Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan orientasi realitas adalah ketidakmampuan klien menilai dan


berespon pada realitas. Klien tidak dapat membedakan rangsang internal dan
eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan. Klien tidak mampu
memberi respon secara akurat, sehingga tampak perilaku yang sukar dimengerti
dan mungkin menakutkan.

Gangguan orientasi realitas disebabkan oleh fungsi otak yang terganggu yaitu
fungsi kognitif dan proses pikir; fungsi persepsi, fungsi emosi, fungsi motorik,
dan fungsi sosial. Gangguan pada fungsi kognitif danpersepsi mengakibatkan
kemampuan menilai dan menilik terganggu. Gangguan fungsi emosi, motorik dan
sosial mengakibatkan kemapuan berespon terganggu yang tampak dari perilaku
non verbal (ekspresi muka, gerakan tubuh ) dan perilaku verbal (penampilan
hubungan sosial). Oleh karena gangguan orientasi realitas terkait dengan fungsi
otak, maka gangguan atau respon yang timbul disebut pula respon neuro biologik.

Gangguan orientasi realitas umumnya ditemukan pada klien Skizofrenia dan


psikomatik lain. Blueler mengidentifikasikan gejala skizofrenia sebagai :” 4A”
yang ditambah dengan “2A” sebagai berikut : gangguan asosiasi, afek, ambivalen,
autistik dan ditambah dengan gangguan atensi (perhatian) dan aktivitas. Gejal
sekunder dari skizofrenia adalah halusinasi, waham, dan gangguan daya ingat.

Berpikir adalah gejala jiwa yang dapat menetapkan hubungan-hubungan


antara ketahuan-ketahuan kita (Sujanto, 1986)

Berpikir adalah suatu proses dialektis yaitu selama kita berpikir, fikiran kita
mengadakan tanya jawab dengan pikitan kita untuk dapat meletakkan hubungan-
hubungan antara ketahuan kita dengan tepat.

1
Berpikir adalah suatu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan
penemuan yang terarah kepada suatu tujuan (Purwanto, 1992)

Proses-proses berpikir (Sujanto, 1986) :

a. Pembentukan pengertian: dari suatu masalah pikiran kita membuang ciri-


ciri tambahan, sehingga tinggal ciri-ciri yang tipis (yang tidak boleh tidak
ada) pada masalah itu.

b. Pembentukan pendapat: pikiran kita menggabungkan / menceraikan


beberapapengertian yang menjadi tanda khas dari masalah.

c. Pembentukan keputusan: pikiran kita menggabungkan pendapat-pendapat


tersebut.

d. Pembentukan kesimpulan: pikiran kita menarik keputusan dari keputusan-


keputusan yang lain.

Proses pikir. Proses informasi yang tidak berfungsi dengan baik akan
mempengaruhi proses berpikir sehingga memberi dampak pada proses
komunikasi. Dalam berkomunikasi mungkin inkoheren, tidak berhubungan,
berbelit dan tidak logis. Klien tidak mampu mengorganisirdan menyusun
pembicaraan yang logis dan koheren. Ketidakmampuan klien ini sering membuat
lingkungan takut dan merasa aneh terhadap klien. Perawat hendaknya
mengidentifikasi beberapa respon verbal dan nonverbal klien serta melakukan
validasi.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah Pengertian dari Gangguan Realita ?

1.2.2 Sebutkan faktor-faktor penyebab Gangguan Realita ?

1.2.3 Jelaskan proses informasi Gangguan Realita !

2
1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk memenuhi tugas Keperawatan Jiwa I tentang Gangguan


Realita

1.3.2 Untuk mengetahui pengertian Gangguan Realita

1.3.3 Menjelaskan Faktor-faktor penyebab Gangguan Realita

1.3.4 Menjelaskan proses informasi Gangguan Realita

1.4 Manfaat

Sebagai salah salah satu bahan bacaan atau referensi yang dapat
menambah pengetahuan khususnya mahasiswa-mahasiswi stikes hang-
tuah surabaya.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Orientasi adalah kemampuan seseorang untuk mengenal lingkungannya


serta hubungannya dalam waktu dan ruang terhadap dirinya sendiri dan juga
hubungan dirinya sendiri dan orang lain.

