Anda di halaman 1dari 60

PENGARUH PELAKSANAAN SISTEM PENGENDALIAN MUTU,

SKEPTISISME DAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP KUALITAS


AUDIT

USULAN PENELITIAN

OLEH:
RAVENIA CHEDY CHEVIANY ANDY
1510112103

PROGRAM STUDI AKUNTANSI S1


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2019
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR LAMPIRAN vi

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Penelitian 5
1.4 Manfaat penelitian 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7


2.1 Kajian Pustaka 7
2.1.1 Teori Keagenan 7
2.1.2 Auditing 8
2.1.2.1 Pengertian Audit 8
2.1.2.2 Standar Audit 8
2.1.2.3 Jenis Audit 9
2.1.3 Auditor 11
2.1.3.1 Pengertian Auditor 11
2.1.3.2 Jenis-Jenis Auditor 12
2.1.4 Kualitas Audit 13
2.1.4.1 Pengertian Kualitas Audit 13
2.1.4.2 Unsur-unsur Kualitas Audit 14
2.1.4.3 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kualitas Audit 15
2.1.5 Sistem Pengendalian Mutu 17
2.1.5.1 Pengertian Sistem Pengendalian Mutu 17
2.1.5.2 Unsur-unsur Sistem Pengendalian Mutu 17
2.1.6 Skeptisisme 19
2.1.6.1 Pengertian Skeptisisme 19
2.1.6.2 Unsur-unsur Skeptisisme 21
2.1.7 Kecerdasan Emosional 23
2.1.7.1 Pengertian Kecerdasan Emosional 23
2.1.7.2 Unsur-unsur Kecerdasan Emosional 23
2.2 Kerangka Pemikiran 24
2.3 Hipotesis Penelitian 27

BAB III METODE PENELITIAN 28


3.1 Definisi Operasi dan Pengukuran Variabel 28
3.1.1 Definisi Operasional 28
3.1.2 Pengukuran Variabel 29

i
3.1.3 Justifikasi Kualitas Audit 32
3.1.4 Justifikasi Sistem Pengendalian Mutu 33
3.1.5 Justifikasi Skeptisisme 34
3.1.6 Justifikasi Kecerdasan Emosional 34
3.2 Penentuan Populasi dan Sampel 35
3.2.1 Populasi 35
3.2.2 Sampel 35
3.3 Teknik Pengumpulan Data 36
3.3.1 Jenis Data 36
3.3.2 Pengumpulan Data 36
3.4 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 37
3.4.1 Teknik Analisis Data 37
3.4.1.1 Analisis Statistik Deskriptif 37
3.4.1.2 Uji Validitas dan Uji Reabilitas 37
3.4.1.3 Uji Asumsi Klasik 38
3.4.2 Uji Hipotesis 40
3.4.2.1 Uji Koefisien Determinasi (R2) 40
3.4.2.2 Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t) 41
3.4.3 Model Regresi 42
Daftar Pustaka 43

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pengukuran Variabel Penelitian


Tabel 2. Justifikasi Kualitas Audit
Tabel 3. Justifikasi Sistem Pengendalian Mutu
Tabel 4. Justifikasi Skeptisisme
Tabel 5. Justifikasi Kecerdasan Emosional

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian


Pertumbuhan dalam dunia bisnis memungkinkan perusahaan melakukan kerja
sama kontrak dengan berbagai pihak dalam bentuk investasi, sehingga menyebabkan
kebutuhan laporan keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada
investor semakin meningkat. Untuk meningkatkan kredibilitas perusahaan dalam
menghasilkan laporan keuangan yang akurat, salah satu kebijakan yang sering
ditempuh adalah dengan melakukan audit terhadap laporan keuangan perusahaan
oleh pihak yang kompeten dan independen yaitu akuntan publik.
Laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik kewajarannya lebih
dapat dipercaya dibandingkan laporan keuangan yang tidak atau belum diaudit. Para
pengguna laporan audit mengharapkan bahwa laporan keuangan yang telah diaudit
oleh akuntan publik bebas dari salah saji material, dapat dipercaya kebenarannya
untuk dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan dan telah sesuai dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku di indonesia. Menurut FASB, dua karakteristik
terpenting yang harus ada dalam laporan keuangan adalah relevan dan dapat
diandalkan.
Akuntan publik harus menjamin bahwa kualitas audit yang mereka lakukan
benar-benar berkualitas supaya menghasilkan laporan audit yang berkualitas pula.
Kualitas audit ini penting karena dengan kualitas audit yang tinggi maka akan
dihasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya sebagai dasar dalam pengambilan
keputusan. Pebryanto (2013) mendefinisikan kualitas audit sebagai probabilitas di
mana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran
dalam sistem akuntansi kliennya. Dalam menghasilkan audit yang berkualitas, auditor
memerlukan pengetahuan pengauditan (umum dan khusus), paham akan standar audit
dan kode etik profesi, serta memahami sistem informasi akuntansi klien. Selain itu,
auditor harus menjalani pelatihan yang mencakup aspek pendidikan umum dan aspek
teknis, auditor yang lebih berpengalaman akan mempunyai pemahaman yang lebih
baik terhadap laporan keuangan. Faktor lain dalam menghasilkan audit yang

1
2

berkualitas adalah auditor harus memiliki sikap skeptisme profesional dan sikap
kehati-hatian dalam pengambilan keputusan. Tidak lupa juga dengan komitmen untuk
menyelesaikan perikatan audit tepat waktu juga penting untuk diperhatikan.
Kepatuhan terhadap standar audit dan standar profesional akuntan publik
khususnya dalam penerapan sistem pengendalian mutu merupakan salah satu unsur
dalam menilai kualitas audit. Sistem pengendalian mutu merupakan bagian dari
standar pengendalian mutu sebagai panduan bagi kantor akuntan publik di dalam
melaksanakan pengendalian kualitas atas jasa yang dihasilkan oleh kantornya. Sistem
Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik, mencakup kebijakan dan prosedur
pengendalian mutu, penerapan tanggung jawab, komunikasi dan pemantauan (Fauji
dkk, 2015). IAPI (2013), menyebutkan bahwa sistem pengendalian mutu memberikan
pedoman untuk KAP dalam pelaksanaan pengendalian kualitas jasa atas hasil
perikatan. Menurut SPM 1 (2013), Sistem pengendalian mutu mengatur tanggung
jawab KAP terhadap sistem pengendalian mutu dalam melaksanakan perikatan
asurans (reviu, audit, dan perikatan asurans lainnya) dan perikatan selain asurans.
Sejalan dengan Anggraeni dan Badera (2013), menyebutkan bahwa Sistem
Pengendalian Mutu adalah standar yang harus dimiliki oleh KAP yang dapat
dijadikan pedoman pengelolaan KAP. Sistem Pengendalian Mutu Kantor Akuntan
Publik merupakan sistem yang digunakan KAP untuk mengontrol dan mengendalikan
kualitas jasa audit yang dihasilkannya. Adapun unsur sistem pengendalian mutu
terdiri atas: (1) Tanggung jawab kepemimpinan KAP atas mutu, (2) Ketentuan etika
profesi yang berlaku, (3) Penerimaan dan keberlanjutan hubungan dengan klien dan
perikatan tertentu, (4) Sumber daya manusia, (5) Pelaksanaan perikatan, dan (6)
Pemantauan.
Salah satu sikap yang paling penting dalam audit profesional adalah sikap
skeptisisme. Secara khusus dalam standar audit (SPAP 2013) menjelaskan bahwa
skeptisisme profesional adalah suatu sikap yang mencakup suatu pikiran yang selalu
mempertanyakan, waspada terhadap kondisi yang dapat mengindikasikan
kemungkinan kesalahan penyajian, baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun
kesalahan, dan suatu penilaian penting atas bukti audit. Rendahnya tingkat
skeptisisme dapat menyebabkan kegagalan dalam mendeteksi kecurangan sehingga
auditor tidak mampu memenuhi tuntutan untuk menghasilkan laporan yang
3

berkualitas. Untuk menerapkan skeptisisme profesional yang efektif, perlu dibentuk


persepsi bahwa bahkan sistem pengendalian internal yang paling baik memiliki celah
dan memungkinkan terjadinya ​fraud ​(​Center for Audit Quality​, 2018). Hanya saja,
dalam menerapkan skeptisisme profesional, auditor tidak boleh mengasumsikan
bahwa manajemen klien melakukan praktik yang bersih, namun tidak juga
berprasangka bahwa manajemen klien melakukan ​fraud​.
Untuk menunjang tugas yang diemban oleh seorang auditor dalam
menghasilkan kualitas audit yang bermutu, maka yang dibutuhkan tidak hanya lagi
kemampuan intelektual, tetapi juga diperlukan kemampuan emosional. Kecerdasan
emosional akan mampu menjawab tantangan untuk membina hubungan yang baik
dengan pihak lain (​auditee​). Dalam meningkatkan profesionalisme seorang auditor
harus terlebih dahulu memahami dirinya sendiri dan tugas yang akan dilaksanakan
serta selalu meningkatkan dan mengendalikan dirinya dalam berhubungan dengan
kliennya. Kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali perasaan diri sendiri
dan perasaan orang lain, memotivasi diri sendiri, serta mengelola emosi dengan baik
pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosional yang
baik mampu membuat untuk berpikir jernih walaupun dalam tekanan, bertindak
sesuai etika, berpegang pada prinsip dan memiliki dorongan berprestasi (Latrini,
2016). Selain itu orang yang memiliki kecerdasan emosional mampu memahami
perspektif atau pandangan orang lain dan dapat mengembangkan hubungan yang
dapat dipercaya.
Namun belakangan ini profesi audit menjadi sorotan masyarakat terkait
banyaknya kasus kegagalan-kegagalan auditor dalam menjalankan tugasnya. Melalui
survei yang dilakukan oleh ​International Forum of Independent Auditor Regulators
(IFIAR), disimpulkan kualitas audit terbilang masih rendah (sumber:
mediaindonesia.com/07 April 2016). Berdasarkan survei tersebut, hulu permasalahan
terdapat pada tata kelola profesi Akuntan Publik baik staf personal maupun Kantor
Akuntan Publik.
Pentingnya kualitas audit semakin jelas ketika kasus yang melibatkan KAP
masih sering terjadi. Fenomena secara umum yang ditemukan adalah kasus SNP
Finance tahun 2018 dimana terjadi pembobolan dana 14 bank yaitu diantaranya Bank
Panin, Bank Mandiri, dan Bank BCA dengan modus kredit fiktif oleh PT Sunprima
4

