 
A × B =   ×   =  
c d  n o p  ck  dn cl  do cm  dp 

3.5 Matriks Identitas (I)


1 0
 I =  
0 1
 Dalam perkalian dua matriks terdapat matriks identitas (I), sedemikian sehingga I×A = A×I = A

3.6 Determinan Matriks berordo 2×2


a b a b
Jika A =   , maka determinan dari matriks A dinyatakan Det(A) = = ad – bc
c d c d
Sifat–sifat determinan matriks bujursangkar
1. det (A ± B) = det(A) ± det(B)
2. det(AB) = det(A)  det(B)
3. det(AT) = det(A)

21
1
4. det (A–1) =
det( A)

3.7 Invers Matriks


 Dua matriks A dan B dikatakan saling invers bila A×B = B×A = I, dengan demikian A adalah
invers matriks B atau B adalah invers matriks A.
a b
Bila matriks A =   , maka invers A adalah:
c d

1 1  d  b
A 1  Adj (A)    , ad – bc ≠ 0
Det (A) ad  bc   c a 
 Sifat–sifat invers dan determinan matriks
1) (A×B)–1 = B–1 ×A–1
2) (B×A)–1 = A–1 ×B–1

3.8 Matriks Singular


matriks singular adalah matriks yang tidak mempunyai invers, karena nilai determinannya sama
dengan nol

3.9 Persamaan Matriks


Bentuk–bentuk persamaan matriks sebagai berikut:
1) A × X = B  X = A–1 × B
2) X × A = B  X = B × A–1

22
LATIHAN SOAL 3A

1. Nilai 𝑝 yang memenuhi persamaan matriks


2 1 −6 2𝑝 2 −1 0 1
2 + =
−1 3 4 −1 1 1 2 4
𝑥−5 5 4 −1 0 2
2. Jika = maka 𝑦 = ⋯
−5 4 2 𝑦−1 −16 5
5 −2 2 −1 1 0
3. Jika 𝑃 = ,𝑄 = 𝑑𝑎𝑛 𝑃 ∙ 𝑄 = maka 𝑥 − 𝑦 = ⋯
9 −4 𝑥 𝑥+𝑦 0 1
𝑎 𝑏 1 2 2 1 0 0
4. Nilai 𝑎 yang memenuhi − = adalah. . .
𝑐 𝑑 2 1 4 3 1 2

4 1 −1 𝑎 1 15
5. Jika ∙ = , 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑏 = ⋯
3 𝑎 2𝑎 + 𝑏 7 7 20
1 2 −6 −5 −1
6. Diketahui 𝐴 = 𝑑𝑎𝑛 𝐵 = , 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝐴𝐵 =...
3 4 5 4
𝑥
𝑥+𝑦 𝑥 1 −2
7. Diketahui 𝐵 = , C= dan A merupakan tranpos matriks B.
−1 𝑥−𝑦 −2𝑦 3
Jika 𝐴 = 𝐶, 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑥 − 2𝑥𝑦 + 𝑦 = ⋯

𝑥 1 3 2 1 0
8. Diketahui 𝐴 = ,𝐵 = dan 𝐶 = . Nilai 𝑥 + 𝑦 yang memenuhi
−1 𝑦 1 0 −1 −2
persamaan 𝐴𝐵 − 2𝐵 = 𝐶 adalah....
3 4 2 1
9. Matriks 𝑃 yang memenuhi ∙𝑃 = adalah. . .
1 2 4 3
𝑚 𝑛 1 2 24 23
10. Nilai 𝑎 yang memenuhi = maka nilai 𝑚 𝑑𝑎𝑛 𝑛 adalah...
2 3 4 3 14 13
4 𝑥−2 −6 8 3 1 0 3
11. Jika diketahui + =2 , 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑥 = ⋯
3 2 −11 −6 −2 4 −1 1
4 9 5𝑝 −5 −10 8
12. Diketahui 𝐴 = 𝑑𝑎𝑛 𝐵 = , 𝑑𝑎𝑛 𝐶 = , jika matriks
−3 −4𝑝 1 3 −4 6𝑝
𝐴 − 𝐵 = 𝐶 −1 , nilai 2𝑝 = ⋯
43 𝑎 𝑏 16 3
13. Diketahui hasil kali matriks = nilai 𝑎 + 𝑏 + 𝑐 + 𝑑
12 𝑐 𝑑 9 7
2 3 6 12
14. Diketahui 𝐴 = ,𝐵 = dan 𝐴2 = 𝑥𝐴 + 𝑦𝐵. Nilai 𝑥𝑦 =. ..
−1 −2 −4 −10
3 0 𝑥 −1 0 −1 𝑇
15. Diketahui 𝐴 = 𝑑𝑎𝑛 𝐵 = , 𝑑𝑎𝑛 𝐶 = , 𝐴 adalah transpose
2 5 𝑦 1 −15 5
dari A. Jika 𝐴𝑇 ∙ 𝐵 = 𝐶 . maka nilai 2𝑥 + 𝑦

23
 4a 8 4  12 8 4 
   
16. Diketahui matriks A =  6  1  3b  dan B =  6  1  3a 
 5 3c 9  5 b 9 
 
Jika A = B, maka a + b + c = …

 a 2 4 1   2 b 
17. Diketahui 3 matriks, A =   , dan B =   , C =  2

1 b  2 b  1  a b 
0 2
Jika A×Bt – C =   dengan Bt adalah transpose matriks B, maka nilai a dan b masing–
5 4 
masing adalah …

x  y x   1  12 x 
18. Diketahui matriks A =  , B =  , dan AT = B dengan AT menyatakan
 y x  y    2y
 3  

transpose dari A.
Nilai x + 2y adalah …
 3 2   3  1
19. Diketahui matriks A =   dan B =   . Jika AT = transpose matriks A dan AX = B +
0 5   17 0 
AT, maka determinan matriks X = …
1 2 3  2
20. Diketahui matriks A =   dan B =   . Jika At adalah transpose dari matriks A dan
3 5 1 4 
AX = B + At, maka determinan matriks X = …

24
BAB 4
TEORI PELUANG

4.1. PENDAHULUAN
Teori Peluang dikembangkan pada abad ke XVII oleh ahli matematika dari Perancis
yang bernama Pierre de Fermat dan Blaise Pascal. Awalnya teori peluang dimulai dari
permainan judi atau permainan yang bersifat untung-untungan. Dalam teori peluang banyak
dijumpai soal-soal yang berkaitan dengan uang logam, dadu, kartu bridge dan lain-lain.
Adapun tujuan mempelajari teori peluang agar siswa dapat menjelaskan konsep-konsep dasar
teori peluang supaya lebih mudah dipahami dan melatih kemampuan siswa dalam hal berolah
pikir.

4.2. PENGERTIAN RUANG SAMPEL DAN KEJADIAN


Ruang Sampel adalah seluruh kemungkinan yang terjadi dalam suatu percobaan
Ruang Sampel biasanya dilambangkan dengan huruf besar “ S “
Contoh:
1. Pada percobaan melempar sebuah dadu, maka ruang sampelnya ditulis:
S = { 1, 2, 3, 4, 5, 6 }
2. Pada percobaan melempar sebuah mata uang logam
S = { Angka, Gambar } atau S = { A, G }
S = { Muka , Belakang } atau S = { M, B }

Kejadian adalah bagian dari ruang sampel, biasanya untuk melambangkan suatu kejadian
digunakan huruf besar.
Contoh:
1. Pada percobaan melempar sebuah dadu.
a. Jika A adalah kejadian muncul mata dadu bilangan genap, maka:
A = { 2, 4, 6 }
b. Jika B adalah kejadian muncul mata dadu bilangan prima, maka:
B = { 2, 3, 5 }
c. Jika C adalah kejadian muncul mata dadu yang merupakan faktor dari 12, maka:
C = { 1, 2, 3, 4, 6 }
2. Pada percobaan melempar dua mata uang logam.
a. Jika P adalah kejadian kedua mata uang muncul Angka, maka:
P = { AA }

25
b. Jika Q adalah kejadian muncul 1 Angka dan 1 Gambar, maka:
Q = { AG, GA }
Latihan Soal 4A
1. Jika 3 buah uang logam dilempar, tentukan:
a. Ruang Sampel S
b. Kejadian R yaitu kejadian muncul semuanya gambar
c. Kejadian S yaitu kejadian muncul satu angka dan dua gambar
2. 2 buah dadu dilempar, yaitu dadu I dan dadu II, tentukan:
a. Ruang Sampel S
b. Kejadian A yaitu kejadian muncul jumlah kedua mata dadu sama dengan 7
c. Kejadian B yaitu kejadian muncul mata dadu I angka 2

4.3. PELUANG SUATU KEJADIAN


Menghitung Peluang dengan menggunakan Pendekatan Frekuensi Nisbi atau Frekuensi
Relatif
Contoh:
1. Jika sebuah uang logam dilempar sebanyak 15 kali, kemudian pada setiap lemparan
hasilnya dicatat dan diperoleh frekuensi muncul angka sebanyak 7 kali, maka frekuensi
7
relatif muncul angka =
15
2. Jika sebuah uang logam dilempar sebanyak 50 kali, kemudian pada setiap
lemparan hasilnya dicatat dan diperoleh frekuensi muncul gambar sebanyak 28
28
kali, maka frekuensi relatif muncul gambar =
50

