Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTEK FARMAKOTERAPI

SISTEM ENDOKRIN, REPRODUKSI DAN SIRKULASI


(DEA62060)
SEMESTER GENAP

DISUSUN OLEH KELOMPOK B2 ANGGOTA:


Ernila Dewi Anggraeni (175070500111018)
Fadilah Maulana Irham Ashari (175070500111006)
Fidela Febri Arisanti (175070500111010)
Fiina Prasetya Lishshofiati (175070500111024)
Firda Khoirunnisa (175070507111010)
Gita Kurnia Ardiani (175070501111020)
Mutia Khairunnisa Sya`Bani (175070507111004)
Nabila Rifdati Fawwazia (175070507111016)
Nonik Nuriyah Herman (175070501111002)
Nur Sayid Rahmat Tio (175070500111034)
Qonitah (175070500111014)
Raissa Azzaria Gadis Jelita (175070500111032)
Reza Fadhal Abdillah (165070507111008)

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
TA 2019/2020
A. DEFINISI
Sindroma koroner akut (SKA), termasuk unstable angina (UA) dan infark
miokard (MI), adalah bentuk penyakit jantung koroner (PJK) yang merupakan
penyebab paling umum dari kematian akibat penyakit kardiovaskular (CVD).
Penyebab SKA adalah adanya ruptur plak aterosklerotik dengan adanya kepatuhan
platelet, aktivasi, agregasi, dan aktivasi kaskade pembekuan. Pada akhirnya, terbentuk
gumpalan dan terdiri dari fibrin dan trombosit (Dipiro et al., 2009).
SKA menggambarkan spektrum manifestasi klinis yang mengikuti gangguan
dari plak arteri koroner yang diperumit oleh kondisi trombosis, embolisasi dan
berbagai tingkat obstruksi terhadap perfusio miokardial. Gambaran klinis yang
muncul akan bergantung pada luas dan keparahan iskemia miokard (Camm et al.,
2006).
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram
(EKG), dan pemeriksaan marka jantung, SKA dibagi menjadi: (PERKI, 2015)
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation
myocardial infarction)
2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment
elevation myocardial infarction)
3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)
Infark miokard dengan STEMI merupakan indikator kejadian oklusi total
pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini memerlukan tindakan revaskularisasi
untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya; secara
medikamentosa menggunakan agen fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi
koroner perkutan primer. Diagnosis STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina
pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang
bersebelahan. Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak memerlukan menunggu hasil
peningkatan marka jantung (PERKI, 2015).
Diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika terdapat
keluhan angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan
yang bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi segmen ST,
inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normalization,
atau bahkan tanpa perubahan. Sementara Angina Pektoris tidak stabil dan NSTEMI
dibedakan berdasarkan kejadian infark miokard yang ditandai dengan peningkatan
marka jantung. Marka jantung yang lazim digunakan adalah Troponin I/T atau CK-
MB. Bila hasil pemeriksaan biokimia marka jantung terjadi peningkatan bermakna,
maka diagnosis menjadi NSTEMI. Pada Angina Pektoris tidak stabil marka jantung
tidak meningkat secara bermakna. Pada SKA, nilai ambang untuk peningkatan CK-
MB yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai normal atas (upper limits of
normal, ULN). Jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal)
atau menunjukkan kelainan yang nondiagnostik sementara angina masih berlangsung,
maka pemeriksaan diulang 10-20 menit kemudian. Jika ulangan EKG tetap
menunjukkan gambaran nondiagnostik sementara keluhan angina sangat sugestif
SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam. EKG diulang tiap 6 jam dan setiap
terjadi angina berulang (PERKI, 2015).