Disorientasi atau gangguan orientasi timbul sebagai akibat gangguan


kesadaran dan dapat menyangkut waktu (tidak tahu menahu tentang jam, hari,
pekan, bulan, tahun atau musim), tempat (tidak tahu menahun dimanakah dia
berada), atau orang (tentang dirinya sendiri atau orang lain, tidak tahu
identitasnya atau salah menafsirkan identitas orang lain)., hal ini perlu
dibedakan dari “ilusi” dan “depersonalisasi”.

2.2 Faktor Penyebab

Gangguan fungsi otak

1. Fungsi kognitif/ proses berpikir


Adaptif
 Cara berfikir logis
 Cara berfikir koheren
Maladaptif
 Peredaran neurotransmiter terlalu cepat
 Peredaran neurotransmiter terlalu lambat
 Peredaran neurotransmiter terlalu terhalang
Dikaji melalui
 Daya ingat
 Perhatian

4
 Bentuk dan pengorganisasian bicara
 Isi pikir
2. Fungsi Persepsi
Adaptif
 Persepsi adalah respon dari reseptor sensoris terhadap stimulus eksternal
juga pengenalan dan pemahaman terhadap sensasi sehingga individu dapat
mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus yang diterima.
Maladaptif
 Ilusi
 Halusinasi
3. Fungsi Emosi
Emosi digambarkan dalam istilah mood dan afek
 Mood adalah suasana emosi yang memanjang, yang mempengaruhi
kepribadian dan fungsi kehidupan individu.
 Afek mengacu pada perilaku: gerakan tangan dan tubuh. Ekspresi wajah
dan intonasi suara dapat diamati ketika individu mengekspresikan dan
mengalami perasaan-perasaan emosi.
Adaptif
 Afek sesuai dengan mood
Maladaptif
Gangguan emosi dapat dikaji melalui perubahan afek yaitu:
 Afek tumpul
 Afek Datar
 Afek Tidak sesuai
 Afek Yang berlebihan
 ambivalen
4. Fungsi Motorik
Adaptif
 Aktifitas motorik merupakan manifestasi fungsi kognitif, persepsi dan
afektif secara simultan.
 Aktifitas motorik dapat terlihat melalui aktifitas fisik klien

5
Maladaptif
Perubahan motorik dimanifestasikan dalam:
 Peningkatan/ penurunan tingkat aktifitas motorik
 Impulsif
 Manerisme
 Automatisme
 Stereotip
 Kataton
 Parkinson (gejala-gejala ekstrapiramidal)
 Gerakan mata abnormal
 Grimasen
 Apraksia
 Ekopraksia
 Cara berjalan abnormal
5. Fungsi sosial
Adaptif
Sosiaisasi merupakan kemampuan untuk membentuk hubungan kerja sama dan
saling ketergantungan
Maladaptif
Efek langsung
 Tidak ada motivasi
 Menarik diri
 Isolasi sosial
 Ketidakmampuan komunikasi secara koheren
 Kemunduran keterampilan sosial
 Defisit perawatan diri
 “paranoid”
Efek tidak langsung
 Harga diri rendah
 Hubungan sosial yang tidak sesuai
 Tidak berminat dalam aktifitas rekreasi

6
 Gangguan identitas pribadi

2.3 Proses informasi

Masuk informasi

1. Sesori internal
 Biokimia
 Emosi
2. Sesori eksternal
 Penglihatan
 Peendengaran
 Perabaan
 Pengecapan
 Penciuman
Proses diotak

1. Perhatian pada informasi yang masuk


2. Diskriminasi informasi
3. Informasi menjadi respon
Respon perilaku

1. Gerakan motorik
2. Proses piker
3. Respon sosial
4. Respon emosional
Proses informasi merupakan proses masuknya informasi yang akurat,
penyimpanan informasi dan pemakaian kembali informasi tersebut.

Penyebab gangguan proses informasi:

1. Jumlah dan akurasi informasi


2. Disfungsi anatomi dan neurofisiologi otak
a. Reseptor penerima stimulus
b. Talamus

7
c. Lonus frontal
d. Ganglia basal
e. Ketidakseimbangan neurotransmitter dan neuromodulator.
3. Pengalaman belajar yang lalu (termasuk pengalaman emosional)
Ingatan

Adapun ingatan itu berdasarkan tiga proses utama, yaitu pencatatan atau
regristrasi (mencatat atau meregristrasi sesuatu pengalaman didalam susunan
syaraf pusat); penahanan atau retensi (menyimpan atau menahan catatan tadi);
dan pemanggilan kembali atau recall (mengingat atau mengeluarkan kembali
catatan itu).

