Anda di halaman 1dari 12

Perubahan Fisiologi Ibu Post Partum

Selama menjalani masa nifas, ibu mengalami perubahan yang bersifat fisiologis yang meliputi
perubahan fisik (Bobak) :

1. Involusi
Involusi adalah perubahan yang merupakan proses kembalinya alat kandungan atau uterus
dan jalan lahir setelah bayi dilahirkan hingga mencapai keadaan seperti sebelum hamil.
Proses involusi terjadi karena adanya:
a) Autolysis yaitu penghancuran jaringan otot-otot uterus yang tumbuh karena  adanya
hiperplasi, dan jaringan otot yang membesar menjadi lebih panjang sepuluh kali dan
menjadi lima kali lebih tebal dari sewaktu masa hamil akan susut kembali mencapai
keadaan semula. Penghancuran jaringan tersebut akan diserap oleh darah kemudian
dikeluarkan oleh ginjal yang menyebabkan ibu mengalami beser kencing setelah
melahirkan.
b) Aktifitas otot-otot yaitu adanya kontrasi dan retraksi dari otot-otot setelah anak lahir
yang diperlukan untuk menjepit pembuluh darah yang pecah karena adanya pelepasan
plasenta dan berguna untuk mengeluarkan isi uterus yang tidak berguna. Karena
kontraksi dan retraksi menyebabkan terganggunya peredaran darah uterus yang
mengakibatkan jaringan otot kurang zat yang diperlukan sehingga ukuran jaringan otot
menjadi lebih kecil.
c) Ischemia yaitu kekurangan darah pada uterus yang menyebabkan atropi pada jaringan
otot uterus. Involusi pada alat kandungan meliputi: 
 Uterus
Setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras, karena kontraksi   dan 
retraksi otot-ototnya. Perubahan uterus setelah melahirkan dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.

      Diameter  
Bekas
Involusi TFU Berat Keadaan
Melekat
Uterus Cervix
Plasenta
Setelah Sepusat Pertengahan 1000 gr 12,5 Lembik
plasenta 500 gr
pusat symphisis    
lahir
 
Tak teraba 7,5 cm Dapat
1 minggu
  dilalui 2 jari
Sebesar hamil 2  
 
minggu 350 gr  
5 cm
2 minggu
Normal 50 gr  
2,5 cm
6 minggu
  Dapat
 
  dimasuki 1
30 gr
jari
 
8 minggu
 

 Involusi tempat plasenta


Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah
besar yang tersumbat oleh trombus. Luka bekas implantasi plasenta tidak
meninggalkan parut karena dilepaskan dari dasarnya dengan pertumbuhan
endometrium baru dibawah permukaan luka. Endometrium ini tumbuh dari
pinggir luka dan juga sisa-sisa kelenjar pada dasar luka. (Sulaiman S, 1983l:
121   )                
2. Perubahan pembuluh darah rahim
Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh darah yang besar, tetapi karena
setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang banyak maka arteri harus
mengecil lagi dalam masa nifas.
3. Perubahan pada cervix dan vagina
Beberapa hari setelah persalinan ostium eksternum dapat dilalui oleh 2 jari, pada akhir
minggu pertama dapat dilalui oleh  1 jari saja. Karena hiperplasi ini dan karena karena
retraksi dari cervix, robekan cervix jadi sembuh. Vagina yang  sangat diregang waktu
persalinan, lambat laun mencapai ukuran yang normal. Pada minggu ke 3 post partum
ruggae mulai nampak kembali. Rasa sakit yang disebut after pains  ( meriang atau
mules-mules) disebabkan koktraksi rahim biasanya berlangsung 3 – 4 hari pasca
persalinan. Perlu diberikan pengertian pada ibu mengenai hal ini dan bila terlalu
mengganggu analgesik.( Cunningham, 430)  
4. Lochia
Lochia adalah cairan yang dikeluarkan dari uterus melalui vagina dalam masa nifas.
Lochia bersifat alkalis, jumlahnya lebih banyak dari darah menstruasi. Lochia ini berbau
anyir dalam keadaan normal, tetapi tidak busuk. Pengeluaran lochia dapat dibagi
berdasarkan  jumlah dan warnanya yaitu lokia rubra berwarna merah dan hitam terdiri
dari sel desidua, verniks kaseosa, rambut lanugo, sisa mekonium, sisa darah dan keluar
mulai hari pertama sampai hari ketiga. Lochia sanginolenta berwarna putih bercampur
merah , mulai hari ketiga sampai hari ketujuh. Lochia serosa berwarna kekuningan dari
hari ketujuh sampai hari keempat belas. Lochia alba berwarna putih setelah hari
keempat belas ( Manuaba, 1998: 193)                
5. Dinding perut dan peritonium
Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang begitu lama, biasanya akan
pulih dalam 6 minggu. Ligamen fascia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu
partus setelah bayi lahir berangsur angsur mengecil dan pulih kembali.Tidak jarang
uterus jatuh ke belakang  menjadi retrofleksi karena ligamentum rotundum jadi kendor.
Untuk memulihkan kembali sebaiknya dengan latihan-latihan pasca persalinan ( Rustam
M, 1998: 130)