B. EPIDEMIOLOGI
Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit tidak menular yang
menyebabkan sebanyak >17 juta kematian di dunia setiap tahun (30% dari semua
kematian), 80% dari yang terjadi pada negara-negara dengan pendapatan rendah dan
menengah, dan angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi 23,6 juta pada tahun
2030. Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2012 penyakit
kardiovaskular merupakan penyebab kematian utama dari seluruh penyakit tidak
menular dan bertanggung jawab atas 17,5 juta kematian atau 46% dari seluruh
kematian penyakit tidak menular. Dari data tersebut diperkirakan 7,4 juta kematian
adalah serangan jantung akibat penyakit jantung koroner (PJK) dan 6,7 juta adalah
stroke (Tumade dkk., 2016).
Berdasarkan American Heart Association (AHA), terdapat sebanyak 71,3 juta
penduduk Amerika yang mengalami beberapa bentuk dari penyakit kardiovaskular
(CVD) pada tahun 2003. CVD bertanggung jawab terhadap 1 juta kematian pada
tahun 2003 dan diproyeksikan untuk menghasilkan $403.1 juta biaya kesehatan
langsung dan tidak langsung pada tahun 2006. Di antara penduduk Amerika dengan
CVD, sebanyak 13,2 juta diperkirakan memiliki CAD, yang mana bertanggung
jawab atas mayoritas kematian yang dikaitkan dengan CVD (Kleinschmidt KC,
2006).
SKA merupakan manifestasi dari CAD yang meliputi acute myocardial
infarction (AMI) dan unstable angina (UA), yang merupakan kondisi tengah
berbahaya antara stable angina dan myocardial infarction. AHA memperkirakan
sebanyak 700.000 penduduk Amerika akan mendapatkan gangguan koroner pertama
pada tahun 2006, dan sebanyak 500.000 akan mengalami kondisi berulang.
Mmeskipun kematian akibat CAD mengalami penurunan sejak tahun 1950, sekitar
40% penduduk Amerika yang mengalami gangguan koroner tahun ini akan
mengalami kematian. Risiko kematian pada kelompok yang mengalami gangguan
koroner memiliki kisaran sekitar 4-6 kali dibandingkan populasi umum
(Kleinschmidt KC, 2006).
Sekitar 30% dari pasien serangan jantung di United Kingdom mengalami UAP
dalam kurun waktu dibawah tiga bulan. SKA juga mempengaruhi ribuan warga
Australia. Diperkirakan 69.900 orang berusia >25 tahun mengalami serangan jantung
pada tahun 2011. Selanjutnya, PJK berkontribusi 15% dari semua kematian di
Australia pada tahun 2011. Masyarakat Aborigin dan Torres Strait Islander yang
dirawat di rumah sakit dengan SKA mengalami angka kematian dua kali lebih
banyak. Jika SKA tidak ditangani secara cepat dan adekuat, maka kondisi tersebut
dapat menyebabkan kematian. Pada kenyataannya, SKA merupakan salah satu dari
lima penyakit tersering yang menyebabkan kematian di United Kingdom setelah
berbagai macam kanker dan stroke (Tumade dkk., 2016).

C. ETIOLOGI
Etiologi primer dari sindroma koroner akut adalah aterosklerosis.
Aterosklerosis terjadi akibat inflamasi kronis pada pembuluh darah yang dipicu
akumulasi kolesterol pada kondisi kelainan metabolisme lemak yaitu tingginya kadar
kolesterol dalam darah. Plak aterosklerosis dapat ruptur dan memicu pembentukan
trombus sehingga terjadi oklusi pada arteri koroner.
Faktor risiko terjadinya aterosklerosis dan serangan sindroma koroner akut
antara lain:
▪ usia tua di atas 45 tahun
▪ laki-laki dua kali lebih berisiko dibanding perempuan, namun tren menunjukkan
risiko pada perempuan juga cenderung meningkat
▪ gaya hidup sedentari
▪ perokok
▪ obesitas
▪ diabetes mellitus
▪ dislipidemia
▪ hipertensi

D. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah
koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak
dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti
oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus
yang kaya trombosit (white thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang
pembuluh darah koroner, baik secara total maupun parsial; atau menjadi
mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi
pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat
gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan
iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20 menit
menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard). Infark miokard
tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner. Obstruksi subtotal
yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia
dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis,
adalah gangguan kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan stunning
(setelah iskemia hilang), distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk,
ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak mengalami koyak plak
seperti diterangkan di atas. Mereka mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat
spasme lokal dari arteri koronaria epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan
arteri koronaria, tanpa spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak
atau restenosis setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor
ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat
menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak
aterosklerosis (Perki, 2015).

E. TERAPI
a. Terapi Farmakologi
1.1 Anti Iskemia
a. Beta Blocker
Keuntungan utama terapi beta blocker terletak pada efeknya
terhadap reseptor beta-1 yang mengakibatkan turunnya konsumsi
oksigen miokardium. Terapi hendaknya tidak diberikan pada pasien
dengan gangguan konduksi atrio-ventrikuler yang signifikan, asma
bronkial, dan disfungsi akut ventrikel kiri. Pemberian beta blocker pada
pasien dengan riwayat pengobatan beta blocker kronis yang datang
dengan SKA tetap dilanjutkan kecuali bila termasuk klasifikasi Kilip
≥III. Beberapa beta blocker yang sering dipakai dalam praktek klinik
dapat dilihat pada tabel 1.1 (Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia, 2015).