Nusantara Pembiayaan (SNP ​Finance​). Menurut OJK, Kredit yang disalurkan oleh 14
bank tersebut kepada SNP ​Finance ​mencapai Rp.2,2 Triliun dan sejumlah pihak
mensinyalir adanya kelemahan prinsip kehati-hatian, selain itu sistem pengawasan
otoritas pun dinilai perlu dievaluasi. Untuk mendukung aksinya tersebut, SNP
​ emberikan dokumen fiktif yang berisi data customer Columbia. Sangat
Finance m
disayangkan bahwa Deloitte sebagai auditornya gagal mendeteksi adanya skema
kecurangan pada laporan keuangan SNP ​Finance ​tersebut. Deloitte malah
memberikan opini wajar tanpa pengecualian pada laporan keuangan SNP Finance
(sumber: http://cnbcindonesia.com/02 Agustus 2018). Hal ini terbukti bahwa, akuntan
publik tersebut belum menerapkan pemerolehan bukti audit yang cukup dan tepat atas
akun piutang pembiayaan konsumen dan melaksanaan prosedur yang memadai terkait
proses deteksi risiko kecurangan serta respons atas risiko kecurangan. Kasus diatas
memperlihatkan bahwa kualitas audit suatu hal yang sangat sensitif dan penting untuk
dijaga oleh para auditor.
Kegagalan auditor dalam menjalankan tugasnya membuktikan bahwa masih
belum optimalnya auditor dalam melaksanakan sistem pengendalian mutu, penerapan
skeptisisme profesional serta kemampuan mengelola emosi, dalam pelaksanaan audit,
sehingga kinerja yang mereka berikan juga tidak optimal dan menyebabkan rusaknya
citra KAP secara umum dan khususnya citra KAP dimana mereka bekerja.
Fauji, dkk (2015) dalam penelitiannya menghasilkan temuan bahwa Sistem
Pengendalian Mutu (SPM) memiliki pengaruh signifikan secara simultan terhadap
kualitas audit. Sementara, penelitian yang dilakukan oleh Permana (2018)
mengungkapkan bahwa hanya dari keseluruhan unsur sistem pengendalian mutu,
terdapat 3 variabel yang dinyatakan berpengaruh dan 3 variabel sisanya dinyatakan
tidak berpengaruh. Variabel yang berpengaruh terhadap kualitas audit, antara lain:
tanggung jawab kepemimpinan KAP atas mutu, penerimaan dan keberlanjutan
hubungan dengan klien dan perikatan tertentu, dan pelaksanaan perikatan. Sedangkan
untuk variabel yang tidak berpengaruh terhadap kualitas audit, antara lain: ketentuan
etika profesi yang berlaku, sumber daya manusia, dan pemantauan.
Rastina (2018) berhasil membuktikan bahwa skeptisisme berpengaruh
terhadap kualitas audit sedangkan kecerdasan emosional tidak berpengaruh terhadap
kualitas audit. Sementara hasil penelitian yang dilakukan Ramadhan (2018) sejalan
5

dengan teori yang dikembangkan oleh Goleman (2009) mengatakan bahwa untuk
mencapai kesuksesan dalam dunia kerja bukan hanya ​cognitive intelligence saja yang
dibutuhkan tetapi juga ​emotional intelligence​. Namun Naibaho, dkk (2014),
mengatakan bahwa skeptisme profesional auditor terbukti tidak berpengaruh terhadap
kualitas audit. Kondisi tersebut terjadi karena masalah skeptisme di dalam melakukan
audit telah dianggap sebagai hal yang biasa dan harus siap diselesaikan dengan baik.
Oleh karena itu penelitian ini berusaha meneliti kembali faktor-faktor yang
mampu mempengaruhi kualitas audit, karena untuk memverifikasi ulang hasil
penelitian terdahulu yang sangat beragam tentang faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi kualitas audit. Pada penelitian ini peneliti mencoba melakukan
penelitian dari penelitian sebelumnya terkait kualitas audit yang dilakukan oleh
Rastina, dkk (2018) di Makassar dengan beberapa poin perbedaan. Pertama sampel
penelitian yang digunakan oleh Rastina, dkk (2018). Dengan sampel auditor yang ada
di Kantor Akuntan Publik di kota Makassar sejumlah 50 responden sedangkan
penelitian ini berfokus pada Kantor Akuntan Publik di daerah Jakarta Selatan dan
Jakarta Pusat. Kedua, penelitian ini menambahkan variabel yang berbeda yaitu sistem
pengendalian mutu sebagai variabel independen dalam penelitian. Berdasarkan
fenomena di atas, maka penelitian yang akan dilakukan terkait faktor yang
mempengaruhi kualitas audit dengan judul: ​“Pengaruh Sistem Pengendalian Mutu,
Skeptisisme Profesional dan Kecerdasan Emosional Terhadap Kualitas Audit”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah sistem pengendalian mutu berpengaruh signifikan terhadap kualitas
audit?
2. Apakah skeptisisme profesional berpengaruh signifikan terhadap kualitas
audit?
3. Apakan kecerdasan emosional berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit?

1.3. Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
6

1. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh sistem pengendalian


mutu terhadap kualitas audit.
2. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh skeptisisme profesional
terhadap kualitas audit.
3. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh kecerdasan emosional
terhadap kualitas audit.
1.4. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah disebutkan sebelumnya, diharapkan
dapat memberikan manfaat ke berbagai pihak antara lain:
A. Manfaat Teoritis
1. Melalui penelitian ini, peneliti mencoba memberikan bukti empiris tentang
pengaruh pelaksanaan sistem pengendalian mutu, skeptisisme profesional dan
kecerdasan emosional terhadap kualitas audit.
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan memberikan sumbangan
konseptual bagi peneliti sejenis maupun civitas akademika lainnya dalam
rangka mengembangkan ilmu pengetahuan untuk perkembangan dunia
pendidikan.
B. Manfaat Praktis
1. Penelitian mengenai kualitas audit penting bagi KAP dan auditor agar mereka
dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit.
2. Bagi pemakai jasa audit, penelitian ini penting agar dapat menilai KAP mana
yang konsisten dalam menjaga kualitas audit yang diberikannya.
3. Sebagai bahan evaluasi bagi para auditor sehingga dapat meningkatkan
kualitas auditnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, MODEL PENELITIAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka


2.1.1 Teori Keagenan ​(Agency Theory)
Menurut Suwardjono (2013:485), teori keagenan merupakan suatu teori yang
menjelaskan hubungan antara pihak prinsipal dengan agen dimana agen bertindak atas
nama kepentingan prinsipal dan atas tindakan tersebut agen mendapatkan imbalan
tertentu. Prinsipal ingin mengetahui segala informasi termasuk aktivitas manajemen
yang terkait dengan investasi dan atau dananya dalam perusahaan. Hal ini dilakukan
dengan meminta pertanggung jawaban pada agen (manajemen). Berdasarkan laporan
tersebut principal menilai kinerja manajemen. Pihak manajemen sering kali
melakukan kecurangan dalam membuat laporan keuangannya terlihat baik sehingga
pihak investor akan menilai kinerja manajemen dalam keadaan baik. Adanya auditor
yang independen dalam melakukan pengujian dan pemeriksaan diharapkan dapat
mencegah terjadinya kecurangan yang dibuat oleh pihak manajemen. Teori keagenan
membantu auditor dalam memahami konflik antara agen dengan prinsipal. Pihak
principal selaku investor atau pemilik bekerjasama dan menandatangani kontrak kerja
dengan agen atau manajemen perusahaan untuk menginvestasikan keuangan mereka.
Auditor yang independen dapat mengevaluasi kinerja agen sehingga akan
menghasilkan sistem informasi yang relevan dan ​reliable yang berguna bagi pihak
ketiga yakni investor dan kreditur dalam mengambil keputusan.
Keterkaitan teori keagenan dengan kualitas audit yaitu dimana seorang auditor
berperan sebagai pihak ketiga yang menjalankan fungsi untuk memberikan opini atau
pendapat serta memeriksa laporan keuangan yang telah dibuatkan oleh agen. Agen
dalam hal ini yaitu pihak manajemen atau pihak klien. Seringkali terjadi konflik
antara pihak agen dengan pihak prinsipal selaku investor. Auditor memiliki peran
untuk mencegah konflik yang terjadi antara pihak prinsipal dengan pihak agen dengan
melakukan pemeriksaan laporan keuangan sesuai dengan standar dan memberikan
opini yang sesuai dengan kondisi yang sebenarnya sehingga hasil dari pemeriksaan
laporan keuangan dan dan pemberian opini dapat digunakan oleh pihak prinsipal

7
8

selaku investor maupun pihak agen selaku perusahaan dalam pengambilan keputusan
serta mengurangi asimetri informasi antara pihak agen dengan pihak principal.
2.1.2 Auditing
2.1.2.1 Pengertian Audit
Pengertian ​auditing ​(Agoes, 2017) ​“​adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan
secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen terhadap laporan keuangan
yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan pembukuan dan bukti-bukti
pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran
laporan keuangan​”​perusahaan.
Menurut ​Arens, dkk. (2015) Auditing adalah ​“​suatu proses pengumpulan dan
evaluasi bukti tentang suatu informasi yang menentukan dan melaporkan kesesuaian
antara informasi dan kriteria yang telah ditetapkan.​”
Dengan kedua pengertian mengenai auditing diatas, maka peneliti menarik
kesimpulan bahwa ​auditing a​ dalah suatu kegiatan untuk menemukan dan memperoleh
catatan pembukuan serta bukti-bukti tentang suatu informasi guna dapat memberikan
pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan perusahaan.
2.1.2.2 Standar Audit
Standar ​“​Auditing merupakan pedoman untuk membantu auditor dalam
memenuhi tanggung jawab profesinya untuk melakukan audit atas laporan keuangan.
Standar audit ini diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang
ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia. Standar Perikatan Audit (SPA) ini
mengatur tanggung jawab keseluruhan seorang auditor independen ketika
melaksanakan audit atas laporan keuangan. Secara spesifik, standar ini menetapkan
tujuan keseluruhan auditor independen, serta menjelaskan sifat dan ruang lingkup
audit yang dirancang untuk memungkinkan auditor independen mencapai tujuan
tersebut. Standar ini juga menjelaskan ruang lingkup, wewenang, dan struktur
SPA, serta mencakup ketentuan untuk menetapkan tanggung jawab umum auditor
independen yang berlaku untuk semua perikatan audit, termasuk kewajiban
untuk mematuhi SPA.​”
Standar audit telah disahkan dan ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik
Indonesia tahun 2011 sesuai dengan 10 standar yang berlaku umum dan dibagi
menjadi 3 kategori (Agoes. 2017):
9

1. Standar umum
a. Auditor harus​ ​mengikuti​ ​pelatihan​ ​dan mempunyai kecakapan teknis
b. Auditor harus mempertahankan sifat independen
c. Auditor harus menerapkan sifat profesional dalam melakukan audit
2. Standar pekerjaan lapangan
a. Auditor harus melakukan perencanaan dan melakukan pengawasan
b. Auditor harus melakukan pemahaman atas pengendalian internal
c. Auditor harus memiliki bukti yang akurat, kompeten dan dapat
diandalkan
3. Standar pelaporan
a. Laporan ​“​harus sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku​”
b. Laporan harus mengidentifikasikan keadaan dimana ​“​prinsip prinsip
tersebut tidak secara konsisten diikuti selama periode berjalan jika
dikaitkan dengan periode​”​ sebelumnya
c. Pengungkapan​ ​informatif di ​“​laporan keuangan harus memadai​”
d. Laporan harus berisi pernyataan pendapat auditor dan jika auditor tidak
bisa memberikan pendapat, auditor harus menyatakan alasan yang
mendasarinya
Laporan audit harus ​“​memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan
keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat
diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya
harus dinyatakan. Dalam semua hal yang nama auditor dikaitkan dengan laporan
keuangan, laporan audit harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan
audit, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul.
2.1.2.3 Jenis-Jenis Audit
Dari keterangan mengenai definisi audit dan tujuannya, terlihat jelas bahwa
audit sangat membantu manajemen perusahaan untuk menyajikan laporan keuangan
yang wajar. Dalam pelaksanaannya pengauditan dibagi dalam beberapa jenis. Ditinjau
dari luasnya pemeriksaan, maka jenis-jenis audit dapat dibedakan atas (Agoes, 2017):
1. Pemeriksaan Umum (​General Audit)​
Suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan oleh
KAP independen dengan tujuan untuk bisa memberikan pendapat mengenai
10

kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Pemeriksaan tersebut harus


dilakukan sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik atau ISA atau
Panduan Audit Entitas Bisnis Kecil dan memperhatikan Kode Etik Akuntan
Indonesia, Kode Etik Profesi Akuntansi Publik serta Standar Pengendalian
Mutu.
2. Pemeriksaan Khusus (​Special Audit)​
Suatu pemeriksaan terbatas (sesuai dengan permintaan ​auditee)​ yang
dilakukan oleh KAP yang independen, dan pada akhir pemeriksaannya auditor
tidak perlu memberikan pendapat terhadap kewajaran laporan keuangan secara
keseluruhan. Pendapat yang diberikan terbatas pada pos atau masalah tertentu
yang diperiksa, karena prosedur audit yang dilakukan juga terbatas. Misalnya
KAP melakukan pemeriksaan terhadap penerimaan kas perusahaan, maka
KAP hanya akan memberi pendapat apakah terjadi kecurangan pada
penerimaan kas di perusahaan tersebut.
Selain dari luasnya pemeriksaan, Elder ​et.al (2013, hlm.16) menyatakan bahwa
akuntan publik melakukan tiga jenis utama aktivitas audit, yaitu Audit Operasional,
Audit Ketaatan, dan Audit Laporan Keuangan. Berikut adalah penjelasannya:
1. Audit Operasional
Audit operasional mengevaluasi efisiensi dan efektivitas setiap bagian
dari prosedur dan metode operasi organisasi maupun perusahaan. Pada akhir
audit operasional, manajemen biasanya mengharapkan saran-saran untuk
memperbaiki operasi. Dalam audit operasional, review atau penelaahan yang
dilakukan tidak terbatas pada akuntansi, tetapi dapat mencakup evaluasi atas
struktur organisasi, operasi komputer metode produksi, pemasaran dan semua
bidang lain dimana auditor menguasainya.
2. Audit Ketaatan
Audit Ketaatan (​compliance audit​) dilaksanakan untuk menentukan
apakah pihak yang diaudit telah mengikuti prosedur, aturan, atau ketentuan
tertentu yang ditetapkan oleh otoritas yang lebih tinggi. Hasil audit ini
biasanya dilaporkan kepada manajemen bukan kepada pengguna luar, karena
manajemen adalah kelompok utama yang berkepentingan dengan tingkat
ketaatan terhadap prosedur dan peraturan yang digariskan.
11