Jadi, peluang suatu kejadian secara frekuensi relatif adalah perbandingan banyaknya kejadian
yang muncul dengan banyaknya percobaan yang dilakukan dalam waktu tertentu.

banyaknya. kejadian. yang. muncul


Peluang. kejadian.sec ara. frekuensi. relatif 
banyaknya. percobaan. yang. dilakukan

Latihan Soal 4B
1. Melempar sebuah uang logam sebanyak: 25 kali, 30 kali, 50 kali, dan 100 kali
Kemudian hitung peluang secara frekuensi relatif munculnya gambar!
2. Melempar sebuah dadu sebanyak 10 kali, kemudian hitung peluang secara frekuensi relatif
a. munculnya mata dadu bilangan prima
26
b. munculnya mata dadu 5
c. munculnya mata dadu 2
3. Seorang dokter menggunakan obat Y untuk penyakit Z dengan peluang 0,8. Tentukan
jumlah orang yang diharapkan sembuh jika ia menggunakan obat Y untuk penyakit Z pada
300 orang
4. Dua buah dadu dilantunkan secara bersama-sama. Tentukan peluang:
a. Jumlah mata dadu yang muncul 7
b. Dadu I muncul mata dadu 2 dan dadu II muncul mata dadu 3
c. Dadu I muncul mata dadu 2 atau dadu II muncul mata dadu 5

Menghitung Peluang dengan Definisi Aksioma Peluang, Setiap kejadian di ruang sampel
dikaitkan dengan bilangan antara 0 dan 1, bilangan ini disebut peluang.
a. Kejadian yang tak mungkin terjadi mempunyai peluang nol
b. Kejadian yang pasti terjadi mempunyai peluang satu
c. Peluang dari kejadian A bernilai antara 0 dan 1
d. Jika A dan B dua kejadian sehingga A  B = , maka
P(AB)=P(A)+P(B)
e. Jika A dan B dua kejadian sehingga A  B  , maka
P(AB)=P(A)+P(B)-P(AB)

4.4. KEJADIAN MAJEMUK


Sifat 1 : Misalkan A dan B dua kejadian pada ruang sampel dengan A  B = ,
maka : P ( A  B ) = P ( A ) + P ( B )
Sifat 2 : Misalkan A dan B dua kejadian pada ruang sampel dengan A  B  ,
maka : P ( A  B ) = P ( A ) + P ( B ) - P ( A  B )

4.5. PELUANG KOMPLEMEN SUATU KEJADIAN


Sifat : Misalkan A kejadian pada ruang sampel, maka P ( A’ ) = 1 - P ( A )
4.6. KEJADIAN BERSYARAT
Definisi: Dua kejadian A dan B pada ruang sampel dikatakan kejadian bersyarat
yaitu Kejadian B terjadi dengan syarat kejadian A terjadi lebih dahulu
P( A  B)
atau B/A, maka peluangnya adalah: P(B/A) = atau
P( A)
P(A  B) = P(A). P(B/A)

27
4.7. KEJADIAN SALING BEBAS
Definisi: Dua kejadian A dan B pada ruang sampel dikatakan saling bebas jika
P(A  B) = P(A) . P(B)

Latihan Soal 4C
1. Suatu pengiriman 10 pesawat TV 3 diantaranya dinyatakan cacat. Berapakah
peluang sebuah hotel membeli 4 pesawat TV tersebut dan 2 TV ternyata cacat?
2. Tiga buah buku diambil secara acak dari suatu rak yang berisi empat novel, tiga buku syair
dan sebuah kamus. Berapakah peluang
a. kamus terpilih?
b. dua novel dan sebuah buku syair yang terpilih?
3. Dua kartu diambil secara berturutan tanpa dikembalikan dari suatu kotak kartu bridge.
Berapakah peluang kartu yang terpilih lebih besar dari 2 tetapi lebih kecil dari 9?
4. Bila A dan B dua kejadian yang saling asing dengan P(A) = 0,4 dan P(B) = 0,5, hitunglah:
a. P(A  B)
b. P(A’)
c. P(A’  B)
5. Dalam sebuah kotak berisi 15 telur 5 telur diantaranya rusak. Untuk memisahkan telur baik
dan telur yang rusak dilakukan pengetesan satu persatu. Berapakah peluang diperoleh telur
rusak ke 3 pada pengetesan ke 5?

4.8 KOMBINATORIK
Dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai persoalan-persoalan sebagai berikut:
1. Dengan berapa cara dapat disusun n obyek menurut aturan tertentu?
2. Dengan berapa cara pengambilan sejumlah r obyek dari n obyek yang ada, bila
r < n?
3. Dengan berapa cara sesuatu kejadian kejadian dapat terjadi?
Persoalan-persoalan di atas dapat diselesaikan dengan menggunakan kombinatorik
Ada 2 (dua) prinsip pokok yang dipakai untuk menyelesaikan persoalan kombinatorik, yaitu
prinsip penjumlahan dan prinsip perkalian.

Contoh:
Untuk Prinsip Penjumlahan
 Suatu klub sepak bola mempunyai 40 anggota sedangkan klub bulutangkis mempunyai 20
anggota.
a. Jika tidak ada anggota sepak bola yang merangkap menjadi anggota bulutangkis, maka
jumlah anggota kedau klub adalah 40 + 20 = 60 anggota
Jika kedua himpunan tidak beririsan, maka jumlah anggota kedua klub
ditambahkan.

28
b. Jika ada 7 anggota yang merangkap menjadi anggota kedua klub, maka dibentuk 3
himpunan yang saling lepas atau tidak beririsan, yaitu:
(i) Himpunan I terdiri dari pemain sepak bola saja
(ii) Himpunan II terdiri dari pemain bulutangkis saja
(iii) Himpunan III terdiri dari pemain sepak bola dan bulutangkis
Ketiga himpunan ini saling lepas dengan masing-masing anggota 40-7, 20-7
dan 7, dengan demikian jumlah anggota dari kedua klub adalah 33+13+7= 53
Cara lain untuk memperoleh hasil di atas adalah dengan rumus

n(AB)=n(A)+n(B)-n(AB)

 Untuk Prinsip Perkalian


Ahmad pergi dari kota A ke kota C dan harus melalui kota B. Dari kota A ke kota B ada 3
jalan alternatif dan dari kota B ke kota C ada 2 jalan alternatif. Dengan berapa banyak cara
Ahmad bepergian dari kota A ke kota C?

A B C

Dengan demikian, menurut prinsip perkalian banyaknya cara bepergian dari kota
A ke kota C adalah 3 . 2 = 6 cara

Soal:
Diketahui empat angka 1, 2, 5, 8
a. Tentukan banyaknya bilangan yang terdiri dari dua angka diketahui.
b. Tuliskan semua bilangan tersebut
c. Berapa banyak bilangan yang bernilai ganjil

4.9 Permutasi
Definisi:
Susunan n unsur berbeda dengan memperhatikan urutannya disebut permutasi dari n
unsur tersebut.

n
Pn  n!

29
Definisi:
Misalkan n bilangan asli. n faktorial atau n! adalah 1.2.3. . . . . . n
dan 0! = 1
Sifat 1:
Banyaknya permutasi dari r unsur ( r  n ) yang diambil dari n unsur berbeda
n!
adalah : P 
n r (n  r )!

Sifat 2:
Banyaknya permutasi dari n unsur dimana terdapat k unsur yang masing-
n!
masing muncul q , q ,.........., q kali adalah: P 
1 2 k q1 ! q 2 !........ q k !

Sifat 3:
Banyaknya permutasi siklis dari n unsur adalah: ( n - 1 )!

1.2. Kombinasi
Kombinasi adalah permutasi yang tidak memperhatikan urutan obyek.
Sifat :
n!
Kombinasi r unsur ( r  n ) dari n unsur adalah: C 
n r r !(n  r )!
Soal:
1. Diketahui enam angka yaitu: 0, 1, 2, 3, 4 dan 5
a. Berapa banyak bilangan yang dapat dibentuk dari enam angka yang diketahui terdiri
dari tiga angka (digit), bila tiap angka hanya dapat digunakan sekali
b. Berapa banyak daripadanya yang merupakan bilangan genap
c. Berapa banyak yang lebih besar dari 330
2. Dengan berapa carakah enam pohon dapat ditanam membentuk lingkaran?

