Anda di halaman 1dari 64

HUBUNGAN NILAI KARAKTER BUDAYA GAWI

MANUNTUNG DAN SELF CONCEPT TERHADAP HASIL


BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 5 BANJARMASIN

SKRIPSI

AULIA SARI

NIM 1610123220002

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
BANJARMASIN
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 53 tahun

2015 tentang Penilaian Hasil Belajar dijelaskan bahwa Penilaian Hasil Belajar

oleh Pendidik adalah proses pengumpulan informasi/data tentang capaian

pembelajaran peserta didik dalam aspek sikap, aspek pengetahuan, dan aspek

keterampilan yang dilakukan secara terencana dan sistematis yang dilakukan

untuk memantau proses, kemajuan belajar, dan perbaikan hasil belajar melalui

penugasan dan evaluasi hasil belajar. Penilaian hasil belajar oleh pendidik

berfungsi untuk memantau kemajuan belajar, memantau hasil belajar, dan

mendeteksi kebutuhan perbaikan hasil belajar peserta didik secara

berkesinambungan.

Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilaksanakan untuk memenuhi

fungsi formatif dan sumatif dalam penilaian. Selain itu, penilaian hasil belajar

oleh pendidik memiliki tujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan

kompetensi, menetapkan ketuntasan penguasaan kompetensi, menetapkan

program perbaikan atau pengayaan berdasarkan tingkat penguasaan

kompetensi, dan memperbaiki proses pembelajaran.

Berdasarkan permendikbud nomor 53 tahun 2015 tersebut, artinya

hasil belajar siswa tidak hanya dijadikan sebagai acuan untuk siswa naik kelas

maupun mendapat predikat ranking di sekolah. Hasil belajar siswa dijadikan

acuan perubahan siswa dalam proses pembelajaran dan juga dijadikan sebagai

1
2

acuan untuk memberikan sistem pembelajaran yang sesuai dengan berbagai

kemampuan siswa-siswa yang ada di sekolah.

Siswa diharapkan bisa memberikan hasil yang maksimal dalam

pembelajarannya sesuai dengan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan siswa

akan tercapai apabila siswa memperoleh hasil belajar yang sesuai dengan apa

yang diharapkan. Melalui hasil belajar yang merupakan pencapaian dari

sebuah tujuan pendidikan pada siswa yang mengikuti proses belajar mengajar.

Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa

jauh seseorang menguasai materi yang sudah diajarkan oleh guru. Hasil

belajar merupakan perolehan dari proses belajar siswa yang sesuai dengan

tujuan pendidikan.

Seperti fenomena yang terjadi di lapangan bahwa masih banyak siswa

yang saat proses pembelajaran berlangsung saat guru menjelaskan materi yang

disampaikan, siswa masih banyak yang tidak memperhatikan, menggunakan

handphone saat belajar, dan mengobrol dengan teman sebangkunya sehingga

apa yang disampaikan guru tidak diterima dengan baik. Hal ini nampak dari

rata-rata hasil belajar peserta didik yang senantiasa masih sangat

memprihatinkan. Hasil belajar tersebut tentunya merupakan hasil kondisi dari

bagaimana sikap siswa dalam mencapai tujuan hasil belajarnya ketika

mengikuti pembelajaran di kelas. Ini merupakan sebuah masalah bagi siswa

karena apabila hasil belajar yang dicapainya rendah maka akan mempengaruhi

kehidupan masa depan siswa dan merugikan dirinya sendiri. Hasil belajar
3

tidak akan meningkat bahkan kemungkinan akan menurun apabila siswa tidak

mampu mengubah sikap dalam proses pembelajaran.

Menurut Winkel (Purwanto, 2016:45) hasil belajar adalah suatu

perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap atau tingkah

lakunya. Aspek perubahan ini mengacu kepada taksonomi tujuan pengajaran

yang dikembangkan oleh Bloom, Simpson dan Harrow yaitu mencakup aspek

kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar adalah perubahan tingkah

laku siswa sebagai hasil dari suatu proses belajar yang efektif dengan

mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang nanti menjadi tolak

ukur untuk menentukan prestasi belajar. Pembelajaran yang efektif akan

membentuk dan menghasilkan siswa yang memiliki dasar keterampilan,

kompetensi, dan gagasan yang sesuai dengan karakter siswa (Rosyid dkk,

2019: 13).

Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

merupakan bagian akhir dari proses belajar dengan kata lain tujuan dari belajar

adalah mendapat hasil yang baik. Banyak siswa yang mengalami masalah

dalam belajar akibatnya hasil belajar yang dicapai rendah. Untuk mengatasi

hal tersebut perlu kita ketahui penyebab yang mempengaruhi hasil belajar

diantaranya motivasi belajar, minat belajar dan tingkat kemampuan awal

siswa.

Adapun hasil wawancara dengan guru bimbingan dan konseling

sekaligus wakil kepala sekolah bidang kurikulum di SMA Negeri 5

Banjarmasin pada tanggal 21 Oktober 2019, secara keseluruhan hasil belajar


4

siswa kelas X sudah bagus karena siswa sudah mampu memahami materi

yang diberikan oleh guru. Siswa juga sudah mampu menguasai materi-materi

yang diberikan guru. Sebagian siswa kelas X dikategorikan aktif ketika proses

pembelajaran di kelas karena mereka tidak malu bertanya dan juga tidak takut

untuk menjawab pertanyaan dari guru. Akan tetapi, ada juga sebagian siswa

kelas X yang tidak menunjukkan hasil belajar yang baik karena sebagian siswa

tersebut merasa sering gelisah di kelas dan merasa tidak mampu memahami

materi-materi yang diberikan guru. Alasan penelitian ini memilih kelas X

karena kelas X yang ada di SMA Negeri 5 Banjarmasin menunjukkan hasil

belajar yang kurang memuaskan baik dari segi kognitif maupun sikapnya

terhadap guru dan teman-teman sebayanya. Hal tersebut dipengaruhi oleh

sistem zonasi yang membuat pihak sekolah tidak bisa menerima siswa baru

berdasarkan nilai akhirnya.

Adapun berdasarkan hasil observasi yang sudah dilakukan selama di

SMA Negeri 5 Banjarmasin. Ada sebagian siswa khususnya kelas X

cenderung menunjukan hasil belajar yang rendah. Seperti tidak mampu

memahami materi belajar yang disampaikan oleh guru, tidak mengerjakan

tugas yang diberikan guru dengan baik, sering menunda-nunda mengerjakan

tugas yang diberikan guru sehingga tidak tepat waktu mengumpulkan tugas

tersebut. Hal itu dipengaruhi oleh kurangnya rasa semangat ingin belajar oleh

beberapa individu. Sebagian siswa sering keluar masuk kelas ketika proses

belajar mengajar berlangsung karena mereka merasa mengantuk di kelas,

selain itu juga karena cara mengajar guru yang monoton juga dan juga karena
5

ruang belajar yang panas sehingga beberapa siswa memilih untuk keluar kelas

dengan alasan ingin buang air kecil.

Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara yang juga sudah

dilakukan langsung kepada salah satu siswa kelas X pada hari Rabu, 23

Oktober 2019 dimana ia menyatakan bahwa semenjak adanya pergantian salah

satu guru mata pelajaran sangat mempengaruhi hasil belajarnya. Siswa

tersebut menjelaskan bahwa guru yang baru menggantikan guru sebelumnya

ini menggunakan cara pembelajaran yang membosankan dibandingkan dengan

guru yang sebelumnya dianggap siswa bisa mencairkan suasana belajar yang

tidak membosankan. Sehingga semenjak pergantian guru ini hasil belajar

siswa sangat menurun drastis.

Adapun upaya yang sudah dilakukan guru bimbingan dan konseling

SMA Negeri 5 Banjarmasin untuk meningkatkan hasil belajar para siswanya

yaitu dengan memberikan layanan informasi, setiap masuk kelas guru-guru

BK selalu menghimbau bahwa hasil belajar siswa itu tidak hanya berupa nilai

dari hasil tugas atau ulangan saja tetapi yang mempengaruhi nilai tersebut juga

berupa nilai sikap. Nilai sikap yang selalu dihimbau guru bimbingan dan

konseling tersebut berupa sikap terhadap guru, sesama teman maupun sikap

saat mengikuti proses pembelajaran di kelas dan juga nilai sikap spiritual yaitu

saat siswa mengikuti sholat zuhur dan ashar berjamaah di masjid sekolah.

Guru-guru bimbingan dan konseling selalu menekankan agar para siswanya

memperhatikan hal tersebut guna meningkatkan hasil belajar siswa. Namun

para siswa masih saja tidak memperhatikan aspek-aspek penilaian yang telah
6

disampaikan guru bimbingan dan konseling tersebut, bahkan hasil belajar

siswa pun masih banyak saja yang menunjukkan nilai yang rendah untuk nilai

mata pelajaran maupun nilai sikap.

Nilai sikap sangat mempengaruhi pembentukan nilai karakter siswa.

Contohnya saja seperti saat siswa diberikan tugas oleh guru untuk dikerjakan

di rumah dalam waktu satu minggu, namun siswa tidak segera mengerjakan

tugas tersebut, siswa justru menunda-nunda tugas tersebut karena menganggap

masih banyak waktu sebelum dikumpulkan. Akibatnya siswa tidak dapat

menyelesaikan tugas dengan tepat waktu dan akhirnya siswa memilih untuk

menyontek tugas temannya. Hal seperti ini tidak menunjukkan nilai-nilai

karakter seperti nilai karakter tanggung jawab, disiplin, kerja keras dan kreatif

dalam diri siswa.

Dalam proses pembelajaran seharusnya mampu menanamkan nilai-

nilai karakter seperti nilai tanggung jawab, kerja keras, dispilin dan kreatif

seperti yang tercantum dalam nilai budaya gawi manuntung. Hasil belajar

siswa akan tercapai jika siswa mau mengerjakan semua tugas yang diberikan

guru dengan giat dan bersungguh-sungguh, dengan demikian siswa akan

merealisasikan salah satu nilai budaya masyarakat banjar yaitu budaya gawi

manuntung.

Menurut Nadilla (2017) budaya gawi manuntung merupakan istilah

yang dikenal oleh masyarakat Banjar. Budaya gawi manuntung memiliki

makna bahwa apa yang kita kerjakan harus dikerjakan dengan bersungguh-

sungguh sampai benar-benar selesai. Gawi manuntung menggambarkan


7

makna bahwa apa yang dikerjakan harus dipertanggungjawabkan agar

pekerjaan yang dilaksanakan tidak terbengkalai begitu saja. Dalam budaya

gawi manuntung benar-benar menggambarkan nilai-nilai pembentukkan

karakter siswa seperti nilai tanggung jawab, kerja keras, disiplin dan kreatif

dalam menunjukkan upaya para siswa untuk mengatasi berbagai hambatan

belajar dan menyelesaikan tugas-tugasnya semaksimal mungkin.