Gangguan ingatan terjadi bila terdapat gangguan pada salah satu atau lebih
dari unsur yang beda itu, umpamanya pada pencatatan, karena kurangnya
perhatian atau hambatan oleh rangsangan yang lain (cara belajar yang salah),
pada penahanan karena keadaan otak sendiri, dan pada pemanggilan kembali
karena gangguan emosi dan kelelahan. Sering satu faktor saja sudah dapat
mempengaruhi pencatatan dan pemanggilan kembali kudua-duanya,
umpamanya gangguan emosi dan kelelahan.

Gangguan ingatan umum tidak terbatas pada suatu waktu tertentu saja
(seperti pada amnesia histerik), dan dapat meliputi:

1. Yang baru saja terjadi: kejadian pada beberapa jam atau beberapa hari
yang lampau.

2. Yang sudah lama berselang terjadi: kejadian beberapa tahun yang lalu

Amnesia ialah ketidakmampuan mengingat kembali pengalaman, mungkin


bersifat sebagian atau total, serta retrogad (meliputi pengalaman sebelum
gangguan itu terjadi) atau anterograd (meliputi pengalaman sesudah gangguan
yang menyebabkan amnesia itu terjadi).

Amnesia mungkin terjadi karena rudapaksa kepala, gangguan emosi (misalnya


amnesia histerik), ataupun sesudah hipnosa dan trans.

8
Paramnesia: ingatan yang keliru karena distorsi pemanggilan kembali atau
recall, umpamanya:

1. “Deja vu”: seperti sudah pernah melihat sesuatu, tetapi sebenarnya belum
pernah.

2. “Jamais vu”: seperti belum pernah melihat sesuatu, tetapi sebenarnya


sudah pernah.

3. “Fausse reconnaissance”: pengenalan kembali yang keliru, merasa pasti


bahwa pengenalannya itu benar, tetapi sesungguhnya tidak benar sama
sekali.

4. “Konfabulasi”: secara tidak sadar mengisi lubang-lubang dalam


ingatannya dengan cerita yang tidak sesuai dengan kenyataannya, akan
tetapi si pasien percaya akan kebenarannya.

Hipermnesia: penahanan dalam ingatan (retensi) dan pemanggilan kembali


atau recall yang berlebihan baiknya.

Persepsi

persepsi ialah daya mengenal barang, kualitas atau hubungan serta perbedaan
antara hal ini melalui proses mengamati, mengetahui dan mengartikan setelah
panca indranya mendapat perangsang. Jadi persepsi itu dapat terganggu oleh
gangguan otak (karena kerusakan otak, keracunan, obat halusinogenik) oleh
gangguan jiwa (emosi tertentu dapat mengakibatkan ilusi; psikosa dapat
menimbulakn halusinasi) atau oleh pengaruh lingkungan sosio budaya
(mempengaruhi persepsi karena penilaian yang berbeda dan orang dari lingkungan
sosio budaya yang berbeda pula).

Halusinasi ialah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indra
seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar/ bangun, dasarnya mungkin
organik, fungsional, psikotik ataupun histerik.

Halusinasi itu banyak jenisnya, misalnya:

9
1. halusinasi penglihatan (visual, optik): tak berbentuk (sinar, kilapan atau
pola cahaya) atau berbentuk (orang, binatang atau barang lain yang
dikenalnya), berwarna atau tidak;

2. halusinasi pendengaran (auditif, akustik): suara manusia, hewan atau


mesin, barang, kejadian alamia dan musik;

3. halusinasi pencium (olfaktori): mencium sesuatu bau

4. halusinasi pengecap (gustatorik): merasa atau mengecap sesuatu;

5. halusinasi peraba (taktil): merasa diraba, disentu, ditiup, disinari atau


seperti ada ulat bergerak dibawah kulitnya;

6. halusinasi kinestetik: merasa badannya bergerak dalam sebuah ruang atau


anggota badannya bergerak (umpamanya anggota badan bayangan atau
”phantom limb”)