3. Dari kelompok yang yang terdiri atas lima pria dan tiga wanita, berapa banyak panitia yang
beranggotakan tiga orang dapat dibentuk:
a. tanpa pembatasan?
b. dengan dua pria dan seorang wanita?
c. dengan seorang wanita dan dua orang wanita bila seorang wanita tertentu harus ikut
dalam panitia?
7 10
4. Tentukan koefisien x dari (2x - 3)

30
BAB 5
RELASI DAN FUNGSI
5.1 Pengertian produk Cartesius, Relasi dan Fungsi
A. Pengertian Produk Cartesius
Jika A dan B adalah dua impunan yang tidak kosong, maka produk Cartesius himpunan A dan
himpunan B adalah himpunan semua pasangan terurut (x,y) dengan x  A dan y  B dan
ditulis AxB = {(x,y) | x A dan y  B}.
Contoh : Misal A : {a, b, c} dan B : {1, 2}, tentukan :A x B c. A x A
a. B x A d. B x B
Jawab :
a. A x B = {(a,1), (b,1), (c,1), (a,2), (b,2), (c,2)}
b. B x A = {(1,a), (1,b), (1,c), (2,a), (2,b), (2,c)}
c. A x A = {(a,a), (a,b), (a,c), (b,a), (b,b), (b,c), (c,a), (c,b), (c,c)}
d. B x B = {(1,1), (1,2), (2,1), (2,2)}

B. Relasi
Misal :
A x B adalah produk Cartesius himpunan A dan B, maka relasi atau hubungan R dari
A ke B adalah sembarang himpunan bagian dari produk Cartesius A x B.
Pada relasi R = {(x,y)| x  A dan x  B} dapat disebutkan bahwa :
a. Himpunan ordinat pertama dari pasangan terurut (x,y) disebut daerah asal
(domain).
b. Himpunan B, disebut daerah kawan (kodomain).
c. Himpunan bagian dari B yang bersifat Ry dengan y  B disebut daerah hasil
(range) relasi R.
Suatu relasi R = {(x,y) | x  A dan x  B} dapat ditulis dengan menggunakan :
a. Diagram panah
b. Grafik pada bidang Cartesius
Contoh :
Relasi dari himpunan A : {1,2,3,4} ke himpunan B : {0,1,2,3,4} ditentukan oleh f :
{(1,0), (2,1), (3,2), (4,3)} dapat dituliskan rumus fungsi f : {(x,y) | y = x-1, x  A, y 
B}.

31
Fungsi f disajikan dalam diagram panah sebagai berikut :

1 0 Domain : Df : {1,2,3,4}

2 1 Kodomain : Kf : {0,1,2,3,4}

3 2 Range : Rf : {0,1,2,3}

4 3
4
Relasi f

Fungsi f dapat digambarkan grafik pada bidang kartesius :


y

1 23 4 x

C. Fungsi atau Pemetaan


Relasi dari himpunan A ke himpunan B disebut fungsi atau pemetaan, jika dan hanya
jika tiap unsur dalam himpunan A berpasangan tepat hanya dengan sebuah unsur
dalam himpunan B.
f adalah suatu fungsi dari himpunan A ke himpunan B, maka fungsi f dilambangkan
dengan f : A  B
jika x A dan y  B, sehingga (x,y)  f, maka y
 
disebut peta atau bayangan dari x oleh fungsi f
 
dinyatakan dengan lambang y : f (x)
 
(ditunjukkan dalam gambar disamping)
 y = f(x)
A B

f : x  y = f (x)

y = f (x) : rumus untuk fungsi f


x disebut variabel bebas
y disebut variabel tak bebas
32
Contoh :
Diketahi f : A  B dan dinyatakan oleh rumus f (x) = 2x – 1.
Jika daerah asal A ditetapkan A : {x | 0  x  4. x  R}
a. Tentukan f (0), f (1), f (2), f (3) dan f (4).
b. Gambarkan grafik fungsi y : f (x) = 2x – 1 dalam bidang kartesius.
c. Tentukan daerah hasil dari fungsi f.
Jawab :
a. f (x) = 2x – 1, maka :
f (0) = -1
f (1) = 1
f (2) = 3
f (3) = 5
f (4) = 7
b. Grafik fungsi y : f (x) = 2x – 1

8 y = f (x) = 2x – 1

1 2 3 4 5
-1 Daerah
asal

c. Daerah hasil fungsi f  Rf = {y | -1  y  7, y  R}

Jika daerah asal dari suatu fungsi f tidak atau belum ditentukan, maka dapat diambil
daerah asalnya himpunan dari semua bilangan real yang mungkin, sehingga daerah

33
hasilnya merupakan bilangan real. Daerah asal yang ditentukan dengan cara seperti itu
disebut daerah asal alami (natural domain).
Contoh :
Tentukan daerah asal alami dari fungsi berikut :
4
1. f (x) =
x 1
Jawab :
4
f (x) = , supaya f (x) bernilai real maka x + 1  0 atau x  -1
x 1
Jadi Df : {x | x  R, dan x  -1}

2. g (x) = 4  x2
Jawab :

g (x) = 4  x 2 , supaya g (x) bernilai real maka :


4 – x2  0
x2 – 4  0
(x-2) (x+2)  0  -2  x  2
Jadi Dg = {x | -2  x  2, x  R}

5.2 Beberapa Fungsi Khusus:


A. Fungsi konstan
Fungsi konstan : semua anggota dalam himpunan A dihubungkan hanya dengan sebuah unsur
dalam himpunan B.
Ditulis dengan : f : x  k, k : konstanta
Disajikan dalam :

34
a. Diagram panah b. Grafik pada bidang kartesius
y
-1
0 y = f (x) = k
(0,k)
1 5
2
x
3

B. Fungsi identitas
Fungsi identitas : semua unsur dalam himpunan A dihubungkan dengan dirinya sendiri.
Ditulis dengan : f : x  I (x) = x
Disajikan dalam :
a. Diagram panah b. Grafik pada bidang kartesius

-2 -2 y I (x) = x

-1 -1
0 0
45
1 1 x
2 2
C. Fungsi genap dan fungsi ganjil
Fungsi f : x  f (x) disebut fungsi genap jika f (-x) = + f (x)
Fungsi f : x  f (x) disebut fungsi ganjil jika f (-x) = - f (x)
Jika ada fungsi yang tidak memenuhi kedua pernyataan di atas disebut fungsi tidak
genap dan tidak ganjil.
Contoh :
1. Tentukan fungsi genap atau fungsi ganjil di antara fungsi berikut :
a. f (x) = x2 + 1
b. f (x) = x3
c. f (x) = x3 – 1
Jawab :
a. f (x) = x2 + 1
f (-x) = (-x)2 + 1 = x2 + 1 = + f (x)
Jadi f (x) = x2 + 1 adalah fungsi genap
b. f (x) = x3
f (-x) = (-x)3 = -x3 = - f (x)
Jadi f (x) = x3 adalah fungsi ganjil
35
c. f (x) = x3 – 1
f (-x) = (-x)3 – 1 = -x3 – 1
f (-x)  + f (x) dan f (-x)  -f (x)
Jadi f (x) = x3 – 1 bukan fungsi genap dan bukan fungsi ganjil.
Contoh penyajian dalam grafik bidang kartesius
Fungsi genap Fungsi ganjil
y y = f(x) = x2+1 y y = f(x) = x3

(0,1) 0
x -1 1 x

Grafik fungsi genap selalu simetri Grafik fungsi ganjil selalu simetri
Atau setangkup terhadap sumbu y atau setangkup terhadap titik asal 0

a. Fungsi Linier
Fungsi linier ditentukan dengan rumus f (x) = mx + n, m dan n adalah konstanta, m 
0.
Disajikan dalam grafik bidang kartesius :
Grafiknya berupa garis lurus yang memotong
y = f(x) = mx + n n
dengan sumbu x di x =  dan
m
memotong sumbu y di y = n.
Nilai m adalah koefisien arah atau gradien dan
(o,n)
m = tg .
)

36
b. Fungsi Kuadrat
Fungsi kuadrat ditentukan dengan rumus f (x) = ax2 + bx + c.
a, b, c = konstanta dan a  0.
Grafik fungsi kuadrat disebut parabola.

c. Fungsi Modulus (fungsi mutlak)


Fungsi modulus disajikan dalam f : x  |x| didefinisikan sebagai :
+ x, jika x > 0
|x| = 0, jika x = 0
- x, jika x < 0
Grafik fungsi f (x) = |x| ditunjukkan dalam gambar :
y y = |x|

-3 -2 -1 1 2 3 x

Contoh :
Diketahui fungsi f : x  |x-1| dengan x  R
a. Ditentukan f (-3), f (-2), f (-1), f (0), f (1), f (2), f (3)
b. Tentukan p, jika f (p) = 10
c. Tentukan q, jika f (q) = 4
d. Gambarkan grafik fungsi f dalam bidang kartesius
Jawab :
a. f (x) = |x-1|
f (-3) = |-3-1| = |-4| = 4 f (0) = |0-1| = |-1| = 1
f (-2) = |-2-1| = |-3| = 3 f (1) = |1-1| = |0| = 0
f (-1) = |-1-1| = |-2| = 2 f (2) = |2-1| = |1| = 1
f (3) = |3-1| = |2| = 2
b. f (p) = |p-1| = 10
p –1 = 10 atau p – 1 = -10

37
p = 11 atau p = -9
c. f (q) = |q-1| = 4
q –1 = 4 atau p – 1 = -4
p=5 atau p = -3
d. Gambar grafik
y

-3 -2 -1 1 2 3 x

d. Fungsi Tangga atau Fungsi Nilai Bulat Terbesar


Fungsi nilai bulat terbesar disajikan dengan f : x  [[x]], yaitu suatu nilai bulat
terbesar yang kurang dari atau sama dengan x.
Grafik fungsi y : f (x) = [[x]], x  R diperlihatkan dalam gambar sebagai berikut :
Contoh :
-2  x < -1  [[x]] = -2
-1  x < 0  [[x]] = -1
0  x < 1  [[x]] = 0
1  x < 2  [[x]] = 1
2  x < 3  [[x]] = 2
y

