USULAN PENELITIAN
OLEH:
RAVENIA CHEDY CHEVIANY ANDY
1510112103
HALAMAN COVER i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR LAMPIRAN vi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Penelitian 5
1.4 Manfaat penelitian 6
i
3.1.3 Justifikasi Kualitas Audit 32
3.1.4 Justifikasi Sistem Pengendalian Mutu 33
3.1.5 Justifikasi Skeptisisme 34
3.1.6 Justifikasi Kecerdasan Emosional 34
3.2 Penentuan Populasi dan Sampel 35
3.2.1 Populasi 35
3.2.2 Sampel 35
3.3 Teknik Pengumpulan Data 36
3.3.1 Jenis Data 36
3.3.2 Pengumpulan Data 36
3.4 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 37
3.4.1 Teknik Analisis Data 37
3.4.1.1 Analisis Statistik Deskriptif 37
3.4.1.2 Uji Validitas dan Uji Reabilitas 37
3.4.1.3 Uji Asumsi Klasik 38
3.4.2 Uji Hipotesis 40
3.4.2.1 Uji Koefisien Determinasi (R2) 40
3.4.2.2 Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t) 41
3.4.3 Model Regresi 42
Daftar Pustaka 43
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
berkualitas adalah auditor harus memiliki sikap skeptisme profesional dan sikap
kehati-hatian dalam pengambilan keputusan. Tidak lupa juga dengan komitmen untuk
menyelesaikan perikatan audit tepat waktu juga penting untuk diperhatikan.
Kepatuhan terhadap standar audit dan standar profesional akuntan publik
khususnya dalam penerapan sistem pengendalian mutu merupakan salah satu unsur
dalam menilai kualitas audit. Sistem pengendalian mutu merupakan bagian dari
standar pengendalian mutu sebagai panduan bagi kantor akuntan publik di dalam
melaksanakan pengendalian kualitas atas jasa yang dihasilkan oleh kantornya. Sistem
Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik, mencakup kebijakan dan prosedur
pengendalian mutu, penerapan tanggung jawab, komunikasi dan pemantauan (Fauji
dkk, 2015). IAPI (2013), menyebutkan bahwa sistem pengendalian mutu memberikan
pedoman untuk KAP dalam pelaksanaan pengendalian kualitas jasa atas hasil
perikatan. Menurut SPM 1 (2013), Sistem pengendalian mutu mengatur tanggung
jawab KAP terhadap sistem pengendalian mutu dalam melaksanakan perikatan
asurans (reviu, audit, dan perikatan asurans lainnya) dan perikatan selain asurans.
Sejalan dengan Anggraeni dan Badera (2013), menyebutkan bahwa Sistem
Pengendalian Mutu adalah standar yang harus dimiliki oleh KAP yang dapat
dijadikan pedoman pengelolaan KAP. Sistem Pengendalian Mutu Kantor Akuntan
Publik merupakan sistem yang digunakan KAP untuk mengontrol dan mengendalikan
kualitas jasa audit yang dihasilkannya. Adapun unsur sistem pengendalian mutu
terdiri atas: (1) Tanggung jawab kepemimpinan KAP atas mutu, (2) Ketentuan etika
profesi yang berlaku, (3) Penerimaan dan keberlanjutan hubungan dengan klien dan
perikatan tertentu, (4) Sumber daya manusia, (5) Pelaksanaan perikatan, dan (6)
Pemantauan.
Salah satu sikap yang paling penting dalam audit profesional adalah sikap
skeptisisme. Secara khusus dalam standar audit (SPAP 2013) menjelaskan bahwa
skeptisisme profesional adalah suatu sikap yang mencakup suatu pikiran yang selalu
mempertanyakan, waspada terhadap kondisi yang dapat mengindikasikan
kemungkinan kesalahan penyajian, baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun
kesalahan, dan suatu penilaian penting atas bukti audit. Rendahnya tingkat
skeptisisme dapat menyebabkan kegagalan dalam mendeteksi kecurangan sehingga
auditor tidak mampu memenuhi tuntutan untuk menghasilkan laporan yang
3
Nusantara Pembiayaan (SNP Finance). Menurut OJK, Kredit yang disalurkan oleh 14
bank tersebut kepada SNP Finance mencapai Rp.2,2 Triliun dan sejumlah pihak
mensinyalir adanya kelemahan prinsip kehati-hatian, selain itu sistem pengawasan
otoritas pun dinilai perlu dievaluasi. Untuk mendukung aksinya tersebut, SNP
emberikan dokumen fiktif yang berisi data customer Columbia. Sangat
Finance m
disayangkan bahwa Deloitte sebagai auditornya gagal mendeteksi adanya skema
kecurangan pada laporan keuangan SNP Finance tersebut. Deloitte malah
memberikan opini wajar tanpa pengecualian pada laporan keuangan SNP Finance
(sumber: http://cnbcindonesia.com/02 Agustus 2018). Hal ini terbukti bahwa, akuntan
publik tersebut belum menerapkan pemerolehan bukti audit yang cukup dan tepat atas
akun piutang pembiayaan konsumen dan melaksanaan prosedur yang memadai terkait
proses deteksi risiko kecurangan serta respons atas risiko kecurangan. Kasus diatas
memperlihatkan bahwa kualitas audit suatu hal yang sangat sensitif dan penting untuk
dijaga oleh para auditor.