7. halusinasi viseral: perasaan tertentu timbul didalam tubuhnya

8. halusinasi hipnagogik: terdapat adakalanya pada seseorang yang normal,


tepat sebelum tertidur persepsi sensorik bekerja salah

9. halusinasi hipnopompik: seperti pada nomor 8, tetapi terjadi tepat sebelum


tebangun sama sekali dari tidurnya

disamping itu ada pula pengalaman halusinatorik dalam impian yang


normal

10. halusinasi histerik: timbul pada nerosa histerik karena konflik emosional

isi halusinasi itu merupakan tema halusinasi, termasuk interpretasi pasien


tentang halusinasinya (mengancam, menyalahkan, keagamaan, menghinakan,
kebesaran, seksual, membesarkan hati, membujuk atau yang baik-baik saja).

Keyakinan tentang halusinasi ialah sejauh manakah pasien itu yakin bahwa
halusinasinya merupakan kejadian yang benar, umpamanya mengetahui bahwa hal
itu tidak benar, ragu-ragu atau yakin sekali bahwa hal itu benar adanya.

10
Halusinasi itu dapat timbul pada skizofrenia dan psikosa fungsional yang lain,
pada syndrome otak organik, epilepsi (sebagai aura), nerosa histerik, intoksikasi
atropin atau kecubung, zat halusinogenik dan pada deprifasi sensorik.

Intensitas dan proses terjadinya halusinasi

Tahap I

 memberi rasa nyaman

 tingkat ansietas sedang

 secara umum halusinasi/ pengalaman sensori merupakan suatu kesenangan

karakteristik

 mengalami ansietas, merasa kesepian, rasa bersalah dan ketakutan

 menciba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas

 pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontrol kesadaran

 non psikotik

perilaku klien

 tersenyum/ tertawa sendiri

 menggerakkan bibir tanpa suara

 pergerakan mata yang cepat

 respon verbal yang lambat

 diam dan berkonsentrasi

Tahap II

 menyalakan

 tingkat ansietas berat

11
 secara umum halusinasi/ pengalaman sensori menyebabkan rasa antipati

karakteristik

 pengalaman sensori menakutkan

 mulai merasa kehilangan kontrol

 merasa dilecehkan dengan pengalaman sensori tersebut

 menarik diri dari orang lain

 non psikotik

perilaku klien

 peningkatan SSO, tanda-tanda ansietas, peningkatan denyut jantung,


pernafasan dan tekanan darah

 rentan perhatian menyempit

 konsentrasi dengan pengalaman sensori

Tahap III

 mengontrol

 tingkat ansietas berat

 halusinasi tidak dapat ditolak lagi

karakteristik

 menyerah dan menerima halusinasi/ pengalaman sensorinya

 isi halusinasinya mnjadi atraktif

 kesepian bila halusinasinya/ pengalaman sensorinya berakhir

 psikotik

perilaku klien

12
 kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realita

 perintah halusinasi ditaati

 sulit berhubungan dengan orang lain

 rentang perhatian hanya beberapa detik/ menit

 gejala fisik ansietas: berkeringat, tremor, tidak mampu mengikuti perintah

Tahap IV

 menguasai

 tingkat ansietas panik

 secara umum diatur dan dipengaruhi oleh halusinasi dan pengalaman


sensorinya

karakteristik

 halusinasi/ pengalaman sensorinya menjadi ancaman

 halusinasi/ pengalaman sensorinya dapat berlangsung selam beberapa jam/


hari (jika tidak diintervensi)

 psikotik

perilaku klien

 perilaku panik

 resiko tinggi untuk bunuh diri atau membunuh orang lain

 tindak kekerasan, agitasi, menarik diri atau ketakutan

 tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks

 tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

13
Ilusi ialah interpretasi atau penilaian yang salah tentang pencerapan yang
sungguh terjadi, karena rangsang pada panca indra. Umpamanya: bunyi angin
didengarnya seperti dipanggil namanya; bayangan daun dilihatnya seperti seorang
penjahat. Adapun ilusi itu sangat dipengaruhi oleh emosi pada suatu waktu
tertentu dan biasanya yang bersangkutan dapat mengoreksinya sesudahnya. Ilusi
itu dibedakan dari “halusinasi”, dari “pikiran hubungan” dan dari “disorientasi”.