Tabel 6.1a Jenis dan Dosis Beta Blocker untuk Terapi IMA

b. Nitrat
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang
mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir diastolik ventrikel
kiri sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek lain dari
nitrat adalah dilatasi pembuluh darah koroner baik yang normal maupun
yang mengalami aterosklerosis (Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia, 2015).
▪ Nitrat oral atau intravena efektif menghilangkan keluhan dalam
fase akut dari episode angina.
▪ Pasien dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri dada
berlanjut sebaiknya mendapat nitrat sublingual setiap 5 menit
sampai maksimal 3 kali pemberian, setelah itu harus
dipertimbangkan penggunaan nitrat intravena jika tidak ada
indikasi kontra.
▪ Nitrat intravena diindikasikan pada iskemia yang persisten, gagal
jantung, atau hipertensi dalam 48 jam pertama UAP/NSTEMI.
Keputusan menggunakan nitrat intravena tidak boleh menghalangi
pengobatan yang terbukti menurunkan mortalitas seperti beta
blocker atau angiotensin converting enzymes inhibitor (ACE-I).
▪ Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik
<90 mmHg atau >30 mmHg di bawah nilai awal, bradikardia berat
(<50 kali permenit), takikardia tanpa gejala gagal jantung, atau
infark ventrikel kanan.
▪ Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien yang telah mengkonsumsi
inhibitor fosfodiesterase: sidenafil dalam 24 jam, tadalafil dalam
48 jam. Waktu yang tepat untuk terapi nitrat setelah pemberian
vardenafil belum dapat ditentukan.

Tabel 6.1b Jenis dan Dosis Nitrat untuk Terapi IMA


c. Calcium Channel Blockers (CCBs)
Nifedipin dan amlodipin mempunyai efek vasodilator arteri
dengan sedikit atau tanpa efek pada SA Node atau AV Node. Sebaliknya
verapamil dan diltiazem mempunyai efek terhadap SA Node dan AV Node
yang menonjol dan sekaligus efek dilatasi arteri. Semua CCB tersebut di
atas mempunyai efek dilatasi koroner yang seimbang. Oleh karena itu
CCB, terutama golongan dihidropiridin, merupakan obat pilihan untuk
mengatasi angina vasospastik (Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia, 2015).
▪ CCB dihidropiridin direkomendasikan untuk mengurangi gejala
bagi pasien yang telah mendapatkan nitrat dan beta blocker.
▪ CCB non-dihidropiridin direkomendasikan untuk pasien NSTEMI
dengan indikasi kontra terhadap beta blocker.
▪ CCB nondihidropiridin (long-acting) dapat dipertimbangkan
sebagai
pengganti terapi beta blocker.
▪ CCB direkomendasikan bagi pasien dengan angina vasospastik.
▪ Penggunaan CCB dihidropiridin kerja cepat (immediate-release)
tidak
direkomendasikan kecuali bila dikombinasi dengan beta blocker.

Tabel 6.1c Jenis dan Dosis CCBs untuk Terapi IMA

1.2 Anti Platelet


Tabel 6.2 Jenis dan Dosis Antiplatelet untuk Terapi IMA
6.3 Anti Koagulan
Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet
secepat mungkin (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia,
2015).Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yang
mendapatkan terapi antiplatelet. Pemilihan antikoagulan dibuat berdasarkan
resiko perdarahan dan iskemia, dan berdasarkan profil efikasi-keamanan agen
tersebut.