Kegagalan auditor dalam menjalankan tugasnya membuktikan bahwa masih
belum optimalnya auditor dalam melaksanakan sistem pengendalian mutu, penerapan
skeptisisme profesional serta kemampuan mengelola emosi, dalam pelaksanaan audit,
sehingga kinerja yang mereka berikan juga tidak optimal dan menyebabkan rusaknya
citra KAP secara umum dan khususnya citra KAP dimana mereka bekerja.
Fauji, dkk (2015) dalam penelitiannya menghasilkan temuan bahwa Sistem
Pengendalian Mutu (SPM) memiliki pengaruh signifikan secara simultan terhadap
kualitas audit. Sementara, penelitian yang dilakukan oleh Permana (2018)
mengungkapkan bahwa hanya dari keseluruhan unsur sistem pengendalian mutu,
terdapat 3 variabel yang dinyatakan berpengaruh dan 3 variabel sisanya dinyatakan
tidak berpengaruh. Variabel yang berpengaruh terhadap kualitas audit, antara lain:
tanggung jawab kepemimpinan KAP atas mutu, penerimaan dan keberlanjutan
hubungan dengan klien dan perikatan tertentu, dan pelaksanaan perikatan. Sedangkan
untuk variabel yang tidak berpengaruh terhadap kualitas audit, antara lain: ketentuan
etika profesi yang berlaku, sumber daya manusia, dan pemantauan.
Rastina (2018) berhasil membuktikan bahwa skeptisisme berpengaruh
terhadap kualitas audit sedangkan kecerdasan emosional tidak berpengaruh terhadap
kualitas audit. Sementara hasil penelitian yang dilakukan Ramadhan (2018) sejalan
5
dengan teori yang dikembangkan oleh Goleman (2009) mengatakan bahwa untuk
mencapai kesuksesan dalam dunia kerja bukan hanya cognitive intelligence saja yang
dibutuhkan tetapi juga emotional intelligence. Namun Naibaho, dkk (2014),
mengatakan bahwa skeptisme profesional auditor terbukti tidak berpengaruh terhadap
kualitas audit. Kondisi tersebut terjadi karena masalah skeptisme di dalam melakukan
audit telah dianggap sebagai hal yang biasa dan harus siap diselesaikan dengan baik.
Oleh karena itu penelitian ini berusaha meneliti kembali faktor-faktor yang
mampu mempengaruhi kualitas audit, karena untuk memverifikasi ulang hasil
penelitian terdahulu yang sangat beragam tentang faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi kualitas audit. Pada penelitian ini peneliti mencoba melakukan
penelitian dari penelitian sebelumnya terkait kualitas audit yang dilakukan oleh
Rastina, dkk (2018) di Makassar dengan beberapa poin perbedaan. Pertama sampel
penelitian yang digunakan oleh Rastina, dkk (2018). Dengan sampel auditor yang ada
di Kantor Akuntan Publik di kota Makassar sejumlah 50 responden sedangkan
penelitian ini berfokus pada Kantor Akuntan Publik di daerah Jakarta Selatan dan
Jakarta Pusat. Kedua, penelitian ini menambahkan variabel yang berbeda yaitu sistem
pengendalian mutu sebagai variabel independen dalam penelitian. Berdasarkan
fenomena di atas, maka penelitian yang akan dilakukan terkait faktor yang
mempengaruhi kualitas audit dengan judul: “Pengaruh Sistem Pengendalian Mutu,
Skeptisisme Profesional dan Kecerdasan Emosional Terhadap Kualitas Audit”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah sistem pengendalian mutu berpengaruh signifikan terhadap kualitas
audit?
2. Apakah skeptisisme profesional berpengaruh signifikan terhadap kualitas
audit?
3. Apakan kecerdasan emosional berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit?
7
8
selaku investor maupun pihak agen selaku perusahaan dalam pengambilan keputusan
serta mengurangi asimetri informasi antara pihak agen dengan pihak principal.
2.1.2 Auditing
2.1.2.1 Pengertian Audit
Pengertian auditing (Agoes, 2017) “adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan
secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen terhadap laporan keuangan
yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan pembukuan dan bukti-bukti
pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran
laporan keuangan”perusahaan.
Menurut Arens, dkk. (2015) Auditing adalah “suatu proses pengumpulan dan
evaluasi bukti tentang suatu informasi yang menentukan dan melaporkan kesesuaian
antara informasi dan kriteria yang telah ditetapkan.”
Dengan kedua pengertian mengenai auditing diatas, maka peneliti menarik
kesimpulan bahwa auditing a dalah suatu kegiatan untuk menemukan dan memperoleh
catatan pembukuan serta bukti-bukti tentang suatu informasi guna dapat memberikan
pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan perusahaan.
2.1.2.2 Standar Audit
Standar “Auditing merupakan pedoman untuk membantu auditor dalam
memenuhi tanggung jawab profesinya untuk melakukan audit atas laporan keuangan.
