ari Al-Hasan bin Ali, cucu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan orang
kesayangan beliau, yang berkata bahwa aku hapal dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,
َدع ما يُر ْيبُك إلى ما ال يريبُك.
"Tinggalkan apa saja yang meragukanmu menuju apa saja yang tidak meragukanmu".
(Diriwayatkan An-Nasai dan At-Tirmidzi. At-Tirmidzi berkata, "Hadits ini hasan shahih" ).
1
Hadits bab di atas diriwayatkan Imam Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Hibban di Shahih-
nya, dan Al-Hakim dari Buraid bin Abu Maryam dari Abu Al-Haura' dari Al-Hasan bin Ali.
Hadits tersebut dishahihkan At-Tirmidzi. Tentang Abu Al-Haura' As-Sa'di, para ulama berkata,
"Nama aslinya Rabi'ah bin Syaiban". Ia dianggap sebagai perawi tepercaya oleh An-Nasai dan
Ibnu Hibban. 2) Imam Ahmad tidak berpendapat nama Abu Al-Haura' adalah Rabi'ah bin Syaiban,
malah ia cenderung memisahkan di antara keduanya. Al-Jauzajani berkata, "Abu Al-Haura' tidak
diketahui". 3)
Hadits di atas merupakan penggalan dari hadits panjang tentang qunut di shalat witir. Di
riwayat versi At-Tirmidzi dan lain-lain terdapat tambahan, yaitu,
8
Diriwayatkan Al-Bukhari hadits nomer 137 dan Muslim hadits nomer 361 dari Abdullah bin Zaid bin Ashim Al-Mazini
Al-Anshari yang berkata, "Dilaporkan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa seseorang
dibayangkan seperti merasakan sesuatu di shalatnya kemudian beliau bersabda, ‘Ia jangan keluar hingga
mendengar suara (kentut) atau mencium baunya'.
Hadits tersebut juga diriwayatkan Muslim hadits nomer (362) dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu dengan redaksi,
"Jika salah seorang dari kalian merasakan sesuatu di perutnya kemudian tidak jelas baginya; apakah ada sesuatu
yang keluar darinya atau tidak?, ia tidak boleh keluar dari masjid hingga ia mendengar suara (kentut) atau
mencium baunya".
'Keduanya (Hasan dan Husain) adalah seperti parfumku dari dunia'". 9 )
Seseorang bertanya kepada Bisyr bin Al-Harits tentang suami yang disuruh ibunya mencerai
istrinya kemudian Bisyr bin Al-Harits menjawab, "Jika suami tersebut telah berbuat baik kepada
ibunya dalam segala hal dan tidak ada lagi kebaikan yang mesti ia lakukan untuk ibunya kecuali
dengan mencerai istrinya, silahkan ia kerjakan. Jika ia berbuat baik kepada ibunya dengan
mencerai istrinya kemudian pergi kepada ibunya dan memukulnya, ia jangan mencerai istrinya".
Sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Sesungguhnya kebenaran adalah
ketentraman dan dusta adalah keraguan", maksudnya, sesungguhnya kebaikan itu
menentramkan hati, sedang keburukan membuat hati serba ragu dan tidak tentram. Ini sinyal
untuk kembali kepada hati jika terjadi sesuatu yang tidak jelas. Pembahasan masalah ini akan saya
ulas dengan panjang lebar di pembahasan hadits An-Nuwas bin Sam'an, Insya Allah. 10)
Ibnu Jarir Ath-Thabari 11) meriwayatkan dengan sanadnya dari Qatadah dari Basyir bin Ka'ab
bahwa ia membaca ayat,
فامشوا فى مناكبها.
'Maka berjalanlah kalian di segala penjurunya". (Al-Mulk: 15).
Kemudian ia berkata kepada budak wanitanya, "Jika engkau tahu apa yang dimaksud dengan
kata manaakibuha pada ayat di atas, engkau merdeka karena Allah". Budak wanita tersebut
berkata, "Yang dimaksud dengan manaakibuha ialah gunung-gunungnya". Basyir bin Ka'ab
merasa seperti wajahnya tertampar dan ia ingin menikahi budak wanita tersebut. Untuk itu, ia
bertanya kepada sejumlah ulama. Ada ulama yang memerintahkannya dan ada ulama yang
melarangnya. Akhirnya, ia bertanya kepada Abu Ad-Darda' yang kemudian berkata, "Kebaikan
adalah ketentraman dan keburukan adalah keragu-raguan. Tinggalkan olehmu apa saja yang
meragukan menuju apa saja yang tidak meragukanmu".