3. Audit Laporan Keuangan


Audit Laporan Keuangan (​financial statement ​audit)​ dilakukan untuk
menentukan apakah laporan keuangan (informasi yang diverifikasi) telah
dinyatakan sesuai dengan kriteria tertentu. Biasanya, kriteria yang berlaku
adalah prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (​generally accepted
​ AAP), walaupun auditor mungkin melakukan audit
accounting principles-G
atas laporan keuangan yang disusun dengan menggunakan akuntansi dasar kas
atau beberapa dasar lainnya yang cocok untuk organisasi tersebut.
Dari penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa seorang auditor dalam
melaksanakan​m​tugasnya​m​harus mengetahui dan memahami jenis-jenis audit. Mulai
dari pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus, yang keduanya hanya dibedakan
dari luas pemeriksaannya saja. Dimana pemeriksaan umum memberikan ​opini
mengenai kewajaran ​laporan keuangan secara keseluruhan, sedangkan pemeriksaan
khusus memberikan opini terhadap bagian dari laporan keuangan yang diaudit.
2.1.3 Auditor
2.1.3.1 Pengertian Auditor
Secara ​“​bahasa sederhana, auditor merupakan pemeriksa laporan keuangan,
apakah laporan keuangan tersebut telah wajar, sesuai dengan prinsip prinsip akuntansi
yang berlaku. Auditor juga yang menyatakan suatu pendapat atas suatu laporan
keuangan yang telah disusun oleh manajemen, dalam hal kewajaran pada seluruh hal
yang sifatnya material, posisi keuangan serta arus kas yang sesuai dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.​” Adapun beberapa definisi
auditor yang diungkapkan oleh beberapa sumber, berikut ini:
Elder ​et.al (2013, hlm.16) menyebutkan bahwa auditor adalah orang yang
melakukan atau melaksanakan audit. Auditor adalah orang yang melakukan aspek
tertentu dari suatu audit. Selanjutnya menurut Aturan Etika Profesi Akuntan Publik
dalam Agoes (2017, hlm.44), menyebutkan bahwa akuntan publik adalah akuntan
yang memiliki izin dari menteri keuangan atau pejabat yang berwenang lainnya untuk
menjalankan praktik akuntan publik.
Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa auditor atau yang bisa disebut
akuntan publik adalah seorang yang memiliki izin dari pejabat berwenang dan
memiliki sikap independen dalam memeriksa dan menyatakan pendapat atas suatu
12

laporan keuangan. Dengan demikian auditor memiliki tanggung jawab atas


kepercayaan masyarakat dalam menilai laporan keuangan.
2.1.3.2 Jenis-Jenis Auditor
Beragamnya institusi di Indonesia mulai dari pemerintahan hingga swasta,
mempengaruhi auditor sebagai pemeriksa informasi keuangannya. Oleh sebab itu
umumnya auditor dibedakan dalam beberapa jenis mulai dari auditor KAP hingga
auditor internal. Seperti yang ditulis oleh Elder ​et.al (2013, hlm.19) dalam bukunya
yaitu, terdapat beberapa jenis auditor dewasa ini yang berpraktik. Jenis yang paling
umum adalah kantor akuntan publik, auditor badan akuntabilitas pemerintah, auditor
pajak, dan auditor internal. Berikut ialah penjelasannya:
a. Kantor Akuntan Publik
Kantor ​“​Akuntan Publik (KAP) umumnya disebut auditor eksternal atau
auditor independen untuk membedakannya dengan auditor internal. Seperti
definisi auditor yang telah dijelaskan di atas, KAP pun memiliki tugas dan
tanggung jawab yang sama dengan auditor lainnya. Hanya saja KAP
bertanggung jawab untuk mengaudit laporan keuangan yang dipublikasi oleh
semua perusahaan terbuka.​”
b. Auditor Internal
Auditor ​“​internal ialah auditor yang bekerja dalam perusahaan, baik
perusahaan negara maupun perusahaan swasta. Adapun tugas pokok auditor
ini ialah untuk menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan
manajemen puncak telah dipatuhi. Umumnya auditor ini bertanggung jawab
langsung kepada presiden direktur, pimpinan tertinggi perusahaan lainnya,
atau bahkan kepada komite audit dari dewan direksi.​”
c. Auditor Internal Pemerintah
Auditor internal ​“​pemerintah adalah audit profesional yang bekerja di
instansi pemerintah, yang memiliki tugas pokok melakukan audit atas
pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh entitas pemerintah.
Auditor jenis ini bekerja di Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) dimana tugasnya yaitu mereview, mengevaluasi efisiensi dan
efektivitas operasional berbagai program pemerintah.

13

d. Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)


Auditor BPK ​“​adalah auditor yang bekerja untuk BPK Republik Indonesia,
yaitu badan yang didirikan berdasarkan UUD 1945 Pasal 23 ayat 5 yaitu
menetapkan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan
Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya
ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu disampaikan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat.​”
e. Auditor pajak
Auditor pajak adalah auditor yang mengaudit pajak penghasilan dari wajib
pajak, untuk menentukan apakah mereka telah mematuhi peraturan
perpajakan yang berlaku. Auditor yang terlibat dalam pengauditan bidang
pajak ini diharuskan memiliki pengetahuan luas tentang pajak dan juga
keahlian audit yang juga luas agar berlangsung efektif. Seperti memahami
pajak penghasilan pribadi, pajak hadiah, pajak bumi dan bangunan, pajak
korporasi, dan sebagainya.
2.1.4 Kualitas Audit
2.1.4.1 Pengertian Kualitas Audit
Menurut Tandiontong (2015, hlm. 71) kualitas audit merupakan probabilitas
seorang auditor dalam menemukan dan melaporkan suatu kekeliruan atau
penyelewengan yang terjadi dalam suatu sistem akuntansi klien. Tidak mudah
menggambarkan dan mengukur kualitas audit secara objektif dengan beberapa
indikator. Hal ini dikarenakan kualitas audit merupakan sebuah konsep yang
kompleks dan sulit dipahami sehingga seringkali terdapat kesalahan dalam
menentukan sifat dan kualitasnya. Hal ini terbukti dari banyaknya penelitian yang
menggunakan dimensi kualitas audit yang berbeda-beda (Efendi, 2010).
Kualitas audit sangat penting dalam proses auditing secara menyeluruh.
Menurut Wooten (2003, hlm.48), kualitas audit adalah terkait adanya jaminan auditor
bahwa laporan keuangan tidak menyajikan kesalahan yang material atau memuat
kecurangan. Sehingga dalam proses adanya jaminan tersebut seorang auditor harus
benar-benar tidak melakukan kesalahan dalam pengauditannya. Seorang auditor
diharapkan dapat menghasilkan audit yang berkualitas. Audit yang berkualitas
menunjukkan bahwa kinerja auditor baik, dikarenakan untuk menghasilkan audit yang
14

berkualitas auditor harus benar-benar memenuhi standar umum dan standar


pengendalian mutu yang telah ditetapkan. Hal tersebut sesuai dengan, Ikatan Akuntan
Indonesia dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang menyatakan
bahwa audit yang dilakukan oleh seorang auditor dikatakan berkualitas jika
memenuhi standar auditing dan standar pengendalian mutu.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas terkait dengan definisi kualitas audit,
dapat disimpulkan bahwa kualitas audit merupakan semua probabilitas auditor dimana
pada saat melakukan audit laporan kliennya, auditor dapat menemukan pelanggaran
dalam sistem akuntansi kliennya dan melaporkannya dalam laporan audit, dan dalam
melaksanakan tugasnya tersebut auditor berpedoman pada standar auditing dan
standar pengendalian mutu.
Untuk dapat memenuhi kualitas audit yang baik maka auditor dalam
menjalankan profesinya sebagai pemeriksa harus berpedoman pada kode etik akuntan,
standar profesi dan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia. Auditor
mempunyai peranan penting dalam pengesahan laporan keuangan suatu perusahaan.
Oleh karena itu auditor harus menghasilkan audit yang berkualitas sehingga dapat
mengurangi ketidakselarasan yang terjadi antara pihak manajemen dan pemilik.
2.1.4.2 Unsur-unsur Kualitas Audit
Indikator untuk mengukur kualitas audit menurut Choiriyah (2012) dalam Tri
Maya Apriyas dan Adeng Pustikaningsih (2016), yaitu:
1) Melaporkan semua kesalahan klien
Auditor menemukan dan melaporkan apabila terdapat ketidakwajaran dalam
laporan keuangan klien, tanpa terpengaruh oleh hal-hal lainnya.
2) Pemahaman terhadap sistem informasi akuntansi klien
Auditor yang memiliki pemahaman yang baik terkait dengan sistem akuntansi
kliennya, maka akan lebih mudah dalam melakukan audit dikarenakan sudah
mengetahui informasi yang dapat memberikannya kemudahan dalam
menemukan salah saji laporan keuangan kliennya.
3) Komitmen yang kuat dalam menyelesaikan kualitas audit
Seorang auditor harus memiliki komitmen yang kuat terhadap kualitas audit.
Adanya pendidikan profesi berkelanjutan dan juga penempuhan pendidikan
15

formal yang diwajibkan oleh IAI kepada auditor tujuannya yaitu agar kerja
auditnya berkualitas.
4) Berpedoman pada prinsip auditing dan prinsip akuntansi dalam melakukan
pekerjaan lapangan
Seorang auditor haruslah berpedoman pada prinsip-prinsip auditing dan
prinsip akuntansi, mengikuti prosedur audit, independen. Kompeten, memiliki
etika yang tinggi dan berpegang pada prinsip-prinsip auditor.
5) Tidak begitu saja percaya terhadap pernyataan klien
Auditor tidak boleh begitu saja percaya dengan pernyataan-pernyataan yang
diberikan oleh klien. Auditor harus melakukan penyelidikan-penyelidikan
terlebih dahulu terkait dengan kebenarannya, dan mencari bukti-bukti yang
dapat mendukung pernyataan-pernyataan tersebut.
6) Sikap hati-hati dalam pengambilan keputusan
Auditor tidak boleh begitu saja percaya dengan pernyataan-pernyataan yang
diberikan oleh klien. Auditor harus melakukan penyelidikan-penyelidikan
terlebih dahulu terkait dengan kebenarannya, dan mencari bukti-bukti yang
dapat mendukung pernyataan-pernyataan sebelum mengambil keputusan
2.1.4.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Audit
Kualitas audit yang dihasilkan oleh seorang auditor menjadi suatu pembuktian
kepada masyarakat. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas audit,
faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit yaitu:
1) Sistem Pengendalian Mutu
Standar pengendalian mutu dijadikan acuan di KAP untuk
mengendalikan kualitas jasa yang dihasilkan KAP dengan mematuhi berbagai
standar sebagaimana Standar Profesional Akuntan Publik yang diterbitkan
oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Guna memastikan bahwa suatu
output telah memenuhi goals dan spesifikasi yang sebelumnya telah ditetapkan
diperlukan penerapan sistem pengendalian mutu ​(quality control) yang baik
dapat terwujud dengan penggunaan pedoman atau standar yang telah
ditetapkan (Wahyudiono dalam Fauji dkk. 2015).
16