Dari pemaparan tentang gawi manuntung maka secara umum siswa

yang mempunyai nilai karakter budaya gawi menuntung ialah siswa yang

dalam proses pembelajaran di sekolah yang menunjukkan sikap tanggung

jawab seperti mengumpulkan tugas yang diberikan guru tepat waktu, bekerja

keras untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru dengan bersungguh-

sungguh, dan disiplin terhadap peraturan yang dibuat oleh sekolah maupun

guru-guru tiap mata pelajaran, serta mampu berpikir kreatif dalam mengikuti

proses pembelajaran. Nilai-nilai karakter dalam budaya gawi manuntung

tersebut tentunya akan muncul pada diri siswa jika ia menganggap bahwa

dirinya mampu untuk mencapai suatu hasil belajar yang maksimal. Pandangan

siswa terhadap kemampuan dirinya tersebut merupakan salah satu self concept

yang positif.

Self concept adalah pandangan dan perasaan tentang diri sendiri.

Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial, dan fisis. Self concept

bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian tentang diri

sendiri. Jadi, self concept meliputi apa yang dipikirkan dan apa yang

dirasakan tentang diri sendiri. Dengan demikian, ada dua komponen self
8

concept yaitu komponen kognitif dan komponen afektif. Komponen kognitif

disebut citra diri (self image), dan komponen afektif disebut (self esteem)

(Rakhmat, 2013: 98-99).

Self concept mempengaruhi tingkah laku seseorang dalam kehidupan

sehari-hari. Siswa yang memiliki self concept positif biasanya mereka lebih

mudah untuk bersosialisasi, merasa percaya diri hingga tidak mudah putus asa

ketika dihadapi pada suatu masalah. Siswa dengan self concept positif

biasanya yakin akan kemampuan yang ia miliki. Berbeda dengan siswa

dengan self concept yang negatif, mereka akan merasa tidak percaya diri,

pesimis, dan sulit untuk bersosialisasi. Biasanya siswa dengan self concept

negatif akan mudah untuk melakukan tindakan yang memicu rasa malasnya

muncul karena mereka tidak yakin akan dirinya sendiri dalam hal

mengerjakan tugas.

Sesuai dengan hasil penelitian Aldi, dkk. (2014:9) yang didukung

dengan teori yang dikemukakan oleh Fernald (dalam Sriati, 2009), bahwa

salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah self concept yang

dimiliki oleh individu, jika individu menganggap dirinya mampu untuk

melakukan sesuatu maka individu tersebut akan berusaha untuk mencapai apa

yang diinginkannya. Harter (Sriati,2009), juga mengungkapkan bahwa

individu yang percaya akan kemampuan diri sendiri dan memiliki motivasi

belajar yang tinggi akan mempengaruhi prestasi dan hasil belajarnya. Maka

dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa yang memiliki self concept yang positif
9

akan memperlihatkan prestasi yang lebih baik dibandingkan siswa yang tidak

memiliki self concept yang negatif.

Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Sari dan Pamungkas

(2015:62) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan

signifikan antara self concept dengan hasil belajar matematika siswa kelas

VIII SMP Negeri 34 Batam Tahun Pelajaran 2013/2014. Apabila tingkat self

concept yang tinggi, maka hasil belajar matematika yang dicapai juga akan

semakin tinggi, sebaliknya jika tingkat self concept siswa rendah, maka hasil

belajar matematika yang dicapai juga akan semakin rendah. Oleh karena itu

self concept siswa sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar.

Dari fenomena hasil belajar yang rendah tentu menjadi salah satu

dampak dari tidak tertanamnya nilai karakter budaya gawi manuntung berupa

nilai tanngung jawab, kerja keras, disiplin dan kreatif dalam diri siswa karena

siswa masih menganggap suatu pelajaran tidak begitu penting sehingga

mempengaruhi nilai hasil belajarnya. Begitu juga dengan self concept siswa,

karena siswa terlalu meanggap suatu pelajaran atau tugas yang diberikan guru

gampang dan siswa lebih memilih untuk menyontek temannya saja, sehingga

siswa cenderung tidak memiliki self concept positif karena siswa tidak mampu

membentuk pribadinya menjadi seorang yang mau bekerja keras, bertanggung

jawab, disiplin dan kreatif seperti yang ada dalam nilai karakter budaya gawi

manuntung masyarakat Banjar.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa antara nilai karakter budaya gawi

manuntung, self concept dan hasil belajar mempunyai suatu permasalahan


10

yang harus diteliti agar mampu mengetahui apakah ada hubungan ketiga

variabel tersebut dalam kehidupan siswa di sekolah. Adapun peranan penting

bimbingan dan konseling harus meneliti mengenai ketiga variabel tersebut

guna memberikan layanan-layanan bimbingan konseling dengan tepat sesuai

dengan permasalahan yang berkenaan dengan hasil belajar, self concept, dan

nilai-nilai karakter dalam budaya gawi manuntung siswa sehingga mampu

meningkatkan hasil belajar siswa dan mampu mengembangkan self concept

siswa ke arah yang positif agar nilai karakter budaya gawi manuntung dapat

direalisasikan. Untuk itu dengan adanya penelitian ini akan mampu membuat

para siswa sekarang agar lebih menanamkan nilai karakter budaya gawi

manuntung agar tidak menunda-nunda pekerjaannya dan bisa menanamkan

self concept yang positif sebaik mungkin agar mencapai hasil belajar yang

diharapkan.

Berdasarkan latar belakang ini maka judul yang diangkat tentang

“Hubungan Nilai Karakter Budaya Gawi Manuntung dan Self concept

terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas X di SMA Negeri 5 Banjarmasin” dengan

mengacu pada permasalahan yang berkaitan dengan nilai karakter budaya

gawi manuntung dan self concept siswa yang menghasilkan sebuah hasil

belajar sesuai dengan yang diharapkan oleh siswa itu sendiri maupun orang

lain.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana analisis gambaran nilai karakter budaya gawi manuntung siswa

kelas X di SMA Negeri 5 Banjarmasin?


11

2. Bagaimana analisis gambaran self concept pada siswa kelas X di SMA

Negeri 5 Banjarmasin?

3. Bagaimana analisis gambaran hasil belajar pada siswa kelas X di SMA

Negeri 5 Banjarmasin?

4. Apakah terdapat hubungan nilai karakter budaya gawi manuntung

terhadap hasil belajar pada siswa kelas X di SMA Negeri 5 Banjarmasin?

5. Apakah terdapat hubungan self concept terhadap hasil belajar pada siswa

kelas X di SMA Negeri 5 Banjarmasin?

6. Apakah terdapat hubungan nilai karakter budaya gawi manuntung dan self

concept terhadap hasil belajar siswa kelas X di SMA Negeri 5

Banjarmasin?

C. Batasan Masalah

Agar masalah yang diteliti lebih terarah pada hal-hal sekitar

permasalahan dan sasaran yang dimaksud, maka hal yang akan dibahas dalam

penelitian ini adalah:

1. Nilai karakter budaya gawi manuntung pada siswa kelas X di SMA Negeri

5 Banjarmasin.

2. Self concept siswa kelas X di SMA Negeri 5 Banjarmasin.

3. Hasil belajar siswa kelas X di SMA Negeri 5 Banjarmasin.

4. Hubungan nilai karakter budaya gawi manuntung terhadap hasil belajar

siswa kelas X di SMA Negeri 5 Banjarmasin.

5. Hubungan self concept terhadap hasil belajar siswa kelas X di SMA

Negeri 5 Banjarmasin.
12

6. Hubungan nilai karakter budaya gawi manuntung dan self concept

terhadap hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 5 Banjarmasin.

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis gambaran tentang nilai karakter budaya gawi

manuntung pada siswa kelas X di SMA Negeri 5 Banjarmasin.

2. Untuk menganalisis gambaran tentang self concept pada siswa kelas X di

SMA Negeri 5 Banjarmasin.

3. Untuk menganalisis gambaran hasil belajar pada siswa kelas X di SMA

Negeri 5 Banjarmasin.

4. Untuk mengetahui hubungan nilai karakter budaya gawi manuntung

terhadap hasil belajar pada siswa kelas X di SMA Negeri 5 Banjarmasin.

5. Untuk mengetahui hubungan self concept terhadap hasil belajar pada siswa

kelas X di SMA Negeri 5 Banjarmasin.

6. Untuk mengetahui hubungan nilai karakter budaya gawi manuntung dan

self concept terhadap hasil belajar pada siswa kelas X di SMA Negeri 5

Banjarmasin.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi semua pihak, terutama

pihak-pihak yang memiliki hubungan dengan permasalahan dalam penelitian

ini. Adapun pihak-pihak yang dimaksud yakni sebagai berikut:

1. Kepala Sekolah

Dengan adanya penelitian ini diharapkan kepala sekolah mampu

menanamkan nilai karakter budaya gawi manuntung melalui berbagai


13

program sekolah dan menanamkan pentingnya memanajemen diri kepada

siswa agar mencapai hasil belajar yang sesuai dengan yang diharapkan.

2. Guru Bimbingan dan Konseling

Pada penelitian ini diharapkan para guru dapat mengetahui dan

memahami bagaimana gambaran nilai karakter budaya gawi manuntung.

Sehingga guru BK dapat memberikan layanan-layanan BK dengan

menanamkan nilai karakter budaya gawi manuntung dan Self concept

untuk siswa.

3. Siswa

Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan atau digunakan

sebagai informasi agar siswa dapat lebih mengetahui dan memahami

bagaimana hubungan self concept dan budaya gawi manuntung agar siswa

mencapai hasil belajarnya dengan baik dan sesuai dengan apa yang

diharapkan.

4. Peneliti lain

Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat dan dapat menambah

ilmu pengetahuan serta dapat dijadikan rujukan untuk penelitian

selanjutnya.

F. Asumsi Dasar Penelitian

Asumsi dasar yang mendasari penelitian ini adalah :

1. Adanya hubungan nilai karakter budaya gawi manuntung terhadap hasil

belajar pada siswa kelas X di SMA Negeri 5 Banjarmasin.


14

2. Adanya hubungan Self concept terhadap hasil belajar pada siswa kelas X

di SMA Negeri 5 Banjarmasin.

3. Adanya hubungan nilai karakter budaya gawi manuntung dan Self concept

terhadap hasil belajar pada siswa kelas X di SMA Negeri 5 Banjarmasin.

G. Definisi Konseptual

1. Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa melalui kegiatan

belajar. Hasil belajar juga merupakan suatu perubahan yang diperoleh

siswa dalam mencapai suatu hasil pembelajaran yang mencakup

perubahan sikap, pengetahuan, dan keterampilan siswa untuk

menghasilkan sebuah hasil belajar yang sesuai dengan apa yang ingin

dicapai siswa, maupun guru dan orangtua siswa (Rosyid dkk, 2019: 12;

Syah, 2015: 118; Susanto, 2013: 5).

2. Gawi manuntung mempunyai makna bahwa seseorang dalam mengerjakan

sesuatu harus dapat menyelesaikannya dengan baik dan bersungguh-

sungguh serta konsisten terhadap suatu yang dikerjakannya

(Ganie,2007:155-156; Istiqomah dan Setyobudihono,2014:5;

Nadilla,2017:403).