-2 -1 1 2 3

38
Karena grafiknya menyerupai tangga, maka f (x) = [[x]] sering disebut fungsi tangga.

F. Fungsi Surjektif
Suatu fungsi f : A  B disebut fungsi surjektif atau fungsi onto atau fungsi kepada jika
dan hanya jika daerah hasil fungsi f sama dengan himpunan B atau Rf = B.
Contoh dalam diagram panah
A : {1,2,3,4} , B : {a,b,c}
1 a Fungsi f : A  B dinyatakan dalam pasangan terurut : f =
2 b {(1,a), (2,c), (3,b), (4,c)}.
3 c Tampak bahwa daerah hasil fungsi f adalah Rf : {a,b,c}
4
dan Rf = B maka fungsi f adalah fungsi surjektif atau
A f B fungsi onto atau fungsi kepada.
Fungsi f : A  B disebut fungsi into atau fungsi ke dalam jika dan hanya jika daerah hasil
fungsi f merupakan himpunan bagian murni dari himpunan B atau Rf  B.
Contoh :
A : {1,2,3,4} , B : {a,b,c}
1 a
fs f : A  B dinyatakan dalam pasangan terurut f :
2 b
{(1,a), (2,b), (3,a), (4,b)}.
3 c
Tampak bahwa daerah hasil fs f : Rf : {a,b} dan Rf  B,
4
maka fungsi f adalah fungsi into atau fungsi ke dalam.
A f B
G. Fungsi Injektif
Fungsi f : a  B disebut fungsi injektif (fungsi satu-satu) jika dan hanya jika untuk tiap a 1,
a2  A dan a1  a2 berlaku f (a1)  f (a2).
Contoh :
1 a A : {1,2,3} , B : {a,b,c}
2 b f : A  B dinyatakan dalam pasangan terurut f : {(1,a),
3 c (2,b), (3,c)}.
Tampak bahwa tiap anggota A yang berbeda mempunyai
peta yang berbeda di B
A B
Fungsi f adalah fungsi injektif atau satu-satu.
Fungsi f

39
H. Fungsi Bijektif
Fungsi f : A  B disebut fungsi bijektif jika dan hanya jika fungsi f sekaligus merupakan
fungsi surjektif dan fungsi injektif.
Contoh :
A : {1,2,3} , B : {a,b,c}
1 a
fs f : A  B, dinyatakan dalam pasangan terurut f :
2 b
{(1,a), (2,c), (3,b)}.
3 c
Tampak bahwa fungsi f adalah fungsi surjektif sekaligus
fungsi injektif.
fungsi f adalah fungsi bijektif atau korespondensi satu-
A B
satu.
Fungsi f

5.3 Operasi Aljabar


Jenis operasi aljabar sering dijumpai dalam himpunan bilangan real, seperti penjumlahan,
pengurangan, perkalian, pembagian dan perpangkatan. Operasi aljabar pada bilangan real
dapat diterapkan pada aljabar fungsi, yaitu jika diketahui fungsi f (x) dan g (x), dan n bilangan
rasional. Operasi aljabar pada fungsi ditetapkan sebagai berikut :
1. Jumlah fungsi f (x) dan g (x) ditulis (f + g) (x) = f (x) + g (x)
2. Selisih fungsi f (x) dan g (x) ditulis (f – g) (x) = f (x) – g (x)
3. Perkalian fungsi f (x) dan g (x) ditulis (f x g) (x) = f (x) x g (x)
f  f x 
4. Pembagian fungsi f (x) dan g (x) ditulis   (x) =
g g x 
5. Perpangkatan fungsi f (x) dengan bilangan n ditulis fn (x) = {f (x)}n

Contoh :
Diketahui fungsi-fungsi f dan g ditentukan dengan rumus f (x) = 2x – 10 dan g (x) =
2x  1
Tentukan nilai fungsi-fungsi berikut, kemudian tentukan domain alaminya.
f 
a. (f + g) (x) d.   (x)
g
b. (f – g) (x) e. f3 (x)
c. (f x g) (x)

40
Jawab :
Domain alami fungsi f adalah Df : {x | x  R}
Domain alami fungsi g adalah Dg : {x | x  ½ , x  R}
a. Jumlah fungsi f (x) dan g (x) adalah
(f + g) (x) = f (x) + g (x) = 2x – 10 + 2x  1
Domain alami fungsi (f + g) (x) adalah Df + g = {x | x  ½ , x  R}
b. Selisih fungsi f (x) dan g (x) adalah
(f – g) (x) = f (x) – g (x) = 2x – 10 - 2x  1
Domain alami fs (f – g) (x) = Df – g = {x | x  ½ , x  R}
c. Perkalian fungsi f (x) dan g (x) adalah
(f x g) (x) = f (x) x g (x) = (2x – 10) ( 2x  1 ) = 2x 2x  1 - 10 2x  1
Domain alami fs (f x g) (x) = Df x g = {x | x  ½ , x  R}
d. Pembagian fungsi f (x) dengan g (x) adalah
f  f x  2x  10
  (x) = =
g g x  2x  1
f 
Karena bagian penyebut tidak boleh nol, maka domain alami fungsi   (x) adalah D f =
g g

{x | x > ½ , x  R}
e. Perpangkatan fungsi f (x)
f3 (x) = {f (x)}3 = (2x – 10)3 = 8x3 – 160x2 + 800x – 1000

Dari contoh di atas, terlihat bahwa jika D f adalah domain alami fungsi f, dan Dg adalah
f
domain alami fungsi g maka domain alami dari fungsi-fungsi f + g, f – g, f x g, adalah
g
irisan dari Df dan Dg ditulis Df  Dg.

LATIHAN SOAL 1
1. Fungsi f dan g ditentukan oleh rumus
1
f (x) = x2 + 1 dan g (x) =
2x  1
Tentukan :
a. (f + g) (x) dan (f + g) (2)

41
b. (f – g) (x) dan (f – g) (-2)
c. (f x g) (x) dan (f x g) (1)
f  f 
d.   (x) dan   (-1)
g g
e. f2 (x) dan f2 (3)
f. g2 (x) dan g2 (-2)

2. Fungsi f dan fungsi g ditentukan oleh rumus


1
f (x) = dan g (x) = x2 – 2
x 1
Tentukan fungsi-fungsi berikut, kemudian tentukan domain alaminya.
f 
a. (f + g) (x) d.   (x)
g
g
b. (f – g) (x) e.   (x)
f 
c. (f x g) (x) f. g2 (x)

5.4. Fungsi Komposisi


1. Pengertian fungsi komposisi
Dari dua buah fungsi f (x) dan g (x) dapat dibentuk fungsi baru dengan menggunakan
operasi komposisi. Operasi komposisi dilambangkan dengan o (dibaca : komposisi atau
bundaran).
Fungsi baru yang dapat dibentuk dengan operasi komposisi itu adalah :
a. (f o g) (x) dibaca : f komposisi gx atau fgx
b. (g o f) (x) dibaca : g komposisi fx atau gfx

1) Misal fungsi
g : A  B ditentukan dengan y = g (x)
f : B  C ditentukan dengan y = f (x)
Fungsi komposisi f dan g ditentukan dengan :
h (x) = (f o g) (x) = f (g(x))
2) Misal fungsi
f : A  B ditentukan dengan y = f (x)

42
g : B  C ditentukan dengan y = g (x)
Fungsi komposisi g dan f ditentukan dengan :
h (x) = (g o f) (x) = g (f (x))

Contoh :
Misal fungsi f : R  R dan g : R  R ditentukan dengan rumus f (x) = 3x – 1 dan g
(x) = 2x.
Tentukan : a. (f o g) (x) b. (g o f) (x)
Jawab :
a. (f o g) (x) = f (g (x))
= f (2x)
= 3 (2x) – 1 = 6x – 1
b. (g o f) (x) = g (f (x))
= g (3x – 1)
= 2 (3x – 1) = 6x – 2
2. Syarat Komposisi Fungsi
Contoh 1
Misal fungsi f dan g dinyatakan dalam pasangan terurut :
f : {(-1,4), (1,6), (2,3), (8,5)}
g : {(3,8), (4,1), (5,-1), (6,2)}
Tentukan :
a. f o g d. (f o g) (2)
b. g o f e. (g o f) (1)
c. (f o g) (4) f. (g o f) (4)
Jawab :
Pasangan terurut dari fungsi f dan g digambarkan dalam diagram panah (pemetaan).
a. (f o g) = {(3,5), (4,6), (5,4), (6,3)}
g f

3 8 5
4 1 6
5 -1 4
6 2 3
(f o g)

43
b. (g o f) = {(-1,1), (1,2), (2,8), (8,-1)}
f g

-1  4 1
1 6 2
2 3 8
8 5 -1

(g o f)
c. (f o g) (4) = 6
d. (f o g) (2) tidak didefinisikan
e. (g o f) (1) = 2
f. (g o f) (4) tidak didefinisikan

Contoh 2
Misal fungsi f dan g dinyatakan dalam bentuk pasangan terurut
f : {(0,1), (2,4), (3,-1), (4,5)}
g : {(2,0), (1,2), (5,3), (6,7)}
Tentukan : a) f o g b) g o f
Jawab : g f

2 0 1
1 2 4
5 3 -1
Dg 6 Rg 7 4
Df 5
Rf

(f o g)
f g

0 1 2
2 4 3
3 -1 6 7
4 5  2 Dg  0 Rg
Df Rf

(g o f)
Dari contoh 1 dan 2 dapat disimpulkan syarat fungsi komposisi (f o g) adalah :