Perubahan fisik pada ibu post partum menurut system tubuh :


1. Sistem Perkemihan
Pada masa hamil, perubahan hormonal yaitu kadar steroid tinggi yang berperan meningkatkan
fungsi ginjal. Begitu sebaliknya, pada pasca melahirkan kadar steroid menurun sehingga
menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah
wanita melahirkan. Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12 – 36 jam sesudah
melahirkan. Hal yang berkaitan dengan fungsi sistem perkemihan, antara lain:
a. Hemostatis internal
Tubuh terdiri dari air dan unsur-unsur yang larut di dalamnya, dan 70% dari cairan tubuh
terletak di dalam sel-sel, yang disebut dengan cairan intraselular. Cairan ekstraselular terbagi
dalam plasma darah, dan langsung diberikan untuk sel-sel yang disebut cairan interstisial.
Beberapa hal yang berkaitan dengan cairan tubuh antara lain edema dan dehidrasi. Edema
adalah tertimbunnya cairan dalam jaringan akibat gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh.
Dehidrasi adalah kekurangan cairan atau volume air yang terjadi pada tubuh karena
pengeluaran berlebihan dan tidak diganti.
b. Keseimbangan asam basa tubuh
Keasaman dalam tubuh disebut PH. Batas normal PH cairan tubuh adalah 7,35-7,40. Bila PH >7,4
disebut alkalosis dan jika PH < 7,35 disebut asidosis.
c. Pengeluaran sisa metabolisme.
Pengeluaran sisa metabolisme, racun dan zat toksin ginjal
Zat toksin ginjal mengekskresi hasil akhir dari metabolisme protein yang mengandung nitrogen
terutama urea, asam urat dan kreatinin. Ibu post partum dianjurkan segera buang air kecil, agar
tidak mengganggu proses involusi uteri dan ibu merasa nyaman. Namun demikian, pasca
melahirkan ibu merasa sulit buang air kecil. Hal yang menyebabkan kesulitan buang air kecil
pada ibu post partum, antara lain:

1) Adanya odema trigonium yang menimbulkan obstruksi sehingga terjadi retensi urin.
2) Diaforesis yaitu mekanisme tubuh untuk mengurangi cairan yang teretansi dalam tubuh,
terjadi selama 2 hari setelah melahirkan.
3) Depresi dari sfingter uretra oleh karena penekanan kepala janin dan spasme oleh iritasi
muskulus sfingter ani selama persalinan, sehingga menyebabkan miksi.

2. Sistem gastrointestinal
Selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya tingginya kadar progesteron
yang dapat mengganggu keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan kolestrol darah, dan
melambatkan kontraksi otot-otot polos. Pasca melahirkan, kadar progesteron juga mulai menurun.
Namun demikian, faal usus memerlukan waktu 3-4 hari untuk kembali normal.

Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada sistem pencernaan, antara lain:

a) Nafsu makan
Pasca melahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga diperbolehkan untuk mengkonsumsi
makanan. Pemulihan nafsu makan diperlukan waktu 3–4 hari sebelum faal usus kembali normal.
Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan, asupan makanan juga mengalami
penurunan selama satu atau dua hari.
b) Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang
singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anastesia bisa memperlambat pengembalian
tonus dan motilitas ke keadaan normal.
c) Pengosongan usus
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan tonus otot usus menurun
selama proses persalinan dan awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema
sebelum melahirkan, kurang makan, dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan lahir. Sistem
pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu untuk kembali normal..