3. Self concept adalah sekumpulan keyakinan dan perasaan seseorang

terhadap dirinya. Keyakinan seseorang terhadap dirinya berkaitan dengan

bakat, minat, kemampuan, penampilan fisik, dan lain sebagainya. Self

concept terdiri dari self concept positive dan self concept negative

(Sarwono & Meinarno, 2014:53; Rahman, 2017: 62; Ghufron &

Risnawita, 2014: 13).


BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Hasil Belajar

1. Pengertian Hasil Belajar

Menurut Dimyati dan Mudjiono (Rosyid dkk, 2019: 12) hasil

belajar adalah sebuah proses untuk melihat sejauh mana siswa mampu

menguasai suatu pembelajaran setelah siswa mengikuti kegiatan proses

belajar mengajar atau keb.erhasilan yang dicapai seorang siswa setelah

mengikuti pembelajaran yang ditandai dengan bentuk angka, huruf, atau

symbol tertentu yang telah disepakati oleh pihak penyelenggara

pendidikan.

Hasil belajar adalah perubahan yang terjadi dalam proses belajar

berkat pengalaman atau praktik yang dilakukan dengan sengaja dan

disadari, atau dengan kata lain bukan kebetulan. Artinya siswa menyadari

adanya perubahan yang dialami atau sekurang-kurangnya ia merasakan

adanya perubahan dalam dirinnya seperti penambahan pengetahuan,

kebiasaann, sikap dan pandangan tertentu, keterampilan dan lain

sebagainya (Syah, 2015: 118).

Pengertian tentang hasil belajar dipertegas oleh Nawawi (dalam

Susanto, 2013: 5) yang menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan

sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di

sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes

mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu.

15
16

Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa sebagai hasil

dari suatu proses belajar yang efektif dengan mencakup sikap,

pengetahuan, dan keterampilan yang nanti menjadi tolak ukur untuk

menentukan prestasi belajar. Pembelajaran yang efektif akan membentuk

dan menghasilkan siswa yang memiliki dasar keterampilan, kompetensi,

dan gagasan yang sesuai dengan karakter siswa (Rosyid dkk, 2019: 13).

Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah

kemampuan yang diperoleh siswa melalui kegiatan belajar. Hasil belajar

juga merupakan suatu perubahan yang diperoleh siswa dalam mencapai

suatu hasil pembelajaran yang mencakup perubahan sikap, pengetahuan,

dan keterampilan siswa untuk menghasilkan sebuah hasil belajar yang

sesuai dengan apa yang ingin dicapai siswa, maupun guru dan orangtua

siswa.

2. Macam-Macam Hasil Belajar

Hasil belajar sebagaimana telah dijelaskan di atas meliputi

pemahaman konsep (aspek kognitif), keterampilan proses (aspek

psikomotor), dan sikap siswa (aspek afektif). Untuk lebih jelasnya dapat

dijelaskan sebagai berikut:

a. Pemahaman Konsep

Pemahaman menurut Bloom (Susanto, 2014:6) diartikan

sebagai kemampuan untuk menyerap arti dari materi atau bahan yang

dipelajari. Pemahaman menurut Bloom ini adalah seberapa besar siswa

mampu menerima, menyerap, dan memahami pelajaran yang diberikan


17

oleh guru kepada siswa, atau sejauh mana siswa dapat memahami serta

mengerti apa yang ia dbaca, yang dilihat, yang dialami, atau yang ia

rasakan berupa hasil penelitian atau observasi langsung yang ia

lakukan.

Adapun menurut Carin dan Sund (Susanto,2014:7-8)

menjelaskan bahwa pemahaman dapat dikategorikan dalam beberapa

aspek, dengan kriteria sebagai berikut:

1) Pemahaman merupakan kemampuan untuk menerangkan da

menginterpretasikan sesuatu, ini berarti bahwa seorang yang telah

memahami sesuatu atau telah memperoleh pemahaman akan

mampu menjelaskan kembali apa yang telah ia terima.

2) Pemahaman bukan sekadar mengetahui, yang biasanya hanya

sebatas mengingat kembali pengalaman dan memproduksi apa

yang pernah dipelajari. Jika seseorang benar-benar memahami

maka ia akan mampu memberikan gambaran, contoh, dan

penjelasan yang lebih luas dan memadai.

3) Pemahaman lebih dari sekadar mengetahui, karena pemahaman

melibatkan proses mental yang dinamis. Dengan memahami ia

akan mampu memberikan uraian dan penjelasan yang lebih kreatif,

tidak hanya memberikan gambaran dalam satu contoh saja tetapi

mampu memberikan gambaran yang lebih luas dan baru sesuai

dengan kondisi saat ini.


18

4) Pemahaman merupakan suatu proses bertahap yang masing-masing

tahap mempunyai kemampuan tersendiri seperti menerjemahkan,

menginterpretasikan, ekstrapolasi, aplikasi, analisis, sintesis, dan

evaluasi.

b. Keterampilan Proses

Usman dan Setiawati dalam Susanto (2014:9) menerangkan

bahwa pemahaman proses merupakan keterampilan yang

mempengaruhi kepada pembangunan kemampuan mental, fisik, dan

sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan yang lebih tinggi

dalam diri individu siswa. Keterampilan berarti kemampuan

menggunakan pikiran, nalar, dan perbuatan secara efektif dan efisien

untuk mencapai suatu hasil tertentu, termasuk kreativitasnya.

Menurut Indrawati dalam Susanto (2014:9) menjelaskan bahwa

keterampilan proses merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang

terarah (baik itu kognitif maupun psikomotorik) yang digunakan untuk

menemukan suatu konsep yang sudah ada untuk mengembangkan

konsep yang sudah ada sebelumnya, atau untuk melakukan

penyangkalan terhadap suatu penemuan.

c. Sikap

Large yang dikutip Azwar (dalam Susanto 2014:10)

menjelaskan bahwa sikap merupakan aspek mental semata, melainkan

mencakup pola aspek respons fisik. Dalam sikap harus ada

kekompakan antara mental dan fisik. Jika mental saja yang


19

dimunculkan, maka belum tampak secara jelas sikap seseorang yang

ditunjukkannya.

Sementara menurut Sardiman (dalam Susanto, 2014:11)

menjelaskan bahwa sikap merupakan kecenderungan untuk melakukan

sesuatu dengan cara, metode, pola, dan teknik tertentu terhadap dunia

sekitarnya baik itu berupa individu maupun objek tertentu. Sikap

merujuk pada perbuatan, perilaku, atau tindakan seseoran \

Dalam hubungannya dengan hasil belajar siswa, sikap ini lebih

diarahkan pada pengertian pemahaman konsep. Dalam pemahaman

konsep, maka domain yang sangat berperan adalah domain kognitif.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Berdasarkan teori belajar Gestalt, hasil belajar dipengaruhi oleh

dua hal yaitu siswa itu sendiri dan lingkungannya. Pertama, faktor dari

siswa dalam artian kemampuan berpikir atau tingkah laku intelektual,

motivasi, minat, dan kesiapan siswa baik jasmani maupun rohani. Kedua,

faktor dari lingkungan yaitu sarana dan prasarana, kompetensi guru,

kreativitas guru, sumber-sumber belajar, metode serta dukungan

lingkungan dan keluarga (Susanto, 2014: 12).

Pendapat senada juga dikemukakan oleh Wasliman (Susanto,

2014:12) bahwa hasil belajar yang dicapai siswa merupakan hasil interaksi

antara berbagai faktor yang mempengaruhi baik faktor internal maupun

faktor eksternal. Adapun uraian mengenai faktor internal maupun

eksternal sebagai berikut:


20

a. Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam

diri siswa, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal

ini meliputi kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar,

ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yaitu faktor dari luar diri siswa yang

mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Keadaan keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Keluarga

yang keadaan ekonominya rendah, pertengkaran suami istri (orang

tua), perhatian yang kurang dari orangtuanya, serta kebiasaan sehari-

hari berperilaku yang kurang baik dari orangtua dalam kehidupan

sehari-hari juga berpengaruh dalam hasil belajar.

Selain faktor-faktor tersebut Wasliman (dalam Susanto,

2014:13) mengemukakan bahwa sekolah juga merupakan salah satu

faktor yang juga menentukan hasil belajar siswa. Semakin tinggi

kemampuan belajar siswa dan kualitas pengajaran di sekolah, maka

semakin tinggi pula hasil belajar siswa tersebut.

Kualitas pengajaran di sekolah sangat ditentukan oleh guru,

sebagaimana dikemukakan oleh Wina Sanjaya (dalam Susanto,

2014:13) bahwa guru adalah komponen yang sangat menentukan


21

dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Dalam hal ini guru

juga merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi hasil

belajar siswa.

4. Indikator Hasil Belajar

Dalam Sudjana (2017:22-31) menjelaskan beberapa hasil belajar

yang dijadikan dalam objek penilaian sebagai berikut:

a. Ranah Kognitif

Hasil belajar kognitif adalah perubahan perilaku yang terjadi

dalam kawasan kognitif. Proses belajar yang melibatkan kognisi

meliputi kegiatan sejak dari penerimaan stimulus eksternal oleh

sensori, penyimpanan dan pengolahan dalam otak menjadi informasi

hingga pemanggilan kembali informasi ketika diperlukan untuk

menyelesaikan masalah (Purwanto, 2016:50). Ranah kognitif

berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari beberapa

aspek sebagai berikut:

1) Pengetahuan

Istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari

kata knowledge dalam taksonomi Bloom. Tipe hasil belajar

pengetahuan ini termasuk kognitif tingkat rendah yang paling

rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasarat bagi tipe

hasil belajar berikutnya.

2) Pemahaman
22

Tipe hasil belajar yang lebih tinggi daripada pengetahuan

adalah pemahaman. Pemahaman dapat dibedakan ke dalam tiga

kategori yaitu:

a) Tingkat Terendah, adalah pemahaman mengenai terjemahan,

mulai dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya misalnya

dari bahasa inggris ke bahasa Indonesia, mengartikan Bhineka

Tunggal Ika, mengartikan makna merah putih.

b) Tingkat kedua, mengenai pemahaman tentang penafsiran.

Yakni menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang

diketahui berikutnya, atau menghubungkan beberapa bagian

dari grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dan

yang bukan pokok.

c) Tingkat ketiga atau tertinggi, yaitu mengenai pemahaman

tentang ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi diharapkan seseorang

mampu melihat di balik yang tertulis, dapat membuat ramalan

tentang konsekuensi atau dapat memperluas presepsi dalam arti

waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya.

3) Analisis

Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi

unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya atau

susunannya. Analisis merupakan kecakapan yang kompleks, yang

memanfaatkan kecakapan dari tipe sebelumnya. Dengan analisis

diharapkan seseorang mempunyai pemahaman yang komprehensif


23

dan dapat memilahkan integritas menjadi bagian-bagian yang tetap

terpadu, untuk beberapa hal memahami prosesnya, untuk hal lain

memahami cara bekerjanya.

b. Ranah Afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli

mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diprediksi perubahannya,

bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi.