Tabel 6.3 Jenis dan Dosis Antikoagulan untuk Terapi IMA

6.4 Kombinasi Antiplatelet dan Antikoagulan


• Penggunaan warfarin bersama aspirin dan/atau clopidogrel meningkatkan
resiko perdarahan dan oleh karena itu harus dipantau ketat.
• Kombinasi aspirin, clopidogrel, dan antagonis vitamin K jika terdapat
indikasi dapat diberikan bersama-sama dalam waktu sesingkat mungkin
dan dipilih targen INR terendah yang masih efektif.
• Jika antikoagulan diberikan bersama aspirin dan clopidogrel, terutama
pada penderita tua atau yang resiko tinggi perdarahan, target INR 2-2,5
lebih terpilih (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia,
2015).
6.5 Inhibitor ACE dan Penghambat Reseptor Angiotensin
Inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) berguna dalam
mengurangi remodelling dan menurunkan angka kematian penderita
pascainfark-miokard yang disertai gangguan fungsi sistolik jantung, dengan
atau tanpa gagal jantung klinis. Penggunaannya terbatas pada pasien dengan
karakteristik tersebut, walaupun pada penderita dengan faktor resiko PJK atau
yang telah terbukti menderita PJK, beberapa penelitian memperkirakan
adanya efek antiaterogenik (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia, 2015).
Tabel 6.6 Jenis dan Dosis ACE-Inhibitor untuk Terapi IMA

b. Terapi Non Farmakologi


▪ Modifikasi gaya hidup, yakni dengan olahraga minimal 30 menit setiap hari
▪ Modifikasi diet, yakni diet rendah lemak
▪ Berhenti merokok
▪ Menurunkan kadar kolesterol LDL hingga di bawah 100 mg/dl pada pasien
dengan risiko tinggi. Kadar kolesterol dapat diturunkan dengan modifikasi
gaya hidup dan obat penurun LDL
▪ Manajemen tekanan darah pada pasien dengan hipertensi
▪ Mengontrol kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus
F. KASUS
RUMAH SAKIT SEHAT
LEMBAR CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI
(CPPT)

Inisial Pasien : Tn. RD Berat Badan : - Ginjal: -

Umur : 49 tahun Tinggi Badan :-


Hepar: -
Keluhan Utama : Nyeri ulu hati sejak pagi ± jam 07.30, pasien juga mengeluh
sesak. Sesak yang dirasakan sejak ± 1 bulan yang lalu. Batuk (-), nyeri dada
disangkal, dan muntah
Diagnosis : IMA inferior
Riwayat Penyakit : DM dan HT disangkal
Riwayat Pengobatan : Parasetamol dan amoxicillin tiap kali demam

Alergi : Tidak ada


Kepatuh Tidak diketahui Obat Tidak
an Tradisional

Merokok Sejak SMU, sehari 1 OTC Tidak


bungkus lebih dan
kebiasaan minum kopi 4
kali sehari
Alkohol Tidak Lain-lain Tidak

TUGAS MAHASISWA (Konsep berpikir tetap sesuai metode SOAP (Subjective, Objective,
Assessment, Plan) untuk pengisian form CPPT):
1) Lengkapi komentar dan alasan untuk data klinik dan data lab yang ada! (Analisis
Subjective dan Objective)
2) Lengkapi tabel indikasi! (Analisis Objective)
3) Lengkapi kolom kosong pada tabel Asuhan Kefarmasian! (Analisis Assessment
dan Plan)
4) Lengkapi kolom kosong pada tabel monitoring (METO dan MESO)! (Analisis
Plan)
5) Lengkapi kolom kosong pada tabel konseling kepada pasien/keluarga pasien baik
terapi farmakologi maupun non-farmakologi! (Analisis Plan)
6) Lengkapi kolom kosong pada tabel konseling kepada perawat terkait informasi
untuk penyiapan, cara pemberian, dan stabilitas obat-obat dengan bentuk sediaan
injeksi! (Analisis Plan)
G. JAWABAN PERTANYAAN
DATA KLINIK
No. Data Klinik Normal 15/4 16/4 17/4 18/4 19/4 20/4 21/4
1. Kondisi umum Baik Lemah Lemah Lemah Cukup Cukup Baik Baik
2. Suhu 37±0,5oC 36 37 36 37,8 36 36,5 36,5
3. RR 20-25 x/min 20 20 25 22 22 20 20
4. Nadi 80-100 x/menit 80 96 76 88 80 80 80
5. Tekanan darah < 140/90 118/76 120/90 115/79 100/70 120/80 - -
mmHg
(JNC-8)
6. GCS 456 456 456 456 456 456 456 456
7. Sesak - + + + + - - -
8. Nyeri dada - ++ + + - - - -
9. Nyeri ulu hati - + + - - - - -
10. Demam - - - - + - - -
11. Mual/muntah -/- -/+ -/- -/- -/- -/- -/- -/-
HASIL EKG: ST II-III AVF, Bradikardi, CTR (Cardio Thorax Ratio) 54%

Komentar dan Alasan:


- Suhu tubuh, RR, nadi, dan tekanan darah pasien → berada dalam rentang normal.
- Pasien lemas → karena mengalami nyeri dada, sesak, dan juga mengalami nyeri ulu hati.
- Pasien mengalami sesak → kondisi tubuh pasien dimana tidak tercukupinya supply oksigen namun kebutuhan akan oksigen
meningkat.
- Pasien mengalami nyeri → karena terjadinya kematian sel miokard jantung yang disebabkan oleh kondisi iskhemia jantung.
- Hasil EKG ST II-III AVF → menunjukkan lokasi terjadinya infark miokard akut bagian inferior.
- Bradikardi → menunjukkan hipersensitivitas saraf parasimpatis.
- CTR 54% → nilai lebih dari 50% menunjukkan adanya kardiomegali karena jantung berusaha meningkatkan kemampuan untuk
memompa darah sehingga terjadi perubahan ukuran jantung yang membesar.

DATA LABORATORIUM
Data Lab Normal 15/4 Komentar
GDA < 200 mg/dL 125 -
BUN 10 – 24 mg/dL 15,7 -
Scr 0,5 – 1,5 mg/dL 0,88 -
WBC 4 – 10x10 /mm
3 3
11x10 3
Menandakan terjadinya infeksi sehingga dapat disarankan untuk pemeriksaan
lebih lanjut.
RBC 4 – 6x106 µL 4,76 x106 -
Hb 13 – 17/g% 14,3 -
Hct 40 – 54% 38,5 HCT merupakan singkatan dari hematokrit, yaitu perbandingan jumlah sel
darah merah dengan volume darah keseluruhan yang dihitung dalam
persentase. Apabila HCT pasien rendah, maka dapat dicurigai bahwa pasien
mengalami anemia, sehingga perlu pemeriksaan lebih lanjut.
PLT 150 – 400x103/mm3 250x103 -
Na+
135 – 145 mmol 137,2 -
K+ 3,5 – 5,0 mmol 4,04 -
Cl -
95 – 108 mmol 105,1 -
Troponin I - + Troponin I merupakan protein jantung yang terdapat pada otot lurik yang
berfungsi sebagai regulator kontraksi otot yang spesifik terhadap otot jantung.
Kadar Troponin darah meningkat dalam 4 jam setelah kerusakan miokardium
dan menetap selama 10-14 hari. Munculnya Troponin I pada serum darah
menunjukkan adanya kerusakan pada sel miokard. Pada saat miokardium
cedera, troponin jantung segera dilepaskan oleh sel-sel miokardium dan masuk
ke dalam sirkulasi sehingga dapat menunjukkan IMA.
INDIKASI TERAPI (OBJECTIVE)
Jenis Obat Indikasi
O2 nasal Untuk mengatasi sesak nafas yang dialami pasien dan
untuk menambah suplai O2
Normal Salin Mengembalikan cairan dan elektrolit dalam tubuh
pasien yang hilang, dikarenakan pasien mengalami
muntah dan kondisi pasien lemah.
Pepzol® Menghilangan gejala & pengobatan jangka pendek
gangguan lambung & usus yang memerlukan
pengurangan sekresi asam lambung; tukak usus,
tukak lambung; refluks esofagitis sedang-berat.
Untuk mengatasi nyeri ulu ati, karena pasien
mengalami gastritis, sering minum kopi dan bisa
karena stress.
Aspilet® Mencegah agregasi platelet dengan menghambat
atau ASA tromboxane A2.
Clopidogrel Untuk mngurangi aktivasi dan agregasi platelet
dengan cara berikatan dengan reseptor P2y12
adenosine dipospat
Untuk mencegah agregasi platelet dengan
menghambat adenosine diphosphate
Streptokinase Agen fibrinolitik. Fungsinya untuk memecah fibrin
dan mencegah tromboemboli, serta mencegah
reperfusi pada pasien infark miokard
ISDN Merupakan golongan nitrat yang digunakan untuk
meredakan serangan akut nyeri dan profilaksis
angina.
Simvastatin Penstabil plak untuk menghindari adanya sumbatan
ataupun ruptur pada plak.
Bisoprolol Menurunkan tingkat kebutuhan oksigen sehingga
dapat membantu meredakan nyeri dada yang dialami
pasien.
Sebagai anti cardiac remodelling, bukan anti
hipertensi.
Arixtra® Mencegah trombosis vena melalui indirect factor IIa
(antikoagulan)
Ceftriakson Antibiotik spektrum luas yang digunakan pada pasien
yang mengalami infeksi
Parasetamol Antipiretik untuk menurunkan demam
ASUHAN KEFARMASIAN (ASSESSMENT DAN PLAN)
Termasuk:
1. Masalah aktual & potensial terkait obat 3. Pemantauan efek obat 5. Pemilihan obat 7. Efek samping obat
2. Masalah obat jangka panjang 4. Kepatuhan penderita 6. Penghentian obat 8. Interaksi obat