2) Skeptisisme Profesional
Audit atas laporan keuangan berdasarkan atas standar auditing yang
ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia harus direncanakan dan dilaksanakan
dengan sikap skeptisme profesional, standar profesi akuntan publik/SPAP. Hal
ini mengandung arti bahwa auditor tidak boleh menganggap manajemen
sebagai orang yang tidak jujur namun juga tidak boleh menganggap bahwa
manajemen sebagai orang yang tidak diragukan lagi kejujurannya.
3) Kecerdasan Emosional
Dalam usaha untuk meningkatkan akuntabilitasnya, seorang auditor
harus menegakkan etika profesionalnya yang tinggi, agar timbul kepercayaan
dari masyarakat. Seorang auditor yang memiliki kecerdasan emosional yang
baik mampu mengendalikan dirinya sendiri, seperti berhati hati dalam
mengambil suatu keputusan untuk opini auditnya, jika opini audit sesuai
dengan kode etik maka kualitas auditnya tidak diragukan lagi.
4) ​Professional Care
Kehatian-hatian profesional mengharuskan auditor untuk memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini
mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan
jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya.
Kesalahan dapat dideteksi jika auditor memiliki keahlian dan kecermatan.
Temuan kesalahan pada laporan keuangan klien merupakan salah satu hal
yang menunjukkan kualitas audit dan menunjukkan keahlian yang dimiliki
oleh tim audit.
5) Independensi
Kepercayaan masyarakat umum atas independensi sikap auditor sangat
penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan masyarakat
akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi sikap auditor ternyata
berkurang, bahkan kepercayaan masyarakat dapat juga menurun disebabkan
oleh keadaan yang oleh mereka yang berpikiran sehat dianggap dapat
mempengaruhi sikap independensi. Independensi menghasilkan objektifitas,
yang berpengaruh besar terhadap kualitas audit, sehingga auditor akan
melaporkan apa yang ditemukannya selama proses pelaksanaan audit.
17

2.1.5 Sistem Pengendalian Mutu


2.1.5.1 Pengertian Sistem Pengendalian Mutu
Sistem pengendalian mutu merupakan suatu konsep yang mensyaratkan bahwa
suatu KAP diharuskan untuk mentaati peraturan dan standar yang berlaku serta harus
menggunakan kemahiran profesinya secara sungguh-sungguh dalam memberikan
jasanya sehingga KAP tersebut dapat memenuhi tanggung jawab profesinya.
Pengendalian mutu berkaitan erat tetapi berbeda dengan SPAP (Arents ​et al​, 2014,
hal. 36).
Lebih lanjut dalam SPAP 2013 disebutkan kebutuhan sistem pengendalian
mutu dalam KAP bahwa: “Setiap Kantor Akuntan Publik wajib memiliki sistem
pengendalian mutu dan menjelaskan unsur-unsur pengendalian mutu dan hal-hal yang
terkait dengan implementasi secara efektif sistem tersebut”.
Berdasarkan konsep sistem pengendalian mutu di atas, menunjukkan adanya
suatu keharusan KAP untuk menetapkan sistem pengendalian mutu pada semua jasa
audit, atestasi, akuntansi dan ​review,​ serta konsultasi yang standarnya telah ditetapkan
oleh IAI dan dibutuhkannya auditor profesional dalam melaksanakan pelaksanaan
audit. Sistem pengendalian mutu mencakup struktur organisasi, kebijakan dan
prosedur yang ditetapkan KAP untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang
kesesuaian perikatan profesional dengan SPAP. Sistem pengendalian mutu harus
relevan dan dirancang selaras dengan struktur organisasi, kebijakan dan sifat praktik
KAP.
Menurut Arens ​et al (2014, hal. 12), bahwa konsep pengendalian mutu bagi
suatu kantor akuntan dapat dijelaskan yaitu “​Quality Control is the procedures used
by CPA firm that help it meet those standards consistently on every engagement​”.
Oleh karena itu ​Quality Control memiliki tujuan yaitu mengendalikan,
menyeleksi, menilai kualitas terhadap produk (barang/jasa) yang tidak sesuai dengan
standar mutu yang diinginkan (​second quality​) secara terus menerus, sehingga
perusahaan tidak mengalami kerugian dan konsumen merasa puas.
2.1.5.2 Unsur-unsur Sistem Pengendalian Mutu
Pengendalian mutu Kantor Akuntan Publik harus diterapkan oleh setiap KAP
pada semua jasa audit, atestasi, akuntansi, review, dan konsultasi yang standarnya
telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Sistem pengendalian
18

mutu mencakup kebijakan dan prosedur pengendalian mutu, penetapan tanggung


jawab, komunikasi dan pemantauan (Agoes, 2017). Unsur-unsur pengendalian mutu
tersebut, yaitu:
1) Independensi
KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur untuk memberikan keyakinan
memadai bahwa, pada setiap tingkat organisasi, semua personel mempertahankan
independensi sebagaimana diatur oleh Kode Etik Profesi Akuntan Publik.
2) Penugasan Personel
KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu mengenai
penugasan personel untuk memberikan keyakinan memadai bahwa perikatan akan
dilaksanakan oleh staf profesional yang memiliki tingkat pelatihan dan keahlian teknis
untuk perikatan tersebut. Dalam proses penugasan personel, sifat dan lingkup
supervisi harus dipertimbangkan.
3) Konsultasi
KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu mengenai
konsultasi untuk memberikan keyakinan memadai bahwa personel akan memperoleh
informasi memadai sesuai yang dibutuhkan dari orang yang memiliki tingkat
pengetahuan, kompetensi, pertimbangan, dan wewenang memadai. Sifat konsultasi
akan tergantung atas beberapa faktor tertentu, antara lain ukuran KAP dan tingkat
pengetahuan, kompetensi, dan pertimbangan yang dimiliki oleh staf pelaksana
perikatan.
4) Supervisi
KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu mengenai
pelaksanaan dan supervisi perikatan untuk memberikan keyakinan yang memadai
bahwa pelaksanaan perikatan memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh KAP.
Lingkup supervisi dan review yang sesuai pada suatu kondisi tertentu tergantung atas
beberapa faktor, antara lain kerumitan masalah, kualifikasi staf pelaksana perikatan,
dan lingkup konsultasi yang tersedia dan yang telah digunakan.
5) Hiring
KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu mengenai
hiring u​ ntuk memberikan keyakinan memadai bahwa semua orang yang dipekerjakan
memiliki karakteristik semestinya, sehingga memungkinkan mereka melakukan
19

penugasan secara kompeten. Mutu pekerjaan KAP akhirnya tergantung atas integritas,
kompetensi dan motivasi personel yang melaksanakan dan melakukan supervisi
pekerjaan. Oleh karena itu, program pemekerjaan KAP menjadi salah satu unsur
penentu untuk mempertahankan mutu pekerjaan KAP.
6) Pengembangan Profesional
KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu
profesional untuk memberikan keyakinan memadai bahwa personel memiliki
pengetahuan memadai sehingga memungkinkan mereka memenuhi tanggung
jawabnya.
7) Promosi
KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu
profesional untuk memberikan keyakinan memadai bahwa personel yang terseleksi
untuk promosi memiliki kualifikasi seperti yang disyaratkan untuk tingkat tanggung
jawab yang lebih tinggi. Praktik promosi personel akan berimplikasi terhadap
terhadap mutu pekerjaan KAP. Kualifikasi personel terseleksi untuk promosi harus
mencakup pada karakter, intelegensi, pertimbangan, dan motivasi.
8) Penerimaan dan Keberlanjutan Klien
KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu untuk
menentukan apakah perikatan dari klien akan diterima atau dilanjutkan untuk
meminimalkan kemungkinan terjadinya hubungan dengan klien yang manajemennya
tidak memiliki integritas. KAP harus mempunyai prinsip pertimbangan kehati-hatian
(​prudence)​ dalam menentukan hubungan profesionalnya dengan klien.
9) Inspeksi
KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu mengenai
inspeksi untuk memberikan keyakinan memadai bahwa prosedur yang berhubungan
dengan unsur-unsur lain pengendalian mutu telah ditetapkan dengan efektif. Prosedur
inspeksi dapat dirancang dan dilaksanakan oleh individu yang bertindak mewakili
kepentingan manajemen KAP.
2.1.6 Skeptisisme
2.1.6.1 Pengertian Skeptisisme
Tuanakotta (2011:77-78), menjelaskan bahwa salah satu penyebab dari suatu
gagal audit adalah rendahnya skeptisisme profesional. Skeptisisme profesional yang
20

rendah menumpulkan kepekaan auditor terhadap kecurangan baik yang nyata maupun
yang berupa potensi, atau terhadap tanda-tanda bahaya (​red flags, warning sign)​ yang
mengindikasikan adanya kesalahan (​accounting error​) dan kecurangan (​fraud)​ .
Auditor yang dengan disiplin menerapkan skeptisisme profesional, tidak akan terpaku
pada prosedur audit yang tertera pada program audit. Skeptisisme profesional akan
membantu auditor dalam menilai dengan kritis risiko yang dihadapi dan
memperhitungkan risiko tersebut dalam bermacam-macam keputusan (seperti
menerima atau menolak klien, memilih metode dan teknik audit yang tepat, menilai
bukti-bukti audit yang dikumpulkan dan sebagainya).
Skeptisme profesional auditor merupakan sikap (​attitude​) auditor dalam
melakukan penugasan audit dimana sikap ini mencakup pikiran yang selalu
mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Bukti
audit dikumpulkan dan dinilai selama proses audit, sehingga selama proses audit
seorang auditor harus menerapkan sikap skeptisme profesional.
American Institute of Certified Public (​ AICPA) mendefinisikan skeptisme
profesional sebagai :
“​Professional skepticism in auditing implies an attitude that includes a
questioning mind and a critical assessment of audit evidence without being
obsessively suspicious or skeptical. The auditors are expected to exercise
professional skepticism in conducting the audit, and in gathering evidence
sufficient to support management’s assetion​” (AU 316 AICPA).
Dapat diartikan pengertian skeptisisme profesional menurut AICPA adalah
sikap yang mencakup pikiran yang selalu bertanya dan penilaian kritis atas bukti audit
tanpa obsesif mencurigakan atau skeptis. Auditor diharapkan menggunakan
skeptisisme profesional dalam melakukan audit, dan dalam mengumpulkan bukti yang
cukup untuk mendukung atau menyangkal pernyataan manajemen. Berdasarkan
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa skeptisme profesional merupakan sikap
yang dimiliki auditor untuk berpikir secara kritis terhadap bukti audit yang
dimilikinya selama proses audit.
Menurut Sari,dkk (2018) dalam penelitiannya, auditor dengan skeptisisme
profesional yang baik tidak akan mudah mempercayai bukti audit yang ditemukan
selama proses audit untuk memastikan tidak terjadinya kecurangan dalam laporan
21

keuangan yang diaudit olehnya. Audit yang dirancang dengan skeptisisme profesional
yang tinggi akan dapat memberikan keyakinan yang memadai untuk mendeteksi
adanya kecurangan maupun kesalahan dalam laporan keuangan yang bersifat materia.
Skeptisme profesional sangat penting untuk dimiliki, karena auditor perlu informasi
yang kuat untuk dijadikan dasar bukti audit yang relevan dalam mendukung
pemberian opini terhadap kewajaran laporan keuangan.
2.1.6.1 Unsur-unsur Skeptisisme Profesional
Fullerton dan Durtschi (2003:17) mengembangkan model sebagai indikator
dalam mengukur skeptisme profesional. Terdapat enam karakteristik utama yang
dimiliki seseorang saat menerapkan sikap skeptisme profesional, yaitu:
1) Karakteristik yang berkaitan dengan pengujian bukti audit
a) ​Questioning Mind​ (Pola Pikir Yang Selalu Bertanya-tanya)
Questioning mind merupakan karakter skeptisme seseorang dalam
mempertanyakan alasan, penyesuaian dan pembuktian akan suatu objek.
Karakter skeptisme ini dibentuk dari beberapa indikator, yaitu auditor menolak
suatu pernyataan atau statement tanpa pembuktian yang jelas, memberikan
pertanyaan untuk pembuktian suatu objek tertentu kepada auditor yang lain,
auditor memiliki kemampuan dalam mendeteksi kecurangan.
b) ​Suspension Of Judgment​ (Penundaan Pengambilan Keputusan)
Suspension of judgment merupakan karakter skeptisme yang
mengindikasikan seseorang untuk membutuhkan waktu lebih lama dalam
membuat keputusan yang matang serta menambahkan informasi untuk
mendukung pertimbangan tersebut. Karakter skeptisme ini dibentuk dari
beberapa indikator, yaitu membutuhkan informasi yang lebih untuk membuat
keputusan, tidak secara terburu-buru dalam pengambilan keputusan, tidak
akan membuat keputusan jika informasi belum ​valid.​
c) ​Search For Knowledge​ (Mencari Pengetahuan)
Search for knowledge merupakan karakter skeptisme seseorang yang
didasari oleh rasa ingin tahu. Karakter skeptisme ini dibentuk dari beberapa
indikator, yaitu, berusaha mencari dan menemukan informasi yang baru,
menyenangkan bila menemukan informasi yang baru, menyenangkan bila
dapat membuktikan informasi baru tersebut.
22