Penilaian hasil belajar afektif kurang mendapat perhatian dari guru.

Para guru kebanyakan hanya menilai ranah kognitif semata-mata.

Tipe hasil belajar afektif yang nampak pada siswa dalam berbagai

tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi

belajar, menghargai guru dan teman sebaya, kebiasaan belajar, dan

hubungan sosial (Sudjana, 2017: 29-30).

c. Ranah Psikomotoris

Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan

(skill) dan kemampuan bertindak siswa. Dalam (Sudjana, 2017:30-31)

ada enam tingkatan keterampilan, yakni:

1) Gerakan reflex

2) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar

3) Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan

visual, membedakan auditif, motoris, dan lain-lain.

4) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan,

dan ketepatan.
24

5) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai

pada keterampilan yang kompleks.

6) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive

seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.

B. Nilai Karakter Budaya Gawi Manuntung

a. Pengertian Gawi Manuntung

Menurut Ganie (2007:155-156) gawi manuntung adalah kata lain

dari kerja tuntas. Peribahasa ini merupakan ungkapan untuk seseorang

yang berhasil menyelesaikan pekerjaannya hingga tuntas dengan hasil

yang sangat memuaskan semua pihak.

Menurut Makkie dan Seman (Istiqomah dan Setyobudihono, 2014:

5) masyarakat Banjar mengenal ungkapan gawi manuntung yang

mengandung pengertian bahwa seseorang dalam mengerjakan sesuatu

harus dapat menyelesaikannya dengan baik.

Gawi manuntung merupakan prinsip yang sangat lekat dengan

kehidupan sehari-hari orang Banjar, dimana prinsip ini bahkan menjadi

motto dari Kota Balikpapan Kalimantan Timur. Berdasarkan kalimatnya

gawi manuntung terdiri dari dua kata yakni kata gawi yang artinya

pekerjaan atau kerja dan manuntung yang artinya selesai. Jadi dapat

dikatakan bahwa gawi manuntung artinya bahwa setiap pekerjaan yang

dimulai maka harus diselesaikan. Berdasarkan hal ini maka sudah sangat

cukup menggambarkan suatu etos kerja dari orang Banjar sendiri yang
25

harus konsisten dalam mengerjakan tiap pekerjaanya sampai dengan

selesai (Nadilla,2017:403).

Adapun nilai-nilai dari gawi manuntung (dalam Nadilla,2017:403)

adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Nilai dalam Budaya Gawi Manuntung

Nilai Karakter Deskripsi


Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas

dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan,


Tanggung Jawab
terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,

sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.


Sikap dan perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-

sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan

tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya


Kerja Keras
sampai ke batas optimal, jika mampu ke batas maksimal

dari target yang telah ditentukan, baik waktu maupun

kualitas pekerjaan.
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh
Disiplin
pada berbagai ketentuan dan peraturan.
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan
Kreatif
cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

b. Nilai Karakter Budaya Gawi Manuntung

1. Tanggung Jawab
26

Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk

melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya

dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, Negara dan

Tuhan (Mustari,2019:19).

Karakter tanggung jawab sebagai salah satu pendidikan

karakter tentunya terdapat karakteristik dalam pelaksanaannya seperti

yang dikutip dari Direktorat Tenaga Kependidikan (dalam Ardila

dkk,2017:81) seseorang yang berani berbuat, berarti berani

bertanggung jawab tentang segala resiko dari perbuatannya yang

meliputi:

a) Menyelesaikan semua tugas dan latihan yang menjadi tanggung

jawabnya.

b) Menjalankan instruksi sebaik-baiknya selama proses pembelajaran

berlangsung.

c) Dapat mengatur waktu yang telah ditetapkan.

d) Serius dalam mengerjakan sesuatu.

e) Fokus dan konsisten.

f) Tidak mencontek.

g) Rajin dan tekun selama proses pembelajaran berlangsung.

Adapun macam-macam tanggung jawab (Mustari,2019:21-26)

sebagai berikut:

a) Tanggung jawab personal


27

Orang yang bertanggung jawab kepada dirinya sendiri

adalah orang yang bisa melakukan kontrol internal sekaligus

eksternal. Dalam tanggung jawab timbul indikasi-indikasi yang

diharuskan dalam diri seseorang yang bertanggung jawab yaitu:

1) Memilih jalan lurus.

2) Selalu memajukan diri sendiri

3) Menjaga kehormatan diri

4) Selalu waspada

5) Memiliki komitmen pada tugas

6) Melakukan tugas dengan standar yang terbaik.

7) Mengakui semua perbuatannya.

8) Menepati janji

9) Berani menanggung risiko atas tindakan dan ucapannya.

b) Tanggung jawab moral

Tanggung jawab moral biasanya merujuk pada pemikiran

bahwa seseorang mempunyai kewajiiban moral dalam situasi

tertentu. Tidak taat pada kewajiban-kewajiban moral, kemudian

menjadi alasan untuk diberikan hukuman. Masyarakat umumnya

beranggapan bahwa manusia bertanggung jawab atas tindakan

mereka, dan akan mengatakan bahwa manusia bertanggung jawab

atas tindakan mereka.

c) Tanggung jawab sosial


28

Tanggung jawab sosial bukan hanya masalah memberi atau

tidak membuat kerugian kepada masyarakat. Tanggung jawab

sosial memiliki nilai-nilai yang harus ada pada diri kita saat

berinteraksi dengan orang lain diantaranya; senantiasa berbicara

benar, menghindari perasaan iri dengki, tidak bakhil, bersikap

pemaaf, adil, amanah, dan tidak sombong.

2. Kerja Keras

Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-

sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan

tugas baik itu tugas belajar di sekolah maupun tugas dalam pekerjaan

dengan sebaik-baiknya (Mustari, 2019: 43).

Narwanti (dalam Avitoh: 2014:1) kerja keras adalah perilaku

yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi

hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-

baiknya. Indikator dari sikap kerja keras adalah menyelesaikan semua

tugas dengan baik dan tepat waktu, tidak putus asa dalam menghadapi

masalah dan aktif mengajukan pendapat saat pembelajaran.

Menurut Ardi (Handayani & Sumaryati, 2014:31) ciri dari kerja

keras adalah: tekun dan ulet, teliti dan cermat menghargai waktu dan

bekerja keras, bekerja cerdas, disiplin, sabar, ikhlas, dan pantang

menyerah. Adapun menurut Narwanti (2011: 66) ciri-ciri kerja keras

dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut:


29

a) Berupaya dengan gigih untuk menciptakan semangat kompetisi

yang sehat.

b) Menciptakan suasana yang menantang dan memacu untuk bekerja

keras.

c) Menyelesaikan semua tugas yang diberikan oleh guru.

d) Berupaya mencari jalan keluar terhadap permasalahan yang

dihadapi

3. Disiplin

Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan

patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan (Mustari,2019:5).

Disiplin merujuk pada instruksi sistematis yang diberikan kepada

murid. Disiplin merupakan pngganti untuk motivasi. Disiplin ini

diperlukan dalam rangka menggunakan pemikiran sehat untuk

menntukan jalannya tindakan yang terbaik yang menentang hal-hal

yang lebih dikehendaki.

Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan

melaksanakan suatu system yang mengharuskan orang untuk tunduk

pada keputusan, perintah atau aturan yang berlaku. Dengan kata lain

disiplin adalah kepatuhan mentaati peraturan dan ketentuan yang telah

ditetapkan (Elly, 2016:46-47).

Adapun menurut Atheva (dalam Elly,2016:47) orang yang

disiplin memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a) Selalu mentaati peraturan atau tata tertib yang ada.


30

b) Selalu melaksanakan tugas dan kewajiban yang diterimanya

dengan tepat waktu.

c) Kehidupannya tertib dan teratur.

d) Tidak mengulur-ulur waktu dan menunda pekerjaan.

Karakter disiplin memiliki peranan yang sangat penting bagi

setiap siswa karena dengan disiplin akan membuat siswa memiliki

kecakapan mengenai cara belajar yang baik, juga merupakan suatu

proses ke arah pembentukan waktu yang baik.

4. Kreatif

Kreatif adalah menciptakan ide-ide dan karya baru yang

bermanfaat. Pemikiran yang kreatif adalah pemikiran yang dapat

menemukan hal-hal atau cara-cara baru yang berbeda dari yang biasa

dan pemikiran yang mampu mengemukakan ide atau gagasan yang

memiliki nilai tambah (Mustari,2019:7).

Adapun menurut Semiawan (dalam Panjaitan & Surya, 2017:4)

kreatif adalah kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru

dan menerapkannya dalam pemecahan masalah. Kreatifitas memiliki

ciri-ciri aptitude seperti kelancaran, keluwesan, dan keaslian dalam

pemikiran. Maupun ciri-ciri non aptitude seperti rasa ingin tahu,

senang mengajukan pertanyaan, dan selalu ingin mencari pengalaman-

pengalaman baru.

C. Self concept

1. Pengertian Self concept


31

Self concept merupakan inti dari kepribadian individu. Self concept

terbentuk melalui proses perkembangan kepribadian sejak usia anak-anak

hingga dewasa. Self concept merupakan gambaran menyeluruh mengenai

bagaimana individu mempersepsi dirinya sendiri, meliputi aspek

kemampuan, aspek emosi, dan aspek kepuasan kerja, yang

direpresentasikan dalam bentuk persepsi mengenai fisik, mental

psikologis, dan sosial secara menyeluruh (Ardiyanti, 2017: 18).

Menurut Branden (Rahman, 2017: 62) self concept adalah pikiran,

keyakinan, dan kesan seseorang tentang sifat dan karakteristik dirinya,

keterbatasan dan kapabilitasnya serta kewajiban dan aset-aset yang

dimilikinya.

Menurut Deaux, Dane, & Wrightsman (Sarwono & Meinarno:

2014:53) self concept adalah sekumpulan keyakinan dan perasaan

seseorang terhadap dirinya. Keyakinan seseorang terhadap dirinya

berkaitan dengan bakat, minat, kemampuan, penampilan fisik, dan lain

sebagainya.

Menurut Hurlock (1979) menyatakan bahwa self concept

merupakan gambaran seseorang mengenai diri sendiri yang merupakan

gabungan dari keyakinan fisik, pikologis, sosial, emosional aspiratif, dan

prestasi yang mereka capai (Ghufron & Risnawita, 2014: 13).

Self concept adalah apa yang dipikirkan dan dirasakan tentang

dirinya sendiri. Ada dua self concept, yaitu self concept komponen kognitif

dan self concept komponen afektif. Komponen kognitif disebut self image
32

dan komponen afektif disebut self esteem. Komponen kognitif adalah

pengetahuan siswa tentang dirinya mencakup pengetahuan “siapa saya”

yang akan memberikan gambaran tentang dirinya. Sementara itu,

komponen afektif merupakan penilaian individu terhadap dirinya sendiri

yang akan membentuk bagaimana penerimaan terhadap diri dan harga diri

individu (Ghufron & Risnawita, 2014: 14).