Standar audit ini diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang
ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia. Standar Perikatan Audit (SPA) ini
mengatur tanggung jawab keseluruhan seorang auditor independen ketika
melaksanakan audit atas laporan keuangan. Secara spesifik, standar ini menetapkan
tujuan keseluruhan auditor independen, serta menjelaskan sifat dan ruang lingkup
audit yang dirancang untuk memungkinkan auditor independen mencapai tujuan
tersebut. Standar ini juga menjelaskan ruang lingkup, wewenang, dan struktur
SPA, serta mencakup ketentuan untuk menetapkan tanggung jawab umum auditor
independen yang berlaku untuk semua perikatan audit, termasuk kewajiban
untuk mematuhi SPA.”
Standar audit telah disahkan dan ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik
Indonesia tahun 2011 sesuai dengan 10 standar yang berlaku umum dan dibagi
menjadi 3 kategori (Agoes. 2017):
9
1. Standar umum
a. Auditor harus mengikuti pelatihan dan mempunyai kecakapan teknis
b. Auditor harus mempertahankan sifat independen
c. Auditor harus menerapkan sifat profesional dalam melakukan audit
2. Standar pekerjaan lapangan
a. Auditor harus melakukan perencanaan dan melakukan pengawasan
b. Auditor harus melakukan pemahaman atas pengendalian internal
c. Auditor harus memiliki bukti yang akurat, kompeten dan dapat
diandalkan
3. Standar pelaporan
a. Laporan “harus sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku”
b. Laporan harus mengidentifikasikan keadaan dimana “prinsip prinsip
tersebut tidak secara konsisten diikuti selama periode berjalan jika
dikaitkan dengan periode” sebelumnya
c. Pengungkapan informatif di “laporan keuangan harus memadai”
d. Laporan harus berisi pernyataan pendapat auditor dan jika auditor tidak
bisa memberikan pendapat, auditor harus menyatakan alasan yang
mendasarinya
Laporan audit harus “memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan
keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat
diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya
harus dinyatakan. Dalam semua hal yang nama auditor dikaitkan dengan laporan
keuangan, laporan audit harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan
audit, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul.
2.1.2.3 Jenis-Jenis Audit
Dari keterangan mengenai definisi audit dan tujuannya, terlihat jelas bahwa
audit sangat membantu manajemen perusahaan untuk menyajikan laporan keuangan
yang wajar. Dalam pelaksanaannya pengauditan dibagi dalam beberapa jenis. Ditinjau
dari luasnya pemeriksaan, maka jenis-jenis audit dapat dibedakan atas (Agoes, 2017):
1. Pemeriksaan Umum (General Audit)
Suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan oleh
KAP independen dengan tujuan untuk bisa memberikan pendapat mengenai
10
formal yang diwajibkan oleh IAI kepada auditor tujuannya yaitu agar kerja
auditnya berkualitas.
4) Berpedoman pada prinsip auditing dan prinsip akuntansi dalam melakukan
pekerjaan lapangan
Seorang auditor haruslah berpedoman pada prinsip-prinsip auditing dan
prinsip akuntansi, mengikuti prosedur audit, independen. Kompeten, memiliki
etika yang tinggi dan berpegang pada prinsip-prinsip auditor.
5) Tidak begitu saja percaya terhadap pernyataan klien
Auditor tidak boleh begitu saja percaya dengan pernyataan-pernyataan yang
diberikan oleh klien. Auditor harus melakukan penyelidikan-penyelidikan
terlebih dahulu terkait dengan kebenarannya, dan mencari bukti-bukti yang
dapat mendukung pernyataan-pernyataan tersebut.
6) Sikap hati-hati dalam pengambilan keputusan
Auditor tidak boleh begitu saja percaya dengan pernyataan-pernyataan yang
diberikan oleh klien. Auditor harus melakukan penyelidikan-penyelidikan
terlebih dahulu terkait dengan kebenarannya, dan mencari bukti-bukti yang
dapat mendukung pernyataan-pernyataan sebelum mengambil keputusan
2.1.4.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Audit
Kualitas audit yang dihasilkan oleh seorang auditor menjadi suatu pembuktian
kepada masyarakat. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas audit,
faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit yaitu:
1) Sistem Pengendalian Mutu
Standar pengendalian mutu dijadikan acuan di KAP untuk
mengendalikan kualitas jasa yang dihasilkan KAP dengan mematuhi berbagai
standar sebagaimana Standar Profesional Akuntan Publik yang diterbitkan
oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Guna memastikan bahwa suatu
output telah memenuhi goals dan spesifikasi yang sebelumnya telah ditetapkan
diperlukan penerapan sistem pengendalian mutu (quality control) yang baik
dapat terwujud dengan penggunaan pedoman atau standar yang telah
ditetapkan (Wahyudiono dalam Fauji dkk. 2015).