2) Karakteristik yang berkaitan dengan pemahaman bukti audit


a)​ Interpersonal Understanding​ (Pemahaman Interpersonal)
Interpersonal understanding merupakan karakter skeptisme seseorang
yang dibentuk dari pemahaman tujuan, motivasi serta integritas dari penyedia
suatu informasi. Karakter skeptisme ini dibentuk dari beberapa indikator, yaitu
berusaha untuk memahami perilaku orang lain. berusaha untuk memahami
alasan seseorang berperilaku demikian.
3) Karakteristik yang berkaitan dengan inisiatif seseorang untuk bersikap skeptisme
berdasarkan bukti audit yang diperoleh
a) ​Self Confidence​ (Percaya Diri)
Self confidence merupakan karakter skeptisme seseorang untuk
percaya diri secara profesional dalam bertindak terhadap bukti yang sudah
dikumpulkan. Karakter skeptisme ini dibentuk dari beberapa indikator, yaitu
mempertimbangkan penjelasan dari orang lain, memecahkan informasi yang
tidak konsisten.
b) ​Self Determination​ (Keteguhan Hati)
Self determination merupakan karakter skeptisme seseorang dalam
menyimpulkan secara objektif terhadap bukti yang sudah dikumpulkan.
Karakter skeptisme ini dibentuk dari beberapa indikator, yaitu, tidak akan
secara langsung menerima ataupun membenarkan pernyataan dari orang lain,
tidak mudah untuk dipengaruhi oleh orang lain terhadap suatu hal.
2.1.7 Kecerdasan Emosional
2.1.7.1 Pengertian Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali diri sendiri dan
perasaan orang lain, memotivasi diri sendiri, serta mengelola emosi dengan baik pada
diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain (Goleman, 2015, hal. 253).
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk mengendalikan emosi,
kemampuan untuk menguasai diri untuk tetap dapat mengambil keputusan dengan
tenang. Kecerdasan emosional dalam hal ini sikap kesadaran diri, pengendalian diri,
motivasi, empati dan keterampilan sosial akan melatih kemampuan auditor yaitu
kemampuan untuk menyadari emosi dirinya (kesadaran diri) dan mengelola
perasaannya dalam hal ini mampu mengendalikan dorongan, mampu memotivasi diri
23

dalam keadaan frustasi, kesanggupan untuk tegar, mengatur suasana hati yang reaktif
serta mampu berempati dan mempunyai keterampilan sosial dengan orang lain (Putra
dan Latrini, 2016).
Kecerdasan emosional menuntut untuk belajar mengakui, menghargai
perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan
secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari. Proses yang dijalani auditor
dalam melaksanakan tugasnya sebagai auditor akan melatih dan meningkatkan
kecerdasan emosionalnya. Auditor dengan kecerdasan emosional yang baik mampu
berpikir jernih walaupun dalam tekanan, bertindak sesuai etika, berpegang pada
prinsip dan memiliki dorongan berprestasi. Selain itu mereka juga mampu memahami
perspektif atau pandangan orang lain dan dapat mengembangkan hubungan yang
dapat dipercaya.
2.1.7.2 Unsur-unsur Kecerdasan Emosional
Goleman (hal. 265, 2015) membagi kecerdasan emosional kedalam 5
komponen, yaitu:
1) Kesadaran diri
Kesadaran diri adalah mengetahui apa yang dirasakan pada suatu saat
dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri.
Selain itu kesadaran diri juga berarti menetapkan tolak ukur yang realistis atas
kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.
2) Pengaturan diri
Pengaturan diri adalah menguasai emosi diri sedemikian sehingga
berdampak positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan
sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya sesuatu sasaran dan
mampu pulih kembali dari tekanan emosi.
3) Motivasi
Motivasi adalah menggunakan hasrat yang paling dalam untuk
menggerakan dan menuntun seseorang menuju sasaran. Motivasi membantu
seseorang mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif dan untuk bertahan
menghadapi kegagalan dan frustasi.
24

4) Empati
Empati adalah merasakan yang dirasakan orang lain,mampu
memahami perspektif orang lain, menumbuhkan hubungan saling percaya dan
menyelaraskan diri sendiri dengan berbagai macam orang.
5) Keterampilan sosial
Keterampilan sosial berarti menangani emosi dengan baik ketika
berhubungan dengan orang lain dengan cermat membaca situasi dan jaringan
sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan ketrampilan-ketrampilan ini
untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan
perselisihan dan untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim.
2.2 Kerangka Pemikiran
Akuntan publik merupakan auditor independen yang menyediakan jasa kepada
masyarakat umum terutama jasa dalam bidang audit atas laporan keuangan yang
dibuat oleh klien. Auditor independen dapat juga dikatakan sebagai auditor
profesional yang menjual jasanya kepada masyarakat umum. Sebagai pihak yang
independen, akuntan publik adalah suatu profesi yang membutuhkan kepercayaan dari
masyarakat umum mengenai keandalan atas pernyataan yang diberikan. Kebutuhan
atas permintaan laporan keuangan yang berkualitas menjadi sebuah tuntutan bagi
seorang auditor. Para pengguna laporan audit mengharapkan laporan keuangan yang
telah diaudit oleh akuntan publik bebas dari salah saji material dan dapat dipercaya
kebenarannya untuk dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan. Laporan
keuangan yang telah diaudit oleh auditor eksternal akan meningkatkan nilai dari
kualitas laporan sehingga akan berdampak pada naiknya tingkat kepercayaan para
pemegang saham terhadap laporan tersebut. Faktor-faktor yang menentukan kualitas
audit harus diperhatikan oleh para auditor, karena terdapat kepercayaan yang besar
dari pemakai laporan keuangan yang diberikan, pada akhirnya mengharuskan auditor
memperhatikan kualitas audit yang diberikannya.
Teori Keagenan menyatakan perlunya jasa independen auditor dapat
dijelaskan dengan dasar teori keagenan (​Agency Theory)​ , yaitu hubungan antara
pemilik (​principal)​ dengan manajemen (​agent​). Dengan adanya perkembangan
perusahaan atau entitas bisnis yang semakin besar, maka sering terjadi konflik antara
principal dalam hal ini adalah para pemegang saham (investor) dan pihak agent yang
25

diwakili oleh manajemen (direksi). Untuk mengurangi adanya masalah agensi ini
diperlukan adanya pihak independen yang dapat menjadi pihak penengah dalam
menangani konflik tersebut yang dikenal sebagai auditor independen. Berdasarkan
teori keagenan, auditor eksternal/auditor independen merupakan pihak yang dianggap
mampu menjembatani kepentingan pihak prinsipal dan pihak agen dalam mengelola
keuangan perusahaan. Auditor akan mengesahkan laporan pertanggungjawaban pihak
agen terhadap pihak prinsipal dengan memberikan penilaian secara independen dan
profesional atas keandalan dan kewajaran laporan keuangan perusahaan. Oleh karena
itu dalam hal ini, kualitas audit mempengaruhi auditor eksternal dalam melaksanakan
tugasnya sebagai pihak yang mampu menjembatani kepentingan pihak prinsipal dan
pihak agen.
Dalam perikatan jasa profesional, KAP bertanggung jawab untuk mematuhi
berbagai Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang diterbitkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI). Salah satu standar yang berisi panduan bagi KAP dalam
melaksanakan pengendalian kualitas jasa yang dihasilkan oleh kantornya adalah
standar pengendalian mutu. Oleh sebab itu, dengan standar pengendalian mutu
dijadikan acuan di KAP untuk mengendalikan kualitas jasa audit yang dihasilkan
KAP dengan mematuhi berbagai standar sebagaimana Standar Profesional Akuntan
Publik yang diterbitkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Guna
memastikan bahwa suatu output telah memenuhi tujuan dan spesifikasi yang
sebelumnya telah ditetapkan diperlukan penerapan sistem pengendalian mutu ​(quality
control) yang baik dapat terwujud dengan penggunaan pedoman atau standar yang
telah ditetapkan. Fauji, dkk (2015) dalam penelitiannya menghasilkan temuan bahwa
Sistem Pengendalian Mutu (SPM) memiliki pengaruh signifikan secara simultan
terhadap kualitas audit.
Selain itu, KAP wajib mempertimbangkan kecerdasan emosional stafnya
dalam melaksanakan audit karena tanpa kecerdasan emosional, seseorang tidak akan
mampu menggunakan kemampuan kognitif mereka sesuai dengan potensi yang
maksimum. Untuk menunjang tugas yang diemban oleh seorang auditor dalam
menghasilkan kualitas audit yang bermutu, maka yang dibutuhkan tidak hanya lagi
kemampuan intelektual, tetapi juga diperlukan kemampuan emosional. Kecerdasan
emosional akan mampu menjawab tantangan untuk membina hubungan yang baik
26

dengan pihak lain (​auditee)​ . Ramadhan (2018) sejalan dengan teori yang
dikembangkan oleh Goleman (2009) mengatakan bahwa untuk mencapai kesuksesan
dalam dunia kerja bukan hanya ​cognitive intelligence saja yang dibutuhkan tetapi juga
emotional intelligence​. Kecerdasaan emosional akan mempermudah seorang auditor
melakukan pemeriksaan, memiliki motivasi yang kuat, mengontrol diri/emosi, rasa
empati serta keterampilan dalam bersosialisasi akan membantu auditor dalam
menelusuri bukti-bukti audit serta informasi terkait.
Hal ini juga dikaitkan dengan kemampuan seorang auditor sebagai akuntan
publik untuk dapat memiliki sikap kehati-hatian atau skeptisisme profesional. Secara
khusus dalam standar audit menjelaskan bahwa skeptisisme profesional adalah suatu
sikap yang mencakup suatu pikiran yang selalu mempertanyakan, waspada terhadap
kondisi yang dapat mengindikasikan kemungkinan kesalahan penyajian, baik yang
disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan, dan suatu penilaian penting atas bukti
audit guna menghasilkan audit yang berkualitas. Rendahnya tingkat skeptisisme dapat
menyebabkan kegagalan dalam mendeteksi kecurangan sehingga auditor tidak mampu
memenuhi tuntutan untuk menghasilkan laporan yang berkualitas. Hal ini sesuai
dengan penelitian Rastina (2018) yang berhasil membuktikan bahwa skeptisisme
berpengaruh terhadap kualitas audit.
Berdasarkan teori dan uraian di atas, maka kerangka pemikiran dari penelitian
ini adalah sebagai berikut:
27

2.3 Hipotesis Penelitian


Berdasarkan kerangka pemilikan dan uraian diatas, maka hipotesis yang akan diuji
dalam penelitian ini adalah:
H 1 = Sistem pengendalian mutu berpengaruh terhadap kualitas audit.
H 2 = Skeptisisme berpengaruh terhadap kualitas audit.
H 3 = Kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kualitas audit.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Definisi Operasi dan Pengukuran Variabel