Rentsch dan Haffner (Rahman, 2017:64) menjelaskan bahwa self

concept memiliki beberapa komponen, yaitu: atribut interpersonal,

karakteristik bawaan, minat dan aktivitas, self determination, aspek

eksistensial, kepercayaan, kesadaran diri, dan diferensiasi sosial.

2. Aspek-Aspek Self concept

Calhoun dan Acocella (Ghufron & Risnawita, 2014: 17-18)

mengatakan bahwa self concept terdiri dari tiga aspek, yaitu:

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah apa yang individu ketahui tentang dirinya sendiri.

Individu dalam benaknya terdapat satu daftar yang menggambarkan

tentang dirinya, kelengkapan atau kekurangan fisik, usia, jenis

kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan, agama, dan lain-lain.

Pengetahuan tentang diri juga berasal dari kelompok sosial yang

diidentifikasikan oleh individu tersebut.

b. Harapan

Pada saat-saat tertentu, siswa mempunyai suatu aspek pandangan

tentang dirinya. Individu juga mempunyai satu aspek pandangan


33

tentang kemungkinan dirinya menjadi apa di masa depan. Siswa

mempunyai harapan bagi dirinya sendiri untuk menjadi diri yang ideal.

Diri yang ideal sangat berbeda pada masing-masing siswa.

c. Penilaian

Di dalam penilaian, siswa berkedudukan sebagai penilaian tentang

dirinya sendiri. Hasil penilaian disebut harga diri, semakin tidak sesuai

antara harapan dan standar diri, maka akan semakin rendah harga diri

seseorang.

3. Fungsi Self concept

Self concept mempunyai beberapa fungsi penting bagi tiap individu

(Walgito, 2011:108) sebagai berikut:

a. Pertama, self concept dapat dipandang sebagai mekanisme yang

memungkinkan seseorang untuk memaksimalkan kesenangan dan

meminimalkan hal-hal yang menyakitkan selama kehidupannya. Orang

yang mempunyai self concept yang akurat dari kapabilitasnya dan

mempunyai potensi kepandaian dan dapat menggunakan

pengetahuannya untuk meningkatkan hasil yang positif dalam

kehidupannya.

b. Kedua, self concept memberikan kerangka bahwa pengalaman orang

dapat diorganisasikan dan diinterpretasikan. Keadaan itu merupakan

panduan untuk memproses informasi yang berkaitan dengan dirinya

dan karenanya, membantu orang merespons sesuai dengan berbagai


34

macam keadaan yang kompleks. Akhirnya, self concept diasumsikan

memberikan fasilitas dalam kaitannya dengan pemeliharaan harga diri.

4. Faktor yang Mempengaruhi Self concept

Self concept menurut Fitts (Agustiani,2009: 139) dipengaruhi oleh

beberapa faktor sebagai berikut:

a. Pengalaman, terutama pengalaman interpersonal, yang memunculkan

perasaan positif dan berharga.

b. Kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain.

c. Aktualisasi diri, implementasi dan realisasi dari potensi yang

sebenarnya.

Sedangkan Pudjijogyanti (Astuti,2014:24-25) mengemukakan

beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan self concept sebagai

berikut:

a. Peranan citra fisik

Tanggapan mengenai keadaan fisik seseorang biasanya didasari

oleh adanya keadaan fisik yang dianggap ideal oleh orang tersebut atau

pandangan masyarakat umum. Seseorang akan berusaha untuk

mencapai standar di mana ia dapat dikatakan mempunyai kedaaan fisik

ideal agar mendapat tanggapan positif dari orang lain. Kegagalan atau

keberhasilan mencapai standar keadaan fisik ideal sangat

mempengaruhi pembentukan citra fisik seseorang.

b. Peranan jenis kelamin


35

Peranan jenis kelamin salah satunya ditentukan oleh perbedaan

biologis antara laki-laki dan perempuan. Masih banyak masyarakat

yang menganggap peranan perempuan hanya sebatas urusan keluarga.

Hal ini menyebabkan perempuan masih menemui kendala dalam

mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimiliki. Sementara

di sisi lain, laki-laki mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk

mengembangkan potensi yang dimiliki.

c. Peranan perilaku orang tua

Lingkungan pertama dan utama yang mempengaruhi perilaku

seseorang adalah lingkungan keluarga. Dengan kata lain, keluarga

merupakan tempat pertama dalam pembentukan self concept

seseorang. Salah satu hal yang terkait dengan peranan orang tua dalam

pembentukan self concept anak adalah cara orang tua dalam memenuhi

kebutuhan fisik dan psikologis anak.

d. Peranan faktor sosial

Interaksi seseorang dengan orang lain dan lingkungan

sekitarnya merupakan salah satu hal yang membentuk self concept

orang tersebut. Struktur, peran, dan status sosial seseorang menjadi

landasan bagi orang lain dalam memandang orang tersebut.

5. Jenis-Jenis Self Concept

Calhoun dan Acocella (Astuti,2014:29-31) membedakan self

concept menjadi 2, yaitu self concept positif dan self concept negatif.
36

Menurut Calhoun dan Acocella, apabila seseorang memiliki self concept

positif, maka perilaku yang muncul cenderung positif. Sebaliknya, apabila

seseorang menilai dirinya negatif, maka perilaku yang muncul pun

cenderung negatif. Berikut penjelasan dari kedua jenis self concept yaitu:

a. Self concept Positif

Calhoun dan Acocella (Astuti,2014:29) berpendapat bahwa

individu dengan self concept positif akan mampu merancang tujuan-

tujuan hidup yang sesuai dengan realita, sehingga lebih besar

kemungkinan individu untuk mencapai tujuan hidupnya. Calhoun dan

Acocella juga mengemukakan bahwa seseorang yang memiliki self

concept positif memungkinkan orang tersebut untuk dapat maju ke

depan secara bebas, berani dan spontan, serta mampu menghargai

orang lain.

Siswa yang memiliki self concept yang positif merupakan

individu yang memiliki perkembangan kepribadian yang utuh. Artinya,

persepsi yang dimiliki tentang dirinya sama dengan persepsi yang

dimiliki orang lain terhadap dirinya (Ardiyanti, 2017:31).

Self concept positif dapat menjadi bekal untuk membentuk

siswa menjadi pribadi yang mandiri, kreatif, dan produktif sebagai satu

kesatuan yang tidak dipisahkan. Self concept yang positif tidak akan

cukup apabila tidak didukung dengan sikap persisten (tekun; tidak

mudah menyerah begitu saja ketika menghadapi kendala) dan

keberanian mengambil keputusan, yaitu suatu sikap yang di dalamnya


37

merefleksikan suatu kemampuan menghadapi risiko (Ardiyanti,

2017:50).

Menurut William D. Brooks dan Philip Emmert (Rakhmat,

2013: 105), ada 5 tanda orang dengan self concept positif.

1) Yakin dengan kemampuan dalam mengatasi masalah.

2) Merasa setara dengan orang lain.

3) Menerima pujian tanpa rasa malu.

4) Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan,

keinginan, dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui

masyarakat.

5) Mampu memperbaiki diri karena sanggup mengungkapkan aspek-

aspek kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha

mengubahnya.

b. Self concept Negatif

Menurut William D. Brooks dan Philip Emmert (Rakhmat,

2013: 105), ada 5 tanda orang dengan self concept negatif sebagai

berikut:

1) Peka pada kritik. Seseorang dengan self concept negatif cenderung

tidak tahan dengan kritik yang diterima dari orang lain. Dirinya

menganggap kritikan dari orang lain sebagai usaha untuk

menjatuhkan harga dirinya. Dirinya juga bersikeras

mempertahankan pendapatnya dengan alasan yang tidak logis.


38

2) Responsif terhadap pujian. Seseorang dengan self concept negatif

selalu antusias bila menerima pujian.

3) Hiperkritis. Pribadi dengan self concept negatif selalu mengeluh,

mencela, atau meremehkan apapun dan siapapun. Mereka tidak

sanggup menghargai dan mengakui kelebihan orang lain.

4) Cenderung merasa tidak disenangi orang lain. Orang dengan self

concept negatif cenderung merasa tidak disenangi orang lain. Ia

menganggap orang lain sebagai musuh, sehingga tidak dapat

menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. Ia juga tidak

pernah menyalahkan dirinya sendiri, dan menganggap dirinya

adalah korban dari sistem sosial yang salah.

5) Bersikap pesimis terhadap kompetisi. Orang dengan self concept

negatif merasa enggan untuk bersaing dengan orang lain karena

merasa tidak mampu.


39

D. Kerangka Berpikir

1. Bagan Kerangka Berpikir

Hasil Belajar
Suatu perubahan yang diperoleh siswa dalam mencapai suatu hasil pembelajaran yang
mencakup perubahan sikap, pengertahuan, dan keterampilan siswa untuk menghasilkan
sebuah hasil belajar yang sesuai dengan apa yang diharapkan guru, orang tua siswa maupun
siswa itu sendiri.

Budaya Gawi Manuntung Self Concept


Setiap pekerjaan yang dimulai harus
dikerjakan dengan konsisten dan harus Gambaran seseorang mengenai dirinya
benar-benar sampai selesai. sendiri yang merupakan gabungan dari
Adapun nilai-nilai karakter budaya gawi keyakinan fisik, psikologis, sosial,
manuntung yaitu tanggung jawab, kerja emosional, dan prestasi yang dicapai.
keras, disiplin dan kreatif.

Apabila siswa bersungguh-sungguh Siswa yang memiliki self concept


dalam menyelesaikan tugasnya maka ia positif akan mempengaruhi sudut
mampu merealisasikan nilai karakter pandangnya terhadap keberhasilan
budaya gawi manuntung dan mampu belajarnya dan mampu mencapai tujuan
mencapai tujuan pendidikan pendidikan.

Hubungan nilai karakter budaya gawi manuntung dan self concept terhadap hasil
belajar siswa kelas X SMA Negeri 5 Banjarmasin
40

2. Deskripsi Kerangka Berpikir

Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh siswa melalui

kegiatan belajar. Hasil belajar juga merupakan suatu perubahan yang

diperoleh siswa dalam mencapai suatu hasil pembelajaran yang mencakup

perubahan sikap, pengetahuan, dan keterampilan siswa untuk

menghasilkan sebuah hasil belajar yang sesuai dengan apa yang ingin

dicapai siswa, maupun guru dan orangtua siswa.

Budaya gawi manuntung menjelaskan bahwa setiap pekerjaan

yang dimulai harus dikerjakan dengan konsisten dan harus benar-benar

sampai selesai. Adapun nilai-nilai karakter budaya gawi manuntung yaitu

tanggung jawab, kerja keras, disiplin dan kreatif. Dalam penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui apakah hasil belajar rendah memiliki

hubungan dengan nilai karakter budaya gawi manuntung tersebut.

Demikian juga dengan self concept, self concept merupakan

gambaran seseorang mengenai dirinya sendiri yang merupakan gabungan

dari keyakinan fisik, psikologis, sosial, emosional, dan prestasi yang

dicapai. Siswa yang memiliki self concept positif akan mempengaruhi

sudut pandangnya terhadap keberhasilan belajarnya dan mampu mencapai

tujuan pendidikan.