Depersonalisasi: perasaan aneh tentang dirinya atau perasaan bahwa


pribadinya sudah tidak seperti biasa lagi, tidak menurut kenyataan. Umpamanya:
rasanya seperti sudah di luar badannya (misalnya: pengalaman di luar tubuh atau
“OBE”, “out of the body experiences”) atau sesuatu bagian tubuhnya sudah bukan
kepunyaannya lagi. Ini dibedakan dari “waham hipokhodrik” dan dari disorientasi
terhadap diirinya sendiri. Depersonalisasi itu ada kalanya ditemukan juga pada
insomnia lobus parietalis.

Derealisasi: perasaan aneh tentang lingkungannya dan tidak menurut


kenyataan, umpamanya segala sesuatu dialaminya seperti dalam impiannya. Ini
dibedakan dari “kesadaran yang berubah”.

Gangguan somatosensorik pada reaksi konversi: sering secara simbolik


menggambarkan suatu konflik emosional; dibedakan dari
gangguanpsikofisiologik (bagian yang terkena disarafi oleh susunan saraf
vegetatif), dari penipuan atau simulasi (dilakukan secara sadar) dan dari gangguan
nerologik (tanda-tandanya sesuai dengan anatomi susunan saraf). Jika sudah pasti
bahwa reaksi itu merupakan reaksi konversi, baru dicatat dan dicantumkan jenis
reaksi itu, misalnya :

1. Anesthesia : kehilangan indera peraba pada kulit pasien; tetapi tidak sesuai
denagn anatomi saraf.
2. Paresthesia : indera peraba yang berubah, umpamanya merasa seperti
ditusuk-tusuk jarum, seperti ada semut berjalan, merasa panas atau tebal
pada kulitnya.
3. Gangguan penglihatan atau pendengaran.
4. Perasaan nyeri.

14
5. Makropsia : benda-benda kelihatan lebih besar dari yang sebenarnya,
kadang-kadang begitu besar, sehingga mengerikan; terdapat pada nerosa
histerik.
6. Mikropsia: benda-benda kelihatan lebih kecil dari yang sesungguhnya,
dapat berganti-ganti dengan makropsia pada hysteria (atau dapat timbul
pada delirium tremens).
Gangguan psikofisiologik: ialah gejala atau gangguan pada bagian tubuh yang
disarafi oleh susunan saraf vegetatif dan yang disebabkan oleh gangguan emosi.
Perubahan fisiologik ini biasanya menyertai keadaan emosi tertentu; pada
umumnya reversibel dan biasanya tidak mengakibatkan kerusakan jaringan yang
permanen. Gangguan seperti ini mungkin terjadi pada :

1. Kulit: dermatitis, urtikaria, pruritus dan hiperhidrosis.


2. Otot dan tulang : otot tegang sampai kaku: “tension headache”, ”lowback
pain”.
3. Alat pernapasan : sindroma hiperventilasi (bernapas berlebihan sehingga
dapat menimbulkan rasa pusing, kepala enteng, peresthesia pada tangan
dan sekitar mulut, merasa berat di dada, napas rasanya pendek/kurang
panjang, tenggorokan kering, perut gembung, tetani) dan asthma
bronchiale.
4. Jantung dan pembuluh darah: palpitasi, hipertensi, “vascular headache”.
5. Alat pencernaan: lambung perih, nausea dan muntah-muntah, meteorisme,
konstipasi, diare.
6. Alat kemih dan kelamin: sering kencing, enuresis, eyakulasio prekox,
disparenia, dismenorea, frigiditas dan impotensi.
7. Panca-indera: mata berkunang-kunang dan tinnitus.
Agnosia: ketidakmampuan untuk mengenal dan mengartikan pencerapan,
sebagai akibat kerusakan otak.

15
Terapi Aktivitas Kelompok

Orientasi Realita

Terapi aktivitas kelompok (TAK) : orientasi realitas adalah upaya untuk


mengorientasikan keadaan nyata kepada klien, yaitu diri sendiri, orang lain,
lingkungan /tempat, dan waktu.

Aktivitas dan Indikasi

Aktivitas yang dilakukan tiga sesi berupa aktivitas pengenalan orang, tempat,
dan waktu. Klien yang mempunyai indikasi TAK orientasi realitas adalah klien
halusinasi, dimensia, kebingungan, tidak kenal dirinya, salah mengenal orang lain,
tempat dan waktu.