3.1.1 Definisi Operasional
Penelitian ini dilakukan untuk mempermudah konsep operasional pada
variabel Sistem Pengendalian Mutu, Skeptisisme dan Kecerdasan Emosional
Terhadap Kualitas Audit sehingga konsep penelitian dapat diukur secara
empiris serta menghindari terjadinya kesalahan penafsiran.
a. Variabel Dependen (Y)
Variabel dependen adalah variabel terikat yang dijelaskan atau
dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel dependen pada penelitian ini
adalah kualitas audit. Menurut Tandiontong (2015, hlm. 71), kualitas audit
merupakan probabilitas seorang auditor dalam menemukan dan melaporkan
suatu kekeliruan atau penyelewengan yang terjadi dalam suatu sistem
akuntansi klien.
b. Variabel Independen (X)
Variabel independen merupakan variabel yang dianggap memengaruhi
atau berpengaruh terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini, terdapat
tiga variabel yang tergolong dalam variabel independen yaitu:
1. Sistem Pengendalian Mutu (X​1​)
Sistem pengendalian mutu berkaitan erat tetapi berbeda
dengan standar auditing. Untuk memastikan bahwa
prinsip-prinsip dalam standar auditing diikuti pada setiap audit,
KAP mengikuti prosedur pengendalian mutu khusus yang
membantu memenuhi standar-standar itu secara konsisten pada
setiap penugasan (Arens et al, 2015, hal. 44).
2. Skeptisisme Profesional (X​2​)
Skeptisisme profesional auditor adalah sikap yang
mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan

28
29

evaluasi secara skeptis terhadap bukti audit. Dapat diartikan


bahwa skeptisisme profesional menjadi salah satu faktor dalam
menentukan kemahiran profesional seorang auditor.
Tuanakotta, (2011:77-78), menyatakan bahwa salah satu
penyebab dari suatu gagal audit adalah rendahnya skeptisisme
profesional. Skeptisisme profesional yang rendah
menumpulkan kepekaan auditor terhadap kecurangan baik yang
nyata maupun yang berupa potensi, atau terhadap tanda-tanda
bahaya (red flags, warning sign) yang mengindikasikan adanya
kesalahan (accounting error) dan kecurangan (fraud).
Berdasarkan definisi operasional variabel independen untuk
menentukan dan menjelaskan data, maka perlu dilakukan
pengukuran variabel.
3. Kecerdasan Emosional (X​3​)
Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk
mengenali diri sendiri dan perasaan orang lain, memotivasi diri
sendiri, serta mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri
dan dalam hubungan dengan orang lain (Goleman, 2015, hal.
253). Kecerdasan emosional adalah kemampuan memantau
dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain serta
menggunakan perasaan – perasaan tersebut untuk memandu
pikiran dan tindakan, sehingga kecerdasan emosional sangat
diperlukan untuk sukses dalam bekerja dan menghasilkan
kinerja yang menonjol dalam pekerjaan (Merkusiwati 2017).
Berdasarkan definisi operasional variabel independen untuk
menentukan dan menjelaskan data, maka perlu dilakukan
pengukuran variabel.
3.1.2 Pengukuran Variabel
Pengukuran variabel dalam penelitian ini diketahui sebagai
berikut :
30

a. Variabel Dependen
Variabel ​“​dependen dalam penelitian ini adalah kualitas audit,
variabel dependen ini diukur dengan menggunakan ​instrument
variabel ini terdiri dari 2 dimensi dan terdapat 18 pertanyaan
dengan 4 pilihan jawaban . Pengukuran variabel menurut
Amir (2015, hlm. 97) yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan skala Likert dan diukur dengan empat alternatif
jawaban yang jumlah responnya dapat berupa genap
tergantung tujuan penelitian serta masing-masing diberi skor
yaitu: Skor 1 = Sangat Tidak Setuju (STS), Skor 2 = Tidak
Setuju (TS), Skor3 = Setuju (S), Skor 4 = Sangat Setuju (SS)
(Sugiyono, 2010, hlm. 133).
b. Variabel Independen
1. Sistem Pengendalian Mutu (X​1​)
Variabel ​“​independen dalam penelitian ini adalah
sistem pengendalian mutu, variabel dependen ini
diukur dengan menggunakan ​instrument v​ ariabel ini
terdiri dari 2 dimensi dan terdapat 17 pertanyaan
dengan 4 pilihan jawaban. Pengukuran variabel
menurut Amir (2015, hlm. 97) yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan skala Likert dan diukur
dengan empat alternatif jawaban yang jumlah
responnya dapat berupa genap tergantung tujuan
penelitian serta masing-masing diberi skor yaitu: Skor
1 = Sangat Tidak Setuju (STS), Skor 2 = Tidak Setuju
(TS), Skor3 = Setuju (S), Skor 4 = Sangat Setuju (SS)
(Sugiyono, 2010, hlm. 133).
2. Skeptisisme (X​2​)
Variabel ​“​independen dalam penelitian ini adalah
skeptisisme, variabel dependen ini diukur dengan
31

menggunakan ​instrument ​variabel ini terdiri dari 2


dimensi dan terdapat 9 pertanyaan dengan 4 pilihan
jawaban . Pengukuran variabel menurut Amir (2015,
hlm. 97) yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan skala Likert dan diukur dengan empat
alternatif jawaban yang jumlah responnya dapat
berupa genap tergantung tujuan penelitian serta
masing-masing diberi skor yaitu: Skor 1 = Sangat
Tidak Setuju (STS), Skor 2 = Tidak Setuju (TS),
Skor3 = Setuju (S), Skor 4 = Sangat Setuju (SS)
(Sugiyono, 2010, hlm. 133).
3. Kecerdasan Emosional (X​3​)
Variabel ​“​independen dalam penelitian ini adalah
kecerdasan emosional, variabel dependen ini diukur
dengan menggunakan ​instrument ​variabel ini terdiri
dari 2 dimensi dan terdapat 11 pertanyaan dengan 4
pilihan jawaban . Pengukuran variabel menurut Amir
(2015, hlm. 97) yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan skala Likert dan diukur dengan empat
alternatif jawaban yang jumlah responnya dapat
berupa genap tergantung tujuan penelitian serta
masing-masing diberi skor yaitu: Skor 1 = Sangat
Tidak Setuju (STS), Skor 2 = Tidak Setuju (TS),
Skor3 = Setuju (S), Skor 4 = Sangat Setuju (SS)
(Sugiyono, 2010, hlm. 133).
Pengukuran terhadap variabel penelitian dijelaskan pada tabel dibawah ini :
Tabel 1. Pengukuran Variabel Penelitian
Variabel Notasi Indikator Penyataan Skala
1-3 Likert
Kualitas 1. Melaporkan semua
Y 1 sampai
Audit kesalahan klien
4-6 dengan 4
32

2. Pemahaman terhadap sistem


informasi akuntansi klien 7-8
3. Komitmen yang kuat dalam
menyelesaikan kualitas
audit 9-12
4. Berpedoman pada prinsip
auditing dan prinsip
akuntansi dalam melakukan
pekerjaan lapangan 13-15
5. Tidak begitu saja percaya
terhadap pernyataan klien 16-18
6. Sikap hati-hati dalam
pengambilan keputusan
1. Independensi 1-3
2. Penugasan Personel 4-6
3. Konsultasi 7
4. Supervisi. 8
Sistem Likert 1
5. Hiring. 9,10
Pengendalian X1 sampai
6. Pengembangan Profesional. 11,12
Mutu dengan 4
7. Promosi 13,14
8. Penerimaan & 15,16
Keberlanjutan Klien
9. Inspeksi 17
1. Sikap kehati-hatian auditor 1-5
Likert
Skeptisisme 2. Pengumpulan bukti audit 6,7
X2 1 sampai
Profesional 3. Perolehan bukti audit yang 8,9
dengan 4
cukup kompeten
1. Kesadaran diri. 1-3
2. Motivasi. 4-6 Likert
Kecerdasan
X3 3. Empati. 7-9 1 sampai
Emosional
4. Pengendalian diri. 10,11 dengan 4
5. Ketrampilan sosial. 10,11

3.1.3 Justifikasi Kualitas Audit


Variabel dependen akan diukur menggunakan dengan skala likert 1-4.
Penelitian ini dengan skor 1 = Sangat Tidak Setuju, 2 = Tidak Setuju, 3 =
33

Setuju, 4 = Sangat Setuju. Skor dari setiap item akan menunjukan sangat baik
atau sangat kurangnya kualitas audit, lalu pernyataan tersebut akan
dijumlahkan sehingga dapat dilakukan justifikasi dari setiap responden
mengenai sangat kurang atau sangat baik terhadap kualitas audit. Variabel
kualitas audit akan dilakukan penyusunan Formulasi menurut Santoso (2003,
hlm. 76) sebagai berikut:

Skor T ertinggi−Skor T erendah


Interval Kelas = Jumlah Interval
28−7
= 3

=7

Tabel 2. Justifikasi Kualitas Audit


No. Interval Kelas Kategori
1. 7,00-14,00 Tidak Baik
2. 14,01-21,00 Baik
3. 21,01-28,00 Sangat Baik

3.1.4 Justifikasi Sistem Pengendalian Mutu


Variabel independen akan diukur menggunakan dengan skala likert 1-4.
Penelitian ini dengan skor 1 = Sangat Tidak Setuju, 2 = Tidak Setuju, 3 =
Setuju, 4 = Sangat Setuju. Skor dari setiap item akan menunjukan sangat baik
atau sangat kurangnya sistem pengendalian mutu, lalu pernyataan tersebut
akan dijumlahkan sehingga dapat dilakukan justifikasi dari setiap responden
mengenai sangat kurang atau sangat baik terhadap sistem pengendalian mutu.
Variabel sistem pengendalian mutu akan dilakukan penyusunan formulasi
menurut Santoso (2003, hlm. 76) sebagai berikut:

Skor T ertinggi−Skor T erendah


Interval Kelas = Jumlah Interval
28−7
= 3

=7
34

Tabel 3. Justifikasisistem pengendalian mutu


No. Interval Kelas Kategori
1. 7,00-14,00 Tidak Baik
2. 14,01-21,00 Baik
3. 21,01-28,00 Sangat Baik

3.1.5 Justifikasi Skeptisisme


Variabel independen akan diukur menggunakan dengan skala likert 1-4.
Penelitian ini dengan skor 1 = Sangat Tidak Setuju, 2 = Tidak Setuju, 3 =
Setuju, 4 = Sangat Setuju. Skor dari setiap item akan menunjukan sangat baik
atau sangat kurangnya skeptisisme, lalu pernyataan tersebut akan dijumlahkan
sehingga dapat dilakukan justifikasi dari setiap responden mengenai sangat
kurang atau sangat baik terhadap skeptisisme. Variabel skeptisisme akan
dilakukan penyusunan Formulasi menurut Santoso (2003, hlm. 76) sebagai
berikut:
Skor T ertinggi−Skor T erendah
Interval Kelas = Jumlah Interval
28−7
= 3

=7
Tabel 4. Justifikasi Skeptisisme
No. Interval Kelas Kategori
1. 7,00-14,00 Tidak Baik
2. 14,01-21,00 Baik
3. 21,01-28,00 Sangat Baik

3.1.6 Justifikasi Kecerdasan Emosional


Variabel independen akan diukur menggunakan dengan skala likert 1-4.
Penelitian ini dengan skor 1 = Sangat Tidak Setuju, 2 = Tidak Setuju, 3 =
Setuju, 4 = Sangat Setuju. Skor dari setiap item akan menunjukan sangat baik
atau sangat kurangnya kecerdasan emosional, lalu pernyataan tersebut akan
dijumlahkan sehingga dapat dilakukan justifikasi dari setiap responden
35

mengenai sangat kurang atau sangat baik terhadap kecerdasan emosional.