16
2) Skeptisisme Profesional
Audit atas laporan keuangan berdasarkan atas standar auditing yang
ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia harus direncanakan dan dilaksanakan
dengan sikap skeptisme profesional, standar profesi akuntan publik/SPAP. Hal
ini mengandung arti bahwa auditor tidak boleh menganggap manajemen
sebagai orang yang tidak jujur namun juga tidak boleh menganggap bahwa
manajemen sebagai orang yang tidak diragukan lagi kejujurannya.
3) Kecerdasan Emosional
Dalam usaha untuk meningkatkan akuntabilitasnya, seorang auditor
harus menegakkan etika profesionalnya yang tinggi, agar timbul kepercayaan
dari masyarakat. Seorang auditor yang memiliki kecerdasan emosional yang
baik mampu mengendalikan dirinya sendiri, seperti berhati hati dalam
mengambil suatu keputusan untuk opini auditnya, jika opini audit sesuai
dengan kode etik maka kualitas auditnya tidak diragukan lagi.
4) Professional Care
Kehatian-hatian profesional mengharuskan auditor untuk memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini
mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan
jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya.
Kesalahan dapat dideteksi jika auditor memiliki keahlian dan kecermatan.
Temuan kesalahan pada laporan keuangan klien merupakan salah satu hal
yang menunjukkan kualitas audit dan menunjukkan keahlian yang dimiliki
oleh tim audit.
5) Independensi
Kepercayaan masyarakat umum atas independensi sikap auditor sangat
penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan masyarakat
akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi sikap auditor ternyata
berkurang, bahkan kepercayaan masyarakat dapat juga menurun disebabkan
oleh keadaan yang oleh mereka yang berpikiran sehat dianggap dapat
mempengaruhi sikap independensi. Independensi menghasilkan objektifitas,
yang berpengaruh besar terhadap kualitas audit, sehingga auditor akan
melaporkan apa yang ditemukannya selama proses pelaksanaan audit.
17
penugasan secara kompeten. Mutu pekerjaan KAP akhirnya tergantung atas integritas,
kompetensi dan motivasi personel yang melaksanakan dan melakukan supervisi
pekerjaan. Oleh karena itu, program pemekerjaan KAP menjadi salah satu unsur
penentu untuk mempertahankan mutu pekerjaan KAP.
6) Pengembangan Profesional
KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu
profesional untuk memberikan keyakinan memadai bahwa personel memiliki
pengetahuan memadai sehingga memungkinkan mereka memenuhi tanggung
jawabnya.
7) Promosi
KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu
profesional untuk memberikan keyakinan memadai bahwa personel yang terseleksi
untuk promosi memiliki kualifikasi seperti yang disyaratkan untuk tingkat tanggung
jawab yang lebih tinggi. Praktik promosi personel akan berimplikasi terhadap
terhadap mutu pekerjaan KAP. Kualifikasi personel terseleksi untuk promosi harus
mencakup pada karakter, intelegensi, pertimbangan, dan motivasi.
8) Penerimaan dan Keberlanjutan Klien
KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu untuk
menentukan apakah perikatan dari klien akan diterima atau dilanjutkan untuk
meminimalkan kemungkinan terjadinya hubungan dengan klien yang manajemennya
tidak memiliki integritas. KAP harus mempunyai prinsip pertimbangan kehati-hatian
(prudence) dalam menentukan hubungan profesionalnya dengan klien.
9) Inspeksi
KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu mengenai
inspeksi untuk memberikan keyakinan memadai bahwa prosedur yang berhubungan
dengan unsur-unsur lain pengendalian mutu telah ditetapkan dengan efektif. Prosedur
inspeksi dapat dirancang dan dilaksanakan oleh individu yang bertindak mewakili
kepentingan manajemen KAP.
2.1.6 Skeptisisme
2.1.6.1 Pengertian Skeptisisme
Tuanakotta (2011:77-78), menjelaskan bahwa salah satu penyebab dari suatu
gagal audit adalah rendahnya skeptisisme profesional. Skeptisisme profesional yang
20
rendah menumpulkan kepekaan auditor terhadap kecurangan baik yang nyata maupun
yang berupa potensi, atau terhadap tanda-tanda bahaya (red flags, warning sign) yang
mengindikasikan adanya kesalahan (accounting error) dan kecurangan (fraud) .
Auditor yang dengan disiplin menerapkan skeptisisme profesional, tidak akan terpaku
pada prosedur audit yang tertera pada program audit. Skeptisisme profesional akan
membantu auditor dalam menilai dengan kritis risiko yang dihadapi dan
memperhitungkan risiko tersebut dalam bermacam-macam keputusan (seperti
menerima atau menolak klien, memilih metode dan teknik audit yang tepat, menilai
bukti-bukti audit yang dikumpulkan dan sebagainya).
Skeptisme profesional auditor merupakan sikap (attitude) auditor dalam
melakukan penugasan audit dimana sikap ini mencakup pikiran yang selalu
mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Bukti
audit dikumpulkan dan dinilai selama proses audit, sehingga selama proses audit
seorang auditor harus menerapkan sikap skeptisme profesional.