OBAT PROBLEM TINDAKAN (USULAN PADA KLINISI, PERAWAT,


(ASSESSMENT) PASIEN)
(PLAN)
Streptokinase − Streptokinase merupakan fibrinolitik non − Penggunaannya dihentikan karena beresiko perdarahan besar
spesifik, sedangkan agen fibrinolitik yang
− Streptokinase diganti dengan fibrinolitik spesifik fibrin,
diutamakan adalah agen spesifik fibrin.
seperti alteplase
− Penggunaan streptokinase lebih disarankan
untuk pasien pasca operasi

− Memicu efek perdarahan yang sangat besar /


perdarahan sistemik

Ceftriakson i.v − Pada pasien tidak didapati tanda-tanda infeksi − Tidak perlu digunakan Ceftriakson i.v karena tidak terdapat
tanda-tanda infeksi
− Adanya interaksi dengan Arixtra®
(Fondaparinux Na)
− Perlu monitoring kadar Fondaparinux dalam darah dan tanda-
tanda perdarahan, yang dapat diamati dari tanda-tanda
terjadinya melena maupun hasil cek APT dan APTT pasien

ISDN dan Dapat meningkatkan efek hipotensi dan syok Dilakukan monitoring tekanan darah
bisoprolol
Aspirin (Aspilet) − Aspilet (aspirin) merupakan antiagregasi − Perlu monitoring kepatuhan pasien meminum obat
platelet first-line yang digunakan untuk terapi − Untuk menghindari efek samping di GIT, dapat diminum
ACS. Penggunaan aspirin adalah untuk jangka setelah makan.
panjang − Disarankan untuk melakukan tes EKG untuk mengetahui
apakah pasien memang membutuhkan kombinasi antiplatelet
− Memiliki efek samping gangguan pada GIT
dan antikoagulan.
(iritasi, nyeri ulu hati)
− Monitoring tekanan darah, kadar kalium, dan segera
− Penggunaan bersama antikoagulan (Arixtra) melakukan tindakan untuk mengatasi hiperkalemi jika terjadi
meningkatkan resiko perdarahan peningkatan kadar kalium yang tinggi

− Berinteraksi dengan bisoprolol (beta-bloker), di


mana berpotensi untuk memicu terjadinya
retensi garam dan cairan

ISDN Merupakan golongan nitrat yang bekerja sebagai Perlu diatur jadwal pemberian nitrat, di mana periode bebas nitrat
venodilator untuk terapi ACS, namun dapat berlangsung selama 10-12 jam untuk memberikan tubuh
meningkatkan resiko toleransi nitrat, di mana kesempatan memproduksi glutation kembali, atau dapat
pasien perlu mengonsumsi ISDN 3 kali sehari disarankan menggunakan ISDN long-acting. Penyesuaian dosis
dan frekuensi dengan mempertimbangkan seberapa sering nyeri
muncul pada pasien. Jika pasien sering mengalami kekambuhan
/ serangan angina pada siang hari, maka periode bebas nitrat
(tidak meminum nitrat) pada malam hari.
Clopidogrel − Memiliki interaksi dengan pantoprazole yang − Pemberian clopidogrel dan pantoprazole diberikan jeda
dapat menurunkan efek clopidogrel dengan minimal 2 jam untuk menurunkan resiko terjadinya interaksi
mempengaruhi isoenzim CYP2C19 di hepar. obat, serta tetap menyarankan perawat untuk monitoring
Interaksi kedua obat ini merupakan reaksi kemungkinan terjadinya interaksi dengan melihat tercapai atau
potensial yang terjadi sehingga perlu dilakukan tidaknya efikasi terapi, yang ditunjukkan oleh perbaikan gejala
monitoring. yang dialami pasien.
− Pemberian bersama aspirin dapat meningkatkan − Monitoring terkait tanda-tanda perdarahan, seperti mimisan
resiko perdarahan. dan melena
Simvastatin − Simvastatin merupakan golongan statin yang − Perlu monitoring kepatuhan pasien meminum obat
memiliki efek pleiotropic, yaitu menstabilkan − Perlu pemberian dosis rendah
plak. Penggunaan simvastatin adalah untuk
jangka panjang
− Obat golongan statin memiliki efek samping
rhabdomyolisis
Bisoprolol Bisoprolol merupakan golongan beta-bloker yang Perlu monitoring kepatuhan pasien meminum obat
digunakan sebagai anti-remodeling pada ACS.
Penggunaan bisoprolol adalah untuk jangka
panjang
PLAN
1. MONITORING
Jenis Obat Pemantauan Farmasi
O2 METO: RR , nadi, pemeriksaan gas darah, sesak