Variabel kecerdasan emosional akan dilakukan penyusunan Formulasi
menurut Santoso (2003, hlm. 76) sebagai berikut:
Skor T ertinggi−Skor T erendah
Interval Kelas = Jumlah Interval
28−7
= 3

=7

Tabel 5. Justifikasi Kecerdasan Emosional


No. Interval Kelas Kategori
1. 7,00-14,00 Tidak Baik
2. 14,01-21,00 Baik
3. 21,01-28,00 Sangat Baik

3.2 Penentuan Populasi dan Sampel


3.2.1 Populasi
Menurut Sugiyono (2015:119) populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Populasi yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah
Kantor Akuntan Publik (KAP) di Jakarta Selatan yang terdaftar di Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) dan Direktori Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI)
2018 yang sebelumnya dikonfirmasi kesediaannya untuk pengisian kuesioner
karena kemudahan akses dalam menjangkau dan menyebarkan kuesioner, oleh
karena itu penelitian ini mengambil populasi di Jakarta Selatan.
3.2.2 Sampel
Menurut Sugiyono (2015, hlm.116) sampel adalah bagian dari jumlah
dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan
peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya
karena keterbatasan dana, tenaga, waktu, maka peneliti dapat menggunakan
sampel yang diambil dari populasi. ​Lebih lanjut menurut Sugiyono (2015,
36

hlm. 68) menjelaskan mengenai metode ​simple random sampling bahwa


metode penetapan sampel dengan cara ini cocok untuk memilih jika peneliti
ingin memberikan kesempatan yang sama pada semua elemen untuk dapat
terpilih. Dari pemilihan ini diharapkan komposisi dari sampel akan diusahakan
sedemikian rupa sehingga serupa dengan karakteristik populasi. Adapun
kriteria responden dalam penelitian ini, yaitu
1. Auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik wilayah Jakarta
Selatan.
2. Minimal telah bekerja selama 1 tahun
3. Bersedia mengisi kuesioner
3.3 Teknik Pengumpulan Data
3.3.1 Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data yang
diperoleh melalui penyebaran kuesioner yang akan disebarkan secara
langsung kepada responden yang menjadi sampel penelitian berupa pernyataan
yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang pengaruh sistem
pengendalian audit, skeptisisme profesional, kecerdasan emosional terhadap
kualitas audit.
3.3.2 Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui beberapa
cara yaitu:
a. Penelitian Kepustakaan
Penelitian kepustakaan ini dilakukan dengan cara
mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan variabel-variabel
yang diteliti, seperti mengumpulkan, membaca dan mempelajari
buku-buku referensi, jurnal-jurnal akuntansi, media elektronik, dan
berbagai situs internet yang dapat dipertanggung jawabkan. Pada
proses pengumpulan informasi dan data, penulis hanya menggunakan
informasi dan data terkait dengan penelitian. Setelah diperoleh
informasi dan data yang diperlukan penulis mulai memahami,
37

memaknai, dan menampilkan informasi dan data tersebut. Yang


selanjutnya penulis mengungkapkan informasi dan data tersebut
untuk menjelaskan permasalahan yang diteliti.
b. Penelitian Lapangan
Penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data
langsung di lapangan dengan memberikan kuesioner. Pengumpulan
data pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dengan tepat
apa saja yang dibutuhkan dan untuk mengukur variabel yang akan
diteliti.
3.4 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis
3.4.1 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adala regresi
berganda. Analisis ini dilakukan untuk menguji baik secara parsial maupun
secara simultan pengaruh sistem pengendalian audit, skeptisisme profesional,
kecerdasan emosional terhadap kualitas audit yang diolah menggunakan
software SPSS ​versi 23.
3.4.1.1 Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskriptif suatu data
yang dilihat dari rata-rata (​mean​), median, standar deviasi, minimum,
maksimum (Ghozali 2016, hlm.19).
3.4.1.2 Uji Validitas dan Uji Reabilitas
a. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur validnya suatu
kuesioner, suatu kuesioner akan dikatakan valid jika pertanyaan pada
kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh
kuesioner tersebut (Ghozali 2016, hlm. 52). Tidak signifikan dapat
diperoleh dengan membandingkan r hitung dengan r tabel dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Jika nilai r hitung > r tabel maka item akan dinyatakan valid
38

2) Jika nilai r hitung < r tabel maka item akan dinyatakan tidak
valid
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu
kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk.
Suatu kuesioner dikatakan handal jika jawaban seseorang terhadap
pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali
2016, hlm.47). pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan cara
One Shot atau pengukuran sekali saja dengan menguji statistik
Cronbach Alpha (a). Suatu variabel dikatakan ​reliable j​ ika
memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,70 (Ghozali, 2016, hlm. 48).
c. Method of Succesive Interval ​(MSI)
Method of Succesive Interval (MSI) digunakan pada alat linier
regresi berganda untuk mewajibkan data metrik, pada data dependen
(Widarjono, 2010, hlm. 5). Data pada variabel dependen di penelitian
ini menggunakan data ordinal sehingga harus diubah terlebih dahulu
menjadi data interval jika akan diolah lebih lanjut menggunakan SPSS.
Sedangkan variabel independensinya tidak harus diubah, pengubahan
data non metrik menjadi metrik akan menggunakan ​software t​ ambahan
pada ​Microsoft Excel ​yaitu STAT97.

3.4.1.3 Uji Asumsi Klasik


Sebelum melakukan uji hipotesis melalui analisis linier berganda harus
dilakukan uji asumsi klasik. Alat uji dalam asumsi klasik yaitu uji normalitas,
uji multikolinearitas, serta uji heteroskedastisitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.
Terdapat dua cara untuk mendeteksi apakah residual terdistribusi
39

normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik
(Ghozali, 2016, hlm. 154).
1) Analisis Grafik
Untuk melihat normalitas residual dengan mudah yaitu
melihat grafik histogram yang membandingkan antar data
observasi dengan distribusi normal. Dasar pengambilan
keputusan uji normalitas (Ghozali, 2016, hlm. 154).
a) Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti
arah, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas
b) Jika data menyebar jauh dari diagonal dan atau tidak
mengikuti arah garis diagonal, maka regresi tidak
memenuhi asumsi normalitas.
2) Uji Statistik
Uji normalitas dengan grafik yang dapat menyesatkan
jika tidak berhati-hati secara visual terlihat normal, namun hal
ini bias berbalik secara statistik. Uji statistik lain digunakan
untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik
non-parametik Kolmogorov-Smirnov (K-S), maka dilakukan
dengan membuat uji hipotesis (Ghozali, 2016, hlm. 154).
a) Ho = data residual berdistribusi normal
b) Ha = data residual tidak berdistribusi normal
Jika nilai signifikan > 0,05 maka Ho diterima yang
artinya data residual berdistribusi normal, sedangkan jika nilai
signifikan < 0,05 maka Ho ditolak Ha diterima yang artinya
data residual tidak berdistribusi normal.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen).
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara
variabel. Independen jika variabel independen jika saling berkorelasi,
40

maka variabel-variabel ini tidak orthogonal. Variabel orthogonal


adalah variabel-variabel independen sama dengan nol. Metode
pengujian yang digunakan dengan melihat nilai ​Varian Inflation
Factor (​ VIF) dan ​Tolerance ​pada model regresi, multikolineritas
terjadi apabila nilai ​Tolerance ​≤ 0,10 dan nilai VIF ≥ 10 (Ghozali,
2016, hlm. 103).
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan
ke pengamatan lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika
berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah
yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas
(Ghozali, 2016, hlm. 134). Dasar pengambilan untuk uji
heteroskedastisitas:
1) Jika pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola
tertentu yang tertukar (bergelombang, melebar kemudian
menyempit), maka mengindikasi telah terjadi
heteroskedastisitas.
2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik yang menyebar
diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y maka tidak terjadi
heteroskedastisitas.
Untuk mendeteksi uji heterokedastisitas dapat menggunakan uji
glejser dengan tingkat kepercayaan 0,05 atau 5%.
3.4.2 Uji Hipotesis
3.4.2.1 Uji Koefisien Determinasi (R​2​)
Menurut Ghozali (2016, hlm. 95) Uji koefisien determinasi (R​2​)
digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam
menerangkan variasi variabel independen. Koefisien determinasi adalah nilai
antara nol dan satu. Jika nilai (R​2​) yang mendekati 0 maka semakin tidak dapat
41

menjelaskan dari variabel terikat. Jika nilai (R​2​) mendekati 1 maka semakin
dapat menjelaskan dari variabel terikat. Kelemahan dalam penggunaan
koefisien determinasi yaitu biar terhadap jumlah variabel independen yang
dimasukan kedalam model. Setiap ada/ tambahan variabel yang digunakan,
maka (R​2​) akan meningkatkan tetapi tidak berpengaruh apakah variabel
tersebut memiliki hasil signifikan terhadap variabel dependen.
3.4.2.2 Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji statistik t dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen
yang digunakan secara individual berpengaruh terhadap variabel dependen
(Ghozali, 2016, hlm. 97). Uji statistik t dapat dilakukan melalui pengamatan
nilai signifikan yang digunakan apakah variabel independen secara parsial
berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel dependen. Rumusan
hipotesis dalam pengujian ini adalah sebagai berikut:
Untuk menentukan penerimaan hipotesis berdasarkan perbandingan nilai
t​hitung dan
​ nilai t​tabel pada taraf signifikan 5%, dengan pengambilan keputusan
sebagai berikut:
a. Jika t​hitung >
​ t​tabel maka
​ Ho ditolak dan Ha diterima ( variabel
independen berpengaruh terhadap variabel dependen)
b. Jika t​hitung <
​ t​tabel maka
​ Ho diterima dan Ha ditolak ( variabel
independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen)
Rumus hipotesis dalam pengujian ini adalah sebagai berikut:
H​o1​: β​1 =
​ 0 = Sistem Pengendalian Mutu tidak berpengaruh terhadap Kualitas
Audit.
H​a1 : β​
​ 1≠
​ 0 = Sistem Pengendalian Mutu berpengaruh terhadap Kualitas
Audit.
H​o2 :​ β​1 =
​ 0 = Skeptisisme Profesional tidak berpengaruh terhadap Kualitas
Audit.
H​a2​ : β​2 ​≠ 0 = Skeptisisme Profesional berpengaruh terhadap Kualitas Audit.
H​o3 :​ β​3 =
​ 0 = Kecerdasan Emosional tidak berpengaruh terhadap Kualitas
Audit.
42

H​a3 ​: β​2 ​≠ 0 = Kecerdasan Emosional berpengaruh terhadap Kualitas Audit.


3.4.3 Model Regresi
Analisis regresi linier berganda merupakan analisis yang memiliki
tujuan untuk menghitung pengaruh Sistem Pengendalian Mutu, Skeptisisme
Profesional dan Kecerdasan Emosional (variabel bebas) terhadap Kualitas
Audit (variabel terikat). Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antara
Sistem Pengendalian Mutu, Skeptisisme Profesional dan Kecerdasan
Emosional terhadap Kualitas Audit digunakan metode regresi linier berganda
dan untuk mempermudah melakukan perhitungan maka menggunakan IBM
SPSS 23 (Latan, 2014, hlm.190) .
Persamaan regresi linier berganda dengan menggunakan 2 (dua) variabel
independen (bebas) dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:
Y = α + β​1​X​1 +
​ β​2​X​2 + ​ ​e
​ β​3​X​3 +

Keterangan:
Y = Kualitas Audit (KA)
α = Konstanta
β​1,​ β​2, β​
​ 3 = Koefisien regresi untuk masing-masing variabel independen
X​1 = Sistem Pengendalian Mutu (SPM)
X​2 = Skeptisisme Profesional (SP)
X​3 = Kecerdasan Emosional (KE)
e = Variabel pengaruh lainnya / ​error
43

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno. (2017). ​Auditing : Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan


oleh Akuntan Publik​. Jakarta: Salemba Empat.

Apriyas, T. dan Pustikaningsih, A. (2016). ​Pengaruh Kompetensi,


Independensi, dan Time Budget Pressure Bagi Auditor Terhadap
Kualitas Audit​. Jurnal Profita, Universitas Negeri Yogyakarta. EISSN:
2502-5430. Edisi 5.

Anggraeni G. A., dan Badera D. N., (2013). ​Pengaruh Penerapan Sistem


Pengendalian Mutu Pada Kinerja Auditor Di Kantor Akuntan Publik
Provinsi Bali. ​E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. ISSN :
2302-8556. Vol. 5 No. 2.

Arens dan Loebbecke. (2012). ​Modern Auditing, Twelfth Edition, Person


Education​. New York : Prentice – Hall International.