3. Sistem muskuluskeletal

Perubahan sistem muskuloskeletal terjadi pada saat umur kehamilan semakin bertambah.
Adaptasi muskuloskelatal ini mencakup: peningkatan berat badan, bergesernya pusat akibat
pembesaran rahim, relaksasi dan mobilitas. Namun demikian, pada saat post partum sistem
muskuloskeletal akan berangsur-angsur pulih kembali. Ambulasi dini dilakukan segera setelah
melahirkan, untuk membantu mencegah komplikasi dan mempercepat involusi uteri.
Adaptasi sistem muskuloskeletal pada masa nifas, meliputi:
a) Dinding perut dan peritoneum
Dinding perut dan peritoneum Dinding perut akan longgar pasca persalinan. Keadaan ini akan
pulih kembali dalam 6 minggu. Pada wanita yang asthenis terjadi diastasis dari otot-otot rectus
abdominis, sehingga sebagian dari dinding perut di garis tengah hanya terdiri dari peritoneum,
fasia tipis dan kulit.
b) Kulit abdomen
Kulit abdomen Selama masa kehamilan, kulit abdomen akan melebar, melonggar dan
mengendur hingga berbulan-bulan. Otot-otot dari dinding abdomen dapat kembali normal
kembali dalam beberapa minggu pasca melahirkan dengan latihan post natal.
c) Striae
Striae adalah suatu perubahan warna seperti jaringan parut pada dinding abdomen. Striae pada
dinding abdomen tidak dapat menghilang sempurna melainkan membentuk garis lurus yang
samar. Tingkat diastasis muskulus rektus abdominis pada ibu post partum dapat dikaji melalui
keadaan umum, aktivitas, paritas dan jarak kehamilan, sehingga dapat membantu menentukan
lama pengembalian tonus otot menjadi normal.

d) Perubahan ligament
Setelah janin lahir, ligamen-ligamen, diafragma pelvis dan fasia yang meregang sewaktu
kehamilan dan partus berangsur-angsur menciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang
ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi.

e) Simpisis pubis

Pemisahan simpisis pubis jarang terjadi. Namun demikian, hal ini dapat menyebabkan
morbiditas maternal. Gejala dari pemisahan simpisis pubis antara lain: nyeri tekan pada pubis
disertai peningkatan nyeri saat bergerak di tempat tidur ataupun waktu berjalan. Pemisahan
simpisis dapat dipalpasi. Gejala ini dapat menghilang setelah beberapa minggu atau bulan pasca
melahirkan, bahkan ada yang menetap.
4. Haematom
Pada minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta faktor-faktor
pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama post partum, kadar fibrinogen dan plasma akan
sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas sehingga
meningkatkan faktor pembekuan darah. Leukositosis adalah meningkatnya jumlah sel-sel darah
putih sebanyak 15.000 selama persalinan. Jumlah leukosit akan tetap tinggi selama beberapa hari
pertama masa post partum. Jumlah sel darah putih akan tetap bisa naik lagi sampai 25.000 hingga
30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama.

Pada awal post partum, jumlah hemoglobin, hematokrit dan eritrosit sangat bervariasi. Hal ini
disebabkan volume darah, volume plasenta dan tingkat volume darah yang berubah-ubah.
Tingkatan ini dipengaruhi oleh status gizi dan hidarasi dari wanita tersebut. Jika hematokrit pada
hari pertama atau kedua lebih rendah dari titik 2 persen atau lebih tinggi daripada saat memasuki
persalinan awal, maka pasien dianggap telah kehilangan darah yang cukup banyak. Titik 2 persen
kurang lebih sama dengan kehilangan darah 500 ml darah. Penurunan volume dan peningkatan sel
darah pada kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada hari ke
3-7 post partum dan akan normal dalam 4-5 minggu post partum.
Jumlah kehilangan darah selama masa persalinan kurang lebih 200-500 ml, minggu pertama post
partum berkisar 500-800 ml dan selama sisa masa nifas berkisar 500 ml.

5. Sistem Kardiovasculer
Selama kehamilan secara normal volume darah  untuk mengakomodasi   penambahan aliran
darah yang diperlukan oleh placenta dan pembuluh darah uterus. Penurunan dari estrogen
mengakibatkan  diuresis yang menyebabkan  volume plasma menurun secara cepat pada kondisi
normal. Keadaan ini terjadi pada  24 sampai 48 jam pertama setelah kelahiran. Selama ini klien
mengalami sering kencing. Penurunan progesteron membantu  mengurangi retensi cairan
sehubungan dengan penambahan vaskularisasi jaringan selama kehamilan. ( V Ruth B, 1996: 230).
Volume darah normal yang diperlukan plasenta dan pembuluh darah uterin, meningkat selama
kehamilan. Diuresis terjadi akibat adanya penurunan hormon estrogen, yang dengan cepat
mengurangi volume plasma menjadi normal kembali. Meskipun kadar estrogen menurun selama
nifas, namun kadarnya masih tetap tinggi daripada normal. Plasma darah tidak banyak
mengandung cairan sehingga daya koagulasi meningkat. Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama
setelah kelahiran bayi. Selama masa ini ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah urin. Hilangnya
progesteron membantu mengurangi retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya vaskuler
pada jaringan tersebut selama kehamilan bersama-sama dengan trauma selama persalinan.