TAK Orientasi Realitas

Sesi 1 : Pengenalan Orang

Tujuan :

1. Klien mampu mengenal nama-nama perawat

2. Klien mampu mengenal nama-nama klien lain

Setting :

1. Terapi dan klien duduk bersama dalam lingkungan

2. Ruangan nyaman dan tenang

Alat :

1. Papan nama sejumlah klien dan perawat yang ikut TAK

2. Spidol

16
3. Bola tenis

4. Tape recirder

5. Kaset “dangdut”

Metode :

1. Dinamika kelompok

2. Diskusi dan tanyajawab

Langkah kegiatan :

1. Persiapan

a. Memiliki klien sesuai dengan indikasi

b. Membuat kontrak dengan klien

c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

2. Orientasi

a. Salam terapeutik

Salam dari terapi kepada klien

b. Evaluasi/validasi

Menanyakan perasaan klien saat ini

c. Kontak

1. Terapi menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenal orang

2. Terapi menjelaskan aturan main berikut.

 Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus


minta izin kepada terapis

 Lama kegiatan 45 menit

17
 Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai

3. Tata Kerja

a. Terapis membagikan papan nama untuk masing-masing klien

b. Terapis minta masing-masing klien menyebutkan nama lengkap,


nama panggilan, dan asal

c. Terapis meminta masing-masing klien menuliskan nama panggilan


di papan nama yang dibagikan

d. Terapis meminta masing-masing klien memperkenalkan diri secara


berurutan, searah jarum jam dimulai dari terapis, meliputi
menyebutkan : nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi.

e. Terapis menjelaskan langkah berikutnya: tape recorder akan


dinyalakan, saat musik terdengar bola tenis dipindahkan dari satu
klien ke klien lain. Saat musik dihentikan, klien yang sedang
memegang bola tenis menyebutkan nama lengkap, nama
panggilan, asal, dan hobi dari klien yang lain (minimal nama
panggilan).

f. Terapis memutar tape recorder dan menghentikan. Saat musik


berhenti klien yang sedang memegang bola tenis menyebutkan
nama lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi klien yang lain,

g. Ulangi langkah f sampai semua klien mendapatkan giliran

h. Terapis memberikan pujian untuk setiapp keberhasilan klien


dengan mengajak klien lain bertepuk tangan.

4. Tahap Terminasi

a. Evaluasi

1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.

18
2. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok

b. Tindak lanjut

Terapis menganjurkan klien menyapa orang lain sesuai dengan


nama panggilan.

c. Kontrak yang akan datang

1. Terapis membuat kontrak untuk TAK yang akan datang, yaitu


“Mengenal Tempat”.

2. Menypakati waktu dan tempat.

Evaluasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap


kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien yang diharapkan
adalah dapat menyebutkan nama, panggilan, asal, dan hobi klien lain.
Formulir evaluasi sebagai berikut :

Sesi 1 : TAK

Orientasi Realitas Orang

Kemampuan mengenal orang lain

No. Aspek yang dinilai Nama Klien

1. Menyebutkan nama klien lain

2. Menyebutkan nama panggilan


klien lain

3. Menyebutkan asal klien lain

4. Menyebutkan hobi klien lain

19
Petunjuk :

1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama
klien.

2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan klien


mengetahui nama, panggilan, asal, dan hobi klien lain. Beri tanda
(v) jika klien mampu dan tanda (x) jika klien tidak mampu.

Dokumentasi

Dokumentasi pada catatan prose keperawatan tiap klien. Contoh : Klien


mengikuti TAK orientasi orang. Klien mampu menyebutkan nama, nama
panggilan, asal, dan hobi klien lain disebelahnya. Anjurkan klien
mengenal klien lain di ruangan.

Sesi 2: Pengenalan Tempat

Tujuan :

1. Klien mampu mengenal nama rumah sakit.


2. Klien mampu mengenal nama ruangan tempat dirawat.
3. Klien mampu mengenal kamar tidur.
4. Klien mengenal tempat tidur.
5. Klien mengenal ruang perawat, ruang istirahat, ruang makan, kamar
mandi, dan WC.

Setting :

1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkungan.