American Institute of Certified Public ( AICPA) mendefinisikan skeptisme
profesional sebagai :
“Professional skepticism in auditing implies an attitude that includes a
questioning mind and a critical assessment of audit evidence without being
obsessively suspicious or skeptical. The auditors are expected to exercise
professional skepticism in conducting the audit, and in gathering evidence
sufficient to support management’s assetion” (AU 316 AICPA).
Dapat diartikan pengertian skeptisisme profesional menurut AICPA adalah
sikap yang mencakup pikiran yang selalu bertanya dan penilaian kritis atas bukti audit
tanpa obsesif mencurigakan atau skeptis. Auditor diharapkan menggunakan
skeptisisme profesional dalam melakukan audit, dan dalam mengumpulkan bukti yang
cukup untuk mendukung atau menyangkal pernyataan manajemen. Berdasarkan
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa skeptisme profesional merupakan sikap
yang dimiliki auditor untuk berpikir secara kritis terhadap bukti audit yang
dimilikinya selama proses audit.
Menurut Sari,dkk (2018) dalam penelitiannya, auditor dengan skeptisisme
profesional yang baik tidak akan mudah mempercayai bukti audit yang ditemukan
selama proses audit untuk memastikan tidak terjadinya kecurangan dalam laporan
21
keuangan yang diaudit olehnya. Audit yang dirancang dengan skeptisisme profesional
yang tinggi akan dapat memberikan keyakinan yang memadai untuk mendeteksi
adanya kecurangan maupun kesalahan dalam laporan keuangan yang bersifat materia.
Skeptisme profesional sangat penting untuk dimiliki, karena auditor perlu informasi
yang kuat untuk dijadikan dasar bukti audit yang relevan dalam mendukung
pemberian opini terhadap kewajaran laporan keuangan.
2.1.6.1 Unsur-unsur Skeptisisme Profesional
Fullerton dan Durtschi (2003:17) mengembangkan model sebagai indikator
dalam mengukur skeptisme profesional. Terdapat enam karakteristik utama yang
dimiliki seseorang saat menerapkan sikap skeptisme profesional, yaitu:
1) Karakteristik yang berkaitan dengan pengujian bukti audit
a) Questioning Mind (Pola Pikir Yang Selalu Bertanya-tanya)
Questioning mind merupakan karakter skeptisme seseorang dalam
mempertanyakan alasan, penyesuaian dan pembuktian akan suatu objek.
Karakter skeptisme ini dibentuk dari beberapa indikator, yaitu auditor menolak
suatu pernyataan atau statement tanpa pembuktian yang jelas, memberikan
pertanyaan untuk pembuktian suatu objek tertentu kepada auditor yang lain,
auditor memiliki kemampuan dalam mendeteksi kecurangan.
b) Suspension Of Judgment (Penundaan Pengambilan Keputusan)
Suspension of judgment merupakan karakter skeptisme yang
mengindikasikan seseorang untuk membutuhkan waktu lebih lama dalam
membuat keputusan yang matang serta menambahkan informasi untuk
mendukung pertimbangan tersebut. Karakter skeptisme ini dibentuk dari
beberapa indikator, yaitu membutuhkan informasi yang lebih untuk membuat
keputusan, tidak secara terburu-buru dalam pengambilan keputusan, tidak
akan membuat keputusan jika informasi belum valid.
c) Search For Knowledge (Mencari Pengetahuan)
Search for knowledge merupakan karakter skeptisme seseorang yang
didasari oleh rasa ingin tahu. Karakter skeptisme ini dibentuk dari beberapa
indikator, yaitu, berusaha mencari dan menemukan informasi yang baru,
menyenangkan bila menemukan informasi yang baru, menyenangkan bila
dapat membuktikan informasi baru tersebut.
22
dalam keadaan frustasi, kesanggupan untuk tegar, mengatur suasana hati yang reaktif
serta mampu berempati dan mempunyai keterampilan sosial dengan orang lain (Putra
dan Latrini, 2016).
Kecerdasan emosional menuntut untuk belajar mengakui, menghargai
perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan
secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari. Proses yang dijalani auditor
dalam melaksanakan tugasnya sebagai auditor akan melatih dan meningkatkan
kecerdasan emosionalnya. Auditor dengan kecerdasan emosional yang baik mampu
berpikir jernih walaupun dalam tekanan, bertindak sesuai etika, berpegang pada
prinsip dan memiliki dorongan berprestasi. Selain itu mereka juga mampu memahami
perspektif atau pandangan orang lain dan dapat mengembangkan hubungan yang
dapat dipercaya.
2.1.7.2 Unsur-unsur Kecerdasan Emosional
Goleman (hal. 265, 2015) membagi kecerdasan emosional kedalam 5
komponen, yaitu:
1) Kesadaran diri
Kesadaran diri adalah mengetahui apa yang dirasakan pada suatu saat
dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri.
Selain itu kesadaran diri juga berarti menetapkan tolak ukur yang realistis atas
kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.
2) Pengaturan diri
Pengaturan diri adalah menguasai emosi diri sedemikian sehingga
berdampak positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan
sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya sesuatu sasaran dan
mampu pulih kembali dari tekanan emosi.