Apabila siswa bersungguh-sungguh dalam menyelesaikan tugasnya

maka siswa akan mampu merealisasikan nilai karakter budaya gawi


41

manuntung untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal dan mampu

mencapai tujuan pendidikan. Demikian juga apabila siswa yang memiliki

self concept positif maka akan mempengaruhi sudut pandangnya terhadap

keberhasilan belajarnya dan mampu mencapat tujuan pendidikan. Oleh

karena itu, penelitian ini untuk mencari tahu apakah hasil belajar, nilai

karakter budaya gawi manuntung dan self concept mempunyai hubungan

pada siswa kelas X di SMA Negeri 5 Banjarmasin.

E. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, di mana rumusan masalah penelitian tersebut dinyatakan dalam

bentuk kalimat pertanyaan. Hipotesis dikatakan sebagai jawaban sementara

karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan dan

belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang didapatkan melalui

pengumpulan data (Sugiyono, 2018:96). Berdasarkan dari anggapan dasar

penelitian diatas, maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut :

1. Hubungan nilai karakter budaya gawi manuntung terhadap hasil belajar

siswa kelas X di SMA Negeri 5 Banjarmasin

a. Hipotesis Nol (Ho) : Tidak terdapat hubungan nilai karakter budaya

gawi manuntung terhadap hasil belajar siswa kelas X di SMA Negeri 5

Banjarmasin.

b. Hipotesis Alternatif (Ha) : Terdapat hubungan nilai karakter budaya

gawi manuntung terhadap hasil belajar siswa kelas X di SMA Negeri 5

Banjarmasin.
42

2. Hubungan self concept terhadap hasil belajar siswa kelas X di SMA

Negeri 5 Banjarmasin

a. Hipotesis Nol (Ho) : Tidak terdapat hubungan self concept terhadap

hasil belajar siswa kelas X di SMA Negeri 5 Banjarmasin .

b. Hipotesis Alternatif Ha : Terdapat Hubungan self concept terhadap

hasil belajar siswa kelas X di SMA Negeri 5 Banjarmasin

3. Hubungan antara nilai karakter budaya gawi manuntung dan self concept

terhadap hasil belajar siswa kelas X di SMA Negeri 5 Banjarmasin

a. Hipotesis Nol (Ho) : Tidak terdapat hubungan nilai karakter budaya

gawi manuntung dan self concept terhadap hasil belajar siswa kelas X

di SMA Negeri 5 Banjarmasin

b. Hipotesis Alternatif (Ha) : Terdapat hubungan nilai karakter budaya

gawi manuntung dan self concept terhadap hasil belajar siswa kelas X

di SMA Negeri 5 Banjarmasin.

F. Hasil Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian Aldi dkk (2014), menunjukkan bahwa ada hubungan

yang positif dan signifikan antara self concept siswa dengan hasil belajar siswa

kelas XI SMA Swadhipa Bumisari Natar Lampung Selatan.

Hasil penelitian Saputri (2016) menunjukkan bahwa terdapat

hubungan antara self concept dan hasil belajar IPS namun tidak memiliki

hubungan yang signifikan. Semakin baik self concept siswa, maka semakin

baik pula hasil belajar siswa. Sebaliknya semakin buruk self concept siswa

maka semakin buruk pula hasil belajarnya.


43

Adapun hasil penelitian Muktiati (2013) menunjukkan bahwa adanya

pengaruh kerja keras terhadap hasil belajar matematika“. Dari analisis regresi

linear ganda diketahui bahwa koefisien regresi dari variabel kerja keras

dikatakan bahwa kerja keras berpengaruh positif terhadap hasil belajar

matematika.

Dari hasil penelitian Fahrudin (2013) yang dilakukan pada

menunjukkan bahwa kemampuan kerja keras belajar sangat berpengaruh

terhadap hasil belajar siswa. Siswa yang mempunyai kemauan kerja keras

paling tinggi dalam pengerjakan soal akan mendapatkan hasil belajar

matematika yang meningkat.

Hasil penelitian Sani & Hakim (2014) menunjukkan “The conclusion

of the research that has been done is also reinforced by the opinions Zuhdi,

(2011), which explains that the characteristics of a person who has hard work

attitude include: 1) the earnest study and work, 2) does not quickly get bored

with the given task, 3) trying to fix the error, 4) do not easily give up when

experiencing difficulties and failures, 5) do the tasks diligently and

thoroughly, 6) keep the spirit in the face of problems, and 7) do not depend on

other people in the working on school assignments. This gives an indication

that the students will gain optimal learning results if the students have a high

hard work attitude”. Bahwa karakteristik orang yang memiliki sikap kerja

keras termasuk: 1) mengerjakan tugas atau pekerjaannya dengan sungguh-

sungguh, 2) tidak cepat bosan saat diberi tugas, 3) mencoba memperbaiki

kesalahan, 4) tidak mudah menyerah ketika menghadapi kesulitan atau


44

kegagalan, 5) melakukan tugas dengan tekun dan menyeluruh, 6) menjaga

semangat dalam menghadapi masalah, dan 7) tidak bergantung pada orang lain

saat mengerjakan tugas sekolah. Hal tersebut memberikan indikasi bahwa

siswa akan mendapatkan hasil belajar yang optimal jika memiliki sikap kerja

keras yang tinggi.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu suatu proses

penemuan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat

menentukan keterangan mengenai apa yang ingin kita ketahui. Pendekatan

kuantitatif adalah suatu pendekatan secara primer yang menggunakan

paradigm postpositivist untuk mengembangkan suatu ilmu pengetahuan

contohnya seperti tentang pemikiran sebab & akibat, reduksi variabel,

hipotesis, dan pertanyaan spesifik, menggunakan observasi dan pengukuran

serta pengujian teori. Dengan menggunakan strategi penelitian seperti survei

dan eksperimen yang memerlukan data statistik (Emzir, 2017: 28).

Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian

yang berlandaskan pada filsafat positivisme yang digunakan untuk meneliti

populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya

dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen

penelitian, analisis data yang bersifat kuantitatif atau statistik yang bertujuan

untuk menguji hipotesis yang sudah ditetapkan (Sugiyono, 2018: 14).

Rancangan penelitian adalah rencana dan struktur penyelidikan yang

disusun sedemikian rupa sehingga peneliti akan memperoleh jawaban untuk

pertanyaan-pertanyaan penelitiannya. Berdasarkan permasalahan yang diteliti,

44
45

maka metode dan jenis penelitian ini menggunakan penelitian Ex-Post Facto

berupa penelitian korelasional.

Penelitian korelasional merupakan suatu pendekatan yang untuk

penelitian yang fokus pada penafsiran pada kovariasi di antara variabel yang

muncul secara alami. Tujuan dari penelitian Hubungan ini adalah untuk

mengidentifikasi hubungan prediktif dengan menggunakan teknik Hubungan

atau dengan teknik statistic yang canggih. Hasil dari penelitian Hubungan

mempunyai implikasi untuk pengambilan keputusan, seperti tercermin dalam

penggunaan prediksi akturial dengan tepat.

Menurut Gay (Emzir, 2017: 37) penelitian hubungan terkadang

diperlakukan sebagai penelitian deskriptif, terutama disebabkan penelitian

hubungan mendeskripsikan sebuah kondisi yang telah ada. Kondisi yang

dideskripsikan berbeda secara nyata dari kondisi yang biasanya dideskripsikan

dalam studi observasi atau laporan diri, dalam istilah kuantitatif studi

hubungan mendeskripsikan tingkatan dimana variabel-variabel yang

berhubungan. Penelitian hubungan melibatkan pengumpulan data untuk

menentukan apakah, dan untuk tingkatan apa, terdapat hubungan antara dua

atau lebih variabel yang dapat dikuantitatifkan. Jika antara dua variabel saling

berhubungan, maka itu berarti bahwa skor di dalam rentangan tertentu pada

suatu pengukuran berasosiasi dengan skor di dalam rentangan tertentu pada

pengukuran lain.

Menurut Gay (Emzir, 2017:38-39) studi hubungan memiliki penafsiran

tentang seberapa tepat hubungan antara dua variabel. Jika dua variabel
46

memiliki hubungan yang tinggi, koefisien hubungan mendekati +1,00 (atau

-1,00) dan apabila dua variabel tidak memiliki hubungan, maka suatu

koefisien hubungan mendekati 0,00 akan ditemukan. Semakin tinggi

hubungan dua variabel maka semakin akurat prediksi yang didasarkan pada

hubungan tersebut. Sementara untuk hubungan yang sedikit sempurna,

sejumlah variabel cukup memadai untuk memperbolehkan prediksi yang

bermanfaat.

Metode ini digunakan karena penelitian ini berusaha untuk

menemukan ada tidaknya hubungan antara nilai karakter budaya gawi

manuntung dan self concept terhadap hasil belajar siswa kelas X di SMA

Negeri 5 Banjarmasin. Deskriptif korelasional dipandang sesuai dengan

penelitian ini karena bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang variabel

yang diteliti dan bersifat korelasi (hubungan) karena penelitian ini bertujuan

untuk menemukan ada tidaknya hubungan nilai budaya gawi manuntung dan

self concept terhadap hasil belajar siswa kelas X di SMA Negeri 5

Banjarmasin.

B. Variabel Penelitian

Variabel merupakan nilai-nilai yang dapat berubah, yang

menggambarkan suatu indikator yang merefleksikan suatu persepsi atau

konsep yang dapat diukur. Dengan perkataan lain, konsep dapat diartikan

sebagai suatu ide, sesuatu yang dipikirkan atau dibayangkan oleh manusia,

tetapi masih bersifat abstrak atau belum bisa diukur (Asra, dkk. 2015 : 31).

Adapun dua jenis yang menjadi variabel di penelitian ini yaitu:


47

1. Variabel terikat (Y), yang juga disebut sebagai variabel luaran atau akibat

(outcome or effect variables), merupakan variabel akibat dari variabel

bebas (Asra, dkk., 2015 : 32). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah

Hasil Belajar.

2. Variabel bebas (X), juga disebut sebagai variabel perubahan atau

penyebab (change or cause variables), adalah variabel yang menyebabkan

perubahan pada suatu fenomena. Perubah bebas juga diistilahkan sebagai

perubah yang menjelaskan (explanatory variables) keragaman atau

perubahan dari peubah tidak bebas (Asra, dkk., 2015 : 32). Adapun

variabel bebas dalam penelitian ini terbagi menjadi variabel bebas (X1)

yaitu Nilai Karakter Budaya Gawi Manuntung, dan variabel bebas (X2)

yaitu Self concept.

C. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer, biasanya didapat dari subjek penelitian dengan

cara melakukan pengamatan, percobaan atau interview/wawancara.

Cara untuk mendapatkan data primer biasanya melalui

observasi/pengamatan langsung, subjek diberi lembar yang berisi

pertanyaan yang ditunjukkan untuk diisi, pertanyaan yang ditujukkan

untuk responden. Sumber data primer yang didapatkan peneliti adalah

melalui pembagian angket pada siswa kelas X SMA Negeri 5

Banjarmasin.
48

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang tidak langsung diperoleh dari

sumber pertama dan telah tersusun dalam bentuk dokumen tertulis.