Di riwayat lain disebutkan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
"Sesungguhnya kebenaran adalah ketentraman dan dusta adalah keragu-raguan", menunjukkan
bahwa orang tidak boleh berpatokan kepada ucapan setiap orang seperti disabdakan Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam di hadits Wabishah, "Kendati manusla memberi fatwa kepadamu",
Namun ia harus berpatokan kepada ucapan orang yang berkata dengan benar dan tanda
kebenaran ialah hati merasa tentram dengannya, sedang tanda dusta ialah timbulnya keragu-
raguan di hati. Jadi, hati tidak tentram dengan dusta dan malah lari darinya.
Oleh karena itu, ketika orang-orang cerdas pada zaman Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
mendengar ucapan beliau dan apa yang beliau dakwahkan, mereka tahu bahwa beliau benar dan
datang dengan membawa kebenaran. Sebaliknya, ketika mereka mendengar perkataan
Musailamah Al-Kadzdzab, mereka tahu bahwa ia pendusta dan datang dengan membawa
kebatilan. Diriwayatkan dari Amr bin Al-Ash bahwa sebelum ia masuk Islam, ia mendengar
perkataan Musailamah Al-Kadzdzab, "Hai kelinci, hai kelinci, engkau mempunyai dua telinga dan
9
Diriwayatkan Al-Bukhari hadits nomer 3753 dan dishahihkan Ibnu Hibban hadits nomer 6969. Baca kelanjutan
takhrijnya di buku tersebut.
10
Hadits kedua puluh tujuh buku ini.
11
Di Jamiul Bayan 29/7. Ibnu Al-Jauzi berkata di Zaadul Masir 8/321, "Tentang kata manaakibuha di firman
Allah Ta'ala, "Maka berjalanlah kalian di segala penjurunya". (Al-Mulk: 15).
Terdapat tiga penafsiran;
1. Manaakibuha ialah jalan-jalannya. Ini diriwayatkan Al-Aufi dari Ibnu Abbas. Itulah pendapat Mujahid.
2. Manaakibuha ialah gunung-gunungnya. Ini diriwayatkan Ibnu Abu Thalhah dari Ibnu Abbas. Itu pendapat
Qatadah dan dipilih Az-Zajjaj yang berkata, "Makna ayat di atas ialah kalian dipermudah berjalan di
atas bumi. Jika kalian mampu berjalan di gunung-gunungnya, itu puncak penundukan bumi".
3. Manaakibuha ialah sisi-sisinya. Ini dikatakan Muqatil, Al-Fara', Abu Ubaidah, dan dipilih Ibnu
Qutaibah yang berkata, "Mankabaar rajuli ialah kedua sisi orang tersebut".
dada. Engkau sendiri mengetahui hal ini hai Amr". Amr bin Al-Ash berkata kepada Musailamah
Al-Kadzdzab, "Demi Allah, aku tahu engkau pendusta".
Salah seorang salaf berkata, "Bayangkan apa saja di hatimu dan pikirkan lalu bandingkan
dengan kebalikannya. Jika engkau mampu membedakan di antara keduanya, engkau bisa
membedakan antara kebenaran dengan kebatilan dan antara kejujuran dengan kebohongan. Engkau
bayangkan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam dan pikirkan Al-Qur'an yang beliau
bawa, misalnya firman Allah Ta'ala, Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih
bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi
manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia menghidupkan
bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan dan pengisaran
angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda
(keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan'. (Al-Baqarah: 164). Kemudian
engkau bayangkan kebalikan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, engkau mendapati
bahwa kebalikan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tersebut ialah Musailamah Al-Kadzdzab.
Renungkan apa yang ia bawa, engkau akan membaca,
'Ketahuilah, hai wanita pemilik kamar,
Tempat tidur telah disiapkan untukmu.'
Itu dikatakan Musailamah kepada Sajah 12) ketika ia menikah dengannya. Engkau lihat Al-
Qur'an, ternyata ia kokoh, menakjubkan, melekat di hati, dan enak didengar. Kemudian engkau
perhatikan ucapan Musailamah di atas, ternyata ia dingin dan kotor. Dengan demikian, engkau
tahu bahwa Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah benar yang diberi wahyu, sedang
Musailamah pendusta yang diberi kebatilan".
12
Sajah di atas ialah Sajah binti Al-Harits At-Tamimiyah yang mengaku menjadi nabi pad a masa kemurtadan dan
diikuti salah satu kaum. Is berdamai dengan Musailamah yang kemudian menikahinya. Setelah Musailamah
terbunuh, ia kembali kepada Islam, masuk Islam, dan hidup hingga masa kekhalifahan Muawiyah. Ia meninggal
dunia di Basrah dan dishalati Samurah bin jundab, gubernur Basrah pada masa Muawiyah. Baca buku Al-
Ishabah 4/331 dan Syarhul Maqamaat Asy-Syarisyi 4/35-36.