44
 Hasil irisan antara daerah hasil fungsi g dengan daerah asal fungsi f bukan himpunan
kosong.
Rg  Df  
 Daerah asal fungsi komposisi (f o g) adalah himpunan bagian dari daerah asal fungsi
g.
D(f o g)  Dg
 Daerah hasil fungsi komposisi (f o g) adalah himpunan bagian dari daerah hasil fungsi
f.
R(f o g)  Rf

Contoh :
Diketahui fungsi f : R  R dan g : R  R ditentukan dengan rumus :
f (x) = 2x + 1 dan g (x) = x
Tentukan :
a. (f o g) (x)
b. (g o f) (x)
c. Daerah asal (f o g) (x) dan daerah hasil (f o g) (x)
d. Daerah asal (g o f) (x) dan daerah hasil (g o f) (x)
Jawab :
f (x) = 2x + 1
Daerah asal Df : {x | x  R} daerah hasil Rf : {y | y  R}

g (x) = x
Daerah asal Dg : {x | x  0, x  R}, daerah hasil Rg : {y | y  0, y  R}

a. (f o g) (x) = f (g (x)) = f ( x ) = 2 x + 1

b. ( g o f) (x) = g (f (x)) = g (2x + 1) = 2x  1


c. Daerah asal (f o g) (x) = D(f o g) = {x | x  0, x  R}
Daerah hasil (f o g) (x) = R(f o g) = {y | y  1, y  R}
Tampak bahwa D(f o g) = Dg dan R(f o g)  Rf
d. Daerah asal (g o f) (x) = D(g o f) = {x | x  ½ , x  R}
Daerah hasil (g o f) (x) = R(g o f) = {y | y  o, y  R}
Tampak bahwa D(g of)  Df dan R(g o f) = Rg

45
LATIHAN SOAL 2:
1. Fungsi f dan g berikut adalah pemetaan dari R ke R. Tentukan rumus untuk fungsi
komposisi (f o g) (x) dan (g o f) (x).
a. f (x) = 4x – 2 dan g (x) = x2
b. f (x) = 5x + 2 dan g (x) = 4 – 2x
c. f (x) = x2 + x dan g (x) = x – 1
d. f (x) = x3 + x dan g (x) = 2x2
2. Fungsi f dan g dinyatakan dalam bentuk pasangan terurut sebagai berikut
f : {(2,-2), (4,-3), (5,0), (7,-1)}
g : {(-3,2), (-2,4), (-1,5), (0,7)}
Nyatakan fungsi-fungsi komposisi berikut dalam pasangan terurut
a. f o g d. f o g (6)
b. g o f e. g o f (-3)
c. f o g (5) f. g o f (0)
3. Fungsi f : R  R dan g : R  R ditentukan dengan rumus :
2
f (x) = x2 + 3 dan g (x) =
x2
a. Tentukan daerah asal fungsi f dan fungsi g
b. Tentukan rumus (f o g) (x) dan (g o f) (x)
c. Tentukan daerah asal dan daerah hasil fungsi (f o g) (x)
d. Tentukan daerah asal dan daerah hasil fungsi (g o f) (x)
4. Diketahui fungsi f : R  R ditentukan dengan rumus
f (x) = 2x2 – 1 , jika x  1
5x , jika x > 1
a. Hitung f (-2), f (-1), f (0), f (1) dan f (2)
b. Hitunglah (f o f) (-2), (f o f) (-1) dan (f o f) (2)

5. Fungsi f dan g adalah fungsi dari R ke R ditentukan dengan rumus


2
f (x) = x  1 dan f (x) =
2x  3
Tentukan :
a. (f o g) (x)
b. (g o f) (x)
c. (f o g) (3)
46
3. Sifat-sifat Komposisi Fungsi
Sifat-sifat operasi komposisi pada fungsi-fungsi dapat disimpulkan dengan menggunakan
beberapa contoh di bawah ini.
Contoh 1 Fungsi f : R  R ditentukan oleh rumus f (x) = 3x – 5 dan g (x) = 2x2 – 1
Tentukan :(f o g) (x) dan (g o f) (x) dari hasil di atas apakah (f o g) (x) = (g o f) (x) ?

Contoh 2 Fungsi f : R  R dan g : R  R, h : R  R ditentukan dengan rumus : f (x) = x + 1


, g (x) = 3x dan h (x) = x2
Tentukan : ((f o g) o h) (x) dan (f o (g o h)) (x)
Dari hasil di atas apakah (f o g) o h (x) = f o ( g o h) (x) ?

Contoh 3 Fungsi f : R  R dan I : R  R ditentukan dengan rumus f (x) = x2 – 2x + 1 dan I


(x) = x Tentukan : (f o I) (x) dan (I o f) (x) dan apakah (f o I) (x) = (I o f) (x) ?

LATIHAN SOAL 3
1. Misal fungsi f, g dan h dinyatakan dalam bentuk pasangan terurut sebagai berikut :
f : {(-6,4), (3,3), (2,5), (8,1)}
g : {(-4,-6), (2,3), (3,2), (7,8)}
h : {(0,-4), (1,2), (2,3), (3,7)}
Tentukan fungsi-fungsi komposisi berikut dalam bentuk pasangan terurut :
a. (g o h) c. (f o (g o h))
b. (f o g) d. ((f o g) o h)

2. Diketahui fungsi f, g dan h adalah pemetaan dari R ke R ditentukan dengan rumus f (x) =
x 1
, g (x) = dan h (x) = 3x – 1.
x 1 x
Tentukan : a. (f o (g o h)) (x)
b. ((f o g) o h) (x)

3. Tentukan rumus untuk fungsi g (x), jika diketahui :


a. f (x) = 4x + 1 dan (f o g) (x) = x2 – x – 1
b. f (x) = x2 – x + 4 dan (f o g) (x) = 3 – 2x

47
4. Tentukan rumus untuk fungsi f (x), jika diketahui
a. g (x) = 2x + 1 dan (f o g) (x) = x2 + x
b. g (x) = x + 3 dan (f o g) (x) = 2x – 4

5. Diketahui g (x) = 2 – x dan h (x) = x + 4 dan (f o (g o h)) (x) = x2 + 10x – 2, tentukan


rumus untuk fungsi f (x).

5.5 Fungsi Invers


A. Pengertian Invers Fungsi
Jika fungsi f : A  B dinyatakan dalam pasangan terurut f : {(a,b) | a  A dan b  B}
maka invers dari fungsi f adalah f-1 : B  A ditentukan oleh : f-1 : {(b,a) | b  B dan a 
A}. Invers suatu fungsi tidak selalu merupakan fungsi. Jika invers suatu fungsi merupakan
fungsi maka invers fungsi itu disebut fungsi invers.
Contoh :
1. Misal A : {-2, -1, 0, 1} , B : {1, 3, 4}.
Fungsi f : A  B ditentukan oleh f : {(-2,1), (-1,1), (0,3), (1,4)}.
Carilah invers fungsi f, dan selidiki apakah invers fungsi f merupakan fungsi.
Jawab :
Invers fungsi f adalah f-1 = B  A ditentukan oleh :
f-1 : {(1,-2), (1,-1), (3,0), (4,1)}.
Fungsi f dan f-1 disajikan dalam gambar diagram panah
f f-1
-2 1 1 -2
-1 3 3 -1
0 4 4 0
1 1
A B B A
Terlihat bahwa f-1 adalah relasi biasa (bukan fungsi).

48
2. Misal A : {1,2,3} B : {2,4,6,8}. Fungsi g : A  B ditentukan oleh
g : {(1,2), (2,4), (3,6)}.
Tentukan invers fungsi g, dan selidiki apakah invers fungsi g merupakan fungsi ?
3. Misal A : {a,b,c,d} dan B : {1,2,3,4}, fungsi h : A  B ditentukan oleh
h : {(a,2), (b,1), (c,3), (d,4)}.
Carilah invers fungsi h dan seilidiki apakah invers fungsi h merupakan fungsi ?

B. Menentukan fungsi invers


Beberapa langkah untuk menentukan rumus fungsi invers f-1(x) jika f (x) diketahui adalah
sebagai berikut :
1. Ubah persamaan y = f (x) dalam bentuk f sebagai fungsi y.
2. Bentuk x sebagai fungsi y pada langkah 1 dinamai dengan f-1(y).
3. Ganti y pada f-1(y) dengan x untuk memperoleh f-1(x). Maka f-1(x) adalah rumus
fungsi invers fungsi f (x).
Contoh :
1. Fungsi berikut adalah pemetaan dari R ke R. tentukan rumus inversnya
a. f (x) = 2x + 2
b. f (x) = 3x – 6
Jawab :
a. f (x) = 2x + 2
y2
y = f (x) = 2x + 2  x =
2
y2
x = f-1(y) =
2
x2
f-1(x) =
2
b. f (x) = 3x – 6
y6
y = f (x) = 3x – 6  x =
3
y6
x = f-1(y) =
3
x6
f-1(x) =
3

49
x
2. Fungsi f ditentukan dengan rumus f (x) =
1 x
a. Tentukan rumus untuk f-1(x)
x
y = f (x) =  y (1 + x ) = x
1 x
y + yx = x
yx – x = -y
(y – 1) x = - y
y
x=
y 1
y
x = f-1(y) =
y 1
x
f-1(x) =
x 1
b. Df : {x | x  -1 , x  R}
c. Df-1 : {x | x  1, x  R}
LATIHAN SOAL 4
1. Tentukan rumus fungsi invers f -1(x), fungsi berikut :
a. f (x) = 3x – 1
b. f (x) = - ½ x + 5
c. f (x) = 1/5 (x – 3)
d. f (x) = 3 (x – 2)
2. Tentukan rumus fungsi invers f-1(x) dan daerah asal alami fungsi f (x) dan fungsi f -1(x)
pada fungsi berikut.
1
a. f (x) =
x5
2x  2
b. f (x) =
x 3
3
c. f (x) =
4  2x
3. Tentukan rumus fungsi invers f-1(x) dan daerah asal fungsi f (x) agar fungsi f (x)
mempunyai invers dan tentukan rumus fungsi inversnya, pada fungsi berikut :
a. f (x) = (x – 1)2
b. f (x) = x2 – 4x + 2

50
c. f (x) = x2 – 3x + 1

Pilih jawaban yang paling benar !