Data sekunder dapat diperoleh dari buku cetak, BPS. Sumber data

sekunder yang dilakukan oleh peneliti adalah penelitian-penelitian

terdahulu yang membahas tentang nilai budaya gawi manuntung, self

concept dan hasil belajar. Peneliti juga menggunakan buku-buku dan

jurnal yang relevan yang dapat dijadikan referensi dalam kajian

konseptual yang sesuai dengan variabel dari penelitian peneliti yaitu,

budaya gawi manuntung, self concept dan hasil belajar.

2. Sumber Data

a. Sumber data yang didapatkan dari jawaban tertulis melalui angket

yang diberikan untuk siswa kelas X SMA Negeri 5 Banjarmasin.

b. Sumber data dari tempat penelitian yang dilakukan di Sekolah

Menengah Atas Negeri 5 Banjarmasin.

c. Sumber data berupa tanda-tanda, huruf, angka, simbol, atau gambar

yang peneliti dapatkan dari angket. Angket dapat menjadi salah satu

sumber data untuk peneliti.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan objek atau subjek yang berada

pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan

masalah penelitian. Populasi dapat juga didefiniskan sebagai keseluruhan


49

unit atau individu dalam ruang lingkup yang akan diteliti (Martono, 2016 :

76). Populasi pada penelitian ini mengenai hubungan antara nilai karakter

budaya gawi manuntung dan self concept terhadap hasil belajar siswa

kelas X SMA Negeri 5 Banjarmasin populasi 345 orang, yaitu:

Tabel 3.1 Populasi Penelitian

No Kelas Populasi
1 X MIPA 1 32 Orang
2 X MIPA 2 35 Orang
3 X MIPA 3 34 Orang
4 X MIPA 4 32 Orang
5 X MIPA 5 35 Orang
6 X IPS 1 36 orang
7 X IPS 2 36 orang
8 X IPS 3 36 orang
9 X IPS 4 35 orang
10 X IPS 5 34 orang

Jumlah 345 Orang

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang memiliki ciri-ciri

atau keadaan tertentu yang akan diteliti. Atau, sampel dapat didefinisikan

sebagai anggota populasi yang dipilih dengan menggunakan prosedur

tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili populasi (Martono, 2016 :

76). Sampel dalam penelitian ini berjumlah 172 orang, adapun

pengambilan sampel penelitian ini yaitu berdasarkan tabel pengambilan

sampel Issacc dan Michael dengan taraf kesalahan 5%.

Dalam penelitian ini maka dipilih seluruh kelas X untuk dijadikan

sampel karena berdasarkan hasil dari studi pendahuluan dilakukan bahwa

kelas X yang ada di SMA Negeri 5 Banjarmasin menunjukkan hasil


50

belajar yang kurang memuaskan baik dari segi kognitif maupun sikapnya

terhadap guru dan teman-teman sebayanya.

Tabel 3.2 Sampel Penelitian

Populasi Sampel
345 orang 172 orang
E. Teknik Penarikan Sampel

Penarikan sampel penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti

menggunakan simple random sampling yaitu pengambilan anggota sampel

dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada

dalam populasi itu (Sugiyono, 2018: 120).

Pengambilan sampel secara random/acak dapat dilakukan dengan

bilangan random, komputer, maupun dengan undian. Bila pengambilan

dilakukan dengan undian, maka setiap anggota populasi diberi nomor terlebih

dahulu, sesuai dengan jumlah anggota populasi. Karena teknik pengambilan

sampel penelitian ini adalah random, maka setiap anggota populasi

mempunyai peluang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel (Sugiyono,

2018:130).

F. Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis Instrument

a. Angket/Kuisioner

Angket atau kuisioner didefinisikan sebagai sejumlah

pertanyaan atau pernyataan tertulis tentang data faktual atau opini yang

berkaitan dengan data factual atau opini yang berkaitan dengan diri
51

responden, yang dianggap fakta atau kebenaran yang diketahui dan

perlu dijawab oleh responden (Sutoyo, 2014 : 151).

Bentuk angket disini merupakan checklist/daftar, dimana

subjek tinggal membubuhkan tanda checklist (√) pada kolom yang

sesuai. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan angket skala likert.

Skala likert adalah salah satu skala yang digunakan untuk mengukur

sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang

tentang suatu fenomena sosial (Asra, dkk., 2015 : 137).

Dengan menggunakan skala likert maka variabel yang akan

diukur dijabarkan menjadi dimensi, dimensi dijabarkan lagi menjadi

indikator-indikator yang kemudian dapat diukur. Akhirnya indikator-

indikator yang terukur dapat dijadikan tolak untuk membuat item

instumen yang berupa pernyataan atau pernyataan yang perlu dijawab

oleh responden. Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk

pernyataan atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata-kata

sebagai berikut:

Tabel 3.3 Kriteria Penilaian Angket

No Pertanyaan Positif Skor Pertanyaan Negatif Skor

1 Sangat Setuju 4 Sangat Setuju 1

2 Setuju 3 Setuju 2

3 Tidak Setuju 2 Tidak Setuju 3

4 Sangat Tidak Setuju 1 Sangat Tidak Setuju 4


52

2. Definisi Konseptual

Definisi konseptual merupakan batasan terhadap masalah-masalah

variabel yang dijadikan pedoman dalam penelitian sehingga akan

memudahkan dalam menafsirkan banyak teori yang ada dalam penelitian

ini, maka akan ditentukan beberapa definisi konseptual yang berhubungan

dengan yang akan di teliti, antara lain:

a. Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa melalui

kegiatan belajar. Hasil belajar juga merupakan suatu perubahan

yang diperoleh siswa dalam mencapai suatu hasil pembelajaran

yang mencakup perubahan sikap, pengetahuan, dan keterampilan

siswa untuk menghasilkan sebuah hasil belajar yang sesuai dengan

apa yang ingin dicapai siswa, maupun guru dan orangtua siswa

(Rosyid dkk, 2019: 12; Syah, 2015: 118; Susanto, 2013: 5).

b. Gawi manuntung mempunyai makna bahwa seseorang dalam

mengerjakan sesuatu harus dapat menyelesaikannya dengan baik

dan bersungguh-sungguh serta konsisten terhadap suatu yang

dikerjakannya (Ganie,2007:155-156; Istiqomah dan

Setyobudihono,2014:5; Nadilla,2017:403).

c. Self concept adalah sekumpulan keyakinan dan perasaan seseorang

terhadap dirinya. Keyakinan seseorang terhadap dirinya berkaitan

dengan bakat, minat, kemampuan, penampilan fisik, dan lain

sebagainya. Self concept terdiri dari self concept positive dan self
53

concept negative (Sarwono & Meinarno, 2014:53; Rahman, 2017:

62; Ghufron & Risnawita, 2014: 13).

3. Definisi Operasional

a. Nilai Karakter Budaya Gawi Manuntung

Gawi manuntung artinnya bahwa seseorang dalam

mengerjakan sesuatu harus dapat menyelesaikannya dengan baik dan

bersungguh-sungguh serta konsisten terhadap suatu yang

dikerjakannya. Nilai karakter budaya gawi manuntung meliputi dari

beberapa aspek pembentukan karakter siswa yaitu tanggung jawab,

disiplin, kerja keras, kreatif. adapun indikator dari nilai karakter

budaya gawi manuntung konsisten dalam mengerjakan tugasnya

sampai tuntas, mendapatkan hasil yang memuaskan, mengerjakan

sesuatu harus dapat menyelesaikan dengan baik, mengerjakan tugas

dan kewajibannya terhadap diri sendiri maupun orang lain, upaya

bersungguh-sungguh dalam mengatasi hambatan belajar, tidak putus

asa dalam menghadapi masala, tertib dan patuh pada berbagai

ketentuan dan peratura, berpikir dan melakukan sesuatu yang baru.

b. Self concept

Self concept merupakan suatu pemikiran, keyakinan, dan kesan

seseorang tentang sifat dan karakteristik dalam dirinya yang meliputi

minat, bakat, serta kemampuannya. Adapun indikator dari self concept

yaitu yakin dengan kemampuan dalam mengatasi masalah, merasa

setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari
54

bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan, dan

perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat, mampu

memperbaiki diri karena sanggup mengungkapkan aspek-aspek

kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha mengubahnya.

c. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah tolak ukur untuk mengetahui sejauh mana

siswa menguasai suatu bahan pelajaran yang sudah diajarkan. Hasil

belajar dapat berupa perubahan dalam kemampuan kognitif, afektif,

dan psikomotorik.

4. Kisi-Kisi Instrumen

Tabel 3.4 Kisi-Kisi Angket

No item
Positif
Variabel Indikator Jumlah butir Negative
Nilai karakter budaya Konsisten dalam mengerjakan
gawi manuntung
tugasnya sampai tuntas.
Mendapatkan hasil yang

memuaskan.
Mengerjakan sesuatu harus

dapat menyelesaikan dengan

baik
Mengerjakan tugas dan

kewajibannya terhadap diri

sendiri maupun orang lain.


Upaya bersungguh-sungguh

dalam mengatasi hambatan


55

belajar.
Tidak putus asa dalam

menghadapi masalah
Tertib dan patuh pada berbagai

ketentuan dan peratura.


Berpikir dan melakukan

sesuatu yang baru


Yakin dengan kemampuan

dalam mengatasi masalah


Merasa setara dengan orang

lain
Menerima pujian tanpa rasa

malu.
Menyadari bahwa setiap orang

mempunyai berbagai perasaan,

keinginan, dan perilaku yang


Self Concept
tidak seluruhnya disetujui

masyarakat.
Mampu memperbaiki diri

karena sanggup

mengungkapkan aspek-aspek

kepribadian yang tidak

disenangi dan berusaha

mengubahnya.
Hasil Belajar Menjelaskan suatu materi

pembelajaran
Menerapkan suatu materi

pembelajaran
Bertanggung jawab dalam
56

proses pembelajaran
Bekerjasama dalam berdiskusi

kelompok
Mengemukakan pendapat
Mengerti gerakan apa yang

diperintahkan guru
Menirukan apa yang

diperintahkan guru
Mengulangi gerakan yang

dicontohkan guru

5. Uji Coba Instrumen

a. Uji Validitas Angket

Saifuddin A dalam Sutoyo (2014 : 57) memandang validitas

mengandung arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat

ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Uji Validitas Item atau butir

dapat dilakukan dengan menggunakan software SPSS. Untuk proses

ini, akan digunakan Uji Hubungan Pearson Product Moment. Dalam

uji ini, setiap item akan diuji relasinya dengan skor total variabel yang

dimaksud. Dalam hal ini masing-masing item yang ada di dalam

variabel X dan Y akan diuji relasinya dengan skor total variabel

tersebut.