3) Motivasi
Motivasi adalah menggunakan hasrat yang paling dalam untuk
menggerakan dan menuntun seseorang menuju sasaran. Motivasi membantu
seseorang mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif dan untuk bertahan
menghadapi kegagalan dan frustasi.
24
4) Empati
Empati adalah merasakan yang dirasakan orang lain,mampu
memahami perspektif orang lain, menumbuhkan hubungan saling percaya dan
menyelaraskan diri sendiri dengan berbagai macam orang.
5) Keterampilan sosial
Keterampilan sosial berarti menangani emosi dengan baik ketika
berhubungan dengan orang lain dengan cermat membaca situasi dan jaringan
sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan ketrampilan-ketrampilan ini
untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan
perselisihan dan untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim.
2.2 Kerangka Pemikiran
Akuntan publik merupakan auditor independen yang menyediakan jasa kepada
masyarakat umum terutama jasa dalam bidang audit atas laporan keuangan yang
dibuat oleh klien. Auditor independen dapat juga dikatakan sebagai auditor
profesional yang menjual jasanya kepada masyarakat umum. Sebagai pihak yang
independen, akuntan publik adalah suatu profesi yang membutuhkan kepercayaan dari
masyarakat umum mengenai keandalan atas pernyataan yang diberikan. Kebutuhan
atas permintaan laporan keuangan yang berkualitas menjadi sebuah tuntutan bagi
seorang auditor. Para pengguna laporan audit mengharapkan laporan keuangan yang
telah diaudit oleh akuntan publik bebas dari salah saji material dan dapat dipercaya
kebenarannya untuk dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan. Laporan
keuangan yang telah diaudit oleh auditor eksternal akan meningkatkan nilai dari
kualitas laporan sehingga akan berdampak pada naiknya tingkat kepercayaan para
pemegang saham terhadap laporan tersebut. Faktor-faktor yang menentukan kualitas
audit harus diperhatikan oleh para auditor, karena terdapat kepercayaan yang besar
dari pemakai laporan keuangan yang diberikan, pada akhirnya mengharuskan auditor
memperhatikan kualitas audit yang diberikannya.
Teori Keagenan menyatakan perlunya jasa independen auditor dapat
dijelaskan dengan dasar teori keagenan (Agency Theory) , yaitu hubungan antara
pemilik (principal) dengan manajemen (agent). Dengan adanya perkembangan
perusahaan atau entitas bisnis yang semakin besar, maka sering terjadi konflik antara
principal dalam hal ini adalah para pemegang saham (investor) dan pihak agent yang
25
diwakili oleh manajemen (direksi). Untuk mengurangi adanya masalah agensi ini
diperlukan adanya pihak independen yang dapat menjadi pihak penengah dalam
menangani konflik tersebut yang dikenal sebagai auditor independen. Berdasarkan
teori keagenan, auditor eksternal/auditor independen merupakan pihak yang dianggap
mampu menjembatani kepentingan pihak prinsipal dan pihak agen dalam mengelola
keuangan perusahaan. Auditor akan mengesahkan laporan pertanggungjawaban pihak
agen terhadap pihak prinsipal dengan memberikan penilaian secara independen dan
profesional atas keandalan dan kewajaran laporan keuangan perusahaan. Oleh karena
itu dalam hal ini, kualitas audit mempengaruhi auditor eksternal dalam melaksanakan
tugasnya sebagai pihak yang mampu menjembatani kepentingan pihak prinsipal dan
pihak agen.
Dalam perikatan jasa profesional, KAP bertanggung jawab untuk mematuhi
berbagai Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang diterbitkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI). Salah satu standar yang berisi panduan bagi KAP dalam
melaksanakan pengendalian kualitas jasa yang dihasilkan oleh kantornya adalah
standar pengendalian mutu. Oleh sebab itu, dengan standar pengendalian mutu
dijadikan acuan di KAP untuk mengendalikan kualitas jasa audit yang dihasilkan
KAP dengan mematuhi berbagai standar sebagaimana Standar Profesional Akuntan
Publik yang diterbitkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Guna
memastikan bahwa suatu output telah memenuhi tujuan dan spesifikasi yang
sebelumnya telah ditetapkan diperlukan penerapan sistem pengendalian mutu (quality
control) yang baik dapat terwujud dengan penggunaan pedoman atau standar yang
telah ditetapkan. Fauji, dkk (2015) dalam penelitiannya menghasilkan temuan bahwa
Sistem Pengendalian Mutu (SPM) memiliki pengaruh signifikan secara simultan
terhadap kualitas audit.