1. Jika f(x) = x – 3 , maka f(x2) – 2 f(x) + {f(x)} 2 = ……
a. x2 – 6x + 9
b. x2 – 8x
c. 2x2 – 8x + 12
d. 2x2 – 4x + 12
e. 2x2 – 4x + 9

2. Jika f(x) = x2 – 2x – 17 , maka f(5) – 3f(2) = ….


a. -36
b. -10
c. 25
d. 49
e. 52
3. Jika f(x + 2) = x2 + 2x , maka f(x) = …..
a. 2x + x2
b. 2x - x2
c. –x2 + 2x
d. –x2– 2x
e. x2 – 2x

4. Diketahui f(x) = log x , g(x) = 3x – 2 dan h(x) = sin x , maka f o g o h (x) = ..


a. log sin 3x -2
b. log sin (3x -2)

c. 3x  2 log sin x

d. sinx log 3x  2

e. sinx log(3x  2)
7
5. Jika f :R R , g, R R ,f(x) = dan g(x) = x2 maka f o g (3 ½) = …
x
a. 2

51
b. 1
c. 0
d. -1
e. -2

6. Jika g(x) = 3x + 1 dan g(f(x)) = 5x2 + x – 3 ,maka f(x) = …..


a. 1/3 (x2 – x - 4)
b. 1/3 (x2 – x + 4)
c. 1/3 ( x2 – x – 2)
d. 1/3 (5x2 + x + 4)
e. 1/3 (5x2+ x – 4)

7. Jika f(x) = (2x + 1) 2 dan g(x) = 8x2 + 8x + 5 , maka g(x) = ….


a. x +3
b. x – 3
c. 2x + 3
d. 2x – 3
e. 2x + ½

8. Fungsi berikut yang tidak memiliki fungsi invers adalah ….


a. y = x +1
b. y = x3
c. y = log x
d. y = x2 + 1000
e. y = 1 – 100 x

9. Jika diketahuI f(x) = sin x dan g(x) = x2 – 4x – 6 dan g o f (x) = 1 , maka nilai sin 2x
adalah ……
a. -2
b. – ½
c. 0
d. 1
e. 2

52
10. Invers dari y  2 logx adalah …..
a. y = x2
b. y = 2x
c. y = log x
d. y = 2x
e. y = 2 x + 1

LATIHAN SOAL

1. Diketahui f (3x  1)  6 x  4 , maka f (x)  ....

2. Diketahui f (2 x  1)  4 x 2  2 x  5 maka f (2)  ....

3. Daerah hasil (range) dari fungsi f : R  R dimana f ( x)  x 2  2 x  8 adalah ....


4. Jika f ( x)  5 x  2 dan g ( x)  2 x  1 maka ( f  g )(2)  ....
x2
5. Jika f ( x)  dan g ( x)  3x  1 maka ( g  f )(2)  ....
2x  3
6. Jika f ( x)  x  2 dan g ( x)  3x 2  4 x  1 maka ( g  f )( x)  ....
x5 1
7. Jika f ( x)  maka f (3)  ....
2x  1
1
8. Jika f ( x)  7 x  2 maka f ( x  1)  ....

9. Jika f ( x)  2 x  3 dan ( g  f )( x)  6 x  10 maka g 1 ( x)  ...


1
10. Jika f ( g )( x)  10 x 2  8 x  3 dan g ( x)  2 x  4 maka f ( x)  ....

53
BAB 6
TEORI BILANGAN

Teori bilangan (number theory) adalah teori yang mendasar dalam memahami algoritma
kriptografi. Bilangan yang dimaksudkan adalah bilangan bulat (integer)

6.1 Bilangan Bulat


 Bilangan bulat adalah bilangan yang tidak mempunyai pecahan desimal, misalnya 8,
21, 8765, -34, 0
 Berlawanan dengan bilangan bulat adalah bilangan riil yang mempunyai titik desimal,
seperti 8.0, 34.25, 0.02.

Sifat Pembagian pada Bilangan Bulat


 Misalkan a dan b adalah dua buah bilangan bulat dengan syarat a  0. Kita
menyatakan bahwa a habis membagi b (a divides b) jika terdapat bilangan bulat c
sedemikian sehingga b = ac.
 Notasi: a | b jika b = ac, c  Z dan a  0. (Z = himpunan bilangan bulat)
 Kadang-kadang pernyataan “a habis membagi b“ ditulis juga “b kelipatan a”.
 Contoh 1: 4 | 12 karena 12  4 = 3 (bilangan bulat) atau 12 = 4  3. Tetapi 4 | 13
karena 13  4 = 3.25 (bukan bilangan bulat).

Teorema 1 (Teorema Euclidean). Misalkan m dan n adalah dua buah bilangan bulat
dengan syarat n > 0. Jika m dibagi dengan n maka terdapat dua buah bilangan bulat
unik q (quotient) dan r (remainder), sedemikian sehingga
m = nq + r (1)
dengan 0  r < n.

Contoh 2.
(i) 1987 dibagi dengan 97 memberikan hasil bagi 20 dan sisa 47:

1987 = 97  20 + 47

54
(ii) –22 dibagi dengan 3 memberikan hasil bagi –8 dan sisa 2:

–22 = 3(–8) + 2

tetapi –22 = 3(–7) – 1 salah karena r = –1 tidak memenuhi syarat 0  r < n.

Pembagi Bersama Terbesar (PBB)

 Misalkan a dan b adalah dua buah bilangan bulat tidak nol. Pembagi bersama terbesar
(PBB – greatest common divisor atau gcd) dari a dan b adalah bilangan bulat
terbesar d sedemikian sehingga d | a dan d | b. Dalam hal ini kita nyatakan bahwa
PBB(a, b) = d.

 Contoh 3. Faktor pembagi 45: 1, 3, 5, 9, 15, 45;


Faktor pembagi 36: 1, 2, 3, 4, 9, 12, 18, 36;
Faktor pembagi bersama dari 45 dan 36 adalah 1, 3, 9
PBB(45, 36) = 9.

Algoritma Euclidean
 Algoritma Euclidean adalah algoritma untuk mencari PBB dari dua buah bilangan
bulat.
 Euclid, penemu algoritma Euclidean, adalah seorang matematikawan Yunani yang
menuliskan algoritmanya tersebut dalam bukunya yang terkenal, Element.
 Diberikan dua buah bilangan bulat tak-negatif m dan n (m  n). Algoritma Euclidean
berikut mencari pembagi bersama terbesar dari m dan n.

Algoritma Euclidean
1. Jika n = 0 maka
m adalah PBB(m, n);
stop.
tetapi jika n  0,
lanjutkan ke langkah 2.

55
2. Bagilah m dengan n dan misalkan r adalah sisanya.
3. Ganti nilai m dengan nilai n dan nilai n dengan nilai r, lalu ulang kembali ke langkah 1.

Contoh 4. m = 80, n = 12 dan dipenuhi syarat m  n

80  6 12  8

12  1  8  4

8  24  0
Sisa pembagian terakhir sebelum 0 adalah 4, maka PBB(80, 12) = 4.

Relatif Prima
 Dua buah bilangan bulat a dan b dikatakan relatif prima jika PBB(a, b) = 1.

 Contoh 5. 20 dan 3 relatif prima sebab PBB(20, 3) = 1. Begitu juga 7 dan 11 relatif
prima karena PBB(7, 11) = 1. Tetapi 20 dan 5 tidak relatif prima sebab PBB(20, 5) = 5
 1.
 Jika a dan b relatif prima, maka terdapat bilangan bulat m dan n sedemikian sehingga
ma + nb = 1 (2)
 Contoh 6. Bilangan 20 dan 3 adalah relatif prima karena PBB(20, 3) =1, atau dapat
ditulis
2 . 20 + (–13) . 3 = 1
dengan m = 2 dan n = –13. Tetapi 20 dan 5 tidak relatif prima karena PBB(20, 5) = 5 
1 sehingga 20 dan 5 tidak dapat dinyatakan dalam m . 20 + n . 5 = 1.