Agar penelitian ini lebih teliti, sebuah item sebaiknya memiliki

Hubungan dengan skor total masing-masing variabel 0.25. Item yang

punya r hitung 0,25 akan disingkirkan akibat mereka tidak melakukan

pengukuran secara sama dengan yang dimaksud oleh skor total skala
57

dan lebih jauh lagi, tidak memiliki kontribusi dengan pengukuran

seseorang jika bukan malah mengacaukan.

Rumus yang digunakan untuk mengukur validitas setiap butir

instrument angket menggunakan Hubungan product moment yaitu:

N ∑ XY −( ∑ X )( ∑Y )
r xy =
√¿¿¿

Keterangan:

rxy = Koefisien Hubungan product moment

N = Jumlah subyek/responden

∑XY = Jumlah hasil penelitian antara perkalian skor X dan Y

∑X2 = Jumlah kuadrat skor total X

∑Y2 = Jumlah kuadrat skor Y

b. Uji Realibilitas

Reliabilitas atau reliabel adalah instrument yang bila digunakan

beberapa kali untuk mengukur suatu objek yang sama, akan

menghasilkan data yang sama (Asra, dkk., 2015 : 143).

Pengujian reliabilitas dengan menggunakan teknik alpha

Cronbach, teknik ini dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu

suatu instrumen penelitian reabel atau tidak. Alpha Cronbach adalah

ukuran konsistensi internal, yaitu bagaimana keeratan hubungan satu

set item adalah sebagai sebuah kesatuan konsep. Nilai Cronbach-

Alpha berkisar 0 -1, semakin mendekati 1 maka semakin menunjukkan

tingkat konsistensi skor

G. Uji Persyaratan Analisis Data


58

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data dari tiga

variabel penelitian yang diperoleh berasal dari data berdistribusi secara

normal atau tidak. Hal ini penting dalam upaya prediksi penyelesaian dan

merupakan tuntunan yang diprasyaratkan untuk analisis lebih lanjut.

Teknik pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan bantuan

program SPSS(Widodo, 2017:111).

2. Uji Multikonearilitas

Uji multikonealitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya

gejala multikonelitas diantaranya dapat dilakukan dengan mengetahui efek

ko-linieritas. Gejala multiko dapat diketahui jika diatara variabel bebas

terdapat Hubungan yang kuat atau mendekati sempurna atau nilai

Variance Inflation Factor (VIF) lebih kecil dari 10. Sehingga dapat

disimpulkan uji multikonealitas menguji apakah dalam regresi ditemukan

Hubungan antar variabel bebas (independen) (Widodo, 2017 : 115).

3. Uji Homogenitas

Uji homogenitas merupakan pengujian asumsi dengan tujuan untuk

membuktikan data yang dianalisis berasal dari populasi yang tidak jauh

berbeda keragamannya (varians). Pengujian ini sebagai hal persyaratan

berikutnya sebelum penggunaan teknik analisis. Hal tersebut dimaksudkan

untuk meyakinkan apakah varians tersebut terikat (Y) pada setiap skor

variabel bebas (X1) dan (X2) bersifat homogen atau tidak (Widodo,

2017:112).
59

H. Teknik Analisis Data

1. Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linier ganda adalah alat analisis peramalan nilai

pengaruh dua variabel bebas atau lebih terhadap satu variabel terikat untuk

membuktikan ada atau tidaknya hubungan fungsional atau hubungan

kausal antara dua variabel bebas atau lebih dengan satu variabel terikat

Rumus :

Y = β0 + β 1 X 1 + β 2 X 2 ( populasi)

Di mana β 0 adalah konstanta, β 1 dan β 2 masing koefisien regresi

yang berkaitan dengan variable X 1 dan X 2. Nilai konstan β 0 dan koefisien

persamaan regresi β 1 dan β 2 diperoleh dari data sample. Untuk keperluan

itu dibutuhkan pasangan data X 1 , X 2 ,Y , dengan persyaratan data tersebut

diambil secara random, populasi normal, dan homogen.

Untuk menghitung persamaan regresi yaitu a, b1, b2 dapat

menggunakan persamaan berikut : (untuk regresi dengan satu variabel

dependen dan dua variabel independen).

( ∑ x 2 y ) ( ∑ x 22 ) − ( x 2 y ) ( ∑ x 1 x 2 )
b 1= 2
(∑ x 12 )(∑ x 22 )−( ∑ x 1 x 2 )

( ∑ x 2 y ) ( ∑ x 12 ) −( x 1 y ) ( ∑ x 1 x 2 )
b 2= 2
(∑ x 12 )(∑ x 22 )−( ∑ x 1 x 2 )
DAFTAR RUJUKAN

Agustiani, Hendriati. 2009. Psikologi Perkembangan (Pendekatan Ekologi


Kaitannya dengan Self concept dan Penyesuaian Diri Pada Remaja.
Bandung: PT Refika Aditama.

Aldi, Irfan P., Yusmansyah & Ratna Widiastuti. 2014. Hubungan Antara Self
concept Siswa Dengan Hasil Belajar Siswa. Jurnal ALIBKIN (Jurnal
Bimbingan Konseling, 3(4),1-12. Dari
http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/ALIB/article/view/8347, di akses
pada 4 Oktober 2019.

Ardila, Risma Mila., dkk. 2017. Pendidikan Karakter Tanggung Jawab Dan
Pembelajarannya Di Sekolah. Prosiding Seminar Nasional Inovasi
Pendidikan: Surakarta, Universitas Sebelas Maret. Dari
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/snip/article/view/11151, di akses
pada 20 November 2019.

Ardiyanti, Niken. 2017. Peran Penting Self concept dalam Membentuk Track
Record. Jakarta: Salemba Humanika.

Asra, Abuzar., dkk. 2015. Metode Penelitian Survei. Bogor : In Media.

Astuti, Ratna Dwi. 2014. Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self


concept Siswa Sekolah Dasar Negeri Mendungan 1 Yogyakarta. Skripsi.
Universitas Negeri Yogyakarta. Dari
https://eprints.uny.ac.id/14425/1/Skripsi.pdf, di akses pada 29 Oktober
2019.

Avitoh, Dyah Ayu. 2014. Peningkatan Sikap Kerja Keras dan Kemandirian Siswa
dalam Pembelajaran Matematika Melalui Strategi Talking Stick. Naskah
Publikasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dari
http://eprints.ums.ac.id/28659/25/02._Naskah_Publikasi.pdf, di akses pada
4 Oktober 2019.

Elly, Rosma. 2016. Hubungan Kedisiplinan Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas
V Di Sd Negeri 10 Banda Aceh. Jurnal Pesona Dasar, Vol.3 (4):43-53.
Dari http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/PEAR/article/download/7540/6207,
di akses pada 20 November 2019.

Emzir. 2017. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif. Depok:


Rajagrafindo Persada.

Ganie, Tajuddin Noor. 2007. Kamus Peribahasa Banjar. Banjarmasin: Rumah


Pustaka Folklor Banjar.

61
62

Ghufron, M.Nur dan Rini Risnawita. 2012. Teori-Teori Psikologi. Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media.
Handayani, Nita Warih & Sumaryanti. 2014. Upaya Orang Tua dalam
Menanamkan Karakter Kerja Keras Anak Usia Remaja di Dusun
Tegalyoso Banyuraden Gamping Sleman Yogyakarta. Jurnal Citizenship,
4(1), 27-38. Dari
http://journal.uad.ac.id/index.php/Citizenship/article/view/6280/3327, di
akses pada 10 Oktober 2019.

Hikmawati, Fenti. 2017. Metodologi Penelitian. Depok: Rajawali Pers.

Istiqomah, Ermina dan Sudjatmiko Setyobudihono. 2014. Nilai Budaya


Masyarakat Banjar Kalimantan Selatan Studi Indigenous. Jurnal Psikologi
Teori dan Terapan, Vol.5(1) : 1-6). Dari
https://journal.unesa.ac.id/index.php/jptt/article/view/1622, Di akses pada
2 Oktober 2019.
Martono, Nanang. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif Analisis Isi dan Analisis
Data Sekunder (Edisi Revisi 2). Jakarta : Rajawali Pers.
Muktiati, Indah. 2013. Pengaruh Kerja Keras Dan Kemandirian Siswa Terhadap
Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X Sma N I Jatinom Klaten. Skripsi.
FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dari
http://eprints.ums.ac.id/25230/ di akses pada 15 Oktober 2019.

Mustari, Mohamad. 2019. Nilai Karakter Refleksi Untuk Pendidikan. Depok:


Rajawali Pers.

Nadilla, Dewicca Fatma. 2017. Eksplorasi Nilai Falsafah Hidup Orang Banjar
pada Pembelajaran Sejarah sebagai Landasan Moral dan Karakter Siswa di
Kalimantan Selatan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pendidikan:
396-409. Surakarta, 26 Maret 2017: Universitas Sebelas Maret. Dari
https://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/psdtp/article/view/10990 di akses
pada 5 Oktober 2019.

Purwanto. 2016. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.


Rahman, Agus Abdul. 2017. Psikologi Sosial: Integritas Pengetahuan Wahyu dan
Pengetahuan Empirik. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Rakhmat, Jalaludin. 2013. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Riduwan. 2010. Dasar-Dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.


Rosyid, Mohamad Zaiful, dkk. 2019. Prestasi Belajar. Malang: CV. Literasi
Nusantara Abadi.
63

Sani, A. Ridwan & Luqmanul Hakim. 2014. The Effect Of Hard Work Character
And Problem Based Learning Model Toward Physics Learning Outcomes
Students At Smpn 4 Sei Suka. Jurnal Inpafi, Vol.2(4): 74-81. Dari
https://doi.org/10.24114/inpafi.v2i4.2124, di akses pada 7 Oktober 2019.
Saputri, Aliffiandini Nurma. 2016. Hubungan Self concept Dengan Hasil Belajar
Ips Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Bodeh Kabupaten
Pemalang. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Dari
http://lib.unnes.ac.id/24340/1/1401412296.pdf di akses pada 10 Oktober
2019.
Sari, Dewi Revita & Tubagus Pamungkas. 2015. Hubungan Antara Self concept
dengan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 34 Batam
Tahun 2014. Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika, Vol.4(1): 56-
62. Dari
https://journal.unrika.ac.id/index.php/jurnalphythagoras/article/view/571
di akses pada 17 Oktober 2019.
Sarwono, Sarlito W & Meinarno, Eko A. 2011. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba
Humanika.
Syah, Muhibbin. 2015. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Pers.

Sudjana, Nana. 2017. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kauntitatif,


Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran Di Sekolah Dasar: Edisi
Pertama. Jakarta: Kencana.

Sutoyo, Anwar. 2009. Pemahaman Individu: Observasi, Checklist, Interviu,


Kuesioner, Sosiometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tim Penyusun. 2018. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Prodi Bimbingan dan
Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung
Mangkurat (Edisi Revisi). Banjarmasin: tidak diterbitkan.

Walgito, Bimo. 2011. Teori-Teori Psikologi Sosial. Yogyakarta: CV Andi Offset.

Widodo. 2017. Metodologi Penelitian Populer & Praktis. Jakarta : Rajawali Pers

Anda mungkin juga menyukai