2. Ruangan tempat perawatan klien.

Alat :

1. Tape recorder
2. Kaset lagu “dangdut”

20
3. Bola tenis

Metode :

1. Diskusi kelompok
2. Orientasi lapangan

Langkah kegiatan :

1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak pada klien peserta Sesi 1 TAK orientasi
realitas.
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1. Salam dari terapis kepada klien.
2. Terapis dan klien memakai papan nama.
b. Evaluasi/validasi
1. Menanyakan perasaan klien saat ini.
2. Menanyakan apakah klien masih mengingat nama-nama klien yang
lain.
c. Kontrak
1. Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenal tempat yang
biasa dilihat.
2. Terapis menjelaskan aturan main berikut.
- Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta
izin kepada terapis.
- Lama kegiatan 45 menit.
- Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

3. Tahap kerja
a. Terapis menanyakan kepada klien nama rumah sakit, nama
ruangan; klien diberi kesempatan menjawab. Beri pujian pada klien
yang mampu menjawab dengan tepat.

21
b. Terapis menjelaskan dengan menyalakan tape recorder lagu
dangdut, sedangkan bola tenis diedarkan dari satu peserta ke
peserta yang lain searah jarum jam. Pada saat lagu berhenti, klien
yang sdang memegang bola tenis akan diminta menyebutkan nama
rumah sakit dan nama ruangan tempat klien dirawat.
c. Terapis menyalakan tape recorder, menghentikan lagu, dan
meminta klien yang memegang bola tenis untuk menyebutkan
nama ruangan dan nama rumah sakit. Kegiatan ini diulang sampai
semua peserta mendapat giliran.
d. Terapis memberikan pujian saat klien telah menyebutkan dengan
benar.
e. Terapis mengajak klien berkeliling serta menjelaskan nama dan
fungsi ruangan yang ada. Kantor perawat, kamar mandi, WC,
ruang istirahat, ruang TAK, dan ruangan lainnya.

4. Tahap terminasi

a. Evaluasi

1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.

2. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.

b. Tindak lanjut

Terapis menganjurkan klien untuk menghapal nama-nama tempat.

c. Kontrak yang akan datang

1. Menyepakati kegiatan TAK yang akan datang, yaitu mengenal waktu.

2. Menyepakati waktu dan tempat.

Evaluasi dan Dokumentasi

Evaluasi

22
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap
kerja. Aspek yang dievaluai adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.
Untuk TAK orientasi realitas tempat, kemampuan klien yang diharapkan adalah
mengenal tempat di rumah sakit.

Sesi 2: TAK

Orientasi realitas tempat

Kemampuan mengenal tempat di rumah sakit

Nama klien

No. Aspek yang dinilai

1. Menyebutkan nama rumah sakit

2. Menyebutkan nama ruangan

3. Menyebutkan letak kantor perawat

4. Menyebutkan letak kamar mandi dan WC

5. Menyebutkan letak kamar tidur

Petunjuk:

1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mengenal tempat-
tempat di ruang rawat dan nama rumah sakit. Beri tanda V jika klien
mampu dan tanda X jika klien tidak mampu.

Dokumentasi

Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses
keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti Sesi 2, TAK orientasi realitas

23
tempat. Klien mampu menyebutkan nama ruangan dan letak kamar tidur yang lain
belum mampu. Orientasikan dengan tempat-tempat di ruangan.

Sesi 3: Pengenalan Waktu

Tujuan :

1. Klien dapat mengenal waktu dengan tepat.


2. Klien dapat mengenal tanggal dengan tepat.
3. Klien dapat mengenal hari dengan tepat.
4. Klien dapat mengenal tahun dengan tepat.

Setting :

1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkungan.


2. Klien berada di ruangan yang ada kalender dan jam dinding.

Alat :

1. Kalender
2. Jam dinding
3. Tape recorder
4. Kaset lagu dangdut
5. Bola tenis

Metode :

1. Diskusi
2. Tanya jawab

Langkah kegiatan :

1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak kepada klien peserta SesSesi 2 TAK orientasi
realitas.
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

24
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1. Salam dari terapis kepada klien.
2. Terapis dan klien memakai papan nama.
b. Evaluasi/validasi
1. Menanyakan perasaan klien saat ini.

2. Menanyakan apakah klien masih mengingat nama-nama ruangan


yang sudah dipelajari.

c. Kontrak

1. Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenal waktu.