Kehilangan darah pada persalinan per vaginam sekitar 300-400 cc, sedangkan kehilangan darah
dengan persalinan seksio sesarea menjadi dua kali lipat. Perubahan yang terjadi terdiri dari volume
darah dan hemokonsentrasi. Pada persalinan per vaginam, hemokonsentrasi akan naik dan pada
persalinan seksio sesarea, hemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6
minggu. Pasca melahirkan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan
bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitum cordia. Hal
ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga
volume darah kembali seperti sediakala. Pada umumnya, hal ini terjadi pada hari ketiga sampai
kelima post patum.

6. Ginjal
Aktifitas ginjal bertambah pada masa nifas karena reduksi dari volume darah dan ekskresi
produk sampah dari autolysis. Puncak dari aktifitas ini terjadi pada hari pertama post partum ( V
Ruth B, 1996: 230)
7. Sistim Hormonal
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin. Hormon-
hormon yang berperan pada proses tersebut, antara lain:

a) Hormon plasenta

Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon yang diproduksi oleh plasenta. Hormon
plasenta menurun dengan cepat pasca persalinan. Penurunan hormon plasenta (human
placental lactogen) menyebabkan kadar gula darah menurun pada masa nifas. Human Chorionic
Gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari
ke-7 post partum dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke-3 post partum.

b) Hormon pituitary

Hormon pituitary antara lain: hormon prolaktin, FSH dan LH. Hormon prolaktin darah meningkat
dengan cepat, pada wanita tidak menyusui menurun dalam waktu 2 minggu. Hormon prolaktin
berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu. FSH dan LH meningkat
pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ke-3, dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.

c) Hipotalamik pituitary ovarium

Hipotalamik pituitary ovarium akan mempengaruhi lamanya mendapatkan menstruasi pada


wanita yang menyusui maupun yang tidak menyusui. Pada wanita manyusui mendapatkan
menstruasi pada 6 minggu pasca melahirkan berkisar 16% dan 45% setelah 12 minggu pasca
melahirkan. Sedangkan pada wanita yang tidak menyusui, akan mendapatkan menstruasi
berkisar 40% setelah 6 minggu pasca melahirkan dan 90% setelah 24 minggu.

d) Hormon oksitosin

Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang, bekerja terhadap otot uterus
dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan dalam
pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan
bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin, sehingga dapat membantu involusi
uteri. Oxytoxin disekresi oleh kelenjar hipofise posterior dan bereaksi pada otot uterus dan
jaringan payudara. Selama kala tiga persalinan aksi oxytoxin menyebabkan pelepasan plasenta.
Setelah itu oxytoxin beraksi untuk kestabilan kontraksi uterus, memperkecil bekas tempat
perlekatan plasenta dan mencegah perdarahan. Pada wanita yang memilih untuk menyusui
bayinya, isapan bayi menstimulasi ekskresi oxytoxin diamna keadaan ini membantu kelanjutan
involusi uterus dan pengeluaran susu. Setelah placenta lahir, sirkulasi HCG, estrogen, 
progesteron dan hormon laktogen placenta menurun cepat, keadaan ini menyebabkan
perubahan fisiologis pada ibu nifas

e) Hormon estrogen dan progesterone

Volume darah normal selama kehamilan, akan meningkat. Hormon estrogen yang tinggi
memperbesar hormon anti diuretik yang dapat meningkatkan volume darah. Sedangkan
hormon progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan
peningkatan pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena,
dasar panggul, perineum dan vulva serta vagina. Penurunan estrogen menyebabkan prolaktin
yang disekresi oleh glandula  hipofise  anterior bereaksi pada alveolus payudara dan
merangsang produksi susu. Pada wanita yang menyusui kadar prolaktin terus tinggi dan
pengeluaran FSH di ovarium ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui kadar prolaktin turun
pada hari ke 14 sampai 21 post partum dan penurunan ini mengakibatkan FSH disekresi kelenjar
hipofise anterior  untuk bereaksi pada ovarium yang menyebabkan pengeluaran estrogen dan
progesteron dalam kadar normal, perkembangan normal folikel de graaf, ovulasi dan
menstruasi.( V Ruth B, 1996: 231).