56
Aritmetika Modulo
 Misalkan a adalah bilangan bulat dan m adalah bilangan bulat > 0. Operasi a mod m
(dibaca “a modulo m”) memberikan sisa jika a dibagi dengan m.
 Notasi: a mod m = r sedemikian sehingga a = mq + r, dengan 0  r < m.
 Bilangan m disebut modulus atau modulo, dan hasil aritmetika modulo m terletak di
dalam himpunan {0, 1, 2, …, m – 1} (mengapa?).
Contoh 7. Beberapa hasil operasi dengan operator modulo:
(i) 23 mod 5 = 3 (23 = 5  4 + 3)
(ii) 27 mod 3 = 0 (27 = 3  9 + 0)
(iii) 6 mod 8 = 6 (6 = 8  0 + 6)
(iv) 0 mod 12 = 0 (0 = 12  0 + 0)
(v) – 41 mod 9 = 4 (–41 = 9 (–5) + 4)
(vi) – 39 mod 13 = 0 (–39 = 13(–3) + 0)

Penjelasan untuk (v): Karena a negatif, bagi |a| dengan m mendapatkan sisa r’. Maka a mod
m = m – r’ bila r’  0. Jadi |– 41| mod 9 = 5, sehingga –41 mod 9 = 9 – 5 = 4.
Kongruen
 Misalnya 38 mod 5 = 3 dan 13 mod 5 = 3, maka kita katakan 38  13 (mod 5) (baca:
38 kongruen dengan 13 dalam modulo 5).
 Misalkan a dan b adalah bilangan bulat dan m adalah bilangan > 0, maka a  b (mod
m) jika m habis membagi a – b.
 Jika a tidak kongruen dengan b dalam modulus m, maka ditulis a / b (mod m) .

Contoh 8.
17  2 (mod 3) ( 3 habis membagi 17 – 2 = 15)
–7  15 (mod 11) (11 habis membagi –7 – 15 = –22)
12 / 2 (mod 7) (7 tidak habis membagi 12 – 2 = 10 )
–7 / 15 (mod 3) (3 tidak habis membagi –7 – 15 = –22)

 Kekongruenan a  b (mod m) dapat pula dituliskan dalam hubungan

a = b + km (3)

yang dalam hal ini k adalah bilangan bulat.


57
Contoh 9.
17  2 (mod 3)dapat ditulis sebagai 17 = 2 + 5  3
–7  15 (mod 11) dapat ditulis sebagai –7 = 15 + (–2)11
 Berdasarkan definisi aritmetika modulo, kita dapat menuliskan a mod m = r sebagai

a  r (mod m)

Contoh 10.
Beberapa hasil operasi dengan operator modulo berikut:
(i) 23 mod 5 = 3 dapat ditulis sebagai 23  3 (mod 5)
(ii) 27 mod 3 = 0 dapat ditulis sebagai 27  0 (mod 3)
(iii) 6 mod 8 = 6 dapat ditulis sebagai 6  6 (mod 8)
(iv) 0 mod 12 = 0 dapat ditulis sebagai 0  0 (mod 12)
(v) – 41 mod 9 = 4 dapat ditulis sebagai –41  4 (mod 9)
(vi) – 39 mod 13 = 0 dapat ditulis sebagai – 39  0 (mod 13)

Teorema 2. Misalkan m adalah bilangan bulat positif.


1. Jika a  b (mod m) dan c adalah sembarang bilangan bulat maka
(i) (a + c)  (b + c) (mod m)
(ii) ac  bc (mod m)
(iii) ap  bp (mod m) untuk suatu bilangan bulat tak negatif p.

2. Jika a  b (mod m) dan c  d (mod m), maka


(i) (a + c)  (b + d) (mod m)
(ii) ac  bd (mod m)

Bukti (hanya untuk 1(ii) dan 2(i) saja):


1(ii) a  b (mod m) berarti:
 a = b + km
 a – b = km
 (a – b)c = ckm
 ac = bc + Km
58
 ac  bc (mod m)
2(i) a  b (mod m)  a = b + k1m
c  d (mod m)  c = d + k2m +
 (a + c) = (b + d) + (k1 + k2)m
 (a + c) = (b + d) + km ( k = k1 + k2)
 (a + c) = (b + d) (mod m)
Contoh 11.
Misalkan 17  2 (mod 3) dan 10  4 (mod 3), maka menurut Teorema 2,
17 + 5 = 2 + 5 (mod 3)  22 = 7 (mod 3)
17 . 5 = 5  2 (mod 3)  85 = 10 (mod 3)
17 + 10 = 2 + 4 (mod 3)  27 = 6 (mod 3)
17 . 10 = 2  4 (mod 3)  170 = 8 (mod 3)

 Perhatikanlah bahwa Teorema 2 tidak memasukkan operasi pembagian pada


aritmetika modulo karena jika kedua ruas dibagi dengan bilangan bulat, maka
kekongruenan tidak selalu dipenuhi. Misalnya:
(i) 10  4 (mod 3) dapat dibagi dengan 2 karena 10/2 = 5 dan 4/2 = 2, dan 5  2
(mod 3)
(ii) 14  8 (mod 6) tidak dapat dibagi dengan 2, karena 14/2 = 7 dan 8/2 = 4, tetapi
7 / 4 (mod 6).

Balikan Modulo (modulo invers)


 Jika a dan m relatif prima dan m > 1, maka kita dapat menemukan balikan (invers)

dari a modulo m. Balikan dari a modulo m adalah bilangan bulat a sedemikian


sehingga

a a  1 (mod m)
Bukti: Dari definisi relatif prima diketahui bahwa PBB(a, m) = 1, dan menurut
persamaan (2) terdapat bilangan bulat p dan q sedemikian sehingga
pa + qm = 1
yang mengimplikasikan bahwa
pa + qm  1 (mod m)
Karena qm  0 (mod m), maka
59
pa  1 (mod m)

Kekongruenan yang terakhir ini berarti bahwa p adalah balikan dari a modulo m.

 Pembuktian di atas juga menceritakan bahwa untuk mencari balikan dari a modulo m,
kita harus membuat kombinasi lanjar dari a dan m sama dengan 1. Koefisien a dari
kombinasi lanjar tersebut merupakan balikan dari a modulo m.

Contoh 12.
Tentukan balikan dari 4 (mod 9), 17 (mod 7), dan 18 (mod 10).

Penyelesaian:
(a) Karena PBB(4, 9) = 1, maka balikan dari 4 (mod 9) ada. Dari algoritma Euclidean
diperoleh bahwa
9=24+1
Susun persamaan di atas menjadi
–2  4 + 1  9 = 1
Dari persamaan terakhir ini kita peroleh –2 adalah balikan dari 4 modulo 9. Periksalah
bahwa
–2  4  1 (mod 9) (9 habis membagi –2  4 – 1 = –9)

(b) Karena PBB(17, 7) = 1, maka balikan dari 17 (mod 7) ada. Dari algoritma Euclidean
diperoleh rangkaian pembagian berikut:
17 = 2  7 + 3 (i)
7 = 2  3 + 1 (ii)
3 = 3  1 + 0 (iii) (yang berarti: PBB(17, 7) = 1) )
Susun (ii) menjadi:
1=7–23 (iv)
Susun (i) menjadi
3 = 17 – 2  7 (v)
Sulihkan (v) ke dalam (iv):
1 = 7 – 2  (17 – 2  7) = 1  7 – 2  17 + 4  7 = 5  7 – 2  17

60
atau

–2  17 + 5  7 = 1
Dari persamaan terakhir ini kita peroleh –2 adalah balikan dari 17 modulo 7.

–2  17  1 (mod 7) (7 habis membagi –2  17 – 1 = –35)


(c) Karena PBB(18, 10) = 2  1, maka balikan dari 18 (mod 10) tidak ada.

Kekongruenan Lanjar

 Kekongruenan lanjar adalah kongruen yang berbentuk


ax  b (mod m)
dengan m adalah bilangan bulat positif, a dan b sembarang bilangan bulat, dan x
adalah peubah bilangan bulat.

 Nilai-nilai x dicari sebagai berikut:

ax = b + km

yang dapat disusun menjadi

b  km
x
a

dengan k adalah sembarang bilangan bulat. Cobakan untuk k = 0, 1, 2, … dan k = –1, –


2, … yang menghasilkan x sebagai bilangan bulat.

Contoh 13.
Tentukan solusi: 4x  3 (mod 9) dan 2x  3 (mod 4)

Penyelesaian:
(i) 4x  3 (mod 9)

3 k 9
x
4

61
k = 0  x = (3 + 0  9)/4 = 3/4 (bukan solusi)
k = 1  x = (3 + 1  9)/4 = 3
k = 2  x = (3 + 2  9)/4 = 21/4 (bukan solusi)
k = 3, k = 4 tidak menghasilkan solusi
k = 5  x = (3 + 5  9)/4 = 12

k = –1  x = (3 – 1  9)/4 = –6/4 (bukan solusi)
k = –2  x = (3 – 2  9)/4 = –15/4 (bukan solusi)
k = –3  x = (3 – 3  9)/4 = –6

k = –6  x = (3 – 6  9)/4 = –15

Nilai-nilai x yang memenuhi: 3, 12, … dan –6, –15, …

(ii) 2x  3 (mod 4)

3 k 4
x
2
Karena 4k genap dan 3 ganjil maka penjumlahannya menghasilkan ganjil, sehingga hasil
penjumlahan tersebut jika dibagi dengan 2 tidak menghasilkan bilangan bulat. Dengan
kata lain, tidak ada nilai-nilai x yang memenuhi 2x  3 (mod 5).