MESO: Depresi nafas, Iritasi saat pemberian, sakit kepala,


infeksi pernafasan (gejala: sesak tidak membaik, batuk,
demam, WBC meningkat)

Infus NS METO: Kadar elektrolit, ada tidaknya edema, monitoring


kecepatan pemberian, tidak lemas lagi

MESO: Pemberian dosis besar dapat menyebabkan


penumpukan natrium dan edema

Pepzol® METO: apakah keluhan mual muntah seudah teratasi, gejala


ulu hati

MESO: sakit kepala, diare, dan perlu dilakukan pemantauan


gejala ulu hati, ruam
Aspilet® atau METO: pantau terjadinya agregasi yang dapat menyebabkan
ASA buntuan, tidak nyeri dada

MESO: perhatian bagi yang alergi terhadap aspirin, maag,


dyspepsia, bleeding, gastritis, mual, muntah, myeri ulu hati

Clopidogrel METO: pantau kekambuhan akibat adanya aterosklerosis yg


menyebabkan buntuan, EKG, nyeri dada
MESO: resiko pendarahan (seperti gusi berdarah, melena),
kram kaki, konstipasi, vertigo, muntah, thrombocytopenia
Streptokinase METO: perbaikan rasa nyeri dada, perbaikan peningkatan
ST, Troponin 1, resiko perdarahan (mayor)
(dihentikan)
MESO: gejala-gejala alergi, dan gejala-gejala pendarahan
internal seperti melena

ISDN METO: kondisi nyeri dada, pemantauan tekanan darah dan


denyut nadi.

MESO: tekanan darah apakah mengalami hipotensi othostatik


atau tidak

Simvastatin METO: LFT dan creatinin serum, LDL, total cholesterol, TG,
dan HDL, tidak terjadi serangan berulang

MESO: rabdomiolisis (nyeri otot, kram), kekakuan pada otot

Bisoprolol METO: TD, HR, dan EKG, anti remodeling

MESO: hipotensi ortostatik, gagal jantung akut, bradikardia


dan heart block, penurunan libido (ejakulasi dini)

Arixtra® METO: sudah tidak nyeri, sesak dan mual/muntah, nyeri ulu
(Fondaparinnux hati, gejala infark baru (troponin)
Na)
MESO: anemia (1-20%), demam (4-14%), rash (7,5%), mual
(3-11%)

Ceftriakson METO: hasil kultur bakteri


(dihentikan)

MESO: Diare (3%), rash (2%), eosinophilia (6%), alergi,


gangguan GIT

Parasetamol METO: suhu tubuh, fungsi hepar

MESO: mual, sakit perut bagian atas, gatal-gatal, kehilangan


nafsu makan, ruam, hepatotoksik

Keterangan:
METO: monitoring efek terapi obat
MESO: monitoring efek samping obat

2. KONSELING
Konseling pada Pasien/Keluarga Pasien:
Nama Obat/ Pagi Siang Malam Keterangan untuk Materi Konseling
Aturan Pakai (Menggunakan Bahasa Awam yang Mudah Dipahami
oleh Pasien/Keluarga Pasien)
ASA 1 tablet - - Mengkonsumsi aspirin sebaiknya
bersamaan dengan makanan sehingga tidak
mengiritasi lambung dan memperparah
gastritis.
Clopidogrel 1 tablet - - Diminum 1 tablet sehari setelah makan
pemberian loading dose yaitu 300 mg,
kemudian dilanjutkan dosis lazim 75 mg
ISDN 1 tablet 1 tablet 1 tablet Diberikan 1 tablet setiap pagi, siang dan
(07:00) (14:00) (21:00)
malam. Diletakkan dibawah lidah. Waktu
mengkonsumsi ISDN diusahakan sama
setiap hari.
Simvastatin - - 1 tablet Diminum sebelum tidur, hindari makan-
makanan yang berlemak karena obat ini
untuk menstabilkan plak
Bisoprolol - - 1 tablet Digunakan 1 tablet sehari, diminum pada
jam yang sama
Parasetamol 1 tablet 1 tablet 1 tablet Diminum 3 tablet sehari, pagi, siang dan
malam. Diminum setelah makan. Apabila
sudah tidak demam diberhentikan