Selain itu, KAP wajib mempertimbangkan kecerdasan emosional stafnya
dalam melaksanakan audit karena tanpa kecerdasan emosional, seseorang tidak akan
mampu menggunakan kemampuan kognitif mereka sesuai dengan potensi yang
maksimum. Untuk menunjang tugas yang diemban oleh seorang auditor dalam
menghasilkan kualitas audit yang bermutu, maka yang dibutuhkan tidak hanya lagi
kemampuan intelektual, tetapi juga diperlukan kemampuan emosional. Kecerdasan
emosional akan mampu menjawab tantangan untuk membina hubungan yang baik
26
dengan pihak lain (auditee) . Ramadhan (2018) sejalan dengan teori yang
dikembangkan oleh Goleman (2009) mengatakan bahwa untuk mencapai kesuksesan
dalam dunia kerja bukan hanya cognitive intelligence saja yang dibutuhkan tetapi juga
emotional intelligence. Kecerdasaan emosional akan mempermudah seorang auditor
melakukan pemeriksaan, memiliki motivasi yang kuat, mengontrol diri/emosi, rasa
empati serta keterampilan dalam bersosialisasi akan membantu auditor dalam
menelusuri bukti-bukti audit serta informasi terkait.
Hal ini juga dikaitkan dengan kemampuan seorang auditor sebagai akuntan
publik untuk dapat memiliki sikap kehati-hatian atau skeptisisme profesional. Secara
khusus dalam standar audit menjelaskan bahwa skeptisisme profesional adalah suatu
sikap yang mencakup suatu pikiran yang selalu mempertanyakan, waspada terhadap
kondisi yang dapat mengindikasikan kemungkinan kesalahan penyajian, baik yang
disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan, dan suatu penilaian penting atas bukti
audit guna menghasilkan audit yang berkualitas. Rendahnya tingkat skeptisisme dapat
menyebabkan kegagalan dalam mendeteksi kecurangan sehingga auditor tidak mampu
memenuhi tuntutan untuk menghasilkan laporan yang berkualitas. Hal ini sesuai
dengan penelitian Rastina (2018) yang berhasil membuktikan bahwa skeptisisme
berpengaruh terhadap kualitas audit.
Berdasarkan teori dan uraian di atas, maka kerangka pemikiran dari penelitian
ini adalah sebagai berikut:
27
28
29
a. Variabel Dependen
Variabel “dependen dalam penelitian ini adalah kualitas audit,
variabel dependen ini diukur dengan menggunakan instrument
variabel ini terdiri dari 2 dimensi dan terdapat 18 pertanyaan
dengan 4 pilihan jawaban . Pengukuran variabel menurut
Amir (2015, hlm. 97) yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan skala Likert dan diukur dengan empat alternatif
jawaban yang jumlah responnya dapat berupa genap
tergantung tujuan penelitian serta masing-masing diberi skor
yaitu: Skor 1 = Sangat Tidak Setuju (STS), Skor 2 = Tidak
Setuju (TS), Skor3 = Setuju (S), Skor 4 = Sangat Setuju (SS)
(Sugiyono, 2010, hlm. 133).
b. Variabel Independen
1. Sistem Pengendalian Mutu (X1)
Variabel “independen dalam penelitian ini adalah
sistem pengendalian mutu, variabel dependen ini
diukur dengan menggunakan instrument v ariabel ini
terdiri dari 2 dimensi dan terdapat 17 pertanyaan
dengan 4 pilihan jawaban. Pengukuran variabel
menurut Amir (2015, hlm. 97) yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan skala Likert dan diukur
dengan empat alternatif jawaban yang jumlah
responnya dapat berupa genap tergantung tujuan
penelitian serta masing-masing diberi skor yaitu: Skor
1 = Sangat Tidak Setuju (STS), Skor 2 = Tidak Setuju
(TS), Skor3 = Setuju (S), Skor 4 = Sangat Setuju (SS)
(Sugiyono, 2010, hlm. 133).
2. Skeptisisme (X2)
Variabel “independen dalam penelitian ini adalah
skeptisisme, variabel dependen ini diukur dengan
31
Setuju, 4 = Sangat Setuju. Skor dari setiap item akan menunjukan sangat baik
atau sangat kurangnya kualitas audit, lalu pernyataan tersebut akan
dijumlahkan sehingga dapat dilakukan justifikasi dari setiap responden
mengenai sangat kurang atau sangat baik terhadap kualitas audit. Variabel
kualitas audit akan dilakukan penyusunan Formulasi menurut Santoso (2003,
hlm. 76) sebagai berikut:
=7
=7
34
=7
Tabel 4. Justifikasi Skeptisisme
No. Interval Kelas Kategori
1. 7,00-14,00 Tidak Baik
2. 14,01-21,00 Baik
3. 21,01-28,00 Sangat Baik
=7
2) Jika nilai r hitung < r tabel maka item akan dinyatakan tidak
valid
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu
kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk.
Suatu kuesioner dikatakan handal jika jawaban seseorang terhadap
pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali
2016, hlm.47). pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan cara
One Shot atau pengukuran sekali saja dengan menguji statistik
Cronbach Alpha (a). Suatu variabel dikatakan reliable j ika
memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,70 (Ghozali, 2016, hlm. 48).
c. Method of Succesive Interval (MSI)
Method of Succesive Interval (MSI) digunakan pada alat linier
regresi berganda untuk mewajibkan data metrik, pada data dependen
(Widarjono, 2010, hlm. 5). Data pada variabel dependen di penelitian
ini menggunakan data ordinal sehingga harus diubah terlebih dahulu
menjadi data interval jika akan diolah lebih lanjut menggunakan SPSS.