62
BAB 7
TEORI GRAF DAN PENERAPANNYA

Pengenalan Teori Graf

Teori graf adalah cabang ilmu yang mempelajari sifat-sifat graf, yang pertama

kali diperkenalkan pada tahun 1736. Baru pada sekitar tahun 1920 teori graf berkembang

pesat terutama di bidang ilmu komputer, kimia, bahasa, ekonomi, dan riset operasi.

Gambar 2.1 Jembatan utama di Königsberg


(Sumber: Rinardi Munir, 2005, p.355)

Menurut catatan sejarah, masalah jembatan Königsberg adalah masalah yang

pertama kali menggunakan graf (tahun 1739). Di kota Königsberg (sebelah timur negara

bagian Prussia, Jerman), sekarang bernama kota Kaliningrad, terdapat sungai Pregal yang

mengalir mengitari Pulau Kneiphof lalu bercabang menjadi dua buah anak sungai yang

diperlihatkan oleh gambar 2.1. Permasalahannya ialah menemukan pejalanan atau rute dari

suatu kota melalui ketujuh buah jembatan masing-masing tepat satu kali, kemudian

kembali lagi ke tempat awal. Pulau tersebut tidak dapat dicapai oleh rute apapun selain

melalui jembatan-jembatan tersebut.

Tahun 1736, Leonhard Euler adalah orang pertama yang berhasil menemukan

63
jawaban masalah tersebut dengan pembuktian yang sederhana (melalui karya tulisannya

Seven Bridges of Königsberg). Daratan (titik-titik yang dihubungkan oleh jembatan)

dinyatakan sebagai titik disebut verteks dan jembatan dinyatakan sebagai edge. Dari analisa

Euler pada jembatan Königsberg menghasilkan sebuah model graf, seperti yang

diperlihatkan pada gambar 2.2. Analisis Euler mengenai permasalahan jembatan di

Königsberg tidak menghasilkan solusi. Karena orang tidak mungkin melalui ketujuh

jembatan masing-masing tepat satu kali dan kembali lagi ke tempat awal keberangkatan

jika derajat (banyaknya garis yang bersisian dengan titik) setiap verteks tidak seluruhnya

genap. Penemuan Euler adalah kunci yang menandai perkembangan topologi, di mana

perbedaan antara layout sebenarnya dan graf scematic adalah contoh yang bagus untuk

gagasan bahwa topologi tidak dibatasi dengan bentuk kaku dari objek-objek tertentu.

A
D

Gambar 2.2 Graf yang merepresentasikan jembatan Königsberg


(Sumber: Rinardi Munir, 2005, p.355)

64
2.1.2 Definisi Graf

Graf adalah kumpulan verteks atau node yang dihubungkan satu

sama lain melalui sisi/rusuk/busur/edge, yang digunakan untuk

merepresentasikan objek-objek diskrit dan hubungan antara objek-objek

tersebut. Graf G didefinisikan sebagai pasangan himpunan (V,E), ditulis

dengan notasi G(V,E), yang dalam hal ini.

i. V adalah himpunan tidak kosong dari simpul-simpul (titik/verteks/node).

ii. E adalah himpunan sisi (rusuk/edge) yang menghubungkan sepasang


simpul.

Verteks-verteks pada graf dapat merupakan obyek sembarang seperti

kota, atom- atom suatu zat, nama anak, jenis buah, komponen alat elektronik

dan sebagainya. Edge dapat menunjukkan hubungan sembarang seperti

rute penerbangan, jalan raya, sambungan telepon, ikatan kimia, dan lain-

lain. Jika terdapat sebuah rusuk e yang menghubungkan verteks v dan w, ditulis

edge (v, w).

2.1.3 Jenis Graf

Graf dapat dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan arahnya, yaitu sebagai


berikut.

1. Graf tidak berarah (undirected graph)

Graf yang sisinya tidak mempunyai orientasi arah. Edge (v, w) =

edge (w, v) adalah sisi yang sama, di tampilkan pada gambar 2.3

di mana V = {A, B, C, D} dan e = {e1, e2, e3, e4}.

65
A
e1
D
node e4

e2 edge
B
e3 C
Gambar 2.3 Graf tidak berarah

2. Graf berarah (directed graph)

Graf yang setiap sisinya diberikan orientasi arah, Edge (v, w) ≠

edge (w, v), yang di tampilkan pada gambar 2.4 di mana V = {A, B,

C, D} dan e = {e1, e2,

e3, e4, e5, e6, e7}.

A D
e
1

e
3
e2 e4 e6

e
5

B C
e7

Gambar 2.4
Graf berarah
(Sumber: Seymour Lipschutz,
1985, p.119)

Sebuah struktur graf bisa dikembangkan dengan memberi bobot atau

nilai pada tiap edge di mana merupakan suatu nilai yang dapat berupa

biaya atau jarak, graf semacam ini disebut graf berbobot (weighted graph).

66
Dalam pengajaran teori graf [Seymour Lipschutz, 1985, p.85], terdapat graf

khusus beberapa diantaranya adalah sebagai berikut.

67
a) Complete graph ialah graf di mana setiap verteks berhubungan

dengan semua verteks yang lain (semua verteks saling

berhubungan). Biasanya direpresentasikan dengan simbol Kn,

dimana K adalah complete graph dan n jumlah verteks. Sebuah

complete graph dengan n verteks akan mempunyai rusuk sebanyak n(n-

1)/2.

Gambar 2.5 Contoh model complete


graph (K5) (Sumber: Seymour
Lipschutz, 1985, p.85)

b) Bipartite graph adalah graf dimana satu verteksnya dibagi kedalam

dua subset verteks m dan n, sedemikian sehingga tidak ada rusuk yang

menyebabkan verteks-verteks dalam subset yang sama. Biasanya

direpresentasikan dengan simbol Km,n , di mana K adalah bipartite

graph, dan m adalah jumlah sunset verteks m, dan n adalah jumlah

subset n.

Gambar 2.6 Contoh model bipartite


graph (K3,3) (Sumber: Seymour
Lipschutz, 1985, p.86)

68
c) Complete bipartite graph adalah bipartite graph di mana setiap verteks dari m

harus memiliki rusuk yang berhubungan ke semua verteks dari n. Biasanya

direpresentasikan dengan simbol Km,n , sama seperti bipartite graph.

Gambar 2.7 Contoh model bipartite graph (K2,3)


(Sumber: Seymour Lipschutz, 1985, p.86)

d) Regular graph adalah graf dimana setiap verteksnya memiliki derajat yang

sama.

Gambar 2.8 Contoh model regular graph berderajat 2


(Sumber: Seymour Lipschutz, 1985, p.85)

e) Tree adalah graf yang tidak memiliki cycle. Jika jumlah verteks pada tree adalah

n, maka jumlah rusuk pada tree adalah n-1.

Gambar 2.9 Contoh model tree graph


(Sumber: Seymour Lipschutz, 1985, p.86)

69
2.1.4 Teori Lintasan dan Siklus

Misalkan vo dan vn adalah verteks-verteks dalam sebuah graf [Richard

Johnsonbaugh, 2002, p.12]. Sebuah lintasan dari vo ke vn dengan panjang n

adalah sebuah barisan berselang-seling dari (n+1) verteks dan n edge yang

berawal dengan verteks vo dan berakhir dengan verteks vn,

(v0, e1, v1, e2, v2, …, vn-1, en, vn)

Dengan rusuk ei insiden pada verteks vi-1 dan vi ( i= 1, 2, …, n).

Sebuah siklus adalah sebuah litasan yang mempunyai panjang lintasan

tidak nol dari kota pertama sampai kota terakhir yang merupakan kota pertama,

di mana tidak terdapat rusuk yang dilalui lebih dari sekali.

Sebuah siklus sederhana adalah siklus dari kota pertama sampai kota

terakhir yang merupakan kota terakhir juga pada suatu graf, yang kecuali kota

pertama dan kota terakhir yang sama, tidak terdapat verteks yang berulang

Untuk mengamati perbedan anatara lintasan, siklus, siklus sederhana,


dengan

contoh graf pada gambar 2.10 dapat dilihat yang akan disajikan dalam bentuk
tabel.

3
2

1
4

7
5

Gambar 2.10 Graf tidak berarah


(Sumber: Richard Johnsonbaugh, 2002, p.12)

70
Tabel 2.1 Perbedaan Lintasan, Siklus, dan Siklus Sederhana
(Sumber: Richard Johnsonbaugh, 2002, p.16)

Lintasan Lintasan Sederhaa Siklus Siklus Sederhana


( 5, 6, 2, 5) Tidak Ya Ya
( 2, 6, 5, 2, 4, 3, 2) Tidak Ya Tidak
( 6, 5, 2, 4) Ya Tidak Tidak
( 6, 5, 2, 4, 3, 2, 1) Tidak Tidak Tidak

71
DAFTAR PUSTAKA

Bogart, K and Stein C, Discrete Math in Computer Science, 2001


Kreyzig, E., Advanced Engineering Mathematics, 8 th edition, John Wiley & Son,
Singapore, 2004.
Rinaldi Munir, Matematika Diskrit, Penerbit Informatika, Bandung, 2012
Seymour Lipschutz, Theory and Problems of Linear Algebra. Singapore :Mc-Graw-
Hill Inc.

72

Anda mungkin juga menyukai