8. Laktasi
Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu. Air susu ibu ini
merupakan makanan pokok , makanan yang terbaik dan bersifat alamiah bagi bayi yang disediakan
oleh ibu yamg baru saja melahirkan bayi akan tersedia makanan bagi bayinya dan ibunya sendiri.
Selama kehamilan hormon estrogen dan progestron merangsang pertumbuhan kelenjar susu
sedangkan progesteron merangsang pertumbuhan saluran kelenjar , kedua hormon ini mengerem
LTH. Setelah plasenta lahir maka LTH dengan bebas dapat merangsang laktasi. Lobus prosterior
hypofise mengeluarkan oxtoxin yang merangsang pengeluaran air susu. Pengeluaran air susu adalah
reflek yang ditimbulkan oleh rangsangan penghisapan puting susu oleh bayi. Rangsang ini  menuju
ke hypofise dan menghasilkan oxtocin yang menyebabkan buah dada mengeluarkan air susunya.
Pada hari ke 3 postpartum, buah dada menjadi besar, keras dan nyeri. Ini menandai permulaan
sekresi air susu, dan kalau areola mammae dipijat, keluarlah cairan puting dari puting susu. Air susu
ibu kurang lebih mengandung Protein 1-2 %, lemak 3-5 %, gula 6,5-8 %, garam 0,1 – 0,2 %.    Hal yang
mempengaruhi susunan air susu adalah diit, gerak badan. Benyaknya air susu sangat tergantung
pada banyaknya cairan serta makanan yang dikonsumsi ibu.( Obstetri Fisiologi UNPAD, 1983: 318 )

Perubahan psikologi masa nifas menurut Reva- Rubin terbagi menjadi dalam 3 tahap yaitu:

a) Periode Taking In

Periode ini terjadi setelah 1-2 hari dari persalinan.Dalam masa ini terjadi  interaksi dan kontak yang
lama antara ayah, ibu dan bayi. Hal ini dapat dikatakan sebagai psikis honey moon yang tidak
memerlukan hal-hal yang romantis, masing-masing saling memperhatikan bayinya dan menciptakan
hubungan yang baru.

b) Periode Taking Hold


Berlangsung pada hari ke – 3 sampai ke- 4 post partum. Ibu berusaha bertanggung jawab terhadap
bayinya dengan berusaha untuk menguasai ketrampilan perawatan bayi. Pada periode ini ibu
berkosentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, misalnya buang air kecil atau buang air besar.

c) Periode Letting Go

Terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Pada masa ini ibu mengambil tanggung jawab terhadap bayi
( Persis Mary H, 1995:     )

Sedangkan stres  emosional pada ibu nifas kadang-kadang  dikarenakan kekecewaan yang berkaitan
dengan mudah tersinggung dan terluka sehingga nafsu makan dan pola tidur terganggu. Manifestasi ini
disebut dengan post partum blues dimana terjadi pada hari ke 3-5 post partum ( Ibrahim C S, 1993: 50) .
Kadangkala ibu merasakan kesedihan karena kebe-basan, otonomi, interaksi sosial, kemandiriannya
berkurang. Hal ini akan mengakibatkan depresi pasca-persalinan (depresi postpartum). Berikut ini
gejala-gejala depresi pasca-persalinan:

 Sulit tidur, bahkan ketika bayi sudah tidur


 Nafsu makan hilang
 Perasaan tidak berdaya atau kehilangan control
 Terlalu cemas atau tidak pcrhatian sama sekali pada bayi
 Tidak menyukai atau takut menyentuh bayi
 Pikiran yang menakutkan mengenai bayi
 Sedikit atau tidak ada perhatian terhadap penampilan pribadi
 Gejala fisik seperti banyak wanita sulit bernafas atau perasaan berdebar-debar.

Jika ibu mengalami gejala-gejala tersebut sebaiknnya ibu meberitahu suami, bidan, atau dokter.
Penyakit ini dapat disembuhkan dengan obat-obatan dan konsultasi dengan psikiater. Jika depresi
berkepanjangan ibu perlu mendapatkan petawatan di rumah Sakit.

Kemurungan masa nifas normal saja dan disebabkan perubahan dalam tubuh seorang wanita
selama kehamilan serta perubahan dalam irama/cara kehidupannya sedah bayi lahir. Seorang ibu lebih
beresiko mengalami kemurungan pasca salin, karena ia masili muda mempunyai masalah dalam
menyusui bayinya. Kemurungan pada masa nifas merupakan hal yang umum, dan bahwa perasaan-
perasaan demikian biasanya hilang sendiri dalam dua minggu sesudah melahirkan.

Anda mungkin juga menyukai