Arens, Alvin A. Randal J. Elder dan Mark S. Beasley. (2015). ​Auditing dan
Jasa Assurance.​ Jakarta: Erlangga

Elder, ​et al​. (2011). Jasa Audit dan Assurance: Pendekatan Terpadu (Adaptasi
Indonesia). Jakarta: Salemba Empat

Fauji L., Sudarma, M., dan Achisn M. (2015). ​Penerapan Sistem


Pengendalian Mutu (SPM) Dalam Meningkatkan Kualitas Audit.
Jurnal Akuntansi Multiparadigma JAMAL. ISSN : 2086-7603. Vol. 6
No. 1

Ghozali, I. (2018). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS


25. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
44

Goleman, D. 2009. ​Emotional Intelligence​. Jakata: PT Gramedia Pustaka


Utama

Hakim R. A., dan Esfandari A. Y., (2015). ​Pengaruh Kecerdasan Intelektual,


Kecerdasan Emosional, dan Due Profesional Care Terhadap Kualitas
Audit. J​ urnal Akuntansi dan Keuangan Universitas Budi Luhur. ISSN :
2252-7141. Vol. 4 No. 1

Hehanussa. (2018). ​Analisis Komitmen Profesi Auditor, Etika Auditor, dan


Kecerdasan Emosional Auditor Terhadap Kualitas Audit. ​Jurnal
Ekonomi Peluang. ISSN (E) : 1978-2403. Vol. XII No. 1

Ikatan Akuntan Publik Indonesia. (2013). ​Standar Profesional Akuntan


Publik​. Jakarta: Salemba Empat.

Merkusiwati, dan Liman D.S. (2017). ​Kecerdasan Emosional Sebagai


Pemoderasi Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor
Terhadap Kinerja Auditor​. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana.
ISSN : 2302-8556. Vol. 21 No. 1.

Permana S. H., dan Satyawan M. D., (2018). ​Pengaruh Unsur-unsur Sistem


Pengendalian Mutu KAP Terhadap Kualitas Hasil Audit. J​ urnal
Akuntansi AKUNESA. ISSN : 2302-1195.

Ramadhan, G. P., (2016). ​Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan


Spiritual dan Integritas terhadap Kualitas Audit. ​Jurnal Prosiding
Akuntansi. ISSN : 2460-6561. Vol. 4 No. 2

Rastina, ​et al. (2016). ​Pengaruh Skeptisme, Kecerdasan Emosional dan Locus
Of Control Terhadap Kualitas Audit. J​ urnal Prosiding Seminar Hasil
Penelitian (SNP2M) 2018 (pp.319-324). ISSN : 978-602-60766-4-9.

Reniawati, R. (2016).​Pengaruh Sistem Pengendalian Mutu Dan Continuing


Professional Development Terhadap Kualitas Audit. J​ urnal Prosiding
Akuntansi. ISSN : 2460-6561. Vol. 2 No. 2
45

Ririn Choiriyah. (2012). ​Pengaruh Time Budget Pressure dan Pengalaman


Kerja Auditor Terhadap Kualitas Audit Kantor Akuntan Publik di Bali​.
Kajian Pendidikan & Akuntansi Indonesia. Edisi III Volume I.

Setiawan Y. G., dan Latrini M. Y., (2016). ​Pengaruh Kecerdasan Emosional,


Kecerdasan Spiritual, Kecerdasan Intelektual dan Independensi Pada
​ -Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. ISSN :
Kinerja Auditor. E
2302-8556. Vol. 16 No. 2.

Sugiyono. 2010. ​Metode Penelitian Bisnis​. Bandung: Alfabeta.

Suwardjono. 2013. ​Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan​.


Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta

Tuanakotta, T.. M. 2011. ​Berpikir Kritis dalam Auditoring​. Salemba Empat:


Jakarta

Tandiontong, M. 2016. ​Kualitas Audit dan Pengukurannya​. Bandung:


Alfabeta.
46

LAMPIRAN 1
KUESIONER PENELITIAN
47

IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama : …………………………………………………………
2. Umur : …………………………………………………………
3. Jenis Kelamin : Pria / Wanita
4. Pendidikan Terakhir : …………………………………………………………
5. Jabatan : …………………………………………………………
6. Lama Bekerja : …………………………………………………………

Cara Pengisian Kuesioner​ :


Bapak/ibu/saudara/i cukup memberikan tanda silang (X) pada pilihan
jawaban yang tersedia sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu/Saudara/i. Setiap
pernyataan mengharapkan hanya ada satu jawaban. Setiap angka akan mewakili
tingkat kesesuaian dengan pendapat Bapak/Ibu/Saudara/i. Skor/Nilai jawaban adalah
sebagai berikut :
Skor/Nilai 1 : Sangat tidak setuju (STS)
Skor/Nilai 2 : Tidak setuju (TS)
Skor/Nilai 3 : S (Setuju)
Skor/Nilai 4 : SS (Sangat Setuju)
48

DAFTAR PERNYATAAN UNTUK VARIABEL KUALITAS AUDIT


Nilai
No Pernyataan
STS TS S SS

Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai pernyataan berikut:

1 Saya akan melaporkan pelanggaran yang terjadi dalam


laporan keuangan klien.

2 Dalam hal melaporkan pelanggaran, saya tidak


terpengaruh oleh kompensasi yang diberikan kepada
saya .

3 Saya hanya akan melaporkan pelanggaran yang


memberikan pengaruh signifikan terhadap kualitas audit

4 Sebelum melakukan prosedur audit, terlebih dahulu


saya harus memahami sistem informasi akuntansi
perusahaan klien saya.

5 Memahami sistem informasi akuntansi klien


memberikan kemudahan pada saya dalam menemukan
salah saji pada laporan keuangan.

6 Dalam memahami sistem informasi keuangan klien,


saya selalu merasa kesulitan.

7 Saya selalu memiliki komitmen yang kuat untuk


menyelesaikan tugas audit yang saya kerjakan.

8 Saya memiliki komitmen untuk memberikan laporan


auditan yang berkualitas.

9 Saya mempunyai komitmen yang kuat untuk


menyelesaikan audit sesuai waktu yang dianggarkan.

10 Saya menjadikan SPAP sebagai pedoman dalam


melaksanakan pekerjaan audit.

11 Sebagai anggota tim audit, saya selalu melaksanakan


pemeriksaan sesuai dengan standar umum audit.

12 Sebagai auditor, saya memiliki standar etika yang tinggi


dan sangat mengetahui akuntansi dan auditing.
49

13 Saya tidak mudah percaya terhadap pernyataan klien


selama melakukan proses audit.

14 Sebelum menerima pernyataan klien, saya melakukan


penyelidikan terlebih dahulu terhadap kebenarannya.

15 Saya tidak percaya dengan dengan pernyataan klien,


sehingga saya lebih memilih mencari

16 Saya selalu berusaha berhati-hati dalam pengambilan


keputusan selama melakukan audit.

17 Dengan saya selalu berhati-hati, kualitas audit akan


semakin meningkat dengan lebih banyaknya kesalahan
yang terdeteksi.

18 Dalam mengambil keputusan, saya selalu


membandingkan hasil audit yang dicapai dengan
standar hasil audit yang telah ditetapkan.
50

DAFTAR PERNYATAAN UNTUK VARIABEL SISTEM PENGENDALIAN MUTU

Nilai
No Pernyataan
STS TS S SS

Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai pernyataan berikut:

1 Dalam melaksanaan tugas audit auditor wajib


mempertahankan independensi atas fakta (memiliki
kejujuran dan melihat secara objektif dan tidak
memihak).

2 Dalam melaksanaan tugas audit auditor wajib


mempertahankan independensi atas penampilan
(menghindari faktor-faktor yang membuat masyarakat
meragukan independensi atau persepsi masyarakat
terhadap independensi akuntan publik).

3 Dalam melaksanakan tugas audit, auditor harus terbebas


dari kepentingan keuangan atau hubungan usaha dengan
klien yang diaudit.

4 KAP memberikan penugasan kepada personel yang


memiliki tingkat pelatihan dan keahlian teknis yang
memadai.

5 KAP mengikutsertakan personel dalam pendidikan


profesi berkelanjutan dan pengembangan

6 Personel wajib memperoleh informasi yang memadai


sesuai yang dibutuhkan dari orang yang memiliki
tingkat pengetahuan, kompetensi, pertimbangan yang
memadai.

7 KAP memiliki kebijakan, prosedur, dan fasilitas


konsultasi bagi para auditor yang menghadapi suatu
masalah.

8 Selama pemeriksaan KAP wajib melakukan supervisi


terhadap semua jenjang organisasi.

9 KAP wajib menetapkan kebijakan dan prosedur


pemekerjaan pemeriksa sesuai dengan standar yang
berlaku.

10 Pemeriksa yang diangkat wajib memiliki kriteria yang


sesuai dan dapat melaksanakan tugasnya secara
kompeten (memiliki integritas, kompetensi dan
51

motivasi).

11 KAP memberikan fasilitas pengembangan profesional


dengan memberikan pelatihan kepada para auditor.

12 KAP memberikan persyaratan pendidikan profesional


berkelanjutan bagi personel pada setiap tingkat.

13 Dalam melakukan prosedur promosi, KAP menetapkan


kualifikasi yang harus dipenuhi dalam berbagai tingkat
tanggung jawab.

14 Dalam melakukan prosedur promosi, KAP melakukan


evaluasi kinerja personel dan secara periodik
memberitahu personel mengenai kemajuan mereka.

15 KAP telah menetapkan kebijakan dan prosedur


penerimaan dan keberlanjutan klien sesuai standar
profesional akuntan publik.

16 Dalam melakukan penerimaan dan keberlanjutan klien,


KAP mempertimbangkan prinsip kehati-hatian
(prudence) dan selektif dalam menentukan hubungan
profesionalnya

17 KAP melakukan inspeksi untuk memberikan keyakinan


memadai bahwa prosedur yang berhubungan dengan
unsur pengendalian mutu telah ditetapkan secara efektif
52

DAFTAR PERNYATAAN UNTUK VARIABEL SKEPTISISME

Nilai
No Pernyataan
STS TS S SS

Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai pernyataan berikut:

1 Skeptisisme profesional auditor mencakup pikiran yang


selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara
kritis terhadap bukti audit.

2 Skeptisisme profesional perlu dimiliki oleh auditor


terutama saat memperoleh dan mengevaluasi bukti
audit.

3 Auditor harus memiliki kemahiran profesional yang


cermat dalam mengaudit laporan keuangan.

4 Auditor tidak boleh mengasumsikan begitu saja bahwa


manajemen adalah tidak jujur, tetapi auditor juga tidak
boleh mengasumsikan bahwa manajemen sepenuhnya
jujur.

5 Auditor harus merencanakan dan melaksanakan audit


dengan mengakui bahwa ada kemungkinan terjadinya
salah saji dalam laporan keuangan.

6 Auditor harus berusaha mencari dan menemukan


informasi yang baru.

7 Auditor membuat penaksiran yang kritis terhadap


validitas dari bukti audit yang diperoleh.

8 Auditor menerapkan sikap skeptisisme profesional


dengan tidak cepat puas dengan bukti audit yang ada.

9 Auditor harus waspada terhadap bukti audit yang


bersifat kontradiksi.
53

DAFTAR PERNYATAAN UNTUK VARIABEL KECERDASAN EMOSIONAL

Nilai
No Pernyataan
STS TS S SS

Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai pernyataan berikut:

Saya merasa mampu menggunakan segenap


1 pengetahuan saya dalam melaksanakan proses
pengauditan sesuai dengan SPAP.

2 Saya mempunyai kemampuan untuk mendapatkan bukti


audit yang diperlukan

3 Saya sering merasa khawatir tidak dapat menyelesaikan


pengauditan tepat waktu.

4 Selama melakukan audit saya tetap bersikap tenang


dalam menghadapi klien yang kurang kooperatif.

5 Saya sering menggunakan inisiatif saya sendiri untuk


menggunakan strategi agar tercapai sasaran audit yang
diinginkan.

6 Saya diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan yang


berguna untuk meningkatkan profesional saya.

7 Saya akan berkemauan untuk mencoba lagi melakukan


hal yang sama meskipun dulu pernah mengalami
kegagalan.

8 Saya akan melakukan audit sebaik mungkin meskipun


klien saya sulit ditemui.

9 Saya akan terlebih dahulu mengkomunikasikan kepada


klien untuk mengetahui sudut pandang yang klien
berikan apabila terjadi penyelewengan atas tindakan
klien.

10 Saya mampu bekerja sama dengan staf dari entitas yang


saya audit.

11 Saya mampu mengkomunikasikan laporan hasil audit


saya kepada klien.
54

Anda mungkin juga menyukai