Sedangkan variabel independensinya tidak harus diubah, pengubahan
data non metrik menjadi metrik akan menggunakan software t ambahan
pada Microsoft Excel yaitu STAT97.
normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik
(Ghozali, 2016, hlm. 154).
1) Analisis Grafik
Untuk melihat normalitas residual dengan mudah yaitu
melihat grafik histogram yang membandingkan antar data
observasi dengan distribusi normal. Dasar pengambilan
keputusan uji normalitas (Ghozali, 2016, hlm. 154).
a) Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti
arah, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas
b) Jika data menyebar jauh dari diagonal dan atau tidak
mengikuti arah garis diagonal, maka regresi tidak
memenuhi asumsi normalitas.
2) Uji Statistik
Uji normalitas dengan grafik yang dapat menyesatkan
jika tidak berhati-hati secara visual terlihat normal, namun hal
ini bias berbalik secara statistik. Uji statistik lain digunakan
untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik
non-parametik Kolmogorov-Smirnov (K-S), maka dilakukan
dengan membuat uji hipotesis (Ghozali, 2016, hlm. 154).
a) Ho = data residual berdistribusi normal
b) Ha = data residual tidak berdistribusi normal
Jika nilai signifikan > 0,05 maka Ho diterima yang
artinya data residual berdistribusi normal, sedangkan jika nilai
signifikan < 0,05 maka Ho ditolak Ha diterima yang artinya
data residual tidak berdistribusi normal.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen).
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara
variabel. Independen jika variabel independen jika saling berkorelasi,
40
menjelaskan dari variabel terikat. Jika nilai (R2) mendekati 1 maka semakin
dapat menjelaskan dari variabel terikat. Kelemahan dalam penggunaan
koefisien determinasi yaitu biar terhadap jumlah variabel independen yang
dimasukan kedalam model. Setiap ada/ tambahan variabel yang digunakan,
maka (R2) akan meningkatkan tetapi tidak berpengaruh apakah variabel
tersebut memiliki hasil signifikan terhadap variabel dependen.
3.4.2.2 Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji statistik t dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen
yang digunakan secara individual berpengaruh terhadap variabel dependen
(Ghozali, 2016, hlm. 97). Uji statistik t dapat dilakukan melalui pengamatan
nilai signifikan yang digunakan apakah variabel independen secara parsial
berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel dependen. Rumusan
hipotesis dalam pengujian ini adalah sebagai berikut:
Untuk menentukan penerimaan hipotesis berdasarkan perbandingan nilai
thitung dan
nilai ttabel pada taraf signifikan 5%, dengan pengambilan keputusan
sebagai berikut:
a. Jika thitung >
ttabel maka
Ho ditolak dan Ha diterima ( variabel
independen berpengaruh terhadap variabel dependen)
b. Jika thitung <
ttabel maka
Ho diterima dan Ha ditolak ( variabel
independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen)
Rumus hipotesis dalam pengujian ini adalah sebagai berikut:
Ho1: β1 =
0 = Sistem Pengendalian Mutu tidak berpengaruh terhadap Kualitas
Audit.
Ha1 : β
1≠
0 = Sistem Pengendalian Mutu berpengaruh terhadap Kualitas
Audit.
Ho2 : β1 =
0 = Skeptisisme Profesional tidak berpengaruh terhadap Kualitas
Audit.
Ha2 : β2 ≠ 0 = Skeptisisme Profesional berpengaruh terhadap Kualitas Audit.
Ho3 : β3 =
0 = Kecerdasan Emosional tidak berpengaruh terhadap Kualitas
Audit.
42
Keterangan:
Y = Kualitas Audit (KA)
α = Konstanta
β1, β2, β
3 = Koefisien regresi untuk masing-masing variabel independen
X1 = Sistem Pengendalian Mutu (SPM)
X2 = Skeptisisme Profesional (SP)
X3 = Kecerdasan Emosional (KE)
e = Variabel pengaruh lainnya / error
43
DAFTAR PUSTAKA
Arens, Alvin A. Randal J. Elder dan Mark S. Beasley. (2015). Auditing dan
Jasa Assurance. Jakarta: Erlangga
Elder, et al. (2011). Jasa Audit dan Assurance: Pendekatan Terpadu (Adaptasi
Indonesia). Jakarta: Salemba Empat
Rastina, et al. (2016). Pengaruh Skeptisme, Kecerdasan Emosional dan Locus
Of Control Terhadap Kualitas Audit. J urnal Prosiding Seminar Hasil
Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.319-324). ISSN : 978-602-60766-4-9.
LAMPIRAN 1
KUESIONER PENELITIAN
47
IDENTITAS RESPONDEN
1. Nama : …………………………………………………………
2. Umur : …………………………………………………………
3. Jenis Kelamin : Pria / Wanita
4. Pendidikan Terakhir : …………………………………………………………
5. Jabatan : …………………………………………………………
6. Lama Bekerja : …………………………………………………………
Nilai
No Pernyataan
STS TS S SS
motivasi).
Nilai
No Pernyataan
STS TS S SS
Nilai
No Pernyataan
STS TS S SS