Terapi non-farmakologi:
1. PCI for STEMI ACS, Pasien STEMI dengan onset 12 jam diperlukan reperfusi dengan
primary PCI
2. PCI for Non-STEMI ACS, Pedoman klinik merekomendasikan untuk dilakuykan
angiografi koroner pada pasien dengan resiko tinggi dan pasien dengan resiko rendah
3. Melakukan tindakan revaskularisasi seperti CABG
4. Menghentikan rokok dan konsumsi kopi
5. Mengatur pola makan yang baik dan sehat serta menurunkan berat badan
6. Melakukan aktivitas fisik seperti jalan kaki, bersepeda, ataupun aerobik kurang lebih 30
menit
7. Menjaga berat badan agar tetap ideal
8. Mengurangi / mengontrol asupan rendah lemak
Konseling pada Perawat:
Referensi untuk cara preparasi obat-obat injeksi merujuk pada Handbook on Injectable
Drugs

Nama Obat Konseling


Pepzol® Penyiapan: serbuk obat dalam vial direkonstitusi dengan 10 mL NaCl
0,9% atau Dextrosa 5%, pencampuran dilakukan dalam vial tertutup
dengan memutar vial agar tidak terbentuk buih

Cara pemberian: Hasil rekonstruksi diinjeksikan perlahan selama 2


sampai 5 menit

Stabilitas: Dalam NaCl 0,9%, larutan hasil rekonstitusi stabil sampai 24


jam di suhu ruang. Dan larutan akan stabil sampai 6 jam pada suhu
ruang jika dilarutkan dalam Dextrosa 5%

Streptokinase Penyiapan: Serbuk Streptokinase dalam vial direkonstitusi dengan 5 mL


NaCl 0,9% atau Water For Injection. Rekonstitusi dilakukan dengan
memutar, memiringkan atau membalik vial perlahan agar tidak timbul
buih. Setelah larut, larutan lalu direkonstitusi dalam NaCl 0,9% atau
Ringer Lactat atau Dextrosa 5% sampai volume yang diperoleh
sebanyak 50 sampai 200 mL

Cara pemberian: Larutan diinfuskan dengan kecepatan setara 1.500.000


unit dalam 60 menit

Stabilitas: 24 jam dalam suhu 2 - 8°C jika dilarutkan dalam NaCl 0,9%
DAFTAR PUSTAKA

Camm AJ, Luscher TF, Serruys PW. 2006. The ESC Textbook of Cardiovascular Medicine.
John Wiley & Sons Ltd. New Jersey.
Dipiro, et al. (2008) Pharmacotherapy, Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach. doi:
10.1016/S0163-7258(02)00291-7.
Kleinschmidt KC. 2006. Epidemiology and Pathophysiology of Acute Coronary Syndrome.
Johns Hopkins Advanced Studies in Medicine. 6 (6B): S477-S482.
Libby P. The Pathogenesis, Prevention, and Treatment of Atherosclerosis. In: Fauci AS,
Braunwald E, Kasper DL, editors. Harrison’s Pronciples of Internal Medicine. 17th ed.
Mc-Graw Hill; 2008. p. 1501–9
PERKI. 2015. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut, Edisi Ketiga. Centra
Communication. Jakarta.
Sanchis-gomar F, Perez-quilis C, Leischik R, Lucia A. Epidemiology of coronary heart disease
and acute coronary syndrome. Ann Transl Med [Internet]. 2016;4(13):1–12. Available
from: http://dx.doi.org/10.21037/atm.2016.06.33
Tumade B, Jim EL, Joseph VFF. 2016. Prevalensi sindrom koroner akut di RSUP Prof. Dr. R.
D. Kandou. Manado periode 1 Januari 2014 – 31 Desember 2014. Jurnal e-Clinic ()eCl).
4 (1): 223-230

Anda mungkin juga menyukai