2. Terapis menjelaskan aturan main berikut.

- Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta


izin kepada terapis.

- lama kegiatan 45 menit.

- Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

3. Tahap kerja

a. Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dikerjakan.

b. Terapis menjelaskan akan menghidupkan tape recorder, sedangkan


bola tenis diedarkan dari satu klien ke klien lain. Pada saat musik
berhenti, klien yang memegang bola menjawab pertanyaan dari
terapis.

c. Terapis menghidupkan musik, dan mematikan musik. Klien


mengedarkan bola tenis secara bergantian searah jarum jam. Saat
musik berhenti, klien yang memegang bola siap menjawab
pertanyaan terapis tentang tanggal, bulan, tahun, hari, dan jam saat
itu. Kegiatan ini diulang sampai semua klien mendapat giliran.

25
d. Terapis memberikan pujian kepada klien setelah memberikan
jawaban yang tepat.

4. Tahap terminasi

a. Evaluasi

1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.

2. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.

b. Tindak lanjut

Terapis meminta klien memberi tanda/ mengganti kalender setiap hari.

c. Kontrak yang akan datang

1. Menyepakati TAK yang akan datang sesuai dengan indikasi klien.

2. Menyepakati waktu dan tempat.

Evaluasi dan Dokumentasi

Evaluasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.
Untuk TAK orientasi realitas waktu, kemampuan klien yang diharapkan adalah
mengenal waktu, hari, tanggal, bulan, dan tahun. Formulir evaluasi sebagai
berikut.

26
Sesi 3: TAK

Orientasi realitas waktu

Kemampuan mengenal waktu

Nama klien

No. Aspek yang dinilai

1. Menyebutkan jam

2. Menyebutkan hari

3. Menyebutkan tanggal

4. Menyebutkan bulan

5. Menyebutkan tahun

Petunjuk:

1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mengenal waktu, hari,
tanggal, bulan, dan tahun. Beri tanda V jika klien mampu dan tanda X jika
klien tidak mampu.

Dokumentasi

Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK, pada catatan proses
keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti Sesi 3, TAK orientasi realitas

27
waktu. Klien mampu menyebutkan tanggal dan hari, tetapi yang lain belum
mampu. Orientasikan klien terhadap waktu secara intensif.

BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Gangguan orientasi realitas adalah ketidakmampuan klien menilai dan


berespon pada realitas.

Faktor Penyebab :

1. Gangguan fungsi otak :

 Fungsi kognitif atau proses berpikir


 Fungsi persepsi
 Fungsi emosi
 Fungsi motorik
 Fungsi social
2. Proses Informasi :

 Masuk informasi

 Proses otak

 Respon perilaku

3. Penyebab gangguan proses informasi:

4. Jumlah dan akurasi informasi


5. Disfungsi anatomi dan neurofisiologi otak
 Reseptor penerima stimulus
 Talamus
 Lonus frontal

28
 Ganglia basal
 Ketidakseimbangan neurotransmitter dan neuromodulator.
6. Pengalaman belajar yang lalu (termasuk pengalaman emosional)

BAB IV

PENUTUP

Alhamdulilah, akhirnya makalah kelompok kami dapat


terselesaikan tepat waktu walaupun kami masih merasa banyak kesalahan
dan kekurangan yang perlu untuk di perbaiki. Tapi saya masih berharap
agar makalah ini dapat di manfaatkan dengan sebaik-baiknya.

Akhir kata, saya mengucapkan banyak terima kasih dan kami


berharap di kesempatan waktu, ada yang memberikan kritik dan saran
yang membangun serta memperbaiki di suatu waktu nanti.

29
DAFTAR PUSTAKA

Maramis, W.F. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Cet. 8. Surabaya: Airlangga
University Press.

Stuart, Gail. W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC

http://sehatjiwa-6.blogspot.com/2008/04/gangguan-orientasi-realita.html

http://tutorialkuliah.blogspot.com/2010/01/gangguan-orientasi-realitas.html

http://www.agung-skep-ns.co.cc/2010/03/terapi-aktivitas-kelompok-orientasi.html

http://wikimedya.blogspot.com/2010/04/gangguan-orientasi-realitas.html

http://pastakyu.wordpress.com/2010/01/21/tak-orientasi-realita-dan-sosialisasi/

30

Anda mungkin juga menyukai